Anda di halaman 1dari 7

1.

OSTEOARTHRITIS
1.1. Pengertian Osteoarthritis
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit tulang degeneratif. Osteoarthritis juga
dapat didefinisikan sebagai berbagai kelompok kondisi yang menyebabkan gejala dan
tanda sendi yang berhubungan dengan kerusakan integrasi kartilago artikular selain
perubahan pada tulang yang mendasarinya. (Brashers, 2001). Tanpa adanya kartilago
sebagai penyangga, tulang di bawahnya mengalami iritasi, yang menyebabkan
degenerasi sendi. Osteoarthritis dapat terjadi secara idiopatik (tanpa diketahui sebabnya)
atau dapat terjadi setelah trauma, dengan stres berulang seperti yang dialami oleh pelari
jarak jauh atau balerina atau berkaitan dengan deformitas kongenital. Individu yang
mengalami hemofilia atau kondisi lain yang ditandai oleh pembengkakan sendi kronis
dan edema, dapat mengalami osteoarthritis. Osteoarthritis sering dijumpai pada lansia,
yang lebih dari 70% pria dan wanita yang berusia di atas 65 tahun. Obesitas dapat
memperburuk kondisi ini. Selain itu, osteoarthritis juga sering mempengaruhi beberapa
anggota keluarga yang sama, hal ini menunjukkan bahwa adanya faktor turun-temurun
kerentanan kondisi ini. Sejumlah penelitian menujukkan bahwa ada prevalensi yang
lebih besar dari penyakit antara saudara kandung dan terutama kembar identik yang
menunjukka dasar keturunan, hingga mencapai 60% dari kasus osteoarthritis
diperikirakan akibat dari faktor genetik (Hamidah, dll., 2007).

1.2. Gambaran Klinik dan Radiografik


Gambaran klinik dari penyakit ini yakni mengalami nyeri dan kekakuan pada satu
atau lebih sendi, biasanya pada tangan, pergelangan tangan, kaki, lutut, spina bagian atas
dan bawah, panggul, dan bahu dimana nyeri dapat berikatan dengan rasa kesemutan atau
kebas terutama pada malam hari. Selain itu juga mengalami pembengkakan sendi yang
terkena, disertai penurunan rentang gerak dimana sendi mungkin tampak mengalami
deformitas, lalu mengalami nodus heberden yakni pertumbihan tulang di sendi
interfalangeal distal pada jari tangan. Sedangkan gambaran radiografiknya adalah
perubahan progresif yang khas antara lain, penyempitan rongga sendi, osteosklerosis
subkondral, pembentukan ostefit marginal dan kista subkondral. Dapat terjadi
spondilolistesis (subluksasi pada salah satu vertebra di atas vertebra lain dengan
spondilosis lateral) (Brashers, 2001).

1.3. Patofisiologi Osteoarthritis


Komponen kartilago mengalami disorganisasi dan degradasi pada osteoarthritis :
Faktor mekanis yang menyebabkan pelepasan enzim (kolagenase dan
stromelysin) menyebabkan pemecahan proteoglikan dan gangguan kolagen tipe
II.
Terdapat kehilangan matriks kartilago, terutama pada permukaan medial
kartilago

1
Sitokin inflamasi (interleukin-1 [IL-1], prostaglandin E2 [PGE 2], faktor
nekrosis tumor [TNF ], interleukin-6 [IL-6], oksida nitrat) meningkatkan
inflamasi sendi dan degradasi kartilago.
Kondosit menjadi tidak responsif terhadap faktor pertumbuhan, seperti
transforming growth factor- dan insulin-like growth factor, dan tidak mampu
sepenuhnya mengompensasi kehilangan matriks. Ketidakseimbangan antara
sintesis dan degradasi kartilago terjadi dengan abrasi, cekungan dan fisura pada
permukaan artikular.
Kartilago artikulas menjadi overhidrasi dan membengkak
Degradasi matriks dan overhidrasi mengakibatkan kehilangan kekakuan dan
elastisitas kompresif pada transmisi yang memberikan tekanan mekanis besar ke
tulang subkondral
Tulang trabekular subkondral rusak dan kehilangan peredaman benturan
hidraulik normalnya yakni kista tulang dapat terbentuk akibat tekanan tulang
subkondral yang berlebihan ini.
Mekanisme perbaikan pada tepi permukaan artikular (interfase tulang-kartilago)
mengakibatkan peningkatan sintesis kartilago dan pembentukan tulang
berlebihan yang dinamakan osteofit
Beberapa pasien ditemukan memiliki berbagai bentuk kristal kalsium yang
terkonsentrasi dalam kartilago artikular yang rusak. Patogenesis deposisi kristal
belum jelas, tetapi berhubungan dengan lebih cepatnya progresi penyakit pada pasien
tersebut.
Kartilago artikular memerlukan beban berat fisiologis dan gerakan ntuk
memungkinkan penetrasi nutrien yang memadai dari cairan sinovial ke dalam
kartilago, beban non-fisiologis (baik berlebihan maupun kurang) mengakibatkan
buruknya nutrisi kartilago
Sendi manusia memerlukan mobilitas maksimal saat menghindari cedera jaringan
artikular. Terdapat hipotesis bahwa terdapat refleks muskular protektif yang
mencegah sendi mendapat beban yang lebih besar dari kisaran ekskursi normalnya.
Dipostulasikan bahwa gangguan aktivitas muskular mungkin berperan dalam
patogenesis OA
Instabilitas sendi berhubungan dengan risiko tinggi OA. Meningkatkan kekuatan otot
yang menjembatani melintasi sebuah sendi dapat memperbaiki stabilitas sendi,
mengurangi beban sendi dan mengurangi tekanan mekanis. Jadi, olah raga dapat
mengurangi gejala dan memperbaiki fungsi sendi, meskipun hanya terjadi sedikit
perbaikan dari pemeriksaan radiologis
Nyeri OA dipercaya diakibatkan oleh tiga penyebab mayor yakni nyeri akibat
gerakan dari faktor mekanis, nyeri saat istirahat akibat inflamasi sinovial, dan nyeri
malam hari akibat hipertensi intraseus (Corwin, 2008).

1.4. Epidemiologi Osteoarthritis

2
Osteoatritis (OA) merupakan penyakit yang paling sering terjadi di dunia yang
mengenai sekitar 77% populasi Amerika Serikat dengan 60% sampai 70% adalah
orang berusia lebih dari 65 tahun. Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan risiko
seiring dengan pertambahan usia (prevalensi meningkat dengan cepat pada populasi
lansia). Pola penurunan autosomal dominan telah terindentifikasi pada kelompok
osteoarthritis tertentu yakni osteoarthritis general primer berhubungan dengan antigen
limfosit manusia (human lymphocyte antigen, HLA) A1 B8 tipe haploid,
kondrokalsinosis familial (deposisi kristal pada sendi) dan kondrodisplasia. Beberapa
gen dikaitkan dengan berbagai perubahan dalam komponen kartilago misalnya mutasi
pada kromosom 12 [COL2A1] terkait dengan abnormalitas kolagen tipe II. Faktor
risiko dari osteoarthritis primer ini sendiri meliputi peningkatan usia, obesitas,
penggunaan sendi yang berlebihan berulang kali, imobilisasi, dan peningkatan
densitas tulang (kurang perendaman benturan) (Brashers, 2001).

1.5. Pengobatan terhadap Osteoarthritis


The America College of Rheumatology Guidelines untuk penatalaksanaan
osteoarthritis menganjurkan memulai terapi dengan modalitas nonfarmakologis
dahulu, ditambah asetaminofen (sampai 1 gram empat kali sehari) dan dilanjutkan
dengan obat antiinflamasi nonsteroid dosis rendah kemudian dosis tinggi bila gejala
tetap sulit dihilangkan (Herting, et.al., 1997).
Non Farmakologis
Olahraga mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang
mengalami osteoarthritis ringan sampai sedang
Terapi fisik, meliputi rentang pergerakan pasif dan latihan air, dapat
memperbaiki fungsi persendian
Terapi okupasional dapat membantu aktivias hidup sehari-hari dengan alat
bantu
Aplikasi panas, stimulasi daraf elektrik transkutan (TENS) dan akupunktur
dapat dipertimbangkan.
Diet untuk menurunkan berat badan bila diperlukan
Peningkatan asupan vitamin C berhubungan dengan pengurangan progresi dan
nyeri osteoarthritis
Ultrasound (diatermi) memfasilitasi ekstensibilitas tendon, melemaskan otot,
dan mengurangi nyeri (Herting, et.al., 1997).
Farmakologis
Gunakan capsaicin sebagai analgesik topikal (mengurangi substansi neuronal
P, suatu neurotransmiter yang berpengaruh pada nyeri artritis)
Asetaminofen telah terbukti dalam banyak studi efektif dalam mengurangi
nyeri osteoarthritis ringan sampai moderat sebagai obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID)

3
Meskipun osteoarthritis kini diketahui memiliki komponen inflamasi,
penggunaan NSAID disertai dengan beberapa risiko dan hanya dipergunakan
bila analgetik sederhana gagal mengontrol nyeri ;
1) Risiko efek samping (ulserasi dan perdarahan gastrointestinal [GI] atas)
merupakan risiko tertentu pada lansia
2) Ada bukti bahwa NSAID dapat menghambat sintesis dan perbaikan
kartilago dan bahkan dihubungkan dengan percepatan progresi penyakit
3) Beberapa pasien akan mengalami analgesia yang lebih besar dengan
NSAID dibandingkan dengan asetaminofen. Mereka biasanya berespons
pada dosis rendah sehingga dapat mengurangi risiko efek sampingnya.
4) Obat antiinflamasi nonsteroid yang baru hanya menghambat enzim
siklooksigenase 2 (inhibitor COX-2), sehingga dapat memaksimalkan efek
anti inflamasi dan analgesia sementara meminimalkan efek samping GI
(celecoxib, rofecoxib)
Obat kondroprotektif masih menjalani penelitian ekstensif meliputi
glukosamin polisulfat, kondroitin sulfat, natrium pentosan polisulfat, dan
kompleks peptida glikosaminoglikan secara oral. Obat-obatan ini terbukti
meringankan gejala pada sebagian besar pasien dengan sedikit efek samping
Injeksi steroid atau asam hialuronidase per intra-artikular selama kumat
inflamasi akut dapar meredakan nyeri dengan cepat. Frekuensi injeksi steroid
lebih dari 3 sampai 4 kali per tahun dapat berhubungan dengan penurunan
perbaikan kartilago
Derivat tetrasiklin oral ditemukan bersifat kondroprotektif dan sedang diteliti
secara ekstensif (Herting, et.al., 1997).
Lain-lain
Pembedahan ortopedi (termasuk prosedur artroskopi), seperti debridemen
sendi, artroplasti abrasi, pengikisan kondral, dan penggantian sendi, dapat
digunakan pada pasien tertentu
Implantasi kondrosit autolugos telah digunakan pada beberapa pasien dengan
penyakit berat/ Studi awal menggembirakan.
Terapi gen dengan memasukkan gen kondroprotektif ke dalam kondrosit
masih diteliti (Herting, et.al., 1997).

2. KASUS OSTEOARTHRITIS YANG DIALAMI OLEH PASIEN


Kasus osteoarthritis ini dialami oleh Dr.dr. Retty Ratnawati, Msc yang berprofesi sebagai
dokter sekaligus sebagai dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB)
dimana beliau saat ini berusia 59 tahun 2 bulan. Kedua orang tua beliau tidak pernah
memiliki riwayat osteoarthritis namun kakak dan bibinya diketahui menderita osteoarthritis.
Osteoarthritis yang dialami beliau merupakan peradangan pada pergelangan kaki dan lutut
khususnya pada kaki kanan dimana pada saat dilakukan testimoni pasien penyakit dalam
keadaan aktif (sedang kambuh) dan yang dirasakan oleh beliau adalah rasa nyeri yang
berlebihan sehingga kaki kanannya tidak dapat digerakkan terlalu banyak. Rasa nyeri yang

4
dirasakan ini biasanya terus menerus dan sulit hilang dimana pada posisi tertentu mengalami
rasa nyeri yang lebih dari biasanya. Namun, terkadang ada pula kondisi dimana semua posisi
mengalami nyeri sehingga timbul rasa tidak nyaman, dan terkadang pula ada kondisi dimana
rasa nyeri tersebut tidak begitu terasa sehingga menimbulkan rasa nyaman, sehingga beliau
cenderung menggerakkan kaki kanannya untuk mencari posisi yang nyaman untuk kakinya.
Penyakit ini diketahui sejak tahun 2005 melalui pemeriksaan rontgen. Terakhir kali beliau
melakukan rontgen ialah tahun lalu dimana hasil yang didapatkan tidak menujukkan ke arah
yang lebih baik maupun buruk. Penyakit ini diduga diawali dari luka di dekat mata kaki
bagian depan dan mengalami osteofik dimana luka tersebut menimbulkan bengkak yang
besar dan rasa sakit yang bertahan terus menerus selama seminggu. Rasa sakit ini beliau
rasakan bukan hanya pada tulang saja tetapi pada neuronnya yang menjalar ke
neuromuskular lainnya. Luka ini diperolehnya saat menduduki bangku SMA dimana beliau
aktif menjadi seorang pemain basket dengan selalu berada pada posisi guard sehingga beliau
sering mengalami benturan dengan pemain lainnya, hal inilah yang sering menyebabkan
beliau jatuh ataupun mengalami cedera, khususnya pada bagian kaki. Namun, rasa sakit
ataupun rasa nyeri yang dirasakan semenjak mengalami cedera atau jatuh pada saat muda
tersebut tidak dihiraukan oleh beliau hingga pada tahun 2005 beliau memutuskan untuk
melakukan rontgen dan diketahuilah bahwa rasa sakit ataupun nyeri yang sering dirasakan
merupakan penyakit osteoarthritis.
Pada tahun 1988, beliau pernah mengalami keadaan mati sesaat sehingga menyebabkan
dirinya kehilangan rasa laparnya. Hal inilah yang menyebabkan penyakit osteoarthritis-nya
ini tidak merusak pola makannya karena beliau melakukan aktivitas makannya sesuai dengan
waktu bukan dengan rasa laparnya. Beliau tidak memiliki alergi pada obat tertentu namun
beliau tidak tahan dengan efek samping obat yang menyerang lambung, serta beliau tidak
memiliki riwayat penyakit serius lainnya. Tekanan darahnya tergolong normal yakni 110/70
mmHg
Penyakit osteoarthritis beliau ini kambuh biasanya apabila pekerjaan kaki yang dilakukan
berlebihan, terlalu lelah, stres fisik maupun psikis. Pada tahun 2013, penyakit beliau ini
pernah kambuh saat ia sedang berjalan kaki terlalu lama kurang lebih selama 3 jam di salah
satu kota di London dimana menyebabkan beliau merasakan nyeri yang luar biasa sampai
tidak bisa berjalan. Selain hal yang terjadi diatas, saat penyakit ini kambuh juga dapat
menyebabkan nyeri di pergelangan kaki atau lutut selama 2-3 hari, kesulitan menekuk saat
menaiki tangga karena letak osteofit yang sedang nyeri terletak pada lutut. Untuk pengobatan
yang pernah dilakukan oleh beliau ialah apabila rasa nyeri pada pergelangan kaki atau
lututnya menyerang biasanya beliau memberikan salep atau counter pain, namun apabila rasa
nyerinya tetap terasa maka dilakukan non-surgical therapy yakni dengan menggunakan
cereblex. Selain itu, beliau juga melakukan beberapa terapi non farmakologis yakni olahraga-
olahraga tertentu, salah satunya adalah renang karena renang dapat menyebabkan
vaskularisasi menjadi lancar, namun terapi renang yang dilakukan juga tidak dengan
sembarang gaya atau gerakan karena akan menyebabkan penyakit osteoarthritis menjadi
kambuh sehingga beliau hanya menggunakan gaya katak saja.
5
3. RINGKASAN KRITIS
Sesuai dengan kasus yang dialami oleh Dr.dr. Retty Ratnawati, Msc, dikatakan bahwa
penyakit ini diduga diawali dari luka di dekat mata kaki bagian depan dan mengalami
osteofik dimana luka tersebut menimbulkan bengkak yang besar dan rasa sakit yang bertahan
terus menerus selama seminggu, dimana luka ini diperolehnya saat ia sedang bermain basket
di bangku SMA-nya yang dulunya tidak begitu dihiraukan oleh beliau karena ia mengira hal
tersebut hanya luka dan pembengkakan biasa. Hal ini berkaitan dengan penyebab terjadinya
osteoarthritis dimana penyakit ini dapat terjadi secara idiopatik (tanpa diketahui sebabnya)
atau dapat terjadi setelah trauma, dengan stres berulang seperti yang dialami oleh pelari jarak
jauh atau balerina atau berkaitan dengan deformitas kongenital. Dapat disimpulkan bahwa
penyakit osteoarthritis yang dialami beliau terjadi karena stres berulang berupa benturan
yang dialami oleh kakinya karena kegiatannya sebagai pemain basket bagian guard dimana
kedudukannya ini menyebabkan dirinya sering mengalami benturan dengan pemain yang
lain.
Penyakit osteoarthritis ini diketahui semenjak tahun 2005 melalui rontgen yang dilakukan
oleh beliau dan masih berlanjut hingga sekarang. Pada tahun 2013, beliau mengaku bahwa
penyakit ini kambuh di sela-sela aktivitasnya sedang berjalan-jalan di sebuah kota di London
selama kurang lebih 3 jam. Kedua hal ini memperlihatkan secara jelas faktor risiko dari
penyakit osteoarthritis dimana faktor risiko dari osteoarthritis primer itu sendiri meliputi
peningkatan usia, obesitas, penggunaan sendi yang berlebihan berulang kali, imobilisasi, dan
peningkatan densitas tulang (kurang perendaman benturan). Selain faktor risiko tersebut,
diketahui pula bahwa kakak dan bibi dari beliau memiliki riwayat penyakit osteoarthritis
yang dimana faktor genetik juga dapat menjadi penyebab terjadinya osteoarthritis namun
penyakit ini bukan diturunkan melainkan melalui garis keturunan sehingga orang yang
memiliki hubungan keluarga dengan penderita osteoarthritis akan lebih mudah terkena
penyakit ini.
Dilihat dari sisi pengobatan yang dilakukan oleh beliau, terlihat bahwa beliau telah
melakukan pengobatan secara farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologis,
beliau melakukan pengobatan melalui pemberian salep dan counter pain saat rasa nyerinya
kambuh hingga menggunakan cereblex apabila rasa nyeri tak kunjung hilang. Namun
penggunaan cereblex ini sebenarnya juga menimbulkan efek samping yang serius yakni
berupa efek samping pada jantung dan pembuluh darah berupa stroke dan serangan jantung
fatal (infark miokarp). Secara non farmakologis, beliau melakukan pengobatan melalui terapi
renang dengan gaya katak. Terapi renang ini dilakukan karena renang dapat menyebabkan
vaskularisasi menjadi lancar sehingga penyakit ini akan jarang kambuh (dalam keadaan
aktif), selain itu hal ini juga baik dilakukan untuk terapi non farmakologis karena olahraga
dapat mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengalami
osteoarthritis ringan sampai sedang serta terapi fisik berupa rentang pergerakan pasif dan
latihan air, dapat memperbaiki fungsi persendian.

6
4. DAFTAR PUSTAKA
Brashers, Valentina L.2001.Aplikasi Klinis Patofisiologis: Pemeriksaan dan Manajemen,
Ed.2.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Corwin, Elizabeth J.2008.Buku Saku Patofisiologi, Ed.3.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Hamidah, dan Syafrudin.2007.Kebidanan Komunitas.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Herting, Robert L. et.al.1997.Buku Saku Dokter Keluarga, Ed.3.Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai