Bantuan 1.000 Ringgit Malaysia Pikat Satu Keluarga Besar WNI Pindah Warga
Negara
Duh. . . Kades Sebut Warga Lumbis Ogong Dapat Duit dari Malaysia
Selasa, 19 Juli 2016 15:25
Kepala Desa Sumantipal, Kecamatan Lumbis Ogong, Busiaw mengungkapkan selama ini
warga di sejumlah desa di Kecamatan Lumbis Ogong juga kebagian bantuan keuangan
dari Malaysia.
Dia bahkan menyebutkan, ada 18 desa yang warganya mendapatkan Bantuan Rakyat
Malaysia (BRM).
Ini sudah berjalan lama. Sejak dulu ada bantuan uang untuk warga Lumbis Ogong,
mulai dari Tao Lumbis, Panas, Labang, Sumantobol warganya dapat BRM, ujarnya
sambil menyebutkan, bantuan itu sudah diterima warga sejak Perdana Menteri Malaysia,
Mahathir Mohamad yang terus dilanjutkan hingga Perdana Menteri Najib Bin Tun Abdul
Razak, saat ini.
Besarnya BRM yang dterima warga bervariasi, dibedakan berdasarkan klasifikasi usia.
Jika masih berumur 18 tahun sampai berusia produktif, akan mendapatkan RM1.000 atau
sekitar 3.400.000. Sedangkan lanjut usia mendapatkan RM600 perbulan.
dana ini tidak terpublikasikan melalui media.
Selama ini kami diberikan kuitansi oleh Malaysia lewat kantor kecamatan. Kami dibagi
lalu kita pergi cairkan ke bank Malaysia, ujarnya.
Warga bisa mendapatkan BRM karena memiliki identitas Malaysia. Warga yang telah
beralih kewarganegaraan menjadi warga Malaysia dipastikan menerima bantuan
dimaksud.
Kemudian pihak Malaysia mendaftarkan semua keluarganya termasuk yang berada di
Lumbis dan sekitarnya. Kemudian diundang untuk membuat IC Malaysia dengan iming-
iming BRM, ujarnya.
Setiap tahun ada sekitar 20 sampai 30 penduduk dari Kecamatan Lumbis Ogong yang
beralih menjadi warganegara Malaysia untuk mendapatkan BRM.
Diakuinya, hal ini menciptakan kekhawatiran. Karena upaya mengajak masyarakat
beralih kewarganegaraan hingga kini masih terus berlangsung.
Jika dikatakan 85 persen penduduk Lumbis Ogong memiliki IC Malaysia, itu tidak bisa
dibantah, katanya.
Dia menyebutkan, upaya ini merupakan cara yang dilakukan Malaysia untuk melakukan
klaim terhadap wilayah di Kecamatan Lumbis Ogong. Sungai Sumantipal dan Sungai
Sinapad seluas sekitar 154.000 hektare di Kecamatan Lumbis Ogong merupakan salah
satu wilayah yang masuk outstanding boundary problem(OBP).
Dia khawatir upaya yang dilakukan pihak Malaysia ini sama dengan yang dilakukan
terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan untuk merebut keduanya dari Republik Indonesia.
Warga didata, dibuatkan IC dan diberi bantuan uang. Dibangunkan infrastruktur.
Sehingga lama-kelamaan masyarakat lebih memilih bergabung dengan Malaysia demi
kebutuhan ekonomi yang lebih baik. Ini yang kami takutkan, ujarnya.
Dia berharap, pemerintah memikirkan pembentukan daerah otonomi baru Kabupaten
Bumi Dayak Perbatasan (Kabudaya).
Calon DOB Kabudaya
merupakan kecamatan-
kecamatan yang berada
di Kabupaten Nunukan
Kepala Desa Tenom, Kelompok Desa Panas, Kecamatan Lumbis Ogong, Marthen, tak
menjamin akan tetap tinggal dan menjadi warga negara Republik Indonesia, jika
pemerintah tidak juga memerhatikan pembangunan di wilayahnya.
Dia mengancam akan pindah ke Malaysia jika pembentukan daerah otonomi baru (DOB)
Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan (Kabudaya) tak juga direalisasikan.
Calon DOB Kabudaya merupakan kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten
Nunukan meliputi Kecamatan Sebuku, Kecamatan Tulin Onsoi, Kecamatan Lumbis,
Kecamatan Lumbis Ogong, Kecamatan Sembakung, dan Kecamatan Sembakung Atulai.
Kecamatan Sebuku ditunjuk sebagai lokasi calon ibukota kabupaten.
Saya tunggu dua tahun lagi. Kalau masih tidak ada perbaikan atau pemekaran tidak
kunjung ada, saya akan ke Malaysia, ujarnya.
Marthen tidak bisa menyembunyikan kekecewannya terhadap minimnya perhatian
pemerintah terhadap wilayah perbatasan negara di Kecamatan Lumbis Ogong.
Disatu sisi Malaysia juga memberikan iming-iming uang dalam bentuk Bantuan Rakyat
Malaysia (BRM) yang membuat masyarakat tergoda berpindah warga negara.
Kebanyakan warga memilih tawaran menjadi warga Malaysiaagar bisa mendapatkan
BRM. Selebihnya tetap bertahan sebagai warga Republik Indonesia karena kecintaan
pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebenarnya saya ada niat membuat identity card (IC). Tetapi masih cinta NKRI. Tetapi
kalau masih begini terus, lambat laun kita ke Malaysia, katanya.
Gara-gara BRM, Marthen mengaku ada empat warganya yang baru-baru berpindah
kewarganegaraan menjadi warga Malaysia.
Karena mereka ingin mendapatkan bantuan RM 1.000 dari BRM, ujarnya.
Karena merasa tidak tersentuh pembangunan, diakui pula sejumlah mantan aparat desa di
tempatnya memilih menjadi warganegara Malaysia. Mereka merasa lebih nyaman dengan
aneka jaminan kesejahteraan yang diberikan Malaysia.
Simanir itu asalnya jalan-jalan. Tertarik dia dengan Malaysia, dia buat IC. Dia mekarkan
desa di sana namanya Estate Ladang Sabung, Tenom. Sekarang ketua kampung di sana
dia, katanya.
Perhatian yang didapatkan warga ini, katanya, sudah diterima sejak lama. Ironisnya, sejak
Republik Indonesia merdeka hingga kini, warga setempat nyaris tak tersentuh pemerintah
sendiri.
Selain mendapatkan bantuan uang melalui BRM, Malaysia juga memberikan fasilitas
pengobatan gratis dan sekolah gratis.
Keseriusan Malaysia, sebutnya, dibuktikan dengan adanya program asrama sekolah bagi
anak-anak perbatasan. Di asrama tersebut anak-anak perbatasan dididik dengan
pelajaran Malaysia. Makanan yang diberikan juga bergizi dan setiap anak diberikan
kesempatan mengunjungi keluarga saat libur sekolah.
Saya ingat presiden dulu Soeharto mengatakan tahun 2.000 masyarakat tinggal landas.
Sekarang 2016 malah kandas, katanya.
Yang dimaksudkannya, pembangunan, pendidikan dan perekonomian masyarakat malah
semakin terpuruk.
Sehingga jika masyarakat memilih penghidupan layak di Malaysia bukan karena
nasionalisme yang luntur. Namun desakan hidup cukup dan tuntutan ekonomi demi
kehidupan lebih baik, ujarnya.
Persoalan lain yang dihadapi masyarakat, jarak ke ibukota Kabupaten Nunukan begitu
sulit dan membutuhkan biaya yang besar.
Dia menyebutkan, dari tempatnya ke ibukota Kabupaten Nunukan harus mengeluarkan
biaya hingga Rp13 juta.
Sedangkan jika harus bepergian ke kota-kota di perbatasan Malaysia, hanya butuh biaya
sekitar Rp200 ribu untuk transportasi.
Karena lokasi yang dekat ini juga masyarakat memilih ke Malaysia, ujarnya.
(*) Sumber: kaltim.tribunnews.com
Soal BRM dan IC di Lumbis Ogong, Bupati Laura Sebut Hanya Isu
Jumat, 22 Juli 2016 18:25
Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid, membantah pemberitaan mengenai sejumlah warga
di Kecamatan Lumbis Ogong yang harus berpindah kewarganegaraan dengan membuat
identity card (IC) untuk mendapatkan bantuan rakyat Malaysia (BRM) senilai RM 1.000
atau sekitar Rp 3.400.000.
Diapun berharap media massa tidak ikut membesar-besarkan isu dimaksud.
Itu hanya isu. Jangan dibesar-besarkan, ujarnya kepada wartawan, Jumat (22/7/2016).
Laura menyayangkan karena warga termasuk kepala desa di kecamatan Lumbis Ogong
harus berbicara kepada media massa untuk mengeluhkan nasib mereka.
Padahal dengan melemparkan isu mengenai perpindahan kewarganegaraan, justru
menjadi pembahasan serius pejabat negara.
Laura mengatakan, jika saja warga Kecamatan Lumbis Ogong datang bertemu bupati,
tentu merupakan langkah yang lebih elegan.
Dengan duduk bersama merumuskan langkah yang harus ditempuh, tentu akan
menghasilkan solusi yang lebih baik.
Namun jika langsung berbicara untuk dipublikasikan media massa, tentu akan menjadi
preseden buruk bagi Pemerintah Kabupaten Nunukan.
Mengapa nggak datang langsung bertemu bupati? Kenapa langsung ke media? katanya.
Laura mengaku akan melihat langsung kondisi masyarakat di perbatasan Republik
Indonesia-Malaysia di Kecamatan Lumbis Ogong, untuk memastikan semua informasi
yang beredar di media massa.
Terus terang saya belum dapat laporan dari Pak Camat di sana. Dalam waktu dekat saya
atau wakil saya akan ke sana, ujarnya.(*)
Sumber: kaltim.tribunnews.com
Satu satunya moda transportasi menuju wilayah Kecamatan Lumbis Ogong melalui
sungai berjeram. Warga di wilayah perbatasan tersebut banyak ber KTP ganda karena
tingginya
ketergantungan
terhadap
Negara Malaysia dalam
pemenuhan kebutuhan hidup.
Anggota DPRD kabupaten
Nunukan meminta pemerintah pusat menanggapi serius maraknya
pemberitaan warga yang memiliki KTP ganda atau pindah negara di wilayah perbatasan
RI-Malaysia, tepatnya di Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan
Utara.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Nunukan, Niko Hartono mengatakan, warga memiliki
KTP ganda karena kebutuhan ekonomi. Dia menanggapi positif adanya bantuan rakyat
Malaysia (BRM) yang diberikan pemerintah Malaysia kepada warga perbatasan yang
memiliki KTP Malaysia.
Bantuan itu sebesar 600 Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp 1.920.000 bagi lansia
dan 800 Ringgit Malaysia atau Rp 3.200.000 bagi warga usia sekolah.
Sampai saat ini pemerintah kita belum melakukan gerakan pembangunan di sana.
Misalkan kesejahteraan mereka tidak terjamin kemudian mereka mencari kesejahteraan
di tempat lain, ya wajar, ujarnya, Rabu (20/7/2016).
Niko Hartono menambahkan, pemerintah tidak bisa melarang jika sebagian warga di
wilayah perbatasan lebih memilih berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara
Malaysia. Menurutnya, pemerintah harus lebih memperjuangkan kesejahteraan warga
negara Indonesia di wilayah perbatasan sehingga bisa sejajar dengan warga Malaysia.
Kalau mereka pindah ya tergantung dia mau menjadi warga negara mana. Kalau
kesejahteraan menjadi warga negara Malaysia lebih terjamin, itu hak mereka, kata Niko
Hartono.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini justru meminta pemerintah
mewaspadai adanya perpindahan status warga di wilayah perbatasan menjadi alat untuk
menuntut hak tanah adat mereka.
Tingginya angka eksodus warga di wilayah perbatasan bisa saja akan mempengaruhi
status wilayah yang selama ini mereka tempati sesuai dengan pengakuan dunia akan
adanya hak adat.
Jangan sampai mereka pindah, adatnya juga pindah. Kita harus memperhatikan aturan
yang berlaku secara intrnasional sehingga hal-hal itu jangan terjadi, ujar Niko.
Sumber: regional.kompas.com Rabu 20 Juli 2016