Anda di halaman 1dari 13

SEKILAS LPD DI BALI

Dengan mengadopsi konsep sekaa dan desa adat yang telah


tumbuh sejak lama di dalam masyarakat Bali, Gubernur Bali pada saat itu Prof. Dr. Ida Bagus
Mantra kemudian meluncurkan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Tujuan LPD yakni membantu
desa adat dan krama desa adat dalam pembangunan adat, budaya dan agama. Keuntungan LPD
direncanakan untuk membangun kehidupan sosial-budaya masyarakat Bali, baik untuk
pembangunan fisik maupun nonfisik.

Sebagai langkah awal dibuatlah pilot project satu LPD di tiap-tiap kabupaten. Kala itu, dasar hukum
pembentukan LPD hanyalah Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 972
tahun 1984, tanggal 19 Nopember 1984. Sebagai Implementasi dari Kebijakan Pemerintah Daerah
Tingkat I Bali tersebut di atas, maka secara resmi LPD beroperasi mulai 1 Maret 1985 dan di setiap
kabupaten didirikanlah sebuah LPD.

Sejarah LPD Desa Adat Pecatu


Tanggal 12 Desember 1988, kalender Bali menunjuk hari Soma Wage wukuKulantir Sasih Kanem.
Hari itu, kramaDesa Adat Pecatu berkumpul di wantilan Pura Pererepan. Mereka menjadi saksi
sejarah lahirnya sebuah lembaga keuangan milik desa adat yang berarti milik mereka juga sebagai
kramaDesa Adat Pecatu. Lembaga baru itu diberi nama Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa
Adat Pecatu.

Bupati Badung saat itu, Pande Made Latra meresmikan LPD Desa Adat Pecatu yang ditandai
dengan penandatanganan prasasti. Sejumlah pejabat Badung ikut hadir menjadi saksi, di antaranya,
Ketua DPRD Badung, IGK Adhiputra serta Camat Kuta, I Gede Nurjaya.

LPD Desa Adat Pecatu didirikan atas dasar Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II
Badung Nomor 1018 tahun 1988. Tujuh bulan setelah beroperasi, LPD Desa Adat Pecatu menerima
Surat Keputusan (SK) Gubernur Bali Nomor 268 tahun 1989 tanggal 7 Juli 1989.

Selain itu, juga ada Modal awal LPD Desa Adat Pecatu sangatlah kecil. Pada awal berdiri, LPD
Desa Adat Pecatu hanya memiliki modal sebesar Rp. 4.857.575,- yang terdiri dari bantuan Pemda
Tingkat I Bali dan bantuan Pemda Tingkat II Badung.
Sulit Mencari Pengurus

Pengurus LPD Pecatu pun pada mulanya begitu sederhana, hanya terdiri atas tiga pengurus dan
seorang karyawan. Susunan pengurus diambil dari Kelian Desa Adat Pecatu dan kelian-kelian
banjar. adapun susunan pengurus LPD Desa Adat Pecatu pada awalnya yakni:

Ketua Sekretaris Bendahara

I Made Sastra (Alm) I Made Wintreg (Alm) I Ketut Giriarta

I Made Sastra merupakan Kelian Desa Desa Adat Pecatu pada masa itu. memang, kala itu jabatan
Kepala LPD untuk sementara dijabat oleh Bendesa Adat dibantu oleh pengurus lainnya. I Made
Wintreg merupakan Kelian Banjar Tengah yang diminta untuk ikut memperkuat jajaran pengurus
LPD. I Ketut Giriarta merupakan putra Kelian Banjar Kangin, I Wayan Kontreg. Kontreg
merekomendasikan putranya untuk menjadi pengurus karena merasa kurang memiliki kecakapan
dalam mengelola LPD dan ingin memberi kesempatan generasi muda untuk tampil. Giriartha
kebetulan aktif dalam kegiatan organisasi kepemudaan di banjar.

Untuk membantu tugas-tugas pengurus sekaligus mengakomodasi perwakilan Banjar Kauh,


diangkatlah seorang karyawan yang berasal dari Banjar Kauh. Kelian Banjar Kauh
merekomendasikan salah seorang krama-nya, I Made Nuada untuk menjadi karyawan LPD. Seperti
Giriartha, Nuada juga terbilang aktif dalam kegiatan kepemudaan di banjar.

Kala itu, hampir tidak ada yang mau duduk selaku pengurus atau karyawan LPD Pecatu. Orang
masih ragu LPD Pecatu akan bisa berkembang. Terlebih lagi, Pecatu pernah punya pengalaman
pahit, koperasi yang berdiri di desa pada akhirnya bangkrut di tengah jalan.

Namun, para tokoh serta pemimpin desa sudah berkomitmen untuk membentuk LPD. Bahkan,
pejabat pemerintahan dinas di desa, yakni Perbekel Desa Pecatu, I Ketut Chandra yang juga turut
mendorong kelahiran LPD Pecatu tiada henti memotivasi para pengurus dan karyawan LPD Pecatu
agar terus berjuang memajukan LPD. Pasalnya, LPD Desa Adat Pecatu merupakan buah dari
prestasi yang diraih Desa Adat Pecatu sebagai Juara II Lomba Desa Adat se-Kabupaten Badung
pada tahun 1986. Desa Adat Pecatu sudah memenuhi persyaratan untuk membentuk LPD, terutama
karena sudah memiliki awig-awig tertulis yang dibuat dan di-pasupati(disucikan) pada 14 Nopember
1987 bertempat di Pura Desa, Desa Adat Pecatu.
BERANDA

TENTANG KAMI

PRODUK

BERITA

GALLERY

KONTAK

Visi dan Misi LPD Desa Adat Pecatu


Adapun visi LPD Desa Adat Pecatu yakni menjadi LPD yang sehat dan berdaya guna bagi
masyarakat melalui Pelayanan prima. Jika dicermati, visi LPD Desa Adat Pecatu ini berpijak pada
tiga kata kunci, yakni sehat, berdaya guna dan pelayanan prima. Sehat dalam konteks ini, LPD
Desa Adat Pecatu diharapkan bisa memenuhi bahkan melampaui syarat-syarat pengelolaan sebuah
lembaga keuangan yang baik, modern dan berkelanjutan. Berdaya guna mengandung pengertian,
LPD Desa Adat Pecatu berupaya secara maksimal bisa memberikan manfaat yang positif untuk
pembangunan masyarakat Desa Adat Pecatu baik di masa kini maupun di masa depan. Semua hal
itu hanya bisa dicapai melalui suatu pelayanan prima yakni pelayanan kepada masyarakat yang
mudah, murah, mengarah serta cepat dan tepat.

Visi ini menunjukkan LPD Desa Adat Pecatu memang tidak semata-mata mencapai tujuan-tujuan
ekonomi atau pun berorientasi bisnis. Tapi, sasaran utama yang ingin dicapai, yakni LPD Pecatu
benar-benar bisa memberi manfaat bagi krama dan Desa Adat Pecatu, terutama dalam aspek
penguatan adat dan budaya Bali. Visi LPD Desa Adat Pecatu itu diterjemahkan ke dalam tujuh misi
utama. Adapun ketujuh misi LPD Desa Adat Pecatu: Meningkatkan dan mendorong pertumbuhan
perekonomian dan pembangunan di Desa Adat Pecatu serta sebagai sumber pendapatan desa

1. Meningkatkan kinerja LPD melalui pertumbuhan operasional, pelayanan prima,


pemberdayaan organisasi dan sumber daya manusia;

2. Meningkatkan daya saing melalui inovasi produk dan peningkatan efesiensi untuk dapat
menyediakan jasa pelayanan yang berkualitas dan harga yang kompetitif.

3. Memberdayakan ekonomi masyarakat desa, khususnya usaha mikro, kecil dan menengah
agar menjadi tangguh dan mandiri, sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat desa;
Meningkatkan kepedulian LPD Desa Adat Pecatu terhadap lingkungan desa terutama untuk
kepentingan sosial, budaya dan agama;
4. Mewujudkan pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja bagi
kramadesa;

5. Ikut mengembangkan usaha-usaha desa melalui pemanfaatan dana yang terhimpun di LPD
Desa Adat Pecatu.

Moto

LPD Desa Adat Pecatu juga memiliki moto atau semboyan yang dijadikan prinsip bersama dalam
membangun Desa Adat Pecatu dengan menempatkan LPD sebagai motor penggeraknya. Moto LPD
Desa Adat Pecatu, yakni Bersama LPD Kita Mampu. Moto ini mengandung makna adanya
keinginan sekaligus keyakinan kuat krama Desa Adat Pecatu bisa menapak maju bersama LPD.

Etos Kerja

Etos kerja menjadi panduan etik dalam melaksanakan operasional LPD. Etos kerja LPD Desa Adat
Pecatu dirumuskan secara sederhana menjadi 3K, yakni kejujuran, kecerdasan dan keikhlasan.
Kejujuran merupakan sikap dasar dalam pengelolaan sebuah lembaga keuangan berbasis adat
semacam LPD. Setiap pengurus dan karyawan wajib menjalankan tugas dengan selurus-lurusnya
dengan berpegangan pada aturan yang berlaku berkaitan dengan pengelolaan LPD, termasuk
berkerja berdasarkan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan

Kecerdasan mengacu pada kemampuan intelektual yang wajib dimiliki seorang pengurus ataupun
karyawan LPD. Kecerdasan yang dibutuhkan meliputi kemampuan memahami aspek-aspek
pengelolaan LPD sekaligus pengembangan LPD.

Hal penting ketiga yang dibutuhkan seorang pengurus dan karyawan LPD yakni keikhlasan. Dalam
terminologi Bali keikhlasan disepadankan dengan lascarya atau ketulusan. Mengurus LPD memang
membutuhkan keikhlasan karena LPD merupakan lembaga sosial berbasis adat Bali. Prinsip
keikhlasan dalam pengelolaan LPD merupakan pengejawantahan konsep ngayah (pengabdian
dengan tulus) yang menjiwai kegiatan adat dan budaya Bali.
Struktur Organisasi

Pengurus:

Kepala LPD : I Ketut Giriarta,S.Pd,MM

Tata Usaha : I Made Nuada, S.E

Kasir : I Ketut Wirtoyo, S.E

Badan Pengawas:

Ketua : I Made Sumertha, SH

Anggota: Prof.Dr. I Wayan Suartana,S.E,Ak,Msi

Anggota: I Ketut Sarjana, S.E.

Anggota : I Kadek Laksana, S.E.

Karyawan: 50 Orang
Sekilas Pecatu

Orang lebih mengenal Pura Uluwatu daripada Desa Pecatu, Pura diujung selatan kaki Pulau Bali itu
bergitu tersohor sebagai salah satu daya tarik wisata unggulan di Bali. Di berbagai buku,majalah
dan brosur pariwisata Bali kerap kali terpampang foto Pura Uluwatu yang berdiri menjulang dengan
latar belakang hamparan laut berwarna kuning kemerahan. Pura Uluwatu telah menjadi ikon
pariwisata Bali. Di dunia maya, Pura Luhur Uluwatu jauh lebih populer dibandingkan Desa Pecatu.
Di mesin pencari terbesar didunia Google kata kunci dengan entri Pecatu hanya tercatat 1.260.000
halaman, sedangkan kata kunci dengan entri Uluwatu tercatat di 3.710.999 halaman.

Padahal Pura Uluwatu terletak di Desa Pecatu,Kecamatan Kuta,Kabupaten Badung. Warga Desa
Adat Pecatu yang menjadi pendukung utama kegiatan perawatan maupun ritual keagamaan di Pura
Uluwatu. Warga Pecatu pula yang mengemban tanggung jawab pertama dan terutama dalam
menjaga keajegan dan kesucian Pura Uluwatu hingga bisa terus menebarkan pesona yang mampu
menarik minat wisatawan. Walaupun menjadi tempat berdirinya salah satu obyek wisata andalan di
Pulau Bali, kenyataannya Desa Pecatu memang baru mengalami pertumbuhan pesat pada sekitar
dua dasa warsa terakhir. Sejak tahun 1990-an barulah Pecatu mulai mencicipi manisnya buah
industri pariwisata.

Tanah Paica Raja

Jika ditelusuri sejarahnya, Pecatu merupakan salah satu desa kuno. Hal ini dibuktikan dari
berdirinya Pura Luhur Uluwatu yang menyimpan peninggalan kuno dengan nilai sejarah yang tinggi.
Sejaran desa Pecatu dapat dilacak pada lontar Usana Pararaton edisi II, sebagaimana dikutip dalam
Eka Ilkita Desa Adat Pecatu. Dalam lontar itu disebutkan bahwa pada tahun 1115 hingga 1130
Masehi, Prabu Kameswara bertahta sebagai raja pertama di Kediri yang memluk agama Hindu.
Salah seorang putranya, Sri Wira Dhalem Kesari menjadi raja di Bali. Sri Wira Dalem Kesari
bertempat tinggal di lereng Gunung Agung,Desa Besakih pada sekitar tahun 1135.

Sri Wira Dhalem Kesari juga menganut agama Wisnu seperti sang Ayah. Kendati begitu, penganut
agama-agama lainnya seperti Brahma, Siwa, Budha dan lainnya tetap bisa hidup rukun di Bali.
Sebagai penganut ajaran Wisnu yang taat, Sri Wira Dhalem Kesari membangun kahyangan (tempat
suci) untuk memuja kebesaran Tuhan. Kahyangan yang dibangun kala itu ada delapan, sebagai
berikut:

1. Pemrajan Selonding, tempat memuja Hyang Brahma, Wisnu, Iswara

2. Pura Penataran Agung, tempat pemujaan Batara Catur Muka Sadam Pati
3. Pura Lempuyang, tempat pemujaan Batara Geni Jaya

4. Pura Batukaru, tempat pemujaan Batara Mahadewa

5. Pura Hulu Watu, tempat pemujaan Batara Mahajaya

6. Pura Kiduling Kereteg tempat pemujaan Batara Brahma

7. Pura Watumadeg, tempat pemujaan Batara Wisnu

8. Pura Gelap, tempat pemujaan Batara Iswara

Selain pura-pura tersebut, masih ada lagi sjumlah pura penting lainnya di Bali yang dibangun Sri
Wira Dhalem Kesari. Jumlah Kahyangan yang dibangun Sri Wira Dhalem Kesari sekitar 17 buah.
Dikawasan Bukit sebagai kaki pulau Bali dibangun sebuah bangunan candi sebagai tempat Sri
Dhalem Kesari memuja leluhurnya. Candi tersebut dinamai Prasada Hulu Atu. Hulu berarti prabu
atau raja sedangkan atu berarti sinuhun. Dengan begitu, Hulu Atu merupakan sthana Batara
Mahajaya yang kekuasaannya sangat besar.

Bentu candi Hulu Atu sama dengan candi-candi yang ada di Jawa Timur. Candi tersebut berdaun
pintu empat yang disebut Catur Duara sebagai Dewa Catur Muka yang berkuasa terhadap empat
penjuru mata angin yaitu: timur, selatan, barat dan utara.

Untuk mendukung pemeliharaan dan pelaksanaan aci di Pura Hulu Watu, Raja Warmadewa
kemudian memberikan tanah yang ada di wilayah bukit sebagai tanah bukti. Hasil dari pengelolaan
tanah-tanah tersebutlah yang digunakan untuk melasanakan upacara serta biaya memperbaiki pura
di kala mengalami kerusakan.

Yang diberikan sebagai penggarap tanah-tanah bukit itu adalah masyarakat Wetbet Bali Mulia yang
ditempatkan secara khusus di Bukit. Karena merupakan tanah pemberian atau paica dari raja, tanah
tersebut pun dinamai pecatu. Orang-orang yang menggarapnya kemudian dikenal sebagai wong
pecatu (orang yang menggarap tanah pemberian raja). Makin lama jumlah penduduk yang
menempati tanah Pecatu itu kian banyak saja. Tempat pemberian raja itu oun berkembang menjadi
sebuah desa, desa baru inilah yang kemudian diberi nama Desa Pecatu.

Tiga Banjar, 19 Tempekan

Desa Adat Pecatu tergolong sebagai desa di Kecamatan Kuta Selatan yang wilayahnya cukup luas
dan jumlah penduduk yang besar. Luas wilayah Pecatu mencapai 2.642 hektar. Desa Adat Pecatu
berbatasan dengan Desa Adat Jimbaran di sebelah utara, Desa Adat Ungasan di sebelah timur,
sementara disisi selatan dan barat terhampar Samudera Indonesia yang membentang indah.

Desa Adat Pecatu terdiri atas tiga banjar yakni Banjar Kangin, Banjar Tengah dan Banjar Kauh.
Masing-masing banjar didukung oleh sejumlah tempekan. Di banjar Kangin ada enam tempekan
yaitu Tempekan Tambyak, Tempekan Bangbang Kembar, Tempekan Selonding, Tempekan
Pagpagan, Tempekan Giri Sari serta Tempekan Langlangambu. Di Banjar Tengah terdapat enam
tempekan yakni Tempekan Ana, Tempekan Puluk-puluk, Tempekan Temu, Tempekan Bus Tegeh,
Tempekan Song Bintang serta Tempekan Kulat. Di Banjar Kauh terdapat tujuh tempekan yaitu:
Tempekan Dauh Puseh, Tempekan Pande, Tempekan Kesambi Kembar, Tempekan Bangket Kangin,
Tempekan Bingin, Tempekan Umpeng serta Tempekan Labuhan Sait.

Selain tempekan, ketiga banjar itu memiliki tiga banjar dinas. Banjar Kangin memiliki Banjar Dinas
Kangin, Banjar Dinas Tambyak serta Banjar Dinas Giri Sari. Banjar Adat Tengah memiliki Banjar
Dinas Tengah, Banjar Dinas Karang Boma, Banjar Dinas Suluban. Sementara Banjar Adat Kauh
memiliki tiga banjar dinas yakni Banjar Dinas Buwana Sari, Banjar Dinas Labuhan Sait dan Banjar
Dinas Kauh.

Seperti lazimnya desa adat atau desa pakraman yang lainnya, Desa Adat Pecatu memiliki
kahyangan tiga yaitu meliputi Pura Desa Lan Bale Agung, Pura Puseh serta Pura Dalem dan Pura
Prajapati. Selain Kahyangan tiga di Desa Adat Pecatu juga bediri sejumlah pura. Ada sebuah pura
sad kahyangan yakni Pura Luhur Uluwatu. Krama desa Adat Pecatu sebagai pengamong pura,
sedangkan selaku pengempon yakni Pura Jero Kuta Denpasar dan Puri Jambi Merik Celagigendong
Denpasar. Ada juga pura prasanak Pura Uluwatu yakni Pura Pererepan, Pura Selonding, Pura Kulat,
Pura Batu Matandal serta Pura Dalem Pengeleburan.

Selain itu, terdapat juga sejumlah pura yang berkaitan erat dengan perjalanan suci Dahyang
Nirartha yakni Pura Kula, Pura Pengleburan, Pura Puser Sari, Pura Beji/Pura Ulun Danu. Ada juga
pura-pura yang di among oleh krama desa Adat Pecatu secara sendiri-sendiri seperti Pura Pucak
Wisesa, Pura Pucak Karang Boma, Pura Beji Song Bintang, Pura Batu Dihi, serta Pura Karang
Tengah / Pura Batu Jaran.

Desa adat Pecatu juga mewarisi sejumlah kesenian, ada tari wali berupa Sang Hyang Jaran yang
terdapat di Pura Karang Tengah. Tari wali lainnya yakni Rejang Dewa, Baris Gede dan Legong
Keraton. Selain tari wali ada juga tetabuhan wali serperti Gong Gede, Gong Beleganjur, Angklung,
Gender, Batel, Geguntangan serta Sekaa Kecak Karang Boma dan Labuhan Sait.

Dari Bukit Kapur ke Bukit Dolar

Sebelumnya, Pecatu masih kuat dengan citra sebagai desa gersang dan kerontang. Memang
Pecatu merupakan daerah perbukitan yang mengandung batu-batu karang. Keadaan tanahnya
merupakan tanah liat atau mediteranian merah yang mengandung zat kapur. Oleh karena itu,Pecatu
biasanya dikenal dengan sebutan Bukit Kapur.

Umumnya penduduk Pecatu merupakan petani lahan kering serta peternak yang mencapai sekitar
70%. Sekitar 10% warga Pecatu menekuni pekerjaan di sektor pertukangan/pengrajin. Sisanya
sebagai pedagang, pegawai negeri sipil (PNS)/TNI/POLRI, karyawan swasta, nelayan serta di
bidang jasa lainnya.
Hingga awal tahun 1980-an, masyarakat Pecatu masih dihimpit masalah klasik, yakni air bersih.
Betapa sulitnya mendapatkan air di Pecatu. Keterbatasan itu menyebabkan masyarakat Pecatu
sangat tergantung kepada air hujan, baik untuk kepentingan bertani ataupun kebutuhan rumah
tangga. Itu sebabnya sampai tahun 1990-an belum banyak yang percaya desa diujung kaki Bali ini
akan menjadi desa maju. Bahkan warga Pecatu masih ingat bagaimana sejumlah orang luar Pecatu
yang menolak diberikan lahan di Pecatu secara cuma-Cuma. Pernah terjadi seorang penyuluh
pertanian dari Tabanan yang bertugas di Pecatu menolak diberikan lahan perkebunan secara Cuma-
Cuma oleh warga Pecatu. Penyebabnya tiada lain kondisi tanah yang kering serta sulit memperoleh
air.

Kini Pecatu melaju sebagai desa yang berkembang pesat karena pariwisata. Daya tarik wisata di
Pecatu kini tidak hanya Pura Uluwatu tetapi sudah bermunculan sejumlah daya tarik wisata baru
seperti Pantai Dreamland serta Pantai Padang-padang. Keberadaan pantai yang beradu dengan
tebing-tebing kokoh ternyata menjadi daya tarik luar biasa Pecatu.

Fasilitas akomodasi wisata maupun sarana pendukung pariwisata lainnya kini terus bermunculan di
Pecatu. Selain hotel-hotel berbintang, di Pecatu juga tumbuh vila-vila yang dikelola warga setempat.
Perkembangan ini tak pelak mendongkrak harga lahan maupun properti di Pecatu. Hingga akhir
tahun 2013, harga tanah per are di Pecatu sudah mencapai Rp300.000.000 Rp500.000.000.
Kondisi ini tentu saja berdampak pada kesejahteraan masyarakay Pecatu yang semakin meningkat.
Memang belum ada data valid mengenai pendapatan per kapita warga Pecatu. Namun diperkirakan
pendapatan per kapita masyarakat Pecatu kini mencapai Rp60.000.000 per tahun atau Rp5.000.000
per bulan. Pendapatan ini merupakan terbilang tinggi untuk ukuran Bali.

Itu sebabnya , kini Pecatu tak lagi mendapat julukan sebagai bukit kapur yang kering kerontang
tetapi sudah berubah menjadi Bukit Dolar. Pecatu pun kini menapak pada puncak kesejahteraan
yang dipicu dan dipacu oleh perkembangan industri pariwisata. Pecatu telah tumbuh sebagai
mutiara baru dari kaki Pulau Bali.

Secara demografis, Desa Adat Pecatu tergolong cukup padat. Jumlah krama Desa Adat Pecatu
tercatat 7.085 jiwa atau 1936 kepala keluarga dengan penduduk usia produktif yakni sekitar 74.5%.
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Pecatu kini juga semakin meningkat. Jika sebelumnya
sebagian besar masih berpendidikan Sekolah Dasar (SD), sebagian kecil SMP dan SMA, serta
sebagian kecil lagi berpendidikan sarjana atau pascasarjana. Kini jumlah penduduk yang
berpendidikan tinggi semakin meningkat.
Tabungan Plus (TaPlus)

Tabungan Plus (Taplus) merupakan produk utama


sekaligus andalan LPD Desa Adat Pecatu. Seperti namanya, produk ini merupakan simpanan
sukarela krama desa. Namun, produk ini memberikan sejumlah fasilitas tambahan sebagai manfaat
bagi nasabah sehingga diberi nama Tabungan Plus. Taplus bisa diikuti krama Desa Adat Pecatu
dengan saldo mengendap minimal Rp 200.000.

Manfaat tambahan yang didapat peserta Taplus LPD Desa Adat Pecatu, yakni apabila
meninggal dunia, nasabah Taplus akan mendapatkan dana santunan kematian Rp 2.500.000.
Taplus juga mendapatkan kesempatan untuk mengikuti undian berhadiah yang dilaksanakan
setahun sekali bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun (HUT) LPD Desa Adat Pecatu.

Taplus LPD Desa Adat Pecatu juga dirancang sebagai produk yang mengimplementasikan konsep
pasidhikaran panyamabrayan antar krama desa adat. Setiap rekening Taplus akan dikenakan beban
punia sebesar Rp 1.000 per bulan yang akan dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan ngaben
dan nyekah masa yang dilaksanakan setiap tiga tahun oleh Desa Adat Pecatu dengan sumber
pendanaan dari LPD Desa Adat Pecatu.

Selain program tabungan dan deposito, LPD Desa Adat Pecatu masih memiliki sebuah program
penyimpanan dana masyarakat yakni Simpanan Berencana Masyarakat (Sibermas). Sibermas
merupakan simpanan khusus bagi masyarakat Desa Adat Pecatu yang disiapkan untuk keperluan
pembiayaan pendidikan (beasiswa), simpanan hari tua atau upacara adat dan agama. Masyarakat
bisa memilih salah satu peruntukan Sibermas dan boleh memiliki lebih dari satu rekening
Sibermas dengan peruntukan yang berbeda. Umumnya, masyarakat memilih Sibermas untuk
peruntukan pembiayaan pendidikan dan simpanan hari tua.

Sibermas berbentuk setoran tetap secara rutin setiap bulan dengan masa kontrak minimal 5 tahun.
Setoran minimal untuk program Sibermas sebesar Rp 25.000. Bunga yang diberikan untuk nasabah
Sibermas terbilang lebih tinggi dibandingkan bunga tabungan. Program Sibermas mulai diluncurkan
pada tahun 2000. Respons krama desa terhadap produk ini terbilang sangat bagus. Ini terbukti dari
terus bertumbuhnya jumlah peserta dan nilai total dana yang berhasil dihimpun melalui Sibermas.

Syarat umum menjadi nasabah Sibermas :

Foto copy KTP/SIm yang masih berlaku

Tabel Sibermas
Deposito
Deposito merupakan simpanan yang disetor sekali dalam jangka waktu tertentu sesuai ketentuan
yag berlaku di LPD Desa Adat Pecatu dan dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman bunga ringan
Syarat Umum :

Foto copy KTP yang masih berlaku

Kredit
Selain menghimpun dana masyarakat, tugas pokok berikutnya dari LPD Desa Adat Pecatu yakni
memberikan dana pinjaman kepada masyarakat. Pinjaman yang diberikan itu merupakan salah satu
bentuk penggunaan dana LPD yang paling besar dalam usaha untuk mendapatkan penghasilan.
Karena itu, pemberian pinjaman kepada masyarakat merupakan kegiatan utama dari LPD.

Produk kredit yang yang disalurkan LPD Desa Adat Pecatu kepada krama bervariasi. Sektor yang
dibiayai pun hampir mencakup semua bidang kegiatan krama, seperti pertanian, perkebunan,
perikanan, peternakan, industri, pariwisata, dan sektor lainnya. Jangka waktu pembayaran kredit
pun bisa dipilih sesuai kemampuan krama, seperti kredit jangka pendek (1-12 bulan), kredit jangka
menengah (di atas 12 bulan-60 bulan), dan kredit jangka panjang (di atas 60 bulan-120 bulan).

Adapun syarat mengajukan kredit di LPD Desa Adat Pecatu, sebagaiberikut :

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/Kartu Keluarga (KK)

2. Fotokopi surat jaminan

3. Persetujuan suami/istri (datang langsung ke LPD)

4. Agunan/jaminan (kendaraan, tanah, emas, tabungan atau deposito)

Anda mungkin juga menyukai