PACEM IN TERRIS
(PERDAMAIAN DUNIA)
TENTANG USAHA MENCAPAI PERDAMAIAN SEMESTA
DALAM KEBENARAN, KEADILAN, CINTA KASIH DAN
KEBEBASAN
Saudara-saudara yang terhormat dan putera-puteri yang terkasih, Salam dan Berkat
Apostolik.
2. Tata-tertib yang mengagumkan meliputi dunia ciptaan yang hidup dan daya-
kekuatan alam. Itulah pelajaran jelas yang kita terima dari kemajuan penalitian modern dan
penemuan-penemuan teknologi. Dan suatu cirri keagungan manusia ialah kemampuannya
menghargai tata-tertib itu, dan menciptakan upaya-upaya untuk mengedalikan daya
kekuatan itu demi kepentingannya sendiri.
3. Akan tetapi pertama-tama nyata dari kemajuan ilmu pengetahuan dan penemuan-
penemuan teknologi ialah bahwa maha-agunglah Allah sendiri, yang menciptakan
manuasia dan alam semesta. Sesungguhnya, dari ketiadaan diciptakan_nya segala
sesuatu, dan semua dipenuhiNya dengan kepurnaan kebijaksanaan dan kebaikan-Nya
sendiri. Maka beginilah penyair mazmur memuji Allah : Ya Tuhan, tuhan kami betapa
mulialah nama-Mu diseluruh bumi! Segala sesuatu Kauciptakan dengan bijaksana. Lagi
pula Allah menciptakan manusia menurut citra dan keserupaan-Nya: Ia
menganugerahinya dengan pengertian dan kebebasan dan menjadikannya penguasa alam
makhluk. Semuanya itu diwartakan oleh penyair mazmur. Engkau telah membuatnya
hampir sama seperti Allah. Dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau
memberinya kuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya Kautaruh di bawah kakinya.
4. Meskipun begitu ada perpecahan antara orang-orang dan bangsa-bangsa; itu jelas
sekali bertentangan dengan tat alam semesta yang sempurna. Orang cenderung
beranggapan, seolah-olah hubungan-hubungan antar manusia hanya dapat dikendalikan
dengan kekuatan.
5. Akan tetapi Sang Pencipta dunia telah mencamkan ke dalam hati sanubari
manusia adanya tata-semesta, dan suarahatinya mendesak supaya itu dipertahankannya.
Manusia menunjukkan, bahwa isi hokum Taurat tertulis dalam hati mereka, dan
suarahatinya turut bersaksi tentangnya. Mau apa lagi? Semua makhuk mencerminkan
kebijaksanaan Allah yang tiada batasnya. Dan kian jelas kebijaksanaan itu terpantulkan,
semakin ciptaan itu lebih tinggi taraf kesempurnaannnya.
9. Perserikatan mana pun yang di tata dengan baik dan bersifat produktif dalam
masyarakat menuntut, agar satu asas dasar ini diterima setiap orang itu pribadi yang
sesungguhnya. Artinya, kodratnya dikurniai akalbudi dan kehendak bebas. Oleh karena
itulah ia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, yang kesemuanya timbul sebagai
konsekuensi langsung kodratnya. Hak-hak serta kewajiban-kewajiban itu bersifat universal
dan tidak boleh dilanggar, maka dari itu saa sekali tidak dapat direbut dari manusia.1
10. Lagi pula, bila martabat pribadi manusia ditinjau dari wahyu ilahi, penghargaan kita
terhadapnya mau tidaj mau meningkat tiada bandingnya. Manusia telah ditebus dengan
darah Yesus Kristus. Rahmat menjadikannya putera-puteri dan sahabat-sahabat Allah,
serta pewaris-pewaris kemualiaan kekal.
11. Akan tetapi yang pertama-tama perlu dibahas ialah hak-hak manusia. Ia berhak
hidup. Ia berhak atas keutuhan badannya dan atas upaya-upaya yang diperlukan untuk
pengembangan hidup yang sewajarnya, khususnya makanan, pakaian, tempat berteduh,
perawatan kesehatan, istirahat dan akhirnya pelayanan-pelayanan sosial yang dibutuhkan.
Oleh karena itu ia berhak mendapat pemeliharaan kalau sedang sakit, menderita cacat
akibat pekerjaanya, menjadi janda, lanjut usia, terpaksa menganggur, atau bila tanpa
kesalahannya sendiri kehilangan nafkahnya.2
12. Selain itu menurut kodartnya manusia berhak dihargai. Ia berhak atas nama baik,
Berhak pula atas kebebasan menyelediki kebenaran, dan dalam batas-batas tata- susila
dan kesejahteraan umum-atas kebebasan untuk berbicara dan menerbitkan karya tulis, lagi
pula atas kebebasan untuk menjalankan profesi mana pun yang pilihnya. Ia berhak juga
atas informasi yang cermat tentang peristiwa-peristiwa umum.
13. Secara hakiki manusia berhal ikut memanfaatkan buah-buah kebudayaan, karena
itu mendapat pendidikan umum yang baik, dan latihan teknis atau kejuruan yang serasi
dengan taraf perkembangan pendidikandi negerinya. Lagi pula perlu dirancangkan suatu
system untuk membuka bagi para warga masyarakat yang berbakat peluang menempuh
studi lebih lanjut, supaya di kemudian hari mereka sedapat mungkin menduduki posisi-
posisi yang penuh tanggung jawab dalam masyarakat sesuai dengan bakat alami mereka
dan ketrampilan yang mereka peroleh. 3
14. Termasuk hak-hak manusaia juga dapat beribadat kepada Allah mengikuti
dorongan yang tepat suarahatinya sendiri, dan mengakui agamanya secara privat maupun
di muka umum. Laktansinus jelas mengajarkan : inilah persyaratan kelahiran kita sendiri,
bahwa kepada Allah yang menciptakan kita lambungkan hormat pujian yang layak
bagiNya; bahwa Ia kit akuyi sebagai Allah yang Esa, dan kita patuhi. Dari ligatura (ikatan)
ketakwaan yang mengikat kita dan menambat kita pada Allah itulah dijabarkan istilah
religio (agama).4 Oleh karena itu juga Paus Leo XIII menyatakan ; Kebebasan
1 Paus Pius XII, Amanat radio pada hari Natal 1942; AAS. 35 (1943) hlm. 9-24; Paus Yohanes XXIII, kotbah, tgl 4
2 Bdk. Ensiklik Paus Pius XI Divini Redemptoris : AAS 29 (1937) hal. 78 ; Amanat radio Paus Pius XII,
3 Bdk. Paus Pius XII, Amanat Radio pada hari Natal 1942; AAS (19430 Hlm. 9 - 24
sejati, yakti yang layak bagi putera-puteri Allah, ialah kebebsan yang paling sungguh
menjamin martabat pribadi manusia. Kebebasan itu lebih kuat dari kekerasan atau ketidak-
adilan mana pun juga. Itulah kebebasan yang selalu diinginkan oleh Gereja dan yang
sangat dicintainya. Itu pulalah kebebasan yang dengan tegas dituntut oleh para rasul. Para
pembela iman mempertahankannya melalui karya tulis mereka ; ribuan martir
mentakdiskannya dengan darah mereka. 5
15. Manusia berhak juga memilih sendiri corak hidup yang menarik baginya; apakah
hendak berkeluarga dalam membentuk keluarga pria dan wanita mempunyai hak-hak
dan kewajiban-kewajiban yang sama atau hendak menempuh hidup sebagai imam atau
religius. 6
16. Keluarga, yang berdasarkan pernikahan yang dijalin dengan bebas-bersifat satu
dan tak terceraikan, harus dipandang sebagai sel alami dan primer masyarakat manusia.
Oleh karena itu kepentingan-kepentigan kelurga hendaklah secara khas diindahkan dalam
perkara-perkara sosial dan ekonomi, begitu pula dalam hal iman maupun tat-susila. Sebab
semuanya itu berkaitan dengan usaha meneguhkan keluarga dan membantunya dalam
menunaikan misinya.
17. Tentu saja pemeliharaan dan pendidikan anak-anak terutama merupakan hak orang
tua. 7
18. Di bidang ekonomi jelaslah manusia mempunyai hak bukan hanya untuk beroleh
peluang untuk bekerja, melainkan juga untuk boleh mengadakan prakarsa pribadi dalam
kerja yang dijalankannya. 8
19. Kondisi-kondisi kerja manusia tak lain merupakan konsekuensi hak-hak itu. Jangan
sampai situasi kerja melemahkan kondisi fisik atau morilnya, atau bertentangan dengan
perkembangan sewajarnya kaum remaja menuju kedewasaan. Bagi kaum wanita
hendaknya diciptakan kondisi kerja yang selaras dengan kebutuhan-kebutuhan dan
tanggungjawab mereka sebagai isteri dan ibu. 9
20. Konsekuensi lain martabat pribadi manusia ialah heknya menjalankan kegiatan-
kegiatan ekonomi sesuai dengan tingkatan tanggungjawabnya.10 Maka buruh hendaknya
juga menerima upah yang ditetapkan menurut asas-asas keadilan. Itu perlu ditekankan.
Besarnya upah yang diterima oleh buruh, serasi dengan dana-dana yang tersedia, harus
mencukupi sehingga memungkinkan dia sekeluarga hidup menurut taraf yang sesuai
dengan martabat pribadi manusia. Beginilah Paus Pius XII menguraikannya : Kodrat
membebani manuisa dengan kerja sebagai kewajibannya: dan selaras dengan itu manusia
pada hakikatnya berhak menuntut, agar pekerjaan yang dilakukannyamenghasilkan
baginya beserta anak-anaknya rezeki hidup. Itulah keharusan kodrat yang mutlak demi
lestarinya hidup manusia. 11
21. Konsekuensilain lagi pada kodrat manusia yakni, bahwa ia berhak atas pemilikan
harta secara perorangan, termasuk upaya-upaya produksi. Seperti pernah kami utarakan,
hak itu merupakan upaya cukup efektif untuk menyatakan kepribadian dan melaksanakan
tanggungjawab seseorang di tiap bidang, dan unsur kemantapan serta jaminan bagi
kehidupan kelurga, bsegitu pula unsure damai dan kesejahteraan dalam negeri. 12
22. Akhirnya pada tempatnyalah mengemukakan, bahwa hak memiliki harta
perorangan sekaligus mencakup kewajiban sosial. 13
5. Ensiklik Libertas Praestantissimum. Acta Leonis XIII, VIII (1888) hal. 237-238
6. Bdk. Paus Pius XII, Amanat Radio pada hari Natal 1942, AAS 35 (1943) hlm. 9-24
7. Bdk. Paus Pius XI, Ensiklik Casti Connubii : ASS 22 (1930) hlm. 539-592: Paus Pius XII, Amanat radio pada
9-24.
8. Paus Pius XII, Amanat radio pada Hari Raya Pentekosta, tgl 1 Juni 1941 ; AAS 33 (1941) hlm. 201
9. Bdk. Paus Leo XIII, Ensiklik Rerum Novarum 43 ; Acta Leonis XIII, XI (1891) hal. 128 129
10. Bdk. Paus Yohanes XXIII, Ensiklik Mater et Magistra, 84 ; ASS 53 (1961) hal 422
11. Bdk. Paus Pius XII, Amanat radio pada Hari Raya Pentekosta, tgl. 1 Juni 1941 ; AAS 33 (1941) hal. 201
12. Paus Paulus XXIII, Ensiklik Mater et Magistra 112 : AAS 53 (1961) hal 428
23. Menurut kodratnya manusia bersifat sosial, maka berha mengadakan pertemuan
dan membentuk serikat dengan sesamanya. Mereka berhak menuangkan serikat semacam
itu dalam pola organisasi yang mereka pandang efektif untuk mencapai sasaran-
sasarannya. Orang berhak juga mempunyai prakarsa sendiri dan bertindak atas tanggung
jawab sendiri dalam serikat-serikat itu untuk mencapai hasil-hasil yang mereka inginkan. 14
24. Seperti kami tekankan dalam Ensiklik Mater et Magistra, sangat mendesaklah
mendirikan amat banyak kelompok penengah atau serikat semacamnya itu untuk mencapai
tujuan-tujuan yang realisasinya tidak terjangkau secara efisien oleh perorangan. Kelompok-
kelompok dan serikat-serikat seperti itu harus dianggap mutlak perlu untuk menjalamin
kebebasan dan martabat pribadi manusia, sementara kesadaran bertanggungjawab tetap
dijaga keutuhnya. 15
25. Lagi pula tiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan tinggal di kawasan
negaranya sendiri. Berdasarkan alasan-alasan yang wajar ia harus diizinkan beremigrasi
ke negeri-negeri lain dan tinggal di situ.16 Kenyataannya sebagai warga masyarakat di
negara tertentu tidak menghilangkan keanggotaannya dalam keluarga manusia, atau
kewarganegaraannya dalam masyarakat semesta, persekutuan manusiawi yang umum
dan meliputi seluruh dunia.
26. Akhirnya, martabat pribadi manusia mencakup haknya berperan serta secara aktif
dalam kehidupan umum, dan membawa sumbanganganya sendiri kepada kesejahteraan
umum sesama warganegara. Menurut Paus Pius XII, manusia sebagai manusia bukanlah
sasaran atau seolah-olah unsur pasif dalam masyarakat, melainkan pemerannya, dasar
dan tujuannnya, oleh karena itu harus dihargai. 17
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN MANUSIA
28. Hak-hak kodrati yang diuraikan hingga sekarang tidak terceraikan dari sekian
banyak kewajiban, yang semuanya berlaku bagi pribadi yang sama. Hak-hak maupun
kewajiban-kewajiban itu bertumu pada hukum kodrati, ditopang olehnya, dan karenanya
tidak terhapuskan. Seraya memberi hak-hak hukum kodrati menggariskan kewajiban-
kewajiban.
29. Begitulah misalnya hak hidup mencakup kewajiban memelihara kehidupan; hak
atas mutu hidup yang layak berpadanan dengan kewajiban hidup secara pantas ; hak
mencari kebenaran dengan bebas berimbang dengan kewajiban mempertaruhkan diri
mencarinya secara makin mendalam dan luas.
30. Sekali itu diakui, kesimpulannya yakni ; dalam masyarakat manusia hak kodrati
seseorang menimbulkan pada sesama kewajiban yang sepadan, maksudnya ; kewajiban
mengakui dan menghormati hak itu. Tiap hak asasi manusia beroleh kekuatannya
mewajibkan sesuatu dari hukum kodrati, yang menjadi sumbernya dan mengikat padanya
kewajiban imbanganya. Oleh karena itu menuntut hak-haknya tetapi sekaligus
mengabaikan kewajiban-kewajibannya, atau hanya menunaikannya tanggung-tanggung,
ibarat membangun rumah dengan tangan yang satu sekaligus membongkarnya dengan
tangan yang lain.
14. Bdk. Paus Leo XIII, ensiklik Rerum Novarum, 48 dsl. : Acta Leonis XIII, XI (1891) hlm. 134-142 ; Paus Pius
69-71 : AAS 23 (1931) hlm. 199 200 ; Paus Pius XII, Ensiklik Sertum Laetitiae : ASS 31 (1939) hlm. 635-
644)
16. Bdk. Paus Pius XII, Amanat raduo pada Hari Raya Natal 1952 : ASS 45 (1953) hlm. 36 46.
17. Bdk. Paus Pius XII, Amanat radio pada hari Raya Natal 1944 : ASS 37 (1945) hlm. 12
18. Bdk. Paus Pius XII, Amanat radio pada Hari Raya Natal 1942 : ASS 35 (1943) hlm. 21
31. Karena menurut kodratnya manusia bersifat sosial, orang-orang harus hidyp
bersama dan saling mengindahkan kepentingan mereka. Dalam masyarakat yang serba
teratur masing-masing anggota wajib mengakui dan menunaikan hak-hak serta kewajiban-
kewajibannya. Akan tetapi konsekuensinya ialah, bahwa masing-masing akan sepenuh hati
membawa sumbangannya untuk menciptakan tata tertib masyarakat, yang memungkinkan
hak-hak serta kewajiban-kewajiban dipatuhi secara makin seksama dan makin efektif.
32. Misalnya percuma saja mengakui hak manusia atas pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan hidupnya, kalau kita tidak sekuat tenaga berusaha menyediakan baginya upaya-
upaya yang secukupnya untuk hidup.
33. Oleh karena itu masyarakat tidak hanya harus serba teratur, melainkan harus
menyediakan sumber-sumber yang limpah juga. Supaya itu terlaksana, yang diperlukan
bukan hanya bahwa hak-hak maupun kewajiban-kewajiban diakui oleh semua pihak,
melainkan juga bahwa semua orang melibatkan diri dan bekerja sama di sekian banyak
usaha yang dalam peradaban kita sekarang dimungkinkan, didorong, atau bahkan dituntut.
34. Kecuali martabat pribadi manusia menuntut, agar ia mempunyai kebebasan, dan
mampu mengambil keputusan bila ia bertindak. Oleh karena itu dalam pergaulannya
dengan sesama memang sudah sewajarnyalah, dan kerja samnya dengan sesama di
pelbagai bidang, pertama tama merupakan keputusan pribadinya. Tiap orang hendaknya
bertindak atas prakarsa dan keyakinannya sendiri, atas kesadaran kan tanggungjwabnya,
bukan karena tekanan terus menerus akibat paksaan dari luar atau karena bujukan-
bujukan. Masyarakat yang dipaksa bersatu melalui kekerasan sama sekali tidak
manusiawi. Kendala itu sedikit pun tidak mendorong manusia seperti harusnya untuk
mencapai kemajuan atau kesempurnaan, melainkan semata-mata merintangi
kebiasaannya.
35. Maka supaya masyarakat dapat dianggap serba teratur, kreatif, dan sesuai dengan
martabat pribadi manusia, harus didasrkan pada kebenaran. Berkata S.Paulus : Buanglah
dusta dan berkatalah benar seorang, kepada yang lain, karena kita sesama anggota.19 Itu
terlaksana, bila setiao orang dengan jujur mengakui hak-haknya sendiri maupun kewajiban-
kewajibannya terhadap sesama. Masyarakat, seperti dilukiskan disini, meminta supaya
manusia dibimbing oleh keadilan, menghormati hak-hak sesama danmenjalnkan tugas
kewajibannya. Selain itu meminta agar ia dijiwai oleh cinta kasih, sehingga ia merasakan
kebutuhan sesama seolah-olah itu kebutuhannnya sendiri dan terdorong untuk berbagi
miliknya dengan sesama, serta ikut mengusahakan supaya di dunia ini semua orang sama-
sama mewarisi nilai-nilai akalbudi dan kerohanian yang terluhur. Tetapi itu belum cukup.
Sebab masyarakat berkembang berdasarkan kebebasan, dengan kata lain, penggunaan
upaya-upaya yang selaras dengan martabat masing-masing anggotanya, yang karena
berakalbudi sanggup mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya sendiri.
TATA SUSILA
40. Pertama, ternyata kondisi ekonomi dan sosial kaum pekerja berangsur-angsur
mengalami kemajuan. Di masa lampau mereka mulai menuntut hak-hak mereka terutama
di bidang ekonomi dan sosial, kemudian menuntut hak-hak politik mereka juga. Akhirnya
perhatian mereka tujukan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan masyarakat lebih di
bidang sosial. Oleh karena itu dewasa ini kaum pekerja di seluruh dunia dengan lantang
menuntut, supaya mereka jangan pernah lagi diperlakukan dengan semena-mena, seolah-
olah tidak berakalbudi atau tanpa kebebasan. Merek amendesak agar diperlakukan secara
manusiawi, dan boleh berperan serta di tiap sektor masyarakat, dibidang sosio-ekonomi,
dalam pemerintahan, dan dibidang ilmu pengetahuan serta kebudayaan.
41. Kedua, peran kaum wanita sekarang dalam hidup berpolitik dimana-mana
menonjol. Barangkali perkembangan itu lebih pesat pada bangsa-bangsa kristiani; tetapi
sedang berlangsung secara meluas juga kendati lebih lamban, pada bangsa-bangsa yang
mewaris aneka tradisidan hdiup di alam budaya yang berbeda. Kaum wanita kian
menyadari martabat hakikit mereka. Mereka sudah tidak puas lagi berperanan pasif
semata-mata, atau membiarkan diri dipandang sebagai semacam sarana. Dalam rumah
tangga, maupun kehidupan umum mereka menuntut hak-hak maupun kewajiban-kewajiban
yang ada pada mereka selaku pribadi.
42. Akhirnya pada zaman modern ini yang kita hadapi suatu pola masyarakat, yang
berkembang menurut haluan sosial dan politik yang baru sama sekali. Karena semua
bangsa telah meraih kemerdekaan politik, atau setidak-tidaknya sedang
memperjuangkannya, tidak lama lagi takkan ada bangsa yang menjajah bangsa lain, dan
takkan ada bangsa yang masih tunduk kepada kekuasaan asing.
43. Begitulah diseluruh dunia orang-orang menjadi warga negara yang mer5deka, atau
tidak lama lagi menikmati kemederkaan itu. Tak satu bangsa pun sekarang mau menerima
dominasi bangsa lain. Kompleks rendah-diri yang sudah begitu lama menghinggapi
golongan-golongan tertentu karena status ekonomi dan sosial mereka, jenis kelamin tau
posisi mereka dalam negara, dan di lain pihak kompleks keunggulan golongan-golongan
lain, akan cepat termasuk sejarah masa silam.
44. Sebaliknya sekarang ini sudah meluaslah keyakinan, bahwa semua orang pada
hakikatnya sama martabatnya. Maka dari itu, setidak-tidaknya pada taraf doktriner-teoritis,
diskriminasi berdasarkan suku sudah tidak disetujui lagi. Semuanya itu sangat relevan bagi
pembangunan masyarakat manusia yang berjiwakan asas-asas tersebut diatas ; sebab
kesadaran manusia akan hak-haknya niscaya mengantarnya kepada arti wajib memenuhi
hak-hak itu,, yang mengungkapkan martabat pribadi manusia. Dan mempunyai hak-hak
tertentu berarti juga, bahwa sesama harus mengakui dan mneghormatinya.
20. Bdk. Paus Pius XII, Amanat radio pada Hari Raya Natal 1942 ; AAS 35 (1943) hal 14
II
46. Masyarakat manusia tidak mungkin serba teratur sautau sejahtera tanpa kehadiran
mereka, yang dengan kewenangan yang sah menurut hukum menjaga kelestarian
lembaga-lembagnya, dan menjalankan papun yang perlu untuk secara katif mendukung
kepentingan-kepentingan para warganya. Para pejabat menerima kewenangan mereka
dari Allah, sebab menurut S.Paulus tiada kekuasaaan yang bukan dari Allah. 22 Dalam
komentarnya terhadap nas itu S. Yohanes Krisostomus menulis : apa yang anda katakan?
Benarkan setiap penguasa ditunjuk oleh Allah? Tidak! Bukan itu yang saya maksudkan, -
katanya, - sebab yang saya bicarakan sekarang bukan para penguasa perorangan,
melainkan kewenangan sendiri. Yang saya pertahankan yakni : adanya kewenangan
memerintah kenyataan bahwa ada yang harus memerintah sedangkan lain-lainnya
mematuhinya, dan bahwa tiada sesuatu pun terjadi akibat takdir yang buta, - itu
diselenggarakan oleh Kebijaksanaan ilahi. 23 Allah menciptakan manusia sebagai makhluk
sosial, dan masyarakat tidak mungkinbersatu tanpa ada penguasa yang secara efektif
menunjukkan arah maupun kesatuan tujuan. Oleh karena itu tiap masyarakat yang beradap
harus mempunyai kewenangan yang memerintah, dan kewenangan itu, seperti masyarakat
sendiri, bersumber pada kodrat sendiri, maka Penciptanya Allah sendiri. 24
47. Akan tetapi jangan dibayangkan, seolah-olah kewenangan tidak mengenal batas.
Katena titiktolaknya ialah izin untuk memerintahkan menurut akal sehat, tidak dapat
lainkecuali disimpulkan, bahwa kekuatannya mengikat bersumber pada tata susila, yang
berasal maupun tujuannya Allah sendiri. Maka menurut Paus Pius XII, Tata mutlak
makhluk- makhluk hidup, dan tujuan manusia sendiri ciptaan yang otonom, pengemban
kewajiban-kewajiban serta hak-hak yang boleh dilanggar, dan asal muapun tujuan
masyarakat berdampak-berpengaruh langsung atas negara sebagai rukun hidup yang
diperlukan dan menyandang kewenengan. Tanpa kewenangan itu nega tiada artinya, tidak
hidup lagi . Akan tetapi akal sehat, dan terutama iman Kristiani, menjelaskan bahwa tata
dunia seperti itu mustahil mempunayi asalmula lain kecuali dalam Allah sendiri, Allah yang
berpribadi, Pencipta kita. Maka daripada-Nyalah para pejabat negara menerima martabat
mereka, sebab sampai batas tertentu mereka berpartisipasi dalam kewenangan Allah
sendiri. 25
48. Oleh karena itu, pemerintah yang melulu atau terutama memerintah mekaia
ancaman-ancaman danintimidasi atau janji-janji imbalan, tidak merangsang orang-orang
secara efektif untuk bekerja demi kepentingan umum. Bahkan seandainya merangsang
pun, itu pasti melanggar martabat manusia yang berkehendak bebas dan berakalbudi.
Kewenangan itu terutama kekuatan moril. Oleh karena itu para penguasa seharusnya
menyapa suarahati setiap orang, menyepa kewajibannya untuk memberi sumbangan
sukarela kepada kepentingan umum. Akan tetapi karena pada hakikatnya semua orang
sama martabatnya, tidak seorang pun mampu memaksakan ketaatan batin kepada orang
lain. Hanya Allah dapat melakukannya, sebab hanya Dialah yang menyelami dan menilai
gerak gerik hati yang serba rahasia.
49. Maka dari itu para wakil negara tidak berwenang mengikat orang-orang dalam
suarahati, kalau kewenangan mereka tidak terikat pada kewibawaan Allah, dan
berpartisipasi padanya. 26
50. Penerapan prinsip itu juga menjamin martabat para warganegara. Kepatuhan
mereka terhadap pejabat pemerintah tidak pernah berupa ketaatan kepada mereka selaku
manusia. Kenyataannya, itu tindakan menghormati Allah, Pencipta Penyelenggara semesta
alam, yang menetapkan bahwa perilaku orang satu terhadap yang lain diatur sesuai
dengan tata dunia yang telah ditetapkan-Nya sendiri. Dan kita manusia tidak merendahkan
diri denganmenyatakan sikap hormat yang selayaknya terhadap Allah. Sebaliknya, kita
diangkat dan diluhurkan dalam roh, sebab mengabdi Allah itu memerintah. 27
23. Tentang Surat kepada Umat di roma, bab 13 ayat 1-2, homili XXIII: PG 60,615.
24. Paus Leo XIII, Ensiklik Immortale Dei. : Acta Leonis XIII, V (1885) hal 120.
25. Bdk. Paus Pius XII, Amanat radio pada Hari Raya Natal 1944 ; AAS 37 (1945) hlm. 15.
26. Bdk. Paus Leo XIII, Ensiklik Diuturnum Illud : acta Leonis XIII, II (1881) hal 274
27. Bdk. ididem, hlm. 278. Juga Paus Leo XIII, Ensiklik Immortale Dei ; Acta Leonis XIII, V (1885) hal 130.
51. Oleh karena itu kewenangan pemerintah termasuk tuntutan tata susila dan berasal
dari Allah. Maka dari utu, hukum-hukum dan ketetapan-ketetapan yang melanggar tata
susila dan karena itu bertentangan dengan kehendak ilahi, tidak dapat mengikat siapa pun
dalam suarahati; sebab kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia:. 28
Memang penetapan hukum-hukum seperti itu merongrong hakikat kewenangan sendiri dan
menimbulkan penyalangunaan yang memalukan S. Tomas mengajarkan: Mengenai
pernyataan yang kedua, dipertahankan bahwa hukum manusia menepati hakikat hukum,
sejauh selaras dengan akal sehat, dan bila begitu memang jelas menjabarkan hukum
adabi. Sejauh mungkin menyimpang dari akalbudi, juga melanggar keadilan, dan tidak lagi
menepati hakikat hukum. Lebih tepat disebut tindakan kekekrasan. 29
52. Kenyataan, bahwa kewenangan berasal dari Allah tidak berarti seakan-akan orang-
orang yang berkuasa memilih mereka yang bertugas memerintah negara, atau
menentukan pola pemerintahan yang mereka kehendaki, serta menentukan tata-laksana
dan keterbatan para penguasa dalam mengamalkan kewenangan mereka. Oleh karena itu
ajaran tadi sesuai dengan pola pemerintahan mana pun yang bersifat sungguh demokratis.
30
55. Diantara unsur-unsur hakiki kepentingan umum pasti dipertimbangkan plbagai ciri
yang khas bagi masing-masing golongan rakyat. Akan tetapi hal-hal itu sama sekali tidak
merupan keseluruhannya. Sebab, karena kepentingan umum erat sekali berkaitan dengan
kodrat manusiawi, tidak pernah dapat terwujudkan sepenuhnya dan selengkapnta, kalau
pribadi manusia tidak selalu diperhitungkan. Maka perlu diindahkan sifat dasar kepentingan
umum, dan apa saja yang mewujudkannya.
56. Oleh karena itu perlu ditambahkan ; termasuk hakikat kepentingan umum, bahwa
masing-masing warga masyarakat berhak mendapat bagiannya-kendati dengan berbagai
cara, tergantung dari tugas-tugas, jasa-jasa dan kondisi-kondisinya. Maka tiap
pemmerintah harus berusaha memajukan kepentingan umum demi semua warga
masyarakat, tanpa mengatasnamakan warga tertentu atau golongan masyarakat mana
pun. Paus Leo XIII menekanka : Pemerintah janganmelayani keuntungan individu siapa
pun, atau sekelompok kecil saja ; sebab pemerintah ditetapkan demi kepentingan umum
semua anggota masyarakat. Meskipun begitu, pertimbangan-pertimbangan keadila dan
kewajaran ada kalanya menghendaki, supaya para pengusaha lebih mempedulikan para
anggota masyarakat yang lebih lemah, karena mereka ini berada di pihak yang merugi
kalau harus membela hak-hak mereka sendiri dan menyuarakan kepentingan-kepentingan
mereka yang sewajarnya.
57. Berkenaan dengan semuanya itu kami ingin meminta perhatian para putera-puteri
kami terhadap kenyataan, bahwa kepentingan umum menyangkut kebutuhan-kebutuhan
manusia seutuhnya, jiwa-raga. Maka para penguasa negara wajib mengerahkan upaya-
upaya yang kena sasaran untuk menjamin kepentingan umum itu. Mereka harus
mengindahkan skala prioritas nila-nilai, dan berusaha mencapai kesejahteraan rohani
maupun jasmani rakyat mereka.
58. Prinsip-prinsip itu dengan jelas dicantumkan dalam Ensiklik kami Mater et
Magistra, tempat kami menekankan, bahwa kepentingan umum harus diperhitungan
segala kondisi sosial, yang mendukung pengembangan sepenuhnya kepribadian manusia.
59. Karena manusia terdiri dari badan dan jiwa yang takkan binasa, dalam hidup di
dunia ini tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya atau mencapai kebahagiaan
sempurna. Oleh karena itu usaha-usaha yang dijalankan untuk mewujudkan kepentingan
umum jangan membahayakan keselamatannya yang kekal; malahan harus membantunya
memperoleh keselamatan itu.
60. Pada umumnya sekarang diterima, bahwa kepentingan umum palin terjamin. Oleh
karena itu kepedulian utama para pejabat pemerintah seharusnya ialah : menjamin supaya
hak-hak itu diakui, dihormati, saling diseleraskan, dibela dan dimajukan, dan supaya
masing-masing perorangan mampu menunaikan kewajiban-kewajibannya dengan lebih
mudah. Sebab menjamin hak-hak pribadi manusia yang tidak boleh dilanggar dan
melancarkan pelaksanaan kewajiban-kewajibannya, ialah tugas utama setiap pejabat
pemerintah.
61. Jadi pemerintah mana pun juga, yang menolak mengakui hak-hak manusiawi atau
bertindak berlawanan dengannya, tidak hanya gagal menunaikan tugasnya, melainkan
ketetapan-ketetapannya sama sekali kehilangan kekuatannnya untuk mengikat.
62. Lagi pula, salah satu tugas utama tiap Pemerintah ialah ; mengawasi dan mengatur
melalui cara yang sesuai danmemadai hak-hak masing-masing anggota masyarakat. Itu
harus dijalankan sedemikian rupa, (1) sehingga pemenuhan hak-hak oleh warga-warga
tertentu tidak menghambat warga warga lainnya untuk memenuhi hak-hak mereka; (2)
sehingga orang perorangan dengan mempertahankan hak-haknya sendiri tidak
menghalang-halangi sesama dalam menunaikan tugas-tugas mereka; (3) sehingga hak-
hak semua orang dijamin secara efektif, dan dipulihkan sepenuhnya kalau sekiranya tidak
dilanggar.
63. Selain itu para kelapa negara hendaklah memberi sumbangan positif untuk
menciptakan iklim menyeluruh, sehingga tiap orang mampu menjamin hak-haknya dan
memenuhi tugas-kewajibanya sendiri, dan melaksanakannya dengan sukarela. Sebab satu
hal yang kita pelajari melalui pengalaman pastilah ini ; di sunia modern khususnya,
ketidakadilan di bidang politik, ekonomi, dan budaya dalam masyarakat makin merebak
luas, bila para pejabat pemerintah gagal mengadakan tindakan dan kewajiban-kewajiban
manusiawi sama sekali menjadi tidak efektif.
66. Prinsip yang sama itu harus diterapkan juga oleh para pejabat pemerintah pada
pelbagai usaha mereka melancarkan perwujudan hak-hak dan pelaksanaannya tugas dan
kewajiban di tiap sector kehidupan social.
67. Selanjutnya memang tidak mungkin menggariskan pedoman umum tentang pola
pemerintahan yang paling sesuai, atau tentang cara-cara yang paling efektif bagi para
pejabat pemerintah untuk menjalankan fungsi-fungsi mereka d bidang legislative,
administrative, dan peradilan.
68. Dalam menentukan : pola manakah yang akan dianut oleh pemerintah dan
bagaimanakah itu akan berfungsi, pokok pertimbangan yang cukup penting ialah situasi
dan kondisi rakyatnya yang paling menonjol; dan kenyataan-kenyataan itu berlain-lainan di
berbagai tempat, pada berbagai masa. Meskipun begitu pada hemat kami sesuai dengan
kodrat manusiawi, bahwa hidup bernegara dituangkan dalam pola yang
mengejawantahkan pembagian tiga peranan umum, senyawa dengan tiga fungsi untama
pemerintahan. Di negara semacam itu disajikan perangkat undang-undang yang seksama,
bukan hanya bagi fungsi-fungsi resmi pemerintah, melainkan juga bagi hubungan timbal
balik antara rakyat dan para pejabat pemerintah. Jelaslah perangkat hukum itu akan
memberi perlindungan yang andal bagi para warganegara, baik dengan menjamin hak-hak
mereka maupun dalam penunaian tugas-kewajiban mereka.
69. Akan tetapi, supaya struktur yuridis dan politik itu mampu memperbuahkan
keuntungan-keuntungan yang mungkin dicapai, mutlak perlulah para pejabat pemerintah
berusaha sekuat tenaga memecahkan soal-soal yang muncul. Dan itu harus menreka
jalankan melalui kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah teknis, yang pelaksanaannya
tercakup dalam kewenangan mereka, dan yang selaras dengan kondisi aktual negara.
Penting sekali juga bahwa, kendati kondisi-kondisi tiada hentinya silih berganti, para
penyusun undang-undang tidak pernah mengabaikan hukum moral atau kerangka
undang-undang dasar, atau dalam tindakan mereka menyimpang dari tntutan-tuntutan
kepentingan umum. Lagi pula, seperti keadilanlah yang harus menjadi prinsip pengarah
dalam pemerintahan negara, dan para pelaksana harus mempunyai pengertian mendalam
tentang hukum, serta dengan seksama mempertimbangkan segala situasi yang mereka
hadapi, begitu pula halnya dalam peradilan: keadilan harus dilaksanakan tanpa memihak
siapa pun, dan para hakim harus jujur sepenuhnya, dan tidak dipengaruhi oleh keinginan-
keinginan pihak-pihak yang berkepentingan. Tata-tertib masyarakat menuntut juga, supaya
orang-orang perorangan dan kelompok-kelompok pembantu dalam negara secara efektif
dilindungi oleh hukum dalam menyatakan hak-hak mereka serta melaksanakan tugas-
kewajiban mereka, dalam hubungan timbal-balik antar mereka sendiri, maupun dengan
para pejabat pemerintah.
70. Pantang diragukan, bahwa sistem undang-undang negara yang mematuhi prinsip-
prinsip keadilan dan kebenaran, serta sesuai dengan taraf kematangan masyarakat yang
nampak pada negara yang bersangkutan, banyak membantu untuk mencapai
kesejahteraan umum.
71. Namun pada zaman modern ini kehidupan sosial begitu kompleks, bermacam-
ragam dan aktif, sehingga bahkan sistem undang-undang yang ditetapkan dengan amat
bijaksana dalam perspektif masa depan pun sering nampak tidak memadai untuk
memenuhi kebutuhan.
72. Lagi pula hubungan-hubungan antar warga negara, antara para warga masyarakat
dan kelompok-kelompok penengah di satu pihak dan para pejabat pemerintah di pihak lain,
dan antar pejabat pemerintah dalam satu negara, ada kalanya nampak begitu meragukan
dan eksplosif, sehingga hubungan-hubungan itu tidak dapat diatur oleh sistem undang-
undang mana pun yang keras dan berfungsi cepat. Kalau dalam situasi itu para pejabat
hendak melestarikan keutuhan sistem undang-undang negara dalam sistem itu sendiri
maupun dalam penerapannya pada kasus-kasus yang khas, - dan kalau mereka ingin
melayani kebutuhan-kebtuhan pokok masyarakat, menyesuaikan hukum-hukum dengan
kondisi-kondisi hidup modern, dan mencari pemecahan masalah-masalah yang baru,
sungguh pentinglah mereka berpandangan jelas tentang hakekat dan batas-batas bidang
kegiatan mereka sendiri menurut hukum. Ketenangan dan keutuhan pribadi mereka,
kejelian pandangan dan ketabahan mereka hendaklah sedemikian rupa, sehingga mereka
akan segera mengenali apa yang dibutuhkan dalam situasi tertentu, serta bertindak dengan
sukarela dan secara efisien.
73. Sudah jelas konsekuensi langsung martabat manusia ialah haknya berperan serta
secara aktif dalam pemerintahan, meskipun tingkat partisipasi mereka niscaya tergantung
dari taraf perkembangan yang dicapai oleh negara mereka.
74. Selain itu hak berperan serta dalam pemerintahan membuka gelanggang baru yang
luas untuk pengabdian. Karena para pejabat pemerintah lebih erat berhubungan dan lebih
sering bertukar pandangan denga para warga masyarakat, terciptalah situasi bagi mereka
untuk beroleh gambaran lebih jelas tentang kebijakan-kebijakan manakah yang de facto
efektif demi kepentingan umum. Dalam suatu sistem yang memungkinkan pergantian para
pejabat secara teratur, kewenangan mereka tida menjadi usang atau lemah, melainkan
justru mengalami peremajaan semangat, mengikuti perkembangan masyarakat secara
berangsur-angsur.
75. Zaman sekarang ini banyaklah indikasi, bahwa sasaran-sasaran dan cita-cita itu
menimbulkan pelbagai tuntutan tentang penatan yuridis negara-negara. Pertama:
hendaklah dengan jelas dan cermat dirumuskan hak-hak asasi manusia, dan
disaturagakan ke dalam Undang-undang Dasar negara.
76. Kedua: hendaknya tiap negara mempunyai Undang-undang yang resmi, dituangkan
dalam perumusan yuridis, yang menggariskan pedoman-pedoman yang jelas berkenaan
dengan pengangkatan para pejabat pemerintah, antar-hubungan mereka, lingkup
kewenangan mereka, dan cara-cara yang diwajibkan untuk menunaikan tugas-pekerjaan
mereka.
77. Tutuntan terakhir yakni: hendaklah hubungan-hubungan antara rakyat dan para
pejabat pemerintah diuraikan dalam rangka hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Perlu
dicantumkan dengan jelas, bahwa fungsi utama pejabat pemerintah ialah mengakui,
menghormati, mengkoordinasikan, menjamin dan mendukung hak-hak maupun kewajiban-
kewajiban warga masyarakat.
78. Akan tetapi perlu ditolak pandangan, seolah-olah kehendak perorangan atau
kelompok merupakan sumber utama dan satu-satunya bagi hak-hak maupun kewajiban-
kewajiban anggota masyarakat, dan bagi kekuatan mengikat yang ada pada Konstitusi
politik dan kewenangan pemerintah.
79. Aspirasi-aspirasi yang telah disebutkan merupakan indikasi jelas, bahwa orang-
orang sekarang ini makin menyadari martabat pribadi mereka, menemukan dorongan untuk
berbakti di lingkungan pemerintah, dan menuntut pengakuan konstitusional terhadap hak-
hak mereka sendiri yang tidak boleh dilanggar. Tidak puas denga semuanya itu, mereka
menuntut juga, supaya dalam pengangkatan para pejabat pemerintah prosedur-prosedur
konstitusional dipatuhi; mereka mendesak untu melaksanakan jabatan mereka dalam
kerangka konstitusional itu.
80. Disertai sikap hormat terhadap negara-negara, para pendahulu kami tiap kali
mengajarkan dan kami hendak mengukuhkan ajaran mereka dengan bobot kewibawaan
kami bahwa bangsa-bangsa ialah subyek hak-hak dan kewajiban-kewajiban timbal-balik.
Maka hubungan mereka harus diselaraskan juga berdasarkan kaidah-kaidah kebenaran,
keadilan, kerja sama sukarela, dan kebebasan. Hukum kodrati yang mengatur hidup dan
perilaku orang perorangan harus mengatur hubungan-hubungan timbal-balik antara negara
juga.
81. Hal itu denga mudah akan difahami, bila dipertimbangkan bahwa bagi para
pemimpin politik mustahil sama sekali mengesampingkan martabat hakiki mereka
sementara bertindak atas nama negeri mereka dan demi kepentingannya. Mereka tetap
masih terikat pada hukum kodrati, pedoman yang mengatur segala perilaku susila, dan
mereka tidak berwenang menyimpang dari perintah-perintahnya yang teringan pun.
82. Ide seolah-olah orang - karena diangkat menjadi pejabat resmi terpaksa
menyisihkan kemanusiaannya sendiri, sama sekali tidak masuk akal. Ia meraih jabatan
yang luhur itu karena bakat-bakat dan kecerdasannya yang luar biasa, yang
memperolehkan baginya nama harum sebagai wakil yang unggul di bidang politik.
83. Lagi pula kewenangan pemerintah mutlak perlu bagi masyarakat sipil. Kenyataan
itu dijabarkan dari tata susila sendiri. Maka kewenangan itu tidak boleh diselewengkan
melawan tata susila. Seandainya diselewengkan, justru karena kehilangan seluruh dasar
eksistensinya, lansung akan berhenti berada. Allah sendiri memperingatkan
kita:Dengarkanlah, hai para raja, dan hendaklah mengerti; belajarlah, hai para penguasa
di ujung-ujung bumi. Condongkanlah telinga, hai kamu yang memerintah orang banyak,
dan bermegah karena banyaknya bangsa-bangsamu. Sebab dari Tuhanlah kamu beroleh
kekuasaan, dan pemerintahan datang dari Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala
pekerjaanmu serta menyelami rencanamu[31].
84. Akhirnya perlu diperhatikan juga, bahwa juga dalam mengatur hubungan-hubungan
antar negara kewenangan harus dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
Itulah dasar utama bagi adanya kewenangan.
85. Adapun salah satu kaidah utama kesejahteraan umum pengakuan terhadap tata
susila dan kepatuhan yang andal terhadap perintah-perintahnya. Suatu tata-tertib antar
negara yang kokoh harus didasarkan pada batukarang hukum susila yang pantang goyah
dan tak pernah goncang; hukum itu diwahyukan oleh Sang Pencipta sendiri dalam taa
penciptaan, dan tergoreskan dalam hati manusia sehingga tidak terhapuskan .... Kaidah-
kaidahnya menjadi rambu-rambu bersinar untuk menuntun kebijakan-kebijakan orang-
orang dan bangsa-bangsa. Kaidah-kaidah itu juga terang bagi pemberi peringatan
isyarat-isyarat Penyelenggaraan ilahi yang harus diindahkan oleh umat manusia, supaya
jerih-payah mereka untuk membangun tata dunia baru jangan terempas-empas oleh badai
yang membahayakan dan terancam tenggelam[32].
86. Pokok pertama yang perlu ditegaskan ialah: ikatan timbal-balik antar negara harus
berpedoman pada kebenaran. Kebenaran menuntut disingkirkannya tiap kesan diskriminasi
kesukuan, karena itu juga pengakuan terhadap asas yang tak boleh dilanggar, yakni:
semua negara pada hakikatnya sama martabatnya. Maka masing-masing negara berhak
ada, mengembangkan diri dan memiliki upaya-upaya yang dibutuhkan, serta sanggup
mengemban tanggung jawab utama atas perkembangannya sendiri. Masing-masing juga
mempunyai hak yang sewajarnya atas nama baik dan kehormatan yang semestinya.
87. Pengalaman menunjukkan, bahwa seringkali orang-orang banyak berbeda
pengetahuannya, keutamaannya, kecerdasannya dan kekayaannya. Tetapi itu bukan
alasan yang sah untuk mendukung sistem, yang membiarkan kelompok yang berada pada
posisi keunggulan sewenang-wenang memaksakan kehendaknya atas pihak-pihak lain.
Justru sebaliknya, kelompok itu lebih besar peran sertanya dalam tanggung jawab bersama
untuk membantu sesama mencapai kesempurnaan melalui usaha-usaha mereka yang
terpadu.
88. Begitu pula pada tingkat internasional: barangkali ada bangsa-bangsa yang telah
mencapai mutu lebih tinggi dalam perkembangan ilmiah, budaya dan ekonomi. Akan tetapi
tiu tidak memberi mereka hak untuk di bidang politik, dengan melanggar keadilan,
mendominasi bangsa-bangsa lain. Itu berarti bahwa mereka harus menyumbangkan lebih
banyak bagi usaha bersama untuk mencapai kemajuan sosial.
89. Kenyataannya tidak seorang pun pada hakikatnya lebih tinggi martabatnya dari
sesamanya; sebab martabat hakiki semua orang sama luhurnya. Oleh karena itu ditinjau
dari sudut martabat kodrati sama sekali tidak ada perbedaan antara negara-negara.
Masing-masing negara ibarat tubuh, yang beranggotakan manusia. Dan menurut
pengalaman bangsa-bangsa dapat sensitif sekali terhadap hal-hal yang bagaimana pun
menyentuh martabat dan kehormatan mereka. Itu memang wajar!
90. Kecuali itu kebenaran menuntut sikap jernih, tidak memihak siapa pun, dalam
memanfaatkan sekian banyak upaya untuk memajukan dan memeratakan saling
pengertian antara bangsa-bangsa, yang tersedia berkat kemajuan ilmu-pengetahuan
modern. Itu tidak berarti bahwa orang-orang harus dicegah supaya jangan meminta
perhatian khusus terhadap keutamaan-keutamaan cara hidup mereka sendiri; melainkan
berarti penolakan radikal terhadap cara-cara menyebarluaskan informasi yang melanggar
prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan, dan mencemarkan nama baik bangsa lain[33].
91. Selanjutnya hubungan-hubungan antar negara harus diatur menurut keadilan.
Untuk itu dibutuhkan baik pengakuan timbal-balik terhadap hak-hak mereka, maupun
sekaligus pemenuhan kewajiban-kewajiban mereka masing-masing.
92. Negara-negara berhak untuk ada, mengembangkan diri, dan mempunyai sarana-
sarana yang mereka perlukan untuk mencapai tujuan itu. Mereka berhak memainkan
peranan yang menentukan dalam proses perkembangan mereka sendiri, dan berhak atas
nama baik mereka serta kehormatan yang sewajarnya. Oleh karena itu negara-negara
juga wajib menjamin semua hak itu secara efektif, dan menghindari tindakan mana pun
yang dapat melanggarnya. Sama seperti orang-orang perorangan tidak boleh mengejar
kepentingan-kepentingan mereka sendiri, sehingga melanggar hak dan merugikan sesama,
begitu pula merupaka kejahatan, bila suatu negara berusaha maju melalui cara-cara, yang
melibatkan bangsa-bangsa lain dalam tindakan yang merugikan dan penindasan melawan
keadilan. Dalam konteks itu relevanlah pernyataan S. Agustinus: Tanpa keadilan kerajaan-
kerajaan itu apa selain gerombolan perampok yang berkuasa?[34]
93. Mungkin dan kadang-kadang memang terjadi konflik kepentingan-kepentingan
antara negara-negara, sementara masing-masing mengusahakan perkembangannya
sendiri. Bila muncul sengketa-sengketa seperti itu, harus diselesaikan secara sungguh
manusiawi, bukan dengan kekerasan bersenjata atau melalui tipu muslihat atau siasat
yang licik. Perlu ada penilaian timbal-balik terhadap argumentasi-argumentasi serta
perasaan-perasaan pada kedua belah pihak, penyelidikan sitasi secara matang dan
obyektif, dan penyelarasan pandangan-pandangan yang bertentangan secara adil.
PERLOMBAAN SENJATA
109. Di lain pihak kami sedih sekali menyaksikan persediaan senjata yang begitu
bertimbun-timbun, yang telah dan tetap masih diproduksi di negeri-negeri yang lebih maju
perekonomiannya. Kebijakan itu melibatkan penggelaran luas sumber-sumber keahlian dan
materiil, sehingga rakyat negeri-negeri itu terpaksa menanggung beban yang cukup berat,
sedangkan negeri-negeri lain tidak mendapat bantuan yang mereka butuhkan untuk
perkembangan ekonomi dan sosial mereka.
110. Ada anggapan umum, seolah-olah dalam kondisi modern ini perdamaian tidak
mungkin dijamin tanpa didasarkan pada keseimbangan persenjataan, seakan-akan faktor
itulah yang kiranya menyebabkan penimbunan senjata. Jadi kalau satu negeri
meningkatkan kekuatan militernya, negeri-negeri lain langsung dirangsang oleh semangat
bersaing untuk menambah persediaan senjatanya. Dan kalau satu negeri dilengkapi
dengan senjata nuklir, negeri-negeri lain merasa dibenarkan memproduksi senjata-senjata
itu sendiri, dengan daya penghancur yang sama kuatnya.
111. Oleh karena itu rakyat hidup dalam cengkaman rasa takut terus menerus. Mereka
kawatir, jangan-jangan setiap saat badai yang mengancam dapat mengamuk menimpa
mereka dengan kedahsyatan yang mengerikan. Dan memang ada cukup alasan untuk
merasa gentar, karena memang pasti tak kurang senjata-senjata seperti itu. Memang sulit
jug adipercaya ada orang yang berani memikul tanggung jawab untuk memulai
pembantaian dan penghancuran yang mengerikan, yang kiranya akan diakibatkan oleh
perang. Tetapi pantang disangkal juga, bahwa berkorbannya bencana itu dapat dimulai
oleh peristiwa yang kebetulan saja dan oleh keadaan yagn tak terduga. Selain itu,
walaupun kekuatan raksasa senjata-senjata modern memang dapat menakut-nakuti, ada
alasan merasa takut jangan-jangan percobaan peralatan nuklir untuk tujuan perang, kalau
diteruskan, dapat mendatangkan bahaya yang serius bagi pelbagai jenis kehidupan di
bumi.
112. Maka dari itu keadilan, akal sehat , dan pengakuan martabat manusia menuntut
dengan mendesak, agar perlombaan senjata dihentikan. Persediaan-perserdiaan senjata
yang dibangun diberbagai negeri harus dikurangi secara drastis dan bersamaan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. Senjata-senjata nuklir harus dilarang. Perlu dicapai
persetujuan umum tentang program perlucutan senjata yang cocok, disertai sistem efektif
pengawasan timbal-balik. Beramanat Paus Pius XII: Bencana perang dunia, disertai
kehancuran ekonomi dan sosial, ekses-ekses moril dan perpecahan, bagamana pun juga
jangan dibiarkan mencaplok umat manusia untuk ketiga kalinya.[37]
113. Akan tetapi siapa pun hendaklah menyadari: kalau proses perlucutan senjata itu
tidak bersifat radikal dan lengkap serta sungguh menyentuh hati orang-orang, mustahillah
menghentikan perlombaan senjata atau mengurangi persenjataan, atau-dan ini yang paling
pokok-akhirnya meniadakannya sama seklai. Siapa pun secara jujur harus bekerja sama
dalam usaha menghalau rasa takut dan prakiraan mencemaskan tentang kemungkinan
perang dari hati orang. Akan tetapi itu menuntut, agar prinsip-prinsip dasar yang di dunia
dewasa ini melandasi perdamaian diganti oleh prinsip yang berbeda sama sekali, yakni:
kesadaran bahwa damai yang sejati dan tetap bertahan antara bangsa-bagnsa tidak dapat
berarti memiliki persediaan senjata yang sama, melainkan hanya sikap saling percaya. Dan
kami percaya bahwa itu dapat dicapai; sebab damai sejati merupakan sesuatu yang bukan
hanya dikehendaki oleh akal sehat, melainkan dalam dirinya pun merupakan milik yang
paling intens diinginkan dan berbuah paling banyak.
114. Berikut inilah sasaran yang terutama dikehendaki oleh akalbudi. Ada-atau setidak-
tidaknya harus ada mufakat umum, bahwa hubungan-hubungan antara negara, seperti
juga antara orang-orang, harus diatur bukan melalui kekuatan senjata, melainkan seturut
asas-asas akal sehat, yakni: prinsip kebenaran, keadilan dan kerja sama yang mantap dan
jujur.
115. Kedua, itulah sasaran, yang pada hemat kami harus diniati secara lebih serius.
Sebab siapakah yang tidak mendambakan pembebasan dari ancaman perang, atau tidak
menginginkan damai tetap lestari dan dari hari ke hari makin mantap?
116. Akhirnya sasaran itu sarat kemungkinan-kemungkinan untuk hal-hal yang baik.
Keuntungan-keuntungannya akan terasa di mana-mana, oleh orang perorangan, keluarga-
keluarga, bangsa-bangsa, dan segenap umat manusia. Masih tetap menggemalah
peringatan Paus Pius XII: Tiada sesuatu pun hilang kerena damai; segala sesuatu dapat
hilang akibat perang[38].
117. Oleh karena itu kami memandang kewajiban kami di dunia ini selaku wakil Yesus
Kristus-Penyelamat dunia, Pencipta perdamaian-dan sebagai juru bicara kerinduan paling
mendalam seluruh keluarga manusia, terdorong oleh cinta kebapaan kami terhadap
segenap umat manusia, untuk memohon dan menyerukan kepada bangsa manusia,
terutama kepada para penguasa negara-negara, supaya jangan menghemat jerih payah
dan daya-upaya untuk menjamin, agar urusan-urusan manusiawi menempuh jalan yang
rasional dan pantas.
118. Melalui musyawarah-musyawarah hendaklah tokoh-tokoh yang arif-bijaksana dan
berpengaruh besar mempertimbangkan secara serius masalah terwujudnya secara lebih
manusiawi penyesuaian hubungan-hubungan antar negara di seluruh dunia. Penyelarasan
itu harus didasarkan pada sikap saling percaya, kejujuran dalam perundingan, dan
kesetiaan menunaikan kewajiban-kewajiban yang disanggupi. Setiap segi permasalahan
harus dikaji, sehingga akhirnya akan muncul pokok persetujuan untuk menggalang
perjanjian-perjanjian yang jujur, bertahan lama, dan hasil-hasilnya menguntungkan.
119. Dari pihak kami, tiada hentinay kami akan berdoa, supaya Allah memberkati jerih-
payah itu dengan bantuan ilahi-Nya, serta menjadikannya subur.
MEMPERTAHANKAN KEBEBASAN
120. Kemudian hubungan-hubungan antar negara harus berpedoman prinsip
kebebasan. Itu berarti bahwa tiada negara berhak melancarkan tindakan apa pun, yang
berupa penindasan melanggar keadilan terhadap negara-negara lain, atau campurtangan
tanpa alasan dalam urusan-urusan mereka. Sebaliknya, semua harus membantu
mengembangkan pada sesama negara kesadaran makin mantap akan kewajiban-
kewajiban mereka, semangat berani dan progresif, dan tekad untuk berprakarsa demi
kemajuan mereka sendiri di tiap bidang usaha.
121. Semua orang bersatu karena mempunyai asal-usul yang sama dan terikat oleh
persaudaraan, ditebus oleh Kristus, dan mempunyai tujuan hidup adikodrati. Mereka
dipanggil untuk membentu satu keluarga Kristiani. Maka dalam ensiklik kami Mater et
Magistra kami serukan kepada bangsa bangsa yang lebih kaya, supaya memberi
bantuan apa pun kepada negara-negara yang sedang mengalami proses perkembangan
ekonomi[39].
122. Kami merasa sangat terhibur dapat memberi kesaksian di sini, bahwa seruan kami
diterima di mana-mana, dan kami percaya bahwa pada tahun-tahun mendatang seruan itu
bahkan akan diterima lebih luas lagi. Hasil yang kami dambakan yakni: agar negara-negara
yang lebih miskin sesegera mungkin meraih taraf perkembangan ekonomi, yang
memungkinkan para warga mereka hidup dalam kondisi yang lebih selaras dengan
martabat manusiawi mereka.
123. Berkali-kali perlu kami tekankan kewajiban membantu bangsa-bangsa itu melalui
cara yang menjamin, bahwa mereka tetap mempertahankan kebebasan mereka sendiri.
Mereka harus menyadari bahwa mereka sendirilah yang memainkan peran utama dalam
perkembangan ekonomi dan sosial mereka; mereka sendirilah yang harus menanggung
beban utamanya.
124. Oleh karena itu memang bijaksanalah amanat Pius Pius XII:Tata dunia baru
berdasrakan prinsip-prinsip moral merupakan baluarti yang paling andal untuk
menanggulangi pelanggaran kebebasan, keutuhan dan keamanan bangsa-bangsa lain,
entah berapa luas kawasan mereka atau bagaimana kemampuan mereka untuk membela
diri. Sebab meskipun hampir tidak dapat dielakkan, AAS 53 (1961) hlm.440-441: bahwa
negara-negara yang lebih luas, -mengingat kekuasaan mereka yang lebih besar dan
sumber-sumber daya mereka yang lebih luas, -akan menetapkan sendiri norma-norma
untuk mengatur persekutuan-persekutuan mereka dengan negara-negara kecil, tetapi
negara-negara yang lebih kecil itu tidak dapat diingkari hak mereka, demi kepentingan
umum, atas kebebasan politik, dan untuk mengenakan posisi netral dalam konflik-konflik
antara bangsa. Tidak satu negara pun boleh disangkal haknya itu, sebab merupakan
tuntutan hukum kodrati sendiri maupun hukum internasional. Negara-negara yang lebih
kecil itu berhak pula menjamin perkembangan ekonomi mereka sendiri. Hanya melalui
jaminan efektif hak-hak itulah negara-negara yang lebih kecil mampu dengan cara yang
lebih serasi memajukan kepentingan umum segenap umat manusia, begitu pula
kesejahteraan materiil, dan kemajuan rakyat mereka di bidang budyaa dan rohani[40].
125. Oleh karena itu negara-negara yang kaya, sementara menyelenggarakan pelbagai
bentuk bantuan bagi negara-negara yang lebih miskin, harus mempunyai sikap hormat
yang setinggi-tingginya terhadap ciri-ciri nasional dan lembaga-lembaga sipil mereka yang
merupakan warisan tradisi. Negara-negara yang kaya itu juga harus menolak setiap
kebijakan dominasi. Kalau itu dapat tercapai, suatu sumbangan berhargadiberikan untuk
membentuk masyarakat dunia; di situ tiap bangsa menyadari hak-hak maupun keawajiban-
kewajibannya, dan dapat bekerja atas dasar yang sederajat dengna bangsa-bangsa lain
untuk mencapai kesejahteraan semesta[41].
126. Sekarang ini makin mantaplah keyakinan, bahwa perdebatan mana pun yang
muncul antara bangsa-bangsa harus diselesaikan melalui perundingan dan persetujuan,
dan bukan dengan mengangkat senjata.
127. Kami akui, bahwa keyakinan itu terutama tumbuh karena kekuatan penghancur
senjata-senjata modern yang mengerikan. Keinsyafan itu timbul karena rasa takut akan
konsekuensi-konsekuensi penggunaannya yang dahsyat dan mengakibatkan bencana.
Jadi zaman sekarang ini, yang membanggakan kekuatan atom, sudah tidak masuk akal
lagi mempertahankan bahwa perang itu upaya yang cocok untuk memulihkan pelanggaran
keadilan.
128. Kendati begitu, sayang sekali, sering ternyata bahwa hukum rasa takut merajalela
di antara bangsa-bangsa dan mendorong mereka untuk membelanjakan dana-dana luar
biasa besarnya untuk pembelian senjata. Mereka tidak bermaksud menyerang, itu yang
dikatakan-dan tiada alasan untuk tidak mempercayai mereka,-melainkan untuk menakut-
nakuti pihak lain supaya jangan menyerang.
129. Meskipun begitu kami penuh harapan, bahwa dengan menjalin hubungan timbal-
balik dan melalui kebijakan musyawarah bangsa-bangsa akan makin menyadari ikatan-
ikatan alamiah yang menghimpun mereka sebagia umat manusia. Harapan kami pula, agar
bangsa-bangsa makin menyadarai salah satu kewajiban amat pokok yang berakar dari
kodrat kita bersama, yakni: bukan rasa takut, melainkan cintakasihlah, yang harus memberi
warna dasar kepada hubungan-hubungan antara orang-orang perorangan maupun antar
bangsa. Terutama merupakan ciri cintakasihlah: menghimpun orang-orang melalui segala
upaya, sehingga mereka dengan tulus bersatu dalam ikatan-ikatan lahir maupun batin.
Itulah persatuan yang dapat menjadi sumber berkat yang tak terhingga.
IV
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
142. Seperti diketahui, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan pada tgl.26 Juni
1945. Berturut-turut bergabung padanya organisasi-organisasi yang lebih kecil, yang para
anggotanya diangkat olehpemerintah pelbagai bangsa dan diserahi fungsi-fungsi
internasional yang penting sekali di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan
pelayanan kesehatan. Perserikatan Bangsa-Bangsa bertujuan khas melestarikan dan
memantapkan perdamaian antar bangsa, dan mendorong serta mendampingi hubungan-
hubungan bersahabat antara mereka, berdasarkan asas-asas kesamaan derajat, saling
menghormati, dan kerja sama secara luas di tiap bidang usaha manusiawi.
143. Suatu bukti jelas, bahwa pandangan organisasi itu berjangkauan jauh, disajikan
oleh Pernyataan Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang dikeluarkan oleh Sidang
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tgl.10 Desember 1948. Praktara Pernyatan itu
menekankan, bahwa pengakuan setulusnya dan kepatuhan sepenuhnya terhadap semua
hak maupun kebebasan, yang digariskan dalam pErnyataan, merupakan tujuan yang harus
diperjuangkan oleh semua masyarakat dan semua bangsa.
144. Tentu disadari juga, bahwa beberapa pokok Pernyataan tidak sepenuhnya
disetujui oleh pihak-pihak tertentu; dan memang ada alasannya. Akan tetapi pada hemat
kami dokumen itu layak dipandang sebagai suatu langkah dalam arah yang benar,
pendekatan menuju berdirinya tatanan yuridis dan politik bagi masyarakat dunia. Piagam
itu pengakuan resmi terhadap martabat pribadi tiap manusia; pernyataan tentang hak
setiap orang untuk secara bebas mencari kebenaran, menganut prinsip-prinsip moral,
melakukan kewajiban-kewajiban berdasarkan keadilan, dan menghayati hidup manusiawi
sepenuhnya. Pernyataan juga mengakui hak-hak lain yang berkaitan dengan semuanya itu.
145. Oleh karena itu sungguh kamiharapkan, agar Perserikatan Bangsa-Bangsa
mampu secara berangsur-angsur menyesuaikan tata-susunan dan metode-metode
kerjanya dengan besar serta luhurnya kewajiban-kewajibannya. Semoga tidak lama lagi
tiap orang dapat menemukan pada organisasi ini jaminan efektif bagi hak-hak pribadinya;
hak-hak, yang langsung merupakan penjabaran martabatnya sebagai manusia, dan karena
itu bersifat universal, tak boleh dilanggar atau dirampas dari padanya. Dan itu sekarang
makin banyak dikehendaki, karena orang-orang secara kian aktif berperan serta dalam
kehidupan umum bangsa mereka sendiri, dan dengan begitu menampakkan perhatian
lebih besar terhadap kepentingan-kepentingan semua bangsa. Mereka makin menyadari
diri sebagai anggota-anggota yang hidup dalam seluruh keluarga manusia.
KADAR TANTANGAN-TANTANGAN
161. Memang ada pribadi-pribadi berjiwa besar, yang berkobar hasrat mereka untuk
mengadakan pembaharuan-pembaharuan menyeluruh, bila menghadapi situasi-situasi
yang menampilkan, bahwa keadilan nyaris tidak diperhatikan, atau tuntutan-tuntutannya
diabaikan sama sekali. Masalah mereka tangani dengan begitu gegabah, sehingga orang
mengira mereka hendak memulai suatu revilusi politik.
162. Mereka itu ingin kami peringatkan: termasuk hukum kodrat bahwa segala sesuatu
bertumbuh tahap demi tahap. Kalau dibutuhkan perbaikan pada lembaga-lembaga
manusiawi, usaha harus dijalankan perlahan-lahan dan secara terencana dari dalam. Paus
Pius XII menguraikannya begini: Keselamatan dan keadilan tidak meminta supay asuatu
sistem yang usahang dibongkar saja, melainkan terwujudkan melalui kebijakan
pengembangan yang terencana dengan seksama. Sikap gegabah tidak pernah
membanugn; melainkan selalu menghancurkan segalanya. Sikap itu mengobarkan nafsu-
nafsu, tetapi tidak pernah meredakannya. Lagi pula hanya menaburkan benih-benih
kebencian dan kehancuran saja. Yang dihasilkannya bukan pendamaian pihak-pihak yang
bersengketa. Karena sikap gegabah orang-orang dan partai-partai politik terpaksa harus
dengan banyak jerih-payah mengulangi pekerjaan masa silam, membangun di atas puing-
puing yang ditinggalkan oleh kekacauan[46].
163. Oleh karena itu di antara kewajiban-kewajiban sangat serius yang ada pada
mereka yang berprinsip luhur, yang perlu kami sebutkan, yakni tugas menjalin hubungan-
hubungan baru dalam masyarakt, di bawah naungan serta bimbingan kebenaran, keadilan,
cintakasih dan kebebasan-hubungan-hunungan antara orang-orang perorangan, antara
warga-warga masyarakat itu dan negara mereka, antara negara-negara, akhirnya antara
orang-orang, keluarga-keluarga, serikat-serikat pengengah dan negara-negara di satu
pihak, dan masyarakat dunia di pihak lain. Pasti tiada seorang pun yang tidak
memandangnya sebagai tugas yang luhur sekali, sebab tugas itu mampu menciptakan
damai yang sejati selaras dengan tata-tertib yang diciptakan oleh Allah.
164. Mengingat besarnya kebutuhan, jumlah mereka yang memikul tanggung jawab itu
jauh terlampau kecil. Tetapi sudah selayaknya mereka mendapat penghargaan yang
setinggi-tingginya dari masyarakat; dan pantas juga mereka kami hormati dengan pujian
kami yang resmi. Kami serukan kepada mereka, supaya bertabah dalam cita-cita mereka,
yang merupakan jasa-sumbangan luar biasa bagi umat manusia. Serta merta kami
terdorong untuk berharap, supaya lebih banyak lagi, khususnya di kalangan umat Kristiani,
yang ebrgabung dengan usaha mereka, karena dijiwai oleh cintakasih serta kesadaran
akan kewajiban mereka. Siapa pun yang mengikuti Kristus harus menjadi terang yang
membara di dunia, suatu inti cintakasih, ragi di tengah seluruh massa. Itu akan terlaksana
serasi dengan kadar persatuan rohaninya dengan Allah.