Anda di halaman 1dari 7

DESA KUAT

Oleh
ANGGA PRAYOGA

Menulis Esai

2022
DESA ADALAH MASA
DEPAN INDOENSIA
Tema:
Desa adalah Masa Depan Indonesia
Judul:
Desa Kuat, Indonesia Maju Berdaulat
Oleh:
Angga Prayoga, M.Pd., Gr.

Tulisan ini dimulai dengan memperkenalkan tempat istimewa dimana penulis dilahirkan,
Lampung Timur. Berbicara tentang Lampung Timur mungkin sebagian orang akan
langsung tertuju pada satu destinasi wisata sekaligus konservasi hewan bernama Way
Kambas, sebuah tempat perlindungan Gajah yang merupakan hewan asli Sumatera. Wajar
saja, karena Way Kambas adalah ikon daerah kami. Namun, jauh di ujung Lampung
Timur ada kerinduan mendalam kepada kampung yang begitu unik dan penulis cintai,
Tanjung Qencono.

Desa yang berada di bawah naungan kecamatan Way Bungur ini memiliki nama yang
unik. Nama Desa yang kebanyakan orang akan berasumsi seharusnya kata “Qencono”
diawali dengan huruf “K” dan bukan “Q”. Pengguanaan huruf “K” sendiri sudah lebih
dulu digunakan oleh desa tetangga, yaitu Kesuma atau dengan nama lengkap Tanjung
Kesuma, sedangkan kata Qencono diserap dari kata “Kencana” yang berarti “emas”.

Tanjung Qencono tergabung dalam Kecamatan Way Bungur bersama dengan tujuh desa
lainnya, alhamdulillah sekarang sudah berstatus swasembada. Desa-desa lain yang masih
satu kecamatan adalah Toto Mulyo, Taman Negeri, Tegal Ombo, Toto Projo, Tambah
Subur, Tanjung Tirto, dan Kali Pasir. Desa yang memiliki luas 6,52km2 dan
menempatkannya di urutan ketiga dengan rasio 12,85% dibawah Desa Tambah Subur dan
Desa Tanjung Tirto dalam hal luas Kecamatan Way Bungur keseluruhan. Dengan luas
yang memadai ini menjadikan Tanjung Qencono sebagai aset lokal yang potensial dalam
konteks pengembangan dan pembangunan desa.

Dalam sejarahnya, pembangunan desa telah menjadi fokus perhatian pemerintah, strategi
pembangunan desa dari masa ke masa terus mengalami perubahan mengikuti periode
pembangunan. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan strategi paling sesuai dan
dipandang efektif. Pembangunan desa yang dimulai pada tahun 1952 dikenal sebagai
”Rencana Kesejahteraan Kasimo” identik dengan pembangunan pertanian, hal ini tidak
berlebihan karena pembangunan lebih berorientasi pada peningkatan produksi pangan.
Tidak heran juga fokus ketahanan pangan menjadi topik berkelanjutan hingga saat ini.
Terbaru pembahasan serupa juga dikuatkan oleh Sudin, Ketua Komisi IV DPR RI dalam
pidatonya pada sebuah pertemuan dengan warga di Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
Sudin menyampaikan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan pertanian, namun
realisasinya akan terwujud bila terbentuk kelompok tani. Bantuan ini tentu ditujukan
untuk seluas dan sebesar-besarnya bagi kemakmuran pertanian Indonesia, sebuah langkah
konkret dari seorang pemimpin.

Dengan potensi wilayah yang cukup strategis, Desa Tanjung Qencono menjadi salah satu
sasaran pembangunan desa berkelanjutan di bidang pertanian. Pertanian di desa ini di
dukung dengan topografi tanah yang landai dan secara tidak kebetulan pastinya Tanjung
Qencono bersama tiga desa lainnya yaitu Toto Mulyo, Tambah Subur, dan Kali Pasir
dilalui oleh sungai Batanghari, sehingga pertanian menjamur sebagai mata pencaharian.
Dengan kondisi demikian, secara umum mata pencaharian dominan warga desa Tanjung
Qencono adalah sebagai petani dan nelayan. Namun kondisi ini tidak serta merta
membuat desa ini tertinggal, sebagian warganya sudah sangat melek aksara, bahasa, dan
teknologi. Rata-rata Pendidikan warga desa ini adalah SMA, serta beberapa sudah
mengenyam Pendidikan strata I dan strata II, sedangkan untuk strata III masih belum ada.
Pendidikan yang melembaga ini menjadi acuan membaiknya kondisi sosial masyarakat
di desa Tanjung Qencono, perdagangan, bisnis rumahan serta industri skala provinsi
seperti industri olahan singkong yang mulai menggeliat dan ini merupakan kabar baik.
Beberapa hal baik ini tentu ditunjang dari hadirnya pendanaan yang baik yang berasal
dari pemerintah, pendanaan yang menjadi tonggak aktivitas masyarakat Desa Tanjung
Qencono yang dimaksud ini adalah Dana Desa.

Dalam Rapat Kerja Percepatan Penyaluran dan Pemanfaatan Dana Desa Tahun 2020 di
Semarang, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menyampaikan perihal
optimalisasi Dana Desa. Lebih lanjut disampaikan, agar Dana Desa dapat berfungsi
optimal, harus digunakan tepat sasaran, guna membangun desa, sesuai kebutuhan dan
potensi masing-masing. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo, yang
menginginkan agar penyaluran Dana Desa yang benar-benar efektif dan berdampak
signifikan pada desa terutama dalam percepatan ekonomi produktif, menggerakkan
industri di pedesaan, serta mengurangi kemiskinan desa.

Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang disalurkan setiap tahunnya. Pada
tahun 2018, pemerintah mengeluarkan Rp60 triliun, realisasinya mencapai Rp59,86
triliun atau 98,77%. Tahun selanjutnya yaitu tahun 2019, Dana Desa meningkat menjadi
sebesar Rp70 triliun, dengan realisasi mencapai Rp42,2 triliun atau 60,29%, dan di tahun
2020 kembali meningkat menjadi Rp72 triliun. Penyaluran Dana desa ini ditransfer ke
434 Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota di 33 provinsi, dengan jumlah desa
mencapai 74 ribu desa. Jumlah ini belum termasuk dana-dana lainnya yang mengalir ke
desa baik berupa alokasi Dana Desa, bantuan keuangan, dana bagi hasil ataupun bantuan
lainnya (hibah). Berdasarkan data tiga tahun beruntun rata-rata Dana Desa yang diterima
per-desa menunjukkan trend peningkatan.Tahun 2018 setiap desa mendapatkan rata-rata
alokasi dana desa sebesar Rp800,4 juta, tahun 2019 sebesar Rp933,9 juta, dan tahun 2020
sebesar Rp960,6 juta. Dana sebesar itu ditujukan untuk sebesar dan seluas perkembangan
desa.

Dana Desa ini merupakan sebagian dari pemasukan desa dari keseluruhan pemasukan
yang berasal dari APBN, APBD, dan hibah. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 72 UU ayat
6 Tahun 2014 dan Peraturan Pusat Nomor 1 Tahun 2020. Pendapatan ini belum termasuk
pendapatan asli desa yang didapat desa atas berbagai hal, seperti hasil usaha, hasil aset,
swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lainnya.

Baiknya penyaluran dan pengolahan yang tepat guna serta tepat sasaran pembangunan di
desa ini berjalan sebagaimana mestinya. Kepala desa yang juga bertindak sebagai
pemangku kebijakan desa ini telah menunaikan kewajiban dibantu masyarakat yang
mewariskan pembangunan berbagai infrastruktur penting seperti pemindahan dan
renovasi Masjid Raya Desa Baitul Qudus sebagai pusat dan jantung desa, merenovasi
Balai Desa, mengadakan perbaikan drainase dan irigasi yang ramah lingkungan,
pembangunan embung, jembatan, pasar desa, sumur umum, gapura dan batas desa, serta
memperbaiki jalan desa dan jalan kecamatan yang membelah desa Tanjung Qencono
menuju ke desa Taman Negeri dan desa Tambah Subur.

Secara keseluruhan pembangunan desa Tanjung Qencono berasal dari bantuan dan
pemasukan desa dalam Dana Desa. Pagu Dana Desa tahun 2022 telah ditetapkan sebesar
Rp68 triliun dan dialokasikan kepada 74.961 desa di 434 kabupaten atau kota seluruh
Indonesia. Jumlah ini menurun sebesar Rp4 triliun dibandingkan pagu Dana Desa tahun
lalu (2021). Secara keseluruhan, Dana Desa telah disalurkan sebesar Rp400,1 triliun sejak
tahun 2015. Dengan angka yang fantastis ini diharapkan akan lahir desa-desa pionir yang
menjadi pondasi yang kuat bagi negara kita.

Alokasi Dana Desa diberikan oleh pemerintah pusat yang diperoleh dari dana
perimbangan APBN yang diterima oleh Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) setela dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10%
(Hendri, 2017). Dana tersebut kemudian dapat digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan, pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Program pelaksanannya telah
dianggarkan di tahun terbaru yaitu 2022, pembangunan ini bersifat membangun
terencana, terstruktur, dan terintegrasi.

Penguatan pembangunan melalui “Nawacita” tercermin dalam konsep pembangunan desa


Tanjung Qencono, yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan” (Nain, 2019). Secara empiris
desa menerima stimulan pembangunan dalam bentuk bantuan dana dari berbagai instansi
atau lembaga yang memiliki program dan kegiatan di desa. Namun beberapa desa masih
kurang menggunakan kewenangannya untuk menggali potensi desa yang dimiliki dalam
upaya menciptakan dan meningkatkan pendapatan asli desa. Inovasi desa belum banyak
dilakukan Pemerintah desa karena lebih senang menerima dana stimulan dari pemerintah
supradesa. Dalam mengantisipasi ini desa membentuk BUMDes sebagai upaya
kemandirian dan berdikarinya kerangka terkecil negara.

BUMDes adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa
dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan membangun kerekatan sosial
masyarakat yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa (Maryunani, 2008).
Kehadiran BUMDes ini diharapkan mampu membantu pemerintah dan masyarakat desa
untuk mengembangkan sekaligus memenuhi kebutuhan sehari-hari, menjadi peluang
usaha, menambah wawasan masyarakat desa baik dengan cara mengembangkan potensi
desa maupun memanfaatkan sumber daya alam desa. BUMDes dapat menjadi
pertimbangan untuk menyalurkan inisiatif masyarakat desa, potensi desa, mengelola dan
memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam desa serta mengoptimalkan Sumber Daya
Manusia.

Pembangunan yang bersumber dari Dana Desa tersebut semakin menegaskan komitmen
Presiden Jokowi untuk membangun Indonesia dari pinggiran, perbatasan, dan desa. Oleh
karena itulah, yang dibangun bukan hanya jalan tol, bandara, atau pelabuhan saja,
melainkan juga infrastruktur skala kecil yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa.
Pemanfaatan Dana Desa digunakan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan sektor
prioritas dalam rangka mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa,
tak terkecuali desa Tanjung Qencono. Selain itu terkait pandemi Covid-19, Dana Desa
juga dipergunakan untuk pembiayaan jaring pengaman sosial berupa Bantuan Langsung
Tunai (BLT) bagi warga desa yang terdampak. Kepala desa Tanjung Qencono Samsul
Arifin yang memasuki masa periode keduanya telah berperan aktif dalam penyaluran
bantuan ini, sedikit banyak bantuan yang simultan sifatnya ini membantu geliat
masyarakat dalam menata asa saat masa sulit, pandemi.

Tentu pembangunan berkelanjutan akan menghadirkan perubahan, tidak hanya dari segi
infrastruktur namun diharapkan juga mampu membangun masyarakatnya. Perubahan
fisik dilihat dari semakin berkurangnya desa yang terisolasi dan perubahan masyarakat
yaitu dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang lebih modern. Dalam hal ini
kita bisa melihat bahwa desa bukan lagi sebagai suatu komunitas yang statis namun desa
telah menjadi tempat bagi berjalannya program dan kegiatan yang membawa modernisasi
bagi tumbuh kembangnya suatu negara. Begitu banyak khasanah dan kebaikan dari
hadirnya Dana Desa, semoga Indonesia makin terbangun dari akar yang kuat yaitu desa
yang berswasembada. Desa Kuat, Indonesai Maju Berdaulat!

Anda mungkin juga menyukai