Anda di halaman 1dari 132

KIPRAH KEHUTANAN

50 TAHUN SULAWESI UTARA


1964 - 2014

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara


Balai Penelitian Kehutanan Manado
Balai KSDA Sulawesi Utara
BPKH Wilayah VI Manado
BPDAS Tondano
Balai TN Bunaken
Balai TN Bogani Nani Wartabone
Universitas Sam Ratulangi

iii
KIPRAH KEHUTANAN
50 TAHUN SULAWESI UTARA
1964 - 2014

Pengarah:
Ir. Herry Rotinsulu (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara)
Ir. Muh. Abidin, M.Si (Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manado)
Ir. Sudiyono (Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara)
Ir. Zahari Sipayung, M.Si (Kepala BPKH Wilayah VI Manado)
Ir. Noel Layuk Allo, MM (Kepala Balai TN Bogani Nani Watabone)
Ir. Aris Sutjipto, MM (Kepala BPDAS Tondano)
Ir. Ari Subiyantoro, MP (Kepala Balai TN Bunaken)

Penanggungjawab:
Ir. Muh. Abidin, M.Si

Penyusun:
Margaretta Christita
Johanes Wiharisno

Kontributor:
Abdul Latif, Arif, Nurhayati Samsudin, Rinto Hidayat, Suhandi,
Taufik Hamzah, Tribudi

Editor:
Ir. Muh. Abidin, M.Si
Dr. J S Tasirin

Desain Sampul dan Tata Letak:


Johanes Wiharisno

Sumber Foto:
Giyarto, Johanes Wiharisno, Margaretta Christita, BPDAS Tondano, BPKH
Wil. VI Manado, BTN Bunaken, BTN Bogani Nani Wartabone,
BPK Manado, BKSDA Sulut, Dinas Kehutanan Provinsi Sulut

Balai Penelitian Kehutanan Manado


Manado, 2014
ISBN : 978-602-96800-7-2

iv
Seruan Rimba
Hai perwira rimba raya mari kita bernyanyi
Memuji hutan rimba dengan lagu yang gembira
Dan nyanyian yang murni
Meski sepi hidup kita jauh di tengah rimba
Tapi kita gembira sebabnya kita bekerja
Untuk nusa dan bangsa
Rimba raya rimba raya
Indah permai dan mulia
Maha taman tempat kita bekerja (2x)
Rimba raya maha indah, cantik molek dan perkasa
Penghibur hati susah, penyokong nusa dan bangsa
Rimba raya mulia
Disitulah kita kerja disinar matahari
Gunung lembah berduri haruslah kita arungi
Dengan hati yang murni
Rimba raya rimba raya
Indah permai dan mulia
Maha taman tempat kita bekerja (2x)
Pagi petang siang malam rimba kita berseru
Bersatulah bersatu tinggi rendah jadi satu, bertolongan selalu
Jauhkan sifat kamu, yang mementingkan diri
Ingatlah nusa bangsa minta supaya dibela
Oleh kamu semua
Rimba raya rimba raya
Indah permai dan mulia
Maha taman tempat kita bekerja

v
Dr. Sinyo Harry Sarundajang
Gubernur Sulawesi Utara

vi
SAMBUTAN
Gubernur Sulawesi Utara

Secara geografis, geopolitik dan geostrategi, Provinsi Sulawesi Utara berada


di lintasan sangat strategis yang sangat berpotensi menjadi pintu gerbang
Indonesia di kawasan Asia Pasifik. Letak geografis Sulawesi Utara berada di
tengah kawasan Barat dan Timur Indonesia dan menempati Tepian Pasifik
(Pacific Rim) yang sangat prospektif dalam konteks perdagangan regional dan
internasional. Nilai strategis tersebut ditopang faktor internal berupa besarnya
potensi sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif (comparative
advantages) berupa perikanan, pertanian, perkebunan dan kehutanan.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK 734/Menhut-II/2014 tentang
Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Utara, Kawasan
hutan Sulawesi Utara memiliki luas hutan konservasi 314.965 ha, hutan lindung
161.784 ha, dan hutan produksi 287.990 ha. Berbagai potensi sumber daya
alam hutan yang tersimpan di dalam kawasan hutan sangat beragam dan tak
ternilai, berupa kayu maupun non kayu, keanekaragaman hayati berupa flora
dan fauna, plasma nutfah dan potensi jasa lingkungan, termasuk oksigen serta
potensi sebagai pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi. Potensi ini saya
harapkan mampu menjadi trigger guna memicu tumbuhnya sentra-sentra
ekonomi di seluruh pelosok Sulawesi Utara. Pada sisi lain sektor kehutanan
saya harapkan mampu menjaga daya dukung dan keseimbangan lingkungan
agar pembangunan yang kita laksanakan bersama tidak menimbulkan dampak
negatif atau bencana di masa depan.
Saya menyambut baik inisiatif jajaran Rimbawan Sulawesi Utara untuk
menerbitkan buku ini. Buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara menjadi
semakin bermakna kala penerbitannya bertepatan dengan momentum Hari
Ulang Tahun ke – 50 (Tahun Emas) Provinsi Sulawesi Utara pada Tahun 2014.
Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan tinggi atas inisiatif penerbitan
buku ini oleh jajaran Dinas Kehutanan dan UPT Kementerian Kehutanan di
Provinsi Sulawesi Utara. Semoga buku ini memberikan kontribusi berharga
bagi kemajuan pembangunan Sulawesi Utara untuk mewujudkan masyarakat
berbudaya, berdaya saing dan sejahtera menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015.

Manado, September 2014
Gubernur Sulawesi Utara

Dr. Sinyo Harry Sarundajang


vii
Ir. Herry Rotinsulu
Kepala Dinas Kehutanan
Sulawesi Utara

viii
SEKAPUR SIRIH

Menyongsong usianya yang memasuki setengah abad, Provinsi Sulawesi


Utara terus melakukan terobosan-terobosan (break-through) guna
menjadikan Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang Indonesia di kawasan Asia
Pasifik serta mewujudkan masyarakat yang berbudaya, berdaya saing dan
sejahtera memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Visi Gubernur Sulawesi Utara Dr. Sinyo Harry Sarundajang tersebut perlu
mendapat apresiasi serta dukungan konkret semua pihak, khususnya
aparatur pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang mengabdi di Bumi
Nyiur Melambai.
Kehutanan adalah sektor yang telah turut serta berkiprah dan menjadi
bagian penting dalam perjalanan lima puluh tahun hingga memasuki Tahun
Emas (Golden Year) Provinsi Sulawesi Utara.
Buku ini memuat perjalanan sejarah dan kiprah Kehutanan mewarnai dan
berkontribusi dalam pembangunan Sulawesi Utara dari waktu ke waktu.
Periode panjang pembangunan sektor Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara
dibagai dalam 3 peiode pembangunan. Pertama, periode pemerintahan orde
lama 1964 – 1968 yang ditandai dengan kondisi sumber daya alam hutan dan
lahan masih berupa hutan primer. Kelembagaan kehutanan masih belum
tertata dan pelaksanaan pembangunan kehutanan mengikuti peraturan
pemerintah yang ada pada saat itu. Peraturan perundang-undangan yang
menjadi pedoman pegurusan hutan pada saat ini antara lain 1) Peraturan
Pemerintah Nomor 64 tahun 1957 tentang Penyerahan Sebagian dari Urusan
Pemerintah Pusat di lapangan Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat
kepada Daerah-daerah Swatantra Tingkat I; 2) Undang – Undang Nomor 5
tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan.
Kedua, periode pemerintahan orde baru 1968 – 1998, merupakan era
pemanfaatan hutan secara besar-besaran. Pada peride ini sektor kehutanan
mampu menyumbang devisa terbesar setelah migas. Kayu merupakan basis
utama industri kehutanan (wood-based industry). Investasi besar-besaran
dilakukan di berbagai usaha kehutanan, terutama di HPH (Hak Pengusahaan
Hutan). Produksi kayu bulat/log pada periode ini mencapai 2.960.424,01 m³.

ix
x
Seiring dengan berkurangnya luas kawasan hutan, pada periode ini dimulai
penataan kawasan dan kelembagaan sektor kehutanan. Ketiga, periode
pemerintahan reformasi 1998 – 2014, merupakan periode kehutanan
dengan paradigma yang berorientasi pada konservasi dan rehabilitasi,
pemanfaatan jasa lingkungan, mulai dikembangkan penelitian berbasis
kehutanan, penerapan iptek pada bidang kehutanan, pemberdayaan
masyarakat dan dikukuhkannya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai
model pengelolaan kehutanan masa depan yang lestari dan berkeadilan.
Tantangan kehutanan ke depan semakin kompleks dan menantang.
Pertumbuhan penduduk meningkatkan kebutuhan akan lahan. Krisis air,
energi dan pangan akan menjadi ancaman bagi generasi yang akan datang.
Kerusakan lingkungan dan penurunan daya dukung lahan akibat polusi,
pencemaran serta pemanfaatan lahan tidak sesuai kaidah konservasi akan
menjadi isu yang mengglobal. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya di
sektor kehutanan untuk mengurangi atau mengendalikan dampak-dampak
negatif pembangunan.
Buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara ini disusun sebagai salah
satu sumbangsih sektor Kehutanan menyongsong HUT ke – 50 (Tahun Emas)
Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 23 September 2014. Buku ini kami
harapkan dapat memotret sebagian perjalanan pengelolaan kehutanan,
para pelaku sejarah dan capaian yang telah diraih selama lima puluh tahun
Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini diharapkan mampu memberikan keyakinan
akan jati diri Kehutanan sekaligus introspeksi, evaluasi, rasa syukur dan
bangga atas apa yang telah diperbuat sektor Kehutanan.
Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi
mengenai pembangunan kehutanan bagi masyarakat luas.
Terima kasih dan penghargaan tinggi kepada semua pihak yang telah
berperan aktif dalam penyusunan buku ini, baik dari Unit Pelaksana
Teknis Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan maupun Program Studi
Kehutanan Universitas Sam Ratulangi. Tak lupa juga terima kasih kepada
seluruh kontributor yang telah menyumbangkan koleksi foto, gambar atau
tulisan sehingga buku ini dapat diselesaikan dengan baik.

Manado, September 2014


Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Utara

Ir. Herry Rotinsulu


Pembina Utama Madya
NIP. 19591018 198903 1 007

xi
xii
KATA PENGANTAR

Lima puluh tahun (1964-2014) adalah suatu perjalanan panjang menuju tahun
emas pembangunan Provinsi Sulawesi Utara. Untuk mengisi perjalanan panjang
pembangunan tersebut, sektor kehutanan melalui jajaran Dinas Kehutanan
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan
telah berperan penting sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan peraturan
perundangan turunannya, telah meletakkan dasar penting pengelolaan hutan
dimana basis pengelolaan hutan telah didesentralisasi kepada pemerintah
daerah. Mandat pengelolaan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan
Provinsi/Kabupaten/Kota yang menangani kehutanan beserta Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan.
Peran yang diemban UPT adalah dalam rangka mensinergikan dan mendukung
pemerintah daerah dalam sektor kehutanan dengan melengkapi data dan
informasi terbaharui dalam rangka penyusunan kriteria, standar, norma dan
indikator pengelolaan hutan lestari sebagai acuan pengelolan hutan di Provinsi
Sulawesi Utara. Selama periode 50 tahun Sulawesi Utara, pembangunan sektor
kehutanan telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Penyusunan buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara dalam
pembangunan Provinsi Sulawesi Utara, telah diselesaikan bekerjasama antara
Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota, UPT Kementerian Kehutanan,
Unsrat, LSM dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu, selaku kordinator UPT,
saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Kepada teman-teman
Tim penyusun buku ini dari BPK Manado, saya mengucapkan terima kasih atas
dedikasinya.
Semoga buku ini menjadi inspirasi pembangunan sektor kehutanan dimasa
mendatang.
Manado, September 2014
Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manado
Selaku Kordinator UPT Kementerian Kehutanan

Ir. Muh. Abidin, MSi


NIP. 19600611 198802 1001

xiii
xiv
DAFTAR ISI

Sambutan Gubernur.................................................................................... vii


Sekapur Sirih................................................................................................ ix
Kata Pengantar............................................................................................. xiii
Daftar Isi...................................................................................................... xv
Daftar Tabel................................................................................................. xvi
Daftar Gambar............................................................................................. xvii
I Pendahuluan....................................................................................... 1
II Periode Pemerintahan Orde Lama (1964-1968)............................................ 11
III Periode Pemerintahan Orde Baru (1968-1998).............................................. 15
IV Periode Pemerintahan Reformasi (1998-2014)......................................... 25
V Pendapatan Daerah Dari Sektor Kehutanan................................................. 75
VI Prospek dan Tantangan Kehutanan Sulawesi Utara (2014 - Kedepan)......... 81
VII Penutup............................................................................................... 87
Daftar Pustaka............................................................................................. 91
Lampiran..................................................................................................... 95

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penutupan Lahan Prov. Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran


Citra Satelit Tahun 1994-1995........................................................ 21
Tabel 2. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di
Sulawesi Utara Tahun 1970-1997................................................ 22
Tabel 3. Perusahaan HPH Yang Masih Aktif s.d. Juli 2001......................... 23
Tabel 4. Perkembangan Luas Kawasan Hutan Sulawesi Utara.................. 35
Tabel 5. Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu (IUPHHK)............................................................................. 39
Tabel 6. Luasan Lahan Kritis Dalam Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi
Utara............................................................................................ 40
Tabel 7. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Provinsi Sulawesi
Utara Tahun 2003-2006 .............................................................. 42
Tabel 8. Kebun Bibit Rakyat di Provinsi Sulawesi Utara............................ 43
Tabel 9. Pembangunan Hutan Rakyat di areal MDM (Model Das Mikro)
Sulawesi Utara ............................................................................ 46
Tabel 10. Hutan Kota di Provinsi Sulawesi Utara......................................... 47
Tabel 11. Potensi Jasa Lingkungan di Provinsi Sulawesi Utara.................... 50
Tabel 12. Potensi Wisata di Taman Nasional Bunaken................................ 51
Tabel 13 Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
(KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara................................................ 63
Tabel 14. Komposisi Pengajar Program Studi Kehutanan Unsrat 2014....... 70
Tabel 15. Jumlah Mahasiswa Program Studi Kehutanan Universitas Sam
Ratulangi 2014............................................................................ 70
Tabel 16. Besaran Anggaran Dinas dan UPT Kementerian Kehutanan
Tahun 2010-2014......................................................................... 79

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bentang Alam di S ulawesi Utara................................................ 4


Gambar 2. Cagar Alam Tangkoko salah satu site keanekaragaman hayati
di Sulawesi Utara........................................................................ 6
Gambar 3. Salah satu tekstur pohon di Sulawesi Utara.................................. 9
Gambar 4. Hutan Alam di Kotamobagu......................................................... 12
Gambar 5. Pohon tidur Tarsius di Cagar Alam Tangkoko................................... 16
Gambar 6. Peta Goenoeng Kawatak.............................................................. 20
Gambar 7. Persemaian milik masyarakat....................................................... 26
Gambar 8 Pulau Manado Tua dan Pulau Bunaken dilihat dari puncak
Tahura Gunung Tumpa................................................................. 30
Gamabr 9. Kantor-kantor Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara................... 35
Gambar 10. Pola Ruang.................................................................................. 36
Gambar 11. Diagram Pembagian Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Utara 2014.. 37
Gambar 12 Kegiatan Penataan Batas Kawasan .............................................. 38
Gambar 13. Semai di Permaian Permanen BPK Manado................................. 41
Gamabr 14. Persemaian Permanen di Manado dan TN Bogani Nani
Wartabone.................................................................................. 42
Gambar 15. Seminar, Kebun Bibit Rakyat dan Hutan Kota............................... 48
Gambar 16. Pesona Matahari Tenggelam di TN Bunaken.............................. 52
Gambar 17 Keragaman Terumbu Karang di TN Bunaken............................... 53
Gambar 18. Maleo di TN Bogani Nani Wartabone.......................................... 54
Gambar 19. Air Terjun di TN Bogani Nani Wartabone..................................... 55
Gambar 20 Peta Tahura Gunung Tumpa......................................................... 56
Gambar 21 Kegiatan Pengelolaan di Tahura Gunung Tumpa......................... 57
Gambar 22. Keindahan Alam TWA Batuangus................................................ 58
Gambar 23. Flora dan Fauna TWA Batuputih.................................................. 60
Gambar 24. Anoa di BPK Manado................................................................... 65
Gambar 25. Kegiatan Penelitian, Seminar dan Perjanjian Kerjasama............. 66

xvii
Gambar 26. Arboretum BPK Manado.............................................................. 68
Gambar 27. Kunjungan SD GMIM Atas Tahun 2014........................................ 69
Gambar 28. Kegiatan Kerja Bakti Pasca Banjir dan Tanah Longsor.................. 69
Gambar 29. Rapat Koordinasi Tim Terpadu Pengamanan Hutan , Dipimpin
oleh Wakil Gubernur Sulawesi Utara ,
Dr. Djouhari Kansil, M. Pd............................................................ 72
Gambar 30 Aktivitas Perlindungan dan Pengamanan Hutan......................... 74
Gambar 31. PDRB Sulawesi Utara Triwulan I/2014......................................... 78
Gambar 32. Diagram PNBP BKSDA Sulawesi Utara......................................... 78
Gambar 33. Listrik Yang Berada di Dalam Kawasan Hutan.............................. 82
Gambar 34. Keindahan Sulawesi Utara........................................................... 88
Gambar 35. Keindahan Pulau Sara di Kab. Kep. Talaud................................... 88
Gambar 36. Cardinal Fish................................................................................ 88

xviii
BAB I
PENDAHULUAN
2 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB I
PENDAHULUAN

A. Sekilas Sulawesi Utara


Pulau Sulawesi dan kepulauan disekitarnya telah lama dikenal dan merupakan tempat
yang melegenda, yang memikat Alfred Russel Wallace saat menjelajah pulau ini pada
tahun 1856, 1857, dan 1859. Memiliki posisi khusus dalam peta keragaman hayati dunia,
dengan tingkat keanekaragaman dan endemisitas tinggi yaitu sebagai kawasan peralihan
dan percampuran antara flora-fauna Oriental (Asia) dan Australia (Australo-Papua).
Provinsi Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang terletak di bagian utara pulau
Sulawesi dengan ibukota di Kota Manado. Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara terletak
pada 0ᴼLU-3ᴼLU dan 123ᴼBT-126ᴼBT. Provinsi Sulawesi Utara dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964 tentang Pembentukan
Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000, tentang
Daerah Otonomi Baru, Provinsi Sulawesi Utara dimekarkan menjadi dua daerah otonomi
setingkat Provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo. Luas wilayah
Provinsi Sulawesi Utara 15.069 km² yang terbagi menjadi sebelas kabupaten dan empat
kota. Berdasarkan sensus penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk
Sulawesi Utara sebanyak 2.270.596 jiwa.
Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara berbatasan dengan :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi
- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Maluku
- Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 3


Gambar 1. Bentang Alam di Sulawesi Utara Foto: Balai KSDA Sulawesi Utara
B. Kondisi Topografi
Kondisi topografi Provinsi Sulawesi Utara cukup beragam mulai dari daerah dengan
kemiringan landai sampai curam dan daerah datar, berbukit-bukit sampai pegunungan
(dengan ketinggian 0-1995 m dpl). Terdapat 41 buah gunung dengan ketinggian berkisar
1112-1995m dpl dan satu gunung di bawah laut yaitu Gunung Mangetan. Sebagian besar
gunung merupakan gunung berapi aktif. Gunung berapi aktif menyebabkan sebagian besar
wilayah di Provinsi Sulawesi Utara sangat subur, tetapi dilain pihak dapat menimbulkan
kerawanan. Selain gunung, di Provinsi Sulawesi Utara terdapat pula banyak sungai dan
danau. Tercatat sebanyak 30 sungai dan 17 danau, dimana sungai dan danau dapat
dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan perikanan.

C. Kekayaan Flora, Fauna dan Panas Bumi

Sebagai bagian dari peralihan bioregion Indomalaya dan Australasia, yang dikenal dengan
garis khayal Wallacea, wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik
flora maupun faunanya. Spesies asli (native species) atau disebut juga indigenous species
dimana spesies-spesies tersebut menempati ekosistem secara alami tanpa campur tangan
manusia. Kehadiran spesies ini melalui proses alami tanpa intervensi manusia. Diantara
species asli, dijumpai species endemik, yaitu spesies flora dan fauna yang hanya bisa
ditemukan di sebuah di Provinsi Sulawesi Utara dan tidak ditemukan di zona, pulau atau
negara lain. Beberapa Jenis flora khas Sulawesi Utara antara lain: aren (Arenga pinnata
Merr), kayu eboni (Diospyros spp), cempaka (Magnolia sp), gofasa (Vitex quinata), kayu
arang (Cratoxylon celebicum), kayu bugis (Koordesiodendron celebicum), kayu besi pantai
(Pongamia pinnata), kayu Inggris (Eucalyptus deglupta), kayu kambing (Garuga floribunda),
kedondong hutan (Spondias pinnata), kemiri (Aleurites moluccana), kenari (Canarium
amboinensis), kenari hutan (Canarium vulgare), ketapang (Terminalia supitiana), nantu
(Palaqium obtusifolium), pakoba (Trycalisia minahasae) dan cempaka wasian (Elmerrillia
ovalis).
Sedangkan beberapa jenis fauna khas Provinsi Sulawesi Utara adalah: tangkasi/ tarsius
(Tarsius sp), anoa (Buballus depresicornis), babirusa (Babyroussa babirussa), celepuk
sulawesi (Otus manadensis), monyet hitam (Macaca nigra), maleo (Macrocephalon maleo),
betet kelapa (Tanygnatus sp), rangkong (Rhyticeros cassidix), sampiri (Eos histrio), serindit
sulawesi (Lorinculus exhilis).
Selain flora dan fauna, kawasan hutan juga menyimpan sumberdaya alam tidak terbarukan
yaitu potensi geothermal berupa kandungan panas bumi cukup besar antara lain di Gunung
Duasudara, Airmadidi, Lahendong, Tompaso, Gunung Ambang dan Kotamobagu.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 5


Gambar 2. Cagar Alam Tangkoko, salah satu site keanekaragaman hayati di Sulawesi Utara

Beberapa Jenis flora khas Sulawesi Utara antara lain:

Aren (Arenga Pinnata Merr) Kenari hutan (Canarium vulgare)


Cempaka (Magnolia elegans) Ketapang (Terminalia supitiana)
Gofasa (Vitex quinata) Nantu (Palaqium obtusifolium)
Kayu arang (Cratoxylon celebicum) Pakoba (Eugenia minahasae)
Kayu bugis (Koordesiodendron celebicum) Cempaka Wasian (Elmerrillia ovalis)
Kayu besi pantai (Pongamia pinnata)
Kayu Inggris (Eucalyptus deglupta)
Kayu kambing (Garuga floribunda)
Kedondong hutan (Spondias pinnata)
Kemiri (Aleurites moluccana)
Kenari (Canarium amboinensis)

6 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Foto: Giyarto

Beberapa jenis fauna khas Sulawesi Utara antara lain:

Anoa (Buballus depresicornis)


Babirusa (Babyroussa babirussa)
Celepuk Sulawesi (Otus manadensis)
Monyet Hitam (Macaca nigra)
Maleo (Macrocephalon maleo)
Betet Kelapa (Tanygnatus sp)
Rangkong (Rhyticeros cassidix)
Sampiri (Eos histrio)
Serindit sulawesi (Lorinculus exhilis)
Tangkasi (Tarsius tersier)

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 7


D. Hutan dan Kehutanan
Berdasarkan Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan didefinisikan
sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan, berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan Kehutanan adalah sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan
secara terpadu.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. : 452/Kpts-II/1999 tanggal 17 Juni 1999 tentang
penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Utara luas kawasan yang
ditetapkan sebesar 814.579 ha terdiri dari kawasan hutan daratan seluas 725.514 dan
taman nasional laut seluas 89.065 ha. Kawasan hutan ini memiliki berbagai potensi
antara lain kayu dan hasil hutan bukan kayu termasuk potensi obyek dan daya tarik
wisata. Dengan semakin pesatnya pembangunan wilayah, maka semakin meningkat pula
kebutuhan terhadap sumberdaya alam hutan dan lahan. Permintaan kayu dan non kayu
secara nasional terus meningkat. Data kebutuhan kayu nasional tahun 2014 sebesar 42,3
juta m³ dan pada tahun 2050 konsumsi kayu dunia diperkirakan sebesar 6 milyar m³ per
tahun. Terjadi kesenjangan yang semakin lebar antara permintaan dan penawaran kayu
secara nasional dan global. Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan kayu nasional dari
pembangunan hutan tanaman rakyat, hutan tanaman industri dan hutan rakyat serta dari
gerakan penanaman oleh masyarakat. Di Provinsi Sulawesi Utara kebutuhan kayu disamping
sebagai perumahan, juga untuk keperluan industri perkayuan termasuk pembuatan rumah
Woloan (rumah tradisional Sulawesi Utara yang banyak diminati oleh konsumen dalam dan
luar negeri).
Pengelolaan kawasan hutan tidak terlepas dari keberadaan instansi-instansi yang
bertanggung jawab dalam bidang kehutanan sesuai dengan tupoksi dan kewenangan
masing-masing. Sesuai Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, pengelolaan kawasan hutan di
daerah dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Delegasi
pengelolaan kawasan hutan dimandatkan kepada Dinas Kehutanan beserta jajarannya dan
unit pelaksana teknis kementerian kehutanan. Sejak tahun 2007, unit pelaksana teknis di
Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 6 unit yaitu ;
1. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VI Manado
2. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Tondano
3. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara
4. Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (BTNBNW)
5. Balai Taman Nasional Bunaken, Manado
6. Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado

E. Peran Hutan Dalam Pembangunan Sulawesi Utara


Dalam pembangunan Provinsi Sulawesi Utara, pengelolaan hutan tidak dapat dilepaskan
dari peran masyarakat, BUMN, perusahaan swasta sebagai stakeholder, yang didukung
oleh akademisi dan Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) sebagai fasilitator dan mitra
kerja instansi pemerintah. Hutan dan kehutanan dari periode ke periode pembangunan
Provinsi Sulawesi Utara mengalami pasang surut. Pada awalnya kawasan hutan secara de
8 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
facto dan de jure mendominasi
luas wilayah, selanjutnya
memasuki era pemanfaatan,
rehabilitasi dan konservasi serta
pemberdayaan masyarakat.
Perkembangan pengelolaan
hutan serta sumbangsihnya
terhadap pertumbuhan
ekonomi diulang tahun emas
(50 tahun) sejak lahirnya
Provinsi Sulawesi Utara 23
September 1964, dibagi dalam
3 (tiga) fase pemerintahan
yaitu periode pemerintahan
Orde Lama (1964 – 1968),
periode pemerintahan Orde
Baru (1968 – 1998) dan periode
pemerintahan reformasi (1998 –
2014), berikut ini diuraikan dan
dituangkan dalam buku Kiprah
Kehutanan 50 tahun Sulawesi
Utara.

Gambar 3. Salah satu tekstur pohon Foto: Margaretta Christita


di Sulawesi Utara
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 9
10 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB II
PERIODE PEMERINTAHAN ORDE LAMA
(1964 - 1968)
Gambar 4. Hutan Alam di Kotamobagu Foto: Johanes Wiharisno

12 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


BAB II
PERIODE PEMERINTAHAN ORDE LAMA
(1964 - 1968)

Periode Pemerintahan Orde Lama (1964 – 1968)


Pada awal terbentuknya, Provinsi Sulawesi Utara telah memiliki institusi yang berwenang
mengatur kebijakan-kebijakan kehutanan di daerah. Kantor Inspeksi Kehutanan berdiri
pada tahun 1961, dikepalai oleh Thung Pang Sui (1961 - 1964) dilanjutkan oleh Ir. V. Tobing
(1964-1968). Pengurusan hutan dilaksanakan oleh Kantor Inspeksi Kehutanan dengan
wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah yang berdiri tahun 1961. Di Kabupaten
berbentuk kantor Dinas Kehutanan Daerah (KDKD), meliputi: KDKD Minahasa, KDKD
Bolaang mongondow, KDKD Gorontalo, KDKD Sangihe Talaud.
Pada masa ini, penataan dan pengelolaan hutan, baru direncanakan dan dilaksanakan di
Pulau Jawa, yang dikenal dengan pengelolaan hutan jati. Sedangkan di luar Pulau Jawa
belum semaju dengan di Pulau Jawa, salah satu kendalanya karena permintaan kayu rimba
belum tinggi dan infrastruktur belum mamadai. Dari sisi perundang-undangan, periode
ini ditandai dengan lahirnya Undang-undang nomor: 5 tahun 1967, tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kehutanan. Undang-undang ini menjadi tonggak sejarah pengelolaan
hutan di Indonesia, termasuk di Provinsi Sulawesi Utara. Dalam undang-undang ini telah
mengatur perencanaan dan pengelolaan serta pemanfaatan hutan. Kondisi sumberdaya
alam hutan dan lahan pada masa ini masih hutan primer, dimana sebagian wilayah masih
didominasi kawasan hutan baik de facto maupun de jure. Deforestasi dan degradasi
hutan dan lahan terjadi secara alamiah.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 13


14 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB III
PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU
(1968-1998)
Gambar 5. Pohon Tidur Tarsius di Cagar Alam Tangkoko Foto : Giyarto

16 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


BAB III
PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU
(1968-1998)

A. Kelembagaan Pengelolaan Hutan dan Kehutanan


1. Dinas Kehutanan Dati I Provinsi Sulawesi Utara
Di awal periode pemerintahan ORBA, kelembangaan pengelola hutan dan kehutanan di
Daerah mengalami perubahan organisasi mengikuti perkembangan aktivitas hutan dan
kehutanan. Di Provinsi Sulawesi Utara, yang mulanya Kantor Inspeksi Kehutanan Sulawesi
Utara - Tengah berubah namanya menjadi Dinas Kehutanan Provinsi Dati I Provinsi Sulawesi
Utara pada tahun 1968 - 2001.
Dinas Kehutanan mencatat pada tingkat tapak/kabupaten, kelembagaan pengurusan hutan
berbentuk Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) atau Cabang Dinas Kehutanan (CDK) yang
merupakan kepanjangan tangan Dinas Kehutanan Provinsi, meliputi : a) KPH Minahasa, b)
KPH Bolaang Mongondow, c) KPH Gorontalo, d) KPH Sangihe Talaud.

2. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI


Kelembagaan pengelolaan hutan dan kehutanan pada masa ORBA di tingkat pusat
berada di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian sampai dengan
terbentuknya Departemen Kehutanan pada tahun 1983. Di bawah Direktorat Jenderal
Kehutanan, dibentuklah pelaksana teknis di wilayah. Bidang planologi kehutanan sejak
tahun 1971, telah memiliki institusi di daerah bernama Brigade V Planologi Kehutanan,
berkedudukan di Ujung Pandang (sekarang dikenal dengan sebutan Makassar), sesuai Surat
Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor : 97/Kwt/SD/1971 serta Nomor : 1943/A-2/D.A/71
dengan tugas Inventarisasi, Pemetaan, Pengukuhan Hutan dan efisiensi Tata Guna Tanah,
wilayah kerjanya meliputi seluruh Pulau Sulawesi.
Pada tahun 1978 Brigade V Planologi Kehutanan berubah nama menjadi Balai Planologi
Kehutanan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 430/Kpts/Org/7/1979. Untuk
mempercepat pemantapan batas kawasan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara
pada tahun 1981 dibentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) bernama Sub Balai Tata Hutan,
berkedudukan di Manado. UPT tersebut bertanggung jawab kepada Balai Planologi
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 17
Kehutanan V Ujung Pandang. Wilayah kerja Sub Balai Tata Hutan ini meliputi Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah. Pada tahun 1984 berdiri UPT yang bernama Balai Inventarisasi
dan Perpetaan Hutan (BIPHUT) Wilayah VI yang merupakan pemekaran organisasi Balai
Planologi V Ujung Pandang dan Sub Balai Tata Hutan berubah namanya menjadi Sub Balai
Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (Sub BIPHUT) Manado dengan wilayah kerja meliputi
Provinsi Sulawesi Utara.

3. Balai Pengelolaan DAS Tondano


Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai
sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang tertuang dalam program penyelamatan hutan,
tanah dan air. Diawali dengan pembentukan pelaksana proyek dengan nama Proyek
Perencanaan Penghijauan dan Reboisasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (P3RPDAS)
yang berada di bawah Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Kehutanan tahun
1976–1981 dengan tugas utama perencanaan dan koordinasi pelaksanaan reboisasi dan
penghijauan berbasis DAS. Program penyelamatan hutan tanah dan air dalam bentuk
kegiatan penghijauan dan reboisasi. Kegiatan utama yang telah dilakukan adalah reboisasi,
dan penghijauan serta bangunan sipil teknis dalam rangka pengendalian erosi dan
sedimentasi pada sarana irigasi yang vital. Sejarah keberadaan BPDAS Tondano tidak dapat
dilepaskan dari sejarah perkembangan kelembagaan rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah (RLKT) di Indonesia termasuk di Sulawesi Utara. Selanjutnya pada Tahun 1982 - 1983
lembaga keproyekan tersebut dirubah menjadi unit pelaksana teknis RLKT dengan nama
sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (sub BRLKT) yang mencakup wilayah
DAS Tondano dan Bone Bolango. Pada tahun 1983 – 2000 berubah nama menjadi BRLKT
wilayah X dengan wilayah kerja mencakup Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Selanjutnya pada Tahun 2004 berubah menjadi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Tondano (BPDAS Tondano) hingga saat ini.
Sungai Tondano dipilih sebagai nama lembaga berdasarkan pertimbangan sejarah dan
peran ekonomi dan ekologi Sungai Tondano sebagai aset nasional. Fungsi ekonomi dan
ekologis memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, melalui
manfaat langsung (tangible) dan tidak langsung (intangible). Nilai jasa lingkungan
sumberdaya alir ekosistem DAS Tondano diantaranya; energi listrik yang dihasilkan dari
tiga unit pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada saat ini di sepanjang sungai Tondano
dengan daya sebesar 51.38 MW, dan direncanakan pembangunan unit ke empat yang
akan menghasilkan daya sebesar 12 MW. Mempertimbangkan peran vital tersebut maka
pada tahun 2012 DAS Tondano ditetapkan sebagai DAS prioritas strategis nasional.
Wilayah kerja BP DAS Tondano mencakup seluruh wilayah Sulawesi Utara yang secara
teknis terbagi atas 24 satuan wilayah pengelolaan DAS (SWP DAS) yaitu: DAS Tondano, DAS
Likupang, DAS Ratahan Pantai, DAS Tumpaan, DAS Ranoyapo, DAS Poigar, DAS Dumoga
Mongondow, DAS Buyat, DAS Molibagu, DAS Sangkub Langi, DAS Mahena, DAS Essang,
Sebagian DAS Poto Atinggola, Sebagian DAS Bone Bolango, dan Sebagian DAS Batudaa
Bone Pantai, DAS Essang dan DAS Mahena serta wilayah DAS yang berupa ekosistem
pulau kecil (kurang dari 15.000 ha) yaitu DAS Kepulauan Nusa Tabukan, Pulau Biaro, Pulau
Bunaken, P. Kabaruan, P. Lembeh, P. Siau, P. Tagulandang, P. Talise dan Pulau Lirung.

18 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


4. Kantor Wilayah Kehutanan
Pada periode Kabinet Pembangunan IV (19 Maret 1983 - 22 Maret 1988), yang
ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Maret
1983, untuk pertama kalinya pada masa ORBA dibetuk Departemen Kehutanan.
Guna mengenang pembentukan Departemen Kehutanan, setiap tanggal 16 Maret
ditetapkan sebagai hari bakti rimbawan. Seiring dengan pembentukan Departemen
Kehutanan, pada tahun 1984 dibentuklah Kantor Wilayah Departemen Kehutanan
di Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan peraturan perundangan, Kanwil Kehutanan
bertugas penyusunan rencana, pengendalian, pembinaan dan pemanfaatan
kawasan hutan di daerah.

5. Balai Konservasi Sumberdaya Alam


Pada tahun 1972 terbentuklah Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Provinsi
Sulawesi Utara, yang mana dari tahun 1977 s/d 1979 atas dukungan World Wildlife Fund
(WWF) Seksi PPA Bolaang Mongondow dipimpin oleh Dr. John Mackinnon. Pada tahun
1977, Tim WWF membuat proposal dan mengusulkan pembentukan Cagar Alam yang
meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Dumoga, proposal ini mengusulkan ± 52.000 Ha areal
vital dijadikan sebagai daerah tangkapan air untuk keperluan irigasi di daerah Dumoga.
Pada tahun yang sama Tim Survey PPA mengusulkan 106. 640 Ha kawasan hutan
untuk dijadikan sebagai Cagar Alam (CA), 58.240 Ha sebagai Suaka Margasatwa (SM),
dan 1600 Ha sebagai Taman Wisata Alam (TWA). Adanya tumpang tindih peruntukan
kawasan dengan proposal pengusahaan hutan oleh PT. Intomast Utama, maka
usulan dari PPA tersebut dikurangi oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Utara menjadi
107.000 Ha untuk Suaka Margasatwa dan tidak termasuk DAS Dumoga (25.000
Ha), sehingga inilah yang menjadi hasil akhir dari proposal yang diusulkan oleh PPA.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 724/Kpts-II/1993 tanggal 8 Nopember
1993 tentang penetapan kelompok hutan Suaka Margasatwa (SM) Dumoga, SM Bone dan
Cagar Alam Bulawa di Kabupaten Gorontalo dan Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi
Utara seluas 287.113 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Taman Nasional.

B. Pemantapan Kawasan Hutan


Pemantapan kawasan hutan diawali dengan penunjukan parsial kawasan hutan. Sebagai
warisan pemerintah Hindia Belanda telah dilakukan penetapan kawasan hutan. Cagar
Alam (CA) Gunung Ambang pertama kali ditunjuk sebagai kawasan hutan berdasarkan
Keputusan Bupati Bolaang Mongondow tanggal 8 Pebruari 1962 No. BKD/4.5/Otonom/62
seluas 8.638 Ha yang terletak di Daerah Tk. II Bolaang Mongondow, Daerah Tk. I Sulawesi
Utara. Cagar Alam Gunung Ambang ditunjuk kembali oleh Menteri Pertanian berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 359/Kpts/Um/6/78 tanggal 21 Juni 1978 tentang
penunjukan Kawasan Hutan Gunung Ambang seluas 8.638 Ha yang terletak di daerah Tk. II
Bolaang Mongondow Daerah Tk. I Provinsi Sulawesi Utara sebagai Suaka Alam/Cagar Alam.
Pada tanggal 20 Desember 1984 diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
250/Kpts-II/1984 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Sulawesi
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 19
Gambar 6. Peta Goenoeng Kawatak Foto: BPKH Wil. VI Manado

4 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Utara seluas ± 1.877.220 Ha sebagai kawasan hutan, yang merupakan pertama kalinya
penunjukan kawasan hutan secara utuh untuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara (termasuk
Provinsi Gorontalo pada masa tersebut) dengan rincian luas kawasan hutan sebagai
berikut :
1. Hutan Suaka Alam dan Wisata : ± 326.590 ha
2. Hutan Lindung : ± 285.430 ha
3. Hutan Produksi Terbatas : ± 741.200 ha
4. Hutan Produksi : ± 202.500 ha
5. Hutan Bakau : ± 28.000 ha
6. Hutan Produksi yang dapat di-Konversi : ± 293.500 ha
Potensi kawasan hutan Sulawesi pada masa itu sebagian besar masih merupakan hutan
alam primer. Pada era 70-an, dimulai pengajuan ijin pengusahaan hutan oleh perusahaan
swasta. Kegiatan survey potensi kawasan yang dituangkan dalam green book potensi
kawasan hutan disetiap wilayah. Setelah selesainya survey potensi sebagian kawasan
hutan, data tersebut menjadi base line pengusahaan hutan dalam bentuk Hak Pengusahaan
Hutan (HPH).
Memasuki periode 1990-an, keadaan penutupan lahan Provinsi Sulawesi Utara, berdasarkan
hasil penafsiran citra landsat yang berkisar dari tahun 1994 s/d 1995 diwilayah daratan
Sulawesi Utara diketahui bahwa luas daratan yang masih berupa hutan (berhutan) adalah
sebesar 41,81% dan daratan yang bukan berupa hutan (non-hutan) sebesar 34,16 %.
Penutupan lahan non-hutan adalah penutupan lahan selain daratan yang bervegetasi hutan
yaitu berupa semak/belukar, lahan tidak produktif, sawah, lahan pertanian, pemukiman,
alang-alang dan lain-lain. Peta Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan
Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994-1995 terdapat pada Tabel berikut :
Tabel 1. Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit
Tahun 1994 -1995
Penutupan Lahan Luas (ha) Persen Luas
Berhutan 1.106.031 41,81
Bukan hutan 903.626 34,16
Berawa 635.586 24,03
Total luas yang ditaksir 2.645.243 100
Sumber : Pusat Data dan Perpetaan 1998

C. Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah


Rehabilitasi lahan kritis dan konservasi tanah memberikan sumbangsih bagi sektor
kehutanan dalam upaya mengurangi laju lahan kritis. Berdasarkan data Dinas Kehutanan
Provinsi Sulawesi Utara tahun 1981-1982 di Gorontalo ada persemaian 40 hektar ekuivalen
dengan 8000 hektar penanaman dengan total selama 10 tahun mencapai 50.000 hektar
dengan tingkat keberhasilan tanaman 35%. Penanaman rotan di Gunung Potong Minahasa
dan Paguyaman Gorontalo dimulai dan menjadi awal pengembangan sektor hasil hutan
bukan kayu. Kegiatan Rehabilitasi lahan dengan pengembangan hasil hutan bukan kayu
yang lain adalah kayu manis di Bolaang Mongondow seluas 250 ha, sagu baruk di Sangihe
Talaud seluas 250 hektar dan aren di Minahasa seluas 250 ha.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 21
Realisasi kegiatan reboisasi di Provinsi Sulawesi Utara tahun 1968-1974 seluas 1.025 ha,
tahun1975-1984 seluas 106.182 ha, dan tahun 1985-1994 seluas 29.737 ha.
Sedangkan data hasil kegiatan reboisasi dan penghijauan tahun 1970 – 1997 yang dilakukan
oleh BPDAS Tondano ada pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Hasil pelaksanaan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Sulawesi Utara tahun 1970-1997
(termasuk Provinsi Gorontalo)
No Jenis Kegiatan Total luas kumulatif sejak Keterangan
tahun 1970 - 1997
1 Penghijauan 189.071 ha
2 Demplot Pengawetan 84.335 unit
Tanah
3 Dam pengendali 181 unit
4 Hutan Rakyat 25.956 ha
5 Reboisasi 37.145 ha Khusus untuk Kabupaten
Minahasa seluas 11.155 ha
Sumber: BPDAS Tondano

D. Periode Pengusahaan Hutan


Kawasan hutan tropis Sulawesi dikenal menyimpan kakayaan alam yang berupa potensi
luas, jenis-jenis kayu berkualitas serta volume kayu berdiri yang sangat bermanfaat bagi
pembangunan untuk kehidupan umat manusia. Tahun 1970-an sudah banyak pengajuan
ijin pengusahaan hutan. Permasalahan yang dihadapi hampir sama dengan sebelumnya
dimana wilayah kerja yang cukup luas, personil dan anggaran serta infrastruktur yang masih
terbatas. Pemanfaatan hutan dalam bentuk HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dilaksanakan
oleh PT Wana Saklar di Bolaang Mongondow, PT Temboan Baru di Bolaang Mongondow,
PT Marabunta di Gorontalo. Pada masa ini pengelolaan kawasan hutan masih terbatas
dilakukan pengusaha-pengusaha lokal. Meskipun pada periode ini kegiatan pengusahaan
hutan lebih banyak dilakukan oleh pengusaha lokal, namun telah mulai dilakukan ekspor
kayu, tepatnya pada tahun 1970-1971. Pengapalan kayu log sekitar 6000 m³ per pengapalan,
dan satu tahun dapat mencapai 280.000 m³ . Pemanfaatan kayu hitam di Buroko mencapai
5000 ton. Pemanfaatan rotan mencapai 2500 ton per tahun dan mencapai puncak pada
5000 ton. Produksi hasil hutan bukan kayu dari tahun 1968-1974 meliputi Rotan sebanyak
926,80 ton, kayu manis sebanyak 86.457 kg, bambu sebanyak 114.167 batang, kayu bakar
bakau sebanyak 18.282,58 batang Berdasarkan Statistik Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara
Tahun 1994/1995, potensi produksi kayu sampai dengan tahun 1998/1999 diperkirakan
mencapai 8.500.000 – 13.000.000 m³.
Setelah dibukanya kran pemanfaatan hutan, tercatat 14 HPH melakukan usaha pengusahaan
hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Pada kawasan Hutan Produksi, khususnya pada
areal HPH yang masih aktif dan bekas areal HPH (Eks-HPH), telah dilakukan perhitungan
kembali berdasarkan data citra satelit Landsat tahun 1997 s/d 2000. Pada kawasan hutan
produksi, sampai dengan bulan Juli 2001 terdapat 11 unit perusahaan HPH yang

22 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


masih aktif dengan total luas 470.384 ha dengan data pada Tabel di bawah ini:
Tabel 3. Perusahaan HPH yang Masih Aktif s/d Juli 2001
Luas Areal
No Nama HPH Surat Keputusan Tanggal SK
dalam ribu (000)
1 PT. Centralindo Panca Sakti 663/Kpts-II/92 30-6-1992 87.85
2 PT. Sapta Krida Kita 1046/Kpts-II/92 10/9/1992 57
3 PT. Taiwi III 929/Kpts-II/91 17-12-1991 66.5
4 PT. Lembah Hijau Semesta 622/Kpts-II/90 13-11-1990 34
5 PT. Inimexintra 426/Kpts-II/91 19-7-1991 50.5
6 PT. GULAT II 70/Kpts-II/93 1/11/1993 21.5
7 PT. Huma Sulut Lestari 39/Kpts-II/2001 15-2-2001 26.8
8 PT. Sandi Jaya Satria 594/Kpts-II/99 2/8/1999 28.034
9 PT. Wenang Sakti 292/Kpts-II/99 7/5/1999 98.2
10 PT Inhutani I 797/Menhut-IV/93 29/04/1993 131
11 PT Bina Wana Sejahtera - Tidak Aktif sejak 1991/1992
Sumber: BPKH Wilayah VI Manado

Produksi kayu merupakan basis utama dari industri yang bergerak di sektor kehutanan
pada masa ini. Eksploitasi hutan diarahkan untuk mendukung wood based industry,
meningkatkan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja. Produksi kayu bulat/log
pada masa ini mencapai 2.960.424,01 m³.
Pada periode 1970-an hingga awal tahun 1990-an dikenal sebagai masa emas sektor
kehutanan dalam perolehan devisa. Sektor kehutanan merupakan penyumbang devisa
terbesar kedua setelah migas. Ungkapan hutan sebagai emas hijau yang membentang
sepanjang garis khatulistiwa di bumi pertiwi. Sektor kehutanan menjadi unggulan untuk
mendatangkan pendapatan menggerakkan roda perekonomian bangsa dari pusat sampai
ke daerah.
Permasalahan di bidang kawasan hutan pada era HPH antara lain adalah pemegang HPH
tidak melakukan pengelolaan hutan secara lestari, HPH hanya diberikan kepada kroni-kroni
pihak penguasa pada masa tersebut, penegakan hukum dibidang pengusahaan hutan tidak
berjalan baik, kurangnya pengawasan, rehabilitasi tidak berjalan dengan baik, perambahan
kawasan hutan untuk pemukiman dan perluasan lahan pertanian, illegal logging dan
kurangnya sarana dan prasarana.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 23


24 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB IV
PERIODE PEMERINTAHAN REFORMASI
(1998 - 2014)
Gambar 7. Persemaian milik masyarakat Foto: Johanes Wiharisno

24 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


BAB IV
PERIODE PEMERINTAHAN REFORMASI
(1998 - 2014)

A. Kelembagaan Pengelolaan Hutan dan Kehutanan


Sejalan dengan tuntutan desentralisasi pengelolaan kawasan hutan pada akhir masa
pemerintahan Orde Baru, disektor kehutanan telah melakukan kebijakan yang sangat
substansial dalam pengelolaan kawasan hutan. Pemikiran dan implemantasi kebijakan
tersebut mendorong lahirnya Undang-undang kehutanan nomor 41 tahun 1999. Inti dari
diterbitkannya undang-undang tersebut dan peraturan perundang-undangan turunannya
adalah pemberian mandat yang seluas-luasnya bagi pemerintah daerah untuk mengelola
kawasan hutan untuk meningkatkan fungsi ekonomi bagi masyarakat sekitar secara
berkeadilan yang diikuti oleh kelestarian kawasan hutan. Kementerian Kehutanan dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berupa membuat kriteria, standar, indikator
dan norma pengelolaan hutan yang berfungsi ekonomi dan kelestariannya. Kementerian
Kehutanan melalui jajaran UPT di bawahnya telah dengan konsisten dan konsekwen
menyusun data dan informasi dalam rangka penyusunan kriteria, indikator, standar dan
norma yang secara terus menerus terbarui sesuai dengan kondisi kawasan hutan dan sosial
ekonomi masyarakat. Pembangunan daerah sudah mulai dirasakan masyarakat sejalan
dengan era otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang nomor 22
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada jaman otonomi daerah, arah kebijakan pembangunan kehutanan bergeser dari era
pemanfaatan hutan menjadi era konservasi dan rehabilitasi. Sejalan dengan perubahan
arah tersebut, maka kelembagaan pengelolaan hutan berkembang pesat di Provinsi
Sulawesi Utara yaitu :

1. Kantor Wilayah Departemen Kehutanan

Pada era reformasi, sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku, Kanwil Kehutanan
telah mengalami disorientasi fungsi. Beberapa mandat yang sebelumnya diemban oleh
Kanwil Kehutanan berangsur dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi sampai akhirnya
personil Kanwil dilikuidasi menjadi aparatur Dinas Kehutanan Provinsi tahun 2001.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 27
2. Dinas Kehutanan Provinsi

Dengan dilikuidasinya Kanwil Kehutanan, maka Dinas Kehutanan Provinsi (dulunya Dinas
Kehutanan Dati I) merupakan satu-satunya institusi yang mengembang sebagian fungsi
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan kawasan hutan di daerah.
Desentralisasi dan dekonsentrasi pengelolaan hutan memberikan mandat yang luas
kepada Dinas Kehutanan melakukan pengelolaan hutan secara lestari. Penyiapan data dan
informasi dalam penyusunan kriteria, indikator, norma dan standar pengelolaan hutan,
sebagian dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan (sekarang
Kementerian Kehutanan). Pengurusan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi
Sulawesi Utara yang dibentuk berdasar Perda 10 tahun 2003 dan berubah dengan terbitnya
Perda 3 tahun 2008. Berdasar Peraturan Daerah Sulawesi Utara nomor 10 tahun 2003
maka terdapat jabatan Kepala Dinas dan Wakil Kepala Dinas, sedangkan berdasarkan Perda
3 tahun 2008 maka jabatan Wakil Kepala Dinas dihapus.
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kehutanan
Provinsi Sulawesi Utara yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional
yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat dan teknis penunjang
untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Dinas
Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara.

2.1. Balai Perbenihan dan Persuteraan Alam


Dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Perda Nomor 10 tahun 2003. Selanjutnya
berdasarkan Perda 3 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur 94 tahun 2008, Balai ini
ditetapkan kembali menjadi UPTD dengan tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis
operasional dan teknis penunjang di bidang perbenihan dan persuteraan alam.

2.2. Balai Sertifikasi Pengujian dan Peredaran Hasil Hutan


Dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Perda Nomor 10 tahun 2003. Selanjutnya
berdasarkan Perda 3 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur 94 tahun 2008, Balai ini
ditetapkan kembali menjadi UPTD dengan tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis
operasional dan teknis penunjang di bidang balai sertifikasi pengujian dan peredaran hasil
hutan.

2.3. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Poigar


Dibentuk pada tahun 2011 berdasarkan Perda 3 tahun 2008 dan Peraturan Gubernur
Nomor 4 tahun 2011. UPTD KPHP Model Poigar mempunyai tugas melaksanakan sebagian
kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang pengelolaan hutan. KPHP
Model Piogar secara administratif berada dalam wilayah pemerintahan Provinsi Sulawesi
Utara, yang mencakup dua kabupaten yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dengan luas
kawasan hutan 25.014 ha (60,13 %) dan Kabupaten Minahasa Selatan dengan luas kawasan
hutan 16.583 ha (39,87 %). Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 788/ MENHUT-II/2009,
wilayah KPH Poigar terbagi kedalam fungsi kawasan Hutan Produksi/Hutan Produksi
Terbatas (HP/HPT) seluas 36.332 ha (87,34 %), dan kawasan Hutan Lindung (HL) termasuk
hutan bakau seluas 5.265 ha (12,66 %).

28 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


2.4. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa
Dibentuk pada tahun 2012 berdasarkan Perda 3 tahun 2008 dan Peraturan Gubernur
Nomor 48 tahun 2012. UPTD Tahura Gunung Tumpa mempunyai tugas melaksanakan
sebagian kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang di bidang pengelolaan Taman
Hutan Raya Gunung Tumpa.

3. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VI

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.6188/Kpts-II/2002, tanggal 10 Juni


2002, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI dibentuk berkedudukan di Manado.
Wilayah kerjanya meliputi 3 (tiga) Provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo
dan Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.25/Menhut–II/2007 Tanggal 6 Juli 2007 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, wilayah kerja BPKH Wilayah VI meliputi Provinsi Sulawesi
Utara dan Provinsi Maluku Utara.
Balai pemantapan Kawasan Hutan adalah pengembangan dari institusi sebelumnya,
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan. Tugas BPKH adalah
melaksanakan pemantapan kawasan hutan, penilaian perubahan status dan fungsi
hutan serta penyajian data dan informasi sumber daya hutan. Sebagai UPT Kementerian
Kehutanan, BPKH menyelenggarakan fungsi ; a) Pelaksanaan identifikasi lokasi dan potensi
kawasan hutan yang akan ditunjuk, b) Pelaksanaan penataan batas dan pemetaan kawasan
hutan konservasi, c) Pelaksanaan identifikasi fungsi dan penggunaan dalam rangka
penatagunaan kawasan hutan, d) Penilaian hasil tata batas dalam rangka penetapan
kawasan hutan lindung dan hutan produksi, e) Pelaksanaan identifikasi dan penilaian
perubahan status dan fungsi kawasan hutan, f) Pelaksanaan identifikasi pembentukan unit
pengelolaan hutan konservasi, serta hutan lindung dan hutan produksi lintas administrasi
pemerintahan, g) Penyusunan dan penyajian data informasi sumber daya hutan serta
neraca sumber daya hutan, h) Pengelolaan sistem informasi geografis dan perpetaan
kehutanan dan i) Pelaksaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

4. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tondano

Balai Pengelolaan DAS Tondano sebagai Unit pelaksana teknis (UPT) pengelolaan DAS di
Sulawesi Utara yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal
Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS-PS) Kementerian
Kehutanan. Tugas Pokok dan Fungsi BPDAS Tondano dipertegas melalui Kepmen Kehutanan
No. P.15/Menhut-II/2007 yaitu Balai Pengelolaan DAS Tondano mempunyai fungsi untuk;
a) Penyusunan rencana Pengelolaan DAS, b) Penyusunan dan Penyajian Informasi DAS, c)
Pengembangan Model Pengelolaan DAS, d) Pengembangan Kelembagaan dan Kemitraan
Pengelolaan DAS dan e) Pemantauan danEvaluasi Pengelolaan DAS.
Balai Pengelolaan DAS Tondano memberikan fasilitas dan supervisi teknis pada Pemerintah
Daerah dan stakeholder lainnya, sehingga upaya-upaya Pengelolaan DAS dan termasuk
didalamnya upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat berjalan dengan baik serta mencapai
hasil yang optimal.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 29


Gambar 8. Pulau Manado Tua dan Pulau Bunaken dilihat dari puncak Tahura Gunung Tumpa

30 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Foto: Dinas Kehutanan

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 31


5. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara

Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara merupakan salah satu Unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian
Kehutanan Republik Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara
(selanjutnya disebut BKSDA) statusnya ditingkatkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kehutanan No. 02/Kpts-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Unit
Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam. Sebelum menjadi BKSDA, namanya Unit
Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara (UKSDA) yang dulunya dikenal dengan nama
Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA).
Adapun tugas pokok BKSDA Sulut adalah penyelenggaraan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman
wisata alam dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan
lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar diluar kawasan konservasi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan tugas pokok, dijabarkan fungsi BKSDA Sulut sebagai berikut; a) Penataan
blok, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar
alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, serta konservasi tumbuhan
dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi, b) Pengelolaan kawasan suaka
margasatwa, cagar alam, taman wisata alam dan taman buru serta konservasi tumbuhan
dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan, c) Koordinasi teknis pengelolaan taman
hutan raya dan hutan lindung, d) Penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan, hasil
hutan, tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan, e) Pengendalian kebakaran
hutan, f) Promosi, informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, g)
Pengembangan bina wisata alam dan cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, h) Kerja sama pengembangan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, i) Pemberdayaan masyarakat
sekitar kawasan konservasi, j) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan
pariwisata alam dan k) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Balai KSDA Sulut secara struktur
organisasinya Kepala Balai membawahi 3 (tiga) pejabat Eselon IV, yaitu :
• Kepala Sub Bagian Tata Usaha.
• Kepala Seksi Konservasi Wilayah I dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah
Propinsi Sulawesi Utara yang meliputi Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon,
Kota Kotamobagu, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten
Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow,
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan,
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten
Kepulauan Talaud dan Kabupaten Kepulauan Sitaro.
• Kepala Seksi Konservasi Wilayah II dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah
Propinsi Gorontalo yang meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten
Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Bone
Bolango.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara dibentuk berdasarkan Peraturan
Menteri Kehutanan No. 02/Kpts-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan
Tata Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam.
32 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
6. Balai Taman Nasional Bunaken

Taman Nasional Bunaken merupakan salah satu Kawasan Pelestarian Alam yang sudah
diakui dunia akan keindahan alam bawah lautnya dan merupakan salah satu ikon
Sulawesi Utara. TN Bunaken secara yuridis ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 730/Kpts-II/1991 tanggal 15 Oktober 1991 dengan luas 89.065 ha
yang meliputi Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, Pulau Siladen, Pulau Mantehage, Pulau
Nain, Pesisir Molas-Wori serta pesisir Arakan–Wawontulap. Peresmian Taman Nasional
Bunaken ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 21 Desember 1992 di Manado,
dilanjutkan dengan penetapan Balai Taman nasional Bunaken pada bulan Januari 1998.
TN Bunaken dikelola oleh otoritas yaitu Balai Taman Nasional Bunaken yang merupakan
Unit Pengelola Teknis di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Kementrian Kehutanan. Kawasan TN Bunaken dalam pengelolaannya terbagi dalam 2 (dua)
Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah, yaitu SPTN Wilayah I di Meras seluas
75.265 ha (meliputi wilayah pengelolaan TN Bunaken bagian Utara) dan SPTN Wilayah II
di Tambala seluas 13.800 ha (meliputi wilayah pengelolaan TN Bunaken bagian selatan).
Bagian Utara TN Bunaken terdiri dari 5 (lima) pulau dan pesisir daratan Sulawesi yaitu
Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, dan Pulau Siladen, serta pesisir Tanjung Pisok (Kec.
Bunaken, Kota Manado), Pulau Mantehage, Pulau Naen dan pesisir Desa Tiwoho dan Desa
Wori di daratan Sulawesi (Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara). Bagian Selatan
TN Bunaken meliputi pesisir Tanjung Kalapa di daratan Sulawesi (mulai dari pesisir Desa
Poopoh sampai Desa Pinasungkulan, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa dan dari
Desa Rap-rap sampai Desa Popareng Kecamatan Tumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan).
Visi pengelolaan TN Bunaken adalah terwujudnya Taman Nasional Bunaken yang
aman dan lestari didukung kelembagaan yang kuat dalam pengelolaanya serta mampu
memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Untuk mencapai Visi tersebut maka
ditetapkan 4 (empat) Misi pengelolaan TN Bunaken yaitu; a) Meningkatkan pengelolaaan
konservasi sumberdayaalamhayatidan ekosistimnya b) Meningkatkan perlindungan
kawasan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan penegakan hukum,
c) Mengembangkan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistem berdasarkan
prinsip kelestarian dan d) Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam rangka
pengelolaan, perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Pengelolaan TN Bunaken memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya melalui pemanfaatan ekstraktif
terbatas dan pengembangan pariwisata khusus (penyelaman).
Sesuai dengan amanat Undang-Undang, TN Bunaken dikelola dalam bentuk zonasi,
dalam perkembangannya zona di TN Bunaken mengalami beberapa perubahan, adapun
Zonasi terbaru berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam Nomor: SK 13/IV-KK/2008 tanggal 4 Februari 2008 adalah Zona Inti
dengan luas 1.077,6 ha, Zona Rimba dengan luas 1.528,32 ha, Zona Rehabilitasi dengan
luas 142,9 ha, Zona Pemanfaatan Pariwisata dengan luas 1.233,43 ha, Zona Pemanfaatan
Umum dengan luas 72.279,77 ha, Zona Tradisional dengan luas 10.460,69 ha, dan Zona
Khusus Daratan dengan luas 2.342,29 ha.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 33


7. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 724/Kpts-II/1993 tanggal 8 Nopember


1993 tentang penetapan kelompok hutan Suaka Margasatwa (SM) Dumoga, SM Bone dan
Cagar Alam Bulawa di Kabupaten Gorontalo dan Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi
Utara seluas 287.113 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Taman Nasional.
Penetapan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dikukuhkan sesuai Peraturan Menteri
Kehutanan nomor : P03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang organisasi dan
tata kerja unit pelaksana teknis Taman Nasional. Pengelolaan TN memiliki tiga fungsi
sekaligus, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya melalui pemanfaatan ekstraktif terbatas dan pengembangan pariwisata.

8. Balai Penelitian Kehutanan Manado

Balai Penelitian Kehutanan Manado merupakan salah satu UPT Kementerian Kehutanan
yang baru dibentuk pada masa reformasi.
Balai Penelitian Kehutanan Manado dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
(Permenhut) Nomor : P.36/Menhut-II/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian
Kehutanan Manado tanggal 2 Juni 2006 dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri
Kehutanan nomor P.39/Menhut-II/2011 tanggal 20 April 2011, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Balai Penelitian Kehutanan Manado dengan wilayah kerja meliputi tiga provinsi yaitu
Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara. Tugas pokoknya melaksanakan penelitian
di bidang konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan, keteknikan
kehutanan dan pengolahan hasil hutan dan perubahan iklim dan kebijakan kehutanan.
Berdasarkan Renstra BPK Manado 2010-2014, BPK Manado mempunyai Visi “Menjadi
Lembaga Penyedia IPTEK Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang Profesional
di Indonesia Timur Bagian Utara” dengan misi antara lain; a) Menyelenggarakan kegiatan
penelitian berbasis konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan secara berkelanjutan, b)
Meningkatkan kemanfaatan dan desiminasi IPTEK konservasi dan rehabilitasi hutan dan
lahan dan c) Memantapkan unsur-unsur pendukung penelitian.
Dalam bidang tertib administrasi, BPK Manado ikut berperan menorehkan prestasi dengan
memperoleh predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) pada audit BPK tahun 2013. Selain
itu BPK Manado mendapat penghargaan dari KPPN Manado atas ketertibannya dalam
pelaporan keuangan tahun 2013 dan 2014.

9. Universitas Sam Ratulangi

Universitas Sam Ratulangi sebagai lembaga pendidikan tinggi tidak dapat dilepaskan
kiprahnya dari pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Sulawesi Utara. Dalam
bidang kehutanan Universitas Sam Ratulangi memiliki peran dalam melahirkan sumberdaya
manusia yang unggul dengan menyelenggarakan program studi kehutanan. Program
Studi Kehutanan memiliki visi untuk menjadi wadah pengembangan ilmu dan pendidikan
kehutanan yang maju untuk pengelolaan sumberdaya alam dalam konsep keseimbangan
dan keberlanjutan. Misi yang diemban adalah untuk (1) mendidik masyarakat secara
34 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
bertanggung jawab agar menjadi pelaku
pembangunan yang handal, dan (2)
mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni bidang kehutanan untuk
menunjang kemajuan dan pembangunan
bangsa dan negara secara berimbang dan
berkelanjutan.
Lulusan Program Studi Kehutanan Universitas
Sam Ratulangi memiliki kompetensi sebagai
Sarjana Kehutanan yang: (1) menguasai
pengetahuan dan memiliki ketrampilan bidang
kehutanan, (2) mampu mengidentifikasi
masalah dan merumuskan pemecahan
masalah dengan pendekatan ilmiah, (3)
mampu menjadi inovator dalam masyarakat
untuk pelestarian sumberdaya hutan dan
produksi kehutanan yang berkelanjutan,
dan (4) mampu menyediakan jasa konsultasi
dan supervisi serta melaksanakan kegiatan
produktif di bidang kehutanan dan yang
terkait.

Kelembagaan
Dari atas ke bawah:
pengelolaan
Kantor Dinas Kehutanan
Kantor BPK Manado hutan berkembang
Kantor BTN Bunaken
Kantor BPKH Wil. VI Manado pesat
Kantor BKSDA Sulut
Kantor BPDAS Tondano di Provinsi Sulawesi
Utara berkembang
pesat sejak era
otonomi daerah
Gambar 9. Kantor-kantor Kehutanan
di Provinsi Sulawesi Utara

Foto: Instansi Bersangkutan


Gambar 10. Pola Ruang Foto: IBKSDA Sulawesi Utara
B. Pemantapan Kawasan Hutan
Pada tahun 2013 terkait dengan Review Rencana Tata Ruang Provinsi (RTWP) Sulawesi
Utara telah diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK 734/Menhut-II/2014
tanggal 2 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi
Sulawesi Utara. Berikut disajikan perkembangan penataan kawasan hutan mulai tahun
1984 hingga tahun 2014.

Tabel 4. Perkembangan Luas Kawasan Hutan Sulawesi Utara

No Fungsi Hutan Luas Kawasan Hutan (ha)


TGHK /1984 SK 452/1999 SK. 434/2013 SK. 734/2014
1 KSA/KPA 227,869.01 316,880.20 315,064.86 314,965
2 HL 159,723.54 182,564.48 161,808.83 161,784
3 HPT 369,868.53 216,833.48 208,924.58 208,927
4 HP 83,516.85 66,705.40 64,559.83 64,367
5 HPK 95,823.67 15,429.82 14,701.31 14,696
Jumlah 936,801.59 798,413.39 765,059.41 764,739
Sumber : BPKH Wilayah VI Manado

Gambar 11. Diagram persentase pembagian kawasan hutan Provinsi Sulawesi Utara 2014

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 37


Gambar 12. Kegiatan penataan batas kawasan oleh BPKH Wilayah VI Manado Foto: BPKH Wil. VI Manado
Konsentrasi kegiatan pada masa ini adalah melaksanakan percepatan penataan batas pada
lokasi-lokasi yang telah ditata batas namun belum temu gelang, tata batas sebagai akibat
dari perubahan fungsi maupun perubahan peruntukan kawasan hutan serta penetapan
kawasan hutan yang telah ditata batas. Disisi lain pada periode yang berbeda, yaitu tahun
2001 s/d 2007 kegiatan tata batas di Sulawesi Utara menjadi stagnan, disebabkan karena
pemerintah daerah belum mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tata batas. Selanjutnya
atas dasar evaluasi dan terbitnya kebijakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor: 38
Tahun 2007, kewenangan tata batas ditarik kembali menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat. Seiring dengan kebijakan tersebut, maka BPKH Wilayah VI kembali melaksanakan
prioritas tata batas kawasan hutan lindung dan produksi.
Dibandingkan antara masa ORBA dan masa reformasi, luas kawasan hutan sudah jauh
menyusut dari 1.877.220 ha menjadi 764.739 ha di tahun 2014, berkurang sekitar 1.112.481
ha. Besarnya penyusutan ini antara lain karena kebutuhan terhadap lahan perkotaan,
pertanian, perkebunan, pertambangan, infrastruktur dan juga karena pemekaran wilayah.
Permasalahan lainnya antara lain adanya tumpang tindih pemanfaatan maupun
penggunaan lahan kawasan hutan negara oleh kepentingan sektor lain, bahkan pada
beberapa lokasi terdapat jual beli lahan kawasan hutan dan sertifikat tanah, munculnya
klaim-klaim masyarakat yang mengatasnamakan tanah leluhur dan lain sebagainya. Saat
ini solusi yang telah untuk menangani permasalahan tersebut antara lain sosialisasi batas-
batas kawasan hutan, penegakan hukum oleh instansi yang berwenang termasuk dukungan
LSM dan media cetak.
Memasuki tahun 2000, seiring dengan keluarnya Undang-Undang Otonomi Daerah,
khususnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka
terjadi euforia dalam pemberian ijin pemanfaatan hutan. Paradigma pemanfaatan hutan
berubah dari sentralisasi beralih ke desentralisasi. Perijinan pengusahaan hutan diserahkan
kepada Pemerintah Daerah (Bupati/Walikota).
Hutan dan kehutanan mengalami tekanan berat karena eksploitasi yang sangat tinggi.
Pengawasan oleh Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat lemah. Hal ini berakibat
kerusakan sumber daya hutan dan kerugian negara akibat tidak tertibnya administrasi.
Euforia otonomi daerah mengakibatkan maraknya pencurian kayu dan illegal logging.
Sampai dengan tahun 2009, pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)
(sebelumya HPH atau Hak Pengusahaan Hutan) sebagai berikut :
Tabel 5. Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)

No Nama Perusahaan No/Tgl SK Luas (Ha) Lokasi


A. IUPHHK Hutan Alam
1 PT Lembah Hijau Semesta 662/Kpts-II/1990 34.000 Bolmong
13 Nopember 1990 Utara
2 PT Huma Sulut Lestari 39/Kpts-II/2001 26.800 Bolmong
15 Februari 2001 Utara
B. IUPHHK Hutan Tanaman
1 PT Kawanua Kahuripan 153 tahun 2002 7500 Bolmong
Pantera 30 Mei 2002 (SK Bupati Selatan
Bolmong)

Sumber : Statistik Bidang Bina Pengelolaan Hutan Produksi Tahun 2009

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 39


Hingga tahun 2014 ini masih terdapat 1 (satu) perusahaan pemegang IUPHHK Hutan Alam
yaitu PT Huma Sulut Lestari dan 1 (satu) perusahaan pemegang IUPHHK Hutan Tanaman
yaitu PT Kawanua Kahuripan Pantera.

C. Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah


Program rehabilitasi lahan dan konservasi tanah diawali dengan penyusunan rencana teknis
RLKT. Sebagai dasar dalam penyusunan rencana rehabilitasi lahan dan konservasi tanah
adalah ketersediaan data lahan kritis. Kegiatan Pengeloaan Daerah Aliran Sungai menjadi
salah satau hal terpenting dalam Reboisasi dan rehabilitasi lahan. Kerusakan ekosistem
DAS hingga saat ini masih menjadi masalah utama di berbagai daerah yang diakibatkan
oleh adanya perubahan penggunaan lahan menyebabkan gangguan sistem hidrorologis
yang dapat dilihat dari peningkatan frekuensi banjir, tanah longsor, kerusakan sarana irigasi
akibat erosi dan sedimentasi. Kerusakan DAS diperparah oleh adanya konflik kepentingan
dan kurang keterpaduan antar sektor, antar kabupaten/kota yang terletak di wilayah hulu-
tengah-hilir DAS. Secara de jure, kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Utara telah ditata
batas dan dikukuhkan. Namun, secara de facto, kawasan hutan dan lahan, terus mengalami
kerusakan atau dalam keadaan kritis. Total lahan kritis di Sulawesi Utara adalah seluas
904.304,32 ha terdiri dari lahan kritis di luar kawasan hutan seluas 646.007,32 ha dan di
dalam kawasan hutan seluas 258.294 ha. Berdasarkan tingkat kekritisannya, lahan kritis
dengan kategori sangat kritis seluas 23.785,68 ha, kritis seluas 274.786,98 ha, dan agak
kritis seluas 605.728,66 ha. Lahan kritis yang ada dalam kawasan hutan mencapai 258.294
ha atau 32,75 % dari luas kawasan hutan Sulawesi Utara, terdiri dari kategori sangat kritis
seluas 20.584 ha, kritis seluas 67.311 ha dan agak kritis seluas 170.399 ha, sebagaimana
diperlihatkan pada tabel berikut.
Tabel 6. Luasan Lahan Kritis dalam Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara
Luas (ha) Jumlah
Jenis Penutupan Sangat Kritis Agak (ha)
Kritis Kritis
Hutan Suaka Alam/ 2.514 14.808 41.756 59.078
Kawasan Pelestarian Alam
Hutan Lindung 11.525 22.726 44.904 79.155
Hutan Produksi Terbatas 3.165 19.991 55.422 78.578
Hutan Produksi Tetap 2.251 8.086 24.552 34.889
Hutan Produksi Konversi 1.129 1.7 3.765 6.594

Jumlah 20.584 67.311 170.399 258.294


Sumber: Kemenhut

40 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Gambar 13. Semai di persemaian permanen BPK Manado Foto: Johanes Wiharisno
• Rehabilitasi dan Konservasi Lahan

Penyelenggaraan konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan secara


terus-menerus dan menjadi salah satu fokus kegiatan kehutanan. Kegiatan ini
untuk menjaga keseimbangan ekologi, khususnya dalam hal penyedia sumber air,
pencegah banjir, tanah longsor, dan sedimentasi. Realisasi kegiatan rehabilitasi
lahan kritis dan perhutanan sosial yang telah dilakukan sebagaimana tabel berikut :
Tabel 7. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2003-2006

No Jenis Kegiatan Volume

A Kegiatan Penanaman: Hektar (ha)


1 Hutan Rakyat 6.780
2 Pengkayaan Hutan Rakyat 1.270
3 Reboisasi Hutan Lindung 5.825
4 Pengkayaan Reboisasi Hutan Lindung 645
5 Reboisasi Hutan Produksi 840
6 Pengkayaan Reboisasi Hutan Produksi 150
7 Reboisasi Hutan Produksi Terbatas 1.190
8 Pengkayaan Reboisasi Hutan Produksi Terbatas 530
9 Rehabilitasi Hutan Bakau 1.065
10 Green Belt 50
11 Gully Plug 20
Jumlah A 18.365
B Kegiatan Konservasi Tanah: Unit
1 Sumur Resapan 168
2 Dam Pengendali 8
3 Dam Penahan 41
Jumlah B 217

Sumber: BPDAS Tondano

Sejak tahun 2003 sampai dengan 2008 kawasan yang telah direhabilitasi seluas 39.540
ha, dimana seluas 25.724 ha berada dalam kawasan dan seluas 13.816 ha di luar kawasan
hutan. Pada tahun 2011 hingga 2013, BPDAS Tondano mendapat penghargaan RHL hutan
konservasi terbaik tingkat nasional. Prestasi lain dibidang kehutanan juga telah dicapai
Gubernur Sulawesi Utara dengan diterimanya penghargaan sebagai pembuat regulasi
terbanyak di bidang kehutanan.
Kegiatan pemanfaatan hutan yang berorientasi pada penebangan kayu semakin menurun
seiring menurunnya produktivitas lahan hutan. Hak Pengusahaan Hutan semakin berkurang
dan sebagian besar (lebih 50%) berada di wilayah Provinsi Gorontalo. Pasca reboisasi dan
penghijauan, pemerintah menetapkan Program Hutan Tanaman Swakelola (HTS) tahun
1999 - 2000, Hutan Tanaman Unggulan Lokal (HTUL) tahun 2001 - 2002 dan Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) tahun 2003.
42 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
• Kebun Bibit Rakyat

Kebun Bibit Rakyat merupakan program pemerintah untuk menyediakan bibit tanaman
hutan antara lain gmelina, nantu, mahoni dan jenis tanaman serbaguna (MPTS) yang
dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok masyarakat, terutama di pedesaan. Bibit
hasil Kebun Bibit Rakyat digunakan untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis serta
kegiatan penghijauan lingkungan. Dengan produksi bibit per unit sebanyak 50.000 batang
tanaman untuk tahun 2010 dan tahun 2011 diasumsikan untuk melakukan rehabulitasi
hutan dan lahan pada luasan 125 ha per unit KBR. Berbeda untuk tahun 2012, produksi
bibit per unit KBR menjadi 25.000 batang anakan untuk asumsi luas areal tanam 25–100 ha
untuk jenis non mangrove, sedangkan untuk KBR mangrove per unit 50.000 batang untuk
asumsi luas areal tanam 10-20 ha. Kebun Bibit Rakyat di Sulawesi Utara pada tahun 2010
seluas 26.500 ha, 2011 seluas 40.125 ha, 2012 seluas 16.875 ha, 2013 seluas 15.120 ha,
191 seluas 7640 ha. Dengan luasan tersebut maka total Kebun Bibit Rakyat Sulawesi Utara
2010-2014 adalah 106.260 ha.
Tabel 8. Kebun Bibit Rakyat di Provinsi Sulawesi Utara

Tahun Pelaksanaan
No Kabupaten/Kota Jumlah
2010 2011 2012 2013 2014
1 Manado 2 2 3 3 3 13
2 Bitung 9 9 6 8 8 40
3 Tomohon 5 12 7 14 9 47
4 Kotamobagu 8 4 6 8 6 32
5 Minahasa 18 37 20 50 23 148
6 Minahasa Utara 32 26 16 47 22 143
7 Minahasa Selatan 29 44 29 48 18 168
8 Minahasa Tenggara 12 27 20 35 21 115
9 Bolaang Mongondow 34 30 16 40 25 145
10 Bolaang Mongondow Utara 12 25 28 28 14 107
11 Bolaang MongondowTimur - 20 15 17 8 60
12 Bolaang Mongondow Selatan - 26 15 8 4 53
13 Kepulauan Sangihe 28 27 20 25 12 112
14 Kepulauan Talaud 22 28 20 44 15 129
15 Kepulauan Siau Tagulandang Biaro 1 4 4 3 3 15
JUMLAH 212 321 225 378 191 1,327
Sumber: BPDAS Tondano

• Pembangunan Hutan Rakyat

Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah terwujudnya tanaman hutan di luar kawasan
hutan (lahan milik rakyat) sebagai upaya rehabilitasi lahan tidak produktif (lahan kosong/
kritis) di DAS prioritas yang ditujukan untuk memulihkan fungsi dan meningkatkan
produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman berupa kayu dan non kayu, memberikan
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 43
peluang kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan pendapatan masyarakat,
kemandirian kelompok tani, serta memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi
tekanan penebangan kayu hutan.
Tabel 9. Pembangunan Hutan Rakyat di areal MDM (Model Das Mikro) Sulawesi Utara

No Tahun Pelaksanaan Kabupaten/ Lokasi Luas (ha)


Kota
1 2010 Tomohon Kel. Kumelembuai, 25
Kec. TomohonTimur
Minahasa Desa Winebetan, 25
Kec. Langowanselatan
Kel. Paleloan, 25
Kec. Tondano Selatan
Minahasa Desa Radey, Kec. Tenga 25
Selatan
Jumlah 1 100

2 2011 Minahasa DesaPahaleten, Kec. Kakas 25

Desa Talikuran, Kec. Kakas 25


Desa Touliang, Kec. Kakas 25
Barat
Jumlah 2 75

Sumber: BPDAS Tondano

• Persemaian Permanen

Untuk pelaksanaan berbagai program penanaman dibutuhkan benih berkualitas dari


sumber-sumber dan bibit tanaman hutan dalam jumlah yang besar pada waktu yang tepat
sesuai dengan musim tanam.
Untuk memenuhi kebutuhan bibit yang berkualitas tinggi dengan memanfaatkan
teknologi dari Balai Penelitian Kehutanan Manado, maka pada tahun 2011 telah dibangun
Persemaian Permanen seluas kurang lebih 2,5 ha di Kelurahan Kima Atas, Kec. Mapanget
Kota Manado tepatnya berada di Tanah Perkantoran Balai Penelitian Kehutanan Manado.
Target produksi kurang lebih 1 juta bibit/tahun. Kemudian pada tahun 2012, untuk
memenuhi kebutuhan bibit kayu di wilayah Bolaang Mongondow dan sekitar dibangun
kembali 1 (satu) persemaian di wilayah Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yaitu di
Desa Torout, Kecamatan Dumoga Barat Kab Bolaang Mongondow dengan target produksi
bibit sebanyak kurang 500.000 bibit/tahun.
Pada tahun 2014 BPDAS Tondano menorehkan prestasi dengan adanya persemaian BPDAS
Tondano bekerjasama dengan BPK Manado mendapat predikat sebagai Persemaian
Permanen Terbaik tingkat nasional. Keberadaan Persemaian permanen ini kerap mendapat
kunjungan dari berbagai instansi baik akademisi, instansi pemerintah, pengusaha dan
penggiat kehutanan untuk mempelajari pengelolaan persemaian yang telah dilakukan.
Sementara itu, BPDAS Tondano bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone telah melakukan pembuatan persemaian permanen yang kelak diharapkan
44 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
menjadi salah satu penghasil benih tanaman hutan yang baik untuk mendukung
pembangunan kehutanan Sulawesi Utara pada masa mendatang.

• Rehabilitasi Mangrove

Rehabilitasi hutan mangrove menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan bersama
masyarakat. Pada tahun 2011 BPDAS Tondano telah melakukan penanaman mangrove
seluas 150 ha. Pada tahun 2013 penanaman mangrove telah dilakukan di 8 kabupaten/kota
dengan total luas mencapai 400 ha. Sinkronisasi dan harmonisasi program lintas instansi
difasilitasi oleh Kelompok Kerja Mangrove Daerah Sulawesi Utara.

• Hutan Kota

Pembangunan hutan kota juga menjadi salah satu kiprah kehutanan dalam menjaga
ekosistem dan keindahan kota di Sulawesi Utara. Pembangunan hutan kota dimaksudkan
sebagai upaya untuk perbaikan lingkungan perkotaan dengan tujuan untuk mewujudkan
lingkungan hidup wilayah perkotaan yang sehat, rapi dan indah dalam suatu hamparan
tertentu sehingga mampu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, estetika, resapan air
serta keseimbangan lingkungan perkotaan.
Sasaran lokasi kegiatan adalah hamparan lahan kosong di dalam wilayah perkotaan baik
pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam PP Nomor 63 tahun
2002 tentang Hutan Kota. Hutan Kota ini sebagai bagian dari ruang terbuka hijau sesuai
peruntukan dalam RTRW perkotaan.
Tabel 10. Hutan Kota di Provinsi Sulawesi Utara

No Tahun Kabupaten/Kota Luas Total


(ha)
1 2010 Tomohon, Minahasa, Minahasa Utara, Kotamobagu 26
2 2011 Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Bolaang 14
Mongondow Selatan
3 2012 Minahasa Utara, Minahasa Selatan 25
Bolaang Mongondow Timur
4 2013 Minahasa , Bolaang Mongondow, Bolaang 30
Mongondow Utara
5 2014 Kota Tomohon 10
Jumlah luas total 105

Sumber: BPDAS Tondano

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 45


what you
plant now
you will
harvest
later

Gambar 14. Aktivitas di Persemaian Permanen


BPK Manado dan TN Bogani
Nani Wartabone

Foto : BPDAS Tondano, TN Bogani Nani Wartanone


& BPK Manado
36 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 37
a b

e f

Gambar 15. Seminar, Kebun Bibit Rakyat, dan Hutan Kota


a. Gubernur Sulawesi Utara Dalam Acara Seminar Yang Diselenggarakan Oleh BPK Manado
b. Gubernur Sulawesi Utara Menyaksikan Pameran Hasil-Hasil Penelitian
c. Kebun Bibit Rakyat Mongkonai Barat, Kotamobagu
d. Hutan Kota Airmadidi Atas. Kebun Bibit Rakyat Apela Satu, Bitung
f. Kebun Bibit Rakyat Kelompok Tani Maesan, Bitung
g. Rehabilitasi Mangrove
h. Hutan Kota Talete Tomohon

• Penanaman Satu Milyar Pohon (One Billion Indonesian Trees)

Kegiatan Penanaman Satu Milyar Pohon (One Billion Indonesian Trees) disingkat OBIT
merupakan kegiatan penanaman pohon secara massal yang dilakukan oleh instansi/
lembaga atau kelompok masyarakat tertentu ataupun perorangan. Hingga tahun 2012,
jumlah bibit yang telah ditanam dalam kegiatan ini di Provinsi Sulawesi Utara adalah
sebanyak 15.481.657 batang. Kegiatan ini menghantarkan Provinsi Sulawesi Utara meraih
Juara III Nasional Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon penghargaan diterima oleh
Gubernur Sulawesi Utara Dr. S H Sarundajang, jumlah tersebut setara dengan satu jiwa/
penduduk menanam 7 pohon. Untuk tingkat kabupaten kota penghargaan yang sama
diberikan kepada Kabupaten Minahasa Utara tahun 2012, memperoleh penghargaan
serupa sebagai juara III nasional yang diterima oleh Bupati Drs.Sompie SF Singal MBA.
Pada tahun 2013 Kabupaten Minahasa sebagai juara III tingkat nasional yang diterima oleh
Bupati Drs. Jantje Wowiling Sajow, M.Si.

48 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


c d

g h

Foto: BPDAS Tondano dan BPK Manado

• Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi


Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan merupakan salah satu prioritas Kementerian
Kehutanan pada tahun 2010- 2014. Kementerian Kehutanan telah melaksanakan kegiatan
aneka usaha perhutanan berbasis konservasi dalam bentuk Bantuan langsung Masyarakat
(BLM). Hingga 2014 telah terealisasi sebanyak 99 unit BLM atau senilai Rp 4.950.000.000,00.
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat di sekitar kawasan hutan.

• Pengembangan Informasi

Penyajian informasi DAS sangat membantu banyak pihak terkait dalam pemanfaaatan
sumberdaya alam dan pembangunan wilayah dalam suatu DAS. Beberapa informasi
DAS yang telah disusun BPDAS Tondano mengacu pada buku Sidik Cepat Degradasi DAS
(yang diterbitkan Badan Litbang Kehutanan tahun 2012) yang berisi kerentanan banjir
dan longsor, kerawanan erosi pada masing-masing DAS di Sulawesi Utara serta informasi
lahan kritis. Beberapa informasi DAS yang telah disusun BPDAS Tondano adalah sidik cepat
degradasi DAS yang berisi kerentanan banjir dan longsor, kerawanan erosi pada masing-
masing DAS di Sulawesi Utara serta informasi lahan kritis. Informasi ini telah menjadi acuan
beberapa instansi dalam pengembangan mitigasi bencana banjir dan longsor.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 49
D. Pengembangan Jasa Lingkungan
Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal memiliki pesona
alam yang memukau dan menjadi salah satu tujuan wisata baik domestik maupun
mancanegara. Salah satu harapan Sulawesi Utara menjadikan Kota Manado sebagai kota
model ekowisata internasional sejalan dengan pengembangan pariwisata berbasis ekologi
dan konservasi yang telah lama digaungkan pada sektor kehutanan.
Untuk memantapkan rencana pemanfaatan jasa lingkungan, Balai KSDA menyusun
rencana wisata pada tahun 2014 dan diharapkan selesai proses penyusunan dokumen
penataan blok, penyusunan rencana pengelolaan dan desain tapak dapat diselesaikan.
Ijin Pemanfaatan Pariwisata Alam (IPPA) dapat dikeluarkan setelah disahkan dokumen
tersebut. Penyelesaian dokumen sampai pengesahan oleh Direktur Jenderal PHKA diakhir
2014.
Peningkatan kelembagaan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta sarana pemandu
melalui pembinaan pemandu wisata (guide) dan pembentukan kelompok, pelatihan dan
pemenuhan sarana. Tercatat saat ini kelompok guide di TWA Batuputih berjumlah 52 orang.
Dampak langsung kegiatan wisata ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah
kamar homestay dalam 10 tahun terakhir, meningkat dari 29 kamar menjadi 65 kamar.
Beberapa potensi jasa lingkungan dalam kawasan konservasi yang diidentifikasi sangat
menjanjikan tujuan wisata sebagaimana tabel berikut:
Tabel 11. Potensi Jasa Lingkungan di Provinsi Sulawesi Utara dalam Kawasan Konservasi.

No. Kawasan Konservasi Lokasi Luas (ha) Pengelola Penetapan


1 TWA Batuputih Bitung 615 BKSDA Sulut SK. Mentan No. 1049 /Kpts/
Um/12/18 tgl 24-12-1981
2 TWA Batuangus Bitung 635 BKSDA Sulut SK. Mentan No.1049/Kpts/
Um/12/18 tgl 24-12-1981
3 SM Karakelang Kab. Talaud 24.669 BKSDA Sulut SK. Menhut  No.971/ Kpts-II/2000
Tgl. 22-12-2000
4 TN Bogani Nani Bolmong 287.115 Balai TN SK. Menhut No. 731/Kpts-II/1992
Wartabone Bogani Nani
Wartabone
5 CA Gunung Ambang Bolmong 18.765 BKSDA Sulut SK Mentan No. 359/Kpts/
Um.6/1978
6 TN Laut Bunaken Manado 89.065 Balai TN SK Menhut No. 730/Kpts-II/1991
Bunaken
7 CA Tangkoko- Bitung 3.196 / BKSDA Sulut SK Mentan No. 1049/Kpts/
Duasudara 4.299 Um/12/81 tanggal 24 Desember
1981
SK. Mentan No 700/Kpts/ Um/7/78
tgl. 13-11-1978
8 CA Gunung Lokon Tomohon 720 BKSDA SK. Menhut No. 109/Kpts-II/2003
Sulut Tanggal 23 Maret 2003
9 SM Manembo- Minahasa 6500 BKSDA Sulut SK. Mentan No. 441/ Kpts/Um/7/78
nembo tgl. 16-7-1978
Sumber: Balai KSDA Sulawesi Utara

50 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Kawasan dengan potensi wisata yang tersebut pada tabel diatas, tidak semuanya dapat
dimanfaatkan untuk tujuan wisata, seperti halnya kawasan cagar alam yang sampai saat ini
belum diatur undang-undang untuk pemanfaatan wisata alam.
Selain obyek dan daya tarik wisata yang ditawarkan oleh BKSDA Sulut, TN Bunaken memiliki
potensi berupa keragaman hayati laut dan ekosistemnya antara lain berbagai jenis ikan,
penyu, lumba-lumba, echinodermata, terumbu karang dan hutan bakau. Sarana dan
prasarana wisata di TN Bunaken juga cukup memadai adanya beberapa perusahaan wisata
alam seperti cottage dan jasa penyelaman, rumah sewa, dan rumah makan. Prasarana
penunjang pariwisata yang terdapat di TN Bunaken antara lain gazebo tempat berjualan
cenderamata di Pulau Bunaken, penerangan berupa aliran listrik, jalan, dermaga, air bersih,
telekomunikasi, sarana transportasi, dan sarana kesehatan (puskesmas).
TN Bunaken tidak hanya menawarkan potensi wisata perairan, namun juga menyimpan
potensi wisata daratan dan wisata budaya. Tabel berikut memperlihatkan potensi wisata
yang dapat dinikmati di TN Bunaken.
Tabel 12. Potensi Wisata di Taman Nasional Bunaken

No. Nama Desa Wisata Wisata Wisata


Daratan Perairan Budaya
Pesisir Utara
1 Kelurahan Molas - Diving Masamper
2 Kelurahan Meras - Diving Tari Perang
3 Kelurahan Tongkaina B a k a u , Diving
Birdwatching,
4 Desa Tiwoho Bakau Diving -
Pulau Mantehage
5 Desa Tangkasi Bakau, Rusa Diving -
6 Desa Tonongko Bakau Diving -
7 Desa Buhias Bakau, Rusa Diving -
8 Desa Bango Bakau Diving -
Pulau Nain
9 Desa Nain Wisata desa Diving -
Pulau Bunaken
10 Kelurahan Bunaken Wisata desa, D i v i n g , M u s i k
wisata pantai, Snorkelling Bambu
wisata belanja
11 Kelurahan Alungbanua Wisata desa D i v i n g , Budaya
Snorkelling
Pulau Manado Tua
12 Kelurahan Manado Tua I B a k a u , Diving -
Birdwatching,
Trekking,
Macacanigra.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 51


13 Kelurahan Manado Tua II Birdwatching, Diving -
Trekking,
Macaca nigra.
Pesisir Selatan
14 Desa Poopoh Wisata desa Swimming, -
Diving
15 Desa Teling Bakau - -
16 Desa Kumu Bakau - -
17 Desa Pinasungkulan Bakau - -
18 Desa Rap-Rap - - -
19 Desa Arakan - - -
Sumber: Balai TN Bunaken

Selain itu, kegiatan berbasis konservasi dan jasa lingkungan, TN Bunaken juga aktif
melakukan kegiatan inventarisasi, identifikasi dan monitoring terhadap sumber daya
alam yang direalisasikan dengan kegiatan monitoring terumbu karang, rehabilitasi karang,
transplantasi karang, monitoring ikan, monitoring SPAG,s, monitoring dan rehabiltasi
mangrove, rehabilitasi padang lamun, penanaman pohon pakan Macaca nigra di Pulau
Manado Tua, Inventarisasi Molusca dan crustacean, serta monitoring burung. Pembinaan

Gambar 16. Pesona matahari tenggelam di TN Bunaken Foto: BTN Bunaken


landscape dan pengawasan kawasan juga merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh
TN Bunaken.
Tidak berbeda jauh dengan BKSDA dan TN Bunaken, Balai Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone yang sebelumnya bernama Dumoga Bone, memiliki berbagai keunikan ekologi
sebagai kawasan peralihan geografi daerah Indomalaya di sebelah Barat dan Australasia di
sebelah Timur. Taman Nasional ini adalah yang terbesar di bioregion Wallacea.
Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone kaya akan potensi tumbuhan, secara
keseluruhan diperkirakan kurang lebih 400 jenis tumbuhan. Jumlah tersebut sudah dapat
diidentifikasi sebanyak 120 jenis, diantaranya merupakan jenis anggrek, dan kurang lebih
90 jenis tumbuhan berkayu. Jenis flora yang dominan dan terbesar merata diseluruh
kawasam Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah dari jenis ficus. Untuk jenis-jenis
Piper aduncum, Trema orientalis, Macaranga sp, dan Stipulans sp, umumnya dijumpai
pada vegetasi sekunder.
Pada vegetasi hutan hujan dataran rendah ditemukan tumbuhan dari suku Lauraceae
misalnya, Garcinus sp, suku Myristaceae, suku Annacardiaceae (Dracontomelon sp,
Swintenia sp, Spondias sp), suku Sapotaceae terutama Palagium sp, serta suku Sterculiaceae
(Scephium sp, Pterospermum sp, dan Heritria sp). Untuk jenis Pometia pinata, Octomeles
sumatrana, Dumbayan molucana, Ficus sp, Eugenia sp, Dischopis sp, dan Artocarpus sp.
Tumbuhan berkayu lainnya yang menonjol terdapat dalam kawasan Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone yaitu, kayu hitam (Diospyros sp), kayu inggris (Eucalyptus deglupta), kayu
bugis (Coorsidendron pinatum), kayu linggua (Pterocarpus indicus), dan kayu cempaka

Gambar 17. Keragaman terumbu karang di TN Bunaken Foto: BTN Bunaken


Gambar 18. Maleo (Macrocephalon maleo) salah satu fauna di Foto: BTN Bogani Nani Wartabone
TN Bogani Nani Wartabone

(Elmerillia ovalis).
Untuk potensi fauna, di kawasan TNBNW terdapat jenis mamalia, seperti Babirusa
(Babyrousa babirussa), Anoa dataran rendah (Bubalus depresicornis), Anoa gunung
(Bubalus quarlesi), dan jenis primata, terdapat 3 jenis Monyet Sulawesi yaitu Macaca
nigra, Macaca nigrescens, dan Macaca hecki. Jenis lain yang ditemukan adalah Tarsius
(Tarsius tersier), Musang Sulawesi (Macrogolodia muschenbroeki) dan Kus-Kus (Phalanger
sp).
Jenis burung (aves) kurang lebih 125 jenis, dari jumlah tersebut kurang lebih 45 jenis
diantaranya merupakan jenis endemik, seperti dari kerabat burung seperti Merpati
(Columbidae), Paruh Bengkok (Psittacidae), Raja Udang (Alcedinidae), Jalak (Sturnidae)
Rangkong (Bucertotidae), Pelatuk (Picidae), Pemakan Lebah (Meliphagidae) dan Burung
Maleo (Macrosephalon maleo).

54 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Gambar 19. Pesona air terjun Mengkang di TN Bogani Nani Wartabone Foto: BTN Bogani Nani Wartabone

Jenis reptilia yang sering ditemukan dalam kawasan antara lain, ular belang (Bugarus
cundidus), ular cincin (Boiga dendrophylu), ular serigala (Lycodon sp), kadal (Mobuya
multifasciata), king kobra (Najanaja), kura-kura (Orsilia sp), ular sanca/patola (Phyton
molorus), ular hijau (Trimeroturus wagleri), dan biawak coklat (Varanus salavator).
Selain kaya akan jenis flora dan fauna, Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
memiliki potensi wisata alam yang cukup menarik yang dapat dikembangkan sebagai daya
tarik wisata alam. Berikut merupakan potensi wisata alam yang ada dalam kawasan taman
nasional yang dapat dengan mudah dijangkau yaitu a) Habitat dan tempat dan peneluran
Burung Maleo sekaligus sebagai pusat pembinaan populasinya, di lokasi Tambun, Muara
Pusian, dan Hungayono. b) Habitat Tarsius sp. disekitar hutan sekunder Kosinggolan Toraut
dan Lombongo. c) Situs purbakala berupa gua berkamar di lokasi Toraut dan Binuanga. d)
Air terjun Bumbung, Mengkang, Toraut, dan Lombongo. e) Gua kapur (stalaktit) Hungayono.
Potensi Jasa lingkungan yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara adalah
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 55
Gambar 20. Peta Tahura Gunung Tumpa Foto: Dinas Kehutanan

Taman Hutan Raya Gunung Tumpa. Tahura Gunung Tumpa merupakan kawasan konservasi
yang terpadu antara hutan alam sekunder dengan hutan tanaman di Provinsi Sulawesi
Utara seluas 208,801 ha membentang dari kawasan hutan kota Manado sampai kabupaten
Minahasa Utara. Letak Taman Hutan Raya Gunung Tumpa berada di Kelurahan Molas,
Kelurahan Meras, Kelurahan Tongkeina dan Kelurahan Pandu Kecamatan Molas Kota
Manado, Desa Wori dan Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara, berada
pada ketinggian 175 - 627 m dpl. Tahura Gunung Tumpa sebagai Kawasan Pelestarian Alam
yang salah satu tujuannya adalah koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami ataupun
buatan, memiliki 3 tipe ekosistem utama yaitu hutan hujan tropis sekunder, semak/
padang rumput dan kebun. Adanya beberapa tipe ekosistem dalam Taman Hutan Raya
56 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 21. Kegiatan pengelolaan di Tahura Gunung Tumpa Foto: Arif

Gunung Tumpa membuat keanekaragaman hayatinya semakin beragam. Hasil identifikasi


flora dan fauna tahun 2013, didapati dalam kawasan Taman Hutan Raya berbagai flora dan
fauna yang endemik di Sulawesi Utara seperti Tangkasi (Tarsius tersier), dan Beringin (Ficus
minahasae Miq). Kekayaan alam yang ditawarkan lainnya adalah pemandangan alam yang
menarik. Dari puncak Tahura Gunung Tumpa wisatawan dapat melihat Pulau Manado
Tua, Bunaken, Siladen, Mantehage, serta Nain. Bahkan Pulau-pulau dibagian utara Pulau
Talise, Pulau Biaro, Tagulandang dan Siau serta menikmati landscape Kota Manado, Teluk
Manado, sebagian besar wilayah Kab. Minahasa Utara, sebagian Kab. Minahasa, dan Kota
Tomohon.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 57


Gambar 22. Keindahan Alam TWA Batuangus

Foto: Hutan dan semak


(Johanes Wiharisno)
Willy Noor Effendi ( Ikan dan Karang)

48 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 49
“I GREW UP IN A
FOREST. IT’S LIKE A
ROOM. IT’S PROTECTED,
LIKE A CATHEDRAL...IT
IS A PLACE BETWEEN
HEAVEN AND EARTH”
ANSLEM KIEFER

Gambar 23. Flora dan Fauna TWA Batuputih Foto : Giyarto

60
50 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
E. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dalam sektor kehutanan telah lama dilakukan di Sulawesi Utara,
namun akhir-akhir ini, pelaksanaannya lebih intensif dan terorganisir sehingga manfaat
hutan semakin dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Instansi kehutanan
Provinsi Sulawesi Utara, baik UPT kementerian Kehutanan maupun Dinas Kehutanan
senantiasa bahu-membahu dalam menggiatkan pemberdayaan masyarakat.
Balai KSDA Sulawesi Utara mengelola 13 kawasan konservasi, dua diantaranya merupakan
kawasan Taman Wisata Alam yaitu TWA Batuputih dan TWA Batuangus. Kedua kawasan
tersebut berada di Kota Bitung, provinsi Sulawesi Utara dengan luas total 1.250 ha. Kawasan
TWA Batuangus baru pada tahap awal dalam pengelolaannya, sedangkan TWA Batuputih
telah berkembang cukup lama sebagai destinasi wisata.
Pengembangan ekowisata merupakan bagian penting dalam pengelolaan kompleks
kawasan konservasi Cagar Alam Tangkoko-Duasudara dan TWA Batuputih-Batuangus.
Perubahan status kawasan sebagian cagar alam menjadi taman wisata alam pada tahun
1981, salah satunya ditujukan untuk mengurangi tekanan masyarakat sekitar kawasan
terhadap fungsi cagar alam melalui aktivitas wisata.
Dampak yang diharapkan dari dibukanya peluang kegiatan wisata didalam TWA Batuputih
adalah; a) peningkatan kesejahteraan masyarakat, b) sumber pendapatan baru bagi
masyarakat, c) berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan,
d) meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan kawasan hutan yang
berkelanjutan, e) mendukung fungsi kawasan sebagai pusat keanekaragaman hayati dan
sumber ilmu pengetahuan (diharapkan masyarakat lokal dapat menjadi local counterpart
bagi aktivitas penelitian) dan f) menurunnya degradasi dan deforestasi dari kegiatan illegal
logging, perladangan dan aktivitas terlarang lainnya.
Disisi penyelamatan hutan, tanah dan air, pemberdayaan masyarakat telah diprogramkan
dalam peningkatan fungsi dan daya dukung DAS. Dalam pelaksanaan program tersebut
terdapat beberapa kegiatan diantaranya adalah: a) Kegiatan pengembangan perhutanan
sosial dalam bentuk kegiatan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan
Rakyat (HR) untuk bahan baku kayu perindustrian dan HHBK unggulan, b) Pengembangan
Perbenihan Tanaman Hutan dalam bentuk kegiatan pengembangan seed for people,
Pengembangan Sentra Bibit (persemaian Permanen, Kebun Bibit Rakyat) dan c) Pembinaan
Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam bentuk kegiatan
Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, penyusunan baseline data pengelolaan
DAS, penyusunan data dan peta lahan kritis serta d) Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan dan Reklamasi Hutan dalam bentuk kegiatan rehabilitasi hutan pada DAS prioritas
dan pada lahan-lahan kritis, pembangunan hutan kota, rehabilitasi hutan mangrove dan
sempadan pantai.
Bentuk lain pemberdayaan masyarakat adalah dengan pengembangan kelembagaan,
salah satu kegiatan yang telah berhasil dibangun BPDAS Tondano adalah pembentukan
forum DAS pada tingkat kabupaten yang hingga tahun 2014 telah memfasilitasi lahirnya
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan DAS Tondano
Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan air yang telah dilakukan oleh Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone adalah kegiatan pemanfaatan massa air untuk mendukung pembangunan
SPAM di beberapa desa penyangga yang berada di SPTN Wilayah I Suwawa dan SPTN Wilayah
II Doloduo. Pemanfaatan jasa lingkungan air tersebut dilakukan melalui pembuatan MoU
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 61
antara Balai TNBNW dengan Pemerintah Daerah / Kelompok tani / PDAM, namun setelah
terbit Permenhut Nomor : 64 tahun 2013 tentang Pemanfaatan Air Dan Energi Air di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam, MoU yang
sudah dibuat disesuaikan dengan IPA / IUPA.
Selain pemanfaatan massa air, dilakukan pula pemanfaatan energi air dalam rangka
mendukung kegiatan pembangunan PLTM baik yang dibangun di Kabupaten Bolaang
Mongondow maupun yang dibangun di Kabupaten Bone Bolango. Pemanfaatan energi air
tersebut dilakukan dengan mengurus izin terlebih dahulu berupa IPEA / IUPEA berdasarkan
Permenhut Nomor 64 tahun 2013.

F. Pembangunan KPH

Pada periode ini perencanaan hutan memegang peranan sangat penting untuk
pemanfaatan hutan lestari. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa
perencanaan kehutanan meliputi: inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan,
penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan
rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat
provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah
kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat
dikelola secara efesien dan lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa
kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP),
dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK). KPH berperan sebagai penyelenggara
pengelolaan hutan di lapangan atau ditingkat tapak yang harus menjamin bahwa
pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan fungsinya. Keberadaan KPH
menjadi kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai pengelola sumberdaya
hutan sesuai mandat undang-undang, dimana hutan dikuasai negara dan harus dikelola
secara lestari.
Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah
No. 3 Tahun 2008, yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan
Hutan pada KPHL dan KPHP, secara eksplisit fungsi kerja KPH dalam penyelenggaraan
pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat dijabarkan secara operasional sebagai berikut: a)
Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam wilayah KPH, b) Menyusun rencana
pengelolaan hutan di tingkat wilayah KPH, termasuk rencana pengembangan organisasi
KPH, c) Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan
yang dilaksanakan oleh pemegang ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan
dan konservasi alam, d) Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan, e) Melaksanakan
perlindungan hutan dan konservasi alam, f) Melaksanakan pengelolaan hutan di kawasan
tertentu bagi KPH yang telah menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan
Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), g) Menjabarkan kebijakan
kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan hutan dan h) Menegakkan hukum
kehutanan, termasuk perlindungan dan pengamanan kawasan, serta i) Mengembangkan
investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan lestari.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.796/Menhut-II/2009 tanggal 7
Desember 2009, telah ditetapkan 9 unit Kesatuan PengelolaanHutan di Provinsi Sulawesi
62 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Utara. Dari 9 unit KPH, ditetapkan 1 (satu) unit KPH model yaitu KPHP Model Poigar,
dengan SK Nomor : 788/Menhut-II/2009. Luas KPHP Model Poigar : 41.598 ha. Dengan
tidak diperbolehkannya izin IUPHHK-HA, HTI, RE, penetapan HKM dan HD Luas kawasan
hutan yang belum dibebani izin pemanfaatan di KPHP Model Poigar seluas 37.434,35 ha.
Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagai berikut :

Tabel 13. Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara
Unit KPHP/KPHL Fungsi Kawasan Hutan(±ha) Luas Progres
No
Kab/Kota HL HPT HP (± ha) Pembentukan
1 UNIT I KPHP
a. Bolaang Belum
665 15.048 2.793 18.506
Mongondow dilaksanakan
b. Bolaang
28.473 69.285 5.99 103.748
Mongondow Utara
2 Unit II KPHP
Bolaang Mongondow 3.905 10.931 6.715 21.551 Sda
3 Unit III KPHP
a. Bolaang
483 1.662 - 2.145
Mongondow Sda
b. Bolaang
35.682 33.151 21.354 90.187
Mongondow Selatan
c. Bolaang Mongondow
9.176 7.35 1.03 17.556
Timur
4 Unit IV KPHP
a. Bolaang Mogondow KPHP Model
3.033 14.706 7.51 25.249
Poigar
b. Minahasa Selatan 2.374 4.09 9.567 16.031
5 Unit V KPHL
a. Kota Tomohon Belum
307 - 229 536
dilaksanakan
b. Minahasa 5.576 - 3.607 9.183
c. Minahasa Selatan 7.757 - 402 8.159
d. Minahasa Tenggara 5.46 - - 5.46
e. Minahasa utara 1.191 - - 1.191
6 Unit VI KPHL
a. Kota Bitung 5.769 - - 5.767 Sda
b. Kota Manado 28 - - 28
c. Minahasa Utara 11.546 9.472 - 21.018

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 63


7 Unit VII KPHP
a. Bolaang
9.182 18.12 1.286 28.588 Sda
Mongondow Timur
b. Minahasa Selatan 6.002 5.288 5.977 17.267
c. Minahasa Tenggara 460 12.915 2.338 15.713
8 Unit VIII KPHL
a. Kepulauan Sangihe 9.811 - - 9.811 Sda
b. Kepulauan Sitaro 3.46 - - 3.46
9 Unit IX KPHL
Kab. Kepulauan Talaud 11.181 2.204 - 13.385 Sda
Sumber : BPKH Wilayah VI Manado

G. Penelitian, Pendidikan Masyarakat dan Bakti Sosial

1. Penelitian dan Pengembangan

Pemantapan unsur-unsur pendukung penelitian BPK Manado dilakukan dengan pemantapan


sistem perencanaan, evaluasi, dan pelaporan, serta pemantapan kelembagaan, organisasi,
dan profesionalisme SDM serta sarana prasarana penelitian. BPK Manado melakukan
penelitian berbasis konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan. Jumlah karya IPTEK sejak
tahun 2007, dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
peneliti.Penelitian yang dilakukan BPK Manado meliputi : a) Konservasi flora, fauna,
dan mikro organime, b) Pengelolaan hutan mangrove dan ekosistem pantai, c) Model
pengelolaan kawasan konservasi berbasis ekosistem, d) Sistem pengelolaan DAS hulu,
lintas Kabupaten, lintas provinsi, e) Pengelolaan sumberdaya lahan dan air pendukung
pengelolaan DAS, f) Pengelolaan hutan tanaman penghasil kayu pertukangan, g) Pemuliaan
tanaman hutan (Demplot Sumber Benih), dan h) Pengembangan perhitungan emisi Gas
Rumah Kaca(GRK) kehutanan (Inventory).
Dalam peningkatan kemanfaatan dan diseminasi IPTEK konservasi dan rehabilitasi,
peningkatan produktivitas hutan, perubahan iklim dan kebijakan kehutanan, BPK Manado
melakukan diseminasi IPTEK hasil penelitian konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan
kepada pengguna antara lain : a) Penyelenggaraan seminar hasil-hasil penelitian untuk
masyarakat telah dilakukan setiap tahun dalam skala nasional dan Seminar Internasional
Hutan dan Biodiversitas (tahun 2013), b) Alih teknologi silvikultur untuk petani hutan
tanaman rakyat di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara dan Sosialisasi
Hama dan Penyakit Tanaman Kehutanan di Desa Kaweruan Kabupaten Minahasa Utara, c)
Workshop Strategi Monitoring Permanent Sample Plot dalam Mendukung Penurunan Emisi,
d) Pengelolaan informasi hasil-hasil penelitian berupa penerbitan karya tulis dalam bentuk
info, jurnal, prosiding dan buku. Pemasyarakatan hasil penelitian dan pengembangan
melalui media : Dialog Tanaman Obat Oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, e) Pengelolaan Hutan Penelitian dan arboretum.
Disamping melaksanakan penelitian dan pengembangan, untuk menambah jejaring
dibidang kelitbangan, BPK Manado melakukan kerjasama dengan para pihak meliputi;
64 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
a) Konservasi Eksitu Anoa dan Burung Nuri Talaud dengan BKSDA Sulawesi Utara, b)
Memfasilitasi survey rencana budidaya Eucalyptus sp. dan Pembangunan Agroindustri
di Sulawesi Utara, kerjasama antara UGM, PT. Sritex dan Pemerintah Provinsi Utara,
c) Persemaian Permanen dengan BPDAS Tondano, d) Hutan Penelitian dengan BKSDA
Sulawesi Utara, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Dinas Kehutanan Halmahera
Barat, e) Program Inseminasi Buatan pada Anoa dengan SEAMEO BIOTROP, f) Forest
Carbon Partnership Facility (FCPF) REDD+ Readiness Preparation dengan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, g) Pelaksanaan kegiatan penelitian
(didanai oleh Dikti, Kemenristek) kayu substitusi untuk bahan baku rumah woloan,
mikrohidro untuk masyarakat dan tanaman obat (outcame buku 1 dan 2), h) Kerjasama
pembuatan plot ukur permanen (PUP) dengan IUPHHK PT Bela Berkat Anugerah di Maluku
Utara, dan i) Melakukan kegiatan Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
dengan Universitas Sam Ratulangi.
BKSDA Sulawesi Utara sebagai pengelola kawasan konservasi di wilayah Sulawesi Utara
menyiapkan laboratorium alam bagi penelitian dalam bidang keanekaragaman hayati,
baik flora dan fauna serta ekosistem hutan. Pada saat ini beberpa proyek penelitian juga
tengah berlangsung di kawasan CA Tangkoko, CA Gunung Ambang, CA Dua Saudara , TWA
Batuputih serta TWA Batuangus. Macaca Nigra Project pertama kali diperkenalkan pada
April 2006 untuk mempelajari sisi ekologi, reproduksi dan sistem sosial dari Yaki/monyet

Gambar 24. Anoa di Habitat Alaminya dan Anoa Dalam Foto : BPK Manado
Proses Penelitian Inseminasi Buatan (IB)
di BPK manado

hitam Sulawesi (Macaca nigra). Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Riset yang terletak di
habitat alam Yaki yaitu di Tangkoko Sulawesi Utara. Selain sebagai pusat penelitian, Macaca
Nigra Project juga memiliki tujuan untuk mempromosikan konservasi spesies Yaki (Macaca
nigra).
Proyek ini merupakan kerjasama antara Kementerian Kehutanan (BKSDA Sulawesi
Utara) dengan German Primate Centre (DPZ/Deutsches Primaten Zentrum), IPB (Institut
Pertanian Bogor) dan UNSRAT (Universitas Sam Ratulangi). Kegiatan penelitian cukup
banyak dilakukan di kawasan konservasi di Sulawesi Utara, dan ini membuka peluang
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 65
a b

Gambar 25. Kegiatan Penelitian, Seminar dan Perjanjian Kerjasama


a. Kepala Badan Litbang dan Ka. BPK Meninjau Lokasi Penelitian
b. Seminar International Keanekaragaman Hayati Oleh BPK Manado f
c. Kepala BPK (Ir. Muh. Abidin, M.Si) Menerima Piagam Dari Ibu PKK
d. Workshop Strategi Monitoring Permanen Sampling Plot
e. Penandatanganan Prasasti Kerjasama Macaca Nigra Project Oleh Sekretaris Ditjen
PHKA (Dr. Novianto Bambang Wawandono) dan Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara
(Ir. Sudiyono)
f. Sekretaris Badan Litbang di Hutan Penelitian Batuangus/TWA Batuangus
g. Sekretaris Badan Litbang Menanam di Hutan Penelitian Batuangus/TWA Batuangus

Foto : BPK Manado dan Balai KSDA Sulawesi Utara

66 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


c

g
usaha dengan nilai ekonomi cukup tinggi. Fokus dari Macaca Nigra Project saat ini adalah
dalam hal riset/penelitian Yaki. Proyek ini telah menginisiasi beberapa studi tentang sinyal
seksual jantan dan betina yang mengikutsertakan beberapa mahasiswa Indonesia dan
mahasiswa internasional serta para peneliti. Dengan menggunakan pendekatan terintegrasi
(integrative approach), saat ini sedang dipelajari mengenai sinyal seksual tersebut pada
efek fisiologis dari kesuksesan reproduksi.
Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ilmu pengetahuan
terutama dalam hal pola reproduksi yang akan mendukung peningkatan populasi primata
khususnya Yaki di Cagar Alam Tangkoko-Duasudara. Project ini diresmikan pada 14
September 2014.

2. Pendidikan dan Pelatihan

2.1 Pendidikan Lingkungan


Selain penelitian dan pengembangan, BPK Manado melakukan kegiatan pendidikan
berbasis konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan dan perubahan iklim.
Dalam bentuk penanaman cempaka dan jabon dengan tajuk “Gelorakan Korsa Rimbawan
dengan Gemasta Cempabon” 28 Maret 2012 bertempat di halaman kantor Balai Penelitian
Kehutanan Manado pada acara Puncak Peringatan Hari Bakti Rimbawan ke-29 Tahun
2012.
Dalam bidang pendidikan, BPK Manado telah ikut mencerdaskan dan menambah wawasan

Gambar 26. Arboretum BPK Manado Foto : BPK Manado

Gambar 10. Arboretum BPK Manado (Sumber : BPK Manado)


khususnya untuk pendidikan kehutanan dan lingkungan hidup serta menjadi salah satu
pusat kunjungan secara rutin bagi mahasiswa dan pelajar dari berbagai jenjang pendidikan
serta masyarakat dan tokoh agama untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan
terutama dalam bidang konservasi alam, kehutanan, biologi dan pendidikan lingkungan.

2.2. Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan


Disisi lain, dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap bagi
pegawai kehutanan, Balai Pendidikan dan Latihan Kehutanan Makassar telah melakukan
pendidikan dan pelatihan bagi pegawai Kehutanan. Tiap tahun pegawai baik dari Dinas
Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara maupun dari Dinas yang membawahi kehutanan di
Kabupaten/Kota serta dari UPT Kementerian Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara telah
mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Output
pendidikan dan pelatihan sangat menjadi tumpuan dalam peningkatan pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat di daerah tempat dimana mereka bertugas.

2.3. Pendidikan Tenaga Menengah Kehutanan


Untuk menunjang tenaga menengah di sektor kehutanan, Kementerian Kehutanan melalui
Sekolah Menengah Kehutanan di Makassar telah melakukan pendidikan anak bangsa yang
berasal dari berbagai daerah termasuk dari Provinsi Sulawesi Utara. Jenjang pendidikan
ditempuh selama 4 tahun, dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga menengah kehutan
yang mempunyai basis ilmu dasar kehutanan dan ketrampilan yang diorientasikan untuk

Gambar 27. Kunjungan SD GMIM Kima Atas tahun 2014 Foto : BPK Manado

Gambar 11. Kunjungan SD GMIM Kima Atas tahun 2014 (Sumber :BPK Manado)
dapat mengisi kekurangan tenaga menengah di bidang kehutanan. Saat ini lulusan SMK
Kehutan telah mengisi posisi-posisi penting di berbagai instansi baik Dinas Kehutanan dan
atau yang membidangi kehutanan serta di UPT Kementerian Kehutanan.

2.4. Pendidikan Tinggi


Dengan slogan Silvarum in Viventibus, Hutan untuk kehidupan, Program Studi Kehutanan
Universitas Sam Ratulangi tengah berjuang untuk menjadi pusat unggulan silvika Indonesia
pada tahun 2020.
Penelitian di Program Studi Kehutanan tergambar pada Kelompok Bidang Ilmu yang
mengelola mata kuliah, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Ada 8 Kelompok
Bidang Ilmu (KBI) yang tersedia sampai saat ini yakni (1) KBI Biodiversitas, (2) KBI Silvikultur,
(3) KBI Ekonomi Kehutanan, (4) KBI Pengelolaan DAS, (5) KBI Teknologi Hasil Hutan, (6) KBI
Agroforestri dan Hutan Kemasyarakatan, (7) KBI Ekologi Hutan, dan (8) KBI Geografi dan
Lingkungan Hidup.
Kerjasama pendidikan dan penelitian telah dilaksanakan dengan berbagai institusi di
dalam dan luar negeri antara lain IPB, LIPI, Pacific Institute for Sustainable Development,
Texas A&M University (USA), Simon Fraser University (Canada), German Primate Center,
Whitley Wildlife Conservation Trust Paignton Zoo UK, Yayasan Nantu Adudu International,
dan South East Asian One Helath University Network.
Hingga tahun 2014, pengajar program studi kehutanan Unsrat terdiri 15 dosen dengan
pendidikan terakhir doktor 8 orang dan magister 6 orang. Lulusan perguruan tinggi manca
negara terdiri dari 4 orang doktor dan 4 orang magister.
Tabel 14. Komposisi Pengajar Program Studi Kehutanan Unsrat 2014

Gelar Lulusan Dalam Lulusan Luar Total Gelar Komposisi


Negeri Negeri dosen terkini
Doktor 4 4 8 8
Magister 10 4 14 6
Sarjana 15 15 1

Program Studi Kehutanan telah menghasilkan lulusan sejak tahun 1987 dengan gelar
Insinyur dan Sarjana Pertanian. Sejak tahun 2007, Program Studi kehutanan menghasilkan
lulusan dengan gelar Sarjana Kehutanan. Sampai saat ini, lulusan Program Studi Kehutanan
telah mengisi jabatan di Kementerian Kehutanan, Dinas-Dinas Kehutanan Provinsi dan
kabupaten kota di berbagai Provinsi di Indonesia.
Jumlah mahasiswa Program Studi Kehutanan saat ini adalah 268 mahasiswa aktif dengan
91 mahasiswa sedang melaksanakan penelitian. Perkembangan jumlah mahasiswa 5 tahun
terakhir adalah sebagai berikut:
Tabel 15. Jumlah Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Universitas Sam Ratulangi Tahun 2014
Tahun Jumlah mahasiswa
2010 43
2011 41
2012 41

70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


2013 42
2014 53

Penelitian mahasiswa Program Studi Kehutanan tersebar di seluruh kabupaten di Sulawesi


Utara dan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia seperti Gorontalo, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, dan Papua.

3. Kegiatan sosial

Sebagai bagian pengabdian bagi masyarakat, jajaran kehutanan Sulawesi Utara turut
berperan serta dalam kegiatan masyakatnya. Pada saat terjadi bencana banjir dan tanah
longsor di Manado, awal tahun 2014, segenap karyawan instansi kehutanan di Manado
bersama dengan semua pegawai negeri dari seluruh instansi pemerintah, TNI, dan
masyarakat melakukan kerja bakti bersih-bersih kota pasca banjir dan tanah longsor.

Gambar 28. Kegiatan Kerja Bakti Pasca Banjir dan Tanah Longsor Foto: BPK Manado

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 71


H. Perlindungan dan Pengamanan
Kawasan Hutan

Berkurangnya luas kawasan hutan merupakan ancaman terbesar


bagi penurunan keanekaragaman hayati serta menjadi ancaman
serius bagi kehidupan manusia. Hilangnya hutan karena alih
fungsi kawasan, ledakan jumlah penduduk, pencurian hasil hutan
terutama kayu, serta kebakaran hutan menjadi alasan kegiatan
perlindungan dan pengamanan Kawasan hutan mutlak dilakukan.
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara telah memulai kegiatan
Perlindungan dan pengamanan kawasan hutan dengan membentuk
Tim Pengamanan Hutan Terpadu (TPHT) sebagai implementasi
program Departemen Kehutanan dan telah dilakukan Operasi
pengamanan hutan “Wanalaga” yang mulai dilaksanakan pada
tahun 2004. Kegiatan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan
penyelesaian kasus pengamanan hutan, operasi intelejen
dan pengamanan hutan gabungan, serta penyelesaian kasus
pengamanan hutan. Tim terpadu pengamanan hutan Sulawesi Utara
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 136
tahun 2013 dengan Ketua Tim dijabat oleh Wakil Gubernur Sulawesi
Utara Dr. Djouhari Kansil, M.Pd.
Kegiatan pengamanan kawasan hutan juga dilakukan dengan cara
patroli kehutanan oleh UPT Kementerian Kehutanan di Sulawesi
Utara, diantaranya dilakukan oleh jajaran Polisi Kehutanan di
BKSDA Sulut, TN Bogani Nani Wartabone dan TN Bunaken. Selain
melakukan operasi pengamanan, BKSDA Sulut juga melakukan
penyitaan terhadap fauna langka yang dipelihara secara ilegal.

Hilangnya hutan karena alih


fungsi kawasan, ledakan jumlah
penduduk, pencurian hasil hutan
terutama kayu, serta kebakaran
hutan menjadi alasan kegiatan
perlindungan dan pengamanan
Kawasan hutan mutlak
dilakukan.
Gambar 29. Rapat Koordinasi Tim Terpadu Pengamanan Hutan , dipimpin oleh Wakil
Gubernur Sulawesi Utara , Dr. Djouhari Kansil, M. Pd

Foto: Dinas Kehutanan

72 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Gambar 30. Aktivitas Dalam Rangka Perlindungan dan Pengamanan Hutan Foto: Balai KSDA Sulawesi Utara
BAB V
PENDAPATAN DAERAH DARI
SEKTOR KEHUTANAN
76 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB V
PENDAPATAN DAERAH DARI
SEKTOR KEHUTANAN

A. Pendapatan Daerah dari Sektor Kehutanan

1. PDRB Sektor Kehutanan

Sektor kehutanan bagi Provinsi Sulawesi Utara daerah selain ikut berperan dalam
perencanaan pembangunan wilayah melalui penyusunan dan penyelarasan Rencana
Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota, juga tidak kalah pentingnya adalah
dalam pemantapan kawasan hutan, sehingga memungkinkan sektor lain untuk terlibat
dalam pembangunan dan penggunaan lahan seperti kegiatan pembangunan perkebunan,
pertanian, pertambangan dan transmigrasi. Upaya yang telah dilakukan dalam partisifasi
sektor kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara antara lain kegiatan rehabilitasi lahan, dan
perhutanan sosial, perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam dan
ekosistemnya, peningkatan produktifitas hutandan hasil hutan bukan kayu serta penyediaan
papan bagi pembangunan perumahan dan sektor lainnya. Hasil hutan kayu dan hasil hutan
bukan kayu seperti obyek dan daya tarik wisata alam telah menjalankan fungsinya dari
sudut ekonomi. Pembangunan sektor kehutanan telah mampu meningkatkan pendapatan
daerah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kehutanan
yang saat ini digabungkan menjadi usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
telah memberikan kontribusi 15,36% dalam perekonomian Produk Domestik Regional
Bruto menurut jenis usaha di Sulawesi Utara.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 77
Gambar 31. Struktur PDRB Sulawesi Utara Triwulan I/2014

2. PNBP Sektor Kehutanan

Sementara pada sektor wisata berbasis konservasi dan jasa lingkungan yang dikelola
oleh instansi dibawah UPT Kementerian Kehutanan juga mencatatkan prestasi yang
menggembirakan dengan semakin meningkatnya wisatawan baik domestik maupun
mancanegara yang melakukan kunjungan. Hal ini berdampak pada pemasukan dan
penjualan tiket masuk obyek wisata. Kegiatan wisata merupakan penyumbang terbesar
(± 80%) pendapat negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan data kunjungan wisatawan
dalam tiga tahun ini, rata-rata lebih dari 5900 wisatawan berkunjung ke TWA Batuputih
tiap tahunnya dan 65% lebih merupakan wisatawan mancanegara. Besaran PNBP BKSDA
Sulawesi Utara setiap tahun dapat dilihat pada Gambar 32.

Gambar 32. Diagram PNBP BKSDA Sulawesi Utara (sumber : BKSDA Sulawesi Utara)

78 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


3. Anggaran Kegiatan Kehutanan

Untuk dapat melaksanakan semua rencana kegiatan, Dinas Kehutanan Provinsi/


Kabupaten/kota yang membawahi bidang kehutanan dan UPT Kementerian Kehutanan di
Sulawesi Utara ditunjang dari dana alokasi khusus dan dana dekonsentrasi melalui skema
APBN. APBN ini dimaksudkan untuk mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi. Besarnya APBN yang diterima oleh Dinas dan UPT lingkup
Kementerian Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara dapat membantu dalam pertumbuhan
sektor ril yang menjangku masyarakat secara luas. Besarnya APBN yang diterima oleh
masing-masing Dinas dan UPT disesuaikan dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing.
Ada kecenderungan APBN yang diterima di Provinsi Sulawesi Utara trend-nya meningkat
dari tahun ke tahun kecuali pada akhir periode Renstra Kementerian Kehutanan tahun
2014 (Renstra 2010-2014). Data besarnya APBN Dinas dan UPT Provinsi Sulawesi Utara
tahun 2010- 2014 pada tabel berikut.
Tabel 16. Besaran Anggaran Dinas dan UPT Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014
UPT Pagu
2010 2011 2012 2013 2014
BPKH 9.959.496.000 11.647.137.000 23.104.804.000 18.987.265.000 20.181.438.000
BPDAS 28.213.836.000 65.967.689.000 48.956.008.000 56.899.587.000 45.558.233.000
BKSDA 7.390.452.000 14.825.562.000 15.004.201.000 18.020.000.000 11.732.876.000
TNBNW 9.362.075.000 10.073.288.000 11.388.394.000 13.803.500.000 13.698.570.000
BTN Bunaken 3.595.989.000 7.621.752.000 10.020.516.000 13.500.000.000 9.513.287.000
BPK 7.414.207.000 6.908.114.000 7.778.432.000 8.408.339.000 6.643.026.000
Dinas Kehutanan Sulawesi Utara
APBD
- Belanja
Langsung 8.334.502.000 9.804.583.000 9.627.279.000 9.620.662.000 12.014.580.000
- Belanja
Tidak
Langsung 9.884.502.000 3.150.000.000 2.650.000.000 8.812.597.000 3.697.514.000
APBN/
4.446.480.000 4.705.900.000 5.693.601.000 6.021.301.000 4.206.087.000
Dekosentrasi
DAK Murni 13.133.374.000 17.017.703.000 18.460.590.000 14.229.900.000 15.733.850.000

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 79


80 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB VI
PROSPEK DAN TANTANGAN
KEHUTANAN SULAWESI UTARA
(2014 - KEDEPAN)
Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan Foto : Johanes Wiharisno

70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


BAB VI
PROSPEK DAN TANTANGAN
KEHUTANAN SULAWESI UTARA
(2014 - KEDEPAN)

Sektor kehutanan berkembang dari masa ke masa. Pembangunan sektor kehutanan pada
masa mendatang dipandang sangat penting tidak saja bagi dunia kehutanan namun juga
bagi pembangunan wilayah Sulawesi Utara. Pemberdayaan masyarakat, pembangunan
KPH sebagai suatu bentuk pengelolaan hutan lestari dipandang sebagai trend pengelolaan
hutan efektif pada masa yang akan datang. Pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan
pelibatan masyarakat dalam kegiatan kehutanan. Pada masa mendatang masyarakat tidak
hanya berperan sebagai stakeholder dari pembangunan kehutanan, namun telah menjadi
salah satu pilar penting agar kelestarian hutan tetap terjaga dan pemanfaatan hutan optimal
dapat dilakukan. Peran KPH sebagai unit pengelolaan terkecil yang efisien akan menjadi
solusi untuk mengatasi berbagai persoalan kehutanan. Kerusakan hutan dan penurunan
produktivitas lahan hutan akan dapat dikendalikan, lapangan kerja dan pendapatan daerah
akan dapat ditingkatkan. Seiring penataan birokrasi dan organisasi lingkup Kementerian
dan Pemerintah Daerah, KPH akan menjadi alternatif bagi aparatur Kehutanan dalam
pengembangan karir dan peningkatan profesionalisme teknis kehutanan. Dengan demikian
sumber daya manusia kehutanan akan lebih banyak bersentuhan dengan obyek pekerjaan
dan masyarakat di tingkat tapak dan tidak terlalu disibukkan oleh persoalan-persoalan
administrasi.
Pembangunan KPH model tahun 2013 sebanyak 1 (satu) unit dan tahun 2014 ditambah 1
(satu) unit lagi. Kalau trend tersebut terjadi, maka dalam 5 tahun kedepan minimal ada 5
KPH model. KPH dipandang sangat ideal dalam pengelolaan hutan lestari karena rencana
pengelolaan dan seluruh aktivitasnya dilakukan oleh KPH secara mandiri. Penyusunan
rencana pengelolaan KPH selain berorientasi konservasi, rehabilitasi, reklamasi, rencana
pengelolaan hutan lestari serta kesejahteraan masyarakat. Pengembangan produksi dapat
berupa peningkatan produktivitas hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu diantaranya
jasa wisata, getah serta aneka usahan kehutanan lainnya.
Orientasi dari pembangunan KPH adalah agar KPH dapat menjadi Badan Layanan Umum
sehingga secara mandiri dapat membiayai dirinya sendiri. Pada awal pembangunannya,
KPH tentunya mendapat bantuan pendanaan dari Kementerian Kehutanan melalui Unit
Pelaksana Teknis di jajarannya. Provinsi Sulawesi Utara didorong agar terjadi percepatan
dalam pembangunan sehingga pembangunan kehutanan dapat berperan dan mewujudkan
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 83
kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan di dalam
kawasan hutan.
Adanya pengelolaan kehutanan secara terpadu dengan pemberdayaan masyarakat,
peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan dan penelitian serta
pengelolaan hutan dengan Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diharapkan
mampu mendorong peningkatan produktivitas sehingga menjadi bagian dalam peningkatan
kesejahteraan yang berkeadilan. Dibawah kelembagaan KPH, diharapkan agar kelestarian
hutan dapat tercapai.
Pandangan tradisional bahwa sumberdaya hutan hanya berupa kayu, rotan, dan sebagai
tempat penggembalaan sudah harus berubah, karena kawasan hutan selain menghasilkan
kayu juga penghasil hasil hutan bukan kayu yang nilainya sangat besar. Beberapa jenis
HHBK adalah tanaman obat, bambu, rotan, aren (minuman tradisional), murbei, burung,
mamalia, jamur, madu dan air. Fungsi lain dari sumberdaya hutan adalah sebagai tempat
penyerap dan penyimpan karbon, wisata alam dan keanekaragaman hayati baik pada
tingkat ekosistem, spesies, dan gen. Peranan kawasan hutan sebagai penyedia obyek dan
daya tarik wisata sangat prospektif dimasa depan.
Sejalan dengan semakin berkembangnya isu perubahan iklim, yang dikhawatirkan akan
berdampak pada pola iklim global khususnya Provinsi Sulawesi Utara, sektor kehutanan
diharapkan dapat berperan dalam pengurangan laju degradasi dan deforestasi lahan. Salah
satu upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan adalah melakukan
moratorium pengusahaan hutan di lahan hutan primer dan menata kembali kawasan
hutan yang open akses serta melakukan kegiatan rehabilitasi dan reklamasi serta restorasi
kawasan hutan. REDD+ yang telah dilakukan ini diharapkan dapat mengurangi laju emisi
sekitar 25 % melalui kegiatan BAU dan sektor kehutanan diharapkan dapat menyumbang
pengurangan emisi sebesar 14 %. Di Provinsi Sulawesi Utara dimana kegiatan rehabilitasi
dan reklamsi lahan sangat intensif diharapkan dapat berperan dalam laju penurunan emisi
gas rumah kaca.
Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan merupakan salah satu kebijakan prioritas
Kementerian Kehutanan. Aneka Usaha Perhutanan Berbasis Konservasi dalam bentuk
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Kegiatan ini terus dilanjutkan setiap tahunnya dan diharapkan dapat menjadi model
dalam pembangunan kehutanan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kepemerintahan yang baik di bidang kehutanan (good forestry governance) dicirikan dengan
semakin efektif dan efisiennya kelembagaan pengurusan hutan yang menggambarkan
keseimbangan peran dan tanggungjawab pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
madani. Peraturan yang dibuat dan kebijakan yang diambil dapat dipertanggung-gugatkan
dan dilaksanakan secara berkeadilan.
Selain prospek pengelolaan hutan di atas, tantangan pengelolaan kawasan hutan
kedepan tidaklah ringan antara lain 1) Penyediaan lahan untuk kepentingan pertumbuhan
penduduk, 2) Makin pesatnya kegiatan pertambangan dan energi, 3) Penyediaan energi
terbarukan, 4) Peningkatan kebutuhan kayu, 5) Perdagangan flora dan fauna secara ilegal,
6) Pemekaran wilayah, 7) Perubahan iklim global, 8) Bencana alam (kebakaran hutan, lahan,
tanah longsor, dan erupsi gunung berapi), serta 9) Kedaulatan pangan. Sebagai akibat dari
tantangan pengelolaan hutan itu akan menyebabkan semakin tingginya laju deforestasi
dan degradasi lahan. Oleh karena itu penyusunan tata ruang yang handal berdasarkan data
dan informasi terbaru mutlak diperlukan.
84 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun
2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 – 2034.
Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan Provinsi Sulawesi Utara
sebagai pintu gerbang Indonesia Timur ke kawasan Asia Timur dan Pasifik yang produktif
dan berdaya saing, yang berbasiskan kelautan, perikanan, pariwisata dan pertanian,
dengan memperhatikan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Terkait bidang Kehutanan, penetapan RTRW Provinsi Sulawesi Utara 2014 – 2034 akan
ditindaklanjuti dengan pertimbangan-pertimbangan dan usulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Utara, luas kawasan hutan ditetapkan sebagai
berikut : kawasan hutan Konservasi 315.064,86 ha, hutan Lindung 161.808,82 ha
dan hutan produksi 288.185,74 ha. Dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan
nomor SK 734/Menhut-II/2014 maka perlu dilakukan sinkronisasi kembali agar
diperoleh data acuan yang akurat dan mutakhir.
2. Mengusulkan pembangunan 16 (enam belas) Kesatuan Pengelolaan Hutan, baik di
hutan lindung (KPHL) maupun hutan produksi (KPHP) ke Kementerian Kehutanan.
3. Perubahan fungsi sebagian kawasan hutan konservasi (Cagar Alam Gunung Ambang)
menjadi hutan lindung atau hutan produksi terbatas, antara lain untuk pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
untuk mendukung percepatan pembangunan perekonomian di Sulawesi Utara.
4. Pembangunan Kebun Raya di Lokasi eks reklamasi Newmont Minahasa Raya dan
penetapan pembangunan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, pembangunan wisata
rohani Bukit Kasih Kanonang di kawasan hutan lindung Gunung Soputan sebagai
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK).

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 85


86 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB VII
PENUTUP
Gambar 34. Keindahan Sulawesi Utara

Gambar 35. Keindahan Pantai Pulau Sara Kab. Kep. Talaud

74 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Gambar 36. Cardinal Fish
BAB VII
PENUTUP

Usia 50 tahun merupakan perjalanan


panjang pembangunan sebuah daerah.
Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan
pembangunan disemua sektor. Kehutanan
telah menjadi salah satu sektor penting dalam
Foto : Johanes Wiharisno dinamika pembangunan Provinsi Sulawesi
Utara. Dalam setengah abad perjalannnya,
kehutanan telah mempersembahkan berbagai
capaian yang dapat dinikmati bersama.
Potensi hasil hutan baik kayu dan hasil hutan
bukan kayu telah dirasakan manfaatnya oleh
semua lapisan masyarakat. Jasa lingkungan,
pariwisata berbasis ekologi, pemberdayaan
masyarakat serta penelitian-penelitian dalam
bidang kehutanan telah mewarnai perjalanan
pembangunan 50 tahun Provinsi Sulawesi Utara.
Pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
KPH menjadi pilihan sektor kehutanan untuk
berkiprah dalam pembangunan di masa
yang akan datang. Pembangunan KPH dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan,
menyejahterakan masyarakat disekitar dan di
dalam kawasan hutan serta menjaga kelestarian
hutan.
Foto : Johanes Wiharisno
Periode panjang pembangunan sektor
kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara dibagi
kedalam 3 (tiga) masa pemerintahan yaitu 1)
Pemerintahan Orde Lama 1964 – 1968, periode
ini ditandai dengan lahirnya Undang-undang
nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kehutanan. Pada zaman ini
aktivitas pembangunan kehutanan di daerah
masih kurang. 2) Masa Pemerintahan Orde
Baru periode 1968-1998, tercatat sebagai masa
kejayaan kehutanan, yang dimotori oleh HPH.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 89
Foto : Willy Noor Effendi
Sektor kehutanan sebagai penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas, dan 3) Masa
Pemerintahan Reformasi tahun 1998 – 2014. Pengelolan hutan dan kehutanan memasuki
konservasi dan rehabilitasi. Pada periode tersebut ditandai pula sebagai masa kebangkitan
kedua dimana KPH sebagai ujung tombak pembangunan kehutanan. Selain itu masa ini
adalah masa emas pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi masyarakat sekitar
dan di dalam kawasan hutan secara berkeadilan dan pengelolaan hutan secara lestari.
Sungguh sebuah kebanggaan telah menjadi bagian dari perjalanan peradaban sebuah
provinsi, dan menjadi sebuah harapan untuk dapat terus berkiprah pada masa yang akan
datang. Kontribusi kehutanan bagi Provinsi Sulawesi Utara juga tidak dapat dilepaskan
dari dukungan sumber daya manusia yang semakin handal dan terlatih baik dari unsur
pemerintah daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) yang menangani bidang kehutanan, dan
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan yang ada di Provinsi Sulawesi Utara.
Kerjasama dan kontribusi perusahaan swasta sebagai stakeholder, akademisi terutama pada
bidang kehutanan, pertanian serta Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) sebagai fasilitator
dan mitra kerja instansi pemerintah semakin mengukuhkan kiprah nyata kehutanan dalam
pembangunan.
Pada akhirnya marilah semua lapisan masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara memperlakukan
dan memanfaatkan sumberdaya alam dengan bijak bestari. Kegiatan rehabilitasi lahan
dan konservasi tanah diharapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat, jadikanlah kegiatan menanam menjadi budaya sehingga sumberdaya alam
hutan dapat dinikmati sampai anak cucu kita.

90 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


DAFTAR PUSTAKA
92 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Kehutanan Manado. 2014. Statistik Balai Penelitian Kehutanan


Manado. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Manado
Biro Hukum Kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara .1985.
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Menyangkut Kewenangan
Pemda Tingkat I Sulut dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Biro
Hukum Kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Manado
Biro Perencanaan. 2013. Profil Kehutanan 33 Provinsi. Kementerian Kehutanan.
Jakarta
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Direktorat Wilayah Pengelolaan dan
Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan. 2011. Pembangunan Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH), Konsep, Peraturan Perundangan dan Implementasi.
Kementerian Kehutanan. Jakarta
Djajapertjunda, Sadikin dan Edje Djamhuri. 2013. Hutan dan Kehutanan Indonesia
Dari Masa Ke Masa. IPB Press. Bogor
Joso, Soedjono dan Amu Muchasim. 1988. Himpunan Keppres; Peraturan dan Keputusan
Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
daerah dan Wilayah. CV Yulina, Jakarta.
Kanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Sulawesi Utara. 1999.
Statistik Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Sulawesi Utara Tahun
1998/1999.Departemen Kehutanan. Manado
Kanwil Departemen Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara .1995. Statistik Kehutanan Propinsi
Sulawesi Utara Tahun 1994/1995.Departemen Kehutanan. Manado
Kanwil Departemen Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara.1986. Rencana Umum Kehutanan
Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Departemen Kehutanan. Manado
Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan. 2001. Data dan Informasi Kehutanan
Provinsi Sulawesi Utara. Departemen Kehutanan. Jakarta

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 93


94 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
LAMPIRAN
96 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Sum of Hectares Column Labels
Row Labels Air APL HL HP HPK HPT KSA/KPA Grand Total
Hutan lahan kering primer 6,307.50 70,795.33 1,949.80 66,285.95 293,855.73
15,103.36 133,413.79
Hutan lahan kering 46,905.24 35,193.84 10,840.53 83,910.50 78,558.09 273,494.33
sekunder 18,086.12
Hutan Mangrove primer 3,889.80 5,343.85 1,536.31 10,769.95
Semak belukar 2.13 30,998.80 6,604.01 2,694.14 92.61 9,117.06 4,627.23 54,135.98
Perkebunan 1,361.69 1,147.27 2,508.96
Permukiman 12.89 22,208.07 194.19 28.63 4.60 28.65 22,477.03
Tanah terbuka 1,350.25 4,500.19 679.01 1,185.69 7,715.14
Hutan Mangrove sekunder 1,387.19 309.07 1,696.26
Hutan rawa sekunder 283.79 201.18 13.82 498.79
Pertanian lahan kering 155.40 257,275.00 6,442.50 3,718.70 193.91 6,535.98 13,295.98 287,617.47
Pertanian lahan kering 42.56 329,293.89 31,477.28 1,619.96 42,274.14 12,435.64 440,878.64
campur semak 23,735.17
Sawah 7.42 47,859.07 273.91 46.45 4.49 32.70 20.86 48,244.90
tambak 163.49 340.42 503.92
Bandara 269.10 269.10
Pertambangan 462.87 13.69 84.42 560.98
Hutan Rawa 34.72 34.72
Grand Total 220.40 750,050.48 161,689.46 14,701.31 208,924.36 1,445,261.90
64,559.83 245,116.06
satelit resolusi sedang di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2010 s/d 2013.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Lampiran 1. Perkembangan data dan informasi penutupan lahan hasil penafsiran citra

97
Kelas Penutupan Lahan LUAS PER FUNGSI KAWASAN (HA) Jumlah

98
Air APL HL HP HPK HPT KSA/KPA
Hutan lahan kering 4,599.40 62,832.90 13,728.68 43,079.61 129,176.36 253,416.95
primer
Hutan lahan kering 40,599.11 42,563.93 18,693.99 12,164.30 103,399.12 80,644.33 298,064.78
sekunder
Hutan Mangrove primer 3,874.15 5,532.83 1,536.31 10,943.28
Semak belukar 2.13 30,855.03 6,887.15 2,906.34 718.65 10,500.95 4,949.15 56,819.40
Perkebunan 314.91 314.91
Permukiman 12.89 22,524.18 211.39 28.63 4.60 28.65 22,810.34
Tanah terbuka 1,350.25 4,482.97 722.35 1,186.02 7,741.60
Hutan Mangrove 1,550.02 411.54 1,961.56

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


sekunder
Hutan rawa sekunder 283.79 201.18 13.82 498.79
Pertanian lahan kering 155.23 262,503.34 6,491.92 4,856.18 193.91 6,818.81 13,295.32 294,314.71
Pertanian lahan kering 42.56 332,800.48 31,729.84 24,299.57 1,619.96 44,281.59 14,261.51 449,035.51
campur semak
Sawah 7.58 47,746.42 266.33 46.45 4.49 32.70 20.86 48,124.84
Tambak 92.04 48.41 140.45
Bandara 269.10 269.10
Pertambangan 462.87 13.69 84.42 560.98
Hutan Rawa 34.72 34.72
Jumlah 220.40 749,859.82 161,674.08 64,559.83 14,701.31 208,924.15 245,112.34 1,445,051.93
b. Luas Kelas Penutupan Lahan per Fungsi Kawasan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2011.
Kelas Penutupan Lahan LUAS PER FUNGSI KAWASAN (HA) Jumlah
Air APL HL HP HPK HPT KSA/KPA
Hutan lahan kering primer 3,947.48 59,413.59 10,868.74 37,445.70 127,455.94 239,131.45
Hutan lahan kering 38,635.24 44,749.59 17,929.82 11,953.24 105,454.47 79,822.21 298,544.57
sekunder
Hutan Mangrove primer 3,841.64 5,511.12 1,536.31 10,889.07
Semak belukar 2.13 31,771.41 7,325.94 4,830.95 908.40 12,054.52 5,237.77 62,131.10
Perkebunan 314.91 314.91
Permukiman 12.89 22,524.18 211.39 28.63 4.60 28.65 22,810.34
Tanah terbuka 1,350.25 4,482.97 722.35 1,186.02 7,741.60
Hutan Mangrove 1,582.53 433.25 2,015.77
sekunder
Hutan rawa sekunder 283.79 201.18 13.82 498.79
Pertanian lahan kering 155.23 262,395.65 6,485.37 4,856.18 193.91 6,818.81 13,295.32 294,200.48
Pertanian lahan kering 42.56 334,461.29 32,531.25 25,999.06 1,641.28 46,306.59 16,515.44 457,497.46
campur semak
Sawah 7.58 47,703.35 266.33 46.45 4.49 32.70 20.86 48,081.77
Tambak 92.04 48.41 140.45
Bandara 269.10 269.10
Pertambangan 652.25 13.69 84.42 750.36
Hutan Rawa 34.72 34.72
Jumlah 220.40 749,859.82 161,674.08 64,559.83 14,701.31 208,924.15 245,112.34 1,445,051.93

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


c. Luas Kelas Penutupan Lahan per Fungsi Kawasan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012.

99
Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra
Satelit Tahun 1994-1995

100 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Lampiran 3. Peta Persebaran Areal HPH Provinsi Sulawesi Utara

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 101


Lampiran 4. Peta KPH 434 Sulawesi Utara (sumber : BPKH Wilayah VI Manado)

102 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara (s/d Akhir April 2014)
No Nama Kawasan/Kelompok Hutan Kabupaten/Kota Luas (ha) No. SK Penetapan Tanggal Penetapan Keterangan
I. Sebelum Tahun 2014
1 CA Gunung Lokon Kota Tomohon 720,00 109/Kpts-II/2003 27-3-2003
2 SM Karakelang Utara Kepulauan Talaud 3.995,00 760/Kpts-II/1997 12-12-1997
3 SM Karakelang Selatan Kepulauan Talaud 20.674,00 761/Kpts-II/1997 12-12-1997
4 HL Labuan Uki Bolaang Mongondow 630,00 183/Kpts-II/1999 7/4/1999
5 HL Bakau Dumi (I, III, IV, V, VI, VII, Bolaang Mongondow 554,13 432/Kpts-II/1999 15-06-1999
VIII, IX dan X)
6 HL Bakau Duminanga Bolaang Mongondow 354,52 429/Kpts-II/1999 15-06-1999
(s/d Akhir April 2014)

Selatan
7 HL Bakau Kaidipang Bolaang Mongondow Utara 958,41 426/Kpts-II/1999 15-06-1999
8 HL Bakau Tg. Salimburung I Bolaang Mongondow 271,87 89/Kpts-II/1998 16-02-1998
Timur
9 HL Gunung Bumbungon I Bolaang Mongondow 1.164,00 329/Kpts-II/2003 23-09-2003
10 HL Gunung Bumbungon II Bolaang Mongondow 1.610,00 329/Kpts-II/2003 23-09-2003
11 HL Bakau Bohabak Bolaang Mongondow Utara 424,60 427/Kpts-II/1999 15-06-1999
12 HL Pulau Lembeh Kota Bitung 620,52 330/Kpts-II/2003 23-09-2003
13 HP Gunung Gogugu Bolaang Mongondow Utara 1.991,78 430/Kpts-II/1999 15-06-1999
14 HP Kaidipang I Bolaang Mongondow Utara 211,48 431/Kpts-II/1999 15-06-1999
15 HP Kaidipang II Bolaang Mongondow Utara 108,20 431/Kpts-II/1999 15-06-1999
16 HP Kaidipang III Bolaang Mongondow Utara 123,75 431/Kpts-II/1999 15-06-1999
17 HP Kaidipang IV Bolaang Mongondow Utara 541,50 431/Kpts-II/1999 15-06-1999
18 HPT Dumoga Labuan Uki Bolaang Mongondow 5.790,90 184/Kpts-II/1999 7/4/1999
19 TN Bogani Nani Wartabone Bolmong, Bolmut, Bolsel 178.346,87 724/Kpts-II/1993 8/11/1993 Total Prov.Sulut
dan Gorontalo

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


287.115 ha
Jumlah I 219.091,53
Lampiran 5. Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara

103
II. Tahun 2014

104
1 CA Dua Sudara Kota Bitung 7.247,46 8.545,07 Usulan Penetapan dalam KH Dua
Sudara
2 TWA Batu Angus Kota Bitung 648,57 Usulan Penetapan dalam KH Dua
Sudara
3 TWA Batu Putih Kota Bitung 649,04 Usulan Penetapan dalam KH Dua
Sudara
4 CA Gunung Ambang Minahasa Selatan, Bolmong, Boltim 18.240,81 18.706,03 Usulan Penetapan dalam KH
Gunung Ambang
5 HPT Gunung Ambang Minahasa Selatan, Bolmong, Boltim 465,22 Usulan Penetapan dalam KH
Gunung Ambang
(s.d. Akhir April 2014)

6 HL Gunung Saoan I Minahasa Utara 1.654,30 6.015,08 Usulan Penetapan dalam KH


Gunung Saoan
7 HL Gunung Saoan II Minahasa Utara 202,84 Usulan Penetapan dalam KH

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Gunung Saoan
8 HPT Gunung Saoan Minahasa Utara 4.157,94 Usulan Penetapan dalam KH
Gunung Saoan
9 HL Gunung Klabat Minahasa Utara dan Kota Bitung 5.617,88

10 HL Gunung Wiau Minahasa Utara dan Kota Bitung 6.294,45

11 HL Karakelang Selatan II Kepulauan Talaud 1.027,84

12 HL Karakelang Utara I Kepulauan Talaud 5.710,91

13 HL Bintauna Bolmong dan Bolmut 9.997,30

14 HL Duminanga Bolang Mongondow Selatan 26.969,87

15 HL Gunung Gambuta Bolaang Mongondow Utara 11.826,60


Lampiran 6. Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara

16 HL Gunung Kawatak Minahasa dan Minahasa Tenggara 1.089,18


21. HL. .....
No Nama Kawasan Hutan Kabupaten Luas (ha) No. SK Penetapan Tanggal Penetapan Keterangan
17 HL Gunung Kawatak Minahasa dan Minahasa 1.089,18
Tenggara
18 HL Gunung Lembean Minahasa dan Minahasa Utara 2.646,80
19 HL Gunung Lengkoan Minahasa 56,48
20 HL Gunung Lolombulan Minahasa Selatan 1.192,78
21 HL Gunung Mahawu Minahasa dan Kota Tomohon 575,93
22 HL Gunung Mobungayom Bolmong, Boltim, Bolsel 48.795,31
23 HL Gunung Popotelu Minahasa Selatan 413,77
(s.d. Akhir April 2014)

24 HL Gunung Simbalang Minahasa Selatan dan Bolaang 14.895,14


Mongondow Timur
25 HL Gunung Soputan Minahasa,Minahasa Selatan, 13.560,00
Minahasa Tenggara
26 HL Gunung Tampusu Minahasa dan Kota Tomohon 33,52
27 HL Gunung Wakat Bolaang Mongondow Utara 2.852,81
28 HL Gunung Watampone Bolaang Mongondow Utara 1.781,57
29 HL Pinolosian Bolang Mongondow Selatan 4.082,11
30 HL Sungai Onggunoi Bolsel dan Boltim 3.043,81
31 HL Sungai Toadan I Bolaang Mongondow 1.612,14
32 HL Sungai Toadan II Bolaang Mongondow 922,81
33 HL Toraut MInahasa Selatan 563,26
34 HP Bolaang Uki Bolang Mongondow Selatan 7.086,78
35 HP Bolaang Uki II Bolang Mongondow Selatan 10.695,60
36 HP Inobonto Poigar Bolaang Mongondow dan 15.206,08
Minahasa Selatan

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


37 HP Sungai Ilanga I Bolmong dan Bolmut 1.166,23
Lampiran 7. Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara

105
38 HP Sungai Ilanga II Bolmong dan Bolmut 5.751,59
39 HP Sungai Matabulu Bolsel dan Boltim 1.906,94

106
40 HP Toraut Minahasa Selatan dan Bolaang 1.881,51
Mongondow
41 HP Lonsiouw Bolaang Mongondow Timur 1.285,12
42 HPT Gunung Bumbungon Bolaang Mongondow 17.738,79
43 HPT Gunung Lolombulan Minahasa Selatan 488,60
44 HPT Gunung Wiau Minahasa Utara 3.764,02
45 HPT Insarang I Minahasa dan Minahasa 566,71
Selatan
46 HPT Insarang II Minahasa dan Minahasa 137,04
Selatan
(s.d. Akhir April 2014)

47 HPT Kayuwatu Minahasa 1.301,08


48 HPT Sinonsayang Minahasa Selatan 3.591,62
49 KPA Gunung Tumpa Minahasa Utara dan Kota 208,81

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Manado
50 HPT Mintu Bolaang Mongondow Timur 8.219,94
dan Minahasa Selatan
51 HP S. Ranoyapo Minahasa Selatan dan 8.247,58 Usulan Penetapan dalam KH S.
Minahasa Tenggara Ranoyapo-Gunung Surat
52 HPT Gunung Surat Minahasa Selatan, Minahasa 26.663,63 Usulan Penetapan dalam KH S.
Tenggara dan Boltim Ranoyapo-Gunung Surat
53 HPK Bintauna Bolaang Mongondow Utara 14.694,35
54 HPT S. Andagile - S Gambuta Bolaang Mongondow dan 49.388,26
Bolaang Mongondow Utara
55 TN Bunaken Kota Manado, Minahasa, 73.984,34
Minahasa Utara dan Minahasa
Selatan
Jumlah total 672.983,77 Luas kawasan Hutan Prov. Sulut
Sesuai SK. 434/Menhut-II/2013 :
Lampiran 8. Daftar Perkembangan Penetapan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara

± 765.059,41 ha, artinya progres


penetapan setara dengan 87.96%
Lampiran 9. Data Pembangunan Hutan Kota di Sulawesi Utara

No Tahun Kabupaten/Kota Lokasi Luas (Ha)


1 2010 Tomohon Kel. Talete, Kec. Tomohon Tengah 3
Minahasa Desa Koya, Kec. Tondano Selatan 10
Minahasa Utara Kel. Airmadidi Atas, Kec. Airmadidi 10
Kotamobagu Kel. Mongkonai, Kec. Kotamobagubarat 3
Jumlah 1 26
2 2011 Minahasa Selatan DesaTeep (kompleks perkantoran), 2
Minahasa Tenggara Desa Wawali Pasan (kompleks 5
perkantoran),
Bolaang Mongondow Selatan DesaTabilaa (kompleks kantor bupati) 7
Jumlah 2 14
3 2012 Minahasa Utara Desa Airmadidi Bawah (Kaki Dian) 17
Minahasa Selatan Desa Kawangkoan Bawah (Mobongo) 2
Bolaang Mongondow Timur DesaTutuyan (Kompleks Perkantoran 6
Bupati)
Jumlah 3 25
4 2013 Minahasa - Desa Kembuan Kec. Tondano Utara 2
- Desa Paheletan Kec. Kakas 2
- Desa Kinali Kec. Kawangkoan 1.5
- Desa Tambala Kec. Tombariri 3.5
- Desa Parepei Kec. Remboken 0.5
- Desa Leleko Kec. Remboken 0.5
Bolaang Mongondow - Desa Lalow Kec. Lolak 10
Bolaang Mongondow Utara - Desa Bolangitang Satu Kec. Bolangitang 10
Barat
Jumlah 4 30
5 Rencana Bolaang Mongondow 20
2014 Kotamobagu 1
Bolaang Mongondow Selatan
Bolaang Mongondow Timur 4
Kep. Talaud 5
Minahasa Utara 10
Minahasa Selatan 2
Minahasa 5
Kep. Sangihe 5
Minahasa Tenggara 10
Bitung 5
Manado 3
Jumlah 5 70
Jumlah 1 s/d 5 165

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 107


No NAMA / PIHAK PE- JASA AIR YANG UNTUK KEBUTUHAN KATEGOR KETERANGAN

108
MANFAAT JASLING DIMANFAATKAN
AIR MASSA ENERGI KOMERSIAL NON
KOMERSIAL
1 2 3 4 5 6 7 8
1 SKPAM Gorontalo X Pembangunan SPAM di Desa X Dibuat dalam bentuk Izin (IPA)
Lonuo, Kec. Tilong Kabila
2 UPTD BBTPH X Pengairan untuk kebun bibit X Dibuat dalam bentuk Izin (IPA)
Gorontalo
3 Kelompok Tani X Pengairan lahan pesawahan X Dibuat dalam bentuk Izin (IPA)
Banteng Mulia
4 Bone Bolango X Pembangunan PLTM di Desa X IUPEA belum terbit
Energi Tulabolo
5 Totabuan Energi X Pembangunan PLTM di Desa X Dibuat dalam bentuk izin (IPEA)

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Totabuan dengan pembangunan sarpras di luar
kawasan TNBNW
6 Pemda Bolaang X Pembangunan SPAM di X MoU yang telah dibuat belum
Mongondow Bolesel disesuaikan dengan izin (IPA)
Selatan (Bolsel)
7 Pemda Bone X Pembangunan SPAM di Bone X MoU yang telah dibuat belum
Bolango Bolango disesuaikan dengan izin (IPA)
8 PDAM Bone X Penyediaan Air Minum X Rencana Izin (IPA) di urus tahun 2015
Bolango
Lampiran 10. Data mitra kerja pemanfaatan jasa lingkungan air dari kawasan TNBNW
Lampiran 11. Daftar Kepala Dinas Provinsi Sulawesi Utara

No Nama Tahun Jabatan


1 Thung Pang Sui 1961 - 1964 Inspektur Kehutanan
2 Ir. V. L. Tobing 1964 - 1968 Inspektur Kehutanan
3 G. A. Rompies 1968 - 1972 Kepala Dinas
4 Ir. J. B. Lumintang 1972 - 1978 Kepala Dinas
5 K. J. G. Rompis 1978 - 1984 Kepala Dinas
6 Ir. W. H. Hutajulu 1985 - 1988 Kepala Dinas
7 Drs. J. C. Makalew 1989 - 1990 Kepala Dinas
8 Ir. B. Ediwijoto 1991 - 1992 Kepala Dinas
9 Ir. R. Santoso N. 1993 - 1995 Kepala Dinas
10 Ir. A. Widianto, MSc 5 April – 24 Oktober Kepala Dinas
1995
11 Drs. W. Moes Lengkong 1995 - 1997 Pelaksana Harian
12 Ir. Marthinus Rante Allo, 1997 – 1 Pebruari 2004 Kepala Dinas
MSi
13 Drs. W. Moes Lengkong 2 Februari – 4 Mei 2004 Pelaksana Tugas
Kepala Dinas
14 Drs. W. Moes Lengkong 5 Mei 2004 – 29 April Kepala Dinas
2007
15 Drs. Arudji Mongilong 2007 – 13 Februari Kepala Dinas
2008
16 Drs. H.R. Makagansa, MSi 14 Februari – 13 Kepala Dinas
Oktober 2008
17 Ir. S. R. Mokodongan 14 Oktober 2008 – 7 Kepala Dinas
Maret 2011
18 Ir. Herry Rotinsulu 7 Maret 2011 - sekarang Kepala Dinas

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 109


Alokasi Tahun (Rp X 1000)

110
Jumlah
No Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013 2014
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. (X 1000)
1 Provinsi - 942.86 1.341.430 1.032.380 3.316.670
2 Minahasa 1.514.900 1.237.303 1.462.510 1.437.300 1.395.960 7.047.973
3 Minahasa Utara 1.090.544 1.195.300 1.473.790 1.322.170 1.257.700 6.339.504
4 Minahasa Selatan 1.382.900 1.145.800 1.298.050 1.492.280 1.269.370 6.588.400
5 Minahasa Tenggara 1.436.000 1.209.000 1.488.520 - 1.338.200 5.471.720
6 Bolaang Mongondow 1.413.600 1.157.400 1.209.740 1.571.980 1.311.680 6.664.400
7 Bolaang Mongondow Utara - 1.076.400 1.225.390 - 1.245.640 3.547.430
8 Bolaang Mongondow Selatan 965.7 1.219.600 981.26 - 1.215.570 4.382.130
9 Bolaang Mongondow Timur 1.044.900 1.295.100 1.145.720 - 1.247.190 4.732.910

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara


Lampiran 12. Alokasi DAK Bidang Kehutanan

10 Kepulauan Sangihe 813.33 1.218.100 1.179.800 1.607.010 1.497.760 6.316.000


11 Kepulauan Talaud 969.8 1.032.600 1.153.670 1.738.090 1.400.960 6.295.120
12 Kepulauan Sitaro - 1.016.300 - - 1.521.440 2.537.740
13 Manado 912.9 1.063.000 1.211.200 1.241.260 - 4.428.360
14 Bitung 800.9 1.127.500 1.311.800 1.285.470 - 4.525.670
15 Tomohon 787.9 1.078.200 1.338.250 1.192.910 - 4.397.260
16 Kotamobagu - 946.1 1.038.030 - - 1.984.130
Jumlah 13.133.374 17.017.703 18.460.590 14.229.900 15.733.850 78.575.417

Anda mungkin juga menyukai