iii
KIPRAH KEHUTANAN
50 TAHUN SULAWESI UTARA
1964 - 2014
Pengarah:
Ir. Herry Rotinsulu (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara)
Ir. Muh. Abidin, M.Si (Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manado)
Ir. Sudiyono (Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara)
Ir. Zahari Sipayung, M.Si (Kepala BPKH Wilayah VI Manado)
Ir. Noel Layuk Allo, MM (Kepala Balai TN Bogani Nani Watabone)
Ir. Aris Sutjipto, MM (Kepala BPDAS Tondano)
Ir. Ari Subiyantoro, MP (Kepala Balai TN Bunaken)
Penanggungjawab:
Ir. Muh. Abidin, M.Si
Penyusun:
Margaretta Christita
Johanes Wiharisno
Kontributor:
Abdul Latif, Arif, Nurhayati Samsudin, Rinto Hidayat, Suhandi,
Taufik Hamzah, Tribudi
Editor:
Ir. Muh. Abidin, M.Si
Dr. J S Tasirin
Sumber Foto:
Giyarto, Johanes Wiharisno, Margaretta Christita, BPDAS Tondano, BPKH
Wil. VI Manado, BTN Bunaken, BTN Bogani Nani Wartabone,
BPK Manado, BKSDA Sulut, Dinas Kehutanan Provinsi Sulut
iv
Seruan Rimba
Hai perwira rimba raya mari kita bernyanyi
Memuji hutan rimba dengan lagu yang gembira
Dan nyanyian yang murni
Meski sepi hidup kita jauh di tengah rimba
Tapi kita gembira sebabnya kita bekerja
Untuk nusa dan bangsa
Rimba raya rimba raya
Indah permai dan mulia
Maha taman tempat kita bekerja (2x)
Rimba raya maha indah, cantik molek dan perkasa
Penghibur hati susah, penyokong nusa dan bangsa
Rimba raya mulia
Disitulah kita kerja disinar matahari
Gunung lembah berduri haruslah kita arungi
Dengan hati yang murni
Rimba raya rimba raya
Indah permai dan mulia
Maha taman tempat kita bekerja (2x)
Pagi petang siang malam rimba kita berseru
Bersatulah bersatu tinggi rendah jadi satu, bertolongan selalu
Jauhkan sifat kamu, yang mementingkan diri
Ingatlah nusa bangsa minta supaya dibela
Oleh kamu semua
Rimba raya rimba raya
Indah permai dan mulia
Maha taman tempat kita bekerja
v
Dr. Sinyo Harry Sarundajang
Gubernur Sulawesi Utara
vi
SAMBUTAN
Gubernur Sulawesi Utara
viii
SEKAPUR SIRIH
ix
x
Seiring dengan berkurangnya luas kawasan hutan, pada periode ini dimulai
penataan kawasan dan kelembagaan sektor kehutanan. Ketiga, periode
pemerintahan reformasi 1998 – 2014, merupakan periode kehutanan
dengan paradigma yang berorientasi pada konservasi dan rehabilitasi,
pemanfaatan jasa lingkungan, mulai dikembangkan penelitian berbasis
kehutanan, penerapan iptek pada bidang kehutanan, pemberdayaan
masyarakat dan dikukuhkannya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai
model pengelolaan kehutanan masa depan yang lestari dan berkeadilan.
Tantangan kehutanan ke depan semakin kompleks dan menantang.
Pertumbuhan penduduk meningkatkan kebutuhan akan lahan. Krisis air,
energi dan pangan akan menjadi ancaman bagi generasi yang akan datang.
Kerusakan lingkungan dan penurunan daya dukung lahan akibat polusi,
pencemaran serta pemanfaatan lahan tidak sesuai kaidah konservasi akan
menjadi isu yang mengglobal. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya di
sektor kehutanan untuk mengurangi atau mengendalikan dampak-dampak
negatif pembangunan.
Buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara ini disusun sebagai salah
satu sumbangsih sektor Kehutanan menyongsong HUT ke – 50 (Tahun Emas)
Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 23 September 2014. Buku ini kami
harapkan dapat memotret sebagian perjalanan pengelolaan kehutanan,
para pelaku sejarah dan capaian yang telah diraih selama lima puluh tahun
Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini diharapkan mampu memberikan keyakinan
akan jati diri Kehutanan sekaligus introspeksi, evaluasi, rasa syukur dan
bangga atas apa yang telah diperbuat sektor Kehutanan.
Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi
mengenai pembangunan kehutanan bagi masyarakat luas.
Terima kasih dan penghargaan tinggi kepada semua pihak yang telah
berperan aktif dalam penyusunan buku ini, baik dari Unit Pelaksana
Teknis Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan maupun Program Studi
Kehutanan Universitas Sam Ratulangi. Tak lupa juga terima kasih kepada
seluruh kontributor yang telah menyumbangkan koleksi foto, gambar atau
tulisan sehingga buku ini dapat diselesaikan dengan baik.
xi
xii
KATA PENGANTAR
Lima puluh tahun (1964-2014) adalah suatu perjalanan panjang menuju tahun
emas pembangunan Provinsi Sulawesi Utara. Untuk mengisi perjalanan panjang
pembangunan tersebut, sektor kehutanan melalui jajaran Dinas Kehutanan
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan
telah berperan penting sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan peraturan
perundangan turunannya, telah meletakkan dasar penting pengelolaan hutan
dimana basis pengelolaan hutan telah didesentralisasi kepada pemerintah
daerah. Mandat pengelolaan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan
Provinsi/Kabupaten/Kota yang menangani kehutanan beserta Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan.
Peran yang diemban UPT adalah dalam rangka mensinergikan dan mendukung
pemerintah daerah dalam sektor kehutanan dengan melengkapi data dan
informasi terbaharui dalam rangka penyusunan kriteria, standar, norma dan
indikator pengelolaan hutan lestari sebagai acuan pengelolan hutan di Provinsi
Sulawesi Utara. Selama periode 50 tahun Sulawesi Utara, pembangunan sektor
kehutanan telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Penyusunan buku Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara dalam
pembangunan Provinsi Sulawesi Utara, telah diselesaikan bekerjasama antara
Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota, UPT Kementerian Kehutanan,
Unsrat, LSM dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu, selaku kordinator UPT,
saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Kepada teman-teman
Tim penyusun buku ini dari BPK Manado, saya mengucapkan terima kasih atas
dedikasinya.
Semoga buku ini menjadi inspirasi pembangunan sektor kehutanan dimasa
mendatang.
Manado, September 2014
Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manado
Selaku Kordinator UPT Kementerian Kehutanan
xiii
xiv
DAFTAR ISI
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
Gambar 26. Arboretum BPK Manado.............................................................. 68
Gambar 27. Kunjungan SD GMIM Atas Tahun 2014........................................ 69
Gambar 28. Kegiatan Kerja Bakti Pasca Banjir dan Tanah Longsor.................. 69
Gambar 29. Rapat Koordinasi Tim Terpadu Pengamanan Hutan , Dipimpin
oleh Wakil Gubernur Sulawesi Utara ,
Dr. Djouhari Kansil, M. Pd............................................................ 72
Gambar 30 Aktivitas Perlindungan dan Pengamanan Hutan......................... 74
Gambar 31. PDRB Sulawesi Utara Triwulan I/2014......................................... 78
Gambar 32. Diagram PNBP BKSDA Sulawesi Utara......................................... 78
Gambar 33. Listrik Yang Berada di Dalam Kawasan Hutan.............................. 82
Gambar 34. Keindahan Sulawesi Utara........................................................... 88
Gambar 35. Keindahan Pulau Sara di Kab. Kep. Talaud................................... 88
Gambar 36. Cardinal Fish................................................................................ 88
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
2 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai bagian dari peralihan bioregion Indomalaya dan Australasia, yang dikenal dengan
garis khayal Wallacea, wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik
flora maupun faunanya. Spesies asli (native species) atau disebut juga indigenous species
dimana spesies-spesies tersebut menempati ekosistem secara alami tanpa campur tangan
manusia. Kehadiran spesies ini melalui proses alami tanpa intervensi manusia. Diantara
species asli, dijumpai species endemik, yaitu spesies flora dan fauna yang hanya bisa
ditemukan di sebuah di Provinsi Sulawesi Utara dan tidak ditemukan di zona, pulau atau
negara lain. Beberapa Jenis flora khas Sulawesi Utara antara lain: aren (Arenga pinnata
Merr), kayu eboni (Diospyros spp), cempaka (Magnolia sp), gofasa (Vitex quinata), kayu
arang (Cratoxylon celebicum), kayu bugis (Koordesiodendron celebicum), kayu besi pantai
(Pongamia pinnata), kayu Inggris (Eucalyptus deglupta), kayu kambing (Garuga floribunda),
kedondong hutan (Spondias pinnata), kemiri (Aleurites moluccana), kenari (Canarium
amboinensis), kenari hutan (Canarium vulgare), ketapang (Terminalia supitiana), nantu
(Palaqium obtusifolium), pakoba (Trycalisia minahasae) dan cempaka wasian (Elmerrillia
ovalis).
Sedangkan beberapa jenis fauna khas Provinsi Sulawesi Utara adalah: tangkasi/ tarsius
(Tarsius sp), anoa (Buballus depresicornis), babirusa (Babyroussa babirussa), celepuk
sulawesi (Otus manadensis), monyet hitam (Macaca nigra), maleo (Macrocephalon maleo),
betet kelapa (Tanygnatus sp), rangkong (Rhyticeros cassidix), sampiri (Eos histrio), serindit
sulawesi (Lorinculus exhilis).
Selain flora dan fauna, kawasan hutan juga menyimpan sumberdaya alam tidak terbarukan
yaitu potensi geothermal berupa kandungan panas bumi cukup besar antara lain di Gunung
Duasudara, Airmadidi, Lahendong, Tompaso, Gunung Ambang dan Kotamobagu.
Tabel 2. Hasil pelaksanaan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Sulawesi Utara tahun 1970-1997
(termasuk Provinsi Gorontalo)
No Jenis Kegiatan Total luas kumulatif sejak Keterangan
tahun 1970 - 1997
1 Penghijauan 189.071 ha
2 Demplot Pengawetan 84.335 unit
Tanah
3 Dam pengendali 181 unit
4 Hutan Rakyat 25.956 ha
5 Reboisasi 37.145 ha Khusus untuk Kabupaten
Minahasa seluas 11.155 ha
Sumber: BPDAS Tondano
Produksi kayu merupakan basis utama dari industri yang bergerak di sektor kehutanan
pada masa ini. Eksploitasi hutan diarahkan untuk mendukung wood based industry,
meningkatkan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja. Produksi kayu bulat/log
pada masa ini mencapai 2.960.424,01 m³.
Pada periode 1970-an hingga awal tahun 1990-an dikenal sebagai masa emas sektor
kehutanan dalam perolehan devisa. Sektor kehutanan merupakan penyumbang devisa
terbesar kedua setelah migas. Ungkapan hutan sebagai emas hijau yang membentang
sepanjang garis khatulistiwa di bumi pertiwi. Sektor kehutanan menjadi unggulan untuk
mendatangkan pendapatan menggerakkan roda perekonomian bangsa dari pusat sampai
ke daerah.
Permasalahan di bidang kawasan hutan pada era HPH antara lain adalah pemegang HPH
tidak melakukan pengelolaan hutan secara lestari, HPH hanya diberikan kepada kroni-kroni
pihak penguasa pada masa tersebut, penegakan hukum dibidang pengusahaan hutan tidak
berjalan baik, kurangnya pengawasan, rehabilitasi tidak berjalan dengan baik, perambahan
kawasan hutan untuk pemukiman dan perluasan lahan pertanian, illegal logging dan
kurangnya sarana dan prasarana.
Pada era reformasi, sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku, Kanwil Kehutanan
telah mengalami disorientasi fungsi. Beberapa mandat yang sebelumnya diemban oleh
Kanwil Kehutanan berangsur dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi sampai akhirnya
personil Kanwil dilikuidasi menjadi aparatur Dinas Kehutanan Provinsi tahun 2001.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 27
2. Dinas Kehutanan Provinsi
Dengan dilikuidasinya Kanwil Kehutanan, maka Dinas Kehutanan Provinsi (dulunya Dinas
Kehutanan Dati I) merupakan satu-satunya institusi yang mengembang sebagian fungsi
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan kawasan hutan di daerah.
Desentralisasi dan dekonsentrasi pengelolaan hutan memberikan mandat yang luas
kepada Dinas Kehutanan melakukan pengelolaan hutan secara lestari. Penyiapan data dan
informasi dalam penyusunan kriteria, indikator, norma dan standar pengelolaan hutan,
sebagian dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan (sekarang
Kementerian Kehutanan). Pengurusan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi
Sulawesi Utara yang dibentuk berdasar Perda 10 tahun 2003 dan berubah dengan terbitnya
Perda 3 tahun 2008. Berdasar Peraturan Daerah Sulawesi Utara nomor 10 tahun 2003
maka terdapat jabatan Kepala Dinas dan Wakil Kepala Dinas, sedangkan berdasarkan Perda
3 tahun 2008 maka jabatan Wakil Kepala Dinas dihapus.
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kehutanan
Provinsi Sulawesi Utara yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional
yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat dan teknis penunjang
untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Dinas
Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara.
Balai Pengelolaan DAS Tondano sebagai Unit pelaksana teknis (UPT) pengelolaan DAS di
Sulawesi Utara yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal
Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS-PS) Kementerian
Kehutanan. Tugas Pokok dan Fungsi BPDAS Tondano dipertegas melalui Kepmen Kehutanan
No. P.15/Menhut-II/2007 yaitu Balai Pengelolaan DAS Tondano mempunyai fungsi untuk;
a) Penyusunan rencana Pengelolaan DAS, b) Penyusunan dan Penyajian Informasi DAS, c)
Pengembangan Model Pengelolaan DAS, d) Pengembangan Kelembagaan dan Kemitraan
Pengelolaan DAS dan e) Pemantauan danEvaluasi Pengelolaan DAS.
Balai Pengelolaan DAS Tondano memberikan fasilitas dan supervisi teknis pada Pemerintah
Daerah dan stakeholder lainnya, sehingga upaya-upaya Pengelolaan DAS dan termasuk
didalamnya upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat berjalan dengan baik serta mencapai
hasil yang optimal.
Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara merupakan salah satu Unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian
Kehutanan Republik Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara
(selanjutnya disebut BKSDA) statusnya ditingkatkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kehutanan No. 02/Kpts-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Unit
Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam. Sebelum menjadi BKSDA, namanya Unit
Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara (UKSDA) yang dulunya dikenal dengan nama
Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA).
Adapun tugas pokok BKSDA Sulut adalah penyelenggaraan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman
wisata alam dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan
lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar diluar kawasan konservasi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan tugas pokok, dijabarkan fungsi BKSDA Sulut sebagai berikut; a) Penataan
blok, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar
alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, serta konservasi tumbuhan
dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi, b) Pengelolaan kawasan suaka
margasatwa, cagar alam, taman wisata alam dan taman buru serta konservasi tumbuhan
dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan, c) Koordinasi teknis pengelolaan taman
hutan raya dan hutan lindung, d) Penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan, hasil
hutan, tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan, e) Pengendalian kebakaran
hutan, f) Promosi, informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, g)
Pengembangan bina wisata alam dan cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, h) Kerja sama pengembangan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, i) Pemberdayaan masyarakat
sekitar kawasan konservasi, j) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan
pariwisata alam dan k) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Balai KSDA Sulut secara struktur
organisasinya Kepala Balai membawahi 3 (tiga) pejabat Eselon IV, yaitu :
• Kepala Sub Bagian Tata Usaha.
• Kepala Seksi Konservasi Wilayah I dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah
Propinsi Sulawesi Utara yang meliputi Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon,
Kota Kotamobagu, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten
Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow,
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan,
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten
Kepulauan Talaud dan Kabupaten Kepulauan Sitaro.
• Kepala Seksi Konservasi Wilayah II dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah
Propinsi Gorontalo yang meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten
Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Bone
Bolango.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara dibentuk berdasarkan Peraturan
Menteri Kehutanan No. 02/Kpts-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan
Tata Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam.
32 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
6. Balai Taman Nasional Bunaken
Taman Nasional Bunaken merupakan salah satu Kawasan Pelestarian Alam yang sudah
diakui dunia akan keindahan alam bawah lautnya dan merupakan salah satu ikon
Sulawesi Utara. TN Bunaken secara yuridis ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 730/Kpts-II/1991 tanggal 15 Oktober 1991 dengan luas 89.065 ha
yang meliputi Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, Pulau Siladen, Pulau Mantehage, Pulau
Nain, Pesisir Molas-Wori serta pesisir Arakan–Wawontulap. Peresmian Taman Nasional
Bunaken ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 21 Desember 1992 di Manado,
dilanjutkan dengan penetapan Balai Taman nasional Bunaken pada bulan Januari 1998.
TN Bunaken dikelola oleh otoritas yaitu Balai Taman Nasional Bunaken yang merupakan
Unit Pengelola Teknis di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Kementrian Kehutanan. Kawasan TN Bunaken dalam pengelolaannya terbagi dalam 2 (dua)
Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah, yaitu SPTN Wilayah I di Meras seluas
75.265 ha (meliputi wilayah pengelolaan TN Bunaken bagian Utara) dan SPTN Wilayah II
di Tambala seluas 13.800 ha (meliputi wilayah pengelolaan TN Bunaken bagian selatan).
Bagian Utara TN Bunaken terdiri dari 5 (lima) pulau dan pesisir daratan Sulawesi yaitu
Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, dan Pulau Siladen, serta pesisir Tanjung Pisok (Kec.
Bunaken, Kota Manado), Pulau Mantehage, Pulau Naen dan pesisir Desa Tiwoho dan Desa
Wori di daratan Sulawesi (Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara). Bagian Selatan
TN Bunaken meliputi pesisir Tanjung Kalapa di daratan Sulawesi (mulai dari pesisir Desa
Poopoh sampai Desa Pinasungkulan, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa dan dari
Desa Rap-rap sampai Desa Popareng Kecamatan Tumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan).
Visi pengelolaan TN Bunaken adalah terwujudnya Taman Nasional Bunaken yang
aman dan lestari didukung kelembagaan yang kuat dalam pengelolaanya serta mampu
memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Untuk mencapai Visi tersebut maka
ditetapkan 4 (empat) Misi pengelolaan TN Bunaken yaitu; a) Meningkatkan pengelolaaan
konservasi sumberdayaalamhayatidan ekosistimnya b) Meningkatkan perlindungan
kawasan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan penegakan hukum,
c) Mengembangkan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistem berdasarkan
prinsip kelestarian dan d) Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam rangka
pengelolaan, perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Pengelolaan TN Bunaken memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya melalui pemanfaatan ekstraktif
terbatas dan pengembangan pariwisata khusus (penyelaman).
Sesuai dengan amanat Undang-Undang, TN Bunaken dikelola dalam bentuk zonasi,
dalam perkembangannya zona di TN Bunaken mengalami beberapa perubahan, adapun
Zonasi terbaru berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam Nomor: SK 13/IV-KK/2008 tanggal 4 Februari 2008 adalah Zona Inti
dengan luas 1.077,6 ha, Zona Rimba dengan luas 1.528,32 ha, Zona Rehabilitasi dengan
luas 142,9 ha, Zona Pemanfaatan Pariwisata dengan luas 1.233,43 ha, Zona Pemanfaatan
Umum dengan luas 72.279,77 ha, Zona Tradisional dengan luas 10.460,69 ha, dan Zona
Khusus Daratan dengan luas 2.342,29 ha.
Balai Penelitian Kehutanan Manado merupakan salah satu UPT Kementerian Kehutanan
yang baru dibentuk pada masa reformasi.
Balai Penelitian Kehutanan Manado dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
(Permenhut) Nomor : P.36/Menhut-II/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian
Kehutanan Manado tanggal 2 Juni 2006 dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri
Kehutanan nomor P.39/Menhut-II/2011 tanggal 20 April 2011, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Balai Penelitian Kehutanan Manado dengan wilayah kerja meliputi tiga provinsi yaitu
Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara. Tugas pokoknya melaksanakan penelitian
di bidang konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan, keteknikan
kehutanan dan pengolahan hasil hutan dan perubahan iklim dan kebijakan kehutanan.
Berdasarkan Renstra BPK Manado 2010-2014, BPK Manado mempunyai Visi “Menjadi
Lembaga Penyedia IPTEK Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang Profesional
di Indonesia Timur Bagian Utara” dengan misi antara lain; a) Menyelenggarakan kegiatan
penelitian berbasis konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan secara berkelanjutan, b)
Meningkatkan kemanfaatan dan desiminasi IPTEK konservasi dan rehabilitasi hutan dan
lahan dan c) Memantapkan unsur-unsur pendukung penelitian.
Dalam bidang tertib administrasi, BPK Manado ikut berperan menorehkan prestasi dengan
memperoleh predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) pada audit BPK tahun 2013. Selain
itu BPK Manado mendapat penghargaan dari KPPN Manado atas ketertibannya dalam
pelaporan keuangan tahun 2013 dan 2014.
Universitas Sam Ratulangi sebagai lembaga pendidikan tinggi tidak dapat dilepaskan
kiprahnya dari pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Sulawesi Utara. Dalam
bidang kehutanan Universitas Sam Ratulangi memiliki peran dalam melahirkan sumberdaya
manusia yang unggul dengan menyelenggarakan program studi kehutanan. Program
Studi Kehutanan memiliki visi untuk menjadi wadah pengembangan ilmu dan pendidikan
kehutanan yang maju untuk pengelolaan sumberdaya alam dalam konsep keseimbangan
dan keberlanjutan. Misi yang diemban adalah untuk (1) mendidik masyarakat secara
34 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
bertanggung jawab agar menjadi pelaku
pembangunan yang handal, dan (2)
mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni bidang kehutanan untuk
menunjang kemajuan dan pembangunan
bangsa dan negara secara berimbang dan
berkelanjutan.
Lulusan Program Studi Kehutanan Universitas
Sam Ratulangi memiliki kompetensi sebagai
Sarjana Kehutanan yang: (1) menguasai
pengetahuan dan memiliki ketrampilan bidang
kehutanan, (2) mampu mengidentifikasi
masalah dan merumuskan pemecahan
masalah dengan pendekatan ilmiah, (3)
mampu menjadi inovator dalam masyarakat
untuk pelestarian sumberdaya hutan dan
produksi kehutanan yang berkelanjutan,
dan (4) mampu menyediakan jasa konsultasi
dan supervisi serta melaksanakan kegiatan
produktif di bidang kehutanan dan yang
terkait.
Kelembagaan
Dari atas ke bawah:
pengelolaan
Kantor Dinas Kehutanan
Kantor BPK Manado hutan berkembang
Kantor BTN Bunaken
Kantor BPKH Wil. VI Manado pesat
Kantor BKSDA Sulut
Kantor BPDAS Tondano di Provinsi Sulawesi
Utara berkembang
pesat sejak era
otonomi daerah
Gambar 9. Kantor-kantor Kehutanan
di Provinsi Sulawesi Utara
Gambar 11. Diagram persentase pembagian kawasan hutan Provinsi Sulawesi Utara 2014
Sejak tahun 2003 sampai dengan 2008 kawasan yang telah direhabilitasi seluas 39.540
ha, dimana seluas 25.724 ha berada dalam kawasan dan seluas 13.816 ha di luar kawasan
hutan. Pada tahun 2011 hingga 2013, BPDAS Tondano mendapat penghargaan RHL hutan
konservasi terbaik tingkat nasional. Prestasi lain dibidang kehutanan juga telah dicapai
Gubernur Sulawesi Utara dengan diterimanya penghargaan sebagai pembuat regulasi
terbanyak di bidang kehutanan.
Kegiatan pemanfaatan hutan yang berorientasi pada penebangan kayu semakin menurun
seiring menurunnya produktivitas lahan hutan. Hak Pengusahaan Hutan semakin berkurang
dan sebagian besar (lebih 50%) berada di wilayah Provinsi Gorontalo. Pasca reboisasi dan
penghijauan, pemerintah menetapkan Program Hutan Tanaman Swakelola (HTS) tahun
1999 - 2000, Hutan Tanaman Unggulan Lokal (HTUL) tahun 2001 - 2002 dan Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) tahun 2003.
42 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
• Kebun Bibit Rakyat
Kebun Bibit Rakyat merupakan program pemerintah untuk menyediakan bibit tanaman
hutan antara lain gmelina, nantu, mahoni dan jenis tanaman serbaguna (MPTS) yang
dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok masyarakat, terutama di pedesaan. Bibit
hasil Kebun Bibit Rakyat digunakan untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis serta
kegiatan penghijauan lingkungan. Dengan produksi bibit per unit sebanyak 50.000 batang
tanaman untuk tahun 2010 dan tahun 2011 diasumsikan untuk melakukan rehabulitasi
hutan dan lahan pada luasan 125 ha per unit KBR. Berbeda untuk tahun 2012, produksi
bibit per unit KBR menjadi 25.000 batang anakan untuk asumsi luas areal tanam 25–100 ha
untuk jenis non mangrove, sedangkan untuk KBR mangrove per unit 50.000 batang untuk
asumsi luas areal tanam 10-20 ha. Kebun Bibit Rakyat di Sulawesi Utara pada tahun 2010
seluas 26.500 ha, 2011 seluas 40.125 ha, 2012 seluas 16.875 ha, 2013 seluas 15.120 ha,
191 seluas 7640 ha. Dengan luasan tersebut maka total Kebun Bibit Rakyat Sulawesi Utara
2010-2014 adalah 106.260 ha.
Tabel 8. Kebun Bibit Rakyat di Provinsi Sulawesi Utara
Tahun Pelaksanaan
No Kabupaten/Kota Jumlah
2010 2011 2012 2013 2014
1 Manado 2 2 3 3 3 13
2 Bitung 9 9 6 8 8 40
3 Tomohon 5 12 7 14 9 47
4 Kotamobagu 8 4 6 8 6 32
5 Minahasa 18 37 20 50 23 148
6 Minahasa Utara 32 26 16 47 22 143
7 Minahasa Selatan 29 44 29 48 18 168
8 Minahasa Tenggara 12 27 20 35 21 115
9 Bolaang Mongondow 34 30 16 40 25 145
10 Bolaang Mongondow Utara 12 25 28 28 14 107
11 Bolaang MongondowTimur - 20 15 17 8 60
12 Bolaang Mongondow Selatan - 26 15 8 4 53
13 Kepulauan Sangihe 28 27 20 25 12 112
14 Kepulauan Talaud 22 28 20 44 15 129
15 Kepulauan Siau Tagulandang Biaro 1 4 4 3 3 15
JUMLAH 212 321 225 378 191 1,327
Sumber: BPDAS Tondano
Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah terwujudnya tanaman hutan di luar kawasan
hutan (lahan milik rakyat) sebagai upaya rehabilitasi lahan tidak produktif (lahan kosong/
kritis) di DAS prioritas yang ditujukan untuk memulihkan fungsi dan meningkatkan
produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman berupa kayu dan non kayu, memberikan
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 43
peluang kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan pendapatan masyarakat,
kemandirian kelompok tani, serta memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi
tekanan penebangan kayu hutan.
Tabel 9. Pembangunan Hutan Rakyat di areal MDM (Model Das Mikro) Sulawesi Utara
• Persemaian Permanen
• Rehabilitasi Mangrove
Rehabilitasi hutan mangrove menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan bersama
masyarakat. Pada tahun 2011 BPDAS Tondano telah melakukan penanaman mangrove
seluas 150 ha. Pada tahun 2013 penanaman mangrove telah dilakukan di 8 kabupaten/kota
dengan total luas mencapai 400 ha. Sinkronisasi dan harmonisasi program lintas instansi
difasilitasi oleh Kelompok Kerja Mangrove Daerah Sulawesi Utara.
• Hutan Kota
Pembangunan hutan kota juga menjadi salah satu kiprah kehutanan dalam menjaga
ekosistem dan keindahan kota di Sulawesi Utara. Pembangunan hutan kota dimaksudkan
sebagai upaya untuk perbaikan lingkungan perkotaan dengan tujuan untuk mewujudkan
lingkungan hidup wilayah perkotaan yang sehat, rapi dan indah dalam suatu hamparan
tertentu sehingga mampu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, estetika, resapan air
serta keseimbangan lingkungan perkotaan.
Sasaran lokasi kegiatan adalah hamparan lahan kosong di dalam wilayah perkotaan baik
pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam PP Nomor 63 tahun
2002 tentang Hutan Kota. Hutan Kota ini sebagai bagian dari ruang terbuka hijau sesuai
peruntukan dalam RTRW perkotaan.
Tabel 10. Hutan Kota di Provinsi Sulawesi Utara
e f
Kegiatan Penanaman Satu Milyar Pohon (One Billion Indonesian Trees) disingkat OBIT
merupakan kegiatan penanaman pohon secara massal yang dilakukan oleh instansi/
lembaga atau kelompok masyarakat tertentu ataupun perorangan. Hingga tahun 2012,
jumlah bibit yang telah ditanam dalam kegiatan ini di Provinsi Sulawesi Utara adalah
sebanyak 15.481.657 batang. Kegiatan ini menghantarkan Provinsi Sulawesi Utara meraih
Juara III Nasional Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon penghargaan diterima oleh
Gubernur Sulawesi Utara Dr. S H Sarundajang, jumlah tersebut setara dengan satu jiwa/
penduduk menanam 7 pohon. Untuk tingkat kabupaten kota penghargaan yang sama
diberikan kepada Kabupaten Minahasa Utara tahun 2012, memperoleh penghargaan
serupa sebagai juara III nasional yang diterima oleh Bupati Drs.Sompie SF Singal MBA.
Pada tahun 2013 Kabupaten Minahasa sebagai juara III tingkat nasional yang diterima oleh
Bupati Drs. Jantje Wowiling Sajow, M.Si.
g h
• Pengembangan Informasi
Penyajian informasi DAS sangat membantu banyak pihak terkait dalam pemanfaaatan
sumberdaya alam dan pembangunan wilayah dalam suatu DAS. Beberapa informasi
DAS yang telah disusun BPDAS Tondano mengacu pada buku Sidik Cepat Degradasi DAS
(yang diterbitkan Badan Litbang Kehutanan tahun 2012) yang berisi kerentanan banjir
dan longsor, kerawanan erosi pada masing-masing DAS di Sulawesi Utara serta informasi
lahan kritis. Beberapa informasi DAS yang telah disusun BPDAS Tondano adalah sidik cepat
degradasi DAS yang berisi kerentanan banjir dan longsor, kerawanan erosi pada masing-
masing DAS di Sulawesi Utara serta informasi lahan kritis. Informasi ini telah menjadi acuan
beberapa instansi dalam pengembangan mitigasi bencana banjir dan longsor.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 49
D. Pengembangan Jasa Lingkungan
Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal memiliki pesona
alam yang memukau dan menjadi salah satu tujuan wisata baik domestik maupun
mancanegara. Salah satu harapan Sulawesi Utara menjadikan Kota Manado sebagai kota
model ekowisata internasional sejalan dengan pengembangan pariwisata berbasis ekologi
dan konservasi yang telah lama digaungkan pada sektor kehutanan.
Untuk memantapkan rencana pemanfaatan jasa lingkungan, Balai KSDA menyusun
rencana wisata pada tahun 2014 dan diharapkan selesai proses penyusunan dokumen
penataan blok, penyusunan rencana pengelolaan dan desain tapak dapat diselesaikan.
Ijin Pemanfaatan Pariwisata Alam (IPPA) dapat dikeluarkan setelah disahkan dokumen
tersebut. Penyelesaian dokumen sampai pengesahan oleh Direktur Jenderal PHKA diakhir
2014.
Peningkatan kelembagaan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta sarana pemandu
melalui pembinaan pemandu wisata (guide) dan pembentukan kelompok, pelatihan dan
pemenuhan sarana. Tercatat saat ini kelompok guide di TWA Batuputih berjumlah 52 orang.
Dampak langsung kegiatan wisata ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah
kamar homestay dalam 10 tahun terakhir, meningkat dari 29 kamar menjadi 65 kamar.
Beberapa potensi jasa lingkungan dalam kawasan konservasi yang diidentifikasi sangat
menjanjikan tujuan wisata sebagaimana tabel berikut:
Tabel 11. Potensi Jasa Lingkungan di Provinsi Sulawesi Utara dalam Kawasan Konservasi.
Selain itu, kegiatan berbasis konservasi dan jasa lingkungan, TN Bunaken juga aktif
melakukan kegiatan inventarisasi, identifikasi dan monitoring terhadap sumber daya
alam yang direalisasikan dengan kegiatan monitoring terumbu karang, rehabilitasi karang,
transplantasi karang, monitoring ikan, monitoring SPAG,s, monitoring dan rehabiltasi
mangrove, rehabilitasi padang lamun, penanaman pohon pakan Macaca nigra di Pulau
Manado Tua, Inventarisasi Molusca dan crustacean, serta monitoring burung. Pembinaan
(Elmerillia ovalis).
Untuk potensi fauna, di kawasan TNBNW terdapat jenis mamalia, seperti Babirusa
(Babyrousa babirussa), Anoa dataran rendah (Bubalus depresicornis), Anoa gunung
(Bubalus quarlesi), dan jenis primata, terdapat 3 jenis Monyet Sulawesi yaitu Macaca
nigra, Macaca nigrescens, dan Macaca hecki. Jenis lain yang ditemukan adalah Tarsius
(Tarsius tersier), Musang Sulawesi (Macrogolodia muschenbroeki) dan Kus-Kus (Phalanger
sp).
Jenis burung (aves) kurang lebih 125 jenis, dari jumlah tersebut kurang lebih 45 jenis
diantaranya merupakan jenis endemik, seperti dari kerabat burung seperti Merpati
(Columbidae), Paruh Bengkok (Psittacidae), Raja Udang (Alcedinidae), Jalak (Sturnidae)
Rangkong (Bucertotidae), Pelatuk (Picidae), Pemakan Lebah (Meliphagidae) dan Burung
Maleo (Macrosephalon maleo).
Jenis reptilia yang sering ditemukan dalam kawasan antara lain, ular belang (Bugarus
cundidus), ular cincin (Boiga dendrophylu), ular serigala (Lycodon sp), kadal (Mobuya
multifasciata), king kobra (Najanaja), kura-kura (Orsilia sp), ular sanca/patola (Phyton
molorus), ular hijau (Trimeroturus wagleri), dan biawak coklat (Varanus salavator).
Selain kaya akan jenis flora dan fauna, Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
memiliki potensi wisata alam yang cukup menarik yang dapat dikembangkan sebagai daya
tarik wisata alam. Berikut merupakan potensi wisata alam yang ada dalam kawasan taman
nasional yang dapat dengan mudah dijangkau yaitu a) Habitat dan tempat dan peneluran
Burung Maleo sekaligus sebagai pusat pembinaan populasinya, di lokasi Tambun, Muara
Pusian, dan Hungayono. b) Habitat Tarsius sp. disekitar hutan sekunder Kosinggolan Toraut
dan Lombongo. c) Situs purbakala berupa gua berkamar di lokasi Toraut dan Binuanga. d)
Air terjun Bumbung, Mengkang, Toraut, dan Lombongo. e) Gua kapur (stalaktit) Hungayono.
Potensi Jasa lingkungan yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara adalah
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 55
Gambar 20. Peta Tahura Gunung Tumpa Foto: Dinas Kehutanan
Taman Hutan Raya Gunung Tumpa. Tahura Gunung Tumpa merupakan kawasan konservasi
yang terpadu antara hutan alam sekunder dengan hutan tanaman di Provinsi Sulawesi
Utara seluas 208,801 ha membentang dari kawasan hutan kota Manado sampai kabupaten
Minahasa Utara. Letak Taman Hutan Raya Gunung Tumpa berada di Kelurahan Molas,
Kelurahan Meras, Kelurahan Tongkeina dan Kelurahan Pandu Kecamatan Molas Kota
Manado, Desa Wori dan Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara, berada
pada ketinggian 175 - 627 m dpl. Tahura Gunung Tumpa sebagai Kawasan Pelestarian Alam
yang salah satu tujuannya adalah koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami ataupun
buatan, memiliki 3 tipe ekosistem utama yaitu hutan hujan tropis sekunder, semak/
padang rumput dan kebun. Adanya beberapa tipe ekosistem dalam Taman Hutan Raya
56 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 21. Kegiatan pengelolaan di Tahura Gunung Tumpa Foto: Arif
60
50 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
E. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dalam sektor kehutanan telah lama dilakukan di Sulawesi Utara,
namun akhir-akhir ini, pelaksanaannya lebih intensif dan terorganisir sehingga manfaat
hutan semakin dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Instansi kehutanan
Provinsi Sulawesi Utara, baik UPT kementerian Kehutanan maupun Dinas Kehutanan
senantiasa bahu-membahu dalam menggiatkan pemberdayaan masyarakat.
Balai KSDA Sulawesi Utara mengelola 13 kawasan konservasi, dua diantaranya merupakan
kawasan Taman Wisata Alam yaitu TWA Batuputih dan TWA Batuangus. Kedua kawasan
tersebut berada di Kota Bitung, provinsi Sulawesi Utara dengan luas total 1.250 ha. Kawasan
TWA Batuangus baru pada tahap awal dalam pengelolaannya, sedangkan TWA Batuputih
telah berkembang cukup lama sebagai destinasi wisata.
Pengembangan ekowisata merupakan bagian penting dalam pengelolaan kompleks
kawasan konservasi Cagar Alam Tangkoko-Duasudara dan TWA Batuputih-Batuangus.
Perubahan status kawasan sebagian cagar alam menjadi taman wisata alam pada tahun
1981, salah satunya ditujukan untuk mengurangi tekanan masyarakat sekitar kawasan
terhadap fungsi cagar alam melalui aktivitas wisata.
Dampak yang diharapkan dari dibukanya peluang kegiatan wisata didalam TWA Batuputih
adalah; a) peningkatan kesejahteraan masyarakat, b) sumber pendapatan baru bagi
masyarakat, c) berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan,
d) meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan kawasan hutan yang
berkelanjutan, e) mendukung fungsi kawasan sebagai pusat keanekaragaman hayati dan
sumber ilmu pengetahuan (diharapkan masyarakat lokal dapat menjadi local counterpart
bagi aktivitas penelitian) dan f) menurunnya degradasi dan deforestasi dari kegiatan illegal
logging, perladangan dan aktivitas terlarang lainnya.
Disisi penyelamatan hutan, tanah dan air, pemberdayaan masyarakat telah diprogramkan
dalam peningkatan fungsi dan daya dukung DAS. Dalam pelaksanaan program tersebut
terdapat beberapa kegiatan diantaranya adalah: a) Kegiatan pengembangan perhutanan
sosial dalam bentuk kegiatan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan
Rakyat (HR) untuk bahan baku kayu perindustrian dan HHBK unggulan, b) Pengembangan
Perbenihan Tanaman Hutan dalam bentuk kegiatan pengembangan seed for people,
Pengembangan Sentra Bibit (persemaian Permanen, Kebun Bibit Rakyat) dan c) Pembinaan
Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam bentuk kegiatan
Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, penyusunan baseline data pengelolaan
DAS, penyusunan data dan peta lahan kritis serta d) Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan dan Reklamasi Hutan dalam bentuk kegiatan rehabilitasi hutan pada DAS prioritas
dan pada lahan-lahan kritis, pembangunan hutan kota, rehabilitasi hutan mangrove dan
sempadan pantai.
Bentuk lain pemberdayaan masyarakat adalah dengan pengembangan kelembagaan,
salah satu kegiatan yang telah berhasil dibangun BPDAS Tondano adalah pembentukan
forum DAS pada tingkat kabupaten yang hingga tahun 2014 telah memfasilitasi lahirnya
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan DAS Tondano
Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan air yang telah dilakukan oleh Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone adalah kegiatan pemanfaatan massa air untuk mendukung pembangunan
SPAM di beberapa desa penyangga yang berada di SPTN Wilayah I Suwawa dan SPTN Wilayah
II Doloduo. Pemanfaatan jasa lingkungan air tersebut dilakukan melalui pembuatan MoU
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 61
antara Balai TNBNW dengan Pemerintah Daerah / Kelompok tani / PDAM, namun setelah
terbit Permenhut Nomor : 64 tahun 2013 tentang Pemanfaatan Air Dan Energi Air di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam, MoU yang
sudah dibuat disesuaikan dengan IPA / IUPA.
Selain pemanfaatan massa air, dilakukan pula pemanfaatan energi air dalam rangka
mendukung kegiatan pembangunan PLTM baik yang dibangun di Kabupaten Bolaang
Mongondow maupun yang dibangun di Kabupaten Bone Bolango. Pemanfaatan energi air
tersebut dilakukan dengan mengurus izin terlebih dahulu berupa IPEA / IUPEA berdasarkan
Permenhut Nomor 64 tahun 2013.
F. Pembangunan KPH
Pada periode ini perencanaan hutan memegang peranan sangat penting untuk
pemanfaatan hutan lestari. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa
perencanaan kehutanan meliputi: inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan,
penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan
rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat
provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah
kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat
dikelola secara efesien dan lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa
kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP),
dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK). KPH berperan sebagai penyelenggara
pengelolaan hutan di lapangan atau ditingkat tapak yang harus menjamin bahwa
pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan fungsinya. Keberadaan KPH
menjadi kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai pengelola sumberdaya
hutan sesuai mandat undang-undang, dimana hutan dikuasai negara dan harus dikelola
secara lestari.
Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah
No. 3 Tahun 2008, yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan
Hutan pada KPHL dan KPHP, secara eksplisit fungsi kerja KPH dalam penyelenggaraan
pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat dijabarkan secara operasional sebagai berikut: a)
Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam wilayah KPH, b) Menyusun rencana
pengelolaan hutan di tingkat wilayah KPH, termasuk rencana pengembangan organisasi
KPH, c) Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan
yang dilaksanakan oleh pemegang ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan
dan konservasi alam, d) Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan, e) Melaksanakan
perlindungan hutan dan konservasi alam, f) Melaksanakan pengelolaan hutan di kawasan
tertentu bagi KPH yang telah menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan
Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), g) Menjabarkan kebijakan
kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan hutan dan h) Menegakkan hukum
kehutanan, termasuk perlindungan dan pengamanan kawasan, serta i) Mengembangkan
investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan lestari.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.796/Menhut-II/2009 tanggal 7
Desember 2009, telah ditetapkan 9 unit Kesatuan PengelolaanHutan di Provinsi Sulawesi
62 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Utara. Dari 9 unit KPH, ditetapkan 1 (satu) unit KPH model yaitu KPHP Model Poigar,
dengan SK Nomor : 788/Menhut-II/2009. Luas KPHP Model Poigar : 41.598 ha. Dengan
tidak diperbolehkannya izin IUPHHK-HA, HTI, RE, penetapan HKM dan HD Luas kawasan
hutan yang belum dibebani izin pemanfaatan di KPHP Model Poigar seluas 37.434,35 ha.
Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagai berikut :
Tabel 13. Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara
Unit KPHP/KPHL Fungsi Kawasan Hutan(±ha) Luas Progres
No
Kab/Kota HL HPT HP (± ha) Pembentukan
1 UNIT I KPHP
a. Bolaang Belum
665 15.048 2.793 18.506
Mongondow dilaksanakan
b. Bolaang
28.473 69.285 5.99 103.748
Mongondow Utara
2 Unit II KPHP
Bolaang Mongondow 3.905 10.931 6.715 21.551 Sda
3 Unit III KPHP
a. Bolaang
483 1.662 - 2.145
Mongondow Sda
b. Bolaang
35.682 33.151 21.354 90.187
Mongondow Selatan
c. Bolaang Mongondow
9.176 7.35 1.03 17.556
Timur
4 Unit IV KPHP
a. Bolaang Mogondow KPHP Model
3.033 14.706 7.51 25.249
Poigar
b. Minahasa Selatan 2.374 4.09 9.567 16.031
5 Unit V KPHL
a. Kota Tomohon Belum
307 - 229 536
dilaksanakan
b. Minahasa 5.576 - 3.607 9.183
c. Minahasa Selatan 7.757 - 402 8.159
d. Minahasa Tenggara 5.46 - - 5.46
e. Minahasa utara 1.191 - - 1.191
6 Unit VI KPHL
a. Kota Bitung 5.769 - - 5.767 Sda
b. Kota Manado 28 - - 28
c. Minahasa Utara 11.546 9.472 - 21.018
Gambar 24. Anoa di Habitat Alaminya dan Anoa Dalam Foto : BPK Manado
Proses Penelitian Inseminasi Buatan (IB)
di BPK manado
hitam Sulawesi (Macaca nigra). Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Riset yang terletak di
habitat alam Yaki yaitu di Tangkoko Sulawesi Utara. Selain sebagai pusat penelitian, Macaca
Nigra Project juga memiliki tujuan untuk mempromosikan konservasi spesies Yaki (Macaca
nigra).
Proyek ini merupakan kerjasama antara Kementerian Kehutanan (BKSDA Sulawesi
Utara) dengan German Primate Centre (DPZ/Deutsches Primaten Zentrum), IPB (Institut
Pertanian Bogor) dan UNSRAT (Universitas Sam Ratulangi). Kegiatan penelitian cukup
banyak dilakukan di kawasan konservasi di Sulawesi Utara, dan ini membuka peluang
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 65
a b
g
usaha dengan nilai ekonomi cukup tinggi. Fokus dari Macaca Nigra Project saat ini adalah
dalam hal riset/penelitian Yaki. Proyek ini telah menginisiasi beberapa studi tentang sinyal
seksual jantan dan betina yang mengikutsertakan beberapa mahasiswa Indonesia dan
mahasiswa internasional serta para peneliti. Dengan menggunakan pendekatan terintegrasi
(integrative approach), saat ini sedang dipelajari mengenai sinyal seksual tersebut pada
efek fisiologis dari kesuksesan reproduksi.
Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ilmu pengetahuan
terutama dalam hal pola reproduksi yang akan mendukung peningkatan populasi primata
khususnya Yaki di Cagar Alam Tangkoko-Duasudara. Project ini diresmikan pada 14
September 2014.
Gambar 27. Kunjungan SD GMIM Kima Atas tahun 2014 Foto : BPK Manado
Gambar 11. Kunjungan SD GMIM Kima Atas tahun 2014 (Sumber :BPK Manado)
dapat mengisi kekurangan tenaga menengah di bidang kehutanan. Saat ini lulusan SMK
Kehutan telah mengisi posisi-posisi penting di berbagai instansi baik Dinas Kehutanan dan
atau yang membidangi kehutanan serta di UPT Kementerian Kehutanan.
Program Studi Kehutanan telah menghasilkan lulusan sejak tahun 1987 dengan gelar
Insinyur dan Sarjana Pertanian. Sejak tahun 2007, Program Studi kehutanan menghasilkan
lulusan dengan gelar Sarjana Kehutanan. Sampai saat ini, lulusan Program Studi Kehutanan
telah mengisi jabatan di Kementerian Kehutanan, Dinas-Dinas Kehutanan Provinsi dan
kabupaten kota di berbagai Provinsi di Indonesia.
Jumlah mahasiswa Program Studi Kehutanan saat ini adalah 268 mahasiswa aktif dengan
91 mahasiswa sedang melaksanakan penelitian. Perkembangan jumlah mahasiswa 5 tahun
terakhir adalah sebagai berikut:
Tabel 15. Jumlah Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Universitas Sam Ratulangi Tahun 2014
Tahun Jumlah mahasiswa
2010 43
2011 41
2012 41
3. Kegiatan sosial
Sebagai bagian pengabdian bagi masyarakat, jajaran kehutanan Sulawesi Utara turut
berperan serta dalam kegiatan masyakatnya. Pada saat terjadi bencana banjir dan tanah
longsor di Manado, awal tahun 2014, segenap karyawan instansi kehutanan di Manado
bersama dengan semua pegawai negeri dari seluruh instansi pemerintah, TNI, dan
masyarakat melakukan kerja bakti bersih-bersih kota pasca banjir dan tanah longsor.
Gambar 28. Kegiatan Kerja Bakti Pasca Banjir dan Tanah Longsor Foto: BPK Manado
Sektor kehutanan bagi Provinsi Sulawesi Utara daerah selain ikut berperan dalam
perencanaan pembangunan wilayah melalui penyusunan dan penyelarasan Rencana
Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota, juga tidak kalah pentingnya adalah
dalam pemantapan kawasan hutan, sehingga memungkinkan sektor lain untuk terlibat
dalam pembangunan dan penggunaan lahan seperti kegiatan pembangunan perkebunan,
pertanian, pertambangan dan transmigrasi. Upaya yang telah dilakukan dalam partisifasi
sektor kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara antara lain kegiatan rehabilitasi lahan, dan
perhutanan sosial, perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam dan
ekosistemnya, peningkatan produktifitas hutandan hasil hutan bukan kayu serta penyediaan
papan bagi pembangunan perumahan dan sektor lainnya. Hasil hutan kayu dan hasil hutan
bukan kayu seperti obyek dan daya tarik wisata alam telah menjalankan fungsinya dari
sudut ekonomi. Pembangunan sektor kehutanan telah mampu meningkatkan pendapatan
daerah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kehutanan
yang saat ini digabungkan menjadi usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
telah memberikan kontribusi 15,36% dalam perekonomian Produk Domestik Regional
Bruto menurut jenis usaha di Sulawesi Utara.
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 77
Gambar 31. Struktur PDRB Sulawesi Utara Triwulan I/2014
Sementara pada sektor wisata berbasis konservasi dan jasa lingkungan yang dikelola
oleh instansi dibawah UPT Kementerian Kehutanan juga mencatatkan prestasi yang
menggembirakan dengan semakin meningkatnya wisatawan baik domestik maupun
mancanegara yang melakukan kunjungan. Hal ini berdampak pada pemasukan dan
penjualan tiket masuk obyek wisata. Kegiatan wisata merupakan penyumbang terbesar
(± 80%) pendapat negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan data kunjungan wisatawan
dalam tiga tahun ini, rata-rata lebih dari 5900 wisatawan berkunjung ke TWA Batuputih
tiap tahunnya dan 65% lebih merupakan wisatawan mancanegara. Besaran PNBP BKSDA
Sulawesi Utara setiap tahun dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Diagram PNBP BKSDA Sulawesi Utara (sumber : BKSDA Sulawesi Utara)
Sektor kehutanan berkembang dari masa ke masa. Pembangunan sektor kehutanan pada
masa mendatang dipandang sangat penting tidak saja bagi dunia kehutanan namun juga
bagi pembangunan wilayah Sulawesi Utara. Pemberdayaan masyarakat, pembangunan
KPH sebagai suatu bentuk pengelolaan hutan lestari dipandang sebagai trend pengelolaan
hutan efektif pada masa yang akan datang. Pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan
pelibatan masyarakat dalam kegiatan kehutanan. Pada masa mendatang masyarakat tidak
hanya berperan sebagai stakeholder dari pembangunan kehutanan, namun telah menjadi
salah satu pilar penting agar kelestarian hutan tetap terjaga dan pemanfaatan hutan optimal
dapat dilakukan. Peran KPH sebagai unit pengelolaan terkecil yang efisien akan menjadi
solusi untuk mengatasi berbagai persoalan kehutanan. Kerusakan hutan dan penurunan
produktivitas lahan hutan akan dapat dikendalikan, lapangan kerja dan pendapatan daerah
akan dapat ditingkatkan. Seiring penataan birokrasi dan organisasi lingkup Kementerian
dan Pemerintah Daerah, KPH akan menjadi alternatif bagi aparatur Kehutanan dalam
pengembangan karir dan peningkatan profesionalisme teknis kehutanan. Dengan demikian
sumber daya manusia kehutanan akan lebih banyak bersentuhan dengan obyek pekerjaan
dan masyarakat di tingkat tapak dan tidak terlalu disibukkan oleh persoalan-persoalan
administrasi.
Pembangunan KPH model tahun 2013 sebanyak 1 (satu) unit dan tahun 2014 ditambah 1
(satu) unit lagi. Kalau trend tersebut terjadi, maka dalam 5 tahun kedepan minimal ada 5
KPH model. KPH dipandang sangat ideal dalam pengelolaan hutan lestari karena rencana
pengelolaan dan seluruh aktivitasnya dilakukan oleh KPH secara mandiri. Penyusunan
rencana pengelolaan KPH selain berorientasi konservasi, rehabilitasi, reklamasi, rencana
pengelolaan hutan lestari serta kesejahteraan masyarakat. Pengembangan produksi dapat
berupa peningkatan produktivitas hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu diantaranya
jasa wisata, getah serta aneka usahan kehutanan lainnya.
Orientasi dari pembangunan KPH adalah agar KPH dapat menjadi Badan Layanan Umum
sehingga secara mandiri dapat membiayai dirinya sendiri. Pada awal pembangunannya,
KPH tentunya mendapat bantuan pendanaan dari Kementerian Kehutanan melalui Unit
Pelaksana Teknis di jajarannya. Provinsi Sulawesi Utara didorong agar terjadi percepatan
dalam pembangunan sehingga pembangunan kehutanan dapat berperan dan mewujudkan
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 83
kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan di dalam
kawasan hutan.
Adanya pengelolaan kehutanan secara terpadu dengan pemberdayaan masyarakat,
peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan dan penelitian serta
pengelolaan hutan dengan Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diharapkan
mampu mendorong peningkatan produktivitas sehingga menjadi bagian dalam peningkatan
kesejahteraan yang berkeadilan. Dibawah kelembagaan KPH, diharapkan agar kelestarian
hutan dapat tercapai.
Pandangan tradisional bahwa sumberdaya hutan hanya berupa kayu, rotan, dan sebagai
tempat penggembalaan sudah harus berubah, karena kawasan hutan selain menghasilkan
kayu juga penghasil hasil hutan bukan kayu yang nilainya sangat besar. Beberapa jenis
HHBK adalah tanaman obat, bambu, rotan, aren (minuman tradisional), murbei, burung,
mamalia, jamur, madu dan air. Fungsi lain dari sumberdaya hutan adalah sebagai tempat
penyerap dan penyimpan karbon, wisata alam dan keanekaragaman hayati baik pada
tingkat ekosistem, spesies, dan gen. Peranan kawasan hutan sebagai penyedia obyek dan
daya tarik wisata sangat prospektif dimasa depan.
Sejalan dengan semakin berkembangnya isu perubahan iklim, yang dikhawatirkan akan
berdampak pada pola iklim global khususnya Provinsi Sulawesi Utara, sektor kehutanan
diharapkan dapat berperan dalam pengurangan laju degradasi dan deforestasi lahan. Salah
satu upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan adalah melakukan
moratorium pengusahaan hutan di lahan hutan primer dan menata kembali kawasan
hutan yang open akses serta melakukan kegiatan rehabilitasi dan reklamasi serta restorasi
kawasan hutan. REDD+ yang telah dilakukan ini diharapkan dapat mengurangi laju emisi
sekitar 25 % melalui kegiatan BAU dan sektor kehutanan diharapkan dapat menyumbang
pengurangan emisi sebesar 14 %. Di Provinsi Sulawesi Utara dimana kegiatan rehabilitasi
dan reklamsi lahan sangat intensif diharapkan dapat berperan dalam laju penurunan emisi
gas rumah kaca.
Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan merupakan salah satu kebijakan prioritas
Kementerian Kehutanan. Aneka Usaha Perhutanan Berbasis Konservasi dalam bentuk
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Kegiatan ini terus dilanjutkan setiap tahunnya dan diharapkan dapat menjadi model
dalam pembangunan kehutanan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kepemerintahan yang baik di bidang kehutanan (good forestry governance) dicirikan dengan
semakin efektif dan efisiennya kelembagaan pengurusan hutan yang menggambarkan
keseimbangan peran dan tanggungjawab pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
madani. Peraturan yang dibuat dan kebijakan yang diambil dapat dipertanggung-gugatkan
dan dilaksanakan secara berkeadilan.
Selain prospek pengelolaan hutan di atas, tantangan pengelolaan kawasan hutan
kedepan tidaklah ringan antara lain 1) Penyediaan lahan untuk kepentingan pertumbuhan
penduduk, 2) Makin pesatnya kegiatan pertambangan dan energi, 3) Penyediaan energi
terbarukan, 4) Peningkatan kebutuhan kayu, 5) Perdagangan flora dan fauna secara ilegal,
6) Pemekaran wilayah, 7) Perubahan iklim global, 8) Bencana alam (kebakaran hutan, lahan,
tanah longsor, dan erupsi gunung berapi), serta 9) Kedaulatan pangan. Sebagai akibat dari
tantangan pengelolaan hutan itu akan menyebabkan semakin tingginya laju deforestasi
dan degradasi lahan. Oleh karena itu penyusunan tata ruang yang handal berdasarkan data
dan informasi terbaru mutlak diperlukan.
84 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun
2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 – 2034.
Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan Provinsi Sulawesi Utara
sebagai pintu gerbang Indonesia Timur ke kawasan Asia Timur dan Pasifik yang produktif
dan berdaya saing, yang berbasiskan kelautan, perikanan, pariwisata dan pertanian,
dengan memperhatikan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Terkait bidang Kehutanan, penetapan RTRW Provinsi Sulawesi Utara 2014 – 2034 akan
ditindaklanjuti dengan pertimbangan-pertimbangan dan usulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Utara, luas kawasan hutan ditetapkan sebagai
berikut : kawasan hutan Konservasi 315.064,86 ha, hutan Lindung 161.808,82 ha
dan hutan produksi 288.185,74 ha. Dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan
nomor SK 734/Menhut-II/2014 maka perlu dilakukan sinkronisasi kembali agar
diperoleh data acuan yang akurat dan mutakhir.
2. Mengusulkan pembangunan 16 (enam belas) Kesatuan Pengelolaan Hutan, baik di
hutan lindung (KPHL) maupun hutan produksi (KPHP) ke Kementerian Kehutanan.
3. Perubahan fungsi sebagian kawasan hutan konservasi (Cagar Alam Gunung Ambang)
menjadi hutan lindung atau hutan produksi terbatas, antara lain untuk pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
untuk mendukung percepatan pembangunan perekonomian di Sulawesi Utara.
4. Pembangunan Kebun Raya di Lokasi eks reklamasi Newmont Minahasa Raya dan
penetapan pembangunan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, pembangunan wisata
rohani Bukit Kasih Kanonang di kawasan hutan lindung Gunung Soputan sebagai
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK).
97
Kelas Penutupan Lahan LUAS PER FUNGSI KAWASAN (HA) Jumlah
98
Air APL HL HP HPK HPT KSA/KPA
Hutan lahan kering 4,599.40 62,832.90 13,728.68 43,079.61 129,176.36 253,416.95
primer
Hutan lahan kering 40,599.11 42,563.93 18,693.99 12,164.30 103,399.12 80,644.33 298,064.78
sekunder
Hutan Mangrove primer 3,874.15 5,532.83 1,536.31 10,943.28
Semak belukar 2.13 30,855.03 6,887.15 2,906.34 718.65 10,500.95 4,949.15 56,819.40
Perkebunan 314.91 314.91
Permukiman 12.89 22,524.18 211.39 28.63 4.60 28.65 22,810.34
Tanah terbuka 1,350.25 4,482.97 722.35 1,186.02 7,741.60
Hutan Mangrove 1,550.02 411.54 1,961.56
99
Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra
Satelit Tahun 1994-1995
Selatan
7 HL Bakau Kaidipang Bolaang Mongondow Utara 958,41 426/Kpts-II/1999 15-06-1999
8 HL Bakau Tg. Salimburung I Bolaang Mongondow 271,87 89/Kpts-II/1998 16-02-1998
Timur
9 HL Gunung Bumbungon I Bolaang Mongondow 1.164,00 329/Kpts-II/2003 23-09-2003
10 HL Gunung Bumbungon II Bolaang Mongondow 1.610,00 329/Kpts-II/2003 23-09-2003
11 HL Bakau Bohabak Bolaang Mongondow Utara 424,60 427/Kpts-II/1999 15-06-1999
12 HL Pulau Lembeh Kota Bitung 620,52 330/Kpts-II/2003 23-09-2003
13 HP Gunung Gogugu Bolaang Mongondow Utara 1.991,78 430/Kpts-II/1999 15-06-1999
14 HP Kaidipang I Bolaang Mongondow Utara 211,48 431/Kpts-II/1999 15-06-1999
15 HP Kaidipang II Bolaang Mongondow Utara 108,20 431/Kpts-II/1999 15-06-1999
16 HP Kaidipang III Bolaang Mongondow Utara 123,75 431/Kpts-II/1999 15-06-1999
17 HP Kaidipang IV Bolaang Mongondow Utara 541,50 431/Kpts-II/1999 15-06-1999
18 HPT Dumoga Labuan Uki Bolaang Mongondow 5.790,90 184/Kpts-II/1999 7/4/1999
19 TN Bogani Nani Wartabone Bolmong, Bolmut, Bolsel 178.346,87 724/Kpts-II/1993 8/11/1993 Total Prov.Sulut
dan Gorontalo
103
II. Tahun 2014
104
1 CA Dua Sudara Kota Bitung 7.247,46 8.545,07 Usulan Penetapan dalam KH Dua
Sudara
2 TWA Batu Angus Kota Bitung 648,57 Usulan Penetapan dalam KH Dua
Sudara
3 TWA Batu Putih Kota Bitung 649,04 Usulan Penetapan dalam KH Dua
Sudara
4 CA Gunung Ambang Minahasa Selatan, Bolmong, Boltim 18.240,81 18.706,03 Usulan Penetapan dalam KH
Gunung Ambang
5 HPT Gunung Ambang Minahasa Selatan, Bolmong, Boltim 465,22 Usulan Penetapan dalam KH
Gunung Ambang
(s.d. Akhir April 2014)
105
38 HP Sungai Ilanga II Bolmong dan Bolmut 5.751,59
39 HP Sungai Matabulu Bolsel dan Boltim 1.906,94
106
40 HP Toraut Minahasa Selatan dan Bolaang 1.881,51
Mongondow
41 HP Lonsiouw Bolaang Mongondow Timur 1.285,12
42 HPT Gunung Bumbungon Bolaang Mongondow 17.738,79
43 HPT Gunung Lolombulan Minahasa Selatan 488,60
44 HPT Gunung Wiau Minahasa Utara 3.764,02
45 HPT Insarang I Minahasa dan Minahasa 566,71
Selatan
46 HPT Insarang II Minahasa dan Minahasa 137,04
Selatan
(s.d. Akhir April 2014)
108
MANFAAT JASLING DIMANFAATKAN
AIR MASSA ENERGI KOMERSIAL NON
KOMERSIAL
1 2 3 4 5 6 7 8
1 SKPAM Gorontalo X Pembangunan SPAM di Desa X Dibuat dalam bentuk Izin (IPA)
Lonuo, Kec. Tilong Kabila
2 UPTD BBTPH X Pengairan untuk kebun bibit X Dibuat dalam bentuk Izin (IPA)
Gorontalo
3 Kelompok Tani X Pengairan lahan pesawahan X Dibuat dalam bentuk Izin (IPA)
Banteng Mulia
4 Bone Bolango X Pembangunan PLTM di Desa X IUPEA belum terbit
Energi Tulabolo
5 Totabuan Energi X Pembangunan PLTM di Desa X Dibuat dalam bentuk izin (IPEA)
110
Jumlah
No Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013 2014
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. (X 1000)
1 Provinsi - 942.86 1.341.430 1.032.380 3.316.670
2 Minahasa 1.514.900 1.237.303 1.462.510 1.437.300 1.395.960 7.047.973
3 Minahasa Utara 1.090.544 1.195.300 1.473.790 1.322.170 1.257.700 6.339.504
4 Minahasa Selatan 1.382.900 1.145.800 1.298.050 1.492.280 1.269.370 6.588.400
5 Minahasa Tenggara 1.436.000 1.209.000 1.488.520 - 1.338.200 5.471.720
6 Bolaang Mongondow 1.413.600 1.157.400 1.209.740 1.571.980 1.311.680 6.664.400
7 Bolaang Mongondow Utara - 1.076.400 1.225.390 - 1.245.640 3.547.430
8 Bolaang Mongondow Selatan 965.7 1.219.600 981.26 - 1.215.570 4.382.130
9 Bolaang Mongondow Timur 1.044.900 1.295.100 1.145.720 - 1.247.190 4.732.910