Batubara Indonesia PDF
Batubara Indonesia PDF
1. PENDAHULUAN
Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi
permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih
melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan
bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total kapasitas
10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin berkembangnya industri-
industri lain seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil merupakan indikasi permintaan dalam
negeri akan semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan permintaan batubara dari
negara-negara pengimpor mengakibatkan produksi akan semakin meningkat pula.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui PP
No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998. KEN
mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara
berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta terwujudnya bauran energi (energy mix)
yang optimal pada tahun 2025. Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi seperti
BBM harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif di antaranya batubara.
Untuk mendukung pencapaian sasaran bauran energi nasional yang dicanangkan pemerintah, salah
satunya adalah melakukan kajian batubara secara nasional untuk mengetahui kondisi sumberdaya,
pengusahaan, dan pemanfaatan batubara, serta permasalahannya, yang dapat digunakan untuk
membuat langkah-langkah yang diperlukan. Dan untuk mendukung kajian tersebut perlu melakukan
terlebih dahulu membangun data base batubara nasional dari hasil pengumpulan data baik
sekunder maupun primer.
2. SUMBERDAYA
Jumlah sumber daya batubara Indonesia tahun 2005 berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya
Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah sebesar 61,366 miliar ton. Sumber
daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi (Tabel 2.1).
3. KEBIJAKAN
Dalam kebijakan bauran energi nasional 2025, pemakaian batubara diharapkan mencapai 33%
(Gambar 3.1), Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang digunakan sebagai landasan di
dalam kebijakan pengusahaan batubara, yaitu :
1) Kepmen ESDM No.1128 Tahun 2004, tentang Kebijakan Batubara Nasional.
2) Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
3) Inpres No.2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan
Sebagai Bahan Bakar Lain..
Di dalam sasaran bauran energi nasional tersebut, batubara menempati urutan pertama di dalam
penggunaan energi. Hal tersebut dikarenakan oleh :
a) Sumber daya batubara cukup melimpah, yaitu 61,3 miliar ton, dengan cadangan 6,7 miliar ton
(Pusat Sumber Daya Geologi, 2005).
b) Dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas (gasifikasi) dan
cair (pencairan).
c) Harga batubara kompetitif dibandingkan energi lain.
d) Teknologi pemanfaatan batubara yang ramah lingkungan telah berkembang pesat, yang
dikenal sebagai Teknologi Batubara Bersih (Clean Coal Technology).
Gambar 3.1
Sasaran Bauran Energi Nasional 2025
Tabel 2.1 Kualitas, Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia Tiap Propinsi, 2005
Kualitas Sumberdaya ( Juta Ton) Cadangan
No. Provinsi Kriteria
Kelas Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Jumlah (Juta Ton)
(Kal/gr, adb)
Kalori Sedang 5100 - 6100 5,47 2,78 0,00 0,00 10,34 0,00
1. BANTEN Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 2,97 0,00 0,00 2,97 0,00
5,47 5,75 0,00 0,00 13,31 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 0,82 0,00 0,00 0,82 0,00
2 JAWA TENGAH
0,00 0,82 0,00 0,00 0,82 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 0,08 0,00 0,00 0,08 0,00
3 JAWA TIMUR
0,00 0,08 0,00 0,00 0,08 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 20,92 6,70 64,14 91,76 0,00
NANGROE ACEH
4 Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 325,43 6,70 26,26 351,69 0,00
DARUSALAM
0,00 346,35 13,40 90,40 443,45 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 0,00 0,00 19,97 19,97 0,00
5 SUMATERA UTARA Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 7,00 0,00 0,00 7,00 0,00
0,00 7,00 0,00 19,97 26,97 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 1.345,69 0,00 268,06 1.613,75 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 30,62 0,00 51,57 82,19 0,00
6 RIAU
Kalori Tinggi 6100 - 7100 12,79 359,60 0,00 16,99 389,38 16,54
12,79 1.735,91 0,00 336,62 2.085,32 16,54
Kalori Sedang 5100 - 6100 19,19 284,36 42,72 22,97 369,24 2,83
Kalori Tinggi 6100 - 7100 5,76 164,58 0,00 144,27 314,61 19,24
7 SUMATERA BARAT
Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 27,00 0,00 14,00 41,00 14,00
24,95 475,94 42,72 181,24 724,85 36,07
Kalori Rendah <5100 0,00 51,13 0,00 0,00 51,13 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 190,84 1.200,09 36,32 90,24 1.517,49 18,00
8 JAMBI
Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 210,81 0,00 82,96 293,77 0,00
190,84 1.462,03 36,32 173,20 1.862,39 18,00
Lanjutan Tabel 2.1
Kualitas Sumberdaya ( Juta Ton) Cadangan
No. Provinsi Kriteria
Kelas Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Jumlah (Juta Ton)
(Kal/gr, adb)
Kalori Rendah <5100 0,00 11,34 0,00 10,58 21,92 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 0,81 0,00 5,86 6,67 3,79
9 BENGKULU Kalori Tinggi 6100 - 7100 15,15 100,62 8,11 45,49 169,37 17,33
Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 0,32 0,00 0,37 0,69 0,00
15,15 113,09 8,11 62,30 198,65 21,12
Kalori Rendah <5100 326,55 7.400,27 2.300,07 1.358,00 11.384,89 2.426,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 198,93 1.629,28 9.139,87 366,01 11.334,10 186,00
10 SUMATERA SELATAN
Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 31,00 433,89 14,00 478,89 67,00
525,48 9.060,55 11.873,83 1.738,01 23.197,88 2.679,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 14,00 0,00 0,00 14,00 0,00
11 LAMPUNG Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 92,95 0,00 0,00 92,95 0,00
0,00 106,95 0,00 0,00 106,95 0,00
Kalori Tinggi 6100 - 7100 42,12 378,60 0,00 0,00 420,72 0,00
12 KALIMANTAN BARAT Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 104,00 1,32 1,48 106,80 0,00
42,12 482,60 1,32 1,48 527,52 0,00
Kalori Rendah <5100 0,00 483,92 0,00 0,00 483,92 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 296,75 5,08 44,36 354,80 4,05
13 KALIMANTAN TENGAH Kalori Tinggi 6100 - 7100 114,11 262,72 0,00 72,64 449,47 0,00
Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 247,62 0,00 77,02 324,64 44,54
114,11 1.291,01 5,08 194,02 1.612,83 48,59
Kalori Rendah <5100 0,00 370,87 0,00 600,99 971,86 536,33
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 4.793,13 301,36 2.526,46 7.620,95 1.287,01
14 KALIMANTAN SELATAN Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 336,19 33,12 109,64 478,95 44,36
Kalori Sangat Tinggi > 7100 0,00 17,62 0,00 12,00 29,62 0,14
0,00 5.517,81 334,48 3.249,09 9.101,38 1.867,84
Lanjutan Tabel 2.1
Kualitas Sumberdaya ( Juta Ton) Cadangan
No. Propinsi Kriteria
Kelas Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Jumlah (Juta Ton)
(Kal/gr, adb)
Kalori Rendah <5100 0,00 201,93 13,76 89,83 305,52 0,00
Kalori Sedang 5100 - 6100 2.285,84 10.630,35 121,61 2.609,46 15.682,72 941,62
15 KALIMANTAN TIMUR Kalori Tinggi 6100 - 7100 502,96 2.611,07 191,77 1.558,62 4.918,92 1.064,82
Kalori Sangat Tinggi > 7100 90,11 60,84 4,48 14,40 169,82 65,24
2.878,90 13.504,19 331,62 4.272,31 21.076,98 2.071,68
Kalori Sedang 5100 - 6100 0,00 131,03 32,31 53,10 216,44 0,06
16 SULAWESI SELATAN Kalori Tinggi 6100 - 7100 0,00 13,90 0,78 0,00 14,68 0,00
0,00 144,93 33,09 53,10 231,12 0,06
Kalori Rendah <5100 0,00 1,98 0,00 0,00 1,98 0,00
17 SULAWESI TENGAH
0,00 1,98 0,00 0,00 1,98 0,00
GAMBAR 4.1
TREND PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI
TAHUN 1992 - 2005
160,000
140,000
120,000
100,000
Juta Ton
Produksi
80,000 Penjualan DN
Penjualan LN
60,000
40,000
20,000
0
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
4.2.1 PLTU
PLTU merupakan industri yang paling banyak menggunakan batubara. Tercatat dari seluruh
konsumsi batubara dalam negeri pada tahun 2005 sebesar 35,342 juta ton, 71,11% di antaranya
digunakan oleh PLTU. Hingga saat ini, PLTU berbahan bakar batubara, baik milk PLN maupun yang
dikelola swasta, ada 9 PLTU, dengan total kapasitas saat ini sebesar 7.550 MW dan mengkonsumsi
batubara sekitar 25,1 juta ton per tahun.
Berdasarkan data dalam kurun waktu 1998-2005, Penggunaan batubara di PLTU untuk setiap
tahunnya meningkat rata-rata 13,00%. Hal tersebut sejalan dengan penambahan PLTU baru
sebagai dampak permintaan listrik yang terus meningkat rata-rata 7,67% per tahun.
Namun demikian, sejak tahun 2003 krisis energi listrik nasional sudah mulai terasa sebagai dampak
dari ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan. Dalam upaya mengantisipasi
kekurangan listrik dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian BBM secara nasional, pemerintah
merencanakan percepatan pembangunan PLTU berbahan bakar listrik 10.000 MW hingga akhir
2009.
TABEL 4.1
KONSUMSI BATUBARA MENURUT JENIS INDUSTRI DI INDONESIA
TAHUN 1998 - 2005
(TON)
JENIS
INDUSTRI 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Industri
Tekstil - - - - - 274,160 381,440 1.307.610
Industri
Kertas 692,737 805,397 766,549 804,202 471,751 1,680,304 1,106,227 2,272,443
Lain - Lain 2,600,550 2,573,355 5,545,609 2,407,667 3,792,481 4,715,840 5,237,639 417,583
GAMBAR 5.1
POYEKSI PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI BATUBARA INDONESIA
TAHUN 2006 - 2025
700
628
600
500 474
438
Milyar
400Ton Penjualan DN
343 333
Penjualan LN
300 Produksi
233 243
200 181
162 168
150
135
109 118
97
100 65
41 44
0
2005 2006 2010 2015 2020 2025
Tahun
GAMBAR 5.1
POYEKSI PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI BATUBARA INDONESIA
TAHUN 2006 - 2025
700
628
600
500 474
438
Milyar
400Ton Penjualan DN
343 333
Penjualan LN
300 Produksi
233 243
200 181
162 168
150
135
109 118
97
100 65
41 44
0
2005 2006 2010 2015 2020 2025
Tahun
5.2 Langkah-Langkah Yang Diperlukan
Dari hasil gambaran trend suppy-demand batubara nasional hingga tahun 2025 termasuk
didalamnya permasalahan yang mungkin muncul, maka untuk memberikan dukungan terkait
dengan pengembangan batubara dalam mencapai bauran energi pada tahun 2025 lebih besar
dari 33% (214 juta ton), diperlukan langkah-langkah strategis meliputi :
a Sumber daya
Melakukan upaya pencarian (inventarisasi) sumber daya dan cadangan batubara yang
representatif dan secara berkelanjutan.
b. Pengusahaan
Pendataan kontrak (jangka panjang, menengah, pendek, spot) perusahaan dengan
konsumen luar negeri. Kemudian pelaku eksportir ditata secara konprehensif dan
proporsional berdasarkan tingkat produksi dan kondisi kebutuhan di dalam negeri.
Setiap pengajuan peningkatan tingkat produksi yang diajukan oleh perusahaan perlu
disesuaikan dengan kebijakan bauran energi nasional.
c. Kebijakan/ Insentif
Menetapkan batubara sebagai komoditi strategis.
Mengubah komposisi penjualan dalam negeri dan ekspor yang saat ini 28 : 72, secara
bertahap hingga tercapai komposisi yang ideal sampai tahun 2025.
Mendorong pengusahaan batubara peringkat rendah di dalam negeri untuk memenuhi
kebutuhan energi melalui paket insentif, seperti penentuan tarif nilai bagi hasil (PKP2B)
untuk batubara mutu rendah.
Meningkatkan diversifikasi pemanfaatan batubara melalui program pembakaran
langsung, pengembangan briket batubara, pencairan batubara, gasifikasi, up grading
batubara, dan pengembangan Coal Bed Methane, dengan memperhatikan faktor
lingkungan.
Memberikan insentif bagi investor (penambangan dan pengolahan) yang
mengembangkan UBC, pencairan, dan gasifikasi batubara, antara lain jaminan hasil
produk dibeli oleh pihak pemerintah.
Menetapkan nilai bagi hasil bagian pemerintah dari penambangan batubara mutu
rendah dan tambang bawah tanah.
d. Insfrastruktur
Untuk menunjang kelancaran distribusi batubara dari hulu hingga hilir perlu membangun
dan mengembangkan prasarana transportasi seperti jaringan kereta api dan pelabuhan
bongkar muat
Mengembangkan pelabuhan bongkar, sarana angkutan, dan jalur distribusi, serta stock
yard batubara yang dekat dengan sentra industri (konsumen) di wilayah Pulau Jawa yang
merupakan konsumen terbesar di dalam negeri.
Dikompilasi oleh
Tim Kajian Batubara Nasional
Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara
Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara
2006