Anda di halaman 1dari 9

LAHAN KERING DI KEPULAUAN ALOR

OLEH:

1. AGUSTINA TABUK TANII (1907010176)


2. NURUL NADIA EMA DULI (1907010078)
3. TARISAH R. J MAHARYA (1907010043)

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena masih memberikan
nikmat kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah ini.
Terimakasih kami sampaikan kepada Bpk Mustakhim Sahdan, S.KM.,M.Kes sebagai
dosen pengajar mata kuliah “Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Pariwisata” yang telah
memberikan arahan materi yang sangat bermanfaat terlebih dalam penyusunan makalah ini.
Tidak lupa pula saya sampaikan terimakasih kepada kedua orangtua dan teman-teman saya
atas do’a dan dukungannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Budaya Lahan Kering
Kepulauan dan Pariwisata”..
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karna itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini di kemudian
hari. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Flores Timur, 07 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Lahan kering 3
2.2 Ciri/karakteristik lahan kering di pulau Alor 4
2.3 Masalah dan potensi lahan kering di kepulauan Alor 4
2.4 Pembangunan lahan kering di kepulauan Alor 6
BAB III PENUTUP 2
3.1 Kesimpulan 2
3.2 Saran 2

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan kering di Nusa Tenggara Timur (NTT) mempunyai potensi yang lebih besar
dibandingkan lahan sawah karena peluang pengembangan lahan kering sangat terbuka
untuk mengembangkan berbagai komoditas unggulan lahan kering. Gambaran ini
memberikan arti bahwa lahan kering di NTT merupakan sumber mata pencaharian
penting bagi sebagian besar penduduk di wilayah ini. Potensi pengembangan pertanian
lahan kering cukup besar dibandingkan dengan lahan sawah karena, sangat dimungkinkan
untuk pengembangan berbagai macam komoditas pertanian untuk keperluan eksport,
dimungkinkan untuk pengembangan pertanian terpadu antara ternak dan tanaman,
perkebunan/kehutanan serta tanaman pangan, dimungkinkan dapat membuka peluang
kerja yang lebih besar dengan investasi yang relatif lebih kecil dibandingkan membangun
fasilitas irigasi untuk lahan sawah,dan dimungkinkan untuk pengentasan kemiskinan dan
keterbelakangan sebagian besar penduduk yang saat ini menggantungkan hidupnya di
lahan kering. Hanya saja selama ini potensi tersebut masih belum dikelola
secara serius. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh masih kurangnya pemahaman
tentang potensi lahan kering dan masih terbatasnya penelitian yang komprehensif dan
terpadu untuk mengembangkan pertanian lahan kering.

Pulau Alor memiliki kecamatan yang berbatasan laut dengan Negara RDTL yaitu
kecamatan Alor Timur, Pureman, Alor Selatan, Mataru, Alor Barat daya, Pantar Timur
dan Pantar Tengah dengan 22 desa perbatasan. Program dan kegiatan pembangunan
infrastruktur, ekonomi dan sosial belum berjalan optimal, Infrastruktur yang sudah
dibangun, antara lain: Pos Pengaman Lintas Batas, Pos Bea cukai, Kantor Imigrasi, Pos
TNI Angkatan Laut dan beberapa prasarana lainnya. Pulau Alor memiliki berbagai
potensi darat dan laut. Potensi perikanan dan kelautan: ikan, teri, tenggiri, tuna, baronang,
ekor kuning, Jenis kan karang hias seperti butterfly fish, angel fish, kepe-kepe, kan lepu.
Jenis non ikan: mutiara, rumput laut, teripang, ubur-ubur den kerang. Produksi hasil
budidaya laut (rumput laut don kerapu) tahun 2010 mencapai 136.008,3 ton basah.
Produksi perikanan darat (tambak dan kolam) mencapai 11,40 ton. Potensi pangan lokal
Jagung luas panen 4.179 ha dengan produksi 12.987 ton, padi sawah 4.020 ho produk
11.954 ton dan kedelal 329 ha dengan produksi 212,8 ton (Anonim, 2012),

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu budaya lahan kering?
2. Apa saja ciri/karakteristik lahan kering di pulau Alor?
3. Apa masalah dan potensi lahan kering di pulau Alor?
4. Bagaimana pembangunan lahan kering di pulau Alor?

1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan apa itu lahan kering
2. Untuk menjelaskan ciri/karakteristik lahan kering di kepulauan Alor
3. Untuk menjelaskan masalah dan potensi lahan kering di kepulauan Alor
4. Untuk mengambarkan bagaimana pembangunan lahan kering di kepulauan Alor

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lahan Kering


Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang
atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu
(Dariah et al,. 2004). Kebanyakan lahan kering terletak pada dataran rendah, yaitu
lahan kering yang letaknya < 700 m dpl dan lahan kering dataran tinggi yang terletak
antara 700 dan 2500 m dpl (Santoso, 2003). Selanjutnya Notohadinegoro (2000)
dalam Nurdin (2011), menjelaskan bahwa lahan kering adalah lahan yang berada di
suatu wilayah yang berkedudukan lebih tinggi yang diusahakan tanpa penggenangan
air.

Lahan kering di Indonesia telah banyak dimanfaatkan oleh petani untuk


penanaman tanaman pangan. Mulai dari lahan yang bertopografi datar ataupun
miring. Menurut BPS (2001) dalam Dariah et al., (2004), sekitar 56 juta ha lahan
kering di Indonesia (di luar Maluku dan Papua) sudah digunakan untuk pertanian.

Upaya pemanfaatan lahan kering secara optimal merupakan peluang yang


masih cukup besar, karena lahan kering mempunyai luasan relatif lebih besar
dibandingkan dengan lahan basah (Abdurachman et al., 1999 dalam Brata, 2004).
Namun pengembangan pertanian lahan kering dihadapkan pada masalah ketersediaan
air yang tergantung pada curah hujan,serta pada rendahnya kesuburan tanah dan
topografi yang relatif miring (Brata, 2004).

Topogrofi yang relatif miring akan menyebabkan terjadinya aliran permukaan dan
erosi saat turun hujan. Aliran permukaan mengakibatkan kehilangan bahan yang
terlarut (unsur hara, pupuk, dan pestisida) maupun yang terangkut berupa bahan
organik, dan bahan mineral halus (liat dan debu) serta mikroba yang dapat mencemari
lingkungan yang dilewati. Terlebih lagi aliran permukaan yang terbuang dari areal
yang meluas akibat perluasan pertanian lahan kering yang biasanya terjadi di bagian
tengah dan hulu daerah aliran sungai (DAS) telah menyebabkan meluasnya lahan
kritis, serta bencana banjir dan kekeringan di bagian hilir yang merupakan lahan
pertanian yang relatif lebih subur, dengan demikian perlu segera dikembangkan
teknik konservasi tanah yangmampu memanfaatkan air hujan seefektif mungkin
sebagai sumber air untuk pertanian lahan kering, sekaligus untuk menghindari
kerusakan lahan oleh erosi (Brata, 2004).

3
2.2 Ciri/Karakteristik Lahan Kering di Kepulauan Alor
Kabupaten Alor merupakan konfigurasi wilayah daratan yang bergunung dan
berbukit dengan iklim yang variatif sehingga cocok untuk pengembangan aneka
komoditi pertanian, tanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan peternakan. Jenis
lahan di Kabupaten Alor temasuk Vulkanik muda sehingga kaya unsur hara dengan
struktur tanah yang gembur dan subur. Solum tanah sedang sampai dalam, sehingga
tanah lebih stabil dengan kemampuan menahan air tinggi dan dapat diusahakan
berbagai jenis tanaman.

Luas tanah dengan tingkat kemiringan 00-01 derajat seluas 100,98 hektar atau
hanya sekitar 3,53% dari wilayah Kabupaten Alor yang luasnya mencapai 2.864,64
ha. Sementara tingkat kemiringan tanah antara 02-15 derajat mencapai 249,58 ha atau
sekitar 8,71%. Karena topografi tanah dari kedua kelompok kemiringan ini
merupakan lahan yang relatif datar, mengakibatkan daerah ini menjadi tempat
permukiman penduduk. Lokasinya pun berada di sepanjang pesisir, hal itu tampak
juga dari tingkat kepadatan rumah-rumah penduduk di wilayah pesisir yang relatif
tinggi. Adapun tanahnya memiliki kemiringan relatif tinggi sehingga kurang cocok
dijadikan sebagai lahan pertanian kecuali dengan membuat teras-teras untuk
mencegah terjadinya erosi jauh lebih luas, yaitu pada tingkat kemiringan 15-40 derajat
seluas 682,29 ha (23,82%), dan tanah yang lebih terjal lagi dengan kemiringan 40
derajat lebih seluas 1.831,79 ha (63,94%) (BPS Kabupaten Alor, 2008).

2.3 Potensi dan Masalah Lahan Kering di Kepulauan Alor


Salah satu daerah yang mengalami kerawanan pangan di Indonesia adalah
Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data Pemerintah Provinsi NTT
tahun 2005 mencatat bahwa dari 174 desa yang ada di seluruh Kabupaten Alor, hanya
8 desa (5%) saja yang relatif aman dari resiko rawan pangan. Padahal lahan di
Kabupaten Alor ini relatif luas, yaitu 136.237,88 hektar (ha) lahan kering dan 3.354,5
ha lahan basah. Namun lahan-lahan tersebut tidak seluruhnya dikelola oleh
masyarakat, sebab data tahun 2003 menunjukkan lahan kering yang dimanfaatkan
untuk memproduksi padi ladang, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar hanya 22.439 ha saja.
Artinya, sekitar 113.798,88 (84%) lagi lahan tidak dimanfaatkan secara maksimal
atau ditelantarkan. Demikianhalnya dengan lahan basah yang dimanfaatkan oleh
masyarakat sangat sedikit, yaitu hanya 183 ha saja. Produksi padi sawah dan lahan
kering sekitar 8.752,50 ton (BPS Kab. Alor, 2003). Bila volume produksi padi
itu dikonversikan dengan angka 0,632 maka jumlah padi tersebut setara dengan
5.531,58 ton beras. Kalau konsumsi beras per kapita adalah sekitar 148 kilogram
maka kebutuhan beras untuk dikonsumsi oleh penduduk di Kabupaten Alor yang
jumlahnya 171.187 jiwa (2004) kurang lebih 25.335,68 ton per tahun. Hal itu berarti
bahwa produksi beras Kabupaten Alor hanya mampu memenuhi sekitar 22% saja
akan kebutuhan beras penduduk di kabupaten tersebut. Sisa kebutuhan beras sekitar
78% harus didatangkan dari daerah lain. Kondisi ini mengakibatkan Kabupaten Alor
rentan terhadap kerawanan pangan terutama dari sisi ketersediaan beras.

4
Luas Lahan Kering Dirinci Tiap Penggunaannya tahun 2011

Jenis Penggunaan Lahan Kering Luas (Ha)


Tanah pekarangan 2.414
Tegalan/ kebun 8.216
Lading/huma 6.457
Padang rumput 22.646
Perkebunan 25.943
Kolam -
Rawa 18
Tambak 3
Hutan rakyat 38.524
Hutan negara 40.024
Sementara tidak diusahakan 116.303
Lain-lain 22.448
Total 283.036

Sesuai data tahun 2011, Pemanfaatan lahan kering berupa tanah pekarangan seluas
2.414 ha dimana terbesar berada pada kecamatan Pantar (980 ha), teluk mutiara (329
ha) dan Alor barat laut (167 ha). Pemanfaatan untuk Tegalan/ kebun seluas 8.216 Ha
dimana terbesar di kecamatan pantar tengah (1.006 ha), Alor barat Laut (967 ha) dan
pantar timur (915 Ha). untuk ladang/ huma seluas 6.457 ha terbesar di kecamatan
Alor barat Laut (788 ha). Lahan kering berupa padang rumput seluas 22.646 Ha
terbesar di kecamatan alor timur (4.600 ha), Alor Tmur laut (3.690 ha) dan Alor barat
Daya (3.530 ha).

Lahan kering yang diperuntukkan untuk perkebunan seluas 25.943 ha dimana


terbesar berada di kecamatan alor barat daya (4.671 ha), Alor Selatan (3.019 ha) dan
Pantar tengah seluas 2.712 Ha. Daerah rawa seluas 18 Ha yang tersebar di 5
kecamatan dan terbesar di kecamatan alor timur, Alor timur laut dan teluk mutiara
masing-masing 5 ha. Lokasi tambak terdapat dikecamatan pantar barat, teluk mitiara
dan alor barat laut masing-masing 1 ha.

Lahan yang diperuntukkan sebagai hutan rakyat seluas 38.542 ha dimana terbesar
berada dikecamatan Alor Barat Daya seluas 11.686 Ha, Alor timur 8.066 ha dan
pantar timur (3.087 Ha). Hutan rakyat terkecil berada di kecamatan teluk mutiara
seluas 5 ha dan kecamatan kabola seluas 10 ha. Sedangkan untuk hutan negara
terbesar di alor Barat Daya (17.641 ha) dan Alor Selatan (8.745 ha).

Sementara itu lahan yang sementara ini belum ada pemanfaatanya seluas 116.303
ha, terluas berada di kecamatan Alor Timur (28.819 ha), pantar tengah (19,578 ha)
dan pantar barat laut (12.864 Ha).

5
Potensi utama daerah pertanian di Kabupaten Alor adalah jagung, kacang tanah,
kedelai, padi, ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau, jambu mente, kenari, dan kemiri.
Potensi ini sebagian besar untuk dikonsumsi dan hanya sebagian kecil saja yang dijual
untuk membeli kebutuhan lain yang tidak dapat mereka produksi.

Untuk menjaga tingkat produksi dan keberlanjutan produksi pertanian, maka


dibentuk kelompok-kelompok kerja. Salah satu kelompok kerja bernama Kelompok
Penanam Sayur di Desa Lewola, yaitu kelompok yang berada di desa dengan sumber
daya air yang kurang, menjadi contoh bagaimana anggota kelompok sulit air itu dapat
bekerjasama dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Pola
kerjasama antaranggota yang dibantu oleh “Yayasan Citra Hidup dan Alfa Omega”
ini dapat menghasilkan bahan makanan guna menunjang upaya meningkatkan
ketahanan pangan di desa tersebut (Haba, 2009: 172).

Iklim yang tidak menentu merupakan hambatan atau masalah yang klasik di Alor.
Selain itu curah hujan yang juga tidak menentu dan merata dimana musim
penghujan relatif lebih pendek daripada musim kemarau. Keadaan geografis yang
berbukit dan wilayah yang terjal merupakan rintangan untuk percetakan atau
perluasan lahan sawah dan ladang untuk tanaman pangan.

2.4 Pembangunan Lahan Kering di Kepulauan Alor

Anda mungkin juga menyukai