Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Bentuk atau Bangun Daun ini dengan baik..

Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak yang mendorong
atau memotivasi pembuatan makalah ini supaya lebih baik dan lebih efisien.

Makalah ini disajikan secara sistematis dan kami sebagai penulis berusaha untuk
menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya . Selain itu,untuk mempermudah dalam
memahami makalah ini disusun atas beberapa info tambahan dari berbagai buku dan internet.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak,demikian pula dengan makalah ini,masih jauh
dari sempurna. Oleh karena Itu kami sebagai penulis Mohon maaf jika ada kesalahan dalam
penulisan laporan ini.Saran dan kritik dari ibu/bapak sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Atas kritik dan sarannya penulis ucapkan terimakasih.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan adalah tempat berpijak, tempat beraktifitas dan hidup tsebagai tempat
penyediaan makanan bagi manusia dan hewan . Lahan umumnya bervariasi dan pada
prinsipnya semua tipe lahan dapat menjadi tempat usaha tanaman dan tergantung pada
jenis tanaman yang diusahakan. Namun idealnya lahan sebaiknya memiliki kesuburan
tanah yang cukup dan memiliki sumber air yang cukup. Untuk kondisi daerah tropis
kering seperti NTT umumnya lahan yang tersedia dengan tingkat kesuburan yang
rendah.

Lahan kering yang ada di NTT, banyak dibiarkan begitu saja, tanpa ada yang
mengelolanya. Lahan yang dibiarkan begitu saja akan berpengaruh terhadap
menurunya unsur-unsur hara pada tanah tersebut. Hal demikian disebabkan karena
rendahnya inisiatif dan tingkat kemalasan manusia untuk mengelolanya menjadi lahan
yang berdaya guna. Dan juga banyak masyarakat NTT yang selalu berharap bahwa
segala kebutuhan ternak terutama pakan disediakan oleh alam tanpa berpikir untuk
mengelolanya sendiri. Apabila lahan kering yang ada digunakan sebagai lahan
pertanian, maka lahan tersebut dapat membawa keuntungan bagi petani secara
maksimal. Dengan adanya pemanfaatan lahan kering secara optimal, tidak hanya
membawa keuntungan bagi petani namun dapat juga mengembalikan unsur-unsur
hara pada tanah tersebut.

Selain itu kondisi iklim suatu daerah sangat berpengaruh terhadap suatu lahan atau
areal tertentu serta produksi, baik produksi pertanian maupun pertanian. Wilayah NTT
beriklim kering yang dipengaruhi oleh angin musim. Periode musim kemarau lebih
panjang, yaitu 7 bulan (Mei sampai dengan Nopember) sedangkan musim hujan
hanya 5 bulan (Desember sampai dengan April). Curah hujan propinsi Nusa Tenggara
Timur berkisar antara 697 2.737 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata tiap
tahun antara 44 sampai 61 hari. Suhu udara rata-rata 27,6C, maksimum rata-rata 29
C dan suhu minimum rata-rata 26,1C (Sumber : Buku Prov. NTT Dalam Angka,
Tahun 2007 BPS Prov. NTT). Kelembaban nisbi terendah terjadi pada musim Timur
Tenggara (63-76%) yaitu bulan Juni sampai Nopember dan kelembaban tertinggi pada
musim Barat Daya (82-88%) yaitu Desember sampai bulan Mei.

Kondisi NTT yang musim kemaraunya lebih panjang ini menyebabkan rendahnya
produksi pertanian. Produksi pertanian sangat di pengaruhi oleh musim kemarau.
Selain itu air sangat penting dalam proses pembentukkan zat pengurai unsur hara di
dalam tanah, khususnya pada lahan kering.
Adapula hal-hal lain yang terkait dengan lahan kering di NTT antara lain topografi
dan keadaan tanah (lihat gambar pada lampiran). Apabila dilihat dari topografinya,
maka wilayah NTT dapat dibagi atas 5 bagian besar, yaitu :
Agak berombak dengan kemiringan 3-16 %.
Agak bergelombang dengan kemiringan 17-26 %.
Bergelombang dengan kemiringan 27-50 %.
Berbukuti-bukit bergunung dengan kemiringan lebih besar dari 50 %.
Dataran banjir dengan kemiringan 0-30 %.
Keadaan topografi yang demikian mempunyai pengaruh pula terhadap pola
pengembangan pertanian. Tanah dengan kemiringan yang tinggi diperlukan upaya
khusus dalam pengelolaannya. Sebab topografi tanah sangat berpengaruh terhadap
kesuburan, efisiensi produksi, pengelolaan, komunikasi/transportasi, pengairan dan
penggunaan alat-alat mekanisasi dan pemupukan. Keadaan tanah di NTT banyak yang
berbatu-batu, sehingga sangat sulit digunakan sebagai lahan pertanian. Namun hal ini
dapat dimudahkan apabila didukung oleh sumber daya manusia untuk mengolahnya.
Sehingga lahan yang berbatu-batu tersebut dapat digunakan sebagai areal pertanian.

1.2 Rumusan Masalah


1.Gambaran umum pulau sumba?
2..kajian budaya tentang pengelolaan lahan kering di sumba timur?
3. kajian budaya tentang pengelolaan lahan kering di sumba tengah?
1.3 Tujuan
1.mengetahui gambaran umum pulau sumba
2.mengetahui pengelolaan lahan kering di sumba timur
3. mengetahui pengelolaan lahan kering di sumba tengah

1.4 Manfaat
Makalah yang dibuat ini berguna bagi si penulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
budaya lahan kering.Dan juga bagi si pembaca untuk memperluas pengetahuan pembaca dan
juga sebagai acuan untuk menulis karya ilmiah lain yang berhubungan dengan lahan kering
di pulau sumba.

BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Gambaran umum dan pulau Sumba

Sumba

Geografi
Lokasi Asia Tenggara
Koordinat 940LU 12000BT
Kepulauan Kepulauan Sunda Kecil
Luas 11,153 km2 (4,306.2 sq mi)
Peringkat luas 73
Negara
Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kota terbesar Waingapu (pop. 10,700)
Demografi
Populasi 685,186 (per 2010)
Kepadatan 61.4

Peta Pulau Sumba tahun 1925

Pulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Luas
wilayahnya 10.710 km, dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m). Sumba
berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan
Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur
terletak Laut Sawu serta Samudra Hindia terletak di sebelah selatan dan barat.
Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini
sendiri terdiri dari empat kabupaten: Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya,
Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Kota terbesarnya adalah Waingapu,
ibukota Kabupaten Sumba Timur. Kota tersebut juga terdapat bandar udara dan pelabuhan
laut yang menghubungkan Pulau Sumba dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia seperti
Pulau Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Timor.

Sebelum dikunjungi bangsa Eropa pada 1522, Sumba tidak pernah dikuasai oleh bangsa
manapun. Sejak 1866, pulau ini dikuasai oleh Hindia Belanda dan selanjutnya menjadi bagian
dari Indonesia.

1.2 Pengelolaan Lahan Kering di Sumbah Timur

Umalulu atau lengkapnya disebut Tana Umalulu adalah sebuah Kecamatan di


Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Umalulu merupakan suatu
wilayah yang lengkapnya disebut Tana Umalulu (Tanah Umalulu). Pada masa penjajahan
Belanda, Tanah Umalulu dikenal sebagai Tanah Melolo, Landschaap Melolo, atau Kerajaan
Melolo. Kemudian pada masa kemerdekaan disebut Daerah Swapraja Melolo.[1]

Gambaran umum
Kondisi geografis

Secara keseluruhan, keadaan geografis wilayah Umalulu terdiri dari daerah berbukit-bukit
dan sabana (padang rumput), dengan keadaan tanah yang kurang subur untuk pertanian dan
perkebunan. Hutan belantara tropis bisa dikatakan hampir tidak ada, kecuali hutan heterogen
yang sebagian besar berada di daerah pedalaman.[1]

Iklim

Iklim di Umalulu ditandai oleh musim kemarau yang panjang (Maret-Nopember) dan angka
curah hujan yang relatif kecil (kurang dari 1500mm/tahun), dengan rata-rata hari hujan antara
35-55 hari per tahun, serta suhu udara antara 26-34 C. Dari data tersebut tampaklah bahwa
daerah itu merupakan daerah yang panas dan kering. Hal yang menguntungkan ialah adanya
sungai Umalulu yang mengalir di wilayah itu dan selalu berair walaupun pada musim
kemarau. Di sekitar tepi sungai itu, penduduk Umalulu mendirikan tempat permukiman dan
membuka ladang.[1]

1. Wulangu Mangata (Maret-April)

Di kebun dilaksanakan pula upacara Huamba ihi wuaka (menyucikan isi kebun)
yang dimaksudkan agar para marapu dan para arwah penjaga kebun memberi
kesuburan serta kelimpahan hasil kebun itu. Upacara ini dilakukan di katuada wuaka.

2. Wulangu Paludu (April-Mei)

Pada bulan ini dilakukan upacara Habarangu papu wataru yaitu upacara
memohon izin untuk memetik jagung. Setiap keluarga batih yang hendak panen
jagung membawa persembahan pahapa, kawadaku dan mangejingu serta
melaksanakan upacara pemujaan di katuada wuaka Pada malam hari, ketika
membersihkan dan mengikat jagung, penduduk desa baik pria maupun wanita, tua dan
muda mengadakan dekangu, pangiarangu yang disertai nyanyian-nyanyian pantun
seperti panawa, padira analalu dan ludu hema.

3. Wulangu Ngura (Mei-Juni)

Hal-hal yang dilakukan pada bulan ketiga ini antara lain melaksanakan upacara
Paihingu marapu ba muti, yaitu upacara meminta izin kepada para marapu untuk
menuai padi. Upacara in dilaksanakan di uma bokulu dan di katuada paraingu dengan
mempersembahkan pahapa, kawadaku dan mangejingu. Pada malam harinya dilakukan
upacara yang sama di ladang atau di sawah. Kemudian dilanjutkan dengan resitasi lii
marapu yang disertai oleh nyanyian-nyanyian. Keesokan harinya dilakukan upacara dan
pesta potong padi yang disebut Haberangu muti atau Muti uhu. Pada waktu menuai
diundang pula orang-orang dari kampung lain sehingga merupakan suatu keramaian.
Malam harinya dilanjutkan dengan parina (injak padi) yang dilakukan sambil menari
dan menyanyi sampai pagi hari

4. Wulangu Tua Kudu (Juni Juli)

Pada bulan ini di ladang dilakukan pesta dan upacara Kanduku wuaka, yaitu upacara
tutup panen yang dilaksanakan untuk menyatakan rasa terima kasih kepada para
marapu dan Mapadikangu Awangu Tana yang telah memberi hasil panen yang baik.
Pasta tutup panen ini berlangsung beberapa malam yang diisi dengan nyanyi dan tari.
Pada waktu penutupan dilakukan upacara paluhu kalamba dan upacara paluhu tada,
yaitu upacara mengeluarkan sekam padi dan kulit jagung ke luar kampung dengan
maksud agar para marapu menghilangkan segala hal yang buruk dari hasil-hasil yang
diperoleh dan memohon agar pada waktu mendatang diberi hasil yang lebih baik.

5. Wula Tua Bokulu (Juli Agustus)

Upacara-upacara yang dilakukan pada bulan kelima ini antara lain upacara Pamangu
kawunga, Habarangu la katuada bungguru dan upacara-upacara yang berkaitan
dengan siklus hidup manusia. Upacara Pamangu Kawunga ialah upacara permujaan
untuk mernpersembahkan hulu hasil kepada para marapu terutama kepada Marapu
Ratu yang dileksanakan setiap empat tahun sekali di rumah pemujaan Uma
Ndapataungu. Upacara ini bertepatan pula dengan diperbaikmnya rumah pemujaan
tersebut dan merupakan suatu pesta adat kaum keluarga yang mempunyai hubungan
dengan marapu yang bersangkutan. Dalam upacara ini setiap kabihu diwajibkan
mempersembahkan hulu hasil yang berupa hunggu maraku (persembahan yang
berupa hasil pertanian, terutama padi, dan hasil peternakan), pahapa dan kawadaku
Biasanya dalam masa-masa persiapan sudah diadakan tari-tarian, resitasi lii marapu
yang disertai nyanyian-nyanyian hingga upacara selesai.

Upacara Habarangu la katuada bungguru ialah upacara yang dilaksanakan ketika akan
membuka hutan untuk dijadikan ladang baru. Upacara ini dilaksanakan di katuada
bungguru dengan maksud agar semua dewa-dewa dan arwah-arwah yang berada di
seluruh peladangan dan hutan memberkati pekerjaan.

6. Wulangu Kawuluru Kudu (Agustus September)


Pada bulan ini dilakukan upacara Pamangu lii ndiawa lii pahuamba atau disebut
juga upacara Wunda lii hunggu lii maraku, yaitu upacara persembahan dan pesta
perjamuan para dewa. Pesta dan upacara ini memerlukan persiapan tujuh tahun
lamanya dan baru pada tahun kedelapan dapat dilaksanakan. Pesta dan upacara ini
sebenarnya bukan bersifat umum, melainkan khusus untuk satu atau dua kabihu yang
bersangkutan. Akan tetapi setiap kabihu yang berada di bawah pengaruh kabihu yang
mengadakan pesta diwajibkan membawa persembahan pula berupa pahapa, kalaja
wingiru kalaja bara (nasi kebuli kuning dan putih), wolu la pahiki wolu la
papanda (tuak dalam guci dan botol kuningan), kanata huluku kanata kuluru (sirih
pinang yang digulung), kawadaku marara mabara (keratan mas dan perak) dan
manu palunggu karambua papawiringu ( ayam yang terbaik dan kerbau yang
disucikan).
Upacara ini dilaksanakan di uma bokulu dan di rumah pemujaan Uma Ndapataungu
sebagai tanda bakti kepada Marapu Ratu dan para marapu lainnya dengan harapan
agar diberi kesuburan dan kemakmuran. Pada malam hari diadakan tari-tarian,
nyanyian-nyanyian dan resitasi lii marapu.
Apabila sedang tidak melakukan upacara-upacara tersebut, orang Umalulu melakukan
upacara lainnya, misalnya upacara wulu uma (upacara membuat rumah), atau upacara
pamau papa.

7. Wulangu Kawuluru Bokulu (September Oktober)

Pada bulan ini upacara-upacara yang biasa dilakukan ialah upacara wulu uma dan
upacara pamau papa . Bagi keluarga-keluarga yang hendak menanam jagung, maka
harus melakukan upacara Paihingu marapu ba tondungu wataru di katuada kawindu
dengan membawa persembahan pahapa, kawadaku dan mangejingu. Kemudian
dilakukan lagi upacara Habarangu tondungu wataru di katuada wuaka.

8. Wulangu Habu (Desember Januari).

Pada bulan ini dibakukan upacara Paihingi marapu ba tondungu, yaitu upacara untuk
meminta izin kepada para marapu agar diperbolehkan mulai menanam. Upacara ini
dilakukan oleh setiap kepala keluarga di katuada kawindu dengan membawa
persembahan pahapa, kawadaku dan mangejingu. Setelah itu diadakan pula upacara di
ladang atau di sawah, yaitu upacara Habararangu tondungu yang dilaksanakan di
katuada wuaka dan di katuada padira tana dengan maksud agar para marapu dan para
arwah yang berada di ladang memberi kesuburan dan tidak mengganggu tanaman
yang akan ditanam. Bagi keluarga-keluarga yang hendak memetik jagung siram
diharuskan melakukan upacara Habarangu papu wataru.

9. Wulangu Mbuli Ana (Februari Maret)

Pada bulan ini dilakukan upacara Hemi rau uhu - rau wataru, yaitu upacara yang
dilakukan ketika jagung mulai berbuah dan padi mulai berbunga. Upacara di lakukan
di ladang dan dimulai pada malam hari dengan menceritakan lii marapu semalam
suntuk. Pagi harinya dilakukan upacara mengusap daun jagung dan daun padi dengan
air santan yang telah diberkati oleh ratu. Bagi orang-orang yang hendak pergi berburu
diwajibkan melakukan upacara Patamangu dengan mempersembahkan pahapa,
kawadaku dan mangejingu di katuada bungguru.
1.3 pengelolaan lahan kering di sumba tengah

Sumba Barat merupakan salah satu kabupaten dari dua kabupaten yang ada di pulau
Sumba berbatasan bagian utara dengan Laut Sabu, Selatan dan Barat dengan Lautan
Indonesia dan sebelah Timur dengan Kabupaten Sumba Timur.

Luas wilayah kabupaten Sumba Barat 4051,92 km2. Dalam banyak hal wujud
kebudayaan masyarakat Sumba Barat ada kesamaan dengan kabupaten Sumba Timur,
yang terutama adalah pranata religiusnya yakni Merapu sebagai suatu Agama Asli
orang Sumba pada umumnya.

Kehidupan paling purba di Sumba khususnya Sumba Barat ditemukan dalam Lii
Merapu, ialah hikayat suci tentang asal-usul nenek moyang. Biasanya digelar secara
khusus diwaktu malam dikisahkan oleh seorang penyanyi dan seorang penderas,
secara berganti-ganti, sahut-menyahut diselingi bunyi gong dan genderang. Dalam
suasana khidmat dan dengan hati terharu penduduk kampung mendengarkan sejarah
kuno yang diceriterakan dengan meriah. Singkat ceritera di pantai Utara disanalah
nenek moyang kita menjajakan kakinya, pantai itu Sasar namanya. Tanjung Sasar itu
dahulu ada Lende Watu Jembatab Batu yang menyambung pulau Sumba dan Bima,
bahkan ada yang menceriterakan jembatan batu tersebut membentang jauh sampai ke
pantai Manggarai.

Penduduk Sumba Barat secara tradisional adalah bertani (bersawa) dan berladang
dengan padi yang suci (pare) sebagai tenaman pokok yang dihormati. Terdapat
beberapa rangkaian upacara dalam mata pencaharian masyarakat Sumba Barat antara
lain upacara upacara :

1. Upacara mengasah parang ( urata patama keto) agar parang /pisau dan lain-lain dapat
berfungsi pada waktu hendak memotong hewan besar, bekerja kebun.

2. Urata Pogo wasu (menebang pohon)

3. Urata Tenu ( membakar kayu)

4. Urata Wuke Oma (membuka kebun) rangkaian upacara ini sebagai pemohon belas
kasih pada dewa untuk meminta kesucian untuk perang, tanah agar menghasilkan dan
hujan yang banyak.

5. Urata Dengu Ura (memohon hujan) semua acara di atas dipimpin oleh Rato dengan
mengambil ayam yang darahnya dipercik baik ke parang, pohon, maupun tanah.

6. Urata Dengi Ina ( upacara memetik hasil)


7.

BAB III
KESIMPULAN
Secara konseptual pembangunan pertanian diarahkan kepada tercapainya tiga sasaran, yakni:
(1). Sasaran pemerataan yang akan dicapai melalui usaha meningkatkan pendapatan petani
dan menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan gizi masyarakat, (2). Sasaran
pertumbuhan yang akan dicapai melalui usaha-usaha meningkatkan produksi untuk
memenuhi permintaan dalam negeri, ekspor maupun mengurangi impor; dan (3). Sasaran
kelestarian dengan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam
Provinsi NTT memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan pertanian.
Namun di provinsi NTT beriklim kering (Semi arid) yang dipengaruhi oleh Angin muson.
Kondisi wilayah Nusa Tenggara Timur hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan
sangat pendek pada bulan Desember sampai bulan April, sedangkan musim kemarau panjang
dan kering terjadi pada bulan Mei sampai bulan Nopember. Hal ini diperparah lagi dengan
system pengelolaan lahan yang masih ekstensif, serta kurangnya sumber daya manusia untuk
memanfaatkan lahan kering di NTT . sehingga produksi yang diharapkan tidak optimal dan
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi. Oleh
karena itu perlu adanya sumber daya manusia yang berwawasan IPTEK untuk meningkatan
potensi pertanian di NTT terutama pada lahan kering.
Hal-hal yang dilakukan bila dilihat dari kondisi NTT maka kita perlu melakukan
perbaikan lahan kering di NTT. Usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kembali
kesuburan tanah pada lahan kering yaitu, penerapan prinsip-prinsip rangeland management
yang bertumpu pada upaya untuk pengendalian kesuburan tanah. Hal-hal yang dilakukan
dalam penerapan prinsip diatas seperti pengolahan kembali lahan kering. Selain perbaikan
lahan kering perlu adanya peran dan kerjasama yang baik dari masyarakat NTT dan
pemerintah NTT itu sendiri dalam hal pengaturan (regulation), pelayanan (services),
penyuluhan (extension) dan sebagai motivator (agent of development).A

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeriadiredja, P. 2002. "MARAPU : AGAMA ASLI ORANG UMALULU di


SUMBA TIMUR". LABANT FS UNUD.Denpasar
2. Widijatmika.2012 "Sejarah Pendidikan Daerah Nusa Tenggara Timur", Lp
undana.kupang

3. Kapita, Umbu Hina.1976.Masyarakat Sumba dan Adat Istiadatnya, BPK


Gunung Mulia. Jakarta

4. Suriadiredja, P.1983. Simbolisme dalam Desain Kain di Watu Puda, FS-


Unpad.bandung.

Anda mungkin juga menyukai