Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MAKNA BERTUHAN

Jumat, 15 Maret 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Problematika ketuhanan merupakan persoalaan metafisika yang paling
kompleks dan tua. Pada mulanya, orang memecahkannya secara wajar,
yang kemudian mulai diperdebatkan dan difilsafatkan. Problematika ini
kemudian menjadi objek kajian dari tokoh agama dan moral, dari ilmuan dan
filosof.
Didalam ide ketuhanan manusia menemukan diri sendiri maupun
penciptanya, dalam ide ini kita bisa mengetahui sumber kebaikan dan
kesempurnaan, sumber eksistensi dan gerak karena Allah adalah sumber
yang segala yang ada, sebab dari segala-gala dan tujuan puncak.
Sementara itu dalam Islam, masalah ketuhanan juga menempati
masalah dasar utama keimanan dan keislaman. Keimanan terhadap tuhan
menjadi standar keabsahan seseorang dalam memeluk agama.

B. Rumusan Masalah
1. Makna bertuhan
2. Mendeskripsikan aspek pembahasan tuhan
3. Menjelaskan pandangan filsuf tentang tuhan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Bertuhan
Sudah menjadi fitrah manusia, manakala seseorang mendapati
kesulitan dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupannya, seseorang
mengandaikan adanya kekuatan lain diluar dirinya untuk membantu
menyelesaikan problematika tersebut. Ini artinya manusia secara
naluriahnya membutuhkan yang lain yang dapat mengatasi dan melampaui
batas-batas kelamahan dan keterbatasan manusia. Dengan demikian tuhan
dihadirkan dalam kehidupan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan
manusia yang terbatas. Semakin banyak kesadaran akan kelemahan diri,
maka semakin seseorang butuh terhadap tuhan, semakin tinggi pula
ketergantunganya terhadap tuhan.1[1]
Secara keilmuan, Tuhan tak pernah dan tak mungkin menjadi objek
kajian ilmu, karena kajian ilmu selalu parsial, terukur, terbatas dan dapat
diuji secara berulang-ulang pada lapangan atau laboratorium percobaan
keilmuan. Dengan demikian, kehendak untuk membuktikan adanya Tuhan
melalui pendekatan ilmu, akan mengalami kegagalan, karena sudah sejak
dari awal tidak benar secara metodologis. Jika ilmu tidak bisa menghadirkan
Tuhan dalam laboratoruium untuk diujicobakan, bukan berarti Tuhan lantas
tidak ada, karena yang terjadi adalah kesalahan pada pendekatan
metodologisnya. Oleh karena itu, dalam filsafat hakikat Tuhan telah menjadi
bahan perenungan yang sangat intens, sejak Yunani kuno bahkan hingga
sampai saat ini.2[2]
Pada umumnya, manusia mengambil keyakinan mereka dari orang
disekelillingnya. Ia mengimani apa yang mereka imani. Ada kelompok yang
mau menerima hanya apa yang bisa memuaskan akalnya, dan bisa

1[1] Imam Khanafie Al-Jauharie, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2009), hlm, 37.
2[2] Prof. Dr. Musa Asyarie, Filsafat Islam, (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm, 151 152.
menenangkan hatinya. Mereka mengkaji secara bebas dan percaya
berdasarkan kepastian.3[3]
Dalam proses kehidupan, bertuhan memiliki setidaknya tiga aspek
makna eksistensial yang hal ini sagat mempengaruhi pola keberagamaan,
yaitu:
1. Memiliki Tuhan (mode of heaving)
2. Hidup bersama Tuhan (mode of being)
3. Mengabdi kepada Tuhan (mode of serving).4[4]
Dalam setiap agama selalu diajarkan tentang Tuhan, sebagai suatu
prinsip dasar dari ajaran agama itu sendiri dan Tuhan dinyatakan adanya
sebagai pencipta semua yang ada ini. Semua agama prinsip dasarnya adalah
keyakkinan terhadap Tuhan. Persepsi tentang Tuhan yang dibentuk agama
ini, akan sangat tergantung bagaimana ajaran tentang Tuhan itu dikemas
oleh suatu agama jika Tuhan diajarkan sebagai yang maha kuasa maka
dengn sendirinya manusia menempatkan dirinya yang berlawanan yaitu
yang maha lemah.5[5]
Pada masa sekarang, orang secara umum memandang sains dan
filsafat sebagai dua hal yang bertentangan dengan agama. Sangatlah tidak
tepat untuk menurunkan Tuhan ke tingkat kategori intelektual tersendiri dan
memandang keimanan berada pada yang terpisah dari persoalan
kemanusiaan lainnya. Para filosof tidak bermaksud menhapuskan agama,
melainkan ingin menyucikannya dari apa yang mereka pandang sebagai
unsur-unsur primitif dan parokial.6[6]
B. Aspek Pembahasan Tuhan
Dalam membahas masalah ketuhanan, setidaknya ada lima hal yang
harus dicakup. Kelimanya merupakan satu kesatuan integral, sehingga
gambaran yang mencakup kelimanya akan ketuhanan lebih dapat

3[3] Dr. Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm,
22.
4[4] Imam Khanafie Al-Jauharie,Op. Cit, hlm, 38-39.
5[5] Prof. Dr. Musa Asyarie,Op. Cit, hlm, 165.
6[6] Karen Amstrong, SEJARAH TUHAN: KISAH PENCARIAN TUHAN YANG DILAKUKAN
OLEH ORANG-ORANG YAHUDI, KRISTEN DAN ISLAM SELAMA 4000 TAHUN,(Bandung:
MIZAN, 2001), hlm, 234.
menggambarkan tentang Tuhan yang lengkap, kelima cakupan tersebut
adalah:
1) Wujud
Percaya akan ada atau tiadanya Tuhan akan sangat mempengaruhi cara
dan pola kehidupan yang dijalani manusia. Dari abad ke abad, generasi ke
generasi berusaha keras mencari jawaban yang argumentatif dan
meyakinkan akan keberadaan Tuhan. Kuat atau tidaknya argumen tersebut
tergantung pada bukti-bukti yang dikemukakan. Beberapa argumen bukti
adanya Tuhan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Dalil Naqli, yaitu argumen yang dikemukakan melalui ayat Al-Quran atau
wahyu Ilahi.
b. Argumen Aqli, yaitu argumen yang dikemukakan lebih merupakan produk
pemikiran rasio akal manusia. Beberapa dalil akal tersebut antara lain
adalah:
1. Dalil Gerak
2. Sebab Akibat
3. Dalil Wahyu7[7]
c. Dalil Empiris, merupakan bukti yang didapat dari hasil pengamatan
inderawi secara langsung terhadap fenomena alam sekitar manusia,
termasuk manusia itu sendiri. Diantara bukti tersebut adalah:
1. Dalil Kosmologi
2. Dalil Teologi8[8]
d. Dalil Psikofisik, argumen yang berhubungan dengan keberadaan jiwa
manusia misteri jiwa atau ruh dapat mengantarkan kepada keberadaan
Tuhan, melalui penempaan spiritual, mampu melalui daya-daya imajinatif
kreatifnya untuk menggapai realitas ilahiyah, atau melalui fenomena ini
sebagaimana dialami oleh para nabi dalam menerima wahyunya. 9[9]
e. Argumen Moral, argumen tentang nilai baik buruk yang ada dalam realitas
kehidupan nyata ini. Tuhan menjadi sumber kebaikan dan kasih sayang serta

7[7] Imam Khanafie Al-Jauharie,Op. Cit, hlm, 45-46.


8[8] Abbas Mahmoud Al-Akkad, KETUHANAN Sepanjang Ajaran Agama-Agama Dan
Pemikiran Manusia, (Jakarta: N.V Bulan Bintang, 1981), hlm, 182.
9[9] Imam Khanafie Al-Jauharie,Op. Cit, hlm, 47.
disembah oleh orang dengan satu sembahan yang berisi cinta dan
keimanan.10[10]

2) Dzat Tuhan
Pembahan tentang dzat Allah merupakan hal yang pelik dan
membutuhkan pemikiran jernih dan mendalam. Penalaran secara umum
dilarang membahas dzat Tuhan. Dengan demikian larangan berpikir tentang
dzat Tuhan tidak bersifat mutlak, namun melihat keadaan pemikiran
seseoarang. Adapun pemikiran filsafat tentang dzat Tuhan adalah sebagai
berikut:
a. Ada yang menyatakan bahwa hakekat dzat Tuhan adalah akal yang bersifat
murni metafisik.
b. Ada yang mengatakan bahwa dzat Tuhan adalah cahaya.

3) Sifat
Dalam hal pensifatan Tuhan, ada dua aliran pemikiran yang perlu dikenal,
yaitu Aliran Antrophomorfisme dan Teophomorfisme. Yang pertama disebut
sebagai tasybih, yaiti menyerupakan sifat Tuhan dengan sifat-sifat manusia
yang dapat dikenali secara mudah oleh manusia. Yang kedua, tanzih, yaitu
ketidak serupaan sama sekali sifat Tuhan dengan sifat manapun makhluknya
dan hanya Tuhan sendiri yang tahu hakikat sifatnya. Tasybih merupakan
sikap imanensi Tuhan, dan tanzih sikap mentrandensikan Tuhan.

4) Nama-Nama Tuhan
Nama adalah sebutan yang bersifat simbol, tertanda yang dinisbahkan
kepada suatu realitas. Nama-nama Tuhan adalah simbol yang digunakan
untuk menunjuk kepada realitas Tuhan, yang mencakup wujud, dzat, dan
sifatnNya. Oleh karena itu,nama-nama Tuhan adalah kesatuan dari realitas
Tuahn secara keseluruhan.

5) Afal, perbuatan Tuhan

10[10] Abbas Mahmoud Al-Akkad, Op. Cit, hlm, 190-191.


Yaitu apa saja yang telah, sedang dan akan dilakukan Tuhan dalam
kehidupan semesta ini. Perbuatan Tuhan, juga tudak lepas dari maujud, dzat,
nama, dan sifatnya.

C. Pandangan Filosof Tentang Tuhan

Menurut Para Filosof Muslim

1. Al-Kindi
Al-kindi menyifati Allah dengan istilah kebenaran (al-Haqq) yang menjadi
tujuan pemikiran filsafat manusia. Maka satu yang benar (al-Wahid al-Haqq)
adalah yang pertama, sang pencipta, sang pemberi rizki, atas semua
ciptaanya dan sebagainya. Tuhan adalah yang benar Ia tinggi dapat disifati
hanya dengan sebutan-sebutan negatif. Ia bukan materi, tak berbentuk, tak
berkualitas, tak berhubungan juga Ia tak disifati dengan ciri-ciri yang ada (Al-
Maqulat).Ia tak berjenis, tak terbagi, dan tak berkejadian. Ia abadi.
2. Al-Farabi
Menurut Al-Farabi, Tuhan dapat diketahui dan tidak dapat diketahui. Tuhan
itu dhahir sekaligus batin.pengetahuan terbaik tentang Tuhan adalah
memahami dia adalah sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh pikiran.
Manusia tidak dapat mengetahui Tuhan karena kapasitas intelektualnya
terbatas. Sedangkan Tuhan adalah substansi yang tidak terbatas.

3. Ibnu Sina
Menurut Ibnu Sina, Tuhan identik dengan keberadaan-Nya yang mesti.
Tuhan unik dalam arti Dia adalah kemaujudan yang mesti, segala sesuatu
selain Dia bergantung kepada diri-Nya sendiri dan keberadaa-Nya
bergantung kepada Tuhan. Kemaujudan yang mesti itu jumlahnya harus satu.
Walaupun di dalam kemaujudan ini tidak boleh terdapat kelipatan sifat-sifat-
Nya tetapi Tuhan memiliki esensi lain, tak ada atribut lain kecuali Dia itu ada
dan mesti ada.

4. Ibnu Rusyd
Menurut Ibnu Rusyd pembuktian Tuhan tertumpu pada prinsip, pertama,
semua kemaujudan sesuai dengan kemaujudan manusia (dalil inayah) bahwa
kesesuaian ini dikarenakan tidak terjadi dengan sendirinya. Kedua, segala
sesuatu diciptakan untuk kepentingan manusia, bintang-gemintang bersinar
di malam hari agar bisa menjadi penuntun bagi manusia (dalil ikhtira).
Tindakan Tuhan bisa diringkas menjadi lima tindakan utama yakni: pencipta,
mengutus Nabi-nabi, menetapkan takbir, membangkitkan kembali, dan
mengadili. Hal ini membuktikan eksistensi sang pencipta yang bijak.11[11]

Menurut Para Filisof Barat

1. Loyd Morgan
Menurut Loyd Morgan, perpindahan dari sederhana kepada susunan tidak
cukup untuk menafsirkan timbulnya hidup selama dalam susunan itu tidak
ada sesuatu yang baru. Ia juga mengatakan adanya ciri-ciri khas kejiwaan
atau ciri-ciri khas pada kehidupan pada benda sejak zaman dahulu.
Penyusunan ini berturut-turut, dimana ciri-ciri khas kejiwaan nampak
sesudah tersimpan seblumnya dalam keadaan yunggal dan sederhana,
seperti piramid yang melebar pada bagian bawahnya dan meruncing pada
bagian atasnya, jadi benda adalah bagian dasar piramid dan akal adalah
bagian atas piramid dan kedunya saling melengkapi. Bagi Morgan, hukum
susunan dan pilihan tidaoleh perkembangan evolusik cukup untuk
melepaskan dari Inayah Tuhan pada akhirnya.

2. Samuel Alexander
Alexander menerapkan hukum-hukumaliran evolusi pada Tuhan. Ia
mengumpulkan antara teori evolusi dengan aliran hegel. Menurutnya Tuhan
adalah tingkatan teladan (idealist) karenaya alam semesta bergerak untuk
mengeluarkan Dia dari lipatan-lipatan-Nya(persembunyian-Nya).

3. Marshall Christian Simtus


Menurut Marshall, Tuhan iyu bertempat, dimana tanpa tempat tersebut
hakekat bagi alam semesta ini tidak terwujud. Yang menetapkan terbaik
diadan menyertai peningkatan darntara keseluruhan yang mungkin ketika ia
menjadi peristiwa nyata, yang mengeluarkan suatu peristiwa yang satu itu

11[11] Imam Khanafie Al-Jauharie,Op. Cit, hlm, 51-55.


dari kumpulan peristiwa yang banyak adalah Allah. Yang mengadakan
perimbangan terhadapnya dan menyertai peningkatannya dari suatu
penyusunan yang sempurna kepada yang lebih sempurna lagi yaitu
Tuhan.akan tetapi Tuhan dalam wujud organisme yang besar itu hanya
menguasai perubahan dan perimbangan didalamnya menurut cara
penguasaan otak dari bangunan yang hidup. Ia menghendaki dan berbuat
akan tetapi tidak menginginkan semua yang di kehendaki-Nya.

4. Nietche
Bagi Nietche, Tuhan telah mati, dan bahwa keberanian itulah agama
yang seharusnya dipeluk oleh setiap orang yang berhak (pantas) hidup,
karena keberanian adalah tingkah laku, atau akidah, yang paling diperlukan
oleh jiwa dalam suatu yang kosong dari Tuhan. Menurut Nietche, alam
sebagai suatu kekuatan, tidak mungkin dibayangkan tanpa batas, karena
pikiran tentang kekuatan yang tidak ada batasnya berlawan pikiran tentang
kekuatan itu sendiri dalam aeti yang sebenarnya. Maka dunia kehilangan
cara-cara pembaharuan yang abadi, dan perkara-perkara wujud berulang-
ulang didalamnya dan akan selalu berulang-ulang tanpa kesudahan.

5. Hartman
Bagi Hartman, Tuhan bukanlah suatu Zat, dan bahwa Ia tidak merasakan
diri-Nya sendiri atau yang memeliki Aku yang menjelma pada wujud,
karena Zat (pribadi) da Aku adalah perkara yang paling jauh dari kesucian
Tuhan. Akan tetapi semesta ini adalah pikiran dan kemauan, dan keduanya
ini mengimbangi Tuhan Cahaya dan Tuhan kegelapan bagi orang Majusi.
Menurutnya, kemauan mempunyai kesengajaan tanpa mempunyai
kesadaran dan perasaan terhadap apa yang disengajakannya, karena naluri
kehewanan, sebagai akibat bagi kitadari kemauan, bermaksud kapada
sesuatu tujuan, tapi tidak menyadari apa yang dimaksudkannya itu.12[12]

BAB III

12[12] Abbas Mahmoud Al-Akkad, Op. Cit, hlm, 202-219.


KOMENTAR

Menurut kelompok kami Tuhan adalah Dzat yang tidak terbatas dan
keberadaanya melampaui dan mengatasi segala realitas yang ada, termasuk
akal rasional manusia, karena kemampuan berpikir manusia yang terbatas
sementara tuhan sebagai substansi ynag tidak terbatas maka mustahil bagi
kita untukmembayangkan tuhan seperti apa dan bagaimana bebtuknya.Akan
tetapi melalui para filosof, kita dapat sedikit mengkonsepsikan Tuhan
sebagai berikut: yakni dengan keyakinan, bukan berarti kita harus melihat
langsung Tuhan itu seperti apa wujudnya, melainkan percaya dengan adanya
Tuhan melalui alam semesta ini, juga melalui konsep dan persepsi yang
mengantarkan kita pada pengalaman keagamaan atau keberTuhanan yang
pada akhirnya dapat dijadikan sarana menemukan Tuhan yang sebenarnya.
Proses ber-Tuhan dapat dijabarkan melalui konsep berTuhan yang
diiliustrasikan dengan persepsi berTuhan yang dipraktekkan melalui
pengalaman berTuhan meliputi ibadah dan akhlakul karimah yang dilakukan
setiap hari secara berulang-ulang, kita dapat mengenal Tuhan, merasa dekat
dengan Tuhan dan bahwa Tuhan itu ada, pada dasarnya manusia merupakan
mkhluk ciptaan Tuhan.
Tuhan merupakan kebutuhan yang sangat mutlak bagi manusia dan
semua makhluk ciptaan-Nya, karena tanpa Tuhan makhluk takkan bisa apa-
apa. Tuhan maha berkehendak dan maha segalanya,

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada pembahasan makalah ini dapat disimpulkan bahwa bukti-bukti
akan adanya Ciptaan Tuhan seperti alam semesta yang indah, gunung-
gunung yang tinggi merupakan bukti adanya sang penciptanyaitu Tuhan.
Antara filosof muslim dan filosof barat mempunyai pandangan yang berbeda
dalam mengkonsepsikan Tuhan, diantaranya yang termasuk filosof muslim
yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Dan Tuhan merupakan
substansi yang tidak ada batasnya, tidak beruang dan tidak bertempat, kita
sebagai makhluk ciptaan-Nya diberi kemampuan yang terbatas dalam
berpikir oleh karenanya kita diperbolehkan berikhtiar dalam
mengkonsepsikan Tuhan. Tuhan merupakan kebenaran yang mutlak,
terkonsep melalui persepsi yang berwujud ibadah dan akhlakul karimah.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Jauharie, Imam Khanafi. 2009. Filsafat Islam.Yogyakarta: Gramedia.
Madkour, Ibrahim.1995. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Armstrong, karen.2001. Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang
Dilakukan oleh orang-orang Yahudi, Kristen, dan Islam Selama 4.000 Tahun.
Bandung: Mizan.
Al-Akkad, Abbas Mahmud.1981. Ketuhanan Sepanjang Ajaran Agama-Agama
dan Pemikiran Manusia.Jakarta: Bulan Bintang.
Asyarie, Musa. 2002. Filsafat Islam.Yogyakarta: LESFI.

Anda mungkin juga menyukai