Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas atau
menyebar, yang berhubungan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya serta tidak memiliki objek yang spesifik. Keadaan emosi ini tidak
memiliki objek yang spesifik. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan
untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang parah tidak sejalan
dengan kehidupan, kecemasan dapat terlihat dalam hubungan
interpersonal dan memiliki dampak terhadap kehidupan manusia, baik
dampak positif maupun dampak negatif. Kecemasan akan meningkat
pada klien anak yang dirawat, dengan berbagai kondisi dan situasi di
rumah sakit (Asmadi,2018).

Anak usia prasekolah merupakan anak dalam rentang usia 3


sampai 6 tahun. Anak usia prasekolah memiliki karakteristik
perkembangan fisik, motorik, intelektual, dan sosial yang berbeda dengan
usia lainnya (Hidayat, 2015). Tahapan perkembangan fisik dan motorik
anak prasekolah misalnya melompat, menari dan belajar berpakaian.
Tahapan intelektual dan sosial anak berkembang pesat saat mereka
bermain dengan teman sebaya. Pada saat melalui proses pencapaian
tumbuh kembang, anak tidak selamanya sehat. Anak juga dapat berada
dalam kondisi sakit karena sistem pertahanan tubuhnya masih rentan
terhadap penyakit. Sakit yang biasa terjadi pada anak misalnya diare,
demam berdarah dengue, dan pneumonia.
Berdasarkan data Word Health Organitation (2018) menyatakan
bahwa anak yang dirawat di Amerika Serikat baik usia toddler,
prasekolah atau pun anak usia sekolah mencapai 3-10 %, sedangkan di
Jerman sekitar 7 % dari anak toddler dan 10 % anak prasekolah
menjalani rawat inap atau hospitaliasi. Di Indonesia terdapat
sebanyak 15,26 % anak dirawat pada tahun 2020 (Susenas, 2020).
Anak usia prasekolah dan usia sekolah sangat rentan terkena
penyakit, sehingga banyak anak usia tersebut mengalami rawat inap di
rumah sakit dan menyebabkan peningkatan populasi anak yang di
rawat inap mengalami peningkatan yang sangat dramatis (Wong,
Kasprisin, & Hess, 2019).

Angka kesakitan anak mencapai lebih dari 45% dari jumlah


keseluruhan populasi anak diseluruh Indonesia (Kemenkes RI, 2018).
Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan
Nasional (Susenas) tahun 2020 di daerah perkotaan menurut kelompok
usia 0- 4 tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%, usia
13-15 tahun sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar 8,13%. Angka
kesakitan anak usia 0-21 tahun apabila dihitung dari keseluruhan jumlah
penduduk adalah 14,44%. Anak yang dirawat di rumah sakit akan
berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya, hal ini disebut dengan
hospitalisasi (Apriany, 2013).
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke
rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami
berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh stres (Supartini, 2014).

Berdasarkan pengertian diatas kecemasan hospitalisasi adalah


kecemasan yang dialami oleh anak yang menjalani hospitalisasi karena
anak harus menghadapi stressor-stressor yang berada dirumah sakit
sepertikecemasan karena perpisahan,, kecemasan karena anak kehilangan
kontrol atas dirinya, kecemasan karena tindakan medis yang diberikan
kepada anak seperti tindakan injeksi, dan pengukuran tanda-tanda vital
(TTV).

Beberapa hal yang dapat dilakukan perawat untuk


menurunkan kecemasan adalah dengan memberikan terapi
komplementer. Terapi komplementer adalah terapi pendamping
medis atau pengobatan non konvensional. Beberapa terapi
komplementer : akupuntur, akupresur, ayurveda, pengobatan
tradisional china, terapi seni, terapi pijat, sentuhan ringan, meditasi,
psikoterapi, doa, dan terapi musik (Menkes, 2017). Terapi musik
sangat baik dalam mempengaruhi perasaan atau emosional
seseorang sehingga menciptakan suasana yang lebih nyaman dan
memberikan rasa bahagia (Nurjatmika, 2012).
Musik dapat mengubah fungsi-fungsi fisik dalam tubuh,
seperti perubahan denyut nadi, kekuatan otot, dan sirkulasi darah.
Selain berpengaruh terhadap kinerja jantung, ritme atau irama juga
mempengaruhi gerakan otot dan setiap sel, molekul dan atom dalam
tubuh, sehingga musik yang didengar bisa merangsang atau
menenangkan, menyeimbangkan.(Wangsa, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih, Aminingsih,
dan Hastari (2014) di RS Dr. Oen Surakarta mengenai pengaruh
terapi musik terhadap tingkat kecemasan anak didapatkan hasil
sebelum dilakukan pemberian terapi musik sebagian besar anak
yang dirawat mengalami tingkat kecemasan sedang sebanyak 26
responden dengan persentase 86,7% dan anak dengan kecemasan
berat sebanyak 4 reponden dengan persentase 13,3%. Setelah
diberikan terapi musik ada penurunan tingkat kecemasan anak dari
kategori tingkat kecemasan berat menjadi tingkat kecemasan sedang
sebanyak 4 responden dengan persentase 13.3 %, dari tingkat
kecemasan sedang menjadi tingkat kecemasan ringan dengan
rentang sebanyak 20 responden dengan persentase 66.7 %, dan dari
tingkat kecemasan sedang menjadi tidak ada kecemasan dengan
rentang nilai (<14) sebanyak 6 responden dengan persentase 20 %.
Penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi musik terhadap
penurunan tingkat kecemasan anak. Namun dalam penelitian ini
tidak dijelaskan jenis musik yang digunakan oleh peneliti.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang
Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan metode
wawancara dan observasi didapatkan hasil anak cemas dan takut
saat perawat datang, anak tidak mau lepas dari orang tua, anak
terlihat akan menangis saat perawat akan melakukan tindakan
seperti mengecek tanda-tanda vital. Hasil wawancara terhadap 2
orang tua anak didapatkan, anak takut dan cemas saat perawat
datang, saat perawat akan melakukan pemeriksaan dan melakukan
tindakan medis. Ketika observasi peneliti tidak menemukan adanya
pemberian terapi musik di ruangan Anggrek.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan tindakan
terapi untuk menurunkan kecemasan pada anak salah satunya adalah
terapi musik. Peneliti tertarik untuk melakukan terapi musik karena
di Rumah Sakit Daerah Panembahan Senopati Bantul belum ada
intervensi khusus untuk menurunkan kecemasan anak dengan
menggunakan terapi musik.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut maka penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai
berikut : “ Bagaimanakah Analisis Terapi Musik Dalam Asuhan Keperawatan
Kecemasan Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Ruang Anggrek
RSUD Panembahan Senopati Bantul?”
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum : Menganalisis Terapi Musik Dalam Asuhan Keperawatan
Kecemasan Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Ruang
Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul.
2. Tujuan Khusus
a. Memaparkan pengkajian pada anak pra sekolah dengan Masalah
Keperawatan Kecemasan (ansietas) di Ruang Anggrek RSUD
Panembahan Senopati Bantul.
b. Memaparkan diagnosa keperawatan Kecemasan/ansietas pada anak
pra sekolah di Ruang Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul.
c. Memaparkan intervensi keperawatan pada anak pra sekolah dengan
Masalah Keperawatan Kecemasan/ansietas di Ruang Anggrek
RSUD Panembahan Senopati Bantul.
d. Memaparkan implementasi keperawatan Kecemasan/ansietas pada
anak pra sekolah di Ruang Anggrek RSUD Panembahan Senopati
Bantul.
e. Memaparkan evaluasi keperawatan Kecemasan/ansietas pada anak
pra sekolah di Ruang Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul.
f. Memaparkan Analisis Terapi Musik sebagai Intervensi dengan
Masalah Keperawatan Kecemasan/ansietas pada anak pra sekolah di
Ruang Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul.
D. Manfaat penulisan
1. Manfaat secara teoritis
Mengembangkan konsep ilmu pengetahuan tentang Terapi Musik
Dalam Asuhan Keperawatan Kecemasan Hospitalisasi Pada Anak
Usia Pra Sekolah.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Ibu yang mempunyai anak usia pra sekolah
Dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan bagi Ibu yang
mempunyai anak usia pra sekolah mengenai Terapi Musik
sebagai Intervensi dengan Masalah Keperawatan
Kecemasan/ansieetas.
b. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya dalam
pengelolaan Asuhan keperawatan pada anak dengan kecemasan
hospitalisasi.
c. Bagi mahasiswa STIKes Surya Global Yogyakarta
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian
selanjutnya terkait Analisis Terapi Musik Dalam Asuhan
Keperawatan Kecemasan Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra
Sekolah.
d. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat lebih dikembangkan, misalnya dengan
cakupan subjek yang berbeda, dengan pendekatan teori yang
berbeda atau menggunakan variebel-variabel lain terkait Analisis
Terapi Musik Dalam Asuhan Keperawatan Kecemasan
Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah.

E. Penelitian Terkait

1. Novita M. Kana Wadu dan Henny Suzana Mediani (2021) “Pengaruh


Terapi Musik untuk Mengurangi Kecemasan Anak: Systematic
Review”. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk mengetahui pengaruh
terapi musik terhadap kecemasan anak. Penelitian ini merupakan
tinjauan sistematis dari penelitian terkontrol secara acak. Sebuah strategi
pencarian yang komprehensif dilakukan dengan menggunakan database
kunci seperti PubMed, DOAJ, dan Science Direct untuk mendapatkan
studi yang relevan. Hasil yang ditemukan adalah 6 artikel yang memenuhi
kriteria kelayakan. Artikel ini menunjukkan bahwa efek terapi musik
secara statistik terbukti efektif dan secara signifikan mengurangi
kecemasan anak. Mendengarkan musik dapat dijadikan sebagai intervensi
keperawatan yang potensial untuk meredakan kecemasan dan dapat
menjadi pendekatan praktis untuk mengatasi kecemasan dan ketakutan
pada anak dengan memperhatikan jenis musik yang akan diberikan
kepada anak. Terapi musik dapat dianggap sebagai intervensi
nonfarmakologis tambahan dalam menghadapi situasi klinis yang
menyebabkan kecemasan pada anak.
2. Anggriasha Nastiti P, Listyana Natalia R, dan Endang Lestiawati (2016)
“Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi
musik audio visual terhadap stress hospitalisasi pada anak usia 6-8 tahun
di RSPAU Hardjolukito Yogyakarta. Metode dari penelitian adalah jenis
penelitian quasi experimental dengan rancangan one group pre and post
test. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 18 orang. Teknik analisa data menggunakan uji
beda paired sample t-test. Hasil dari penelitian ini yaitu rata-rata stress
hospitalisasi pada anak sebelum diberikan terapi musik audio visual
adalah 62.00 dan setelah diberikan terapi adalah 44.61, dengan nilai p-
value 0.000. Kesimpulan dari penilitian ini yaitu adanya pengaruh terapi
musik audio visual terhadap stress hospitalisasi pada anak usia 6-8 tahun
di RSPAU Hardjolukito”

3. Nur Asnah Sitohang (2016) “Pengaruh Terapi Musik Terhadap Stres


Hospitalisasi pada Anakdi RSUD.dr. Pirngadi Medan” . Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik pada stres rawat inap pada
anak usia sekolah di rumah sakit dr.Pirngadi Medan. Desain penelitian
menggunakan quasi-eksperiment dengan pre-post test design. Teknik
pengambilan sampel adalah total sampling dan jumlah sampel 31orang.
Data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian sebelum
diberikan terapi musik Rata-rata dari skor stres11.61 anak dan standar
deviasi 2,155. Setelah diberikan terapi musik rata-rata skor stres 1.16 dan
standar deviasi dari 3,606. Hasil uji statistik diperoleh nilai P sebesar 0,000
disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi musik pada stres rawat inap pada
anak usia sekolah. Penelitian ini membuktikan bahwa terapi musik dapat
mengurangi stres pada anak. Untuk itu disarankan untuk menerapkan terapi
ini sebagai salah satu intervensi dalam memberikan asuhan keperawatan
pada anak.

Anda mungkin juga menyukai