Anda di halaman 1dari 3

1.

Asal usul pembentukan masyarakat bermula dari fitrah manusia untuk bersama
dengan orang, lalu terbentuklah hubungan sosial yang melahirkan aturan atau norma.
Ada tiga unsur pokok pembentuk masyarakat: individu-individu yang membangun
kelompok, hubungan sosial dan aturan. Dijelaskan dalam Al-Qur’an terdapat banyak
ayat Al-Qur’an yang menunjukkan fitrah manusia sebagai makhluk sosial dan dari
fitrah tersebut kemudian melahirkan masyarakat, diantaranya yaitu QS. Ali-Imran:
195, QS. Al-Hujuraat: 13, QS. Az-Zukhruf:32, dan QS. Al-Furqaan: 45

2. Prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh dan diimplentasi dalam tatanan kehidupan
umat manusia untuk menciptakan masyaraka madani yaitu:
a. Keadilan: menegakkan keadilan merupakan kemestian yang bersifat fitrah yang harus
ditegakkan oleh setiap individu sebagai pengejewantahan dari perjanjian primordial di
mana manusia mengakui Allah sebagai Tuhannya. Dalam Al-Qur’an keadilan itu disebut
sebagai hukum keseimbangan yang menjadi hukum jagat raya. Karena itu setiap praktik
ketidakadilan merupakan suatu bentuk penyelewengan dari hakikat kemanusiaan yang
dikutuk keras oleh Al-Qur’an, di jelaskan dalam surat Al-Takaatsur:
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu
mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat
neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul
yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu)”
b. Supermasi Hukum: Menegakkan hukum yang adil merupakan Amanah yang diperintahkan
untuk dilaksanakan kepada yang berhak. Dalam usaha untuk mewujudkan supemasi
hukum itu, maka hukum harus ditetapkan kepada siapa saja tanpa pandang bulu. Hal ini
ditegaskan dalam surat An-Nisaa’ ayat 58 “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”
c. Egalitariansme (Persamaan): Memandang manusia tidak lagi berdasarkan keturunan, etnis,
ras dan lain-lain, melainkan atas prestasi. Karena semua manusia dan warga masyarakat
dihargai bukan atas dasar geneologis melainkan atas dasar prestasi yang dalam bahasa Al-
Qur’an adalah takwa. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Hujuurat: 13 yaitu “Wahai manusia!
Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,
kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa”
d. Pluralisme: Menerima sikap bahwa masyarakat bukan hanya sesuatu yang majemuk tetapi
juga menerima dengan sikap yang tulus bahwa keberagaman merupakan bagian dari
karunia Allah dan rahmat-Nya karena akan memperkaya budaya melalui interaksi dinamis
dengan pertukaran budaya yang beraneka ragam itu. Hal ini diwujudkan dengan sikap
toleran dan saling menghormati diantara sesame anggota keluarga yang berbeda, baik
berbeda dalam hal etnis, suku bangsa maupun agama. Sikap ini dinyatakan dalam Al-
Qur’an QS. Yunuus: 99 yaitu “Dan apabila Tuhanmu menghendaki nicaya semua manusia
akan beriman kepada Allah, apakah engkau akan memaksa manusia sehingga mereka
beriman.”
e. Pengawasan Sosial: Pengawasan sosial ini menjadi penting terutama ketika kekuatan baik,
kekuatan uang maupun kekuatan kekuasaan cenderung menyeleweng sehingga
perwujudan masyarakat beradab dan sejahtera hanya slogan semata. Pengawasan sosial
baik secara individu maupun Lembaga merupakan suatu keharusan dalam usaha
pembentukan masyarakat beradab dan sejahtera. Namun demikian, pengawasan tersebut
harus didasarkan atas prinsip fitrah manusia baik sehingga senantiasa bersikap husnu al-
dzan. Pengawasan sosial harus beridiri atas dasar asas-asas tidak bersalah sebelum terbukti
sebaliknya.

3. Peran yang dapat dilakukan oleh umat beragama islam untuk mewujudkan
masyarakat madani yaitu:
a. Pertama, menumbuhkan saling pengertian antara sesame umat beragama. Peran
ini bisa dilakukan melalui dialog intensif. Menurut Mukti Ali dialog ini dapat
dilakukan dengan cara mempertemukan antara orang-orang atau kelompok dari
agama atau ideologi yang berbeda untuk sampai pada pengertian bersama tentang
berbagai isu tertentu untuk setuju dan tidak setuju dengan sikap yang penuh
apresiasi dan karena itu, untuk bekerja sama, menemukan rahasia makna
kehidupan ini.
b. Kedua, melakukan studi-studi agama dengan tujuan
1) menghayati ajaran agama masing-masing
2) membangun suasana iman yang dialogis
3) menumbuhkan etika pergaulan antara umat beragama
4) kesadaran untuk menghilangkan bias-bias dari satu umat beragama terhadap
umat agama lain
5) menghancurkan rintangan-rintangan budaya yang ada pada masing-masing
umat beragama seperti eksklusivme
6) menumbuhkan kesadaran akan perlunya solidaritas dan kerja sama untuk
menyelesaikan masalah-masalah kemiskinan, keterbelakangan, keadlian, dan
lain-lain.
c. Ketiga melakukan usaha-usaha penumbuhan sikap-sikap demokratis, pluralis, dan
toleran kepada umat beragama sejak dini melalui pendidkan.
d. Keempat, mengerahkan energi bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama
membangun masyarakat madani.

Anda mungkin juga menyukai