MENINGITIS
Disusun Oleh :
Rohmat Solihin
1013031083
SERANG BANTEN
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik : Meningitis
B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan pasien dan
keluarga dapat menginformasikan dan mengetahui tentang penyakit
meningitis.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan selama 1x30 menit,
pasien dan keluarga dapat :
a. Menjelaskan tentang meningitis
b. Menyebutkan penyebab meningitis
c. Menyebutkan tanda dan gejala meningitis
d. Menyebutkan penatalaksanaan medis pada pasien meningitis
C. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
D. Media
Leaflet
E. Materi
1. Pengertian Meningitis
2. Etiologi Meningitis
3. Manifestasi Meningitis
4. Penatalaksanaan Medis
F. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
Pasien dan keluarga dapat kooperatif, respon mendengarkan dan
memperhatikan penyampaian materi.
2. Evaluasi Akhir
Setelah diberikan penyuluhan tuan F dan keluarga dapat menjelaskan
kembali materi yang telah disampaikan.
G. Materi Penyuluhan
1. Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau
organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang
pada orang dewasa biasanya terbatas didalam ruang sub arachnoid
(Satyanegara, 2010).
2. Etiologi
Pada orang dewasa bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus
pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus dan gram negatif
lainnya (Satyanegara, 2010).
3. Manifestasi Klinis
MB akut memiliki trias klinik, yaitu demam, nyeri kepala hebat, dan
kaku kuduk; tidak jarang disertai kejang umum dan gangguan
kesadaran. Tanda Brudzinski dan Kernig juga dapat ditemukan serta
memiliki signifi kansi klinik yang sama dengan kaku kuduk, namun
sulit ditemukan secara konsisten. Diagnosis meningitis dapat menjadi
sulit jika manifestasi awal hanya nyeri kepala dan demam. Selain itu,
kaku kuduk tidak selalu ditemukan pada pasien sopor, koma, atau pada
lansia (Clark et al, 2009. Rooper et al, 2005).
Meningitis meningokokal harus dicurigai jika terjadi perburukan
kondisi yang sangat cepat (kondisi delirium atau sopor dalam hitungan
jam), terdapat ruam petechiae atau purpura, syok sirkulasi, atau ketika
ada wabah lokal meningitis. Ruam petechiae muncul pada sekitar 50%
infeksi meningokokal, manifestasi tersebut mengindikasikan
pemberian antibiotik secepatnya ( Brouwer et al. 2012). Meningitis
pneumokokal sering didahului oleh infeksi paru, telinga, sinus, atau
katup jantung. Etiologi pneumokokal juga patut dicurigai pada pasien
alkoholik, pascasplenektomi, lansia, anemia bulan sabit, dan fraktur
basis kranium. Sedangkan etiologi H. infl uenzae biasanya terjadi
setelah infeksi telinga dan saluran napas atas pada anakanak Clark et
al, 2009). Etiologi lain sangat tergantung pada kondisi medik tertentu.
Meningitis setelah prosedur bedah saraf biasanya disebabkan oleh
infeksi stafi lokokus. Infeksi HIV, gangguan myeloproliferatif, defek
tulang kranium (tumor, osteomyelitis), penyakit kolagen, kanker
metastasis, dan terapi imunosupresan adalah kondisi yang
memudahkan terjadinya meningitis yang disebabkan
Enterobacteriaceae, Listeria, A. calcoaceticus, dan Pseudomonas.
(Rooper et al, 2005).
Tanda-tanda serebral fokal pada stadium awal meningitis paling sering
disebabkan oleh pneumokokus dan H. infl uenza. Meningitis dengan
etiologi H. infl uenza paling sering menyebabkan kejang. Lesi serebal
fokal persisten atau kejang yang sulit dikontrol biasanya terjadi pada
minggu kedua infeksi meningen dan disebabkan oleh vaskulitis
infeksius, saat terjadi sumbatan vena serebral superfi sial yang
berujung pada infark jaringan otak. Abnormalitas saraf kranial sering
terjadi pada meningitis pneumokokal, karena invasi eksudat purulen
yang merusak saraf yang
melalui ruang subaraknoid (Rooper et al, 2005).
4. Penatalaksanaan Medis
Pemilihan antibiotik yang tepat adalah langkah yang krusial, karena
haru bersifat bakterisidal pada organisme yang dicurigai dan dapat
masuk ke CSS dengan jumlah yang efektif. Pemberian antibiotik harus
segera dimulai sambil menunggu hasil tes diagnostik dan nantinya
dapat diubah setelah ada temuan laboratorik. Pada suatu studi,
didapatkan hasil jika pemberian antibiotik ditunda lebih dari 3 jam
sejak pasien masuk RS, maka mortalitas akan meningkat secara
bermakna. Pilihan antibiotik empirik pada pasien MB harus
berdasarkan epidemiologi lokal, usia pasien, dan adanya penyakit yang
mendasari atau faktor risiko penyerta. Antibiotik harus segera
diberikan bila ada syok sepsis. Jika terjadi syok sepsis, pasien harus
diterapi dengan cairan dan mungkin memerlukan dukungan obat
inotropik. Jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial, pertimbangkan
pemberian manitol.
Antibiotik empirik bisa diganti dengan antibiotik yang lebih spesifi k
jika hasil kultur sudah ada. Panduan pemberian antiobiotik spesifi k
bisa dilihat di. Durasi terapi antibiotik bergantung pada bakteri
penyebab, keparahan penyakit, dan jenis antibiotik yang digunakan.
Berikut merupakan beberapa terapi antibiotik untuk meningitis
bakterial (tuberkulosis)
a. Isoniazid 10-20mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500
gram selama 1 tahun.
b. Rifampisin 10-15 mg/kg/24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
c. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kg/ 24 jam sampai 1 minggu, 1-2 kali
sehari selama 3 bulan.
Ropper AH, Brown RH. Adam and Victors principles of neurology. 8th
ed. New York: McGraw-Hill; 2005.