ELECTRONIC CIRCUIT
Oleh :
2017
BAB 1
I. Basic Amplifier
1. Rangkaian common-Emitter
Pada transistor kaki emitor dapat dialiri sinyal input maupun sinyal
output. Kaki basis dan kaki kolektor dapat juga sebagai input maupun
output. Rangkaian CE dapat menggunakan transistor NPN maupun
transistor PNP.
IE = IB + IC
DC beta = IB /IC
AC beta = IC /IB
Nilai rata rata beta antara 10-200. Simbol DC beta forward current
transfer ratio adalah hFE sedangkan simbol AC beta forward current transfer ratio
adalah hfe. Beta transistor dapat ditentukan ketika Vce konstan.
Power gain adalah daya pada rangkaian elektronik sama dengan hasil dari
arus dan tegangan di dalam rangkaian. Daya (P) dalam watts dapat ditentukan
dengan cara mengalikan arus (I) dengan tegangan (E).
P=IxE
Ap = Pout/Pin
Ap = Av
2. Rangkaian Common-base
IE = IB + IC
Rangkaian CB dapat dibuat menggunakan transistor PNP yang
pada umumnya sama dengan rangkaian NPN. Perbedannya hanya pada
polaritas sumber tegangan. Current gain pada rangkaian CB dapat
ditentukan dengan cara membagi arus output (Ic) dengan arus input (IE),
current gain pada transistor disebut alfa transistor. DC alfa menunjukkan
current gain dari transistor.
DC alpha=IC/IE
AC alpha= IC/I
Ketika Vin negatif, tegangan forward bias akan menurun. Hal ini
menyebabkan Ib, Ic, dan VRL menurun, dan juga emitor menjadi kurang
positif (lebih negatif). sedangkan ketika basis positif, emitor juga akan
positif begitu juga sebalikmya. Artinya, tegangan sinyal input dan output
pada rangkaian CC bekerja dengan cara yang sama dan in phase satu sama
lain.
Ketika nilai voltage gain 1, power gain sama dengan current gain.
Artinya power gain rangkaian CC selalu lebih rendah dari power gain
yang terdapat pada konfigurasi rangkaian dua lainnya. Saat input base
current sangat rendah pada rangkaian CC, input resistance dari rangkaian
sangat tinggi. Rangkaian ini pada umumnya memiliki input resistance
antara 100 500 kiloohms.
V. Voltage-divider biasing
Ketika suhu naik, nilai Ic dan Ie akan naik. Saat nilai Ie naik
membuat tegangan yang melewati Re naik, dimana membuat emitor yang
terhubung ke ground menjadi lebih positif. Akibatnya, mengurangi
tegangan forward bias yang melewati junction emitor membuat Ib
menurun.
Apabila sinyal input yang mengalir positif dan negatif, arus output
akan naik atau turun. Tetapi, pada dasarnya arus output akan tetap
mengalir. Amplifier yang menyimpang dalam tahap ini disebut amplifier
kelas A. Arus output amplifier kelas A digunakan untuk menguatkan sinyal
sinusoidal AC.
1. Resistance-Capacitance coupling
Pada RC coupling tiap tahapan amplifier menggunakan pembagi
tegangan dan feedback emitor. Ketika tegangan output pada kolektor Q1
menurun, beda potensial antara kolektor Q1 dan basis Q2 menjadi
berkurang dan C2 discharge ke tegangan yang lebih rendah.
Arus discharge harus mengalir berlawanan arah sampai tegangan
melewati C2 jatuh pada nilai yang sesuai.
2. Impedance Coupling
Teknik Impedance coupling sama dengan RC coupling. Pada
langkah ini induktor digunakan dalam beban kolektor pada tahap pertama.
Impedance coupling bekerja seperti RC coupling ketika induktor memliki
fungsi yang sama sebagai beban resistor dan kapasitor kopling mengirim
sinyal dari tahap pertama ke selanjutnya.
3. Direct Coupling
4. Transformer Coupling
BAB 2
I. Amplifier Direct Current
2. Multiple-Stage Ampifier
3. Darlington Amplifier
Rangkaian darlington dibentuk dengan menghubungkan emitor
dan kolektor pada salah satu transistor (Q1) ke basis dan kolektor pada
transistor kedua (Q2). Ketika arus basis Q1 diubah, arus emitor Q1 dan
arus basis Q2 juga berubah. Q1 digunakan untuk mengontrol konduksi Q2.
4. Differential Amplifier
1. Voltage Amplifier
Voltage amplifier digunakan untuk menaikkan tegangan dari
sinyal input ke nilai yang cukup tinggi. Pada kasus ini, amplifier biasa
disebut dengan preamp (pre-amplifier). Preamp atau amplifier pengaruh
sinyal tegangan diikuti oleh power amplifier. Power amplifier (biasanya
konfigurasi common-collector) dapat memberi arus sinyal output tinggi
untuk mengoperasikan loudspeaker impedansi rendah.
2. Power Amplifier
Rumus daya :
P = E2/R
E = Vr0s
D = ZL/Zout
5. Complementary Amplifier
Rangkaian ini merupakan tipe rangkaian push-pull yang tidak
menerima transformer input ataupun output. Rangkaian ini menggunakan
transistor NPN dan PNP untuk menyelesaikan gerakan push-pull.
Tipe kapasitansi lain disebut dengan miller capacitance, juga memiliki efek
besar pada gain frekuensi tinggi (Miller effect).
BAB 3
I. Differential Amplifier
Differential Amplifier menerima transistor lebih daripada amplifier
biasa. Tetapi differential Amplifier menerima lebih sedikit resistor.
Amplifier ini memiliki terminal dua input dan terminal dua output.
Input dapat digunakan pada kedua tiap-tiap basis transistor. Output dapat
diperoleh dari kolektor yang terhubung dengan ground dan dapat juga
diperoleh anata dua kolektor.
3. Differential-Input, Differential-Output
Normalnya, sinyal dua input identik kecuai fasenya. V1 180 deajat out
of phase dengan V2. Ketika dua sinyal 180 dejata out of phase, perbedaan
antara keduanyada adalah dua kali amplitudo dari sinyal. Pada saat yang
sama, V1 swing postif, V2 swing negatif. Tegangan negatif basis Q2
menjalankan kolektor Q2 lebih positif. Q2 juga bertindak sebagai emitter-
follower yang menghasilkan V2 ke emitor Q1. V1 dan V2 secara
bersamaan menghasilkan sinyal output.
I = E/R
8. IC Differential Amplifier
2. Aktif filter
a. High pass filter b. Low pass filter
BAB 4
I. Power Supplies
1. Rangkaian Rectifier
a. Half-Wave Rectifier
Erms = Ep x 0.707
Ep = Erms x 1.41
Jika nilai rms adalah 115 VAC, maka nilai puncak menjadi :
Ep = Erms x 1.414
= 115 V x 1.414
= 162.2
Nilai rata-rata dari gelombang sinus adalah 0 volts. Gambar 4-3B
menunjukkan perubahan nilai rata-rata setengah gelombang negatif
dipotong. Ketika gelombang swing positif dan tidak pernah negatif maka
tegangan rata-rata akan positif. Untuk tipe gelombang ini nilai rata-rata
(EAVG) ditentukan dengan :
b. Full-Wave Rectifier
EAVG = 2 x Ep (0.318)
Rectifier full-wave menghasilkan direct current melalui kedua
muatan cycle negatif dari gelombang sinus. Rangkaian bridge rectifier
ditunjukkan pada gambar 4-11. Rangkaian ini terdapat 4 susunan dioda
sehingga arus hanya mengalir satu arah melalui muatan. Kaki A dan kaki
B menghubungan secara langsung ke dua plug.
3. Voltage Tripler
Kelemahan dari fuse adalah fuse harus diganti tiap waktu jika
terjadi overload. Rangkaian breaker memiliki fungsi sama dengan fuse,
tetapi itu tidak harus diganti tiap waktu apabila terjadi overload. Dua tipe
rangkaian breaker yang biasa digunakan adalah thermal atau magnetik.
Gambar berikut merupakan contoh dari rangkaian thermal breaker :
Crow bar merupakan rangkaian protective. Crow bar terdiri dari
SCR yang terhubung langsung dengan muatan. SCR pada kondisi ini off
sehingga tidak merubah tegangan. Jika tegangan output naik diatas
tingkatan, SCR menjadi short circuit shunting (parallel) dengan muatan.
Ini terlihat seperti pengukuran drastis untuk melindungi muatan, tetapi ini
sangat efektif. Dengan mendekatkan short circuit melalui output power
supply, arus akan mengalir sangat kecil melalui muatan. Dan tegangan
melalui SCR (dan muatan) akan mengalir dengan level rendah. Hal ini
menyebabkan muatan akan terlindungi secara penuh. Dibawah ini
merupakan gambar dari rangkaian crow bar atau rangkaian protektif.
BAB 5
I. Oscillator
III. LC Oscillators
IV. RC Oscillator
1. Nonsinusoidal Waveform
Gambar diatas menunjukkan perbedaan tipe dari bentuk gelombang
pada domain waktu. Pertama adalah gelombang sinus. Dimulai dari 0
volts, tegangan naik dengan waktu sampai mencapai nilai positif maksimal
(Ep 90 derajat). Kemudian tegangan menurun, ke 0 volts (180 derajat).
Kemudian kembali ke 0 pada cycle akhir (360 derajat).
II. Waveshaping
1. RC Waveshaping
a. Differentiator
b. Integrator
1. Disamping merupakan gambar dari
rangkaian integrator. Tamplannya seperti
differentiator tetapi output diambil melalui
kapasitor. Sepert differentiator, integrator tidak
bisa mengubah gelombang sinus asli. Itu akan
mengubah gelombang kompleks. Asumsikan
bahwa input rangkaian adalah gelmbang square
seperti pada gambar B. Asumsikan juga bahwa
waktu konstan RC adalah periode satu-sepuluh
dari gelombang sqare. Ketika input gelombang
square positif pada t0, kapasitor mulai
mengubah. Tegangan melalui C1 adalalah 0.
Saat C1 charge, tegangan akan naik. Saat t1
(minimal dari waktu konstan 5)., kapasitor
sepenuhnya charge ke tegangan input. Saat t1,
tegangan trun menjadim 0 volts. Ksaat ini
kapasitor mulai discharge dan tegangan output
perlahan menjadi 0 volts. Integratr mengubah
input tetapi dengan cara yang berbeda dengan
differentiator
2. Diode Clipping Circuits
3. Transistor Clipper
4. Clampers
1. Astable Multivibrator
2. Monostable Multivibrator
3. Bistable Multivibrator
BAB 7
I. Modulasi
a. Gelombang radio
b. Diode modulator
c. Sideband
d. Percent of Modulation
e. AM Transmitter
3. Tuned RF Receiver
4. Superheterodyne Receiver
Gambar disamping
merupakan bentuk gelombang FM.
Bentuk gelombang yang termodulasi
ditunjukkan pada gambar A Gambar B
menunjukkan carrier yang tidak
termodulasi. Bentuk gelombang hasil
frekuensi yang telah termodulasi
ditunjukkan pada gambar C. Saat t0,
bentuk gelombang yang
termodulasipada frekuensi pusat. Saat
sinyal modulasi swing positif,
frekuensi akn naik. Carrier
menjangkau frekuensi maksimum
ketika sinyal modulasi mencapai
amplitudo maksimum.
1. The FM Transmitter
2. The FM Receiver
Gambar diatas merupakan blok diagram dari FM receiver.
Perbedaan antara AM dan FM receiver terletak pada frekuensi yang
diterima, IF-nya, dan detektor. Asumsikan bahwa receiver disetel
menerima frekuensi 94.5 MHz. Ketika menyetel pada frekuensi ini,
amplifier RF disetel 94.5 MHz dan lokal osilator disetel 105.2
MHz. Kemudian keduanya di mixer bersama sehingga
menghasilkan IF :