Makalah Dislokasi Sprain Strain
Makalah Dislokasi Sprain Strain
A. Pengertian
1. Strain adalah tarikan pada otot, ligament atau tendon yang disebabkan oleh
regangan (streech) yang berlebihan , dalam bahasa kita disebut kram otot
(Smeltzer Suzame, 2001).
2. Sprain adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat
sedang atau parah, dalam bahasa kita disebut kesleo (Smeltzer Suzame, 2001).
B. Etiologi
1. Strain
2. Sprain
3. Dislokasi
a. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain
ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
b. Trauma
c. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
d. Patologis
C. Klasifikasi
1. Strain
a. Derajat I / Mild Strain (Ringan) adalah adanya cidera akibat penggunaan yang
berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa
stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament. Gejala yang timbul seperti
nyeri local, meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot. Tanda-
tandanya yaitu adanya spasme otot ringan, bengkak, gangguan kekuatan otot
fungsi yang sangat ringan. Komplikasi yaitu Strain yang berulang dapat
menyebabkan Tendonitis dan Perioritis , perubahan patologi adanya inflasi
ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun tanda perdarahan
yang besar. Terapi biasanya sembuh dengan istirahat , lalu terapi latihan yang
dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
b. Derajat II/Medorate Strain (Sedang) adalah adanya cidera pada unit
muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan. Gejala yang
timbul seperti nyeri local, meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada
otot. Tanda-tandanya yaitu adanya spasme otot sedang , bengkak, tenderness,
gangguan kekuatan otot fungsi sedang. Komplikasi yaitu Strain yang berulang
dapat menyebabkan Tendonitis dan Perioritis , perubahan patologi adanya
robekan serabut otot . Terapi RICE yaitu dengan istirahat (rest) selama 3-
6minggu, kompres es (ice) 15-30menit, balut tekan dengan bahan yg lunak
seperti kain (Compress), daerah yang cidera ditinggikan (elevate) dan
Immobilisasi.
2. Sprain
a. Sprain tingkat I yaitu cedera sprain yang ditandai dengan terdapat sedikit
hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus, cedera
ini menimbulkan rasa nyeri tekan , pembengkakan dan rasa sakit pada daerah
tersebut. Terapi biasanya sembuh dengan istirahat , lalu terapi latihan yang
dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
b. Sprain tingkat II yaitu cedera sprain yang ditandai dengan banyak serabut
ligamentum yang putus, cedera ini menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan ,
pembengkakan , efusi (cairan yang keluar) , dan biasanya tidak dapat
menggerakan persendian tersebut. Terapi RICE yaitu dengan istirahat (rest)
selama 3-6minggu, kompres es (ice) 15-30menit, balut tekan dengan bahan yg
lunak seperti kain (Compress), daerah yang cidera ditinggikan (elevate) dan
Immobilisasi.
c. Sprain tingkat III yaitu cedera sprain yang ditandai dengan terputusnya semua
ligamentum , sehingga kedua ujungnya terpisah. Persendian yang
bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian,
pembengkakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan
gerakan yang abnormal. Terapi RICE yaitu dengan istirahat (rest) selama 3-
6minggu, kompres es (ice) 15-30menit, balut tekan dengan bahan yg lunak
seperti kain (Compress), daerah yang cidera ditinggikan (elevate) dan
Immobilisasi. Lalu dibawa kerumah sakit untuk dilakukan pembedahan agar
mengembalikan fungsinya ( Giam & Teh, 1992).
3. Dislokasi
a. Dislokasi congenital yaitu dislokasi yang terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik yaitu dislokasi akibat penyakit sendi dan atau jaringan
sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan
oleh kekuatan tulang yang berkurang.
1) Dislokasi Akut : Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai
nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang : suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh
frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan
patello femoral joint (Arif Mansyur, dkk. 2000).
D. Patofisiologi
1. Strain
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact)
atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah
yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha
bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
2. Sprain
3. Dislokasi
E. Pathway (terlampir)
F. Manifestasi Klinik
2. Dislokasi
Manifestasi klinis yang paling jelas pada dislokasi adalah deformitas . sebagai
contoh jika pinggul mengalami dislokasi maka sering ditemukan eksternal diputar
di sisi yang terkena . manifestasi tambahan termasuk rasa sakit local , nyeri ,
hilangnya fungsi bagian yang cidera, dan pembengkakan jaringan lunak diderah
sendi. Nyeri terasa hebat . Pasien menyokong lengan itu dengan tangan
sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu
dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di
bawah klavikula. Tanda dan gejala dislokasi traumatic adalah nyeri , perubahan
kontur sendi , perubahan panjang ekstermitas, kehilangan mobilitas abnormal, dan
perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan penunjang untuk Strain dan Sprain adalah foto rontgen untuk
membedakan dengan patah tulang.
2. Dislokasi
H. Komplikasi
1. Strain dan Sprain : Strain dan sprain yang berulang dapat menyebabkan
Tendonitis dan Perioritis , dan perubahan patologi adanya inflasi serta dapat
mengganggu/robeknya jaringan otot dan tendon dari intensitas ringan berat
tergantung tipe strain yang didapatkan. Strain dapat mengakibatkan ptah tulang
karena robeknya ligament , membuat tulang menjadi kaku dan mudah patah bila
salah mobilisasi.
2. Dislokasi
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera sehingga pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa
pada otot tesebut.
d. Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid.
e. Kelemahan otot
f. Fraktur dislokasi
g. Kontraktur
h. Trauma jaringan
a. Dekubitus
c. Konstipasi
d. Anoreksia
I. Manajemen Terapi
2. Dislokasi
c. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan
dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
d. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
J. Penatalaksanaan medis
1. Strain
a. Kemotherapi.
Dengan analgetik seperti Aspirin (300 600 mg/hari) atau Acetaminofen (300
600 mg/hari).
b. Elektromekanis.
Penerapan dingin dikompres dengan kantong es.
2. Sprain
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-
pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
b. Kemotherapi.
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri
dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral
setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
Penerapan dingin dikompres dengan kantong es.
g. Latihan ROM : Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan
yang sakit.
3. Dislokasi
a. Lakukan reposisi segera. Dengan manipulasi secara hati-hati permukaan sendi
diluruskan kembali. Tindakan ini sering dilakukan anestesi umum untuk
melemaskan otot-ototnya.
d. Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latihan
yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang
penuh, khususnya pada sendi bahu.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat.
b. Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan ,
Suku, Agama, Alamat.
c. Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun.
b. Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu
makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
c. Riwayat penyakit dahulu : Edema, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
d. Riwayat kesehatan keluarga : Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan
ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
3. Pengkajian fungsional kesehatan
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola
konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000) dan Carpenito (2001).
a. Persepsi kesehatan
Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga yang sakit apa
yang akan dilakukan, pengobatan apa yang akan diberikan.
c. Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi
perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
d. Pola aktivitas
Kaji tanda tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda
kelelahan,
i. Pola seksualitas
Kaji kebutuhan seksual klien
k. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT.
4. Pemeriksaan fisik
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.
2. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka: bedah
permukaan; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi
atau sekret/immobilisasi fisik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan
kerusakan rangka neuromuskuler.
4. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran
darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan
trombus.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit dan trauma jaringan.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.
Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil:
a. Klien menyatakan nyeri berkurang.
b. Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik
sesuai indikasi untuk situasi individual.
c. Edema berkurang/hilang.
d. Tekanan darah normal.
e. Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi:
1.1 Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk /keefektifan analgesic.
1.2 Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembeban, dan traksi.
Rasional: Meminimalkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang/tegangan jaringan yang cedera.
1.3 Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional: Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
1.4 Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional: Mempertahankan kekuatan/mobilisasi otot yang sakit dan
memudahkan resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan yang terkena.
1.5 Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
1.6 Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif,
latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan
kelelahan otot.
1.7 Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan udema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
1.8 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
Rasional: Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri
sementara sekunder terhadap kehilangan dukungan. (Ardinata, 2012).
D. Implementasi
Setelah rencana keperawatan di susun, maka rencana tersebut diharapkan
dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut harus
terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan baik
dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Implementasi ini juga dilakukan oleh si
pembuat rencana keperawatan dan di dalam pelaksanaan keperawatan itu kita harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang unik.
E. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansyur, dkk. 2000 . Sprain, Strain dan Dislokasi (online) diakses pada
tanggal 1 mei 2012. http://www.scribd.com/ardinataaa/d/49528746-
FRAKTUR-DAN-DISLOKASI.