HIPERTENSI EMERGENSI
KELOMPOK 10
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
yang tak terhingga kepada kita semua serta dengan izinnya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Kegawatdaruratan pada sistem kardiovaskular : Hipertensi
Emergensi
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan. Maka penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk proses pembelajaran
kedepannya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan . 2
C. Manfaat ... 2
A. Definisi 3
B. Etiologi . 3
C. Manifestasi Klinis . 3
D. Penekatan Diagnostik 4
E. Patofisiologi .. 4
F. Penatalaksanaan Medis . 7
A. Kasus . 10
B. Pengkajian ............. 11
C. Pemeriksaan Fisik ............. 11
D. Pemeriksaan Penunjang 11
E. Therapi.. 12
F. Emergency Assessment .. 12
G. Analisa Data .. 13
H. Diagnosa Keperawatan . 14
I. Rencana Keperawatan .. 15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... 18
B. Kritik dan Saran 18
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan masalah medis yang menimbulkan dampak bermakna
pada kesehatan masyarakat umum. Studi NHANES di amerika serikat
menunjukkan kecenderungan peningkatan angka deteksi kasus hipertensi
selama satu decade terakhir (68% vs 70%) namun angka pengendalian
penyakit hipertensi pada periode yang sama tidak berbeda bermakna (27% vs
34%) (Chobanian et al, 2003).
Dari populasi hipertensi , di taksir 70% menderita HT ringan, 20 % menderita
HT sedang dan 10 % HT berat. Pada setiap HT ini dapat timbul krisis
hipertensi dimana tekanan darah diastolik sangat meningkat sampai 120-130
mmHg yang merupakan suatu kegawatan medis yang memerlukan
pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita (Majid,
2004). 20% pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi
krisis. Data di amerika serikat menunjukkan peningkatan prevalesi hipertensi
dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, manjadi 65% pada penduduk
berusia di atas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya
menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi
krisis disertai kerusakan organ target (Devicaesaria, 2014).
Prevalensi pada jenis kelamin pria dua kali lebih tinggi dari wanita akan tetapi
pada usia di atas 60 tahun tidak banyak perbedaan antara pria dan wanita dan
pada usia 70 tahun kemungkinan terjadi stroke oleh hipertensi pada pria dan
wanita yang sama. Beberapa faktor lain yang menyebabkan meningginya
prevalensi hipertensi adalah familiar, gizi garam yang tinggi, alcohol, stress
dan perokok (Tabrani, 2008).
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
hipertensi emergensi, penanganan yang perlu dilakukan serta asuhan
keperawatan kepada pasien dengan hipertensi emergensi.
C. Manfaat
1. Mahasiswa/i memahami definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi
dan pemeriksaan penunjang (diagnostic dan laboraturium) pada kasus
Hipertensi Emergensi.
2. Mahasiswa/i dapat memahami asuhan keperawatan gawat darurat pada
kasus Hipertensi Emergensi.
B. Etiologi
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa
disfungsi endotel, remodelling dan arterial striffness. Namun factor penebab
hipertensi emergensi masih belum bisa dipahami. Diduga karena terjadinya
peningktakan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi
vascular. peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan
jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan
vascular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi
(Devicaesaria, 2014).
C. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis dari hipertensi emergensi yaitu terdapat kerusakan organ,
misalnya perubahan status mental seperti pada ensefalopati, stroke, gagal
ginjal, angina, edema paru, serangan jantung, aneurisma, eklampsia (Bryg,
2009). Manifestasi hipertensi krisis berhubungan dengan organ target yang
ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada
pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intracranial akan dijumpai
D. Pendekatan Diagnostik
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit
hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan
minum obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine.
Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal
penting di evaluasi.
Tanda-tanda deficit neurologis harus di periksa seperti sakit kepala, penurunan
kesadaran, hemiparesis dan kejang (Devicaesaria, 2014). Pemeriksaan
laboratoriumyan diperlukanseperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan
urinalisa. Foto thoraks, EKG, dan CT-scan kepala sangat penting diperiksa
untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status
neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri
pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan (Devicaesaria, 2014).
E. Patofisiologi
Ketika peningkatan tekanan darah di atas batas kritis terjadi, muncul
serangkaian dampak local dan sistemik mengakibatkan peningkatan tekanan
darah yang makin tinggi . terdapat hubungan perbedaan status tekanan darah
(normal vs tinggi) terhadapa titik letup (breakthrough) aliran darah otak yang
Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah
naik maka akan terjadi vasokontriksi. Pada individu normotensi, aliran darah
masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila
MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan
oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang
menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan
manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop (Devicaesaria,
2014).
Essential hypertension
Kelainan
endokrin
Obat-obatan
Critical level atau kenaikan
dan peningkatan resistensi
vascular secara cepat
Kekurangan
Permeabilitas endotel
vol.intravaskular
vasodilatasi, NO &
Deposit platelet dan fibrin prostasiklin vasokontriksi,
(reninangiotensin,
katekolamin)
Fibrinoid nekrosis dan
intimal proliferation
Tek.darah lebih
lanjut
Peningkatan
tek.darah besar
Iskemik jaringan
Disfungsi organ
target
1. Enalaprilat
Studi pemberian enalaprilat intravena, suatu penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACE Inhibitor) sebagai obat anti hipertensi perioperative.
Enalaprilat diberikan dalam bentuk injeksi intravena 1,25 mg bolua lambat
dalam 5 menit setiap 6 jam , kemudian di titrasi 1,25 mg tiap selang waktu
12-24 jam hingga dosis maksimum 5 mg tiap 6 jam (Ahuja 2010).
Kelebihan enalaprilat adalah cara pemberian melalui bolus intravena tidak
menimbulkan refleks takikardi serta tidak berdampak buruk pada tekanan
intra kranial. Namun di sisi lain, onset kerjanya lambat (15 menit). Selain
itu, efek puncak enalaprilat belum tercapai dalam 1 jam sehingga
diragukan dapatmengatasi hipertensi emergensi (Varon & Marik, 2008).
Enalaprilat dilarang digunakan pada wanita hamil dan pasien stenosis
arteri renalis bilateral. Penggunaan pada pasien dnganhiperkalemia, gagal
ginjal akut, atau hypervolemia perlu pemantauan ketat (Varon & Marik,
2008).
2. Esmolol
Esmolol adalah obat penghambat reseptor -adrenelgik kardioselektif
yang memiliki oner kerja cepat. Obat ini sering digunakan pada hipertensi
pasca operasi yang berat dan merupakan pilihan ideal untuk pasien yang
3. Labetalol
Labetalol adalah kombinasi senyawa penghambat reseptor 1-adrenergik
secara selektid dan reseptor -adrenelgik secara non selektif yang
diberikan secara bolus intravena atau melalui bolus secara terus menerus.
Obat ini biasa diberikan pada pasien krisis hipertensi imbas kehamilan
sebab ekskresi obat ini melaui plasenta amat minimal (Varon & Marik,
2008).
Labetalol dapat dierikan dengan dosis awal 20mg, diikuti peningkatan
dosis 20-80 mg tiap selang waktu 10 menit hingga target tekanan darah
tercapai. Cara lain adalah dengan memberikan dosis awal 20 mg
dilanjutkan infus kontinu 1-2 mg/menit yang dititrasi hingga target
tekanan tercapai (Varon & Marik, 2009) (Ruiz et al, 2011)
Labetalol menurunkan tekanan darah dengan menurnkan tahanan vaskuar
sistemik tanpa mengurangi aliran darah perifer total. Selain itu, perfusi
otak, ginjal dan coroner tetap terjaga. Adanya efek penghambat reseptor
membuat denut jantung relative tetap atau sedikit turun (Varon & Marik,
2008).
4. Nikardipin
Nikardipin termasuk jenis penghambat kanal kalsium dihidropiridin yang
memiliki awitan kerja cepat dan tersedia untuk penggunaan intravena dan
oral. Obat ini diduga meningkatkan aliran darah coroner dan memiliki
kemampuan vasodilator yang lebih selektif pada arteri coroner
5. Fenoldopam
Fenoldopam merupakan agonis reseptor dopamine-1 (DA) yang diberikan
secara intravena untuk pengobatan hipertensu berat. Kemampuannya
sebagai modulator vasodilatasi perifer melalui mekanisme kerja yamg
melibatkan reseptor dopamine-1 perifer. Obat ini berkaitan dengan
peningkatan produksi urin dan bersihan kreatinin sehingga merupakan
terapi pilihan bagi perioperative yang beresiko disfungsi ginjal (Ruiz et al,
2011).
Fenoldopam diberikan dengan dosis awal 0,1 g/kg/menit yang dititrasi
bertahap 0,05-0,1 g/kg/menit hingga dosis maksimal 1,6 g/kg/menit.
Kekurangan obat iin terletak pada dampaknyaterhadap jantung berupa
reflex takikardia. Oleh sebab itu, penggunaan obat ini pada pasien iskemia
miokard harus dipantau ketat. Selain itu, fenoldopam juga meningkatakan
tekanan intraokuler seiring dengan peningktan dosis obat (Ruiz et al,
2011).
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Composmentis,
1. Tekanan darah 240/180 mmHg (diukur pada kedua lengan dan kaki)
2. Nadi 88x/menit regular
3. Respirasi 16x/menit
4. Suhu 37C. )
5. IMT 24,2 kg/m2 (overweight)
D. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13,7g/dL (13-17g/dL) , Leukosit 10.100/L (4.400-11.300), platelet
283.000/l (150.000-450.000), Cr 1,2 mg/dL (1,8-1,9 mg/dL), albumin
E. Therapi
Pasien telah diberikan O2 3L/m, intravena fluid drip (IVFD) dextrose
5%/12 jam, nicardipine 10 mg/jam, clonidine 2x 0,15 mg, captropil 3x25
mg dan bisoprolol 1x5 mg.
F. Emergency Assessment
Primary Survey Secondary Survei
A Pandangan kabur pada mata
S
sebelah kiri
B Terpasang O2 3L/m Pasien tidak memiliki riwayat
A
alergi
C TD : 240/180 mmHg nicardipine 10 mg/jam,
intravena fluid drip clonidine 2x 0,15 mg,
M
(IVFD) dextrose captropil 3x25 mg dan
5%/12 jam bisoprolol 1x5 mg
D Keadaan umum dlm
P
orientasi baik
E - Cr 1,2 mg/dL (1,8-
1,9 mg/dL),
- Proteinuria (+).
- ECG menunjukkan
LV Strain.
- X-ray dada L
menunjukkan
kardiomegali.
- retinopati OS grade
III dan hipertensif
retinopati OD gr II.
G. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS : faktor predisposisi (diet garam, obesitas Penurunan
dll)
Curah Jantung
DO :
Pengeluaran renin ginjal
a. Tekanan darah
240/180mmHg Memicu angiotensin I
b. Kardiomegali
c. Gallop Vasokontriksi
Hipertensi
Kekurangan volume intravascular
tekanan darah lebih lanjut akibat
angiotensin/katekolamin
Penurunan Curah Jantung
DS : tekanan darah lebih lanjut akibat Gangguan
angiotensin/katekolamin
Rasa Nyaman
klien mengatakan
pandangannya Efek sekunder (vasokontriksi ateriol
eferen)
kabur pada mata
sebelah kiri
Kurang suplai O2 & nutrisi ke organ target
DO :
Retinopati
retinopati (+)
Fungsi penglihatan
Gangguan Rasa Nyaman
NOC NIC
No Dx Keperawatan NIC (Label)
Tujuan Intervensi
Kolaborasi
Kolaborasi
Atlee JL et al. 2007. Perioperative Critical Care Cardiology 2nd Ed. Milan :
Springer.
Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL et al.
The Sevent Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure : The JNC 7 Report, JAMA.
2003; 289(19) : 2560- 72.