Anda di halaman 1dari 21

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Herpes genital merupakan salah satu penyakit menular seksual yang sering ditemui
dan telah berhasil mempengaruhi kehidupan jutaan pasien beserta pasangannya. Kebanyakan
individu mengalami gangguan psikologi dan psikososial sebagai akibat dari nyeri yang
timbul serta gejala lain yang menyertai ketika terjadi infeksi aktif. Oleh karena penyakit
herpes genital tidak dapat disembuhkan serta bersifat kambuh-kambuhan, maka terapi
sekarang difokuskan untuk meringankan gejala yang timbul, menjarangkan kekambuhan,
serta menekan angka penularan sehingga diharapkan kualitas hidup dari pasien menjadi lebih
baik setelah dilakukan penanganan dengan tepat.1
Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari manusia. Serupa
dengan herpes zoster, herpes simpleks menyebabkan luka-luka yang sangat sakit pada kulit.
Gejala pertama biasanya gatal-gatal dan kesemutan/perasaan geli, diikuti dengan lepuh yang
membuka dan menjadi sangat sakit. Infeksi ini dapat dorman (tidak aktif) dalam sel saraf
selama beberapa waktu namun tiba-tiba infeksi menjadi aktif kembali. Herpes dapat aktif
tanpa gejala.1
Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) adalah penyebab umum untuk luka-luka demam
(cold sore) di sekeliling mulut (80-90%). HSV-2 biasanya menyebabkan herpes kelamin (70-
90%). Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada kelamin dan HSV-2 dapat
menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks.1

Bab II
1
Pembahasan

2.1 Pengertian
Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel
yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat
genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). Ada dua macam tipe HSV (Herpes
Simplex Virus) yaitu: HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital.
Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi
dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan tipe 2 mengenai daerah
genital.2
HSV (Herpes Simplex Virus) dapat menimbulkan serangkaian penyakit, mulai dari
ginggivostomatitis sampai keratokonjungtivitis, ensefalitis, penyakit kelamin dan infeksi pada
neonatus. Komplikasi tersebut menjadi bahan pemikiran dan perhatian dari beberapa ahli,
seperti: ahli penyakit kulit dan kelamin, ahli kandungan, ahli mikrobiologi dan lain
sebagainya. Infeksi primer oleh HSV lebih berat dan mempunyai riwayat yang berbeda
dengan infeksi rekuren. Setelah terjadinya infeksi primer virus mengalami masa laten atau
stadium dorman, dan infeksi rekuren disebabkan oleh reaktivasi virus dorman ini yang
kemudian menimbulkan kelainan pada kulit. Infeksi herpes simpleks fasial-oral rekuren atau
herpes labialis dikenali sebagai fever blister atau cold sore dan ditemukan pada 25-40% dari
penderita Amerika yang telah terinfeksi. Herpes simpleks fasial-oral biasanya sembuh sendiri.
Tetapi pada penderita dengan imunitas yang rendah, dapat ditemukan lesi berat dan luas
berupa ulkus yang nyeri pada mulut dan esophagus.2
Virus herpes merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam famili herpesviridae
yang mempunyai morfologi yang identik dan mempunyai kemampuan untuk berada dalam
keadaan laten dalam sel hospes setelah infeksi primer. Virus yang berada dalam keadaan laten
dapat bertahan untuk periode yang lama bahkan seumur hidup penderita. Virus tersebut tetap
mempunyai kemampuan untuk mengadakan reaktivasi kembali sehingga dapat terjadi infeksi
yang rekuren. Prevalensi yang dilaporkan dari herpes genitalis bergantung pada karakteristik
demografis, sosial ekonomi dan klinis dari populasi pasien yang pernah diteliti dan teknik
pemeriksaan laboratorium dan klinik digunakan untuk mendiagnosa. Studi seroepidemiologi
menunjukkan disparitas yang lebar antara prevalensi antibodi dan infeksi klinis, ini
mengindikasikan bahwa banyak orang mendapat infeksi subklinik.2

2
2.2 Epidemiologi
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung pada faktor-faktor
seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya ditemukan pada daerah oral
pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi sosial ekonomi terbelakang. Kebiasaan,
orientasi seksual dan gender mempengaruhi HSV-2. HSV-2 prevalensinya lebih rendah
dibanding HSV-1 dan lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak
seksual. Prevalensi HSV-2 pada usia dewasa meningkat dan secara signifikan lebih tinggi
Amerika Serikat daripada Eropa dan kelompok ethnik kulit hitam dibanding kulit putih.
Seroprevalensi HSV-2 adalah 5% pada populasi wanita secara umum di Inggris, tetapi
mencapai 80% pada wanita Afro-Amerika yang berusia antara 60-69 tahun di Amerika
Serikat.3
Herpes genital mengalami peningkatan antara awal tahun 1960-an dan 1990-an. Di
Inggris laporan pasien dengan herpes genital pada klinik PMS meningkat enam kali lipat
antara tahun 1972-1994. Kunjungan awal pada dokter yang dilakukan oleh pasien di Amerika
Serikat untuk episode pertama dari herpes genital meningkat sepuluh kali lipat mulai dari
16.986 pasien di tahun 1970 menjadi 160.000 di tahun 1995 per 100.000 pasien yang
berkunjung. Di samping itu lebih banyaknya golongan wanita dibandingkan pria disebabkan
oleh anatomi alat genital (permukaan mukosa lebih luas pada wanita), seringnya rekurensi
pada pria dan lebih ringannya gejala pada pria. Walaupun demikian, dari jumlah tersebut di
atas hanya 9% yang menyadari akan penyakitnya. 3
Studi pada tahun 1960 menunjukkan bahwa HSV-1 lebih sering berhubungan dengan
kelainan oral dan HSV-2 berhubungan dengan kelainan genital. Atau dikatakan HSV-1
menyebabkan kelainan di atas pinggang dan VHS-2 menyebabkan kelainan di bawah
pinggang. Tetapi didapatkan juga jumlah signifikan genital herpes 30-40% disebabkan HSV-
1. HSV-2 juga kadang-kadang menyebabkan kelainan oral, diduga karena meningkatnya
kasus hubungan seks oral. Jarang didapatkan kelainan oral karena VHS-2 tanpa infeksi
genital. Di Indonesia, sampai saat ini belum ada angka yang pasti, akan tetapi dari 13 RS
pendidikan herpes genitalis merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) dengan gejala ulkus
genital yang paling sering dijumpai.3

Herpes Disease in Immunocompetent Disease in Immunocompromised Management


simplex Individuals Individuals
virus

3
Herpes Primary infection often Widespread local infection Immunization:
simplex asymptomatic Chronic ulcers vaccine
virus-1 Primary herpetic gingivostomatitis Disseminated cutaneous infection promising
(HSV-1) Herpes labialis Disseminated visceral infection Antiviral
(HHV-1) Herpetic whitlow agents
Aseptic meningitis Acyclovir
HSV encephalitis Valacyclovir
Famciclovir
Foscarnet
Herpes Primary infection often Widespread local infection Immunization:
simplex asymptomatic Chronic ulcers vaccine
virus-2 Herpes genitalis, primary and Disseminated cutaneous infection promising
(HSV-2) recurrent Disseminated visceral infection Antiviral
(HHV-2) Herpetic whitlow agents
Aseptic meningitis Acyclovir
Valacyclovir
Famciclovir
Foscarnet
Tabel 1. Herpes Simplex Virus and Associated Diseases in Immunocompetent and
Immunocompromised Individuals6

2.3 Etiologi2
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH), yang
merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV:
Herpes simplex virus tipe I: umumnya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar
wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
Herpes simplex virus tipe II: umumnya menyebabkan lesi pada genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).
Herpes simplex virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV yang juga
termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan varisela zoster yang
menyebabkan herpes zoster dan varisela. Sebagian besar kasus herpes genitalis disebabkan
oleh HSV-2, namun tidak menutup kemungkinan HSV-1 menyebabkan kelainan yang sama.
Pada umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara utama melalui vaginal atau
anal seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan herpes genital.
HSV-1 genital menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi
beberapa kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks.

4
2.4 Patogenesis2
HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herpesviridae; sebuah grup virus
DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperan secara luas pada infeksi manusia. Kedua
serotipe HSV dan virus varisela zoster mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus
alpha herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multipel, bertumbuh cepat dan
secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural host
ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran
virus pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif
kembali secara periodik. Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat
dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan mukosa.

Gambar 1. Patogenesis virus herpes

5
Gambar 2. Dua virus herpes dalam noda negatif mikrograf elektron transmisi (TEM)

Gambar 3. Herpes simplex virus: positive Tzanck smear A giant, multinucleated keratinocyte
on a Giemsa-stained smear obtained from a vesicle base. Compare the size of the giant cell to that of
the neutrophils also seen in this preparation. An isolated acantholytic keratinocyte is also seen.
Identical findings are present in lesions caused by varicella zoster virus.

6
Gambar 4. Herpes labialis

Gambar 5. Herpes genitalis


Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring. Virus menyebar melalui droplet

7
pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV-2 biasanya
ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes, terjadi penggabungan
dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit.
Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat
mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat.
Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan
berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di
ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital HSV-2 menimbulkan infeksi laten di ganglion
sakral. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus akan mengalami
reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini dalam
tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala
konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi primer. Faktor pencetus tersebut antara lain
adalah trauma atau koitus, demam, stress fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan,
alergi makanan dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas
penyebabnya. Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito-genital, ano-
genital maupun oro-genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan
kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV dimulai
dari kontak virus dengan mukosa (orofaring, serviks, konjungtiva) atau kulit yang abrasi.
Replikasi virus dalam sel epidermis dan dermis menyebabkan destruksi seluler dan
peradangan.

2.5 Gejala Klinik2


Infeksi awal dari 63% HSV-2 dan 37% HSV-1 adalah asimptomatik. Simptom dari
infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi awal) simptom khas muncul
antara 3 hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun infeksi asimptomatik berlangsung perlahan
dalam tahun pertama setelah diagnosa dilakukan pada sekitar 15% kasus HSV-2. Inisial
episode yang juga merupakan infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi
HSV-1 dan HSV-2 agak susah dibedakan.
Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah
anus. Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau paha. Luka
dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.
Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang
terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun gejalanya sebagai

8
berikut:
Nyeri dan disuria
Uretral dan vaginal discharge
Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
Nyeri pada rektum, tenesmus
Tanda-tanda:
Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung pada
tingkat infeksi
Limfadenopati inguinal
Faringitis
Cervisitis

Gambar 6. Herpes genitalis pada perempuan

9
Gambar 7. Herpes genitalis pada laki-laki

2.5.1 Herpes Genitalis Primer


Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual (termasuk
hubungan oral atau anal). Tetapi lebih banyak terjadi setelah interval yang lama dan biasanya
setengah dari kasus tidak menampakkan gejala. Erupsi dapat didahului dengan gejala
prodormal, yang menyebabkan salah diagnosis sebagai influenza. Lesi berupa papul kecil
dengan dasar eritem dan berkembang menjadi vesikel dan cepat membentuk erosi superfisial
atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering pada glans penis, preputium, dan korpus penis lebih
frenulum, jarang terlihat.

Herpes genitalis primer6


Sebuah plak eritematosa sering terlihat pada awalnya, dilanjutkan segera
dengan munculnya vesikel berkelompok, yang dapat berkembang menjadi
pustul.
Erosi yang dangkal dapat berkembang menjadi ulkus; temuan klasik
mungkin berkrusta atau lembab.
10
Defek pada epitel-epitel ini sembuh dalam 2-4 minggu, sering mengakibatkan
hipo atau hiperpigmentasi post inflamasi, jarang dengan jaringan parut.
Kebanyakan penderita tidak bergejala
Yang bergejala umumnya mengeluhkan demam, sakit kepala, malaise, mialgia,
yang memuncak pada 3-4 hari pertama setelah onset dari lesi, selesai dalam 3-
4 hari berikutnya.
Tergantung pada lokasi, nyeri, gatal, disuria, radiculitis lumbal, cairan vagina
atau uretra adalah gejala umum.
Limfadenopati inguinal yang lembut terjadi pada minggu kedua dan ketiga.
Nyeri pelvis yang dalam dihubungkan dengan limfadenopati pelvis.
Beberapa kasus dari episode klinis pertama herpes genitalis dimanifestasikan
oleh penyakit secara luas dan membutuhkan rawat inap.

Gambar 8. Herpes genitalis primer

2.5.2 Herpes Genitalis Rekuren


Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu bila ada
faktor pencetus, virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah
lagi rekuren, pada saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan
yang timbul dan gejala tidak seberat infeksi primer. Faktor pencetus antara lain: trauma,
koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan, kelelahan, makanan yang
11
merangsang, alkohol, dan beberapa kasus sukar diketahui penyebabnya. Pada sebagian besar
orang, virus dapat menjadi aktif dan menyebabkan outbreaks beberapa kali dalam setahun.
HSV berdiam dalam sel saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu untuk aktif, maka akan
bergerak dari saraf ke kulit kita lalu memperbanyak diri dan dapat timbul luka di tempat
terjadinya outbreaks.
Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis: gejala klinis herpes progenital
dapat ringan sampai berat tergantung dari stadium penyakit dan imunitas dari pejamu.
Stadium penyakit meliputi: infeksi primer stadium laten replikasi virus stadium
rekuren.
Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status
imunitas host. Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum punya
kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau HSV-2, yang biasanya menjadi lebih berat,
dengan gejala dan tanda sistemik dan sering menyebabkan komplikasi.1,3
Berbagai macam manifestasi klinis:
a. Infeksi oro-fasial
b. Infeksi genital
c. Infeksi kulit lainnya
d. Infeksi ocular
e. Kelainan neurologis
f. Penurunan imunitas
g. Herpes neonatal

Herpes genitalis rekuren6


Lesi bisa sama dengan infeksi primer tapi pada skala yang lebih rendah.
Lesi hilang dalam 1-2 minggu.
Gejala baru mungkin muncul akibat infeksi yang pernah dialami sebelumnya.
Kebanyakan penderita dengan herpes genitalis tidak mengalami temuan
klasik dari vesikel berkelompok pada dasar eritematosa.
Gejala yang umum adalah rasa gatal, terbakar, fisur, kemerahan, iritasi
sebelum vesikel pecah.
Disuria, sciatica, rasa tidak nyaman pada anus.

12
Gambar 9. Herpes genitalis rekuren
Gejala sistemik meningitis aseptik HSV-2 dapat terjadi dengan herpes genitalis primer
atau herpes genitalis rekuren.6

2.6 Pemeriksaan Laboratorium5


Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan
pengecatan Giemsa atau Wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitivitas dan
spesifisitas pemeriksaan ini umumnya rendah. Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui
mikroskop elektron atau kultur jaringan.4
Pada pemeriksaan urinalisis terlihat adanya hematuri akibat sistitis yang disebabkan
HSV.6

2.7 Komplikasi5
Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain neuralgia, retensi
urine, meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan komplikasi herpes genitalis pada
kehamilan dapat menyebabkan abortus pada kehamilan trimester pertama, partus prematur
dan pertumbuhan janin terhambat pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat
terjadi lesi kulit, ensefalitis, makrosefali dan keratokonjungtivitis. Herpes genital primer
HSV-2 dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan gejala lokal dan sistemik prolong.
Demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia dilaporkan mendekati 40% dari kaum pria dan
13
70% dari wanita dengan penyakit HSV-2 primer. Berbeda dengan infeksi genital episode
pertama, gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren terlokalisir pada genital.4
Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan yang serius
pada orang dewasa. Pada sejumlah orang dengan sistem imunitasnya tidak bekerja baik, bisa
terjadi outbreaks herpes genital yang bisa saja berlangsung parah dalam waktu yang lama.
Orang dengan sistem imun yang normal bisa terjadi infeksi herpes pada mata yang disebut
herpes okuler. Herpes okuler biasanya disebabkan oleh HSV-1 namun terkadang dapat juga
disebabkan HSV-2. Herpes dapat menyebabkan penyakit mata yang serius termasuk
kebutaan.
Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi yang lahir
dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada otak, kulit atau mata. Bila
pada kehamilan timbul herpes genital, hal ini perlu mendapat perhatian serius karena virus
dapat melalui plasenta sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau
kematian pada janin. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang
hidup menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata.

2.8 Diagnosis5
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok
dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-2.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik jika gejalanya khas dan
melalui pengambilan contoh dari luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tes
darah yang mendeteksi HSV-1 dan HSV-2 dapat menolong meskipun hasilnya tidak terlalu
memuaskan. Virus kadang-kadang namun tak selalu, dapat dideteksi lewat tes laboratorium
yaitu kultur. Kultur dikerjakan dengan menggunakan swab untuk memperoleh material yang
akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes.

2.9 Diagnosis Banding5


1) Ulkus durum: ulkus indolen dan teraba indurasi.
2) Ulkus mole: ulkus kotor, merah dan nyeri.
3) Sifilis: ulkus lebih besar, bersih dan ada indurasi.
4) Balanopostitis: biasanya disertai tanda-tanda radang yang jelas.
5) Skabies: rasa gatal lebih berat, kebanyakan pada anak-anak.
6) Limfogranuloma venereum: ulkus sangat nyeri didahului pembengkakan kelenjar
inguinal.
14
2.10 Penatalaksanaan7
Pada prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) ada 3 macam,
yaitu:
(1) Terapi Spesifik
(2) Terapi Non-Spesifik
(3) Terapi Profilaksis
Tujuan dari masing-masing terap tersebut adalah untuk mempercepat proses penyembuhan,
meringankan gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan.

1. Terapi Spesifik
Herpes Labialis
a. Topikal
Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (tiap 3
jam selama 4 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya
gejala, meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif
dalam mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi.
(Rekomendasi FDA & IHMF)
b. Sistemik
Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari yang diberikan begitu
gejala muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau Acyclovir tablet 400 mg 5
kali sehari selama 5 hari, atau Famciclovir 1500 mg dosis tunggal yang
diminum 1 jam setelah munculnya gejala prodromal.
Herpes Genitalis
o Infeksi Primer
(Rekomendasi WHO 2003)
1) Acyclovir 200 mg po 5 x/hari, selama 7 hari, atau
2) Acyclovir 400 mg po 3 x/hari, selama 7 hari, atau
3) Valacyclovir 1 gr po 2x/hari, selama 7 hari
(Rekomendasi CDC 2010)
1) Acyclovir 200 mg po 5 x/hari, selama 7-10 hari, atau
2) Acyclovir 400 mg po 3 x/hari, selama 7-10 hari, atau
3) Valacylovir 1 gr po 2x/hari, selama 7-10 hari, atau

15
4) Famciclovir 250 mg po 3x/hari, selama 7-10 hari
o Infeksi Rekuren
Terapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan
dari herpes genitalis, dimana tingkat kekambuhan berbeda pada tiap
individu, bervariasi dari 2 kali/tahun hingga lebih dari 6 kali/tahun.
Terdapat 2 macam terapi dalam mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi
episodik dan terapi supresif.
Terapi Episodik:
(Rekomendasi WHO 2003)
1) Acyclovir
200 mg po 5x/hari, 5 hari, atau 400 mg p.o 3x/hari, 5 hari, atau 800
mg p.o 2x/hari, 5 hari
2) Valacyclovir
500 mg p.o 2x/hari, 5 hari, atau 1 gr p.o 1x/hari, 5 hari
3) Famciclovir
125 mg p.o 2x/hari,5 hari
(Rekomendasi CDC 2010)
1) Acyclovir
400 mg p.o 3x/hari, 5 hari, atau 800 mg 2x/hari, 5 hari, atau 800
mg p.o 3x/hari, 2 hari
2) Valacyclovir
500 mg p.o 2x/hari 3 hari, atau 1 gr p.o 1x/hari, 5 hari
3) Famciclovir
125 mg p.o 2x/hari, 5 hari, atau 1 gr p.o 2x/hari, 1 hari, atau 500
mg 1x diikuti dengan 250 mg 2x/hari, 2 hari
Terapi Supresif
(Rekomendasi WHO 2003 & CDC 2010)
1) Acyclovir 400 mg p.o 2x/hari, atau
2) Famciclovir 250 mg p.o 2x/hari, atau
3) Valacyclovir 500 mg p.o 1x/hari, atau
4) Valacyclovir 1 gr p.o 1x/hari selama 1 tahun
Manajemen HSV
1. Pada Neonatus

16
Penatalaksanaan bayi lahir dari ibu dengan herpes genitalis yaitu
mengidentifikasi secepatnya kemungkinan adanya infeksi herpes pada bayi tersebut.
Oleh karena itu direkomendasikan dilakukan pemeriksaan kultur virus dari sekret
serviks ketika persalinan berlangsung pada semua ibu hamil dengan riwayat herpes
genitalis. Selain itu juga pemeriksaan kultur virus dari mukosa orofaring atau mukosa
konjungtiva dari bayi yang dicurigai. Pada bayi dengan ibu mengidap herpes genitalis
primer pada saat persalinan pervaginam, harus diberikan terapi profilaksis acyclovir
intravena dengan dosis 60 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis yang diberikan
selama 21 hari atau acyclovir intravena 10 mg/kgBB tiap 8 jam selama 10-21 hari
Terapi ini juga diberikan pada bayi yang dinyatakan positif terinfeksi, dan terapi
diberikan seawal mungkin ketika mulai timbul gejala.
2. Penderita HIV
Penderita dengan immunocompromised biasanya memiliki gejala yang lebih
berat serta lebih lama pada daerah genital, perianal, atau oral. Lesi yang disebabkan
oleh HSV biasanya bersifat atipik, lebih nyeri, serta lebih berat. Meskipun terapi
antiretroviral bisa menurunkan tingkat keparahan dari infeksi herpes genital, namun
infeksi subklinik tetap dapat terjadi. Pemberian terapi supresif atau terapi episodik
menggunakan agen antivirus oral terbukti efektif dalam memperingan manifestasi
klinik dari HSV yang disertai dengan infeksi HIV.

Terapi Supresif (Rekomendasi CDC 2010)


1) Acyclovir 400-800 mg peroral 2-3 kali sehari, atau
2) Famciclovir 500 mg peroral 2 kali sehari, atau
3) Valacyclovir 500 mg peroral 2 kali sehari

Terapi Episodik (Rekomendasi CDC 2010)


1) Acyclovir 400 mg p.o 3x/hr 5-10 hari, atau
2) Famciclovir 500 mg p.o 2x/hr, 5-10 hari, atau
3) Valacyclovir 1000 mg p.o 2x/hr, 5-10 hari

Terapi pada keadaan resistensi Acyclovir


1) Foscarnet intravena 40 mg/kgBB/8 jam hingga terjadi perbaikan klinis, atau
2) Cidofovir intravena 5 mg/kgBB 1x/minggu bisa juga efektif.
17
3) Cidofovir gel 1% 1x/hari selama 5 hari yang dioleskan pada lesi.

3. Partner seks
Pasangan seks dari pasien yang memiliki herpes genitalis bisa mendapatkan
keuntungan dari evaluasi dan konseling. Pasangan seks yang menunjukkan gejala
harus dievaluasi dan diobati dengan cara yang sama seperti pasien dengan herpes
genitalis. Pasangan seks dari penderita herpes genitalis yang tidak menunjukkan
gejala harus ditanyakan riwayat dari lesi genital dan ditawarkan untuk melakukan uji
serologis tipe spesifik untuk infeksi HSV.

2. Terapi Non-Spesifik
Pengobatan non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul berupa
nyeri dan rasa gatal. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian analgetik,
antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Zat-zat pengering yang
bersifat antiseptik juga dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa jodium povidon secara
topical untuk mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu
penyembuhan. Selain itu pemberian antibiotik atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk
mencegah infeksi sekunder.

3. Tindakan Profilaksis
Langkah-langkah yang dapat diambil guna mencegah penularan penyakit herpes
simpleks yaitu dengan memberi penjelasan kepada penderita tentang sifat penyakit yang
dapat menular terutama bila sedang terkena serangan. Selain itu juga dilakukan proteksi
individual dengan menggunakan 2 macam alat perintang, yaitu busa spermisidal dan kondom.
Kombinasi tersebut bila diikuti dengan pencucian alat kelamin memakai air dan sabun pasca
koitus, dapat mencegah transmisi herpes genitalis hampir 100%. Busa spermisidal secara in
vitro ternyata mempunyai sifat virisidal, dan kondom dapat mengurangi penetrasi virus.
Langkah profilaksis lain yaitu dengan menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan
herpes, seperti stress, kelelahan, atau yang lainya. Konsultasi psikiatrik dapat pula membantu
karena faktor psikis mempunyai peranan untuk timbulnya serangan.
Vaksin HSV sedang dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan kekebalan
kepada individu yang rentan sehingga diharapkan tidak terjadi infeksi pada daerah genital
serta ganglion sensori menjadi terlindung dari infeksi laten virus Herpes simplek. Virus yang
dikembangkan sekarang dibagi menjadi 2 jenis, yaitu berupa virus aktif dan inaktif yang
18
masih diteliti mengenai keamanan dan keefektifanya. Vaksin yang berasal dari HSV gB dan
gD, yaitu suatu subunit glikoprotein yang dikembangkan oleh perusahaan Chiron Group
Amerika, ternyata tidak efektif dalam mencegah transmisi herpes.
Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genitalis, yaitu:
1) Mendidik seseorang yang berisiko tinggi mendapatkan herpes genitalis dan PMS
lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2) Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
3) Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up dengan
tepat.
4) Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi.
5) Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan dalam
pencegahan.

2.11 Prognosis
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang segera diobati
mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi
kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan
tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama,
menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan fatal. Prognosis akan lebih
baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. Terapi antivirus efektif
menurunkan manifestasi klinis herpes genitalis.

Bab III
Penutup

19
3.1 Kesimpulan
Herpes genital merupakan penyakit infeksi akut pada genital dengan gambaran khas
berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem, dan cenderung bersifat rekuren. Umumnya
disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe 2 (HSV-2), tetapi sebagian kecil dapat pula oleh
tipe 1.
Diagnosis herpes genital secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa
vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Diagnosis dapat ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik jika gejalanya khas dan pemeriksaan laboratorium.
Pengobatan herpes genital secara umum bisa dengan menjaga kebersihan lokal, menghindari
trauma atau faktor pencetus. Adapun obat-obat yang dapat menangani herpes genital adalah
asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir.

3.2 Saran
Harus menjaga kebersihan organ genital, baik dengan cara tidak berganti-ganti
pasangan, menggunakan kondom pada saat akan berhubungan seksual atau lebih baik jika
hanya melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang sah.

Daftar Pustaka

1. Saenang RH, Djawad K, Amin S. Herpes Genetalis. Dalam: Amiruddin MD, editor.
Penyakit Menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

20
2. Sutardi H. Herpes Simplex Manifestasi Klinis dan Pengobatan. Dalam: Ebers papyrus.
3. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Univ.Tarumanagara, Vol 4 No.1
1998. Jakarta: Fakultas Kedokteran Tarumanagara; 1998.p.31-41.
4. Syahputra E, Harun E.S. Herpes Genetalis. Dalam: Berkala ilmu penyakit kulit dan
kelamin Airlangga periodical of Dermeto-Venereology, vol.13 April 2001 No.1.Surabaya:
Lab/SMF Penyakit Kulit & Kelamin FK Airlangga RSUD Dr.Soetomono; 2001, p 45-53.
5. Handoko R.P. Herpes Simpleks dalam Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Djuanda Adhi,
Hamzah M, Aisah S (ed).ed 3 cet.4 2004. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, p359-361.
6. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 5th ed. Michigan: McGraw-Hill, 2007.
7. Genital ulcers, http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/genital-ulcers.htm#hsv

21

Anda mungkin juga menyukai