Anda di halaman 1dari 44

RANGKUMAN HEATHKIT

ELECTRONIC CIRCUIT

Oleh :

M.Asbackhul Kautsar (G.III.09.15.014)

Ratna Devi Dwi Enggarsasi (G.III.09.15.020)

DIPLOMA III TEKNIK TELEKOMUNIKASI DAN


NAVIGASI UDARA ANGKATAN VIII A

AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN


PENERBANGAN SURABAYA

2017
BAB 1

I. Basic Amplifier

Amplifier adalah alat yang digunakan untuk meningkatkan level dari


sebuah sinyal elektronik. Pada umumnya, digunakan pada kebutuhan komersial,
pabrik industri, dan perlengkapan militer. Amplifier modern menggunakan
komponen semikonduktor atau solid state (transistor, resistor, kapasitor, induktor).

Amplifier dapat dikelompokkan menjadi amplifier tegangan dan amplifier


daya. Amplifier tegangan digunakan untuk menaikkan level tegangan dari sebuah
sinyal input sedangkan amplifier daya digunakan untuk menaikkan level daya dari
sebuah sinyal input. Aplikasi amplifier biasa digunakan pada radio, televisi,
system hi-fi dan stereo, dan tape recorder dengan cara menaikkan amplitudo dan
sinyal AC ke level yang bisa dipakai. Selain itu juga bisa digunakan pada
kebutuhan militer yaitu sebagai komunikasi radio dua arah seperti radar dan
satelit.

II. Konfigurasi Amplifier

Konfigurasi amplifier dibagi menjadi tiga yaitu common-emitter,


common-base, dan common-collector. Ketika common lead di groundkan
rangkaian sama dengan rangkaian grounded-emitter, grounded-base, dan
grounded-collector.

1. Rangkaian common-Emitter

Pada transistor kaki emitor dapat dialiri sinyal input maupun sinyal
output. Kaki basis dan kaki kolektor dapat juga sebagai input maupun
output. Rangkaian CE dapat menggunakan transistor NPN maupun
transistor PNP.

Junction antara daerah emitor dan basis disebut emitter-base


junction atau emitter junction. Sedangkan junction antara daerah kolektor
dan basis disebut collector-base junction atau collector junction.
Current base (IB) adalah arus yang mengalir keluar dari daerah base.
Apabila polaritas dari sumber tegangan Vbb reverse, emitter junction akan reverse
biased dan arus pada basis tidak mengalir. Current collector (I C) adalah elektron
yang mengalir keluar dari daerah kolektor. Sedangkan arus yang mengalir ke
daerah emitor transistor (dari sisi negative sumber tegangan) disebut current
emitter (Ie)

IE = IB + IC

Pada rangkaian CE Ib menyebabkan Ic mengalir melalui transistor hal itu


disebut dengan current gain. Disini Ib sebagai arus input dan Ic sebagai arus
output. Rangkaian itu menyebabkan arus naik atau bias disebut dengan current
gain. Apabila Ib naik maka Ic akan naik dengan jumlah yang sama. Begitu juga
sebaliknya, apabila Ib turun Ic akan turun juga.

Rumus transistor beta :

DC beta = IB /IC

AC beta = IC /IB

Nilai rata rata beta antara 10-200. Simbol DC beta forward current
transfer ratio adalah hFE sedangkan simbol AC beta forward current transfer ratio
adalah hfe. Beta transistor dapat ditentukan ketika Vce konstan.

Saat rangkaian CE sering digunakan untuk menguatkan level dari


tegangan input menghasilkan voltage gain. Kenaikan dan penurunan Ib
menyebabkan kenaikan dan penurunan pada Ic. Tegangan melalui RL (VRL)
ditambah Vce harus sama dengan Vcc. Ketika VRL naik dan turun, VCE harus turun
dan naik kebalikannya sehingga jika di jumlahkan sama dengan Vcc.
Meskipun sinyal tegangan input dan output out of phase pada rangkaian
CE, rangkaian tetap menghasilkan voltage gain. Tegangan sinyal naik karena arus
output (Ic) lebih tinggi daripada arus input (Ib). Voltage gain pada amplifier
biasanya ditentukan oleh sinyal AC. Rangkaian CE sederhana memiliki voltage
gain antara 250-500.

Power gain adalah daya pada rangkaian elektronik sama dengan hasil dari
arus dan tegangan di dalam rangkaian. Daya (P) dalam watts dapat ditentukan
dengan cara mengalikan arus (I) dengan tegangan (E).

P=IxE

Saat rangkaian CE menghasilkan current gain dan voltage gain rangkaian


CE juga menghasilkan amplifikasi daya. Power gain pada rangkaian adalah untuk
menyederhanakan perbandingan daya sinyal output ke daya sinyal input.

Ap = Pout/Pin

Ap = Av

Junction transistor emitor harus forward bias sehingga Ib akan mengalir


melalui daerah transistor basis dan emitor. Dalam rangkaian CE tegangan sinyal
input melewati junction emitter forward bias dan emitter junction kebalikan dari
arus sinyal input.

Input resitance amplifier biasannya bernilai AC. Bukan resistance DC


yang dapat diukur dengan ohmmeter. Sedangkan output resistance junction
collector transistor adalah reverse bias dibawah kondisi operasi normal. Meskipun
Ic dapat melewati junction collector reverse bias Ic tetap memiliki nilai resistance
tinggi.

2. Rangkaian Common-base

Sinyal input diaplikasikan antara transistor emitor dan basis sedangkan


sinyal output muncul diantara transistor kolektor dan basis. Junction transistor
emitter forward bias dan junction kolektor reverse bias pada rangkaian CE.
Operasi rangkaian pada rangkaian ini menggunakan transistorn NPN.

IE = IB + IC
Rangkaian CB dapat dibuat menggunakan transistor PNP yang
pada umumnya sama dengan rangkaian NPN. Perbedannya hanya pada
polaritas sumber tegangan. Current gain pada rangkaian CB dapat
ditentukan dengan cara membagi arus output (Ic) dengan arus input (IE),
current gain pada transistor disebut alfa transistor. DC alfa menunjukkan
current gain dari transistor.

DC alpha=IC/IE

AC alpha= IC/I

Nilai alfa DC dan alfa AC ditentukan ketika tegangan transistor


collector-to-base (Vcb) konstan. Vcb konstan dapat diperoleh dengan
menghubungkan Vcc secara langsung melalui kaki kolektor dan basis.
Meskipun rangkaian CB memiliki current gain kurang dari 1, rangkaian
akan tetap menghasilkan voltage gain dengan jumlah yang besar.

Sebuah voltage gain sebesar 1000 sering terdapat did alam


rangkaian CB. Meskipun rangkaian CB menghasilkan current gain kurang
dari 1, voltage gain-nya tetap tinggi. Artinya, rangkaian tetap
menghasilkan power gain.
3. Rangkaian common-collector

Pada rangkaian CC kaki kolektor umumnya dapat sebagai sinyal


input maupun output. Kaki basis dan kolektor dapat juga sebagai kaki
input maupun output. Apabila sinyal input dimasukkan antara basis dan
kolektor sedangkan sinyal output muncul diantara emitor dan kolektor,
junction emitter adalah forward bias, sementara junction collector reverse
bias.
Rangkaian CC memiliki karakteristik yang berbeda dengan
rangkaian CE maupun rangkaian CB. Rangkaian ini menggunakan
transistor NPN yang menerima forward bias dan reverse bias dari sumber
tengangan Vbb dan Vcc. Arus basis (Ib) sebagai arus input, sementara arus
emitor sebagai arus output.

Saat Ie (current output) jauh lebih tinggi daripada Ib (current input)


pada rangkaian ini, rangkaian akan menghasilkan sejumlah current gain
yang besar. Faktanya, current gain pada rangkaian CC lebih tinggi
daripada rangkaian CE. Di awah merupakan gambar rangkaian common-
collekctor dan sinyal input serta sinyal output :

Current gain = 1 + beta

Rangkaian CC tidak bisa menghasilkan amplifikasi tegangan ketika


RL dihubungkan ke terminal output rangkaian. Meskipun rangkian
menggunakan transistor NPN rangkaian dasar yang sama dapat dibuat
dengan transistor PNP.

Ketika Vin negatif, tegangan forward bias akan menurun. Hal ini
menyebabkan Ib, Ic, dan VRL menurun, dan juga emitor menjadi kurang
positif (lebih negatif). sedangkan ketika basis positif, emitor juga akan
positif begitu juga sebalikmya. Artinya, tegangan sinyal input dan output
pada rangkaian CC bekerja dengan cara yang sama dan in phase satu sama
lain.

Meskipun rangkaian CC dapat menghasilkan current gain dengan


jumlah yang tinggi, itu tidak akan membuat tegangan sinyal menjadi naik.
Rangkaian CC menyediakan voltage gain kurang dari 1, itu tidak akan
menghasilkan current gain. Artinya, rangkaian dapat memberikan power
gain.

Power gain (Ap) = (1+beta) Av

Ketika nilai voltage gain 1, power gain sama dengan current gain.
Artinya power gain rangkaian CC selalu lebih rendah dari power gain
yang terdapat pada konfigurasi rangkaian dua lainnya. Saat input base
current sangat rendah pada rangkaian CC, input resistance dari rangkaian
sangat tinggi. Rangkaian ini pada umumnya memiliki input resistance
antara 100 500 kiloohms.

III. Amplifier Biasing

Amplifier biasing membagi dua sumber tegangan untuk


menghasilkan tegangan pengoperasiannya. Sumber tegangan tunggal
(Vcc) digunakan untuk menentukan tegangan reverse bias dan tegangan
forward bias transistor NPN pada rangkaian. Transistor NPN dapat
digunakan apabila Vcc reverse.

IV. Feedback Bias


Feedback negatif atau degeneratif feedback terjadi jika perubahan
yang tidak diinginkan pada arus bias sehingga arus output dan tegangan
yang dihasilkan rangkaian berubah sehingga membuat perubahan berbalik.
Feedback kolektor terjadi ketika sinyal feedback diperoleh dari kolektor
pada transistor. Sedangkan feedback emitor terjadi ketika feedback pada
rangkaian dihasilkan emitor transistor.

V. Voltage-divider biasing

Tujuan pembagi tegangan adalah untuk menyederhanakan


tegangan tetap dari basis ke ground. Beda potensial atau tegangan
melewati junction emitter transistor sama dengan perbedaan antara dua
tegangan positif. Umumnya, basis jauh lebih positif daripada emitor.

Voltage drop pada silikon mendekati 0,6-0,7 V. Sementara


germanium voltage drop-nya lebih rendah yaitu 0,2-0,3 V. Karakteristik ini
dapat digunakan untuk menentukan jenis transistor apa yang digunakan
pada rangkaian.

Ketika suhu naik, nilai Ic dan Ie akan naik. Saat nilai Ie naik
membuat tegangan yang melewati Re naik, dimana membuat emitor yang
terhubung ke ground menjadi lebih positif. Akibatnya, mengurangi
tegangan forward bias yang melewati junction emitor membuat Ib
menurun.

Kapasitor digunakan untuk menjaga tegangan sinyal dari yang


muncul melaui Rf shingga sinyal output tidak akan dihasilkan. Jika
kapasitor dihilangkan, voltage gain dan current gain akan berkurang.
C = 1600000/fRe

VI. Class Of Operation

Apabila sinyal input yang mengalir positif dan negatif, arus output
akan naik atau turun. Tetapi, pada dasarnya arus output akan tetap
mengalir. Amplifier yang menyimpang dalam tahap ini disebut amplifier
kelas A. Arus output amplifier kelas A digunakan untuk menguatkan sinyal
sinusoidal AC.

Kelas amplifier AB, kelas B, dan kelas C menghasilkan distorsi dengan


jumlah yang besar ketika rangkaian hanya menguatkan sedikit sinyal
input.

VII. Amplifier coupling

Pada beberapa kasus, tahap amplifier pertama tidak dapat


menghasilkan amplifikasi yang cukup. Hal itu membutuhkan amplifier
tahap dua atau lebih untuk menghasilkan gain yang lebih tinggi.

1. Resistance-Capacitance coupling
Pada RC coupling tiap tahapan amplifier menggunakan pembagi
tegangan dan feedback emitor. Ketika tegangan output pada kolektor Q1
menurun, beda potensial antara kolektor Q1 dan basis Q2 menjadi
berkurang dan C2 discharge ke tegangan yang lebih rendah.
Arus discharge harus mengalir berlawanan arah sampai tegangan
melewati C2 jatuh pada nilai yang sesuai.

2. Impedance Coupling
Teknik Impedance coupling sama dengan RC coupling. Pada
langkah ini induktor digunakan dalam beban kolektor pada tahap pertama.
Impedance coupling bekerja seperti RC coupling ketika induktor memliki
fungsi yang sama sebagai beban resistor dan kapasitor kopling mengirim
sinyal dari tahap pertama ke selanjutnya.

3. Direct Coupling

Ketika sinyal frekuensi sangat rendah harus dikuatkan (10 Hz atau


lebih rendah), RC dan impedance coupling tidak bisa digunakan dengan
efektif. Hal ini terjadi karena kapasitor tidak bisa meloloskan frekuensi
yang sangat rendah. Teknik dimana sinyal frekuensi bahkan sinyal DC
harus dikuatkan disebut dengan direct coupling. Basis pada transistor
tahap kedua (Q2 terhubung langsung dengan kolektor pada transistor tahap
[pertama (Q1). Tidak ada kapasitor penghubung yang digunakan diantaha
kedua tahap ini.

4. Transformer Coupling

Pada materi AC elektronik, telah dijelaskan bahwa transformer


merupakan komponen AC. Transformer tidak menggunakan tegangan DC.
Transformer bisa tegangan step-up atau step-down ketika menghasilkan isolasi
dan impedansi diantara tahapan amplifier. Transfomer secara efektif dapat
digunakan sebagai alat impedani yang sesuai.

BAB 2
I. Amplifier Direct Current

DC amplifier biasanya digunakan untuk menguatkan DC atau


dengan perlahan mengubah sinyal AC. Amplifier ini memiliki respons
frekuensi yang memperpanjang dari nol (DC) ke beberapa ribu hertz atau
bahkan ke juta hertz. Transduser digunakan untuk mengukur panas,
cahaya, tekanan, dan getaran. Transduser menghasilkan sinyal elektrik,
yang sangat lemah dan harus dikuatkan sebelum digunakan.

1. Basic Circuit Configuration

Pada rangkaian ini, R1 dan R2 sebagai voltage divider dan R4


sebagai feedback emitor untuk stabilitator suhu. R3 sebagai penghubung
transistor ke tegangan sinyal. Tegangan sinyal input langsung e basis dan
sinyal output diperoleh dari kolektor. Rangkaian ini dapat merespon sinyal
AC maupun DC.

2. Multiple-Stage Ampifier

Rangkaian ini merupakan rangkaian amplifier sederhana tahap


kedua dengan output tahap pertama langsung ke input selanjutnya. Tahap
kedua menggunakan transistor Q2 dan resistor R3 dan R5. Pembagi
tegangan (R1 dan R2) digunakan pada tahap perstama, tetapi sususan yang
sama tidak diperlukan pada tahap kedua.

3. Darlington Amplifier
Rangkaian darlington dibentuk dengan menghubungkan emitor
dan kolektor pada salah satu transistor (Q1) ke basis dan kolektor pada
transistor kedua (Q2). Ketika arus basis Q1 diubah, arus emitor Q1 dan
arus basis Q2 juga berubah. Q1 digunakan untuk mengontrol konduksi Q2.

4. Differential Amplifier

Differential amplifier biasa digunakan ketika high gain sama


baiknya dengan stabilitator suhu. Ketika transistor Q1 dan Q2 memiliki
karakteristik yang sama dan tegangan bias digunakan pada tiap transistor
sama, arus kolektor melalui transistor kedua juga sama. artinya, tegangan
antara Q1 (point A) dan ground harus sama dengan teganagan antara Q2
(point B). Dan ground.
Differential amplifier dapat menyediakan stabilitator suhu optimal
ketika tegangan sinyal output diperoleh antara point A dan B. Hal ini
karena :
a. Q1 dan Q2 dinaikkan bersama sehingga kedua transistor dibuat sama
oleh perubahan suhu.
b. Arus kolektor Q1 dan Q2 cenderung naik atau turun dengan jumlah
yang sama saat suhu naik atau turun.
II. Audio Amplifiers

Sinyal audio rata-rata antara 20 hz 20.000 hz. Rangkaian yang


digunakan untuk menguatkan sinyal ini adalah frekuensi audio (AF) atau
audio amplifier. Audio amplifier memberikan amplifikasi tegangan dan
daya. Pada umumnya digunakan pada tipe kelas A, meskipun amplifier
kelas B juga digunakan untuk menerima daya yang lebih.

1. Voltage Amplifier
Voltage amplifier digunakan untuk menaikkan tegangan dari
sinyal input ke nilai yang cukup tinggi. Pada kasus ini, amplifier biasa
disebut dengan preamp (pre-amplifier). Preamp atau amplifier pengaruh
sinyal tegangan diikuti oleh power amplifier. Power amplifier (biasanya
konfigurasi common-collector) dapat memberi arus sinyal output tinggi
untuk mengoperasikan loudspeaker impedansi rendah.

Tegangan sinyal input AC digunakan pada rangkaian


melalui kapasitor kopling C1. Tegangan ini muncul diantara basis
transistor dan ground. Sinyal output AC yaang telah dikuatkan dintara
kolektor dan ground harus melalui kapasitor kopling C2 sebelum
digunakan pada tahap selanjutnya.

2. Power Amplifier

Power Amplifier digunakan untuk menjalankan beban yang


membutuhkan daya tinggi. Ini merupakan tahap akhir dari amplifikasi
sebelum sinyal hilang dari sistem amplifier.

Rumus daya :

P = E2/R

E = Vr0s

Power Amplifier selalu memiliki karakteristik impedance output


sangat rendah. Impedansi output rendah meyakinkan bahwa beda muatan
tidak akan berdampak pada tegangan yang dikirimkan. Perbandingan
muatan impedansi dengan impedansi output disebut faktor damping.

D = ZL/Zout

ZL= load impedance

3. Single-Ended Power Amplifier


Rangkaian single-ended adalah ketika hanya ada satu alat yang
aktif, yaitu transistor. Amplifier single-ended digunakan untuk
menjalankan kelas A. Input dan output kopling transformer menghasilkan
gain sempurna.

4. Push-Pull Power Amplifier


Pada rangkaian amplifier push-pull, transformer output dijalankan
dari dua titik oleh dua alat aktif. Bagian atas dan bawah dari amplifier ini
adalah mirror images. Kebanyakan mirip dengan amplifier single ended-
power.

5. Complementary Amplifier
Rangkaian ini merupakan tipe rangkaian push-pull yang tidak
menerima transformer input ataupun output. Rangkaian ini menggunakan
transistor NPN dan PNP untuk menyelesaikan gerakan push-pull.

III. Video Amplifier


Video amplifier umumnya digunakan di televisi dan sistem radar untuk
menguatkan video, atau informasi gambar. Rata-rata sinyal video dari 10 Hz
5 MHz. Respon frekuensi amplifier video harus rata dari DC ke 5.000.000 Hz.

Tipe kapasitansi lain disebut dengan miller capacitance, juga memiliki efek
besar pada gain frekuensi tinggi (Miller effect).

IV. RF dan IF Amplifier

Radio frekuensi atau sinyal RF adalah sinyal frekuensi tinggi, dapat


dengan mudah dikonversikan ke energi elektromagnetik oleh antenna
pemancar. Frekuensi radio antara 10 KHz 30.000 MHz. Amplifier khusus,
diketahui sebgaai amplifier /rf, yang mrnunjukkan fungsi ini.

Pada umumnya RF dan IF amplifier memiliki beberapa hasil. Selain


amplifier RF ada juga amplifier tuned yang digunakan pada kedua aplikasi ini.
Amplifier tuned terdapat paling tidak satu rangkaian tuned dan amplifier yang
hanya melalui frekuensi band yang telah dipilih.

Amplifier RF transistor digunakan pada rangkaian penerima harus


memilik,i 4 syarat :
1. Memberikan gain yang cukup
2. Menghasilkan internal noice rendah
3. Memberikan selectivity yang baik
4. Merespon dengan baik ke semua frekuensi dari sinyal yang terpilih.
Amplifier RF digunakan pada kelas C yang akan conduct hanya saat sinyal
output berayun positif untuk mengatasi tegangan bias DC negatif pada basis.

BAB 3

I. Differential Amplifier
Differential Amplifier menerima transistor lebih daripada amplifier
biasa. Tetapi differential Amplifier menerima lebih sedikit resistor.

Amplifier ini memiliki terminal dua input dan terminal dua output.
Input dapat digunakan pada kedua tiap-tiap basis transistor. Output dapat
diperoleh dari kolektor yang terhubung dengan ground dan dapat juga
diperoleh anata dua kolektor.

1. Single-Input, Single-Output Operation (SISO)

Ketika sinyal input berayun positif, sinyal emitor Q1 berayun positif


dengan jumlah yang sama karena aksi dari follower emitter. Konfigurasi
common-collector memiliki voltage gain satu. Emiter Q1 terhubung
dengan emite Q2. Ketika setengah cycle negatif sinyal input, polaritas
akan reverse. Pada SISO Q1 sebagai common-emitter dan Q2 sebagai
common base.

2. Single-Input, Differential-Output Operation


Rangkaian ini menunjukkan rangkaian single-input. Seperti
sebelumnya sinyal input diperoleh dari basis Q1. Output pertama collector
Q1 in phase dengan sinyal input sedangkan output kedua pada kolektor
Q1. Q1 sebagai common emitter menghasilkan tegangan output kolektor
yang out of phase 180 erajat dengan sinyal input.

3. Differential-Input, Differential-Output

Normalnya, sinyal dua input identik kecuai fasenya. V1 180 deajat out
of phase dengan V2. Ketika dua sinyal 180 dejata out of phase, perbedaan
antara keduanyada adalah dua kali amplitudo dari sinyal. Pada saat yang
sama, V1 swing postif, V2 swing negatif. Tegangan negatif basis Q2
menjalankan kolektor Q2 lebih positif. Q2 juga bertindak sebagai emitter-
follower yang menghasilkan V2 ke emitor Q1. V1 dan V2 secara
bersamaan menghasilkan sinyal output.

4. Current Source and Voltage Source

Sumber arus dapat digambarkan sebagai sumber tegangan dengan


resistansi internal tinggi. Jika titi A dan B di dekatkan, arus pada rangkaian
adalah 10 mikriamper.

I = E/R

5. Common-Mode Input Operation


Jika V1=V2, kemudian V1-V2=0. Vout harusnya nol untuk sinyal
common-mode. Pada saat t0, kedua V1 dan V2 adalah 0 volts. Sumber
arus menghasilkan 1 mA (0.5 mA untuk tiap resistor) dari arus yang
mengalir. Pada saat t1, kedua V1 dan V2 swing positif ke +100 mV.
Sumber arus menghasilkan i mA (tidak lebih, tidak kurang). Saat arus
tidak berubah , tegangan output (Vout) tidak akan berubah.

6. Differential Input Operation

Pada saat t0, kedua input adalah 0 volts. Sehingga, 1 mA yang


dihasilkan Q3 dipisah antara Q1 dan Q2. Pada saat t1, input ke Q1 swing
positif sementara input ke Q2 swing negatif. Hal ini menyebabkan Q1
lebih conduct sementara Q2 kurang conduct. Asumsikan, arus memulai
Q1 meningkat menjadi 0.8 mA sementara arus melalui Q2 menurun
menjadi 0.2 mA. Ingat bahwa total arus masih tetap 1 mA, tetapi arus tidak
dipisahkan. Saat Q1 lebih conduct, tegangan kolektor menurun. Tegangan
ini in phase dengan V2. Saat Q2 lebih conduct, tegangan kolektor-nya
akan meningkat. Tegangan ini in phase dengan V1. Rangkaian ini
merespon input diffrential, sementara menolak input common-mode.

7. Common-Mode Rejection Ratio

Rangkaian merespon input diffrential, sementara menolak sinyal


common-mode. Kemampuan amplifier differential untuk menguatkan
sinyal menolak sinyal common-mode sebagai perbandingan (CMRR).
Perbandingan dari beda gain ke gain common-mode. Ingat bahwa sinyal
60 Hz sama fase dengan V1 dan V2, ini merupakan sinyal common-mode.
Sedangkan sinyal 720 Hz pada V1 out of phase 180 derajat dengan sinyal
720 Hz pada V2, dan ini merupakan sinyal differential.

8. IC Differential Amplifier

Differential Amplifier sesuai untuk rangkaian integrated.


Rangkaian block diagram digunakan pada IC linear. IC linear seperti
amplifier operational, tegangan regulator, dan amplifier audio.

Rangkaian diatas merupakan diagram skematik amplifier RF dalam


bentuk IC. Ini merupakan tahap amplifier differential sederhana. Q3, R1,
R2, dan R3 membentuk sumber arus. Q1 dan Q2 membentuk amplifier.
Untuk mendapatkan fleksibilitas maksimum, tidak ada resistor kolektor
atau basis yamg disimpan dalam IC. Umumnya, rangkaian ini digunakan
sebagai amplifier, osilator, mixer, converter, atau modulator amplitudo.

II. Operational Amplifier Characteristics (Op Amp)

Op Amp merupakan tipe khusus dari amplifier DC gain tinggi.


Terdiri dari beberapa tahap amplifier cascade bersama. Tiap tahap
amplifier memberikan seluruh karakteristik rangkaian yang diperlukan, hal
ini yang memisahkan Op Amp dengan amplifier biasa. Karakteristik dari
Op Amp yaitu :

1. Gain sangat tinggi


2. Input Impedansi sangat tinggi
3. Output Impedansi sangat rendah

Input Resistance (RIN) : untuk mengetahui resistansi antara terminal


dua input dari op amp. Umumnya, lebih tinggi resistansi input, op amp
yang terbentuk semakin baik. Resistansi input biasanaya 1 megaohms.
Input Capacitance (CIN) : ketika digunakan pada frekuensi tinggi,
kapasitansi input op amp menjadi penting. Kapasitansi berada di salah satu
terminal input ketika terminal lainnya di groundkan. Biasanya nilainya
kurang dari 2 picofarads.
Gain (AV) : tegangan gain om amp sangat tinggi.
Semakin tinggi gain, semakin baik op amp. Gain 200.000 atau lebih tinggi
umumnya menggunakan input DC. Ini merupakan gain open-loop atau
amplifier gain tanpa feedback.
Output resistance (Rout) : resistansi output op amp sangat rendah.
Biasayan, semakin rendah Rout, semakin baik op amp. Resistansi output
sebesar 150 ohms atau kurang dari 150 ohms.
Common-Mode Rejection Ratio (CMRR) : merupakan tegangan gain
differential ke tegangan gain common-mode. Besar CMRR pada op amp
biasanya 30.000 atau lebih.
Input Offset Voltage : tegangan output op amp sebesar 0
volts ketika kedua input 0 volts. Hal ini karena gain tinggi,
ketidakseimbangan rangkaian menyebabkan tegangan output.
Input Offset Current : tegangan output op amp sama
dengan 0 ketika arus duan input memiliki besar yang sama.
Slew Rate : mengindikasi seberapa cepat
teganagan output op amp dapat berubah. Ditentukan dalam volts per
mikrosekon.

III. Closed-Loop Operation

Komparator menyediakan output ketika inputan tidak sama atau


komparator merupakan amplifier yang berbeda. Komparator tidak
menggunakan loop feedback. Normalnya, operasi op amp menggunakan
mode closed-loop. Karena mode ini meggunakan banyak feedback
degeneratif. Ini mengurangi rangkaian gain, tetapi menstabilkan tingkat.
Ada dua dasar rangkaian closed-loop yaitu :

1. Inverting Configuration ( - input) 2. Noninverting Configuration


(+ I\input)

Rumus : Av= -RF/RIN Rumus : Av= RF/RIN + 1

IV. Application Of Op Amp

1. Summing Amplifier ( Adder )


Rangkaian ini memiliki 2 input dan satu output. Eout merupakan
penjumlahan E1 dan E2. Rangkaian menggunakan input sinyal DC. Dan
rangkaian akan bekerja bersamaan jika menggunakan sinyal AC.

2. Aktif filter
a. High pass filter b. Low pass filter

c. Band pass filter

BAB 4

I. Power Supplies

1. Rangkaian Rectifier

Isi dari power supply merupakan rangkaian rectifier. Rangkaian itu


mengubah gelombang sinus AC menjadi tegangan DC. Ini merupakan
tahap pertama untuk menghasilkan teganagan DC yang diterima oleh
rangkaian elektronik. Ada 3 jeni rangkaian rectifier yaitu :

a. Half-Wave Rectifier

Kebanyakan tipe alat elektronik memiliki daya sebesar 115 VAC,


60 Hz. Gelombang yang dihasilkan oleh perusahaan daya adalah
gelombang sinus. Rata-rata besar gelombang sinus DC adalah nol karena
itu sama dengan alternasi postif dan negatif. Untuk menghasilkan tegangan
positif ataupun negatif, harus mendistorsi gelombang sinus. Sebagai
contoh, jika kita potong alternasi negatif pada gambar 4-1B, hasil
gelombangnya akan membentuk garis positif. Ini merupakan prisip kerja
dari half-wave rectifier.

Gambar dibawah membandingkan nilai efektif, puncak, dan rata-


rata dari bentuk gelombang halfwave rectifier. Teganagan AC normalnya
dikelompokkan dengan nilai efektifnya atau rms-nya.

Erms = Ep x 0.707

Nilai puncak selalu lebih tinggi daripada nilai rms

Ep = Erms x 1.41

Jika nilai rms adalah 115 VAC, maka nilai puncak menjadi :

Ep = Erms x 1.414

= 115 V x 1.414

= 162.2
Nilai rata-rata dari gelombang sinus adalah 0 volts. Gambar 4-3B
menunjukkan perubahan nilai rata-rata setengah gelombang negatif
dipotong. Ketika gelombang swing positif dan tidak pernah negatif maka
tegangan rata-rata akan positif. Untuk tipe gelombang ini nilai rata-rata
(EAVG) ditentukan dengan :

EAVG = EP/ atau EAVG = EP x 0.318

Rangkaian rectifier sederhana selalu menghasilkan tegangan


puncak dan rata-rata yang sama ketika dihubungkan dengan sumber 115
VAC, ini merupakan kelemahan ketika beberapa alat menerima lebih besar
atau lebih sedikit tegangan. Masalah ini dapat diatasi dengan
menghubungkan transformer antara arus AC dan rectifier. Jika menerima
lebih banyak tegangan, maka digunakan transformer step-up. Sedangkan
jika menerima lebih sedikit tegangan maka menggunakan transformer
step-down.

b. Full-Wave Rectifier

Pada half-wave rectifier memiliki kelemahan yang cukup serius.


Untuk mengatasi hal tersebut digunakan full-wave rectifier. Rangkaian
full-wave rectifier menggunakan dua dioda dan transformer center tap.
Ketika center tap digroundkan, tegangan out of phase 180 derajat dengan
yang lain. Ketika tegangan titik A yang terhubung ground swing positif,
tegangan titik B swing negatif.

Gambar dibawah menunjukkan hubungan antara Ep, ERMS, dan


EAVG pada full-wave rectifier.

EAVG = 2 x Ep (0.318)
Rectifier full-wave menghasilkan direct current melalui kedua
muatan cycle negatif dari gelombang sinus. Rangkaian bridge rectifier
ditunjukkan pada gambar 4-11. Rangkaian ini terdapat 4 susunan dioda
sehingga arus hanya mengalir satu arah melalui muatan. Kaki A dan kaki
B menghubungan secara langsung ke dua plug.

Gambar di bawah menunjukkan rangkaian bridge rectifier dan


hubungan antara Ep, ERMS, dan EAVG pada bridge rectifier. Gambar ini
juga menunjukkan gelombang input dan output dari rangkaian bridge
rectifier.

II. Voltage Multipliers

Kita ketahui bahwa rectifier half-wave dan full-wave dapat


digunakan tanpa transformer. Ketika inputnya 115 VAC, tegangan output
bisa lebih besar maka :

115 Vrms x 1.414 = 162.2 V peak

Ketika tegangan DC yang diterima lebih besar, transformer step-up yang


biasanya digunakan.

1. Half- Wave Voltage Doubler

Gambar rangkaian A ini terdapat dua


dioda dan dua kapasitor. Ini menghasilkan
tegangan output DC yang nilai peak-nya dua
kali gelombang sinus input AC. Gambar
rangkaian B menunjukkan respon rangkaian
ke cycle setengah negatif dari gelombang
sinus input. Ketika tegangan titik A swing
positif, D1 conduct dan arus akan mengalir.
Gambar rangkaian C menunjukkan operasi
rangkaian selama sinyal input setengah cycle
positif. Pada puncak cycle, titik A +162
volts. Ketika C1 dihubungkan ke 162 volts,
tegangan titik B akan terhubung dengan
ground.

2. Full- Wave Voltage Doubler

Voltage doubler mengatasi kekurangan


dari rangkaian half-wave yang ditunjukkan
pada gambar A. Rangkaian ini disebut full-
wave voltage doubler. Pada setengah cycle
positif, C1 charge melalui D1 ke nilai
puncak input AC yang ditunjukkan oleh
gambar rangkaian B. C1 charge ke 162 volts.
Pada setengah siklus negatif, C2 charge
melalui D2 seperti pada gambar C, C2
charge ke nilai input AC atau 162 volts.

3. Voltage Tripler

Gambar disamping menunjukkan


rangkaian yang menghasilkan tegangan
output tiga kali nilai peak input AC. pada
setengah siklus positif pertama, D1
conduct,C1 charge seperti gambar A. Pada
puncak setengah siklus negatif, puncak C2
-162 volts terhubung dengan ground. Pada
gambar B C2 charge ke 324 volts. Tegangan
pada anoda D3 terhubung dengan ground
+486 volts. Arus mengalir eperti yang
ditunjukkan pada gambar C. Ini membuat
C3 charge ke +486 volts. Ini merupakan
tegangan output.

III. Power Supply Circuit

Rectifier, filter, dan regulator dapat digabung untuk membentuk


power supply. Kebanyakan power supply memiliki arti melindungi
overload yang berlawanan. Overload dapat membakar jenis regulator,
dioda rectifier, atau transformer daya.

Fuse atau sekring dapat membandingkan hubungan paling lemah


dalam sebuah rangkaian. Gambar berikut menunjukkan tipe populer dari
fuse yang digunakan dalam elektronika.

Link atau penghubung kecil pada kawat fuse dihubungkan antara


dua terminal besi. Hollow glass atau plastik silinder menahan sebagian
terminal dan melindungi kawat fuse. Fuse terletak seri di power supply.
Jika arus yang mengalir berlebihan, kawat fuse menjadi terlalu panas dan
meleleh. Hal ini merusak rangkaian sehingga tidak ada arus tambahan
yang dapat mengalir. Gelas kaca membolehkan visual check untuk melihat
bahwa fuse blown. Gambar berikut merupakan contoh dari fuse :

Kelemahan dari fuse adalah fuse harus diganti tiap waktu jika
terjadi overload. Rangkaian breaker memiliki fungsi sama dengan fuse,
tetapi itu tidak harus diganti tiap waktu apabila terjadi overload. Dua tipe
rangkaian breaker yang biasa digunakan adalah thermal atau magnetik.
Gambar berikut merupakan contoh dari rangkaian thermal breaker :
Crow bar merupakan rangkaian protective. Crow bar terdiri dari
SCR yang terhubung langsung dengan muatan. SCR pada kondisi ini off
sehingga tidak merubah tegangan. Jika tegangan output naik diatas
tingkatan, SCR menjadi short circuit shunting (parallel) dengan muatan.
Ini terlihat seperti pengukuran drastis untuk melindungi muatan, tetapi ini
sangat efektif. Dengan mendekatkan short circuit melalui output power
supply, arus akan mengalir sangat kecil melalui muatan. Dan tegangan
melalui SCR (dan muatan) akan mengalir dengan level rendah. Hal ini
menyebabkan muatan akan terlindungi secara penuh. Dibawah ini
merupakan gambar dari rangkaian crow bar atau rangkaian protektif.

BAB 5

I. Oscillator

Osilator adalah rangkaian yang mengasilkan sinyal AC secara


berulang. Frekuensi sinyal AC bisa beberapa hertz, ribuan hertz, jutaan
hertz, atau bahkan mencapai gigahertz.
II. The Transformer Oscillator

Osilator sederhana yang digunakan pada prinsip feedback positif,


rangkaian LC, dan tickler coil osilator ditunjukkan pada gambar di
bawah :

III. LC Oscillators

Kebanyakan osilator bekerja pada positif feedback. Osilator


biasanya dikelompokkan berdasarkan frekuensinya. Berikut tiga jenis
osilator pada umumnya :
a. LC osilator
b. RC osilator
c. Crystal osilator

IV. RC Oscillator

Pada titik ini, LC dan crystal oscillator yang umumnya digunakan


pada aplikasi RF. RC oscillator menggunakan resistance-capacitance
untuk menentukan frekuensi dari osilator. Hal ini membuat osilator
tidak mahal, mudah dibuat, dan stabil.
V. Nonsinusoidal Oscillator

Pada osilator nonsinusoidal outputnya tidak gelombang sinus.


Output osilator ini bisa square, sawtooth, rectangular, triangular, atau
bahkan gabungan dari beberapa bentuk gelombang.

Blocking oscillator meruakan contoh semurna dari prinsip


relaxation. Osilator ini digunakan paling sering pada televisi, karena
itu membuat generator deflection yang sempurna. Di bawah ini
merupakan gambar dari blocking oscillator :

VI. High Frequency Oscillators

Ketika osilator digunakan pada aplikasi frekuensi tinggi, transistor


harus diseleksi secara hati hati. Carrier menjadi critical saat frekuensi
tinggi, sebagai carrier (elektron atau lubang) tidak bisa merespon
secara cepat di frekuensi.
BAB 6

I. Pulse And Control Circuits

1. Nonsinusoidal Waveform
Gambar diatas menunjukkan perbedaan tipe dari bentuk gelombang
pada domain waktu. Pertama adalah gelombang sinus. Dimulai dari 0
volts, tegangan naik dengan waktu sampai mencapai nilai positif maksimal
(Ep 90 derajat). Kemudian tegangan menurun, ke 0 volts (180 derajat).
Kemudian kembali ke 0 pada cycle akhir (360 derajat).

Gelombang kedua berbentuk gelombang square. Tidak seperti


gelombang sinus, gelombang square berubah dari satu ke lain pada periode
waktu yang pendek. Saat t0, tegangan berubah dari ekstrim 0 ke ekstrim
positif. Tegangan kemudian tetap pada level ini untuk satu setengah cycle.
Saat t1, bentuk gelombang berubah ke ekstrim negatif dimana itu tetap
untuk setengah cycle selanjutnya. Cycle penuh pada waktu t2 ketika
bentuk gelombang kembali ke 0 volts.

Gelombang terakhir menunjukkan gelombang sawtooth. Gelombang


ini mulai dari 0 volts dan naik ke peak positif di t1. Karakteristik penting
dari galombang ini adalah tegangan naik pada rata-ratya linear. Saat t1,
tegangan berubah sangta cepat ke peak nagatif. Akhirnya, tegangan
kembali ke 0 volts saat t2. Sekali lagi, tegangan berubah konstan atau
linear rate.

a. The Square Wave

Gambar A disamping menunjukkan


satu cycle gelombang square 1000 Hz.
Gelombang square sempurna adalah terdiri
dari frekuensi fundamental dab jumlah tak
terbatas dari odd harmonik. Frekuensi
fundamental adalah frekuensi dari
gelombang square. Contohnya, frekuensi
fundamental adalah 1000 Hz. Frekuensi ini
juga disebut harmonika pertama.
Harmonika tambahan dikalikan dengan
frekuensi fundamental. Contohnya,
harmonika kedua dua kali harmonika
pertama, harmonika ketiga tiga kali
fundamental, dst. Gambar B menunjukkan
harmonika pertama dan kedua. Keduanya
adalah gelombang sinus. Gambar C
menunjukkan bentuk gelombang resultan
dari gambar B dan harmonika kelima.
Gelombang sinus 5000 Hz membuat rangka
steeper dan itu mengatasi lobang pada
cycle setengah positif dan negatif.
Gelombang resultan baru terlihat seperti
gelombang square.

2. The Sawtooth Wave

Gambar disamping menunjukkan


perbedaan tipe dari gelombang yang
dikembangkan ketika harmonika berbeda
ditambah. Gambar A menunjukkan
gelombang sinus 1000 HZ ditambah
gelombang sinus 2000 Hz. Gelombang
resultan terlihat seperti sawtooth daripada
gelombang sinus. Gambar B, harmonika
ketiga (3000 Hz) ditambah. Resultan terlihat
seperti lebih ke sawtooth. Akhirnya, gambar
C harmonika keempat (4000 Hz) ditambah.
Seperti pada gambar, gelombang resultan
sangat menyerupai bentuk umum dari
sawtooth. Sawtooth sempurna ditunjukkan
sebagai perbandingan.

II. Waveshaping

Sering kali pada elektronika, memerlukan perubahan bentuk dari


gelombang. Geombang sinus bisa diubah menjadi gelombang square,
gelombang rectangular bisa diubah menjadi gelombang pulse. Mumnya
waveshaping terbentuk dengan sengaja.

1. RC Waveshaping

Jaringan resistor-capacitor sederhana mengubah bentuk gelombnag secara


kompleks. Jumlah distorsi ditentukan oleh konstan waktu RC. Dasar distorsi
ditentukan oleh komponen melalui output yang terpilih. Jika output dari
resitor, rangkaian disebut differentiator. Ketika output dari kapasitor,
rangkaian disebut integrator. Dua rangkaian ini memiliki karakteristik yang
berbeda.

a. Differentiator

Disamping merupakan gambar dari


differentiator. R1 dan C1 membentuk voltage
divider. Output seperti input kecuali bahwa
output akan menjadi lebih rendah di amplitudo
dan berpindah in phase. Input dan output
ditunjukkan pada bagian B dan C. Jika
frekuensi diberikan, XC sama dengan R, output
akan bergeser in phase 45 derajat. Dan
amplitudo otput akan 70.7% dari amplitud
input. Differentiator tidak bisa berubah bentuk
gelombang sinus asli. Itu dapat mengubah
amplitudo dan bergeser fase, tetapi tidak bisa
mengubah gelombang sinus.

b. Integrator
1. Disamping merupakan gambar dari
rangkaian integrator. Tamplannya seperti
differentiator tetapi output diambil melalui
kapasitor. Sepert differentiator, integrator tidak
bisa mengubah gelombang sinus asli. Itu akan
mengubah gelombang kompleks. Asumsikan
bahwa input rangkaian adalah gelmbang square
seperti pada gambar B. Asumsikan juga bahwa
waktu konstan RC adalah periode satu-sepuluh
dari gelombang sqare. Ketika input gelombang
square positif pada t0, kapasitor mulai
mengubah. Tegangan melalui C1 adalalah 0.
Saat C1 charge, tegangan akan naik. Saat t1
(minimal dari waktu konstan 5)., kapasitor
sepenuhnya charge ke tegangan input. Saat t1,
tegangan trun menjadim 0 volts. Ksaat ini
kapasitor mulai discharge dan tegangan output
perlahan menjadi 0 volts. Integratr mengubah
input tetapi dengan cara yang berbeda dengan
differentiator
2. Diode Clipping Circuits

Rangkaian RC mengubah bentuk


gelombang dengan cara charging dan
discharging kapasitor. Rangkaian lain yang
dapat mengubah bentuk gelombang adalah
rangkaian kliping atau clipper. Clipper
digunakan untuk memotong bagian
gelombang yang tidak diinginkan. Clipper
dapat jga digunakan untuk mencegah
teganagn yang melibihi jumlah batas. Ketika
digunakan pada cara ini, rangkaian sering
disebut dengan limitter. Di samping ini
merupakan contoh gambar dari rangkaian
clipper :

3. Transistor Clipper

Transistor clipper digunakan untuk


memotong gelombang seperti kebanyakan
pada dioda. Amplifier sederhana akan
membatasi saru atau kedua puncak dari
gelombang input jika amplitudo input terlalu
tinggi. Pada kasus ini, transistor akan bias
sehingga sinyal input menjalankan transistor
secara berurutan ke saturasi dan cutoff.
Gambar disamping menunjukkan transistor
clipper dan bentuk gelombang input serta
outputnya :

4. Clampers

Rangkaian clamping digunakan untuk


mengubah tegangan referensi DC dari gelombang.
Itu mengepit atas atau bawah dari gelombang ke
tegangan DC. Tidak seperti clipper, rangkaian ini
tidak mengubah bentuk gelombang, ini secara
sederhana memasukkan tegangan referensi DC.
Sehingga clamper biasa disebut dengan DC restorer.
Tidak seperti rangkaian clipper, clamper melalui
semua gelombang input, tetapi offset ke referensi
baru. Dibawah merupakan gambar dari rangkain
clamping dioda sederhana :

III. Rectangular-Wave Generator

Gelombang rectangular penting di dalam lektronika. Karena konten


harmoniknya yang tinggi, gelombang rectangular dugunakan untuk
menguji respon frekuensi pada amplifier. Gelombang rectangular
sangat mudah menghasilkan dan kemudian mengubah menjadi bentuk
lain. Untuk itu, kebanyakan peralatan elektronik, gelombang sawtooth
dan gelombang triangle sebagai gelombang rectangular.

1. Astable Multivibrator

Astable multivibrator menghasilkan


gelombang rectangular tanpa menerima
sinyal input. Sehingga biasa disebut dengan
free-running multivibrator. Di samping
merupakan gambar dari astable
multivibrator:

2. Monostable Multivibrator

Nama dari astable multivibrator


karena itu tidak memiliki pusat stabil.
Sedangkan monostable multivibrator
memiliki satu pusat stabil. Rangkaian juga
disebut dengan one-shoot multivibrator
karena ini biasanya menghasilkan satu
output pulse untuk tuap input pulse.
Multivibratos dapat digunakan sebagai
pembagi frekuensi.

3. Bistable Multivibrator

Rangkaian ini memliki dua pusat stabil. Normalnya


memiliki dua input dan dua output. Pulse padasatu input mengatur
rangkaian ke salah satu pusat stabil-nya. Pulse pada input lainnya
me-reset rangkaian ke pusat stabli lain. Karena dari tipe operasi ini,
rangkaian sering disebut dengan flip-flop. Set pulse flip rangkaian
ke salah satu pusat dan reset pulse flop rangkaian kembali ke pusat
awalnya. Bentuk RS flip-flop adalah set/reset multivibrator, yang
tidak lebih dari sebuah bistable multivibrator. Di bawah ini
merupakan gambar dari bistable multivibrator :

IV. Ramp Generator

Pada elektronika, ramp adalah bagian dari gelombang yang


mengubah sejajar dengan waktu. Dibawah merupakan gambar dari
tiga tipe berbeda dari gelombang ramp. Pertama disebut sawtooth
karena tampilannya. Tipe gelombang ini digunakan untuk
menghilangkan elektron yang melalui layar osiloskop. Kedua
merupakan gambar gelombang trapesium. Jenis ini digunakan pada
indikator radar dan penerima TV untuk menghilangkan elektron
dari layar. Ketiga adalah gelombang triangle yang terdapat
keduanya ramp positive-going dan negative-going. Tipe jenis ini
digunakan dalam voltmeter digital dan tipe converter analog-to-
digital lain.

BAB 7

I. Modulasi

1. Amplitude Modulation (AM)

Pada era 1800 ilmuan telah mengemukakan bahwa energi elektrik


dapat dipancarkan melalui ruang. Kita ketahui bahwa ketika arus frekuensi
tinggi mengalir melalui konduktor, beberapa energi di radiasi ke ruang
dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang disebut dengan gelombang
radio, berjalan dengan kecepatan cahaya dan dapat mendeteksi jarak jauh.
Kecepatan cahaya adalah 186000 m/s.

a. Gelombang radio

Gelombang radio digunakan untuk membawa informasi dari


banyak tipe yang bebeda. Informasi audio seperti suara dan musik
dipancarkan melallui beribu-ribu statiun radio yang berbeda. Gambar
dipancarkan oleh kawat, gambar yang bergerak dipancarkan melalui
stasiun TV. Pada informasi standard audio dan video juga ada teknik
komunikasi digital yang menggunakan mesin (komputer) untuk berbicara
satu sama lain. Jenis komunikasi ini sering digunakan oleh komunitas
industri dan banking.

Untuk menghindari gangguan antara stasiun yang beagam, tiap


stasiun menugaskan tiap frekuensinya dengan FCC (Federal
Comunications Commission). Stasiun broadcast AM mengoperasikan
frekuensi rata-rata 535 kHz-1605 kHz. TV dan stasiun FM batasan
frekuensinya adalah 50 MHz. Frekuensi ini merupakan karakteristik
penting dari gelombang radio.

Frekuensi pada stasiun pemancar disebut frekuensi carrier.


Berdasarkan standard stasiun broadcast AM yang menugaskan frekuensi
sebesar 1 MHz. Pendengaran manusia merespon frekuensi audio antara 20
Hz-20kHz.

Pada gambar disamping, A menunjukkan


bunyi audio satu cycle. B menunjukkan gelombang
carrier yang memiliki frekuensi lebih tinggi. Jika
amplitudo carrier dimodulasi oleh frekuensi rendah,
hasil bentuk gelombangnya ditunjukkan oleh
gambar C. Ini disebut dengan evelope/sampul
modulasi. Ingat bahwa amplitudo carrier pada
frekuensi yang sama dengan sinyal audio.

b. Diode modulator

Gambar di samping merupakan


rangkaian sederhana untuk menghasilkan
modulasi amplitudo. Sinyal modulasi
(audio) digunakan pada top R1 ketika carrier
frekuensi tinggi digunakan pada top R2.
Sinyal pada penghubung R1 dan R2 adalah
penjumlahan dari carrier dan audio. D1
merupakan rangkaian clipper. Ketika S1
terbuka, D1 conduct melalui R3 sementara
sinyal anoda swing positif. Ketika sinyal ini
swing negatif, D1 cutt off.

c. Sideband

Carrier digunakan pada proses


modulasi, frekuensi tambahan disebut
sideband akan dihasilkan. Asumsikan
bahwa carrier 1 MHz adalah modulasi
amplitudo dengan audio 10 kHZ. Hasi
gelombangnya ditunjukkan pada gambar A.
Ingat bahwa audio 10 kHz disini sebagai
sampul carrier. Gambar B menunjukkan
carrier yang digunakan untuk empat
bandpass filter yang berbeda. Sehingga kita
dapat menyimpulkan bahwa :

a. Bentuk gelombang yang termodulasi


tidak mengandung energi pada sinyal
10 kHz.
b. Carrier mengandung sebagian besar
dari gelombang energi modulasi
tetapi tidak keseluruhan
c. Carrier konstan pada amplitudo
d. Energi yang tersisa harus terdapat
frekuensi lain lebih dari 1 MHz ata
10 kHz

d. Percent of Modulation

Karakteristik penting dari bentuk


gelombang AM adalah persen modulasinya.
Gambar disamping menunjukkan dua bentuk
gelombang AM. Keduanya memilki carrier
dan frekuensi sideband yang sama, tetapi
ada jelas perbedaan dari keduanya. Yaitu
keduanya memiliki perbedaan persentase
modulasi.

Pada gambar A disamping carrier


tidak termodulasi sehingga persentase
modulasinya 0% dan amplitudo peak-to-
peak sebesar 40 V. Gambar B menunjukkan
carier termodulasi 100% dan amplitudonya
sebesar 0 V. Gambar C menunjukkan carrier
termodulasi 50% dan ampltudonya dari 60 V
ke 20 V. Rata-rata amplitudo peak-to-
peaknya adalah 40 V.

% MOD = EMAX-EMIN x 100


EMAX+EMIN

e. AM Transmitter

1. modulasi high level

Gambar diatas merupakan blok diagram dari transmitter AM


sederhana. Osilator RF menentukan frekuensi untuk dipancarkan. Carrier
RF dikuatkan sebelum digunakan ke power amplifier/blok modulator.
Input lain ke power amplifier adalah memodulasi bentuk gelombang. Ni
merupakan sinyal audio yang dihasilkan oleh mikrofon. Sinyal audio
dikuatkan sebelum diaplikasikan ke modulator. Teknik pada tahap ini
disebut modulasi high level. Menggunakan teknik ini, modulasi terjadi
pada tahap drive antenna.

2. Modulasi low level


Gambar diatas merupakan blok diagram transmitter
menggunakan modulasi low level. Menggunakan teknik ini, amplifier
tambahan digunakan setelah carrier termodulasi. Blok diagram ini yang
umumnya digunakan pada transmitter AM.

3. Tuned RF Receiver

Gambar diatas merupakan blok diagram AM receiver sederhana.


Ketika jenis penerima saat ini sangat langka sebelumnya penerima jenis ini
sangat populer. Pada pesawat penerima, sinyal yang diterima dari antena
sangat lemah dan harus dikuatkan pada beberapa tahap selanjutnya. Ketika
receiver didetel pada frekuensi 1000 kHz, tiap RF amplifier harus harus
disetel pada frekuensi ini. Umumnya variabel kapasitor digunakan pada
tahap ini. Kapasitor sulit untuk RF amplifier yang menghasilkan gain
tinggi antara 535 kHz 10605 kHZ.

4. Superheterodyne Receiver

Gambar diatas merupakan blok diagram AM receiver


superheterodyne. Receiver ini memiliki beberapa tahap yang tidak
terdapat pada RF receiver sederhana. Kelemahan dari RF receiver adalah
beberapa RF amplifier yang disetel diterima. Receiver superheteterodyne
ini yang mengatasi masalah tersebut. Ini hanya menggunakan RF amplifier
tunggal.

Sinyal RF dihasilkan oleh local oscillator yang akan


diaplikasikan ke mixer. Inputan lain ke mixer adalah sinyal RF yang telah
diterima dan dikuatkan oleh amplifier RF. Mixer adalah rangkaian khusus
yang dapan mencampur duan input secara bersamaan. Dua sinyal input
digabung dalam mixer seperti cara pada empat sinyal yang muncul pada
output. Sinyal output terdiri dari dua frekuensi input asli, hasil
penjumlahannya, dan selisihnya. Receiver superheterodyne terdapat
frekuensi yang berbeda. Frekuensi ini disebut juga frekuensi intermediate,
atau IF. Standard IF receiver adalah 455 kHz.
II. Frequency Modulation (FM)

Gambar disamping
merupakan bentuk gelombang FM.
Bentuk gelombang yang termodulasi
ditunjukkan pada gambar A Gambar B
menunjukkan carrier yang tidak
termodulasi. Bentuk gelombang hasil
frekuensi yang telah termodulasi
ditunjukkan pada gambar C. Saat t0,
bentuk gelombang yang
termodulasipada frekuensi pusat. Saat
sinyal modulasi swing positif,
frekuensi akn naik. Carrier
menjangkau frekuensi maksimum
ketika sinyal modulasi mencapai
amplitudo maksimum.

1. The FM Transmitter

Frekuensi FM antara 88 MHz sampai 108 MHZ. Stasiun-


stasiun menggunakan frekuensi 0,2 MHz melalui band. Gambar di
bawah merupakan blok diagram FM transmitter :

Sinyal audio dikuatkan dan diaplikasikan ke modulator FM.


Modulator merubah frekuensi dari master osilator pada rata-rata
sinyal audio. Frekuensi carrier yang termodulasi kemudian
dikuatkan dan dipancarkan. Tipe tranmitter ini memiliki beberapa
masalah di frekuensi tinggi.

2. The FM Receiver
Gambar diatas merupakan blok diagram dari FM receiver.
Perbedaan antara AM dan FM receiver terletak pada frekuensi yang
diterima, IF-nya, dan detektor. Asumsikan bahwa receiver disetel
menerima frekuensi 94.5 MHz. Ketika menyetel pada frekuensi ini,
amplifier RF disetel 94.5 MHz dan lokal osilator disetel 105.2
MHz. Kemudian keduanya di mixer bersama sehingga
menghasilkan IF :

105.2 MHz 94.5 MHz = 10.7 MHz

Frekuensi IF ini yang umumnya digunakan pada receiver FM.


Lokal osilator akan disetel 10.7 MHz diatas frekuensi dimana
amplifier RF disetel.

Anda mungkin juga menyukai