Oleh :
Erine Febrian, S.Farm (1641013304)
Erna Tugiarti Budiasih, S.Farm (1641013312)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Hiperurisemia
1. Defenisi Hiperurisemia
4. Pengobatan Hiperurisemia
1. Istirahat
Jika terjadi serangan akut, maka sendi harus diistirahatkan.
2. Olah raga teratur (senam)
Olahraga yang tepat (peregangan dan penguatan) akan membantu
mempertahankan kesehatan tulang rawan meningkatkan daya gerak sendi dan
kekuatan otot disekitarnya sehingga otot menyerap bantuan dengan lebih banyak.
3. Obat anti inflamasi
Obat anti inflamasi / peradangan dan obat yang digunakan untuk menurunkan
kadar asam urat didalam darah misalnya allopurinol, bekerja menghambat
pembentukan asam urat di dalam tubuh.
4. Berat badan ideal
Bagi mereka yang kegemukan, dianjurkan untuk menurunkan berat badannya
kenormal atau bahkan 10-15% dibawah normal.
5. Diet rendah purin
Diet rendah purin bertujuan agar seseorang tidak terlalu banyak mengonsumsi
makanan yang tinggi mengandung purin.
B. Dispepsia
1. Pengertian Dispepsia
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak
baik. Dispepsia mengacu pada nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian
atas; meliputi nyeri epigastrium, perasaan cepat kenyang (tidak dapat
menyelesaikan makanan dalam porsi yang normal), rasa penuh setelah makan.
2. Patofisiologi
a. Faktor Genetik
b. Faktor Psikososial
e. Hipersensitivitas viseral
3. Manifestasi Klinis
Mudah kenyang
Perut cepat terasa penuh saat makan
Mual
Muntah
. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas)
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakit. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau
dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi).
Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, sedangkan pada
penderita lainnya, makan bisa mengurangi nyeri. Gejala lain meliputi nafsu makan
menurun, mual, sembelit, diare.
4. Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
b. Farmakologis
Pengobatan dispepsia fungsional mengenal beberapa obat, yaitu :
Antasida
Antikolinergik
Antagonis reseptor H2
PPI
Sitoprotektif
Golongan prokinetik
Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti depresi dan cemas)
C. Candidiasis Oral
Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus
Candida. Spesies Candida albicans merupakan penyebab tersering terjadinya
candidiasis pada jaringan mukosa. Jamur kandida merupakan mikroflora
normal pada rongga mulut, di dalam rongga mulut kurang lebih 40-60% dari
populasi flora normal mulut adalah jamur candida (Kasper, 2005).
1. Patogenitas jamur
2. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan
faktor sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi
kelenjar ludah yang dapat menurunkan jumlah saliva. Saliva penting
dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan dan
antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah
pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat
terjadi pada kondisi Sjogrensyndrome, radioterapi kepala dan leher, dan
obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva. Pemakaian gigi tiruan
lepasan juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya kandidiasis oral.
Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang
atas menderita infeksi Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah,
lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit me
ngakibatkan Kandida tumbuh pesat(Greenberg, 2003).
E. Klasifikasi
3. Kelitis Angularis
Gambar 2.6. Kelitis Angularis. Tampak sudut mulut yang eritema dan
pecah-pecah (Greenberg, 2003).
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan
menggunakan obat antijamur, dengan memperhatikan faktor
predisposisisnya atau penyakit yang menyertainya. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan
(Cullough, 2005; Silverman, 2001).
Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi bebrapa golongan,
yaitu (Tripathi, 2001):
a. Antifungi
1) Polyenes : Amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin
2) Heterocyclibenzofluran: Griseofulvin
b. Antimetabolit: Flucytosine (5-Fe)
c. Azoles
1) Imidazole (topikal): Clotrimazol, Econazol, Miconazol,
Ketokonazol
2) Triazoles (sistemik): Flukonazole, Itrakonazole
d. Allylamine Terbinafine
e. Antijamur lainya: Tolnaftate, Benzoic acid, Sodiumsulfat
2. Non Medikamentosa
a. Mencegah/menghindari faktor predisposisi kandidiasis (Janik,
2008; Venkatesan, 2005, Dipiro, 2015):
1) Mengurangi rokok dan konsumsi karbohidrat
2) Menunda pemberian antibiotik dan kortikosteroid
3) Menangani penyakit yang memicu kemunculan kandidiasis,
seperti penanggulangan penyakit DM, HIV, dan leukemia
b. Menjaga kebersihan rongga mulut (Janik, 2008; Venkatesan, 2005,
Dipiro, 2015):
1) Menyikat gigi
2) Menyikat daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut
3) Pembersihan dan penyikatan gigi tiruan secara rutin dengan
menggunakan cairan pembersih, seperti klorheksidin
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Data Umum
No MR 465418 Ruangan Ruangan Interne Pria
Nama pasien Firdaus Dokter yang merawat dr. Desi Malinda,
Sp.PD
Asal Solok Jenis kelamin Laki-laki
Agama Islam
Umur 51 tahun Pekerjaan Wiraswasta
ANAMNESA
Keluhan Utama :
Tenggorokan terasa nyeri dan susah menelan sejak 15 hari yang lalu
Nafsu makan menurun sejak 15 hari lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Perut terasa sakit, badan terasa lemah,
Nyeri menelan sejak 5 hari yang lalu, luka sariawan dimulut, mual dan muntah
kurang lebih 8 kali
Demam sejak 10 hari yang lalu dimana demam meningkat pada sore hari
Urin pasien berwarna seperti teh
PEMERIKSAAN FISIK
TANGGAL TEKANAN NADI PERNAPASAN SUHU
(kali/menit) (kali/menit) ((C)
DARAH
(mmHg)
15/2/2017 120/80 82 21 36,7
16/2/2017 150/100 73 22 37,3
17/2/2017 130/80 82 22 38,1
18/2/2017 120/70 80 18 36,4
19/2/2017 120/70 81 20 36,4
20/2/2017 120/80 80 20 36,5
NO Nama obat Dosis Frekuensi 15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20/2
1 Infus RL/ drip 500 ml 20 tetes iv
Sohobion
2 Curcuma 20 mg 2x1 po
3 Candistatin po 2x2 po Stop - - - -
4 Candistatin drop 100.000 1x1 po -
unit/ml
5 KSR 600 mg 2x1 po -
6 Inj. Ranitidin 25 mg/ml 2x1 iv - Stop
7 Inj. 10 mg/2 3x1 iv - Stop
Metoklopramid ml
8 Parasetamol 500 mg 3x1 po - -
9 Levofloxacin 500 mg 1x1 po - -
10 Inj. Kalnex 50 mg/ml 3x1 iv - - -
11 Inj. Vit K 2 mg/1 ml 3x1 iv - - -
12 Loperamid 2 mg 3x1 po - - - Stop
13 Ranitidin 150 mg 2x1 po - - - - -
14 Metoklopramide 10 mg 3x1 po - - - - -
BAB III
TINJAUAN OBAT
1. Candistatin
a. Komposisi : Tiap ml kandistatin suspensi oral mengandung
Nistatin 100.000 unit
b. Indikasi : Pengobatan candidiasis pada rongga mulut (oral
thrush), kandidiasis pada kerongkongan dan saluran cerna. Diare non
spesifik pada bayi/ anak. Profilaksis oral thrush pada bayi yang baru
lahir.
c. Cara kerja Obat:
Nistatin adalah antibiotika anti fungal yang berasal dari stan melibatkan
reptomyces noursei. Nistatin bekerja dengan melibatkan ikatan Nistatin
dengan sterol membran jamur,terutama ergosterol. Akibat ikatan
tersebut maka permeabilitas membran sel dan proses transportasi sel
akan terganggu dan komponen intraseluler dapat hilang. Nistatin
mempunyai aktifitas atau fungistatika terhadap berbagai jenis ragi
(yeast) dan jamur (fungi) termasuk candida 9monilia) spp akan tetapi
tidak aktif terhadap bakterial virus atau protozoa
d. Dosis:
Dewasa : 3 kali sehari 1-2 ml
Bayi dan anak-anak : 3-4 kali sehari 1 ml
Profilaksis : 1 kali sehari 1 ml
Diteteskan dalam mulut dan dibiarkan sementara sebelum ditelan.
Pengobatan diteruskan paling sedikit 48 jam setelah hilang dan kembali
norma
e. Kontra indikasi :Pasien yang hipersensitif terhadap Nistatin
f. Efek samping : Kandistatin tidak toksis dan dapat diterima
semua umur, termasuk untuk pemakaian jangka lama/ panjang. Dosis
besar jarang mengakibatkan diare dan gangguan pencernaan.
g. Peringatan dan Perhatian : Awa obat keras, simpan jauh dari
jangkauan anak-anak
h. Interaksi obat : Over dosis: dosis oral melebihi 5.000.000
IU/hari dapat menyebabkan mual dan gangguan gastrointestinal
i. Cara penyimpanan : Simpan di tempat sejuk dan kering pada
suhu di bawah 30C.
2. INFUS RL
a. Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3,
Cl = 109-110, Basa = 28-30 mEq/l.
b. Kemasan : 500, 1000 ml.
c. Mekanisme kerja : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat
adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa
dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan
kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik.
Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan
kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf
dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan
kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok
perdarahan.
d. Indikasi : Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang
disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik,
karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat
metabolisme anaerob.
e. Kontraindikasi : Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,
asidosis laktat.
f. Efek samping : Panas, infeksi pda tempat penyuntikan, trombosis
vena atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.
g. Peringatan dan Perhatian : Hati-hati pemberian pada penderita edema
perifer pulmoner, heart failure/impaired renal function & pre-eklamsia.
3. Curcuma tablet 20 mg
a. Komposisi: : Tiap tablet mengandung Curcuma yang
diserbukkan 20 mg
b. Indikasi : Anoreksia (kehilangan nafsu makan), ikterus
(menjadi kuningnya warna kulit, selaput lendir, membantu
memelihara kesehatan fungsi hati, dan berbagai jaringan tubuh oleh
zat warna empedu) akibat obstruksi/penyumbatan saluran empedu,
amenore (tidak haid).
c. Dosis : 3 kali sehari 1-2 tablet
4. Ranitidin
a. Komposisi : Tiap ml injeksi mengandung Ranitidin HCl setara
dengan ranitidine 25 mg.
b. Mekanisme kerja : Suatu antagonis histamin pada reseptor H2 yang
menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan
mengurangi sekresi asam lambung. Kadar dalam serum yang
diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam
lambung adalah 36 94 mg/ml. kadar tersebut bertahan selama 6 8
jam setelah pemberian dosis 50 mg IM/IV
c. Indikasi : Pengobatan alternatif untuk pasien yang tidak
dapat diterapi secara oral untuk tukak lambung, duodenum, tukak
pasca operasi, refluks esofagitis, keadaan hipersekresi patologis
( sindrom Zollinger-Ellison).
d. Dosis : IM 50 mg(tanpa pengenceran) tiap 6-8 jam. IV
bolus intermiten : 50 mg (2mL) tiap 6-8 jam. Diencerkan dalam
larutan NaCl 0.9% atau larutan injeksi IV lain yang cocok sampai
memperoleh kadar <= 2,5 mg/mL. Kecepatan injeksi <= 4 mL/menit
selama 5 menit. Infus intermiten : 50 mg(2 mL)tiap 6-8 jam
Diencerkan dalam larutan Dextrose 5% atau larutan injeksi IV lain
yang cocok sampai memperoleh kadar <= 0.5 mg/ml. Kecepat infus
tidak lebih 5-7mL/menit dengan waktu 15-20 menit. Infus IV kontiniu
: 150 mg diencerkan dalam 250 mL larutan Dextrose 5% atau larutan
IV yang cocok dan diberikan via infus dengan kecepatan 6.25 mg/jam
selama 24 jam
e. Pemberian Obat : Diberikan sebelum atau sesudah makan
f. Perhatian: Laktasi, gagal ginjal. Hindari keganasan tukak
lambung dan dispepsia sebelum terapi.
g. Efek Samping : Sakit kepala, malaise, pusing, mual, muntah, nyeri
perut, ruam kulit, diare, insomnia, takikardi, bradikardi, artralgia,
mialgia, vertigo, mengantuk, , blok AV, denyut prematur vertikel,
konstipasi, hipersensitivitas, lukopenia, granulositopenia,
trombositopenia, anemia aplastik, ginekomastia, impotensi, hilangnya
libido, ruamm eritema multiformis, alopesia.
h. Kemasan: Ampul 25 mg/mL x 2mL x 5
i. Edukasi pasian dan keluarga pasien
Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi obat ranitidin oral
setengah jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
Menyarankan pasien untuk melaporkan gejala-gejala tersebut
ke dokter: sakit perut, mual, muntah, perubahan warna atau
konsistensi tinja, tinja berwarna hitam atau kopi bubuk emesis;
jaundice, sakit kepala, kelelahan berlebihan, pusing, memar
yang tidak biasa atau perdarahan, petechiae, ruam atau sesak
napas.
Mendiskusikan perubahan diet diperlukan atau pembatasan
yang sesuai untuk pasien. Merujuk pasien ke ahli gizi jika
diindikasikan.
Menyarankan pasien dengan borok untuk menghindari alkohol
dan merokok.
Diskusikan pengurangan stres dengan pasien jika ada indikasi.
Memberitahu pasien bahwa obat dapat menyebabkan pusing
dan menggunakan hati-hati saat mengemudi atau melakukan
tugas-tugas lain yang membutuhkan kewaspadaan mental
5. Metoklopramide
a. Komposisi : Metoclopramide HCl
b. Indikasi : Refluks esofagitis, pencegahan mual dan muntah
pasca operasi dan kemoterapi kanker yang bersifat emetogenik.
c. Dosis : Untuk Refluks esofagitis dewasa 10 mg intra vena
perlahan 1-2 menit. Untuk anti-emetik dewasa 10 mg intra muskular
pasca operasi. Gangguan ginjal dan hati 1/2 dosis.
d. Pemberian Obat : Berikan setengah jam sebelum makan.
e. Kontra Indikasi : Feokromositoma, perdarahan gastrointestinal
(saluran cerna), obstruksi dan perforasi. Sindroma parkinson tipe
ekstrapiramidal, epilepsi.
f. Perhatian : Turunkan dosis pada gangguan hati karena akan
meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Intoleransi prokain dan
prokainamida. Usia lanjut atau anak, hamil dan menyusui.
g. Efek Samping : Reaksi ekstrapiramidal, pusing, lesu, mengantuk,
sakit kepala, depresi, cepat lelah, gangguan gastrointestinal (saluran
cerna), hipertensi.
h. Interaksi Obat : Efek di antagonis oleh antikolinergik, analgesik
narkotik. Peningkatan absorpsi asetaminofen. Efek ekstrapiramidal
bertambah dengan fenotiazin. Peningkatan konsentrasi levodopa di
plasma
i. Edukasi Pasien / Keluarga
Anjurkan pasien untuk minum obat 30 menit sebelum makan.
Anjurkan pasien untuk melaporkan gejala berikut ke penyedia
layanan kesehatan: gerakan involunter dari mata, wajah, atau
anggota badan.
Perhatian pasien untuk menghindari asupan minuman
beralkohol.
Memberitahu pasien bahwa obat dapat menyebabkan kantuk dan
menggunakan hati-hati saat mengemudi atau melakukan tugas-
tugas lain yang membutuhkan kewaspadaan mental
6. Levofloxacine
a. Komposisi : Levofloxacine
b. Indikasi : Pengobatan infeksi dari sinus maksilaris, atas dan
saluran pernapasan bagian bawah, kulit dan struktur kulit, dan saluran
kemih yang disebabkan oleh organisme rentan; pielonefritis akut yang
disebabkan oleh E. coli.
c. Dosis : Oral / Sinusitis maksilaris akut : 500 mg/hari untuk 10-14
hari. Bronkitis kronis eksaserbasi akut : 500 mg/hari utk 7 hari.
Pneumonia yang didapat dari lingkungan : 500 mg/hari untuk 7-14 hari.
ISK terkomplikasi : 250 mg/hari untuk 10 hari. ISK tidak terkomplikasi :
250 mg/hari untuk 3 hari. Pielonefritis akut : 250 mg/hari untuk 10 hari.
Infeksi kulit dan struktur kulit tidak terkomplikasi : 500 mg/hari untuk 7-
10 hari, tergantung dari beratnya penyakit.
d. Pemberian Obat : Diberikan bersama makanan
e. Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap kuinolon, anak < 18 tahun,
hamil, laktasi
f. Perhatian : Gangguan ginjal, gangguan SSP yang dapat
menimbulkan kejang atau memiliki ambang kejang rendah, DM, hindari
paparan berlebihan terhadap sinar matahari.
g. Efek Samping : Reaksi hipersensitif, insomnia, pusing atau sakit
kepala, peningkatan ureum dan kreatinin, SGOT dan SGPT, leukopenia,
anemia, eosinofilia, trombositopenia, mual, rasa tidak nyaman pada
abdomen, diare, anoreksia, dispepsia. Jarang kolitis pseudomembran,
kejang dan psikosis toksik
h. Interaksi Obat: Antasida, sukralfat, kation logam, multivitamin,
AINS, obat antidiabetik oral.
i. Edukasi Pasien / Keluarga
Menyarankan pasien untuk menghindari kontaminasi ujung
aplikator dengan bahan dari mata, jari, atau sumber lain.
Informasikan pasien untuk mengambil tablet 2 jam sebelum atau
sesudah antasida yang mengandung magnesium atau aluminium,
serta sukralfat, tablet zat besi, dan multivitamin yang
mengandung zinc.
Anjurkan pasien untuk minum cairan yang cukup untuk
memastikan output urin yang memadai.
Perhatian pasien untuk menghindari paparan sinar matahari dan
menggunakan tabir surya atau pakaian pelindung sampai toleransi
ditentukan.
Anjurkan pasien untuk melaporkan tanda-tanda pertumbuhan
bakteri atau jamur (misalnya, hitam, penampilan berbulu lidah,
gatal atau cairan vagina, longgar atau tinja berbau busuk).
Menyarankan pasien untuk menghentikan penggunaan dan
hubungi dokter di tanda pertama dari ruam atau reaksi alergi.
pasien hati-hati bahwa obat dapat menyebabkan pusing atau
ringan dan menggunakan hati-hati saat mengemudi atau
melakukan tugas-tugas lain yang membutuhkan kewaspadaan
mental.
pasien hati-hati terhadap menggandakan dosis untuk "mengejar"
kecuali disarankan oleh dokter. Anjurkan pasien untuk
menghubungi dokter jika> 1 dosis yang tidak terjawab.
Tekankan pentingnya menyelesaikan seluruh rejimen dosis.
Menyarankan pasien untuk tidak mengambil obat otc tanpa
konsultasi dengan dokter.
Instruksikan pasien diabetes untuk menghentikan pengobatan dan
memberitahu dokter jika reaksi hipoglikemik terjadi.
Anjurkan pasien untuk menghentikan pengobatan dan
memberitahu dokter jika mengalami nyeri, peradangan, atau
pecahnya tendon, dan untuk sisa menahan diri dari latihan sampai
diagnosis tendonitis atau tendon pecah dikecualikan
7. Loperamide
a. Komposisi : Loperamide HCl
b. Indikasi : Pengobatan diare akut non spesifik dan kronik
c. Dosis : Untuk diare non spesifik : awal 2 tablet/hari. Dosis
biasa : 2-4 tablet 1-2 kali/hari. Maksimal : 8 tablet/hari. Untuk diare
kronik : 2-4 tablet/hari dalam dosis terbagi. Maksimal : 8 tablet/hari.
Hentikan bila tidak ada perbaikan setelah 48 jam.
d. Pemberian Obat : Diberikan sebelum atau sesudah makan.
e. Kontra Indikasi : Konstipasi. Bayi.
f. Perhatian : Hentikan bila tidak ada perbaikan setelah 48 jam.
Kolitis akut, infeksi bakteri atau parasit. Anak < 2 tahun. Disfungsi hati.
g. Efek Samping : Mulut kering, nyeri perut, lelah, ruam kulit,
megakolon toksik, pusing
h. Edukasi Pasien /Keluarga
Anjurkan pasien untuk merekam jumlah dan konsistensi tinja.
Menginformasikan pasien bahwa obat dapat menyebabkan
mulut kering.
Mendorong pasien untuk minum banyak cairan yang jelas untuk
membantu mencegah dehidrasi yang mungkin menyertai diare.
Menyarankan pasien untuk memberitahu dokter jika diare
berlanjut> 48 jam atau jika demam berkembang.
Menginformasikan pasien bahwa obat dapat menyebabkan rasa
mengantuk dan pusing dan menggunakan hati-hati saat
mengemudi atau melakukan tugas-tugas lain yang
membutuhkan kewaspadaan mental.
8. Kalnex
a. Komposisi : Tranexamic acid
b. Farmakologi
Aktifitas antiplasminic : KALNEX menghambat aktivitas dari activator
plasminogen dan plasmin. Aktivitas antiplasminic dari KALNEX telah
dibuktikan oleh berbagai percobaan In vito dan penentuan dari
aktivitas plasmin dalam darah dan aktivitas setempat, setelah diberikan
pada tubuh manusia.
Aktivitas hemostatis : KALNEX mencegah degradasi fibrin,
pemecahan platelet, menambah kerapuhan vascular dan pemecahan
faktor koagulasi. Efek ini dibuktikan secara klinis dengan berkurangnya
jumlah pendarahan, mengurangi waktu pendarahan dan periode
pendarahan
c. Indikasi : Edema angioneurotik herediter, perdarahan abnormal
sesudah operasi, perdarahan akibat pencabutan gigi pada penderita
hemofilia. Fibrinolisis lokal : epistaksis, prostatektomi, konisasi
servikal.
d. Dosis : Dewasa : 1-2 kapsul 3-4 kali/hari. Tablet : 1 tablet 3-4
kali/hari. Ampul 250 mg : 1-2 ampul/hari IV atau 1-2 dosis terbagi IM
atau 2-10 ampul dengan infus drip. Ampul 500 mg : 2.5-5 mL IV/IM
terbagi dalam 1-2 dosis. Selama atau pasca operasi : 5-25 mL dengan
infus bila perlu.
e. Pemberian Obat : Diberikan sebelum atau sesudah makan
f. Perhatian : Insufisiensi ginjal, hematuria karena gangguan
pada parenkim ginjal, hamil dan laktasi.
g. Efek Samping :Gangguan saluran cerna, mual, muntah, pusing,
eksantema, sakit kepala, pemberian injeksi IV secara cepat dapat
menyebabkan pusing dan hipotensi.
h. Interaksi Obat :Jangan diberikan ke dalam darah tranfusi atau
injeksi yang mengandung penisilin.
9. KSR
a. Komposisi : Potassium Chloride 600 mg pertablet.
b. Indikasi : Pengobatan & pencegahan hipokalemia.
c. Kontra Indikasi : Gagal ginjal yang telah lanjut, hiperkalemia,
penyakit Addison yang tidak diobati, dehidrasi akut, penyumbatan
saluran pencernaan.
d. Perhatian : Kerusakan ginjal, gagal jantung kongestif.
e. Interaksi Obat : Meningkatkan resiko hiperkalemia jika digunakan
dengan ACE inhibitor, siklosporin, diuretika hemat Kalium.
f. Efek Samping : Mual, muntah, diare, nyeri perut. Jarang : ulserasi
saluran pencernaan
10. Parasetamol
a. Komposisi : Tiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg.
b. Cara Kerja : Parasetamol adalah derivat p-aminofenol yang
mempunyai sifat antipiretik /analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh
gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek
sentral. Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri
ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga
tidak digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan per oral
Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar
maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60
menit setelah pemberian. Parasetamol diekskresikan melalui ginjal,
kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam
bentuk terkonyugasi.
c. Indikasi : Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien
yang tidak tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk
mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid
dan sakit pada otot. Menurunkan demam pada influenza dan setelah
vaksinasi.
d. Dosis
Dibawah 1 tahun : - 1 sendok teh atau 60 120 mg, tiap 4 - 6
jam.
1 - 5 tahun : 1 - 2 sendok teh atau 120 250 mg, tiap 4 - 6
jam.
6 - 12 tahun : 2 - 4 sendok teh atau 250 500 mg, tiap 4 - 6
jam.
Diatas 12 tahun : - 1 g tiap 4 jam, maksimum 4 g sehari.
e. Cara Penggunaan Obat : Melalui mulut (per oral).
f. Efek Samping : Dosis besar menyebabkan kerusakan fungsi
hati.
g. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap parasetamol dan
defisiensi glokose-6-fosfat dehidrogenase. Tidak boleh digunakan pada
penderita dengan gangguan fungsi hati.
h. Interaksi Obat : Parasetamol diduga dapat menaikkan aktivitas
koagulan dari kumarin.
i. Perhatian : Pemberian harus berhati-hati pada pasien
dengan gangguan ginjal serta penggunaan jangka lama pada pasien
anemia., Jangan melampaui dosis yang disarankan. Harap ke dokter bila
gejala demam belum sembuh dalam 2 hari atau rasa sakit tidak
berkurang selama 5 hari.
11. Kalnex
a. Komposisi : Tranexamic acid
b. Bentuk Sediaan : Kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 mg dan
100 mg.
c. Farmakologi : Antifibrinolitik yang secara kompetitif
menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin, dengan berikatan
dengan bagian-bagian spesifik dari plasminogen dan plasmin. Absorpsi
dalam saluran cerna tidak dipengaruhi makanan, bioavailabilitas : 34%,
ikatan protein plasma 3%, distribusi luas ke SSP, cairan sinovial, semen
ginjal, kelenjar prostat.
d. Indikasi : Untuk fibrinolisis lokal seperti epistaksis,
prostatektomi, konisasi serviks, edema angioneurotik herediter,
pendarahan abnormal sesudah operasi, pendarahan sesudah operasi gigi
pada penderita hemophilia
e. Dosis :
KALNEX 250 mg kapsul : Dosis lazim secara oral untuk dewasa :
sehari 3 - 4 kali, 1 - 2 kapsul.
KALNEX 500 mg tablet : Dosis lazim secara oral untuk dewasa :
sehari 3 - 4 kali, 1 tablet.
KALNEX 50 mg injeksi : -Sehari 1 - 2 ampul (5 - 10 mL) disuntikkan
secara intravena atau intramuskular, dibagi dalam 1 - 2 dosis. Pada
waktu atau setelah operasi, bila diperlukan dapat diberikan sebanyak 2
-10 ampul (10 - 50 mL) dengan cara infus intravena.
KALNEX 100 mg injeksi : 2,5 - 5 mL per hari disuntikkan secara
intravena atau intramuskular, dibagi dalam 1 - 2 dosis pada waktu atau
sesudah operasi, bila perlu, 5 - 25 mL diberikan dengan cara infus
intravena. Dosis KALNEX harus disesuaikan dengan keadaan pasien
masing-masing sesuai dengan umur atau kondisi klinisnya.
f. Kontraindikasi : Gangguan fungsi ginjal berat, hematuria,
risiko tinggi trombosis
g. Efek Samping : Gangguan-gangguan gastrointestinal, mual,
muntah-muntah, anoreksia, pusing, eksantema dan sakit kepala dapat
timbul pada pemberian secara oral. Gejala-gejala ini menghilang
dengan pengurangan dosis atau penghentian pengobatannya. Injeksi
intravena yang cepat dapat menyebabkan pusing dan hipotensi.
12. Vit K
a. Komposisi : Phytonadione 2 mg
b. Indikasi :Pencegahan dan pengobatan Hipoprotombinemia yang
disebabkan oleh induksi turunan kumarin atau obat lain yang
menginduksi defisiensi vitamin K, hipoprotrombinemia yang
disebabkan oleh malabsorbsi atau ketidak mampuan untuk mengsintesis
vitamin K, untuk mencegah pendarahan pada bayi
c. Dosis : Dosis anak-anak: 1-3 tahun : 30 mcg/hari, 4-8 tahun:
55mcg/hari, 9-13 tahun: 60mcg/hari, 14-18 tahun: 75mcg/hari o Dosis
dewasa pada pria : 120 mcg/ hari, Dosis dewasa pada wanita : 90
mcg/hari o Dosis melalui injeksi : 1 mg/dosis/ hari, dosis lebih tinggi
diperlukan jika ibu sudah menerima antikoagulan oral
d. Kontra Indikasi : Hipersensitivitas
e. Efek Samping : Cyanosis, hipotensi, lesi seperti scleroderma,
hiperbilirubinemia, rasa tidak enak pada perut, reaksi pada tempat
penyuntikan (pada pemberian IV), dyspnea, reaksi anafilaksis,
diaforesis dan reaksi hipersensitivitas.
f. Interaksi Obat : fitomenadione
g. Edukasi Pasien / Keluarga
BAB IV
PEMBAHASAN
Tn. F berusia 51 tahun pertama kali datang ke IGD RSAM Bukittinggi
dengan keluhan utama tenggorokan terasa nyeri dan susah menelan sejak 15 hari
yang lalu, perut terasa sakit, badan terasa lemah, luka sariawan dimulut, mual dan
muntah.. Tn. F didiagnosa Candidiasis oral. Riwayat penyakit terdahulu yaitu
mengkonsumsi obat kortikosteroid Lanadexon (Dexametason) selama 10 tahun
yang lalu. Diagnosa ditegakkan dari pemeriksaan subyektif berupa anamnesa,
pemeriksaan obyektif/ klini.
Jika dilihat dari penyebab munculnya candidiasis oral pada pasien
tersebut diduga karena adanya faktor predisposisi yang mendorong invasi jamur
tersebut. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengaku mengkonsumsi obat
Lanadexon tersebut adalah untuk meningkatkan nafsu makan. Hal ini yang
diduga merupakan faktor predisposisi dari pertumbuhan c. albicans.
Steroid sebagai salah satu obat yang sekarang banyak digunakan juga
memiliki efek samping terhadap rongga mulut. Obat steroid kadang juga dikenal
dengan sebutan kortikosteroid.
Obat steroid dapat menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan
pemakainya. Adapun beberapa efek samping tersebut seperti kerentanan seseorang
terhadap infeksi, obesitas, osteoporosis, terhambatnya pertumbuhan, katarak, dan
terjadinya sindrom Cushing (moon face, buffalo hump, dan peningkatan lingkaran
perut).
Pemberian obat steroid dapat menekan sistem imun sehingga seseorang
menjadi mudah terkena infeksi misalnya infeksi oleh jamur Kandida pada rongga
mulut. Obat steroid juga mampu meningkatkan selera makan pemakainya
sehingga menyebabkan pertambahan berat badan yang bila tidak dikontrol dapat
menimbulkan obesitas. Hal inilah yang melatar belakangi pasien mengkonsumsi
obat kortikosteroid dengan tujuan untuk meningkatkan nafsu makan.
Terjadinya sindrom Cushing pada pengguna steroid ditandai dengan
adanya moon face, buffalo hump, dan peningkatan lingkaran perut. Hal ini terjadi
karena efek steroid yang dapat menyebabkan redistribusi cadangan karbohidrat
dan lemak ke wajah (moon face) dan perut (peningkatan lingkaran perut) sehingga
pemakai obat ini akan terlihat gemuk pada daerah tersebut. Distribusi lemak tubuh
juga dapat dijumpai pada belakang leher yang tampak membengkak (buffalo
hump).
Obat steroid seperti yang telah dibahas sebelumnya, memiliki efek
imunosupresi. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan obat steroid dalam
menghambat fungsi makrofag. Efek terhadap makrofag tersebut menandai dan
membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme.
Aktivasi limfosit T dan produksi limfosit B juga dihambat oleh obat steroid.
Antibodi sebagai salah satu komponen penting dalam sistem imunitas manusia
dapat ditekan produksinya oleh pemakaian obat steroid terutama apabila
digunakan dalam dosis besar. Seperti yang kita ketahui, makrofag, limfosit T ,
limfosit B, dan juga antibodi merupakan komponen penting yang berfungsi
sebagai sistem pertahanan dan imunitas tubuh manusia yang juga terdapat dalam
rongga mulut. Namun, komponen-komponen tersebut diatas dapat terganggu
fungsinya akibat pemakaian obat steroid yang mana obat ini dapat menekan
sistem imunitas manusia. Dalam keadaan imun yang lemah, maka infeksi akan
mudah menyerang seseorang.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di dalam rongga mulut manusia
terdapat banyak flora normal yang salah satunya adalah jamur Kandida. Pada
keadaan sistem imun yang baik, jamur Kandida tidak menimbulkan penyakit.
Namun, penggunaan obat steroid dapat menurunkan sistem imun dalam rongga
mulut. Dengan sistem imun yang lemah, maka jamur Kandida dalam rongga
mulut bisa menjadi patogen dan menimbulkan infeksi yang disebut kandidiasis.
Perawatan kandidiasis oral dapat dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan rongga mulut, pemberian obat-obatan antifungal, dan sebisa mungkin
menghilangkan faktor predisposisi penyebab kandidiasis oral.
Perawatan yang diberikan kepada pasiena dalah Candistatin oral
suspension drop sebagai terapi simptomatif dan paliatif. Penggunaan obat ini 1x
sehari dengan cara diteteskan pada lidah diamkan selama 1 menit dan selama 20
menit pasien diinstruksikan tidak boleh makan dan minum.
Candistatin oral suspension berisi nystatin sebagai antifungi/anti jamur
dan aktif terhadap jamur seperti C.albicans. Obat ini bereaksi dengan mengikat
sterol pada dinding jamur sehingga akan terjadi perubahan permeabilitas
membran sel jamur yang disertai dengan kebocoran dari komponen intraselluler
sehingga menyebabkan lisis dan terjadi kematian jamur candida.
Pada pasien juga diinstruksikan untuk mengkonsumsi makanan sehat dan
bergizi, menjaga kebersihan rongga mulut, membersihkan lidah secara mekanis
dengan pembersih lidah (tongue cleaner) menggunakan obat secara teratur sesuai
anjuran, istirahat yang cukup, serta kontrol setelah 1 minggu.
BAB VI
KESIMPULAN
1. Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus
Candida. Spesies Candida albicans merupakan penyebab tersering terjadinya
candidiasis pada jaringan mukosa.
2. Kandidiasis oral biasanya akan menyerang individu yang memiliki faktor
resiko berupa penggunaan obat-obatan imunosupresan, penggunaan obat-
obatan antimikroba, hiposalivasi, dan individu dengan penurunan sistem imun
(individu dengan HIV/AIDS, individu dengan gangguan sistem imun selular,
individu dengan terapi imunosupresif, dsb.).
3. Pada orang yang sehat, Candida albicans umumnya tidak menyebabkan
masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur
tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut.
Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu patogenitas jamur dan faktor
host.
4. Penyebabnya ada banyak faktor, pada pasien ini diduga penyebab predisposisi
dari pertumbuhan candida disebabkan karena riwayat mengkonsumsi
Lanadexon selama 10 tahun yang menyebabkan penurunan sistem imun
sehingga tubuh mudah terkena infeksi seperti infeksi dari jamur c.albicans
pada bagian lidah tersebut.
5. Instruksi yang tetap diberikan setelah kontrol berupa instruksi untuk menjaga
kesehatan ronggga mulut, mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi, menjaga
kebersihan mulut, dan istirahat yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Venkatesan P. Perfect JR, & Myers SA. 2005. Evaluation and management
of fungal infection in Immunocompromised patients, Dermatol Ther
CANDIDIASIS ORAL
Preseptor:
Dr. Hj. Desi Malinda, Sp. PD
Oleh :
ERINE FEBRIAN, S.Farm
(1641013304)
ERNA TUGIARTI BUDIASIH, S.Farm
(1641013312)