2 Konsep Nyeri
2.3.1 Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. (Brunner & suddarth, 2002).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Hidayat,2009).
Menurut Curton (1983) dalam Prasetyo (2010), mengatakan bahwa nyeri merupakan
suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan
Berdasarkan waktu kejadian, nyeri dapat dikelompokakan sebagai nyeri akut dan
kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu (durasi) dari 1 detik sampai
dengan kurang dari enam bulan sedangkan nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam
a) Nyeri akut umumnnya terjadi pada cedera, panyakit akut, atau pada pembedahan
dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang sampai
berat). Nyeri akut dapat dipandang sebagai nyeri yang terbatas dan bermanfaat untuk
mengindikasikan adanya cedera atau penyakit pada tubuh. Nyeri jenis ini biasanya
hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan
penyembuh.
b) Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur, intermiten,atau bahkan persisten. Nyeri
kronis dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu nyeri kronis maligna dan nyeri
sulit ditemukan). Nyeri kronis dapat menyebabkan klien merasa putus asa dan
frustasi. Klien yang mengalami nyeri kronis mungkin menarik diri dan mengisolasi
superfisial, nyeri somatic dalam, nyeri viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan
(fantom).
a) Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti pada laserasi,
luka bakar dan sebagainya. Nyeri jenis ini memiliki durasi yang pendek, terokalisir,
tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifa tumpul dan
timbul bersifat disfus dan durasinya cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya
tumpul.
d) Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke jaringan
sekitar. Nyeri jenis ini biasanya dirasakan oleh klien seperti berjalan/bergerak dari
daerah asal nyeri kesekitar atau kesepanjang bagian tubuh tertentu. Nyeri dapat
amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsikan berada pada organ yang telah diamputasi
seolah-olah organnya masih ada. Contohnya adalah pada klien yang menjalani operasi
menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi.
Nyeri jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dari organ yang
mengalami nyeri kedalam medulla spinalis dan mengalami sinapsis dengan serabut
saraf yang berada pada bagian tubuh lainnya pada beberapa tempat yang kadang jauh
3. Berdasarkan Organ
Berdasarkan pada organ tempat timbulnya, nyeri dapat dikelompokkan dalam: nyeri
a) Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual atau potensial)
organ. Penyebab nyeri umumnya mudah dikenali sebagai akibat adanya cedera,
mengalaminya. Nyeri ini umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenetik seperti cemas
Tabel 2.1
Perbandingan nyeri akut dan kronis
sebagai system nonspesifik. Sensitivitas dari komponen system nonsiseptif dapat dipengaruhi
oleh sejumlah faktor dan berbeda di antara individu. tidak semua orang yang terpajan terhadap
stimulus yang sama (appendicitis, sebagai contoh) mengalami intensitas nyeri yang sama.
Sensasi yang sangat nyeri bagi orang mungkin hamper tidak terasa bagi orang lain. Lebih jauh
lagi, suatu stimulus dapat mengakibatkan nyeri pada suatu waktu tetapi tidak pada waktu lain.
Sebagai contoh, nyeri akibat artritis kronis dan nyeri pasca operasi sering terasa lebih parah
tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespons hanya terhadap stimulus kuat secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
nonsiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nonsiseptor) ada yang bermilien ada juga yang
yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena
letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosiseptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari daerah ini
biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus)
a. Serabut A Delta
memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri
dihilangkan.
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2 m/det) yang terdapat
pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
2.3.5 Transmisi Nyeri
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nonsiseptor dapat
menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba
menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap
paling relevan.
kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri. Saraf
ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan mentransmisikannya melalui ujung
dorsal dan substansia gelatinosa ke thalamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah
yang lebih tinggi sehingga timbul respons nyeri. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana
Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang mampu
menghantarkan rangsang dengan cepat dan serabut yang mampu menghantarkan rangsang
dengan lambat. Kedua serabut saraf tersebut bersinapsis pada medulla spinalis dan
meneruskan informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan tipe input sensori nyeri
Melzack & Wall (1959) dalam Tamsuri (2007), menjelaskan teori gerbang kendali
nyeri, yang menyatakan terdapat semacam pintu gerbang yang dapat memfasilitasi atau
Secara umum dapat dijelaskan bahwa didalam tubuh manusia terdapat dua macam
transmitter impuls nyeri yang berfungsi untuk mengantarkan sensasi nyeri dan sensasi yang
lain seperti rasa dingin, hangat, sentuhan, dan sebagainya. Reseptor berdiameter kecil
(Serabut A delta dan serabut C) berfungsi untuk menstransmisikan nyeri yang sifatnya
keras dan reseptor ini biasanya berupa ujung syaraf bebas yang terdapat diseluruh
permukaan kulit dan pada struktur tubuh yang lebih dalam seperti tendon, fascia dan tulang
serta organ organ interna. Sedangkan transmitter yang berdiameter besar (Serabut A-
Beta) memiliki reseptor yang terdapat pada sruktur permukaan tubuh dan fungsinya selain
mentransisikan sensasi nyari, juga lebih berfungsi untuk mentrasmisikan sensasi lain
seperti sensasi getaran, sentuhan, sensi panas/dingin, serta juga terhadap tekanan halus,
impuls dari serabut A-Beta mepunyai sifat inhibitori (pengahambatan) yang ditransmisikan
ke serabut C dan A-delta. Ketika ada rangsang, kedua serabut tersebut akan membawa
rangsangan menuju kornu dorsalis yang terdapat pada medulla spinalis (Cornu posterius
medullae spinalis). Di medulla spinalis inilah terjadi interaksi antara serabut berdiameter
besar dan serabut berdiameter kecil disuatu area khusus yang disebut dengan substantia
glatinosa ( SG ).
Pada substansia glatinosa ini dapat terjadi perubahan, modifikasi, serta mempengaruhi
apakah sensasi nyeri yang diterima oleh medulla spinalis akan diteruskan di otak atau akan
dihambat. Sebelum implus nyeri dibawa ke otak, serabut besar dan serabut kecil akan
berinteraksi di area substansia/implus yang adekuat dari serabut besar, maka implus nyeri
dari serabut kecil akan dihantarkan menuju ke Sel Tingger (Sel T) untuk kemudian dibawa
ke otak, yang akhirnya menimbulkan sensasi nyeri yang dirasakan oleh tubuh. Keadaan
ketika implus nyeri dihantarkan ke otak inilah yang diistilahkan dengan pintu gerbang
terbuka.
Sebaliknya, apabila terdapat implus yang ditransmisikan oleh serabut berdiameter besar
karena ada stimuli kulit, sentuhan, getaran, hangat dan dingin serta sentuhan halus, implus
ini akan menghambat implus dari serabut berdiameter kecil di area substantia gelatinosa
sehingga sensasi yang dibawa oleh serabut kecil akan berkurang atau bahkan tidak
dihantarkan ke otak oleh substansia gelatinosa, karenanya tubuh ini disebut dengan Pintu
Gerbang Tertutup. Dalam penghantaran implus menuju ke otak, sinaps substansia
implus nyeri. Paling sedikit terdapat enam jalur senden untuk implus nosiseptif yang
terletak pada belahan venteral medulla spinalis, yang paling utama adalah traktus
Implus yang dibawa oleh traktus spinotalamikus selanjutnya dibawa ke korteks untuk
diinterpretasi, sedangkan implus yang dibawa oleh traktus spinoretikuler akan dibawa ke
daerah thalamus dan batang otak, untuk mengaktifkan respons-respons autonomik dan
limbic (afektif motivasional). Apabila implus nyeri diteruskan (pintu gerbang terbuka),
implus akan diteruskan ke otak untuk kemudian diproses di dalam otak dalam tiga tingkat
yang berbeda, yaitu pada thalamus, otak tengah ( mid brain), dan pada korteks otak.
Thalamus bertindak sebagai penerima input sensori (impuls nyeri) dari traktus
spinotalamikus lateral untuk kemudian diteruskan ke korteks otak tengah berfungsi untuk
berfungsi untuk melokalisasi implus dan implus dipersepsi sesuai dengan lokasi terjadinya
nyeri.
Gambar 2.1
Fisiologi Persepsi Nyeri
2.3.6 Persepsi Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri. Bagaimanapu,
tidak ada suatu teori pun yang menjelaskan kompleksitas dari jaras yang mempengaruhi
transmisi implus nyeri, sensasi nyeri, dan perbedaan individual dalam sensasi nyeri.
Penatalaksanaan efektif nyeri pasien membutuhkan pemahaman tentang persepsi nyeri, juga
disebut sebagai nosisepsi. Selain itu, penting artinya untuk memahami strategi pengkajian
nyeri individu, juga tentang keuntungan, kerugian, dan keterbatasan dari setiap intervensi.
nyeri. System yang terlihat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system
nosiseptif. Sensitivitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah
factor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang
sama (appendicitis, sebagai contoh) mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi yang
sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain.
Lebih jauh lagi, suatu stimulus dapat mengakibatkan nyeri pada suatu waktu tetapi
tidak pada waktu lain. Sebagai contoh, nyeri akibat arthritis kronis sering terasa lebih parah
pada malam hari. Factor-faktor tersebut dalam meningkatkan atau menurunkan sensitivitas
komponen yang berbeda dari system nisiseptif yang diuraikan dalam pembahasan berikut
masa lalu dengan nyeri; usia; dan pengharapan tentang penghilang nyeri ( nyeri placebo ).
Faktor faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, meningkat dan
menurunnya toleransi terhadap nyeri dan pengaruh sikpa respon terhadap nyeri ( Brunner &
Suddarth, 2001 ).
2.3.8.1 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1. Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam merespon nyeri. Cara lansia merespon
nyeri dapat berbeda dengan orang yang berusia lebih muda. Lansia cenderung
mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum
Suddarth, 2001). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zborowski (1969, dalam Niven
1994), ekspresi perilaku berbeda antara satu kelompok dengan kelompok yang lain di satu
lingkungan rumah sakit. Perbedaan tersebut dianggap terjadi akibat sikap dan nilai yang
yang besar terhadap kualitas maupun terhadap intensitas pengalaman nyeri. Ambang batas
nyeri berkurang karena adanya peningkatan rasa cemas dan ansietas menyebabkan
terjadinya lingkaran yang terus berputar, karena peningkatan ansietas akan mengakibatkan
atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah, menarik diri, dan depresi (Brunner &
Suddarth, 2001).
5. Pola Koping
Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai
individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa,
seperti nyeri (Gill, 1990 dalam Potter & Perry, 2005). Sebaliknya, individu yang memiliki
seperti perawat, sebagai individu yang bertanggungjawab terhadap hasil akhir peristiwa.
Individu yang memiliki lokus kendali internal melaporkan mengalami nyeri yang tidak
terlalu berat daripada individu yang memiliki lokus kendali eksternal (Schulteis, 1987
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan perlindungan. Walaupun klien
tetap merasakan nyeri, tetapi akan menurangi rasa kesepian dan ketakutan ( Potter &
Perry, 2005).
2.3.8.2 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Toleransi Nyeri
a. Faktor-faktor yang meningkatkan toleransi terhadap nyeri yaitu seperti: alkohol, obat-
kuat
b. Faktor-faktor yang menurunkan toleransi terhadap nyeri antara lain seperti kelelahan,
Skema 2.2
Skala Deskriptif
Skema 2.3
Skala Numerik
numeric 0-10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Keterangan :
0 Tidak nyeri
7-9 Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
Mengembangkan skala wajah untuk mengkaji nyeri. Skala tersebut terdiri dari enam wajah
dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak
merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang
sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan (Nyeri sangat). Terdiri dari enam wajah kartun
yang direntang dari wajah tersenyum untuk tidak ada nyeri samapi wajah menangis untuk
Keterangan :
Wajah 5 : nyeri sebanyak yang bisa kamu bayangkan, meskipun kamu tidak harus menangis
Gambar 2.2