Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI TERAPI BERMAIN

Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) dapat menimbulkan

stres pada anak. Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

terencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,

menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.

Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian

yang menurut berbagai penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat

traumatik dan penuh dengan stres (Supartini, 2004).

Dampak hospitalisasi dapat dialami oleh anak maupun keluarga. Akibat

kecemasan hospitalisasi anak dapat menolak tindakan yang diberikan dan akan

berpengaruh pada hari rawat anak dan secara umum akan mengganggu

perkembangan anak. Diperlukan perhatian dan tindakan untuk mengatasi dampak

hospitalisasi tersebut. Salah satu yang dapat dilakukan adalah memenuhi

kebutuhan bermain anak selama dirawat (Mulyanti & Kusmana, 2018).

Penanggulangan stres hospitalisasi pada anak dapat menggunakan

beberapa tehnik, antara lain terapi bermain (menggambar dan mewarnai) dan

terapi musik. Kedua cara tersebut dapat menurunkan stres emosional pada

manusia terutama pada anak. Pengaruh tehnik terapi yang lebih efektif antara

terapi bermain dan terapi musik untuk menurunkan stres hospitalisasi pada anak

sampai saat ini belum diketahui.


Menurut Supartini (2004), keuntungan aktifitas bermain yang dilakukan

perawat di rumah sakit antara lain dapat meningkatkan hubungan antara klien

(anak dan keluarga) dan perawat, dapat memulihkan perasaan mandiri pada anak.

Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk

mempunyai tingkah laku yang positif. Pada saat anak mengikuti aktifitas bermain

menggambar dan mewarnai, melalui media kertas, pensil, pensil warna dan

krayon, anak berusaha untuk menuangkan semua perasaan yang ada dipikirannya,

sehingga anak dapat mengalihkan perhatiannya dari faktor yang menyebabkan

timbulnya stres pada dirinya.

Dalam terapi bermain menggambar dan mewarnai ini, dukungan orang tua

juga sangat berarti bagi anak, karena anak merupakan bagian dari kehidupan

orang tuanya sehingga apabila orang tua mendukung kegiatan anak, anak akan

lebih baik dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.(Sufyanti et al., 2006)

Berdasarkan studi yang dilakukan Mariam di RSUD K.R.M.T

Wongsonegoro Semarang pada bulan Oktober 2022. Pelaksanaan terapi bermain

dilakukan di ruang bermain outdoor yang ada di rumah sakit. Sebelum

dilaksanakan terapi bermain dan sesudah, dilakukan pengukuran tingkat

kecemasan anak dengan Facial Image Scale (FIS) (Permana, 2019). Anak yang

dilibatkan dalam terapi bermain di area bermain outdoor adalah anak usia

prasekolah yang dirawat di ruang yudistira dan parikesit yang keadaan

hemodinamiknya stabil. (Mariyam et al., 2022)


Adapun studi yang dilakukan Yusrah Taqiyah (2022) terapi bermain

dengan teknik pre post test dengan melibatkan anak yang di rawat di ruangan

alkautsar yang berusia 3-10 tahun dan Memberikan instruksi kepada anak untuk

mewarnai gambar sketsa yang telah disediakan sesuai dengan kreatifitas masing-

masing dan yang menggambar paling bagus diumumkan sebagai juara dan

diberikan hadiah. Kegiatan yang dilaksanakan pada pengabian masyarakat ini

Penerapan Terapi Bermain Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada Anak Di

Ruangan Al- Kautsar Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar. Sebelum

memulai permainan mewarnai, anak akan diberikan petunjuk tentang aturan

permainan. Anak dapat mewarnai gambar dengan warna sesukanya ataupun

mengikuti dari contoh yang sudah disediakan oleh perawat. anak- anak yang

kesulitan dalam mewarnai, perawat membantu dan memfasilitasinya. Orang tua

anak juga dilibatkan untuk membantu proses bermain. Evaluasi dilakukan dengan

memeberikan beberapa kesempatan untuk bertanya/klarifikasi, Mengajak anak

bermain, Mengevaluasi respon anak dan keluarga (perasaan), Menyimpulkan

(reward/reinforcement positif). (Taqiyah et al., 2022)

Hasil yang di peroleh bahwa 16 anak yang mengikuti terapi bermain di

mana dari yang diperoleh yaitu sebelum dilakukan terapi bermain 20 anak

mengalami hospitalisasi sedangkan setelah diberikan terapi bermain diperoleh

data 15 anak mengalami penurunan hospitalisasi dan masih ada 5 anak yang

mengalami hospitalisasi. Hasil yang di peroleh bahwa 15 anak yang mengikuti

terapi bermain mampu menyelesaikan tahap tahap terapi bermain. Hal ini

merupakan suatu acuan secara berkelanjutan bagaimana mengatasi dampak


hospitalisasi pada anak. Dalam terapi bermain diperoleh 3 anak dengan gambar

terbaik diberikan dan diberikan hadiah. (Taqiyah et al., 2022)


IMPLEMENTASI TERAPI MUSIK

Terjadinya stres hospitalisasi pada anak dapat berpengaruh terhadap

perawatan anak selama di rumah sakit dan dapat berpengaruh terhadap proses

penyembuhan. Reaksi hospitalisasi yang ditunjukkan oleh anak bersifat individual

dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman

sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan

koping yang dimiliki (Supartini, 2004). Anak yang mengalami stres selama dalam

masa perawatan, dapat membuat orang tua menjadi stres dan stres orang tua akan

membuat tingkat stres anak semakin meningkat (Supartini, 2004). Terutama pada

mereka yang baru pertama kali mengalami perawatan di rumah sakit dan orang

tua yang kurang mendapat dukungan emosi dan sosial dari keluarga, kerabat,

bahkan petugas kesehatan akan menunjukkan perasaan cemasnya. (Taqiyah et al.,

2022)

Banyak cara yang dilakukan untuk mengatasi stres hospitalisasi pada anak

tetapi cara yang paling banyak digunakan yaitu dengan menggunakan terapi

music. Mendengarkan musik dapat berpengaruh pada aspek psikologi, fisik,

spiritual, kognitif dan sosial. Pada pemberian terapi musik, tubuh akan menerima

melalui sistem pendengaran, sehingga tubuh akan membuat suasana hati menjadi

positif dan membuat koping dan emosi anak menjadi lebih baik sehingga stres

dapat menurun.
Penelitian yang dilakukan Kazemi et al., (2012) menyatakan bahwa musik

secara signifikan dapat mengurangi kecemasan pada anak usia sekolah yang

mengalami hospitalisasi. Selain itu, dalam studinya dikatakan juga bahwa efek

negatif dari kecemasan akibat hospitalisasi dapat dikurangi dengan terapi musik di

rumah sakit (Ariani et al., 2015)

Menurut studi yang dilakukan Desi Rahmadani (2023), study kasus

menggambarkan penerapan terapi musik dalam menurunkan kecemasan pada

anak usia pra sekolah (3-5 tahun) akibat hospitalisasi dengan penerapan terapi

musik jenis lagu anak-anak yang didengarkan selama 20 menit. Tempat penerapan

yang digunakan adalah Ruang Anak RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro yaitu

subjek 1 berada dikelas 3 bed ke 2 di Ruang Merpati dan subjek 2 berada dikelas

3 bed ke 3 di Ruang Merak. Di dapatkan hasil terapi musik mengalami kecemasan

berat dan sesudah diberikan penerapan terapi musik kecemasannya menjadi

sedang. Didapatkan penurunan kecemasan paling tinggi pada subjek ke 2. Terapi

musik mampu menurunkan skala kecemasan anak usia pra sekolah (3-5 tahun)

yang mengalami hospitalisasi. (Desi Rahmadani, 2023)

Penelitian yang dilakukan Sitohang (2016) menguji satu kelompok subjek

dimana kelompok tersebut diobservasi sebelum dilakukan intervensi kemudian

diobservasi lagi sesudah intervensi. Teknik pengambilan sampel menggunakan

metode total sampling. Kriteria inklusi adalah : anak usia 6-12 tahun; bersedia

menjadi responden; telah mengalami rawat inap minimal 2 hari, tingkat kesadaran

compos mentis; tidak menderita gangguan pendengaran dan pengucapan; orang

tua setuju anaknya menjadi responden. Kriteria ekslusi dari penelitian ini adalah
anak dengan kebutuhan khusus (autisme, penyakit hidrosefalus,hiperaktif,

tunagarahita, berada di ruangan isolasi); pasien yang mengkonsumsi obat-obatan

anti stress dan ansietas. Hasil uji statistik menunjukkan setelah diberi terapi

musik, 27 anak mengalami penurunan dan 4 orang anak stresnya sama sebelum

dan setelah terapi musik. Diperoleh nilai P = 0.000 maka dapat disimpulkan ada

pengaruh yang signifikan terapi musik terhadap stres anak yang mengalami rawat

inap. (Sitohang, 2016).

Penelitian ini dilakukan Wahyuni (2013) di ruang Marwa RSU ‘Aisyiyah

Ponorogo pada bulan Desember 2004. Desain yang digunakan adalah One Group

Pretest- Posttest Design . Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak

usia sekolah (6-12 tahun) yang dirawat inap di Ruang Marwa RSU ’Aisyiyah

Ponorogo. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling.

Sampel yang diambil adalah pasien anak usia sekolah 6-12 tahun yang dirawat

inap di Ruang Marwa RSU ’Aisyiyah Ponorogo dan tercatat sebagai pasien pada

bulan tersebut. Sampel yang diperoleh sebelumnya dilakukan pengukuran tingkat

kecemasan kemudian diberikan terapi musik lalu dilakukan observasi dan

pengukuran tingkat kecemasan kembali. Pengukuran tingkat kecemasan dilakukan

dengan menggunakan HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety). Responden

diberikan music klasik anak dengan menggunakan headphone yang dihubungkan

dengan tape recorder. Voluma suara diatur sesuai kenyamanan responden.

(Wahyuni, 2013)
TAMBAHAN BAB 3

Efektifitas terapi bermain dan terapi musik menunjukkan tidak terdapat perbedaan

terhadap penurunan stres hospitalisasi pada anak. Keduanya efektif dalam

menurunkan stres hospitalisasi pada anak. Menurut Donna L. Wong (2004) salah

satu fungsi bermain antara lain sebagai nilai terapeutik yang dapat memberikan

pelepasan stres dan ketegangan. Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari

lingkungan. Dengan bermain anak dapat mengekspresikan emosi dan

ketidakpuasan atas situasi sosial serta rasa takutnya yang tidak dapat

diekspresikan di dunia nyata (Nursalam, 2005). Menurut Rara (2006) terapi musik

sangat efektif dalam meredakan kegelisahan dan stres, mendorong perasaan rileks

serta meredakan depresi. Jadi salah satu tindakan tersebut dapat digunakan

sebagai alternatif pilihan untuk menurunkan tingkat stres hospitalisasi pada anak.

Anda mungkin juga menyukai