Anda di halaman 1dari 84

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 25 TAHUN 2017

Disusun Oleh:
Kelompok 8
Tutor: dr. Hj. Mezfi Unita, Sp.PA(K)
Azora Khairani Kartika (04011281419082)
Dena Nabilah Yasmin (04011281419128)
Elfandari Taradipa (04011181419006)
Elisabeth Stefanny (04011281419114)
Ira Yunita (04011281419084)
Muhammad Arma (04011181419056)
M. Afif Baskara Emirzon (04011281419112)
M. Rifki Al Ikhsan (04011181419010)
Siti Thania Luthfyah (04011281419088)

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
1
2017

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha
Esa karena atas berkat rahmat yang diberikan-Nya penulis dapat
menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario B Blok Pediatri-Geriatri ini
dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak


yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini, serta berbagai
sumber yang telah penulis gunakan sebagai data dan fakta pada
makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada dr. Hj. Mezfi Unita,
Sp.PA(K), yang telah memberikan pedoman dalam melakukan
tutorial, membuat makalah hasil tutorial dan telah memberi
bimbingannya sebagai tutor sehingga kami dapat menyelesaikan
masalah skenario yang telah diberikan.

Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah


ini. Maka dari itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk
memperbaiki dan mengembangkan isi dari makalah ini. Penulis juga
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, serta penulis mohon
maaf apabila terdapat kesalahan penulisan dalam makalah ini.Akhir
kata, apabila ada kesalahan kata-kata, penulis meminta maaf dan
diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................

KATA PENGANTAR.....................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................

BAB I. PENDAHULUAN...............................................................

BAB II. PEMBAHASAN...............................................................

I. SKENARIO ..............................................................................
......................5
II. KLARIFIKASI ISTILAH......................................................................
III. IDENTIFIKASI MASALAH.....................................................................
IV. ANALISIS MASALAH...........................................................................
V. LEARNING ISSUE.............................................................................
VI. KERANGKA KONSEP.........................................................................
VII. SINTESIS.........................................................................................

BAB III. PENUTUP...................................................................

A KESIMPULAN................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................
..............................75

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Blok Tumbuh Kembang dan Geriatri adalah blok ke-25 dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan
ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada
waktu yang akan datang. Kasus yang dipelajari tentang berbagai
kelainan tumbuh kembang beserta penjelasan dan
tatalaksananya.

B. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini,
yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario
dengan metode analisis pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

C. Data Tutorial
1. Tutor : dr. Hj. Mezfi Unita, Sp.PA(K)
2. Moderator : Dena Nabilah Yasmin
3. Sekretaris : Elfandari Taradipa dan M. Afif Emirzon
4. Waktu : 1. Senin, 27 Maret 2017
Pukul 10.00 12.30 WIB
2. Rabu, 29 Maret 2017
4
Pukul 10.00 12.30 WIB
BAB II
PEMBAHASAN
I. Skenario

Sandi bayi laki laki usia 6 bulan di bawa ibunya ke fasilitas


kesehatan tingkat pertama (FKTP) karena tidak mau makan
atau anoreksia. Sandi tidak muntah, tidak diare. Riwayat
kelahiran: lahir aterm, spontan, cukup bulan, ditolong bidan, skor
APGAR tidak diketahui, dengan berat badan lahir 2500g, panjang
badan lahir 46 cm, lingkar kepala lahir tidak diukur. Walaupun
sudah berusia 6 bulan, sandi belum diberi makan tambahan (MP
ASI). Sandi juga belum bisa tengkurap, hanya berbaring sja.
Riwayat penyakit sebelumnya: sejak usia 2 bulan sandi sering
mnderita diare hampir setiap 1-2 bulan kali lamanya 3 sampai 4
hari.

Riwayat nutrisi: usia 0-2bulan : ASI saja dengan pemberian


sering setiap kali menangis @5menit, usia 2 bulan sampai
sekarang: susu formula standar (67kkal/100ml), sekarang 12 kali
sehari @2sendok takar peres. Dalam membuat susu, si ibu biasa
mencampur susu 2 sendok takar dengan air panas sampai 40cc
dan air dingin 10cc

Riwayat imunisasi: sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT


1x, hepatitis B 1x dan polio 1x.
Riwayat keluarga: ayah usia 25 tahun tidak tamat SD dan buruh
bangunan, usia ibu 23 tahun, tidak tamat SD dan ibu rumah
tangga. Sandi anak tunggal.

5
Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, kulit kusam dan pucat,
dan kesadaran apatis, cengeng, denyut nadi 140x/menit, isi dan
tegangan cukup, pernafasan 30x/menit, suhu 350C. Hasil
pengkuran antropometri: berat badan 3,8kg, panjang badan 57
cm, lingkar kepala 42 cm, wajah seperti orang tua dengan tulang
pipi menonjol, warna rambut seperti warna rambut jagung
jarang. Tipis dan mudah dicabut. Pada mata terdapat bercak
seperti busa sabun, konjunctiva pucat, tidak ada edema di
seluruh tubuh, ada iga gambang, perut cekung, lengan dan
tungkai atrofi, dan terdapat baggy pants.

II. Klarifikasi Istilah

No. Klarifikasi Definisi


Istilah
1. Anoreksia Menurun atau hilangnya nafsu makan

2. FKTP Tempat pertama yang didatangi ketika akan


berobat. Yang termasuk puskesmas, klinik,
rumah sakit kelas D( rumah sakit yang
didirikan di desa tertinggal, berbatasan atau
kepulauan), praktik dokter/dokter gigi.
Biasanya dipilih sendiri oleh pasien.
3. Susu formula Susu sapi yang diformulasi agar mirip dengan
standar karakteristik ASI. Diberikan pada bayi sehat,
tidak premature, tidak ada riwayat alergi.
4. Sendok takar Sendok yang tersedia di box susu yang
peres biasanya 1 sendok takarnya dlarutkan dalam
30ml air
5. Iga gambang Tulang rusuk yang menonjol karena kurangnya
lemak subkutis. Sering juga disebut Piano sign
6. Apatis Penurunan kesadaran yang ditandai dengan
sikap acuh tak acuh
7. Baggy pants Paha dan pantat keriput, pada gizi buruk
tanpa edema karna lemak subkutis tidak ada
atau sedikit sekali.
6

III. Identifikasi Masalah


1. Sandi bayi laki laki usia 6 bulan di bawa ibunya ke fasilitas
kesehatan tingkat pertama (FKTP) karena tidak mau makan
atau anoreksia. Sandi tidak muntah, tidak diare. (VVV)
2. Riwayat kelahiran: lahir aterm, spontan, cukup bulan, ditolong
bidan, skor APGAR tidak diketahui, dengan berat badan lahir
2500g, panjang badan lahir 46 cm, lingkar kepala lahir tidak
diukur. saat ini Sandi belum bisa tengkurap, hanya berbaring
sja. Riwayat penyakit sebelumnya: sejak usia 2 bulan sandi
sering menderita diare hampir setiap 1-2 bulan kali lamanya 3
sampai 4 hari. (VV)
3. Riwayat nutrisi: usia 0-2bulan : ASI saja dengan pemberian
sering setiap kali menangis @5menit, usia 2 bulan sampai
sekarang: susu formula standar (67kkal/100ml), sekarang 12
kali sehari @2sendok takar peres. Dalam membuat susu, si ibu
biasa mencampur susu 2 sendok takar dengan air panas
sampai 40cc dan air dingin 10cc. Walaupun sudah berusia 6
bulan, sandi belum diberi makan tambahan (MP ASI). (VV)
4. Riwayat imunisasi: sudah pernah mendapat imunisasi BCG,
DPT 1x, hepatitis B 1x dan polio 1x.
Riwayat keluarga: ayah usia 25 tahun tidak tamat SD dan
buruh bangunan, usia ibu 23 tahun, tidak tamat SD dan ibu
rumah tangga. Sandi anak tunggal. (V)
5. Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, kulit kusam dan
pucat, dan esadaran apatis, cengeng, denyut nadi 140x/menit,
isi dan tegangan cukup, pernafasan 30x/menit, suhu 350. Hasil
pengkuran antropometri: berat badan 3,8kg, panjang badan 57
cm, lingkaar kepala 42 cm, wajah seperti orang tua dengan
tulang pipi menonjol, warna rambut seperti warna rambut
jagungjarang Tipis dan mudah dicabut. Pada mata terdapat
bercak seperti busa sabun, konjunctiva pucat, tidak ada edema
di seluruh tubuh, ada iga gambang, perut cekung, lengan dan
tungkai atrofi, dan terdapat baggy pants. (V)
7

IV. Analisis Masalah


1. Sandi bayi laki laki usia 6 bulan di bawa ibunya ke
fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) karena
tidak mau makan atau anoreksia. Sandi tidak
muntah, tidak diare.
a) Apa hubungan usia dan jenis kelamin terhadap
anoreksia pada kasus?
Anoreksia adalah gangguan maknan yang menyebabkan
penderita menggalami kehilangan atau penurunan nafsu
makan. Pada kasus pediatri kesulitan makan dapat terjadi
pada semua kelompok usia anak dan jenis kelamin, tetapi
kesulitan makanan dan penyebabnya berlainan.
Faktor yang merupakan penyebab kesulitan makan pada
anak dapat dibedakan menjadi 3 kelompok:
a. Faktor Nutrisi
Pada bayi usia 0-12 bulan, kesulitan makan karena faktor
mekanis berkaitan dengan keterampilan makan biasanya
disebabkan oleh cacat atau kelainan bawaan pada mulut dan
kelainan neuro motoric. Selain itu dapat juga oleh karena
pemberiaan makanan:
- Manajemen Pemberian ASI yang kurang benar
- Usia saat pemberiaan maknan tambahan yang kurang tepat,
terlalu dini atau terlambat
- Jadwal pemberian makanan terlalu ketat
- Cara pemberian maknan yang kurang tepat
b. Faktor Penyakit/kelainan organic
Gangguan makan yang dapat disebabkan oleh kelainan
kogenital saluran cerna (mulut-anus, berserta enzim
pencernaan) dan penyakit penyerta yang menyebabkan
nafsu makan anak menurun. Seperti:
- Penyakit pada saluran cerna :
Stomatitis, gingivitis, tonsillitis
Diare akut, diare kronis
cacingan
- Kelainan Kogenital
Labioshisis, frenulum lidah pendek, makroglosis
Atresiaoesophagus, achalasia, spasme duodenum, dan
8
hirschsprung disease
c. Faktor Psikologis
Pemberian makanan secara memaksa dan tidak
disukai oleh anak.

b) Apasaja penyebab bayi anoreksia?

Pada bayi umumnya kesulitan makan karena faktor


mekanis berkaitan dengan keterampilan makan biasanya
disebabkan oleh cacat atau kelainan bawaan pada mulut dan
kelainan neuro motorik. Selain itu dapat juga oleh
kekurangan pembinaan/pendidikan makan antara lain :
- Manajemen pemberian ASI yang kurang benar.
- Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang
tepat, terlalu dini atau terlambat.
- Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat.
- Cara pemberian makan yang kurang tepat.
Selain itu, kelainan atau penyakit yang terlibat dalam
makan seperti alat pencernaan makanan dari rongga mulut,
bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, tenggorokan, sistem
syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim. Maka dari itu bila
terdapat kelainan atau penyakit pada unsur organik tersebut
pada umumnya akan disertai dengan gangguan atau
kesulitan makan, untuk praktisnya dikelompokkan menjadi :
a. Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga
mulut
- Kelainan bawaan : Labioschisis, labiognatoschizis,
labiognatopaltoschizis, frenulum lidah yang pendek,
makroglossi.
- Penyakit infeksi : stomatitis, ginggivitis, tonsilitis.
- Penyakit neuromuskuler : paresis/paralisis
b. Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna.
- Kelainan bawaan :atresiaoesophagus, achalasia, spasme
9
duodenum, penyakit Hirschsprung
- Penyakit infeksi : akut/kronis
- Diare akut, diare kronis, cacingan
c. Penyakit infeksi pada umumnya
- Akut : infeksi saluran pernafasan.
- Kronis : tuberkolosis paru, malaria.
d. Penyakit/kelainan non infeksi
Penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran cerna :
- Penyakit jantung bawaan, Sindroma Down.
- Penyakit neuromuskuler : cerebral palsy.
- Penyakit keganasan : tumor Willems.
- Penyakit hematologi : anemia, leukemia.
c) Bagaimana fase nafsu makan anak berdasarkan
umur?

Secara fisiologis, pada usia menjelang 1 tahun ada perilaku


bayi seperti mengunci mulutnya ketika makanan datang
(tidak mau makan) yang sebenarnya adalah salah satu fase
yang akan dilalui oleh semua bayi. Perilaku fisiologis bayi
yang tidak mau makan bukan karena bayi kehilangan selera
makan. Yang lebih mungkin terjadi adalah bayi sedang
menempatkan diri dalam diet pemeliharaan tubuh. Hal ini
dikarenakan di usia menjelang 1 tahun kenaikan berat
badannya tidak secepat di bawah usia 1 tahun.
Selain itu, faktor lain yang dapat memicu perilaku bayi
tersebut adalah bertambahnya minat bayi terhadap dunia di
sekitarnya. Saat ini jadwal makan justru terasa "sangat
mengganggu" bayi, lantaran ia sebenarnya ingin terus
bergerak, bukannya duduk manis untuk makan.
Di usia bayi menuju batita, kemandirian bayi mulai
tumbuh. Ini mempengaruhi reaksinya pada makanan yang
disantapnya. Bayi yang sedang dalam proses berkembang
menjadi batita memutuskan dialah yang menjadi tuan di
meja makan, bukan orangtua atau pengasuhnya. Karena itu
10
bayi mulai memilih makanan yang ingin dikonsumsi.
Kemungkinan lain penyebab bayi tidak mau makan selain
faktor psikologis adalah faktor fisik seperti bayi akan tumbuh
gigi. Pertumbuhan gigi memang membuat rasa tidak enak
pada bayi sehingga ia menolak untuk makan. Bayi yang
sedang tidak enak badan seperti batuk-pilek juga biasanya
melakukan hal yang sama. Apabila curiga karena ada sebab
lain atau masalah medis yang mendasari tingkah lakunya
maka ibu dapat membawanya ke dokter spesialis anak untuk
pemeriksaan lebih lanjut.

d) Apa makna klinis tidak muntah dan tidak diare pada


kasus?
Saat datang ke fasilitas kesehatan primer tanpa keluhan
muntah atau diare. Namun berdasarkan riwayat perjalanan
penyakitnya, Sandi sering menderita diare sejak usia 2
bulan. Diare pada Sandi dapat terjadi karena beberapa faktor
yaitu infeksi dari lingkungan dan pemberian susu formula
yang tidak steril, serta intoleransi laktosa akibat pemberian
susu formula yang terlalu dini. Pada infeksi, kebutuhan
nutrisi anak akan meningkat sehingga apabila asupan nutrisi
tidak bertambah, maka status nutrisi anak akan menurun.
Sedangkan pada intoleransi laktosa, terjadi kegagalan
absorbsi laktosa oleh mukosa usus sehingga menyebabkan
tekanan intralumen usus meningkat dan timbulnya diare.
Intoleransi laktosa juga menyebabkan timbulnya rasa tidak
nyaman pada perut bayi yang dapat menurunkan nafsu
makan bayi.

e) Apakah kondisi sandi dapat ditangani di FKTP? Jika ya


bagaimana panduan tatalaksa awal nya?
Pada kasus gangguan makan pada anak (Kasus Gizi
Buruk) merupakan SKDI 4, yang harus tuntas di Dokter
umum. Sehingga kondisi ini dapat ditangai oleh FKTP.Berikut
tatalaksana awal yang dapat diberikan;
11
a. Identifikasi Faktor Penyebab
Anamnesis awal untuk mengetahui ada tanda
bahaya (syok, letargi dan dehidarasi), jika terdapat
lakukan tindakan IV line untuk mengganti cairan yang
hilang.
Anamnesis lanjutan terdiri dari riwayat kehamilan,
pemberian makanan, imuniasai dan Vit A, penyakit
penyerta, tummbuh kembang, dan keluarga.
Pemeriksaan fisik awal pemeriksaan gangguan
sirkulasi (TD, HR< Nadi), gangguan kesadaran,
dehidrasi (Tanda dehidrasi dan tingkat berapa),
hipoglikemi, dan hipotermi
b. Evaluasi tentang Faktor dan dampak Nutrisi
Pemeriksaan fisik lanjutan pemeriksaan
antropometri, status gizi pasien, tanda klinis gizi buruk,
tanda defisiensi vit A dan tanda penyakit penyerta
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Gula darah,
hemoglobin, urin rutin, albumin
c. Melakukan Upaya berbaikan nutrisi
Memperbaiki gangguan gizi yang telah terjadi
Memperbaiki kekurangan maknan yang diperlukan
misalnya jenis makanan, jumlah maknan, jadwal
pemberian makan, perilaku dan suasana makan
Mengoreksi keadaan defisiensi gizi yang ditemukan,
sedapat mungkin diberikan dalam bentuk makanan,
bila tidak mungkin baru diberikan obat-obatan.

2. Riwayat kelahiran: lahir aterm, spontan, cukup bulan,


ditolong bidan, skor APGAR tidak diketahui, dengan
berat badan lahir 2500g, panjang badan lahir 46 cm,
lingkar kepala lahir tidak diukur. saat ini Sandi belum
bisa tengkurap, hanya berbaring sja. Riwayat penyakit
sebelumnya: sejak usia 2 bulan sandi sering mnderita
diare hamper setiap 1-2 bulan kali lamanya 3 sampai 4
hari.
a) Bagaimana interpretasi dan hubungan dari riwayat
kelahiran pada
12 kasus dengan keluhan utama?

Kegagalan peningkatan berat badan ibu pada trimester I dan


II akan meningkatkan angka bayi BBLR. Adanya KEP akan
mengakibatkan ukuran plasenta yang kecil dan kurangnya
suplai zat makanan ke janin.
Akibat lain KEP adalah kerusakan struktur sususan saraf
pusat, terutama pada tahap pertama pertumbuhan otak
(hiperplasia) yang terjadi selama dalam kandungan.
Pada kasus, riwayat kelahiran normal dan tidak ada masalah,
menandakan bahwa keadaan Sandi (Anoreksia dan Diare)
tidak dipengaruhi dengan riwayat kelahiran.

b) Bagaimana interpretasi dan hubungan dari riwayat


perkembangan pada kasus dengan keluhan utama?
Sandi belum bisa tengkurap dan hanya bisa berbaring
menandakan adanya keterlambatan dalam perkembangan
motorik kasarnya karena tengkurap seharusnya sudah bisa
dilakukan pada umur 2-3 bulan.
Selain pertumbuhan, perkembangan bayi dapat
terhambat apabila tidak mendapat nutrisi yang adekuat
karena perkembangan sistem saraf pusat sangat pesat pada
5 tahun pertama kehidupan akan terganggu. Selain itu pada
kasus, Sandi juga hanya mendapat ASI selama 2 bulan.

c) Bagaimana milestone perkembangan anak yang harus


tercapai pada usia 6 bulan?

13
d) Bagaimana klasifikasi diare pada bayi?

Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:

Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14


hari ( umumnya kurang dari 7 hari ). Gejala dan tanda
sudah berlangsung < 2 minggu sebelum datang berobat.
Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi
merupakan penyebab utama kematian bagi penderita
diare.
Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14
hari dengan kehilangan berat badan atau berat badan
tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare
tersebut.
Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
Akibat dari disentri adalah anoreksia, penurunan berat
14
badan dengan cepat, kemungkinan terjadi komplikasi pada
mukosa.
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14
hari secara terus menerus. Akibat dari diare persisten
adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.

e) Bagaimana hubungan riwayat diare dengan keluhan?

Diare pada Sandi dapat terjadi karena beberapa faktor


yaitu infeksi dari lingkungan dan pemberian susu formula
yang tidak steril, serta intoleransi laktosa akibat pemberian
susu formula yang terlalu dini. Pada infeksi, kebutuhan
nutrisi anak akan meningkat sehingga apabila asupan
nutrisi tidak bertambah, maka status nutrisi anak akan
menurun. Sedangkan pada intoleransi laktosa, terjadi
kegagalan absorbsi laktosa oleh mukosa usus sehingga
menyebabkan tekanan intralumen usus meningkat dan
timbulnya diare. Intoleransi laktosa juga menyebabkan
timbulnya rasa tidak nyaman pada perut bayi yang dapat
menurunkan nafsu makan bayi.

f) Bagamana efek yang ditimbulkan dari diare yang


sering dialami sandi terhadap tumbuh kembang anak?
Diare menyebabkan keluarnya zat-zat bergizi dan
bernutrisi yang dapat diserap oleh usus untuk memenuhi
kebutuhan energi seseorang. Sehingga apabila diare terjadi
terus menerus akan menyebabkan timbulnya tanda-tanda
dehidrasi dan kurang gizi. Gizi yang berkurang dapat berupa
protein, yodium, vitamin A serta makro/mikronutrien lainnya.
Sehingga apabila terjadi diare yang terus menerus dalam
waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan pada
tumbuh kembang balita akibat asupan energi untuk
pertumbuhan dan
15 perkembangan berkurang. selain itu, diare

sendiri dapat juga disebabkan oleh kurangnya gizi pada bayi


akibat penurunan sistem imun bayi sehingga memudahkan
terjadinya infeksi yang menimbulkan diare.
g) Apasaja yang dapat menyebabkan diare seperti pada
kasus?
Kemungkinan karena faktor higenitas,infeksi, intoleransi
laktosa, imunitas yang berkurang dan pemberian ASI yang
tidak tidak sampai 6 bulan dan pengetahuan ibu terhadap
pembuatan susu formula yang benar.

3. Riwayat nutrisi: usia 0-2bulan : ASI saja dengan


pemberian sering setiap kali menangis @5menit, usia 2
bulan sampai sekarang: susu formula standar
(67kkal/100ml), sekarang 12 kali sehari @2sendok takar
peres. Dalam membuat susu, si ibu biasa mencampur
susu 2 sendok takar dengan air panas sampai 40cc dan
air dingin 10cc. Walaupun sudah berusia 6 bulan, sandi
belum diberi makan tambahan (MP ASI).
a) Bagaimana pemberian nutrisi yang baik pada anak
usia 0-6bulan? Dan berapa kali pemberian ASI yang
baik pada anak usia 0-6 bulan?

usia 0-2 bulan: ASI saja Kurang- Anak sebaiknya


dengan frekuensi pemberian Sesuai diberikan ASI eksklusif
sering setiap kali menangis sampai dengan 6
@5 menit, bulan.
- Pemberian ASI
sebaiknya dilakukan
ketika anak sudah
menunjukkan tanda-
tanda lapar (gelisah,
membuka mulut dan
menggerakkan kepala

16 ke kiri dan ke kanan,


menjulur-julurkan
lidah, mengisap jari
atau tangan).
Menangis adalah
tanda bayi sudah
sangat lapar.
- Lamanya pemberian
ASI minimal 15 menit
supaya anak
mendapatkan asupan
nutrisi yang adekuat.
Pemberian dalam
waktu singkat dapat
menyebabkan bayi
tidak mendapatkan
ASI akhir. ASI awal
memiliki lebih banyak
air dan bisa
memuaskan dahaga
bayi. ASI akhir lebih
banyak mengandung
lemak dan dapat
memuaskan rasa lapar
bayi.
Usia 2 bulan sampai Kurang- Pemberian susu
sekarang: susu formula Sesuai formula terlalu dini
standar (67 kkal/100 ml), berisiko meningkatkan
sekarang 12 kali sehari terjadinya penyakit
infeksi, alergi dan
obesitas. Dalam susu
formula tidak
terkandung antibodi
seperti yang ada
17 dalam ASI. Sehingga,
susu formula tidak
dapat memberikan
perlindungan
tambahan terhadap
infeksi seperti yang
diberikan oleh ASI.
- Pemberian f75 lebih
tepat diberikan pada
bayi dengan keluhan
malnutrisi dan diare.
Dalam membuat susu, ibu Kurang Cara membuat susu
biasa mencampur susu 2 Sesuai yang benar untuk bayi
sendok takar peres dengan adalah
air panas sampai 40 cc dan mencampurkan air
air dingin 10 cc. dingin dan panas
dengan perbandingan
2:1. Hasilnya, air susu
tak terlalu panas atau
dingin, tapi suam-
suam kuku. Bila
diseduh dengan air
panas, protein yang
terkandung di dalam
susu akan
menggumpal dan
vitaminnya rusak.
Akhirnya, yang
didapat hanya
karbohidratnya saja
dan sedikit lemak.
Sudah berusia 6 bulan, Sandi Tidak Usia 6 bulan, anak
belum diberi makanan sesuai sudah harus mulai
tambahan 18
diperkenalkan
terhadap MP ASI
karena nutrisi yang
didapat dari ASI sudah
tidak cukup untuk
kebutuhan gizi anak
sesuai usia.

Pemberian ASI pada bayi sampai usia 6 bulan sudah benar.


Namun waktu pemberian hanya 5 menit tidak tepat. Setidak-
tidaknya ASI harus diberikan selama 15 menit. Pemberian
susu formula sejak usia 2 bulan juga salah. Sampai usia 6
bulan bayi sebaiknya diberikan ASI ekslusif. Menurut
perhitungan kebutuhan energy sesuai RDA, kebutuhan kalori
Sandi pada usia 6 bulan adalah 624 Kkal. Pemberian susu
formula jika sehari Sandi diberikan 12 susu formula @50cc,
maka kalori yang masuk sekitar 67 kkalx6 = 402 kkal. Usia 6
bulan biasanya bayi sudah diberikan makanan pendamping
ASI MP ASI)
MP ASI Secara kualitas memenuhi 4 grup sumber makanan
(karbohidrat, protein, sayur/buah dan susu). Secara kuantitas
diberikan energi 110 120 kkal/kgbb, protein 1 g/kgbb dikali
berat badan ideal.
Jumlah susu formula apabila tidak minum ASI lagi adalah 500 -
750 ml per hari. Makan MP-ASI 3-4 kali sehari.

Lama menyusui

Bayi baru lahir: 5 -10 menit/payudara; tiap 2 -3 jam 10-12


kali/hari

> 1 bulan: kapasitas lambung bertambah, menyusu lebih


jarang tapi lebih lama, misalnya 20 menit/payudara, tiap 3-4
jam

6 bulan: 20 menit/payudara; 3-5 kali/hari

b) Bagaimana Asuhan
19
Nutrisi pada Sandi terhadap
kasus? 7,8,9

a. Assessment
Indikator Pertumbuhan Status gizi
Panjang badan/Usia Panjang badan/usia:
Di bawah -3

Interpretasi: Kerdil

Berat badan/Usia Berat Badan/Usia:


Di bawah -3

Interpretasi: Gizi
buruk

Berat badan/Panjang badan Berat/Panjang Badan:


Di bawah -3

Interpretasi: Sangat
kurus

20
Lingkar kepala terhadap usia Lingkar kepala:
Di garis SD -1

Interpretasi: Normal

Kesimpulan : Sandi, 6 bulan mengalami gizi buruk kronik


b. Penentuan kebutuhan
Kebutuhan energi pada anak dengan gizi buruk
mengikuti pedoman tatalaksana gizi buruk,
dimana dibagi menjadi 4 fase, yaitu:
Fase stabilisasi untuk menstabilkan kondisi
klinis, biasanya berlangsung 1-2 hari
Pemberian formula F75 dengan kebutuhan
energi: 80-100 kkal/kgBB/hari; kebutuhan
protein: 1-1,5 g/kgBB/hari; dan kebutuhan
cairan (gizi buruk tanpa edema): 130
ml/kgBB/hari
Fase transisi masa peralihan dari stabilisasi
ke rehabilitasi, umumnya berlangsung 5-7 hari
Pergantian formula menjadi F100 dengan
kebutuhan energi: 100-150 kkal/kgBB/hari;
protein 2-3 g/kgBB/hari; dan cairan sesuai
kebutuhan
21

Fase rehabilitasi fase tumbuh kejar,


berlangsung 2-4 minggu
Pemberian F100 bertahap ditambah makanan
dengan kebutuhan energi: 150-220
kkal/kgBB/hari; kebutuhan protein 4-6
g/kgBB/hari; dan cairan sesuai kebutuhan
Fase tindak lanjut anak dirawat di rumah
dengan melanjutkan pemberian makanan
tumbuh kejar, berlangsung 4-5 bulan
c. Cara pemberian
Pemberian per oral
d. Jenis makanan
Susu formula F75 (75 kalori dalam 100 ml) untuk
fase stabilisasi kemudian F100 setelah fase
stabilisasi ditambah makanan padat/semi padat
setelah fase rehabilitasi
e. Pemantauan dan evaluasi
Pada fase rehabilitasi, evaluasi kenaikan berat
badan tiap minggu minimal 5 g/kgBB/hari atau
50 g/kgBB/minggu
Pada fase tindak lanjut kontrol dilakukan setiap
seminggu sekali pada bulan pertama,
dilanjutkan tiap 2 minggu pada bulan kedua,
dan selanjutnya tiap bulan

c) Bagaimana system pencernaan anak pada usia 0-6


bulan?

Saluran cerna berkembang pesat selama masa pranatal.


Tetapi perkembangan saluran cerna belum lengkap pada
saat lahir. Perkembangan fungsi saluran cerna akan berlanjut
setelah kelahiran, terutama pada masa laktasi. Oleh karena
itu, masa pranatal
22 dan masa laktasi merupakan masa yang
rentan dikarenakan perkembangan saluran cerna yang
belum sempurna. Dalam masa rentan ini, usus sangat
mudah mengalami kerusakan. Seperti pada balita yang
mengalami malnutrisi, asupan gizi yang kurang akan
menyebabkan atrofi vilus usus halus. Selain itu, malnutrisi
juga dapat menyebabkan berkurangnya fungsi imunitas pada
tubuh dan perubahan struktur mukosa usus. Tiga hal itu
merupakan faktor pencetus terjadinya diare pada balita yang
menderita malnutrisi.

0-3 Bulan

Pada 3 bulan pertama, beberapa enzim belum terbentuk


sempurna, sehingga makanan yang dapat diberikan terbatas
pada ASI atau formula. Namun, enzim laktase yang berfungsi
untuk memecah gula susu (laktosa) juga belum terbentuk
sempurna, sehingga beberapa bayi terkadang mengalami
intoleransi laktosa.

4-6 Bulan

Di usia 4-6 bulan, enzim pencernaan biasanya sudah


terbentuk sempurna. Bayi juga sudah bisa mengoordinasikan
otot-otot menelan di dalam rongga mulut. Meski begitu,
makanan padat tetap harus diberikan secara bertahap,
dengan tekstur yang semakin lama semakin padat sesuai
tahapan usia bayi.

d) Bagaimana hubungan riwayat konsumsi susu formula


terhadap keluhan yang dialami sandi saat ini?

Menurut beberapa sumber bayi usia 0-6 bulan hanya


boleh mengkonsumsi ASI secara eksklusif, karena keadaan
organ pencernaan
23 bayi masih sangat sensitif. Kondisi sistem
pencernaan bayi baru mempunyai enzim yang hanya dapat
mengkatalisasi protein dan karbohidrat sederhana, sebab
saat bayi berusia 1 tahun kemampuan pankreas
memproduksi amilase dan lipase meningkat, dan kelenjar
saliva baru mensekresi saliva pada usia 2-3 bulan. Dengan
adanya penyimpangan ini ada berbagai kemungkinan
gangguan kesehatan yang akan terjadi seperti diare,
sembelit, feses menjadi berwarna kuning terang/kuning
pucat, berbau, berbentuk agak keras, netral sampai sedikit
alkali, gizi lebih, gizi kurang maupun gizi buruk.
Dari hasil penelitian frekuensi pemberian susu formula
yang mengakibatkan tingkat kecukupan gizi lebih adalah
sebanyak 15-24 kali per hari, sedangkan frekuensi
pemberian susu formula sebanyak 4-8 kali per hari
cenderung mengakibatkan tingkat kecukupan gizi kurang.
Selain itu, pemberian susu formula yang terlalu encer akan
mengakibatkan gizi kurang dan gizi buruk, dan jika
pemberian terlalu banyak akan mengakibatkan gizi lebih.
Oleh karena itu, pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa
pemberian susu formula yang terlalu dini berhubungan
dengan kejadian diare pada Sandi serta kekurangan gizi
yang terjadi sehingga menyebabkan terjadi
keterlambatan/gangguan pada tumbuh kembang Sandi
gizi buruk akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat bagi
tumbuh kembangnya.

e) Apakah cara pembuatan Susu oleh ibu sudah baik dan


benar? Bagaimana cara pembuatan susu yang benar?

Cara pembuatan Susu oleh ibu kurang tepat. Berikut


langkah-langkah yang tertuang dalam 12 langkah menurut
WHO dan FAO (2006) sebagai berikut:
1. Bersihkan alas tempat membuat susu hingga bersih
2. Cucilah tangan dengan air yang mengalir dan sabun, lalu
24
keringkan dengan handuk bersih
3. Panaskan air hingga suhunya mencapai 1000C. Apabila
menggunakan kettel otomatis, tunggu hingga kettel mati
dengan sendirinya. Apabila menggunakan panci, pastikan air
dimasak sampai mendidih
4. Bacalah dengan seksama ukuran pembuatan susu pada
kaleng susu formula.
5. Setelah air mendidih, tuangkan air pada botol susu yang
telah dicuci bersih dan disterilkan. Tunggu kurang lebih 15
menit agar suhu air mencapai lebih dari 700C sebelum
memasukkan susu. Suhu harus diturunkan agar protein
dalam susu tidak rusak. Namun jangan sampai di bawah
700C agar bakteri Enterobacter sakazakii dapat mati.
6. Masukkan susu sesuai dengan takaran.
7. Tutup botol susu, lalu kocok perlahan agar susu dan air
tercampur dengan baik.
8. Turunkan suhu susu sebelum diberikan ke bayi dengan cara
melewatkan botol pada air yang mengalir melalui kran. Suhu
juga dapat diturunkan dengan merendam botol dalam air
baskom.
9. Keringkan bagian luar botol.
10. Teteskan pada punggung tangan untuk mengecek
suhunya kembali sebelum diberikan pada bayi
11. Beri minum bayi.
12. Buang susu apabila tidak terminum hingga kurun waktu 2
jam.

f) Bagaimana syarat dan cara pemberian MP ASI?

Syarat pemberian MPASI:


a. Tepat Waktu yaitu saat kebutuhan energi dan gizi bayi
melebihi yang didapat dari ASI.
b. Adekuat MPASI harus dapat memenuhi dan mengandung
cukup energy, 25
protein, dan mikronutrisi, terutama zat besi
dan seng (zinc), vitamin, serta mineral yang tidak terpenuhi
oleh ASI
c. Aman Dalam menyiapkan MPASI, dari pembuatan,
penyimpanan dan pemberiannya harus higenis atau terjaga
kebersihannya
d. Tepat Cara Pemberian MPASI diberikan sesuai respon rasa
lapar dan napsu makan bayi. Tekstur, jumlah, dan frekuensi
MPASI diberikan sesuai dengan tahap perkembangan bayi
Perlu dipastikan juga bahwa bayi sudah dapat menahan
leher, mau membuka mulut, dan dapat menerima makanan.

4. Riwayat imunisasi: sudah pernah mendapat imunisasi


BCG, DPT 1x, hepatitis B 1x dan polio1x. Riwayat
keluarga: ayah usia 25 tahun tidak tamat SD dan buruh
bangunan, usia ibu 23 tahun, tidak tamat SD dan ibu
rumah tangga. Sandi anak tunggal.
a) Apa makna klinis riwayat imunisasi pada sandi?
Pada usia 6 bulan seharusnya Sandi sudah mendapatkan
vaksis Hepatitis B 3x, polio 3x, BCG dan DPT 1x, Hib 3x, PCV
3x dan rotatovirus 3x. berdasarkan data yang diambil paa
tahun 2007 terlihat bahwa anak yang diberikan imunisasi tidak
lengkap cendrerung akan mengalami malnutrisi ataupun gizi
buruk.

b) Bagaimana hubungan riwayat keluarga terhadap


keluhan yang dialami pada kasus?
Jika dilihat dari anamnesis pada riwayat keluarga yang
merupakan kelas menengah ke bawah (Ayah seolah buruh
dan ibu ibu tidak tamatan SD, bekerja sebagai ibu rumah
tangga) merupakan salah satu faktor risiko pada kasus yang
dialami Sandi. Rendahnya tingkat ekonomi keluarga dapat
menyebabkan sandi tidak mendapatkan asupan nutrisi yang
maksimal. Sehingga, sandi mengalami gizi buruk.
c) Bagaimana rekomendasi Imunisasi berdasarkan IDAI?
26
Pada usia 6 bulan, seharusnya Sandi sudah mendapatkan
imunisasi:
Hepatitis B 3x pada kasus hanya satu kali (tidak sesuai
dengan jadwal imunisasi)
Polio 3x pada kasus tidak disebutkan
BCG 1x pada kasus BCG 1x (sesuai dengan jadwal
imunisasi)
DTP 3x pada kasus hanya satu kali (tidak sesuai dengan
jadwal imunisasi)
Hib 3xpada kasus tidak disebutkan
PCV 3x pada kasus tidak disebutkan
Rotavirus 3x pada kasus tidak disebutkan

5. Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, kulit kusam


dan pucat, dan kesadaran apatis, cengeng, denyut nadi
140x/menit, isi dan tegangan cukup, pernafasan
30x/menit, suhu 350C. Hasil pengkuran antropometri:
berat badan 3,8kg,
27 panjang badan 57 cm, lingkar
kepala 42 cm, wajah seperti orang tua dengan tulang
pipi menonjol, warna rambut seperti warna rambut
jagung jarang. Tipis dan mudah dicabut. Pada mata
terdapat bercak seperti busa sabun, konjunctiva pucat,
tidak ada edema di seluruh tubuh, ada iga gambang,
perut cekung, lengan dan tungkai atrofi, dan terdapat
baggy pants.
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme pada hasil
pemeriksaan fisik pada kasus?
Interpretasi

No. Hasil Pemeriksaan Interpretasi


1. Tampak sangat kurus Terjadi penurunan berat badan pada
anak
Malnutrisi pemecahan cadangan
makanan pada tubuh penurunan
berat badan sangat kurus
2. kulit kusam dan Terlihat pucat anemia
pucat Kulit kusam gangguan pada
regenerasi sel kulit
Mekanisme:
Kurang asupan nutrisi defisiensi
zat besi dan protein kulit kusam
dan pucat
3. kesadaran apatis dan Tanda-tanda dehidrasi
cengeng
4. denyut nadi Normal 80-120x/menit
140x/menit, isi dan Takikardi tanda-tanda infeksi
tegangan cukup
5. pernapasan Normal
30x/menit,
6 suhu 35oC. Hipotermi
Berkurangnya lemak dalam tubuh
penurunan suhu tubuh

28
Hasil pemeriksaan Nilai normal Interpretasi
Vital sign: Kesadaran kompos Abnormal,
kesadaran apatis, mentis, denyut takikardi,
cengeng, denyut nadi nadi 90-120 hipotermi
140x/menit, isi dan x/menit, isi dan
tegangan cukup, tegangan cukup,
pernapasan RR 30-40 x /menit,
30x/menit, suhu suhu 36,5-37,5oC
35,0oC.
Antropometri: berat Normal z score: (- BB/U : <(-3) gizi
badan 3,8 kg, 2) s/d 2 buruk (severely
panjang badan 57 underweight)
cm, lingkar kepala 42 PB/U: <(-3)
cm, sangat pendek
BB/PB: <(-3)
sangat kurus
LP/U: (-1) normal
Appearance: - Marasmus (kurang
Tampak sangat kurus, gizi tanpa edema)
kulit kusam dan
pucat, dan wajah
seperti orang tua
dengan tulang pipi
menonjol, warna
rambut seperti warna
rambut jagung-
jarang, tipis dan
mudah dicabut. Pada
mata terdapat bercak
seperti busa sabun,
konjunctiva pucat,
tidak ada edema di
seluruh tubuh, ada
iga gambang,
29 perut

cekung, lengan dan


tungkai atrofi, dan
terdapat baggy
pants.

Mekanisme

a. Keadaan umum dan vital sign


Sangat Kurus: Asupan nutrisi yang tidak memadai gizi
buruk (diperberat adanya diare) peningkatan
katabolisme dan kehilangan nutrient yang dibutuhkan
untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan hilangnya
sebagian besar lemak dan otot terlihat sangat kurus,
seperti hanya tulang terbungkus kulit
Hipotermi : Asupan nutrisi yang tidak memadai
cadangan makanan dalam tubuh menurun
metabolisme menurun tidak dihasilkannya panas
hipotermi
Diare dan gizi buruk dehidrasi ringan-sedang kulit
kusam, apatis, cengeng

b. Pengukuran antropometri (status pertumbuhan & gizi)

Status Pertumbuhan : Perawakan sangat pendek


dan sangat kurus dengan normosefali
Status Gizi : Gizi Buruk, dengan kekurangan
gizi kronik
Terjadinya Gizi Buruk pada kasus bermula dari
kondisi status social ekonomi rendah, pengetahuan
kurang asupan kurang, dan dukungan imunisasi yang
tidak memadai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
defisit protein ataupun defisit energi. Defisit protein akan
mengakibatkan peningkatan katabolisme lemak dan
protein cadangan . Jika terjadi berulang maka tubuh akan
mengalami kehilangan cadangan lemak dan protein,
30
sehingga tubuh tampak sangat kurus.
Kekurangan gizi kronik pada akhirnya akan
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tinggi badan
anak sehingga pada Growth Chart didapatkan kurva
tinggi anak rendah, dengan manifestasi anak
berperawakan pendek.
c. Keadaan spesifik

Keadaaan Mekanisme Abnormal

Wajah Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori kronis,


seperti tidak adekuatnya penyedian kalori dan nutrisi
orang tua kebutuhan kalori terus meningkat sesuai
dengan pertambahan usia cadangan makanan berupa
tulang pipi lemak subkutan terus menerus digunakan
menonjol lemak subkutan terus menghilang lemak di
pipi menghilang tulang pipi menonjol kesan
wajah seperti orang tua

Ada iga Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori


gambang kronis, tidak adekuatnya penyedian kalori dan
31 nutrisi kebutuhan kalori terus meningkat
sesuai pertambahan usia cadangan makanan
berupa lemak subkutan terus menerus
digunakan lemak subkutan terus menghilang
lemak subkutan didada menghilang tulang
iga menonjol

Perut Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori


cekung kronis, tidak adekuatnya penyedian kalori dan
nutrisi kebutuhan kalori terus meningkat
sesuai pertambahan usia cadangan makanan
berupa lemak subkutan terus menerus
digunakan lemak di perut menghilang perut
cekung dan kadang gambaran usus dapat
terlihat.

Lengan dan Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori


tungkai kronis, tidak adekuatnya penyedian kalori dan
atrofi nutrisi kebutuhan kalori terus meningkat
sesuai pertambahan usia cadangan makanan
berupa protein yang terdapat pada massa otot
digunakan otot atrofi.
Selain itu, kekurangan kalori kronis
menyebabkan BMR menurun, dan produksi
energi pun akhirnya menurun anak menjadi
hipotoni atrofi otot terjadi

Terdapat Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori kronis,


baggy tidak adekuatnya penyedian kalori dan nutrisi
pants kebutuhan kalori terus meningkat sesuai
pertambahan usia cadangan makanan berupa
protein yang terdapat pada massa otot
digunakan otot paha mengendor
Selain itu, kekurangan kalori kronis
menyebabkan BMR menurun, dan produksi
energi pun akhirnya menurun anak menjadi
32 hipotoni otot paha mengendor

Warna Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori kronis,


rambut tidak adekuatnya penyedian kalori dan nutrisi
seperti kebutuhan kalori terus meningkat sesuai
warna pertambahan usia defisiensi nutrisi dan kalori
rambut sistem imun menurun karena bahan produksi
jagung- kurang resiko infeksi meningkat
jarang, tipis diarediare menyebabkan mikronutrient dan
dan mudah makronutrient esensial yang harusnya terserap
dicabut menjadi keluar dengan percuma defisiensi
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E yang
penting bagi pertumbuhan rambut rambut
mudah rontok dan berwarna kemerahan.

Pada mata Absorbsi vitamin larut lemak yang normal


terdapat ditentukan oleh absorbsi normal dari lemak.
bercak Gangguan absorbsi lemak yang disebabkan oleh
seperti gangguan sistem empedu akan menyebabkan
busa sabun gangguan absorbsi vitaminvitamin yang larut
lemak. Setelah diabsorbsi, vitamin ini dibawa ke
hati dalam bentuk kilomikron dan disimpan di
hati atau dalam jaringan lemak. Di dalam darah,
vitamin larut lemak diangkut oleh lipoprotein
atau protein pengikat spesifik (Spesific Binding
Protein), dan karena tidak larut dalam air, maka
ekskresinya lewat empedu, yang dikeluarkan
bersama-sama feses.
Rendahnya profil lipid darah dan absorbsi lemak
serta kadar lemak tubuh Sandi akibat defisiensi
nutrisi dan kalori yang dialaminya menyebabkan
matebolisme vitamin A menjadi terganggu
salah satu fungsi vitamin A adalah memelihara
kesehatan jaringan epitel mata bercak bitot
terbentuk
33
Konjunctiva Defisiensi nutri dan kalori yang dialami Sandi
pucat defisisensi zat besi atau Fe juga terjadi Fe
merupakan bahan yang esensial dalam proses
sistesis hemoglobin hemoglobin sedikit
terbentuk anemia

b) Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan fisik pada


kasus?

Defisiensi karbohidrat, lemak, serta protein menyebabkan


pertumbuhan Sandi terganggu sehingga didapatkan berat
badan, tinggi badan, dan hubungan berat badan berdasarkan
tinggi badan yang berada dibawah kurva normal. Keadaan ini
menyebabkan Sandi tampak sangat kurus dengan tulang pipi
dan iga tampak menonjol serta perut cekung.
Kekurangan asupan lemak mengakibatkan cadangan
lemak subkutis Sandi menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan kulit di sekitar pantat menjadi keriput dan
bermanifestasi sebagai baggy pants. Sementara defisit kalori
menyebabkan tubuh mengambil protein dari otot untuk
mencukupi kebutuhan energi. Akibatnya, otot pada lengan
dan tungkai menjadi atrofi.
Defisiensi vitamin A menyebabkan rambut berwarna
kemerahan dan mudah dicabut. Defisiensi vitamin A juga
menimbulkan bintik Bitot yang tampak seperti busa sabun.
Kulit kusam merupakan manifestasi dari defisiensi vitamin
B2 dan vitamin E ditambah dengan defisiensi beberapa
mineral. Kulit kusam dapat juga merupakan manifestasi dari
dehidrasi. Sandi mengalami diare persisten sehingga banyak
cairan yang keluar dari tubuh. Dehidrasi juga menyebabkan
kesadaran Sandi menjadi apatis. Sedangkan konjungtiva
pucat menandakan anemia yang bisa disebabkan karena
diare yang terus-menerus atau karena defisit zat-zat yang
dibutuhkan untuk produksi eritrosit seperti Fe.
34
Status gizi dan status pertumbuhan:
Sumber: Indikator Pertumbuhan Anak Berdasarkan
Growth Chart WHO

c) Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan fisik yang


didapatkan pada kasus?
Bercak Bitot

Rambut jagung

35
Iga Gambang, atrofi otot

Baggy pants

Wajah Seperti
36
Orang Tua dan Tulang Pipi Menonjol
6. Aspek Klinis
a) Diagnosis banding

KEP berat/Gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 (tiga) tipe


yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor.
1. Kwashiorkor
1. Kebayakan menyerang anak dibawah lima tahun (balita)
2. Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada
punggung kaki (dorsum pedis), perut dan tangan
3. Muka bulat seperti bulan (moonface)
4. Pandangan mata sayu
5. Rambut menjadi lurus, kusam, halus, tipis, kemerahan
seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit dan rontok
6. Perubahan status mental/gangguan psikomotor, apatis,
tidak gembira, tidak ada nafsu makan dan rewel
7. Hati membesar dan berlemak
8. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada
posisi berdiri atau duduk
9. Otot-otot berkurang dan melemah
10. Kulit mengalami depigmentasi, kering, bersisik, pecah-
pecah dan dermatosis
11. Luka sukar sembuh
12. Sering disertai
37 : penyakit infeksi (umumnya akut)
13. Anemia dan xeroftalmia
14. diare
2. Marasmus
1. Umumnya menyerang bayi (dua belas bulan pertama)
2. Pertumbuhan terhambat
3. Lemak dibawah kulit berkurang
4. Otot-otot berkurang dan melemah
5. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
6. Apatis dan wajah seperti orang tua
7. Cengeng, rewel
8. Kulit keriput
9. Anak kelihatan waspada dan lapar
10. jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak
ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai
celana longgar/baggy pants)
11. Perut cekung
12. Iga gambang
13. Gastroenteritis yang diikuti dehidrasi, infeksi saluran
pernapasan, tuberkulosis, cacingan berat dan penyakit
kronis lain
14. Diare
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gabungan tanda-tanda marasmus dan kwashiorkor
1. Sangat kurus
2. Rambut jagung dan mudah rontok
3. Perut buncit
4. Punggung kaki bengkak
5. Rewel
b) Algoritma diagnosis

38
Tatacara pemerksaan Anak Gizi Buruk
1) Anamnesis
Awal
- Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
- lama dan frekuensi muntah atau diare, serta tampilan
dari bahan muntah atau diare, serta tampilan dari bahan
muntah atau diare.
- saat terakhir kencing
Lanjutan
- kebiasaan makan sebelum sakit Makan/minum/menyusui
pada saat sakit
- jumlah makanan dan cairan yang didapat dalam
beberapa hari terakhir
- kontak dengan penderita campak atau tuberculosis paru
- pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
- kejadian dan penyebab kematian dari kakak atau adik
-berat badan lahir
- tumbuh kembang. Misalnya: duduk, berdiri dan lain-lain
- riwayat imunisasi
- apakah ditimbang setiap bulan di posyandu
39
- apakah sudah mendapatkan imunisasi lengkap

2) Pemeriksaan Fisik
- apakah anak tampak sangat kurus/ edema/
pembengkakan kedua kaki
- tanda - tanda terjadinya syok (renjatan): tangan da kaki
dingin, nadi lemah, dan kesadaran menurun.
- suhu tubuh : hipotermia atau demam.
- kehausan
- frekuensi pernafasan dan tipe pernafasan: gejala
pneumonia atau gejala gagal jantung
- berat badan dan tinggi badan atau panjang badan,
dibandingkan dengan tabel (Buku 1 tata laksana gizi buruk)
halaman 26-29
- pembesaran hati dan adanya kekuningan (ikterus) pada
bagian putih mata (konjunctiva)
- adanya perut kembung, suara usus dan adnaya suara
seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)
- pucat yang sangat berat terutama pada telapak tangan
(dibandingkan dengan telapak tangan ibu)
- gejala pada mata : kelainan pada kornea an konjunctiva
sebagai tanda kekurangan vitamin A
- telinga, mulut dan tenggorokan : tanda -tanda infeksi
- kulit : tada- tanda infeksi atau adanya purpura
- tampilan (konsistensi) tinja.

c) Diagnosis kerja
Gizi Buruk tipe marasmus, diare kronis, anemi, defisiensi
vitamin A

d) Definisi
Gizi buruk adalah kondisi ketika klinis anak tampak sangat
kurus dan/atau adanya edema pada kedua punggung kaki
sampai seluruh tubuh. Sedangkan secara antropometri berat
badan per panjang/tinggi badannya dibawah -3 SD (jika tidak
terdapat edema). Berdasarkan gejala klinisnya, anak gizi
buruk dibagi menjadi dua, yaitu gizi buruk dengan edema
dan gizi buruk tanpa edema.

e) Pemeriksaan penunjang
40
Gula darah
Preprat apus darah
Hb atau Ht
Urin rutin / kultur bateri
Feses rutin
Foto rontgen
Tes tuberkulin

f) Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia
masih tinggi. Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan
prevalensi balita gizi buruk yaitu dari 10,1% pada tahun
1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada
tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan
kembali prevalensi gizi buruk dari 8,0% menjadi 8,3% pada
tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 8,8% pada
tahun 2005.
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan seluruh
Indonesia terjadi penurunan kasus gizi buruk yaitu pada
tahun 2005 terdata 76.178 kasus kemudian turun menjadi
50.106 kasus pada tahun 2006 dan 39.080 kasus pada tahun
2007. Penurunan kasusgizi buruk ini belum dapat dipastikan
karena penurunan kasus yang terjadi kemungkinan juga
disebabkan oleh adanya kasus yang tidak terlaporkan (under
reported).

g) Etiologi dan Faktor resiko


Menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus
adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet
yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena
kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini
merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan
makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada
beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa
sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus
41
adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat
masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan
orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu
kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus,
terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis,
bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung
bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum,
palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada
keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek
mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan
tambahan yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru
ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian
makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan
marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk
timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti
pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian
diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu
encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila
disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan
42
menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut
:

1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas


makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat
bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang
mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau
demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah
tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-
faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan
masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan
rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh
karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama
lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya
(Dinkes SU, 2006).

h) Patofisiologi

Pada kasus ini, faktor risiko yang dialami Sandi antara lain
adalah: riwayat keluarga dengan sosioekonomi rendah dan
pengetahuan orang tua yang rendah sehingga pemberian
nutrisi kepada anak sejak dini kurang tepat dan tidak terjaga
higienitasnya. Pemberian asupan nutrisi yang tidak higienis
menimbulkan infeksi pada bayi sehingga terjadi gangguan
pada penyerapan nutrisi dan terjadinya diare. Selain itu
pemberian susu formula yang terlalu dini (pada usia 2 bulan)
juga memicu terjadinya diare dan gangguan absorbsi nutrisi
oleh saluran cerna bayi (intoleransi laktosa) sehingga bayi
43
terus mengalami diare berulang dan kekurangan nutrisi.
Kekurangan nutrisi inilah yang menyebabkan timbulnya
gejala klinis pada bayi seperti bayi tampak sangat kurus,
rambut merah pada bayi, timbulnya bercak pada mata, atrofi
otot, serta penurunan kesadaran dan penurunan suhu tubuh
bayi.

i) Manifestasi Klinis

1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik terganggu (berat


badan < 60%).

2. Tampak sangat kurus (gambaran seperti kulit pembalut


tulang).

3. Muka seperti orang tua (old man face).

4. Pucat, cengeng, apatis.

5. Rambut kusam, kadang-kadang pirang, kering, tipis dan


mudah dicabut.

6. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit


sampai tidak ada, sehingga kulit kehilangan turgornya.

7. Jaringan otot hipotrofi dan hipotoni.

8. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus


yang jelas.

9. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak


sianosis.

10. Sering disertai penyakit infeksi, diare kronis atau


konstipasi.

j) Tatalaksana dan Follow up


44

Langkah tatalaksana pada kasus:

1. Tanda bahaya dan tanda penting


Pada kasus tanda bahaya yang ditemukan antara lain adalah
syok (nadi cepat dan penurunan suhu tubuh) serta dehidrasi
sehingga anak masuk ke kondisi III.

2. Perawatan awal fase stabilisasi

Pemeriksaan berat badan dan suhu tubuh (aksila)

Pemberian cairan dan makanan:

a. Segera berikan 50 ml glukosa atau larutan gula pasir


10% (oral/NGT)

Pada 2 jam pertama:

Berikan F75 tiap 30 menit dengan dosis dari dosis untuk


2 jam sesuai BB (dosis untuk Sandi= 10 ml/1 kali makan)

Catat nadi, frekuensi nafas, kesadaran, dan asupan F75


setiap 30 menit

b. Jika membaik, dalam 10 jam berikutnya:

Teruskan pemberian F75 tiap 2 jam dengan dosis F75 tiap


2 jam = 40 ml/1 kali makan

Catat denyut nadi dan frekuensi nafas

Jika anak dapat menghabiskan F75, pemberian dapat


diubah menjadi tiap 3 jam dan jika anak mampu
menghabiskan dosis diganti menjadi pemberian tiap 4 jam

Antibiotika sesuai umur

Karena Sandi 45 datang dengan komplikasi (hipotermia,


hipoglikemia, tampak sakit) maka pemberian antibiotik
adalah:
Gentamisin IV atau IM dengan dosis 7,5 mg/kgBB (dosis = 30
mg) setiap hari sekali selama 7 hari ditambah:

Ampisilin IV atau IM 50mg/kgBB (dosis= 200 mg) setiap 6


jam selama 2 hari diikuti Amoksisilin oral 15 mg/kgBB (dosis
= 60 mg) tiap 8 jam selama 5 hari

3. Perawatan lanjutan fase stabilisasi

Anamnesis lanjutan untuk mengetahui adanya kejadian


campak dan TB paru

Pemeriksaan fisik:

- Fisik umum: panjang badan, thoraks, abdomen, otot,


jaringan lemak

- Fisik khusus: pemeriksaan mata, pemeriksaan kulit,


pemeriksaan THT

Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan kadar gula


darah dan hemoglobin

Tindakan: pemberian vitamin A, asam folat,


multivitamin tanpa Fe, pengobatan penyakit penyulit,
stimulasi

Pada tahap akhir fase stabilisasi, bila setiap dosis F75 yang
diberikan dengan interval 4 jam dapat dihabiskan, maka F75
diganti dengan F100 (masuk ke fase transisi)

4. Perawatan lanjutan fase transisi


46
a. F75 diganti dengan F100, diberikan tiap 4 jam dengan
dosis 85 ml/1 kali makan selama 2 hari. Ukur dan catat nadi,
pernafasan, dan asupan F100 tiap 4 jam

b. Pada hari ke 3, mulai diberikan F100 dengan dosis 95


ml/4 jam. Pada 4 jam berikutnya, dosis dapat dinaikkan
hingga 10 ml sampai anak tidak mampu menghabiskan
(dosis maksimal 140 ml)

c. Pada hari ke 4 diberikan F100 tiap 4 jam dengan dosis


antara dosis 95 140 ml. Kondisi ini dipertahankan hingga
hari ke 7-14 sesuai kondisi anak

5. Perawatan lanjutan fase rehabilitasi

Pada fase rehabilitasi anak dapat diberikan F100 dan


makanan padat sesuai usia dan kemampuan anak (contoh
makanan: makanan bayi, sari buah). Pemberian makanan
dilanjutkan sampai status gizi anak > -3 SD.

Catatan:

- Fe tidak boleh diberikan sebelum fase stabilisasi


(minggu ke 2)

- Jangan memberikan cairan intravena kecuali ada syok


atau dehidrasi berat

- Jangan berikan protein terlalu tinggi pada fase


stabilisasi

47
k) Edukasi dan pencegahan
Marasmus
Penuhi asupan nutrisi sesuai usia anak (MP-ASI mulai usia
6 bulan)
Makan makanan bergizi
Imunisasi yang lengkap
Meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan

Defisiensi vitamin A
Beri makanan yang cukup mengandung vitamin A
Kenali tanda defisiensi vitamin A, seperti hiperkeratosis
folikuler, tidak dapat membedakan warna, bercak bitot,
xeroftalmia, keratomalasia, anosmia, hipogeusia.
Bila ada tanda-tanda kekurangan vitamin A segera ke
dokter

Diare
Hindari faktor risiko terjadinya diare
Beri MP-ASI untuk bayi usia 6 bulan keatas
Gunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari
Bersihkan dan buang feses bayi dengan benar
Beri imunisasi campak segera setelah 9 bulan, karena
anak yang sakit campak sering diare

Anemia
Beri asupan makanan yang banyak mengandung zat besi
(Fe) dan asam folat
Pemberian suplemen zat besi
ASI eksklusif selama 4-6 bulan setelah melahirkan

l) Komplikasi

1 Mudah terkena infeksi

Gizi buruk melemahkan sistem pertahanan tubuh sehingga


mudah sekali terkena infeksi.

2 Hipotermia

Tidak adanya cadangan lemak dalam tubuh dapat membuat


tubuh rentan terkena hipotermia.

3 Stunting 48

Akibat gizi buruk, terjadi gangguan pertumbuhan pada anak.


4 Dehidrasi berat

5 Pneumonis

6 Demam tinggi

7 Penurunan kesadaran

8 Kematian

9 Diare

10 Gagal tumbuh

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek


gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak
menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan
perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka
panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan
perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa
percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.

m) Prognosis
Qua ad vitam : bonam
Qua ad functionam: Dubia ad bonam
Qua ad sanationam: Dubia ad bonam

n) SKDI

4A Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan


melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara
mandiri dan tuntas.

V. Learning Issue

1) Gizi Buruk
49
Definisi
Pengertian Gizi buruk (severe malnutrition) menurut Ikatan
Dokter Anak Indonesia (2008) adalah suatu istilah tehnis yang
umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran,
gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan
gizi menahun.
Menurut Depatemen Kesehatan (2008) gizi buruk adalah
keadaan kekurangan gizi menahun yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari. Kekurangan
gizi tingkat berat pada anak balita berdasarkan pada indeks berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB-PB) <-3 SD dan atau ditemukan
tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmus-
kwashiorkor Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata.

50

Klasifikasi
Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk
karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan
kekurangan kedua-duanya. Perbedaan tipe tersebut didasarkan
pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang
berbeda-beda.

a) Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan
karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti
orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering
diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah:
o Anak tampak sangat kurus karena hilangnya
sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal
tulang terbungkus kulit
o Wajah seperti orang tua
o Iga gambang dan perut cekung
o Otot paha mengendor (baggy pant)
o Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan
anak masih terasa lapar

51
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein
yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan
anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi
52
antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain
faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak
sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap
terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab
marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat
masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang
tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian
secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus,
terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis,
bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung
bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum,
palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus
hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada
keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek
mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian
makanan tambahan yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru
ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian
makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan
marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi
untuk timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi
diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan
kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu
53
yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu,
dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis
akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus
b) Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk
(suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi
disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh
lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tanda
khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema.
Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali
seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya
protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika
hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk
reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika
ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena
posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik.
o Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
o Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung
dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang
lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
o Wajah membulat dan sembab
o Pandangan mata anak sayu
o Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah
dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan
yang licin dan pinggir yang tajam.
54
o Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas
dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
(crazy pavement dermatosis)
c) Marasmus-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala
klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak
cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi juga terlihat.
Penyebab

Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi


disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering
55
sakit/terkena infeksi, atau disebabkan oleh banyak faktor lainnya
seperti, tidak tersedianya makanan yang adekuat, dan anak tidak
cukup mendapat makanan bergizi seimbang, serta pola asuh yang
salah (IDAI, 2008).

Menurut Departemen Kesehatan (2005) gizi buruk di


pengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, secara langsung
gizi buruk dipengaruhi oleh tiga faktor penyebab yaitu, anak tidak
cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang, anak tidak
mendapatkan asuhan gizi yang memadai, dan anak menderita
penyakit infeksi.
a. Anak tidak cukup mendapat makanan yang bergizi seimbang
Bayi dan anak balita tidak mendapatkan makanan yang bergizi
seperti ASI (Air Susu Ibu) ekslusif, dan setelah 6 bulan anak tidak
mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat. Pada
keluarga dengan tingkat pendidikan rendah seringkali anak
mendapatkan makanan seadanya karena faktor ketidaktahuan
dan ketidakmampuan.
b. Anak tidak mendapatkan asupan gizi yang memadai
Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk.
Pengetahuan orang tua yang kurang tentang pola asuh anak
sehingga asupan gizi yang cukup tidak terpenuhi. Salah satu
contohnya adalah anak yang tidak diasuh oleh ibunya sendiri,
pengasuh kurang mengerti pentingnya makanan bergizi
sehingga anak tidak mendapat gizi yang cukup.
c. Anak menderita penyakit infeksi
Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian penyakit infeksi
dan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami
penurunan daya tahan, sehingga anak mudah terkena penyakit
infeksi. Demikian juga anak yang menderita infeksi akan
cenderung menderita gizi buruk.

Patofisiologi 56
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan
atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi,
psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan
lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein,
vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini
merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga
mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi
vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut.
Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap.
Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel
tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada
cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi
ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau
kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air
(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin
myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat
dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena
kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan
HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang
ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya
penumpukan lemak di hepar.

Komplikasi
Dampak gizi buruk pada anak terutama balita:

1) Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai


dewasa terhambat.

2) Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi.

3) Bisa menyebabkan kematian


57
bila tidak dirawat secara intensif.
2) Tatalaksana Gizi Buruk

PRINSIP DASAR PELAYANAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK

Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah


penting yaitu:

1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5. Obati/cegah infeksi

6. Mulai pemberian makanan

7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)

8. Koreksi defisiensi nutrien mikro

9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu


fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas
kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk
setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor,
Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.

58
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:

No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI


Hari ke 1-2
Hari ke 2-7 Minggu ke-2
Minggu ke 3-7

1 Hipoglikemia

2 Hipotermia

3 Dehidrasi

4 Elektrolit

5 Infeksi

6 MulaiPemberian

makanan

7 Tumbuh kejar

(Meningkatkan

Pemberian
Makanan)

8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe

9 Stimulasi

10 Tindak lanjut

B. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP


BERAT/GIZI BURUK

1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula


dalam darah rendah)

Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada


anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak
terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat
menerima makanan usahakan memberikan makanan
59
saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi
masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika
anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan
glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten.

2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh


rendah)

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah


360 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang
dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap
anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu
dijaga agar anak tetap dapat bernafas.

Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut


tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut
tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak.
Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu
anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali.
Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus
dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh
kembali pada keadaan hipothermia.

Tidak dibenarkan

penghangatan anak dengan menggunakan

botol berisi air panas

3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP


60
berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah :

Ada riwayat diare sebelumnya


Anak sangat kehausan

Mata cekung

Nadi lemah

Tangan dan kaki teraba dingin

Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah :

Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap


setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat
minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi
minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit
dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP
disebut ReSoMal (lampiran 4).

Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi


buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali.
Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi
intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan
NaCL dengan perbandingan 1:1.

KEP BERAT/GIZI BURUK YANG DIRUJUK KE RSU HARUS


DILAKUKAN TINDAKAN PRA RUJUKAN UNTUK

MENGATASI HIPOGLIKEMI, HIPOTERMIA, DAN DEHIDRASI

4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit


61
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit diantaranya :
Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma
rendah.

Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema


dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan
waktu paling sedikit 2 minggu.

JANGAN OBATI EDEMA DENGAN PEMBERIAN


DIURETIKA

Berikan :

- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam

- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang


diencerkan 2 X (dengan penambahan 1 liter air) ditambah
4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan
berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral
( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk
makanan lumat/lunak

Contoh bahan makanan sumber mineral

Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang


tanah, telur ayam

Sumber Cuprum : daging, hati.

Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.

Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.

Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel,


alpukat,
62

bayam, daging tanpa lemak.

5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi


Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya
menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali
tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi
buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan
dosis sebagai berikut :

UMUR KOTRIMOKSASOL AMOKSISIL


IN
ATAU (Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 3
BERAT Beri 2 kali sehari selama 5 hari
kali
BADAN
sehari
untuk 5
hari

Tablet Tablet Sirup/5ml Sirup


dewasa Anak
40 mg
80 mg 20 mg trimeto
125 mg
trimeto trimeto
prim + 200
per 5 ml
prim + 400 prim + 100 mg
mg mg sulfametok
sulfametok sulfametok
sazol
sazol sazol

2 sampai 4
bulan
1 2,5 ml 2,5 ml
(4 - < 6 kg)

4 sampai 12
bulan
2 5 ml 5 ml
(6 - < 10 Kg)
63
12 bln s/d 5
thn
1 3 7,5 ml 10 ml
(10 - < 19
Kg)

Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur


sudah mencapai 9 bulan

Catatan :

Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga


menderita penyakit infeksi, maka lakukan pengobatan
untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah.
Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke
Rumah Sakit Umum.

Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi


akan berkurang dengan sendirinya pada pemberian
makanan secara hati-hati. Berikan metronidasol 7,5
mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut
segera rujuk ke rumah sakit

BILA DIARE BERLANJUT ATAU MEMBURUK

ANAK SEGERA DIRUJUK KE RUMAH SAKIT

6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk

Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :

Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi

64

Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)


Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-
hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang.

Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak


dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan
protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco
yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus
disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip
tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :

- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa

- Energi : 100 kkal/kg/hari

- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari

- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg
bb/hari)

- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi


Formula WHO 75/pengganti/Modisco dengan
menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah
berikan dengan sendok/pipet

- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau


pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun
sesuai dengan kebutuhan anak

Keterangan :

Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema,


maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat dalam
waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
65

Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO


75/pengganti/Modisco dalam sehari, maka berikan sisa
formula tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan
ketrampilan petugas )

Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg
bb/hari

Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan


menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi
menjadi setiap 4 jam

Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir


minggu 1)

Pantau dan catat :

- Jumlah yang diberikan dan sisanya

- Banyaknya muntah

- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja

- Berat badan (harian)

- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada


penderita dengan edema , mula-mula berat badannya
akan berkurang kemudian berat badan naik

7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up


growth)

Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase
rehabilitasi :

Fase Transisi (minggu ke 2)

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara


berlahan-lahan
66 untuk menghindari risiko gagal jantung,
yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan
dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-
1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi
100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka
waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein
yang sama.

Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya


sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah
30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi:

1. frekwensi nafas

2. frekwensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan


denyut nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4
jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.
Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti
di atas.

3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:

- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak


terbatas dan sering.

- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari

- Protein 4-6 gram/kg bb/hari

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri


formula WHO 100/Pengganti/Modisco
67
1, karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :


- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah
tidak terbatas dan sering

- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari

- Protein 4-6 g/kgbb/hari Bila anak masih mendapat ASI,


teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2
) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk
tumbuh-kejar.

- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :

- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.

Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.

Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-


evaluasi menyeluruh.

TAHAPAN PEMBERIAN DIET

FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI

FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75 FORMULA WHO


100 ATAU PENGGANTI

FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU


PENGGANTI)

68
MAKANAN KELUARGA
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro

Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang


vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan
tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai
anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya
pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi
dapat memperburuk keadaan infeksinya.

Berikan setiap hari :

Tambahan multivitamin lain

Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk
tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai
berikut :

Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi

UMUR TABLET BESI/FOLAT SIRUP BESI

DAN Sulfas ferosus 200 mg Sulfas ferosus 150 ml


+ 0,25 mg Asam Folat
BERAT BADAN Berikan 3 kali sehari
Berikan 3 kali
sehari

6 sampai 12 bulan tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)

(7 - < 10 Kg)

12 bulan sampai 5 tablet 5 ml (1 sendok teh)


tahun

Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel


Pamoat dengan
69 dosis tunggal sebagai berikut :

UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT


(125mg/tablet)

(DOSIS TUNGGAL)

4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 tablet


Kg)

9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 tablet


Kg)

1 tahun sampai 3 tahun (10- 1 tablet


<14 Kg)

3 Tahun sampai 5 tahun (14- 1 tablet


<19 Kg)

Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis

Umur Kapsul Vitamin Kapsul Vitamin A


A

200.000 IU 100.000 IU

6 bln sampai 12 - 1 kapsul


bln

12 bln sampai 5 1 kapsul -


Thn

Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian


kapsul Vitamin A

9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional

Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan


70
perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan :

- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan

- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30


menit/hari

- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh

- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan,


memandikan, bermain dsb)

10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah

Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning


anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga
kesehatan puskesmas atau bidan di desa.

Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap


dilanjutkan dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti
pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan aktifitas
bermain.

Nasehatkan kepada orang tua untuk :

- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara


teratur di Puskesmas

- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk


memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat
pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan
anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu/puskesmas.

- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi


dan nutrien yang padat

- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau


71
Posyandu

- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal


- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000
SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari
dan Agustus.

3) Asuhan Nutrisi Pediatri

Langkah-langkah ANP

1. Assessment (penilaian)
Penilaian meliputi penentuan status gizi, masalah yang
berhubungan dengan proses pemberian makanan dan diagnosis
klinis pasien. Anamnesis meliputi asupan makan, pola makan,
toleransi makan, perkembangan oromotor, motorik halus dan
motorik kasar, perubahan berat badan, faktor sosial, budaya dan
agama serta kondisi klinis yang mempengaruhi asupan.
Penimbangan berat badan dan pengukuran panjang/tinggi badan
dilakukan dengan cara yang benar dan menggunakan timbangan
yang telah ditera secara berkala. Pemeriksaan fisik terhadap
keadaan umum dan tanda spesifik khususnya defisiensi
mikronutrien harus dilakukan.
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan
(BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB
atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan
adalah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan
grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun.
Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena
mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000.
Subyek penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5 benua dan
mempunyai lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan
optimal. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan
grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak
memiliki grafik BB/TB
72
dan data dari WHO 2007 merupakan
smoothing NCHS 1981.
Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO

2006 untuk usia 0-5 tahun dan persentase berat badan ideal
sesuai kriteria Waterlow untuk anak di atas 5 tahun.
Penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO
2006, dan CDC 2000

Status gizi lebih (overweight)/obesitas ditentukan


berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)
Bila pada hasil pengukuran didapatkan, terdapat potensi
gizi lebih (>+1 SD ) atau BB/TB>110%, maka grafik IMT sesuai
usia dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan adanya
obesitas. Untuk anak <2 tahun, menggunakan grafik IMT WHO
2006 dengan kriteria overweight Z score > + 2, obesitas > +3,
sedangkan untuk anak usia 2-18 tahun menggunakan grafik IMT
CDC 2000 (lihat algoritma). Ambang batas yang digunakan
untuk overweight ialah diatas P85 hingga P95 sedangkan untuk
obesitas ialah lebih dari P95 grafik CDC 2000.

73
Dalam keadaan tertentu dimana berat badan dan
panjang/tinggi badan tidak dapat dinilai secara akurat, misalnya
terdapat organomegali, edema anasarka, spondilitis atau
kelainan tulang, dan sindrom tertentu maka status gizi
ditentukan dengan menggunakan parameter lain misalnya
lingkar lengan atas, knee height, arm span dan lainnya.

2. Penentuan Kebutuhan
Kebutuhan kalori idealnya ditentukan secara individual
menggunakan kalorimetri indirek, namun hal tersebut mahal dan
tidak praktis. Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung
pada kondisi klinis tertentu. Untuk kemudahan praktek klinis,
kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan:
a. Keadaan sakit kritis
Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor stres
b. Keadaan tidak sakit kritis
Gizi baik/kurang
Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat
badan ideal dikalikan RDA menurut usia tinggi
(height age). Usia-tinggi adalah usia bila tinggi
badan anak tersebut merupakan P50 pada grafik.
Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung
74
pada kondisi klinis tertentu. Apabila anak
mengalami gizi buruk maka perlu ditatalaksana
berdasarkan Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO.
Sedangkan bila anak normal/gizi kurang, maka
dihitung berdasarkan perhitungan target BB-ideal:
BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target
untuk menghindari sindrom refeeding
Obesitas
Target pemberian kalori adalah:
BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai
tercapai target diikuti peningkatan aktivitas fisik
dan perubahan perilaku.
*Berat badan ideal adalah berat badan menurut tinggi
badan pada P50 kurva pertumbuhan
3. Penentuan cara pemberian

Pemberian nutrisi melalui oral atau enteral merupakan


pilihan utama. Jalur parenteral hanya digunakan pada situasi
tertentu saja. Kontra indikasi pemberian makan melalui
saluran cerna ialah obstruksi saluran cerna, perdarahan
saluran cerna serta tidak berfungsinya saluran cerna.
Pemberian nutrisi enteral untuk jangka pendek dapat
dilakukan melalui pipa nasogastrik atau nasoduodenal atau
nasojejunal. Untuk jangka panjang, nutrisi enteral dapat
dilakukan melalui gastrostomi atau jejunostomi. Untuk nutrisi
parenteral jangka pendek (kurang dari 14 hari) dapat
digunakan akses perifer, sedangkan untuk jangka panjang
harus menggunakan akses sentral.
4. Penentuan jenis makanan

Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan


disesuaikan dengan usia dan kemampuan oromotor pasien,
75
misalnya 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan-1 tahun ASI
dan/atau formula di-tambah makanan pendamping, 1-2 tahun
makanan keluarga ditambah ASI dan/atau susu sapi segar,
dan di atas 2 tahun makanan keluarga. Jenis sediaan makanan
untuk enteral disesuaikan dengan fungsi gastrointestinal dan
dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:

Polimerik, yang terbuat dari makronutrien intak yang


ditujukan untuk fungsi gastrointestinal yang normal,
terbagi menjadi formula standar dan formula makanan
padat kalori

Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa


polimer, protein terhidrolisat, trigliserida rantai sedang
(MCT, medium chain triglyceride)

Modular, terbuat dari makronutrien tunggal

Pada pemberian parenteral, pemberian jenis preparat


sesuai dengan usia, perhitungan kebutuhan dan jalur
akses vena. Untuk neonatus dan bayi beberapa asam
amino seperti sistein, taurin, tirosin, histidin merupakan
asam amino yang secara khusus/kondisional menjadi
esensial, sehingga dibutuhkan sediaan protein yang bisa
berbeda antara bayi dan anak.
5. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi meliputi pemantauan


terhadap akseptabilitas atau penerimaan makanan, dan
toleransi (reaksi simpang makanan). Reaksi simpang yang
dapat terjadi pada pemberian enteral antara lain adalah
mual/muntah, konstipasi dan diare. Pada pemberian
parenteral dapat terjadi reaksi infeksi, metabolik dan mekanis.
Selain itu, diperlukan pemantauan efektivitas berupa
monitoring pertumbuhan. Pada pasien rawat inap evaluasi dan
monitoring dilakukan setiap hari, dengan membedakan antara
76
pemberian jalur oral/enteral dan parenteral. Pada pasien
rawat jalan evaluasi dilakukan sesuai kebutuhan.
Langkah-langkah melakukan asuhan nutrisi
pediatrik.

77
78
VI. Kerangka Konsep

Riwayat sosial ekonimi


yang rendah

Lingkungan Pegetahuan ibu yag


kemungkinan rendah

Pembuatan ASI stop usia Diberi susu 6 bulan


susu formula 2 bulan formula sejak belum diberi
yag tidak usia 2 bulan
higenis (pencernaan
Imunitas Kandungan makro
Bayi bayi belum
menurun &mikro nutrien
terinfeksi malasorbsi
pada saluran
Sitokin pro- Caian & elektrolit di
inflamasi usus yang

anoreksia

Diare
Anemia
KEP Def. Fe (konjunctiva
pucat
Penuru
Simpanan Mobilisasi Penuruan Perkemban Pertumbu Defisiens nan vol.
kalori protein otot jar. Lemak gan han i vit. A Plasma
neurodevel tergangg &CO
opmental
Tubuh tidak Atrofi otot Kurus, wajah
terganggu BB/U,
menghasilka spt orang Penuruna
TB/U,
n panas tua, iga Anak n perfusi/
BB/TB
gambang, belum bisa aliran
hipotermi perut cekung, tengkurap darah ke
baggy pants organ
Rambut Penumpukan Kesadara
jangung, keratin n apatis
tipis dan &epitel di dan
mudah cengeng

Tebentuk
bercak
79 bitot

VII. Sintesis Gizi Buruk tanpa


Edema
(marasmus)
Sandi Bayi laki-laki usia 6 bulan dengan riwayat sosial-
ekonomi yang rendah terdiri ayah tidak tamat SD dan berkerja
sebagau buruh, serta ibu tidak tamatan SD dan bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Karena faktor sosial yang rendah menyebabkan
lingkunan tempat tinggal yang ditempati sandi tidak higenis,
menyebabkan kebutuhan akan air bersih menurun, sehingga
pembuatan susu formula untuk sandi tidak higenis. Tidak higenisnya
air yang digunakan dalam pembuatan susu formula sandi,
menyebabkan tingginya faktor risiko untuk sandi mengalami infeksi
pada saluran pencernaan dan diare. Selama infeksi, sitokin pro-
inflmasi ikut meningkat, jika hal ini terus berlangsung lama, maka
dapat menyebabkan anoreksi pada Sandi.

Karena faktor pendidikan ibu yang rendah menyebabkan


pengetahuan ibu akan pemberian nutrisi pada anak juga rendah,
terdiri dari (1)pemberian ASI eskulsif tidak sampai 6 bulan yang
dapat menyeybabkan menurunya imunitas anak, (2) pemberian
susu formula pada usia 2 bulan (pencernaan anak belum sempurna)
menyebabkan malabsorbsi, sehingga cairan dan elektrolit di usus
meningkat, dan (3) belum diberikannya Makanan Pendamping ASI
kepada sandi, sehingga kurangnya asupan nutrisi sandi, sehingga
menyebabkan nutrisi sandi tidak terpenuhi dan berdampak pada
pertumbuhannya.

Diare yang terus berulang pada sandi dapat menyebabkan


menurunya penyerapan nutria dikarenakan meningkatnya gerakan
pristaltik usus. (1) Diare sendiri dapat menyebabkann menurunya
simpanan kalori yang akan berdampak pada tubuh tidak
menghasilkan panas sehingga terjadi hipotermi dan mobilisasi otot
yang dapat meyebabkan atrofi otot. Selain itu (2) penurunan ____
menyebabkan menurunnya jaringan lemak pada subkutis yang akan
80
terlihat dari hasil pemeriksaan fisik berupa tampak kurus, wajah
seperti orang tua, iga gambang, perut cekung dan terdapat baggy
pants.(3) penurunan absorsi nutrisi juga meyebabkan
perkembangan neurodevelopmental sandi terganggu, sehingga
menyebabkan sandi belum dapat tengkurap pada umur 6 bulan. (4)
pertumbuhan sandi juga mengalami gangguan, sehingga pada hasil
pemeriksaan fisik berat badan dan panjang badan sandi tidak
meningkat. (5) penurunan absorbs nutrisi juga dapat menyebabkan
sandi mengalami defisiensi vitamin A sehingga menimbulkan gejala
berupa rambut jagung, tipis dan mudah dicabut, serta pada
pemeriksaan mata terdapat bercak bitot (hasil penumpukan keratin
dan epitel di mata). (6) defisiensi besi juga dapat dialami oleh sandi
sehingga sandi menjadi anemia dengan tanda konjungtiva pucat.

Diare berulang juga dapat menyebabkan penurunan volume


plasma dan CO, yang mengakibatkan penurunan perfusi darah ke
organ terutama otak sehingga sandi mengalami penurunan
kesadaran (Apatis) dan cengeng. Jadi berdasarkan keluhan dan
pemeriksaan yang diperoleh sandi usia 6 bulan datang dengan
keluhan tidak mau makan (anoreksia) yang menyebabkan sandi
mengalami gizi buruk tipe marasmus.

Sebagai dokter umum dengan kasus yang diterima berupa


Gizi buruk tipe Marasmus harus dapat ditatalaksana hingga selesai.
Adapun 10 tatalaksananya terdiri dari,

1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5. Obati/cegah infeksi

9. Mulai pemberian makanan


81
10. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)

11. Koreksi defisiensi nutrien mikro


9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

11. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Sandi, Bayi laki-laki berusia 6 bulan dengan keluhan tidak mau
makan diduga mengalami Gizi Buruk tipe marasmus, diare
kronis, anemia, defisiensi vitamin A dengan imunisasi dasar
tidak lengkap dan kurangnya pengetahuan ibu terhadap
pemberian makan pada anak sebagai faktor predisposisi.

82
Daftar Pustaka

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Hasil Penataran Petugas Kesehatan


Dalam Rangka Pelayanan Gizi Buruk di Puskesmas dan Rumah
Sakit, BLK Cimacan, Oktober 1981.

Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen


Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 1997

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes.


Pedoman Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan
Petunjuk Pelaksanaan PMT pada Balita, Jakarta 1997.

London School of Hygiene and Tropical Medicine. Dietary


Management of PEM (Not Published, 1998)

WHO. Guideline for the Inpatient Treatment of Severely


Malnourished Children, WHO Searo, 1998.

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Pojok Gizi (POZI)


di Puskesmas, Jakarta 1997

Departemen Kesehatan RI. 2011. Tatalaksana anak gizi buruk, Buku


I. Jakarta: Departemen Kesehatan
Kliegman, Robert M [ed.]. 2011. Nelson textbook of pediatrics, 19th
edition. Philadelphia: Elsevier Saunders
Sjarif, Damayanti R, et. al. 2011. Asuhan Nutrisi Pediatrik. Unit Kerja
Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak
Indonesia
Adisasmito, Wiku Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di
Indonesia: Systematic
Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Makara
Kesehatan, 11(1), 83
Juni 2007, 1-10
Unicef Indonesia. Ringkasan Kajian Gizi Ibu & Anak. Oktober 2012
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Ilmu Kesehatan
Masyarakat. 2011.
Tatalaksanan Anak Gizi Buruk Buku I: Buku Bagan. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Ilmu Kesehatan
Masyarakat. 2011. Tatalaksanan Anak Gizi Buruk Buku II:
Petunjuk Teknik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

84

Anda mungkin juga menyukai