EVA OKTAVIDIATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Eva Oktavidiati
NIM. A361020111
ABSTRACT
EVA OKTAVIDIATI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S.
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M.Ahmad Chozin, M.Agr Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S
Ketua Anggota
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S Prof. Dr. Ir. Latifah K.Darusman, M.S
Anggota Anggota
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Halaman
1 Daftar aksesi meniran beserta asal-usulnya yang diperoleh dari
hasil eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Gresik Propinsi
Jawa Timur.. 30
2 Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada
setiap lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Bangkalan. 33
3 Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada
setiap lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Gresik 34
4 Uraian deskripsi informasi masyarakat tentang tanaman
meniran 37
5 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah
cabang, bobot basah total, bobot kering total dan kandungan
flavonoid 13 aksesi meniran 39
6 Koefisien korelasi antar pasangan karakter pada 13 aksesi
meniran . 39
7 Pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter
morfologi terhadap bobot kering total ... 41
8 Pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter
morfologi terhadap kandungan flavonoid 43
9 Bahan reaksi PCR analisis RAPD keragaman 13 aksesi
meniran 53
10 Pengaruh aksesi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun
majemuk, jumlah cabang, diameter batang dan bobot 1000 biji
meniran umur 10 MST 55
11 Pengaruh aksesi terhadap bobot basah akar (BBA), batang
(BBB), daun (BBD) dan bobot basah total (BBT) meniran
umur 10 MST . 56
12 Pengaruh aksesi terhadap bobot kering akar (BKA), batang
(BKB), daun (BKD) dan bobot kering total (BKT) meniran
umur 10 MST . 57
13 Pengaruh aksesi terhadap kandungan antosianin daun meniran
umur 10 MST . 58
14 Nilai ciri dua komponen utama 14 karakter 13 aksesi meniran.. 60
15 Karakter morfologi pembentuk komponen utama.. 60
16 Jumlah pita polimorfisme yang dihasilkan oleh 5 primer... 62
17 Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun
majemuk dan diameter batang 13 aksesi meniran umur 10
minggu setelah tanam. 71
Halaman
18 Pengaruh interaksi naungan terhadap jumlah cabang 13 aksesi
meniran 72
19 Pengaruh aksesi terhadap bobot basah daun, bobot basah
batang, bobot basah akar dan bobot basah total meniran umur
10 minggu setelah tanam. 73
20 Pengaruh aksesi terhadap bobot kering daun, bobot kering
batang, bobot kering akar dan bobot kering total meniran umur
10 minggu setelah tanam. 74
21 Kandungan total filantin dan hipofilaantin dari tiga aksesi
meniran pada berbagai tingkat naungan.. 76
22 Pengaruh pemupukan terhadap jumlah cabang dan diameter
batang dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam.. 87
23 Interaksi pemupukan terhadap tinggi tanaman dua jenis
meniran umur 4 minggu setelah tanam.. 88
24 Interaksi pemupukan terhadap jumlah daun majemuk meniran
umur 2 minggu setelah tanam. 89
25 Interaksi pemupukan terhadap bobot basah batang dua jenis
meniran umur 10 minggu setelah tanam. 91
26 Pengaruh pemupukan terhadap bobot kering akar, bobot kering
daun, bobot kering total dua jenis meniran umur 10 minggu
setelah tanam.. 92
27 Interaksi pemupukan terhadap bobot kering batang dua jenis
meniran umur 10 minggu setelah tanam. 93
28 Pengaruh pemupukan terhadap bobot kering akar, bobot kering
daun, bobot kering total dua jenis meniran umur 10 minggu
setelah tanam... 94
29 Interaksi pemupukan terhadap kandungan antosianin daun dua
jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam 95
30 Kandungan total filantin dan hipofilantin dari tiga aksesi
meniran pada berbagai cara pemupukan. 96
31 Pengaruh kadar air tanah tersedia terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah cabang dan diameter batang dua jenis
meniran umur 10 minggu setelah tanam. 107
33 Pengaruh kadar air tanah tersedia terhadap bobot kering akar,
bobot kering batang, bobot kering daun dan bobot kering total
dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam.. 110
34 Interaksi kadar air tanah tersedia terhadap kandungan klorofil
a, klorofil b, total klorofil dan antosianin daun dua jenis
meniran umur 10 minggu setelah tanam. 111
35 Persyaratan mutu simplisia meniran berdasarkan Farmakope
Herbal Indonesia (2008). 125
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram alur penelitian.. 7
2 Penampilan meniran hijau dan meniran merah.. 10
3 Jalur pembentukan metabolisme primer dan sekunder pada
tanaman .................................. 13
4 Jalur pembentukan fenilpropanoid dan jalur biosintesis
flavonoid ................................... 14
5 Struktur kimia antosianin 15
6 Struktur kimia filantin dan hipofilantin.. 16
7 Senyawa aromatik berasal dari asam 5-dehidrokuinat.. 17
8 Senyawa aromatik berasal dari asam p-kumarat 18
9 Peta Kabupaten Bangkalan dan letak lokasi pengambilan
sampel. 32
10 Peta Kabupaten Gresik dan letak lokasi pengambilan sampel... 35
11 Diagram lintas beberapa karakter morfologi yang berpengaruh
terhadap bobot kering total ... 42
12 Diagram lintas beberapa karakter morfologi yang berpengaruh
terhadap kandungan flavonoid.. 45
13 Dendrogram analisis gerombol karakter morfologi 13 aksesi
meniran 59
14 Analisis komponen utama karakter morfologi 13 aksesi
meniran 61
15 Dendrogram 13 aksesi meniran berdasarkan profil pola pita
DNA dengan teknik RAPD 62
16 Kandungan total filantin dan hipofilantin meniran aksesi tujuh
pada berbagai tingkat naungan 76
17 Kandungan hara N, P, dan K pada jaringan tanaman meniran
hijau dan meniran merah pada berbagai cara pemupukan. 97
18 Kandungan total filantin dan hipofilantin meniran hijau asal
Gresik (A7) pada berbagai cara pemupukan.. 99
19 Penampilan (a) meniran hijau terserang hama, (b) dan meniran
merah yang sehat ... 120
20 Tepi daun (a) meniran hijau tanpa trikoma, (b) meniran merah
dengan trikoma .. 121
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data biner 32 pita DNA dari 5 primer RAPD pada 13 aksesi
meniran.. 140
2 Metode analisis kandungan klorofil dan antosianin daun (mg g-
1 bobot kering).. 141
3 Prosedur analisis jaringan tanaman untuk penetapan kadar
Nitrogen (N).. 142
4 Prosedur analisis jaringan tanaman untuk penetapan kadar
Posfor (P) . 143
5 Prosedur analisis jaringan tanaman untuk penetapan kadar
Kalium (K) 145
6 Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum penelitian pemupukan... 146
7 Hasil analisis kandungan unsur hara, kadar air dan abu pupuk
kandang (kotoran ayam) 146
8 Hasil analisis kandungan NPK jaringan tanaman meniran.. 147
9 Kromatografi hasil analisis HPLC dan contoh perhitungan
kandungan total filantin dan hipofilantin meniran 148
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang
tersebar di berbagai tipe habitat. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30 ribu
tumbuhan jauh melebihi daerah tropis lainnya seperti Amerika Selatan dan Afrika
barat. Diketahui, sekitar 9600 spesies berkhasiat obat dan sekitar 200 spesies
diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional
(Sampoerno 1999, Zuhud et al. 2001; Azmy 2002). Pada tahun 2008 penduduk
Indonesia yang menggunakan obat tradisional termasuk diantaranya obat herbal
mencapai 22.26% (BPS 2009). Menteri kesehatan dalam laporannya menyebutkan
bahwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 80% penduduk dunia
bergantung pada pengobatan tradisional, termasuk obat herbal (Depkes 2009).
Perubahan pola pikir masyarakat menuju gerakan hidup kembali ke alam
(back to nature) yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup dengan
menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan
alami, semua yang serba natural semakin digemari dan dicari orang (WHO 2000;
Wayland 2004; Lynch dan Berry 2007). Kecenderungan untuk kembali ke alam
sudah menjadi gaya hidup dan kebutuhan pada berbagai kalangan masyarakat,
tidak hanya di pedesaan, masyarakat di perkotaan dan kalangan menengah ke atas
juga mulai banyak mengkonsumsi jamu untuk menjaga kebugaran dan kesehatan
tubuhnya.
Meniran (Phyllanthus sp. L.) teridentifikasi sebagai gulma tanaman padi
(Soerjani et al. 1987) yang keberadaannya tidak dikehendaki. Meskipun demikian,
sebagian masyarakat sudah mengenal dan menggunakan meniran sebagai salah
satu tanaman berkhasiat obat. Hasil penelitian farmakologi menunjukkan bahwa
meniran mempunyai aktivitas antihepatotoksik (Syamasundar et al. 1985; Sabir
dan Rocha 2008; Manjrekar et al. 2008), hipoglikemik, antibakteri, diuretika
(Narayana et al. 2001; Manjrekar et al. 2008; Lopez-Lazaro 2009), aktivitas
antimicrobial (Chitravadivu et al. 2009; Akin-Osanaiye et al. 2011)) dan aktivitas
antiplasmodial (Oluwafemi dan Debiri 2008; Njomnang Soh et al. 2009). Uji
toksiksitas akut terhadap Phyllanthus niruri L. termasuk dalam kelas toksik ringan
2
apabila diikuti dengan terjadinya cekaman air. Hal ini merupakan mekanisme
sistem pertahanan tanaman terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan
dengan mengeluarkan senyawa metabolit sekunder (Gould dan Lister 2006).
Unsur hara esensial seperti nitrogen, fosfor dan kalium merupakan unsur
penting yang diperlukan dalam proses metabolisme pertumbuhan tanaman. Pupuk
anorganik (NPK) dapat menyediakan unsur hara tersedia langsung bagi tanaman.
Sedangkan pupuk kandang sebagai pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik
dan meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk organik memberikan bagian yang
terbesar untuk lokasi pertukaran kation di dalam tanah dengan kapasitas buffer
bahan organik yang rendah (Babbar dan Zak 1994).
Perumusan Masalah
Meniran (Phyllanthus niruri L. dan Phyllanthus urinaria L.) merupakan
tanaman berkhasiat obat. Produksi kandungan bioaktif meniran dibutuhkan
sebagai bahan baku obat yang keberadaanya harus tersedia terus menerus. Hal ini
membutuhkan penyediaan bahan tanam maupun teknik budidaya yang tepat di
lapangan.
Mengingat meniran masih dianggap sebagai tumbuhan liar dan ada juga
yang mengelompokan sebagai gulma maka penelitian mengenai keberadaan
meniran yang ada di alam maupun meniran yang sudah dibudidayakan perlu
dilakukan. Penelitian dimulai dengan melakukan eksplorasi terhadap keberadaan
tanaman meniran di alam. Sebagai pembanding dilakukan penanaman meniran
dari alam dalam kondisi lingkungan yang sama untuk melihat gambaran
pertumbuhan tanaman dari penanaman hingga panen. Dari beberapa aksesi yang
ada selanjutnya dilakukan seleksi terhadap karakter morfologi yang berhubungan
dengan peningkatan bobot kering total dan kandungan flavonoid. Selanjutnya
dilakukan analisis keragaman morfologi dan genetik untuk melihat hubungan
kekerabatan diantara aksesi yang ada. Untuk melengkapi data dilakukan penelitian
melalui pengumpulan data dari masyarakat sekitar lokasi pengumpulan tanaman.
Data yang dituju adalah seberapa besar pengetahuan masyarakat tentang tanaman
meniran, manfaat sebagai tanaman obat maupun kegiatan budidayanya. Kegiatan
penelitian berikutnya adalah melihat respon yang ditunjukkan oleh tanaman
terhadap faktor lingkungan tanaman seperti cahaya, unsur hara dan air. Sejauh ini,
5
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai keragaman plasma nutfah meniran dan mendapatkan rancangan
teknologi budidaya (naungan, pemupukan dan kadar air) terbaik dalam rangka
menghasilkan produksi bioaktif yang tinggi. Penelitian ini terdiri dari beberapa
tahapan kegiatan yang bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi dan menganalisis pendapat masyarakat tentang
keberadaan dan pemanfaatan tanaman meniran sebagai tanaman obat.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis karakter morfologi dan kandungan
bioaktif yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi produksi biomassa
dan produksi bioaktif yang tinggi.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karakter morfologi,
kandungan antosianin daun dan hubungan kekerabatan aksesi meniran
berdasarkan penanda molekuler (genetik).
4. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh faktor lingkungan (cahaya,
air dan unsur hara) terhadap pertumbuhan, produksi biomassa dan
kandungan bioaktif meniran.
Hipotesis
Dari setiap tahapan penelitian dapat ditarik beberapa hipotesis sebagai berikut :
Keragaman Tanaman di
Lapangan
(Survei di Kabupaten
Bangkalan dan Gresik)
Rancangan Teknologi
Budidaya Meniran
TINJAUAN PUSTAKA
a b
tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang
berbeda kelas (Harborne 1988). Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-
glikosida (satu atau lebih gugus hidroksi flavonoid terikat pada gula), pengaruh
glikolisasi menyebabkan flavonoid menjadi kurang efektif sehingga mudah larut
dalam air, kondisi seperti ini memungkinkan flavonoid tersimpan dan berada dalam
vakuola sel (Markham 1988, Gould dan Lister 2006).
Gould dan Lister (2006) menyebutkan bahwa pada tumbuhan flavonoid dapat
meningkatkan dormansi, meningkatkan pembentukan sel-sel kalus, sebagai enzim
penghambat pembentukan protein, menghasilkan warna pada bunga untuk
merangsang serangga, burung dan satwa lainnya untuk mendatangi tumbuhan
tersebut sebagai agen dalam penyerbukan dan penyebaran biji. Dalam dunia
pengobatan beberapa senyawa flavonoid berfungsi sebagai antibiotik, misalnya anti
virus dan jamur, peradangan pembuluh darah, dan dapat digunakan sebagai racun
ikan.
Davies dan Schwinn (2006) menyebutkan bahwa proses biosintesis flavonoid
merupakan biosintesis gabungan dari jalur asam sikimat dan jalur asetat malonat.
Pada jalur sikimat akan terbentuk phenylalanine yang merupakan salah satu senyawa
asam amino aromik yang selanjutnya akan menghasilkan p-coumaric acid,
sedangkan pada jalur asetat malonat akan terbentuk acetyl CoA yang akan
menghasilkan malonyl CoA, setelah mengikat satu molekul CO2. Secara garis besar
jalur pembentukan metabolisme primer merupakan awal dari pembentukan jalur
pembentukan fenilpropanoid dan jalur biosintesis flavonoid disajikan pada Gambar 3
dan Gambar 4.
13
golongan flavonoid, fenol hidroquinon, steroid, tanin, saponin dan lignan (Wahyuni
2010). Pada daun, akar dan batang Phyllanthus amarus (Schum dan Tonn) terdapat
alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, glikosida tetapi tidak ditemukan steroid (Akin-
Osanaiye et al. 2011). Sejauh ini kualitas meniran ditentukan berdasarkan kandungan
senyawa penanda tunggal dari golongan lignan (Elfahmi 2006; Murugaiyah dan
Chan 2008). Lignan utama dari genus ini adalah filantin dan hipofilantin (Gambar 5).
Keberadaan filantin dapat digunakan sebagai senyawa identitas dalam menganalisis
ekstrak kental herba meniran (BPOM 2004). Figuera et al. (2006) mendapatkan
kandungan lignan dari 0.65 hingga 1.24% bobot kering diantara 4 daerah yang
diteliti. Annamalai dan Lakshmi (2009) mendapatkan bagian daun Phyllanthus
amarus Schum dan Thonn (Phyllanthus niruri L.) mengandung filantin 0.83% bobot
kering, cabang 0.046% bobot kering, biji 0.054% bobot kering dan akar 0.0016%
bobot kering. Kultivar amarus CIM-Jeevan mempunyai kandungan filantin 0.70-
0.77% bobot kering (tanaman kontrol filantin 0.30-0.36% bobot kering) sedangkan
kandungan hipofilantin berkisar antara 0.32-0.37% bobot kering (tanaman kontrol
0.12-0.17% bobot kering) (www.freepatentsonline.com).
Gambar 6 Struktur kimia (1) filantin, (2) hipofilantin (Murugaiyah & Chan 2007).
melalui asam keto dan asam hidroksi yang sesuai, tetapi terjadi dengan penghilangan
asam amonia dalam satu langkah. Secara umum, aktivitasnya merupakan tahap
penentu laju untuk semua biosintesis fenilpropanoid. Hal ini dijumpai pada semua
tumbuhan hijau dan beberapa tumbuhan rendah. Aktivitas tirosin amonia liase
(tirase) sering berkaitan dengan FAL dan tidak pernah diperoleh tanpa FAL,
walaupun hal yang sebaliknya sering terjadi. Hidroksilasi cincin aromatik harus
terjadi pada beberapa titik dalam jalur ini, tetapi tempat titik yang pasti belum
diketahui. Dari segi enzim, hidroksilasi awal asam sinamat menjadi asam o-kumarat
atau p-kumarat dikatalisis oleh sistem P-450 mikrosom dan hal ini diduga sebagai
tahap penentu laju pada biosintesis fenilpropanoid. Hidroksilasi cincin tambahan
dapat pula terjadi akibat kerja oksigenase P-450, tetapi hidroksilasi kedua yang
mengubah asam p-kumarat menjadi asam kafeat dikatalisis oleh fenol oksidase yang
khas untuk reaksi ini. Hidroksilasi asam p-kumarat menjadi asam kafeat dapat
menggunakan ester atau tioester CoA sebagai substrat sesungguhnya dan bukan
asam.
kadar fumarat dan fanilat tertinggi pada naungan 75% (Urnemi et al. 2002),
sedangkan beberapa klon daun dewa yang ditumbuhkan pada kondisi 100% cahaya
menghasilkan kadar antosianin yang tidak berbeda nyata (Ghulamahdi et al. 2006).
Peningkatan kandungan flavonoid akan semakin tinggi apabila diikuti dengan
terjadinya cekaman air. Hal ini merupakan mekanisme sistem pertahanan tanaman
terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan dengan mengeluarkan senyawa
metabolit sekunder (Vickery dan Vickery 1981; Gould dan Lister 2006). Rahardjo et
al. (1999) mendapatkan terjadinya peningkatan asam asiatikosida pada pegagan
dengan adanya perlakuan cekaman air 60% kapasitas lapang atau tingkat kekeringan
40%. Penelitian terhadap penggunaan Polietilen Glikol (PEG) menunjukkan gejala
yang terjadi akibat adanya cekaman air pada tanaman. PEG merupakan kimia
organik yang dapat digunakan sebagai osmotikum dan menyebabkan cekaman air
pada tanaman. Pemberian PEG akan menghambat penyerapan air sehingga kalus
atau akar rambut mengalami cekaman. Kekurangan air akan menginduksi protein
mengkode gen-gen pembentuk enzim yang terlibat dalam metabolisme sekunder.
Dengan meningkatnya kandungan enzim dalam jaringan tanaman maka diharapkan
kandungan metabolisme dapat meningkat pula. Aktivitas enzim dipengaruhi antara
lain oleh adanya prekusor senyawa yang bersangkutan dan akumulasi produk
metabolisme sekunder tersebut (Ernawati 1992). Bozhkov dan Arnold (1998)
menyebutkan bahwa gejala spesifik yang terjadi akibat cekaman air adalah
berkurangnya kemampuan pembesaran sel sehingga ukuran sel menjadi kecil,
komposisi dinding sel berubah yaitu terjadinya penurunan perbandingan selulosa dan
hemiselulosa dan mempengaruhi akumulasi bahan metabolisme primer maupun
metabolisme sekunder dalam sel tanaman.
Pupuk anorganik (NPK) dapat menyediakan unsur hara tersedia langsung
bagi tanaman. Sedangkan pupuk kandang sebagai pupuk organik dapat memperbaiki
sifat fisik dan meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk organik memberikan bagian
yang terbesar untuk lokasi pertukaran kation di dalam tanah dengan kapasitas buffer
bahan organik yang rendah (Babbar dan Zak 1994). Pupuk organik yang banyak
digunakan pada budidaya tanaman adalah pupuk kandang. Penggunaan pupuk
kandang dapat menjadi sumber bahan organik yang membantu dalam pembentukan
struktur tanah dan pembentukan humus (Laegreid et al. 1999). Oades (1984)
21
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis pendapat
masyarakat tentang keberadaan dan pemanfaatan tanaman meniran sebagai tanaman
obat, (2) mengidentifikasi dan menganalisis karakter morfologi yang dapat
digunakan sebagai kriteria seleksi produksi biomassa dan kandungan flavonoid yang
tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplorasi meniran di Kabupaten
Bangkalan dan Gresik mendapatkan 13 aksesi yang terdiri dari 6 meniran hijau
(Phyllanthus niruri L.) asal Bangkalan, 6 meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) asal
Gresik dan 1 meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) asal Bangkalan. Masyarakat
telah mengenal dan memanfaatkan tanaman meniran sebagai obat diuretik, obat
penurun panas, sakit gigi dan perawatan setelah persalinan. Diameter batang, jumlah
cabang, bobot basah total dan jumlah daun berpengaruh langsung dan dapat
dijadikan sebagai karakter untuk seleksi terhadap produksi biomassa kering. Dari 6
karakter yang diamati, tidak satupun karakter yang dapat digunakan sebagai karakter
seleksi terhadap kandungan flavonoid. Aksesi meniran hijau (Phyllanthus niruri L.)
asal Bangkalan (A6) dan asal Gresik (A7) dipilih sebagai aksesi berpotensi
mempunyai produksi biomassa tinggi. Sedangkan meniran merah (Phyllanthus
urinaria L.) asal Bangkalan (A13) dipilih sebagai aksesi berpotensi mempunyai
kandungan flavonoid tinggi.
Kata kunci : eksplorasi, flavonoid, seleksi, aksesi, karakter
Abstract
The objectives of this research were (1) to identify and analyze public
opinion which is the existence and used of plant Phyllanthus as medicinal plants (2)
to identify and analyze the morphological characters that can be used as selection
criteria of biomass production and its high flavonoid. The results of the research
show that Phyllanthus exploration in Bangkalan and Gresik acquire 13 accessions
including 6 green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan, 6 green meniran
(Phyllanthus niruri L.) from Gresik and 1 red meniran (Phyllanthus urinaria L.)
from Bangkalan. The community has been known and used this plant as drugs for
diuretic, febrifuge, toothache and treatment after childbirth. Stem diameter, number
of branches, total wet weight and number of leaves were direct influences and can be
used as characters for selection the production of dry biomass. The six characters
were observed but neither of them ca be use as a selection character for the
flavonoid. Accession green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan (A6)
and from Gresik (A7) were selected as the accession potentially had high biomass
production. The red meniran (Phyllanthus urinaria L.) from Bangkalan (A13) was
selected as the accession potentially had high flavonoid .
Keywords: exploration, flavonoids, selection, accession, character
24
Pendahuluan
Meniran telah digunakan secara turun temurun dalam menyembuhkan
berbagai penyakit di Indonesia. Pengobatan penyakit malaria, sariawan, diare
sampai nyeri ginjal banyak menggunakan herba meniran. Pemanfaatan meniran
untuk mengobati demam dan sebagai peluruh air seni (diuretik) banyak dilakukan di
Thailand. Dalam pengobatan tradisional India, meniran digunakan untuk pengobatan
penyakit kuning (jaundice), diabetes, gangguan pada kulit dan gangguan menstruasi
(Soerjani et al. 1987; Heyne 1987; Sulaksana dan Jayusman 2004). Efek pengobatan
yang dimiliki oleh tanaman ini antara lain disebabkan oleh adanya senyawa bioaktif
seperti flavonoid, lignan, alkaloid, triterpenoid, tanin dan asam lemak yang
terkandung di dalamnya.
Eksplorasi terhadap tanaman obat unggulan telah dilakukan oleh Pusat Studi
Biofarmaka bekerjasama dengan BPOM terhadap daerah sentra produksi tanaman
obat di Indonesia. Jawa Timur termasuk dalam daerah sentra tanaman obat
mengingat kapasitas daerah dalam menghasilkan komoditas tanaman obat yang
termasuk dalam kelompok unggulan.
Eksplorasi terhadap tanaman meniran yang tumbuh secara liar di alam
dilakukan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan kondisi agrobiofisik
dan sampel tanaman di lapangan. Data ini dapat digunakan sebagai data pembanding
untuk menyusun kegiatan budidaya pada tahapan selanjutnya. Ghulamahdi (2003)
menyatakan bahwa untuk berproduksi tinggi maka budidaya tanaman obat harus
dilakukan di tempat yang lingkungannya cocok untuk kebutuhan spesies tersebut.
Adapun kondisi lingkungan yang diperlukan untuk masing-masing spesies dapat
dilihat dari tempat asal spesies tersebut ditemukan. Pengetahuan mengenai
taksonomi berupa pengelompokan jenis spesies dalam famili akan sangat membantu
cara perbaikan dan budidaya spesies tersebut. Hal ini yang mendasari penyusunan
perbaikan cara pembiakan, budidaya, peningkatan produksi per satuan luas dan
peningkatan kandungaan bioaktif tanaman.
Langkah awal dalam kegiatan pemuliaan untuk perbaikan genetik adalah
memiliki koleksi plasma nutfah dengan keragaman genetik yang tinggi. Belum ada
informasi yang lengkap tentang data karakterisasi dan hubungan kekerabatan antar
aksesi meniran yang ada di alam maupun yang telah dibudidayakan .
25
antara karakter morfologi meniran belum terungkap. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis
pendapat masyarakat tentang keberadaan dan pemanfaatan tanaman meniran sebagai
tanaman obat, (2) mengidentifikasi dan menganalisis karakter morfologi yang dapat
digunakan sebagai kriteria seleksi produksi biomassa dan kandungan flavonoid yang
tinggi.
Bahan dan Metode
orang responden sehingga secara keseluruhan terdapat 120 orang responden. Data
dan informasi yang dibutuhkan meliputi :
1. Data primer berupa data tanaman, lingkungan dan data kuisioner, diperoleh
melalui penelitian lapangan berupa inventarisasi dan identifikasi aksesi
meniran dan pendapat setiap responden dengan menggunakan kuisioner yang
telah dipersiapkan dan wawancara mendalam terhadap setiap responden
untuk pertanyaan yang memerlukaan keterangan yang lebih luas.
2. Data sekunder, diperoleh dari berbagai sumber antara lain Instansi
pemerintah daerah seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan,
Biro Pusat Statistik, Badan Meteorologi dan Geofisika, dan bahan pustaka
lainnya yang mendukung penelitian.
Pelaksanaan
Kegiatan dimulai dengan cara menentukan lokasi Kabupaten Bangkalan dan
Gresik secara sengaja. Setiap tempat yang dijadikan titik pengamatan ditemukan
minimal 10 tanaman meniran per kuadran (50 cm x 50 cm). Dilakukan pengamatan
dan pengambilan sampel tanaman, sampel tanah dan pengisian kuisioner.
Pengamatan
1. Pengumpulan data berupa pendapat masyarakat dilakukan secara langsung di
lapangan.
2. Pengamatan terhadap kartakter morfologi tanaman meliputi :
(1). Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk
tanaman.
(2). Jumlah daun majemuk, dihitung apabila daun telah membuka sempurna
(3). Jumlah cabang, dihitung cabang yang terbentuk dari batang utama, maupun
dari cabang primer.
(4). Diameter batang (mm), dilakukan pengukuran panjang diameter pada sisi
tengah batang dengan menggunakan jangka sorong digital.
(5). Produksi biomassa basah total (g), didapat dengan cara menimbang dengan
timbangan neraca analitik seluruh tanaman.
(6). Produksi biomassa kering total (g), didapat dengan cara menimbang dengan
timbangan neraca analitik seluruh bagian tanaman yang telah dioven pada
suhu 105oC selama 24 jam.
28
Dimana :
Rx = matriks korelasi antar peubah; Rx-1 = invers matriks Rx
Ci = vektor koefisien lintasan yang menunjukkan pengaruh langsung setiap peubah
bebas yang telah dibakukan terhadap peubah tak bebas.
Ry = vektor koefisien korelasi antar peubah bebas Xi (i=1,2,.. p) dengan peubah tak
bebas Y
Menurut Hutagalung (1998), koefisien lintas yang kurang dari 0.05 dapat
diabaikan. Apabila nilai korelasi antar faktor penyebab dan akibat hampir sama
besarnya dengan pengaruh langsungnya (perbedaannya tidak lebih dari 0.05) maka
koefisien tersebut menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi langsung
terhadap variabel tersebut akan sangat efektif.
30
Tabel 1 Daftar aksesi meniran beserta asal-usulnya yang diperoleh dari hasil
eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Gresik Propinsi Jawa Timur.
berbatasan dengan Laut Bali dan Selat Bali, sebelah barat berbatasan dengan
Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasaan dengan Samudera Hindia.
Berdasarkan karakteristik tinggi tempat diatas permukaan laut (dpl), Jawa
Timur terbagi atas 3 kelompok wilayah yaitu :
1. 0 500 m dpl meliputi 83% dari luas wilayah dan morfologinya relatif datar.
2. 500 1000 m dpl meliputi sekitar 11% dari luas wilayah dengan morfologi
berbukit dan bergunung-gunung.
3. 1000 m dpl meliputi sekitar 6% dari luas wilayah dengan morfologi terjal.
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, 52% wilayah mempunyai
iklim tipe D. Keadaan suhu maksimum rata-rata mencapai 33oC sedangkan suhu
minimum rata-rata mencapai 22oC. Keadaan curah hujan pertahun mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
1. Kurang dari 1750 mm per tahun meliputi 35.54% wilayah
2. 1750 sampai dengan 2000 mm per tahun meliputi 44.00% wilayah
3. Lebih dari 2000 mm per tahun meliputi 20.46%
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Bangkalan terletak diantara koordinat 6o51397o1139
Lintang Selatan dan 112o4006 113o0804 Bujur Timur mempunyai luas areal
kurang lebih sebesar 126 014 km2 terdiri dari 18 kecamatan yaitu Kecamatan Kamal,
Labang, Kwanyar, Modung, Blega, Konang, Galis, Tanah Merah, Tragah, Socah,
Bangkalan, Burneh, Arosbaya, Geger, Kokop, Tanjung Bumi, Sepulu dan Klampis.
Kabupaten Bangkalan berada pada ketinggian 2100 m di atas permukaan
laut. Wilayah yang terketak di pesisir pantai, seperti Kecamatan Sepulu, Bangkalan,
Socah, Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, Labang dan
Kecamatan Burneh mempunyai ketinggian antara 210 m di atas permukaan laut.
Sedangkan wilayah yang terletak di bagian tengah mempunyai ketinggian antara 19
100 m di atas permukaan laut, tertinggi adalah kecematan Geger dengan ketinggian
100 m diatas permukaan laut.
32
A13
Gambar 9 Peta Kabupaten Bangkalan dan letak lokasi pengambilan sampel (Sumber
: Bangkalan dalam Angka, 2008).
Tabel 2 Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada setiap lokasi
pengambilan sampel di Kabupaten Bangkalan
No. Iklim Kadar air tanah Keasaman
Aksesi Suhu Kelembaban Intensitas cahaya (%) tanah
(oC) (%) (fc) (pH H20)
A1 28 56 185 6.64 8.30
A2 31 32 872 2.78 7.73
A3 32 36 984 2.48 7.97
A4 34 31 875 12.17 8.22
A5 32 39 500 3.28 8.10
A6 31 45 545 30.88 8.00
A13 31 45 650 30.25 8.00
Keterangan : A1-A6= meniran hijau asal Bangkalan, A13 : meniran merah asal Bangkalan, suhu dan
kelembaban : diukur pada waktu pengambilan sampel, kadar air tanah dan pH H20 :
hasil analisis di Laboratorium fisikadan kimia tanah Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan IPB.
Tabel 3 Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada setiap lokasi
pengambilan sampel di Kabupaten Gresik
Lokasi Iklim Kadar air tanah Keasaman
Aksesi Suhu Kelembaban Intensitas cahaya (%) tanah
(oC) (%) (fc) (pH H20)
A7 30 52 811 7.73 8.19
A8 31 45 855 13.97 8.04
A9 33 42 145 11.43 7.77
A10 31 45 155 35.07 7.88
A11 32 42 150 12.22 7.99
A12 32 39 600 24.16 8.17
Keterangan : A7-A12 : meniran hijau asal Gresik, Suhu dan Kelembaban : diukur pada waktu
pengambilan sampel, kadar air tanah dan pH H20 : hasil analisis di Laboratorium fisika
dan kimia tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.
Bagian Utara Kabupaten Gresik dibatasi oleh Laut Jawa, bagian Timur
dibatasi oleh Selat Madura dan Kota Surabaya, bagian Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto, sementara bagian Barat berbatasan
dengan Kabupaten Lamongan.
Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari jenis Aluvial,
Grumusol, Mediteran Merah dan Litosol. Curah hujan di Kabupaten Gresik adalah
relatif rendah, yaitu rata-rata 2000 mm per tahun sehingga hampir setiap tahun
mengalami musim kering yang panjang.
35
A7
A9
Gambar 10 Peta Kabupaten Gresik dan letak lokasi pengambilan sampel (Sumber :
Gresik dalam Angka, 2008).
Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, Kabupaten Gresik dapat dibagi menjadi
4 (empat) bagian yaitu:
1. Kabupaten Gresik Bagian Utara meliputi wilayah Panceng, Ujung Pangkah,
Sidayu, Bungah, Dukun, Manyar adalah bagian dari daerah pegunungan
Kapur Utara yang memiliki tanah relatif kurang subur (wilayah Kecamatan
Panceng). Sebagian dari daerah ini adalah daerah hilir aliran Bengawan Solo
yang bermuara di pantai Utara Kabupaten Gresik (Kecamatan Ujung
pangkah). Daerah hilir Bengawan solo tersebut sangat potensial karena
mampu menciptakan lahan yang cocok untuk permukiman maupun usaha
pertambakan. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial
36
telah mengetahui siklus hidup tanaman meniran sehingga mereka mengambil dengan
cara rotasi atau bergiliran antara tempat satu dengan tempat lainnya.
Masyarakat menggunakan dua cara pengambilan tanaman. Pengambilan
seluruh bagian tanaman dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman dari bagian
akar hingga bagian ujung daun (81.67%). Sedangkan 46.67 % menggunakan hanya
bagian daun saja dengan cara memetik sejumlah daun yang akan digunakan untuk
mengobati penyakit.
Beberapa penyakit biasa diobati dengan menggunakan tanaman meniran.
Untuk penyakit susah buang air kecil dan panas karena demam biasanya masyarakat
merebus seluruh bagian tanaman dari akar hingga pucuk tanaman. Air rebusan
diminum sampai gejala berkurang. Selain itu untuk sakit gigi dan penyembuhan
sehabis persalinan menggunakan daun meniran yang dicampur dengan beberapa
tanaman obat lainnya.
Hasil survei menunjukkan bahwa tanaman meniran sudah dikenal dan
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dimana tanaman meniran berada sebagai
tanaman obat. Pengetahuan tentang manfaat tanaman didapat secara turun temurun
dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat mendukung untuk
menjadikan tanaman meniran menjadi tanaman obat yang dapat dibudidayakan di
masyarakat mengingat keberadaannya akan punah apabila dilakukan pengambilan
secara terus menerus tanpa ada kegiatan pembudidayaan tanaman.
0.85, r2y = 0.86, r3y = 0.64, r4y = 0.89 dan r5y = 0.90. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila terjadi peningkatan nilai pada karakter tersebut maka produksi biomassa
kering akan meningkat.
Tabel 5 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah cabang, bobot
basah total, bobot kering total dan kandungan flavonoid 13 aksesi meniran
Aksesi TT JD JC DB BBT BKT Flavonoid
(cm) (mm) (g) (g)
1. 37.80 66.00 16.40 4.20 19.30 2.90 3.00
2. 48.20 85.60 18.40 5.10 20.30 3.20 2.00
3. 34.60 64.80 15.20 4.80 19.40 2.70 2.00
4. 29.90 65.60 14.20 3.20 18.32 2.30 3.00
5. 29.40 66.60 14.80 3.60 18.32 2.30 2.00
6. 60.20 104.2 20.20 6.40 21.50 4.30 3.00
7. 64.60 102.2 20.50 6.40 21.00 4.20 3.00
8. 50.80 72.60 20.60 4.60 19.80 2.80 1.00
9. 51.00 68.40 20.90 3.60 19.20 2.60 2.00
10. 61.80 104.4 18.40 6.40 20.80 3.50 2.00
11. 60.20 104.8 20.20 6.40 20.20 3.20 1.00
12. 60.20 100.8 15.20 6.20 20.50 3.20 2.00
13. 20.20 58.20 13.40 2.60 16.20 2.00 3.00
Keterangan : Aksesi 1-6 : meniran hijau asal Bangkalan, Aksesi 7-12 : meniran hijau asal Gresik,
Aksesi 13 : meniran merah asal Bangkalan, TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah
daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang (mm), BBT : bobot basah total (g),
BKT : bobot kering total (g), analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria : 3 = kuat,
2 = sedang, 1 = lemah.
Keterangan : TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang
(mm), BBT : bobot basah total (gram), BKT : bobot kering total (gram), flavonoid :
analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria 3=kuat, 2=sedang, 1=lemah.
Gambar 11 Diagram lintas karakter tinggi tanaman (X1), jumlah daun majemuk (X2), jumlah cabang (X3), diameter batang (X4),
bobot basah total (X5), kandungan flavonoid berupa data kualitatif (X6) yang berpengaruh terhadap bobot kering total.
43
Keterangan : TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang
(mm), BBT : bobot basah total (g), BKT : bobot kering total (g), flavonoid : analisis
fitokimia flavonoid dengan kriteria 3=kuat, 2=sedang, 1=lemah.
Dari Tabel 8 dan Gambar 12 dapat dilihat bahwa pengaruh langsung terbesar
ditunjukkan oleh karakter bobot kering total (C6 = 2.25, r4y = 0.11) diikuti oleh
karakter diameter batang (C4 = -1.70, r4y = -0.24), jumlah cabang (C3 = -1.00, r3y
= -0.36), tinggi tanaman (C1 = 0.60 r2y = -0.30), bobot basah total ( C5 = -0.48, r5y
= -0.20) dan jumlah daun (C2 = -0.11 r2y = -0.16).
Diameter batang, jumlah cabang, tinggi tanaman, bobot basah total dan
jumlah daun menunjukkan hubungan langsung yang negatif. Peningkatan diameter
batang, jumlah cabang, bobot basah total dan jumlah daun akan menurunkan
44
Gambar 12 Diagram lintas karakter tinggi tanaman (X1), jumlah daun majemuk (X2), jumlah cabang (X3), diameter batang (X4),
bobot basah total (X5), bobot kering total (X6) yang berpengaruh terhadap kandungan flavonoid.
46
Simpulan
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis
keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan menganalisis
kekerabatan 13 aksesi meniran berdasarkan penanda molekuler (genetik). Sebanyak
13 aksesi meniran yang berasal dari eksplorasi meniran di Kabupaten Bangkalan dan
Gresik dianalisis keragaman genetiknya. Peubah yang diamati menggunakan
penanda morfologi adalah 12 karakter kuantitatif dan 2 karakter kualitatif. Sebanyak
5 primer digunakan dalam analisis RAPD untuk proses amplifikasi DNA. Hasil
analisis komponen utama mendapatkan 2 komponen utama dengan proporsi
keragaman kumulatif sebesar 91.90%. Analisis gerombol berdasarkan karakter
morfologi dan kandungan antosianin pada taraf kesamaan sekitar 100-91.90%
terbentuk 3 kelompok. Pada taraf kesamaan 69.82% terbentuk 2 kelompok utama
yang terdiri dari kelompok A beranggotakan semua aksesi meniran hijau
(Phyllanthus niruri L.) dan kelompok B beranggotakan aksesi meniran merah
(Phyllanthus urinaria L.). Pengelompokan berdasarkan RAPD, pada tingkat
kesamaan 63% terbentuk 2 kelompok utama yang terdiri dari kelompok A
beranggotakan semua aksesi meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan kelompok B
beranggotan aksesi meniran merah (Phyllanthus urinaria L.). Berdasarkan
keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan penanda molekuler
terdapat 2 jenis meniran hasil eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Gresik yaitu
meniran hijau dan meniran merah yang membentuk 2 kelompok terdiri dari
kelompok A semua aksesi meniran hijau dan kelompok B satu aksesi meniran
merah.
Abstract
The objectives of this research were to identify and analyze the variability
and genetic relationship of 13 accessions of Phyllanthus based on morphological
characters, anthocyanin content and RAPD markers. There were 13 accessions that
come from Phyllanthus exploration in Bangkalan and Gresik that analyzed by its
genetic diversity. The five primers with RAPD analysis. The result of principal
component analysis had two primary components 91.90% cumulative proportion of
diversity. Cluster analysis based on morphological character and anthocyanin content
at the similarity coefficient range from 1.00 0.91 formed three groups. Two
primary group at similarity of coefficient 0.70 : group A consist of all accession
green meniran (Phyllanthus niruri L.) and red meniran (Phyllanthus urinaria L.) in
group B. In general, clustering analysis based on RAPD, at similarity of coefficient
0.63 formed two main groups consist of all green meniran (Phyllanthus niruri L.)
accession in group A and red meniran (Phyllanthus urinaria L.) accession in group
B. Bassed on RAPD markers results of exploration in Bangkalan and Gresik found
two types of meniran, green (Phyllanthus niruri L.) and red meniran (Phyllanthus
48
urinaria L.) by grouping all accession green meniran (Phyllanthus niruri L.) in
group A and red meniran (Phyllanthus urinaria L.) in group B.
Pendahuluan
analisis kekerabatan pada kondisi lingkungan yang normal. Van Beuningen dan
Bush (1997) menyatakan analisis molekuler (marka molekuler) dapat dilakukan
untuk mengatasi pengaruh faktor lingkungan terhadap karakter morfologi yang
jumlahnya terbatas. Salah satu marka molekuler yang dapat digunakan adalah
analisis RAPD yang merupakan teknik yang lebih cepat dan lebih mudah dilakukan.
Menurut Sjamsuhidajat dan Nurendah (1992) terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kandungan zat kimia dalam tanaman antara lain habitat, pemupukan
dan umur tanaman. Khan et al. (2010) mendapatkan pengaruh faktor lingkungan dan faktor
genetik terhadap peningkatan kandungan filantin pada Phyllanthus amarus (Phyllanthus
niruri).
Keberagaman karakter dapat digunakan untuk mengetahui hubungan
kekerabatan, sehingga perlu dilakukan evaluasi kekerabatan antara aksesi meniran
yang ada di alam. Keragaman genetik dan hubungan kekerabatan di antara aksesi
meniran dapat terungkap dengan menggunakan analisis morfologi dan molekuler.
Penanda morfologi ditujukan pada karakter kuantitatif dan kualitatif yang mengarah
pada karakter agronomi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis
keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan hubungan
kekerabatan 13 aksesi meniran berdasarkan penanda molekuler (genetik).
berasal dari Kabupaten Gresik. Bahan untuk penanaman adalah pupuk kandang,
pupuk NPK, tanah, polibag ukuran (25 x 30) cm, insektisida hayati. Bahan kimia
TM
yang digunakan untuk analisis RAPD antara lain : SIGMA-Aldrich Extraction
and dellution kit, aquabidestilata, campuran chloroform dan isoamilalkohol (CIA)
24:1, Etanol Absolut, PCR amplification reagents dari Vivantis, DNA ladder, primer
acak, gel agarose, buffer TAE (Tris Acetic Acid EDTA) 1x, Loading die, dan
Ethidium Bromide.
Peralatan budidaya yang digunakan adalah alat budidaya secara umum.
Peralatan yang digunakan untuk pengamatan adalah meteran, penggaris, kaca
pembesar dan jangka sorong. Peralatan yang digunakan dalam analisis RAPD adalah
gunting, oven, water bath, microtube 2 ml, pelampung microtube, mikro pipet 1000
l, mikro pipet 100 l, rak tip dan microtube, centrifuge, desicator vacuum pump,
timbangan analitik, hot plate, labu Erlenmeyer, elektroforesis chamber, sisir gel
mesin PCR, mesin elektroforesis dan UV transiluminator.
Metode Penelitian
Isolasi DNA
Metode yang digunakan adalah metode ekstraksi menggunakan Kit SIGMA
yang dimodifikasi. Larutan ekstrak dari kit Sigma yang digunakan sebanyak 100 l
yang ditempatkan dalam mikrotube 2 ml. Gunting yang akan digunakan dicuci
dengan alcohol 70% kemudian dikeringkan dengan tissue. Sampel daun dipotong
sebanyak 0.02 gram dan dimasukkan ke dalam microtube yang sudah berisi ekstrak
kit. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 95oC menggunakan water bath selama 5
menit. Setelah dipanaskan, ke dalam microtube ditambahkan larutan dilusi sebanyak
100 l dan aquabides sebanyak 500 l. Selanjutnya cairan dalam microtube diambil
tanpa mengikutkan potongan daunnya. Cairan tersebut dimasukkan ke dalam tabung
baru yang berukuran 1.5 ml (militube) dan ditambahkan chloroform isoamylalkohol
(CIA 24:1) sebanyak 150 l kemudian diaduk dengan vortex mix selama kurang
lebih 10 detik dan dicentrifuge pada kecepatan 15 000 RPM atau kurang lebih 12
000 G selama 5 menit. Setelah dicentrifuge, supernatant dipindahkan pada microtube
1500l. Kemudian ditambahkan etanol absolute 2 kali volume supernatant. Jika
gumpalan lender tidak terlihat, maka larutan tersebut dimasukkan ke dalam freezer
selama 10 menit kemudian dicentrifuge pada kecepatan 7 000 RPM ( 5000 G)
selama 5 menit. Kemudian larutan etanol dibuang dan sisa lender yang berupa pellet
(DNA) dikeringkan di atas kertas tissue. Jika alkohol sudah tidak ada yang menetes,
DNA dikeringkan dengan vacum pump sampai kering. Yang terakhir DNA
dilarutkan dengan air double destilate 50-200 l. DNA hasil isolasi ini disimpan
dalam freezer jika tidak digunakan langsung untuk amplifikasi PCR.
temperature) primer -4oC) dan 3) elongation (pemanjangan utas DNA primer yang
komplemen dengan DNA template menggunakan enzyme taq DNA Polymerase)
selama 1 menit pada suhu 72oC. Proses amplifikasi PCR dilakukan sebanyak 45
siklus.
Elektroforesis
Fragmen DNA hasil amplifikasi menggunakan PCR dapat dilihat melalui
elektroforesis. Media yang digunakan adalah gel yang dibuat dari agarose sebanyak
0.6 gram yang ditambah dengan TAE 1x sebanyak 40 ml. Gel ditempatkan pada alat
elektroforesis dan dibuat sumur untuk menempatkan DNA hasil amplifikasi
kemudian ditambah TAE 1x hingga rata menutupi gel. Campuran DNA yang
dielektroforesis adalah 9 l hasil reaksi PCR dicampur dengan 1-2 l loading dye.
Kemudian 5 l dari 1000 bp DNA ladder disimpan pada salah satu sumur untuk
mengukur pita-pita DNA yang dihasilkan dari masing-masing aksesi meniran.
Elektroforesis dilakukan selama 90 menit pada 90 Volt. Gel hasil elektroforesis
diwarnai dengan Ethidium bromide selama 15 detik kemudian direndam dalam
aquades selama 30 menit. Selanjutnya gel yang telah diwarnai divisualisasikan di
atas ultra violet transluminator dan didokumentasikan dengan kamera.
Analisis Data
Analisis gerombol. Metode pengerombolan yang digunakan adalah metode
aglomeratif dan ukuran ketidakmiripan yang digunakan adalah jarak euclide.
54
Peubah yang menjadi dasar pengerombolan adalah peubah yang telah direduksi dari
hasil analisis komponen utama. Pengolahan data ini dibantu oleh program
MINITAB 15.0.
Analisis komponen utama. Analisis komponen utama (Principal
Componen Analysis) dilakukan untuk menyederhanakan variabel yang baru menjadi
lebih sedikit, namun informasi tidak berubah. Analisis ini memberikan gambaran
berupa besarnya pengaruh persentase nilai keragaman dari beberapa komponen
utama (biasanya 3 komponen utama) yang dapat dibentuk dari minimal 70%
keragaman yang dimiliki oleh karakter-karakter pada populasi yang dikarakterisasi
(Nasution 2008). Pengolahan data dibantu oleh program MINITAB 15.0
Data hasil RAPD diskoring berdasarkan ada tidaknya pita. Skor 0 jika tidak
ada pita dan skor 1 jika ada pita pada tingkat migrasi yang sama antar aksesi
meniran. Setiap profil pita DNA berhubungan dengan lokus yang mengandung alel
tertentu. Pita hasil amplifikasi pada posisi yang sama pada laju elektroforesis yang
sama untuk setiap tanaman meniran, dianggap sebagai satu lokus homolog.
Selanjutnya data hasil skoring dianalisis menggunakan Seguential Agglomerative,
Hierarchical and Nested (SAHN)-UPGMA (Unweighted pair-group method,
arithmetic average) pada program NTSYSpc untuk menganalisis kemiripan antar
aksesi (matriks jarak genetik). Hasil analisis disajikan dalam bentuk dendrogram.
55
Tabel 10 Pengaruh aksesi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah
cabang, diameter batang dan bobot 1000 biji meniran umur 10 MST
Aksesi Peubah pengamatan
Tinggi Jumlah Jumlah Diameter Bobot
tanaman daun cabang batang 1000 biji
(cm) majemuk (mm) (g)
Meniran hijau
A1 54.20 abc 106.33 a 23.00 ab 2.07 c 0.17 b
A2 51.47 d 107.80 a 23.27 ab 1.93 c 0.17 b
A3 53.20 bcd 108.20 a 21.80 ab 2.07 c 0.16 b
A4 53.73 abc 109.00 a 23.60 a 2.07 c 0.17 b
A5 54.13 abc 108.27 a 23.47 ab 2.07 c 0.17 b
A6 55.40 a 110.07 a 22.67 ab 2.57 a 0.17 b
A7 54.80 ab 109.93 a 23.33 ab 2.33 ab 0.17 b
A8 54.73 ab 106.87 a 22.80 ab 2.30 ab 0.17 b
A9 54.80 ab 106.07 a 22.33 ab 2.07 c 0.17 b
A10 54.47 ab 108.60 a 22.73 ab 2.07 c 0.16 b
A11 54.07 abc 110.20 a 23.60 a 2.00 c 0.17 b
A12 52.47 cd 109.73 a 21.67 b 2.27 b 0.17 b
Meniran merah
A13 12.07 e 99.02 b 17.27 c 1.57 d 0.21 a
Keterangan : angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Kisaran tinggi tanaman aksesi meniran adalah 12.07 55.40 cm. Aksesi
tanaman tertinggi adalah aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6) dan terendah
adalah aksesi meniran merah asal Bangkalan (A13). Jumlah daun majemuk pada 12
aksesi meniran hijau asal Bangkalan berbeda nyata dengan meniran merah (A13).
Antara kedua belas aksesi meniran hijau (A1-A12), jumlah daun majemuknya tidak
berbeda nyata. Jumlah daun majemuk 12 aksesi meniran hijau berkisar antara 106.07
sampai dengan 110.20 daun, sedangkan meniran merah (A13) mempunyai jumlah
daun majemuk paling sedikit (99.02 daun). Demikian juga dengan bobot 1000 biji,
semua aksesi meniran hijau (A1 sampai A12) bobot 1000 bijinya tidak berbeda
nyata. Bobot 1000 biji meniran hijau (12 aksesi) berbeda nyata dengan meniran
56
merah (A13). Kisaran bobot 1000 biji meniran hijau 0.16 0.17 gram. Meniran
merah mempunyai bobot 1000 biji terbesar 0.21 gram.
Jumlah cabang per tanaman 13 aksesi meniran bervariasi dengan kisaran
17.27 23.60 cabang. Berdasarkan hasil uji Duncan keragaman jumlah cabang dapat
dibedakan menjadi 3 kelompok. Kelompok yang memiliki jumlah cabang tertinggi
adalah kelompok I terdiri dari A11, A4, A5, A7, A2, A1, A8, A10, A6, A9, A3
dengan jumlah cabang 21.80 23.60, kelompok II adalah A12 (21.67 cabang) dan
kelompok III adalah aksesi meniran merah asal Bangkalan (A13) dengan 17.27
cabang.
Diameter batang maksimal (2.57 mm) ditunjukkan aksesi meniran hijau asal
Bangkalan (A6), diikuti meniran hijau asal Gresik (A7 dan A8). Meniran merah asal
Bangkalan (A13) mempunyai diameter batang terendah (1.57 mm).
Tabel 11 Pengaruh aksesi terhadap bobot basah akar (BBA), batang (BBB), daun
(BBD) dan bobot total (BBT) meniran umur 10 MST
Aksesi Peubah pengamatan
Bobot basah Bobot Bobot Bobot basah
akar basah basah daun total
(g tan-1) batang (g tan-1) (g tan-1)
-1
(g tan )
Meniran hijau
A1 3.50 abc 9.22 bcd 7.39 bc 20.12 cd
A2 3.45 c 9.16 d 7.38 c 19.99 d
A3 3.46 bc 9.26 bcd 7.39 bc 20.12 cd
A4 3.48 abc 9.23 bcd 7.39 bc 20.10 cd
A5 3.47 bc 9.24 bcd 7.38 c 20.09 cd
A6 3.53 a 9.52 a 7.44 a 20.49 a
A7 3.51 abc 9.43 ab 7.42 ab 20.37 ab
A8 3.49 abc 9.40 abc 7.38 c 20.27 abc
A9 3.46 bc 9.24 bcd 7.36 c 20.06 cd
A10 3.46 bc 9.26 bcd 7.38 c 20.10 cd
A11 3.46 bc 9.19 cd 7.39 bc 20.05 cd
A12 3.46 bc 9.36 abcd 7.40 bc 20.21 bcd
Meniran merah
A13 3.52 ab 7.85 e 7.39 bc 18.75 e
Keterangan : angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Bobot basah akar per tanaman bervariasi dengan kisaran 3.45 3.53 gram.
Bobot basah batang bervariasi dengan kisaran 7.85 9.52 gram per tanaman. Bobot
57
basah daun bervariasi dengan kisaran 7.38 7.44 gram per tanaman. Bobot basah
total bervarisai dengan kisaran 18.75 20.49 gram per tanaman. Aksesi dengan
bobot basah akar, batang, daun dan bobot basah total tertinggi adalah aksesi meniran
hijau asal Bangkalan (A6).
Tabel 12 Pengaruh aksesi terhadap bobot kering akar (BKA), batang (BKB), daun
(BKD) dan bobot kering total (BKT) meniran umur 10 MST
Aksesi Peubah pengamatan
Bobot kering Bobot kering Bobot kering Bobot kering
akar batang daun total
(g tan-1) (g tan-1) (g tan-1) (g tan-1)
Meniran hijau
A1 0.75 abc 1.67 bcd 0.84 bc 3.27 cd
A2 0.70 c 1.61 d 0.83 c 3.14 d
A3 0.71 bc 1.71 bcd 0.84 bc 3.27 cd
A4 0.73 abc 1.68 bcd 0.84 bc 3.25 cd
A5 0.72 bc 1.69 bcd 0.83 c 3.24 cd
A6 0.78 a 1.97 a 0.89 a 3.64 a
A7 0.76 abc 1.88 ab 0.87 ab 3.52 ab
A8 0.74 abc 1.85 abc 0.83 c 3.42 abc
A9 0.71 bc 1.69 bcd 0.81 c 3.21 cd
A10 0.71 bc 1.71 bcd 0.83 c 3.25 cd
A11 0.72 bc 1.64 cd 0.84 bc 3.20 cd
A12 0.71 bc 1.81 abcd 0.85 bc 3.36 bcd
Meniran merah
A13 0.77 ab 1.30 e 0.84 bc 2.90 e
Keterangan : angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Bobot kering akar per tanaman bervariasi dengan kisaran 0.70 0.78 gram
per tanaman. Bobot kering batang bervariasi dengan kisaran 1.30 1.97 gram per
tanaman. Bobot kering daun bervariasi dengan kisaran 0.81 0.89 gram per
tanaman. Bobot kering total bervarisai dengan kisaran 2.90 3.64 gram per tanaman.
Aksesi dengan bobot kering akar, batang, daun dan bobot kering total tertinggi
adalah aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6).
58
Kelompok C terdiri dari aksesi nomor 13 meniran merah asal Bangkalan (Gambar
14).
MH-1
MH-3
MH-4
MH-6
MH-7
MH-8
MH-9
MH-10
MH-5
MH-2
MH-11
MH-12
Koefisien Kemiripan MM-13
0.63 0.72 Koefisien0.82
kemiripan 0.91 1.00
Coefficient
Koefisien kemiripan
Fragmen atau pita hasil amplikasi RAPD diasumsikan sebagai satu lokus.
Hasil amplikasi diskoring 1 jika ada pita dan 0 jika tidak ada pita yang
teramplifikasi. Hasil amplifikasi menggunakan 5 primer adalah yang
keseluruhannya polimorfisme (Tabel 16).
Tabel 16 Jumlah pita polimorfisme yang dihasilkan oleh 5 primer pada 13 aksesi
meniran
No Nama Primer Sekuen (5 3) Jumlah pita polimorfik
1. OPE-1 CCCAAGGATCC 5
2. OPE-19 ACGGCGTATG 6
3. OPH-5 AGTCGTCCCC 8
4. OPH-13 GACGCCACAC 8
5. OPM-20 AGGTCTTGGG 5
63
Simpulan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh naungan terhadap
pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan total filantin dan hipofilantin
beberapa aksesi meniran. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Babakan
Sawah Baru IPB, Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 250 m dpl dari Maret
2009 sampai September 2009. Percobaan disusun dalam rancangan petak terbagi
dengan 3 kali ulangan. Petak utama adalah taraf naungan (N) terdiri dari 0% (N0),
25% naungan (N1) dan 50% naungan (N2). Anak petak adalah aksesi meniran (A)
terdiri dari A1, A2, A3, A4, A5, A6 merupakan meniran hijau (Phyllanthus niruri
L.) dari Bangkalan dan A7, A8, A9, A10, A11, A12 merupakan meniran hijau
(Phyllanthus niruri L.) dari Gresik. A13 merupakan meniran merah (Phyllanthus
urinaria L.) dari Bangkalan. Hasil penelitian menunjukkan untuk menghasilkan
pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi, meniran hijau (A6 dan A7)
membutuhkan kondisi terbuka hingga naungan 25%. Meniran hijau (A7) pada
kondisi tanpa naungan menghasilkan kandungan total filantin yang tinggi (0,12%
bobot kering) pada kondisi ternaungi 50% menghasilkan kandungan hipofilantin
yang tinggi (0.13%). Meniran merah (A13) pada naungan 50% terdeteksi
menghasilkan kandungan total filantin tertinggi.
Kata kunci : filantin, hipofilantin, naungan, aksesi, biomassa
Abstract
The objectives these researches were to identify the effect of intensity of
shade on the growth, biomass production and total containt of phyllanthin and
hypophyllanthin from some accession Phyllanthus sp. L. The experiment was
arranged in split plot design with three replications. The main plot was intensities
of shade (N) throughout 0% (N0), 25% shading (N1) and 50% shading (N2). The
sub plot was accessions of Phyllanthus (A) that consist of A1, A2, A3, A4, A5,
A6, green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan and A7, A8, A9, A10,
A11, A12 green meniran from Gresik. A13 was red meniran (Phyllanthus
urinaria L.) from Bangkalan. The result of this research indicated that high level
on growth and biomass production can achieve, green meniran (A6 and A7) need
to open condition until 25% shading.
Green meniran (Phyllanthus niruri L.) without shading identified the high
total phyllantin content (0,12% dry weight) with 50% shading reached the high
total hypophyllantin content (0,13% dry weight). The highest total phyllantin
came from red meniran (Phyllanthus urinaria L.) were considerably shading
(50%).
Pendahuluan
Metodologi Penelitian
Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah (split plot
design) dengan 3 ulangan. Petak utama adalah persentase naungan (N) yang
terdiri dari tanpa naungan (No), naungan 25% (N1), dan naungan 50% (N2).
Sebagai anak petak adalah aksesi meniran (A) yang berasal dari Kabupaten
Bangkalan dan Kabupaten Gresik yang terdiri dari A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7,
A8, A9, A10, A11, A12, A13. Secara keseluruhan terdapat 39 kombinasi
perlakuan dan diulang 3 kali sehingga terdapat 117 kombinasi perlakuan. Setiap
perlakuan terdapat 10 polibag tanaman sehingga terdapat 1170 satuan percobaan.
Model linier yang digunakan adalah :
Dengan :
Yijk = nilai pengamatan akibat pengaruh kelompok ke-I, naungan ke-j dan aksesi
ke-k
(NK)jk = nilai interaksi antara faktor naungan ke-j dengan aksesi ke-k
ijk = galat akibat pengaruh kelompok ke-I, naungan ke-j dan aksesi ke-k
Kemudian disusun pada lokasi penelitian dan dibiarkan selama satu minggu.
Pengukuran jumlah cahaya yang masuk ke dalam naungan menggunakan lux
meter.
Penanaman
Biji meniran yang didapat dari eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan
Kabupaten Gresik dikeringanginkan selama 24 jam, kemudian disemai. Media
semai berupa campuran antara tanah, sekam dan kompos dengan perbandingan
1:1:1. Biji yang disemai ditutup dengan kompos agar tidak mudah diterbangkan
angin. Selanjutnya media disiram air. Untuk menjaga kelembaban, persemaian
ditutup dengan plastik bening tembus cahaya. Wadah diletakkan ditempat yang
ternaungi. Setelah tumbuh kecambah, tutup plastik dibuka. Dilakukan
pemeliharaan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke polibag. Bibit yang dipindah
telah mempunyai minimal 4 daun majemuk. Kegiatan pemeliharaan tanaman
meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma dan pencegahan hama dan
penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari pada awal
tanam selama sebulan dengan asumsi tidak ada hujan. Selanjutnya dilakukan
sesuai dengan kebutuhan. Pengendalian hama dan penyakit dengan cara mekanis
dan bila perlu menggunakan insektisida hayati. Pengendalian gulma dilakukan
dengan cara penyiangan.
Pengamatan
1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk
tanaman, diamati setiap 2 minggu.
2. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna,
diamati setiap 2 minggu.
3. Jumlah cabang, dihitung setiap 2 minggu.
4. Diameter batang (mm), diamati pada tanaman yang sudah dipanen dengan
cara mengukur panjang diameter pada sisi tengah batang dengan
menggunakan jangka sorong digital.
5. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara
menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun
dan batang.
70
6. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara
menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan
batang yang telah dioven pada suhu 105oC selama 24 jam.
7. Analisis High Performance Liquid Chromatography (HPLC) kandungan
total filantin (% bobot kering) dan hipofilantin (% bobot kering)
berdasarkan Tripathi et al. (2006) yang dimodifikasi. Prosedur analisis :
1 gram sampel kering meniran yang telah dihaluskan diekstraksi dengan
metanol (3 x 10 ml masing-masing 10 jam) pada suhu kamar (25 5oC),
selanjutnya disaring untuk mendapatkan filtrat yang ditera menjadi 50 ml.
Analisis HPLC : menggunakan Shimadzu (Tokyo, Japan) model LC
20AD yang dilengkapi dengan dioda Shimadzu SPD-M20A dilengkapi
PAD (Photodiode Array Detector) untuk menentukan kemurnian puncak
dan kesamaan uji lignan. Pelarut HPLC disaring dengan nylon membrans
filter 0.45 m x 47 mm. Kolom menggunakan LiChroCART250-4RP-
18e(5m). Panjang gelombang deteksi 220 nm. Volume injeksi untuk
standar dan sampel 20 L. Contoh perhitungan kandungan total filantin
dan hipofilantin meniran disajikan pada Lampiran 9.
71
naungan 25% (244.69; 3.41) dan naungan 50% (225.92; 3.17). Salisbury dan Ross
(1995) mendapatkan tanaman yang hidup pada kondisi ternaungi akan
menunjukkan gejala etiolasi. Perubahan yang lebih tinggi pada tanaman yang
ternaungi disebabkan karena morfogenesis tanaman yang lebih cepat karena
peningkatan zat pengatur tumbuh tanaman terutama auksin dan giberelin. Devlin
dan Witham (1983) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh dalam kondisi
ternaungi memiliki kandungan auksin dan giberelin yang tinggi dan berpengaruh
pada plastisitas dinding sel sehingga morfogenesis pada tanaman mengalami
peningkatan.
Hasil analisis statistik menunjukkan adanya interaksi naungan terhadap
parameter jumlah cabang 13 aksesi meniran (Tabel 18).
Tabel 18 Pengaruh interaksi naungan terhadap jumlah cabang 13 aksesi meniran
Aksesi Naungan
0% 25% 50%
Meniran hijau
A1 65.00 cde 46.00 efghij 36.33 hij
A2 79.33 bc 43.33 fghij 34.33 hij
A3 82.67 bc 47.33 efghij 30.67 ij
A4 56.67 defg 52.67 defgh 32.33 hij
A5 69.33 cd 48.33 efghij 36.33 hij
A6 93.33 ab 82.00 bc 50.00 defghi
A7 106. 67a 79.33 bc 42.67 fghij
A8 80.00 bc 57.33 defg 32.67 hij
A9 57.33 defg 39.33 ghij 28.00 j
A10 50.00 defghi 46.00 efghij 33.00 hij
A11 64.00 cde 58.33 defg 34.67 hij
A12 60.33 def 58.00 defg 38.33 ghij
Meniran merah
A13 42.33 fghij 30.67 ij 38.33 ghij
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
nyata antara kondisi tanpa naungan dengan naungan 25% maupun 50%. Hal ini
menunjukkan bahwa A13 merupakan aksesi yang memiliki kemampuan dapat
beradaptasi pada kondisi cahaya matahari penuh maupun di bawah naungan.
Meniran merah (A13) toleran terhadap intensitas cahaya yang berbeda dan dapat
digunakan sebagai sumber genetik apabila ingin mengembangkan tanaman
meniran dengan gen yang toleran terhadap cahaya. Adanya perbedaan respon
meniran terhadap cahaya berhubungan dengan asal usul tanaman yang berbeda
habitatnya. Khan et al. (2010) mendapatkan terjadinya perbedaan tinggi tanaman,
jumlah daun, dan jumlah biji P. amarus dengan adanya perbedaan ketinggian
tempat karena faktor lingkungan dan genetik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tunggal (2004), penggunaan
taraf naungan yang semakin meningkat dan jarak tanaman yang lebar dapat
menurunkan pertumbuhan dan produksi herba meniran. Pembudidayaan meniran
pada kondisi tanpa naungan menghasilkan pertumbuhan dan produksi herba yang
tertinggi, sedangkan penggunaan naungan dapat menurunkan hasil.
Tabel 19 Pengaruh aksesi terhadap bobot basah daun (BBD), bobot basah batang
(BBB), bobot basah akar (BBA) dan bobot basah total (BBT) meniran
umur 10 minggu setelah tanam
Aksesi Peubah Pengamatan
BBD (g tan-1) BBB (g tan-1) BBA (g tan-1) BBT (g tan-1)
Meniran hijau
A1 7.20 bc 7.68 bc 1.05 bc 15.93 cd
A2 6.19 c 7.15 bc 0.99 bc 14.28 cd
A3 6.57 bc 6.10 bc 1.12 bc 13.79 d
A4 8.45 b 8.35 ab 1.21 bc 18.00 bc
A5 6.98 bc 7.27 bc 1.15 bc 15.40 cd
A6 10.89 a 10.15 a 1.14 bc 22.17 a
A7 10.75 a 8.17 ab 1.18 bc 20.10 ab
A8 6.59 bc 7.46 bc 1.16 bc 15.21 cd
A9 6.64 bc 6.91 bc 1.03 bc 14.58 cd
A10 5.82 c 5.82 c 0.79 c 12.42 d
A11 6.67 bc 7.79 bc 1.25 ab 15.72 cd
A12 6.10 c 7.01 bc 1.06 bc 14.16 cd
Meniran
merah
A13 7.33 bc 6.72 bc 1.59 a 15.64 cd
Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
74
Tabel 20 Pengaruh aksesi terhadap bobot kering daun (BKD), bobot kering
batang (BKB), bobot kering akar (BKA) dan bobot kering total (BKT)
meniran umur 10 minggu setelah tanam
Aksesi Peubah Pengamatan
BKD (g tan ) BKB (g tan-1) BKA (g tan-1) BKT (g tan-1)
-1
Meniran hijau
A1 2.98 c 2.92 ab 0.57 bcd 6.48 cd
A2 2.88 c 2.63 abcd 0.51 cd 6.01 cd
A3 2.97 c 2.31 cd 0.60 bcd 5.89 cd
A4 2.91 c 2.31 cd 0.58 bcd 5.79 cd
A5 3.04 c 2.45 bcd 0.56 bcd 6.05 cd
A6 5.05 a 3.31 a 0.88 a 9.25 a
A7 4.18 b 3.05 ab 0.68 bc 7.91 b
A8 3.32 c 2.84 abc 0.60 bcd 6.76 bc
A9 2.68 c 2.13 de 0.51 cd 5.32 cd
A10 2.48 c 2.08 de 0.388 d 4.95 d
A11 2.93 c 2.72 abc 0.55 bcd 6.19 cd
A12 3.22 c 2.36 cd 0.52 cd 6.09 cd
Meniran merah
A13 2.80 c 1.73 e 0.75 ab 5.28 cd
Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
meniran hijau asal Bangkalan (aksesi nomor 6) mempunyai bobot kering daun
(5.05 g tanaman-1), bobot kering batang (3.31 g tanaman-1), bobot kering akar
(0.88 g tanaman-1) dan bobot kering total (9.25 g tanaman-1) tertinggi diikuti
aksesi nomor 7 mempunyai bobot kering daun 4.18 g tanaman-1, bobot kering
batang 3.05 g tanaman-1 dan bobot kering total 7.19 g tanaman-1. Aksesi nomor 6
dan nomor 7 menunjukkan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun majemuk
dan jumlah cabang maksimal. Hal ini akan mempengaruhi laju fotosintesis di
dalam daun yang akan mempengaruhi jumlah fotosintat yang dihasilkan. Pada
aksesi nomor 6 dan nomor 7 didapatkan bobot kering daun, batang, akar dan
bobot kering total yang maksimal.
Penambahan bobot kering daun, batang, akar dan bobot total maksimal
terdapat pada A6 yaitu 5.05 gram tanaman-1, 3.31 gram tanaman-1, 0.88 gram
tanaman-1 dan 9.25 gram tanaman-1 (Tabel 20). Hal ini sejalan dengan
pertumbuhan vegetatif yang baik pada A6 menyebabkan tanaman dapat
menghasilkan bobot kering yang maksimal.
Perbedaan diantara aksesi akibat perlakuan naungan menunjukkan hasil
kandungan total filantin maupun hipofilantin yang berbeda. Aksesi enam dan
aksesi tujuh dipilih untuk dilakukan analisis lebih lanjut karena memperlihatkan
respon terhadap parameter pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan
dengan aksesi meniran hijau lainnya. Aksesi nomor 13 merupakan meniran merah
yang menunjukkan potensi kandungan bioaktif yang tinggi. Data ini tidak
dianalisis statistik karena merupakan hasil analisis komposit (analisis dilakukan
dengan cara mencampurkan bahan contoh menjadi satu pada perlakuan yang sama
dari 3 ulangan).
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 21 dan Gambar 16,
kandungan total filantin tertinggi (0.12 % bobot kering) dihasilkan aksesi meniran
hijau asal Gresik (A7) tanpa naungan (N0). Kandungan total hipofilantin tertinggi
(0.13 % bobot kering) ditunjukkan oleh perlakuan pemberian naungan 50% pada
aksesi meniran hijau asal Gresik (A7).
76
Tabel 21 Kandungan total filantin dan hipofilantin dari tiga aksesi meniran pada
berbagai tingkat naungan
Aksesi
Naungan A6 A7 A13
(meniran hijau) (meniran hijau) (meniran merah)
Filantin (%)
0% 0.05 0.12 td
25% 0.08 0.11 td
50% 0.08 0.09 0.001
Hipofilantin (%)
0% 0.06 0.12 td
25% 0.09 0.12 td
50% 0.08 0.13 td
0.08
0.06
filantin
0.04
0.02 hipofilantin
0
0
25
50
diteliti. Produksi biomassa berkisar antara 16.97 hingga 20.75 g tanaman-1 dan
kandungan lignan dari 0.65 hingga 1.24 % berat berat-1.
Untuk meniran merah asal Bangkalan (A13), kandungan total filantin
dapat terdeteksi pada perlakuan naungan 50% sebesar 0.001 %, sedangkan pada
perlakuan yang lain tidak terdeteksi. Meniran merah (A13) pada hampir semua
perlakuan naungan tidak terdeteksi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
Tripathi et al. (2006) yang menggunakan analisis HPLC dan HPTLC terhadap P.
amarus, P. fraternus, P. urinaria, P. maderaspatensis, P. virgatus dan P. debilis
yang menunjukkan bahwa P. urinaria dan P. debilis tidak terdeteksi. Kandungan
total filantin pada naungan 50% menunjukkan bahwa terpacunya pembentukan
filantin pada meniran merah (A13) dengan adanya naungan.
Simpulan
1. Meniran hijau membutuhkan kondisi terbuka hingga ternaungi 25% untuk
menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi.
2. Meniran hijau membutuhkan kondisi tanpa naungan, merah memerlukan
naungan 50% untuk menghasilkan filantin.
3. Meniran hijau membutuhkan naungan 50% untuk menghasilkan
kandungan total hipofilantin yang tinggi.
79
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh berbagai cara pemupukan
terhadap pertumbuhan dan kandungan filantin dan hipofilantin dua jenis meniran
(Phyllanthus niruri L. dan Phyllantus urinaria L.) Penelitian dilakukan di Kebun
Percobaan IPB di Babakan Sawah Baru, Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian
250 m dpl dari dari bulan Pebruari sampai dengan Mei 2010. Percobaan disusun
berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua
faktor. Faktor pertama adalah Pemupukan (P) yang terdiri dari tanah (P0 = tanpa
pupuk), pupuk kandang (P1), pupuk NPK (P2), pupuk kandang + pupuk NPK
(P3). Faktor kedua adalah jenis meniran (M) yang terdiri dari M1 = meniran hijau
(Phyllantus niruri L.) asal Bangkalan (A6), M2 = Meniran hijau (Phyllantus
niruri L.) asal Gresik (A7), dan M3 = meniran merah (Phyllanthus urinaria L.)
asal Bangkalan (A13). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan
pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi, aksesi meniran hijau (A6 dan
A7) membutuhkan pemberian pupuk berupa kombinasi pemberian pupuk kandang
+ NPK. Meniran hijau (A7) membutuhkan pemberian pupuk kandang untuk
menghasilkan kandungan total filantin tertinggi (0,17 % bobot kering) dan
hipofilantin tertinggi (0,26% bobot kering). Meniran merah (Phyllanthus urinaria
L.) membutuhkan pemberian pupuk kandang + NPK menghasilkan antosianin
tertinggi (5.00 mg g-1).
Kata kunci : meniran hijau, meniran merah, filantin, hipofilantin, antosianin
Abstract
The objective of this research was to identify the effects of various ways of
fertilizer on growth and phyllantin contents and also hypophyllantin of two
species Phyllanthus (Phyllanthus niruri L. and Phyllantus urinaria L.) The
research conducted at Lahan Penelitian IPB Babakan Sawah Baru, Bogor, West
Java with an altitude of 250 m above sea level from February to May 2010.
Experiment based on randomized block design (RGD) factorial which divided in
two factors. The first factor is about the fertilization (P) that consist of soil (P0 =
without fertilizer), manure (P1), fertilizer NPK (P2), manure + NPK fertilizer
(P3). The second factor is the type meniran (M) which consists of M1 = green
meniran (Phyllantus niruri L.) from Bangkalan (A6), M2 = green meniran
(Phyllantus niruri L.) from Gresik (A7), and M3 = red meniran (Phyllanthus
urinaria L.) from Bangkalan (A13). The results said that to increase growth and
achieve high biomass production; green meniran (Phyllantus niruri L.) accession
(A6 and A7) need a combination of fertilizer manure + NPK. Green meniran (A7)
found to contain the highest amounts of phyllanthin (0.17% dry weight) and
hypophyllantin (0.26% dry weight) with given of manure. On the other side, red
80
meniran (Phyllanthus urinaria L.) needs manure + NPK to produce the highest
contain of anthocyanin (5.00 mg g-1).
Pendahuluan
Produksi pada tanaman obat tidak hanya ditentukan oleh kuantitas
produksi, tetapi juga oleh kandungan bioaktif yang terdapat di dalam tanaman.
Kandungan bioaktif berhubungan dengan kandungan metabolit sekunder yang
dihasilkan dari perubahan metabolit primer dalam metabolit sekunder.
Kandungan dan jumlah metabolit primer dan sekunder sebagai komponen
produksi dalam tanaman obat dipengaruhi oleh unsur hara yang diserap tanaman.
Kecukupan jumlah dan jenis unsur hara dalam bentuk pupuk maupun yang alami
dari tanah sangat menentukan dalam pertumbuhan, perkembangan dan produksi
tanaman yang optimal. Menurut Fageria (2009) Kebutuhan jumlah hara makro
yang lebih tinggi berhubungan dengan perannya dalam pembentukan karbohidrat,
protein daan lemak. Sedangkan hara mikro berperan paling besar dalam proses
enzimatis dalam tanaman.
Jumlah metabolit sekunder dalam tanaman obat dipengaruhi oleh jenis dan
jumlah unsur hara (Saharkhiz dan Omidbaigi 2008). Winarto (2003) menyatakaan,
pengaruh ini bisa berupa peningkatan dan penurunan dan diduga akan
mengakibatkan perubahan efek atau khasiat tanaman obat.
Menurut Indriani (2002) aplikasi pupuk kandang ke lahan-lahan pertanian
memberikan keuntungan antara lain : memperbaiki struktur tanah, sumber unsur
hara bagi tanaman, menambah kandungan humus atau bahan organik dalam tanah,
meningkatkan aktivitas jasad renik, meningkatkan kapasitas menahan air,
mengurangi erosi dan pencucian dan meningkatkan kapasitas tukar kation dalam
tanah.
Pemupukan dapat berupa pupuk organik maupun anorganik. Menurut
Prasad dan Power (1997) pupuk organik meliputi bahan-bahan yang berasal dari
tanaman atau hewan dalam berbagai bentuk berbeda dari dekomposisi yang
ditambahkan ke tanah untuk memasok hara kepada tanaman dan memperbaiki
sifat-sifat fisik tanah. Salah satu pupuk organik yang banyak digunakan adalah
81
P dalam tanah, dalam jaringan daun, produksi biomassa dan konsentrasi pyrethrin
(Salardini et al. 2006).
Pertumbuhan tanaman Datura inoxia meningkat dengan meningkatnya
pemberian nitrogen dari 150 mg/l hingga 450 mg/l dan mengalami penurunan
dengan kenaikan dosin 600 mg/l. Pemberian N dalam bentuk NH4 atau urea lebih
memacu pertumbuhan dibandingkan dalam bentuk NO3. Dalam penelitian ini
tidak ditemukan hubungan antara persentase N dalam organ tanaman dan
konsentrasi alkaloid (Ruminska dan El Gamal 1978). Sedangkan pemupukan N
pada medicinal pumpkin (Cucurbita pepo convar, pepo var styriaca)
meningkatkan jumlah klorofil dan kandungan N daun dibandingkan tanaman yang
tidak dipupuk N. Peningkatan klorofil dan N tertinggi pada dosis 225 dan 300 kg
N/ha, sedangkan kandungan B-sitosterol tertinggi didapatkan pada dosis 75 kg
N/ha (Aroiee dan Omidbaigi 2004). Lillo et al. (2008) melaporkan kandungan
flavonoid meningkat sebagai respon kekurangan nitrogen dan posfor pada
tanaman. Manipulasi senyawa ini kemungkinan dapat digunakan untuk
mengontrol tingkat senyawa yang diinginkan dan memperbaiki kualitas tanaman.
Enzim kunci dalam shikimate pathway yang merupakan penghasil prekusor untuk
lintasan flavonoid, diatur transkripsinya sebagai umpan balik asam amino
aromatik dan mungkin dikontrol redox melalui fotosintesis. Analisis transkripsi
pada Arabidopsis menyimpulkan bahwa level transkripsi pada shikimate pathway
yang dipengaruhi oleh hara lebih kecil dibandingkan dengan flavonoid pathway.
Cyanidin dan turunan flavonol meningkat sebagai respon terhadap kekurangan
nitrogen. Kaemferols merupakan flavanol dominan dalam daun Arabidopsis pada
kondisi normal, tetapi akumulasi quercetin dapat ditriger oleh kekurangan
nitrogen dengan kombinasi faktor-faktor abiotik.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemupukan terhadap
pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bioaktif antosianin, filantin dan
hipofilantin dua jenis meniran.
83
Metodologi Penelitian
Penelitian disusun berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial
yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah Pemupukan (P) yang terdiri
dari tanah (P0 = tanpa pupuk), pupuk kandang (P1), pupuk NPK (P2), pupuk
kandang + pupuk NPK (P3). Faktor kedua adalah jenis meniran (M) yang terdiri
dari M1 = meniran hijau asal Bangkalan (A6) M2 = Meniran hijau asal Gresik
(A7) dan M3 = meniran merah asal Bangkalan (A13). Terdapat 12 kombinasi
84
Yijk = nilai pengamatan karena adanya pengaruh pemupukan ke-i atau jenis
meniran ke-j pada kelompok ke-k
()ij = nilai pengamatan karena pengaruh interaksi pemupukan ke-i dan jenis
meniran ke-j
ijk = pengaruh galat pada perlakuan pemupukan ke-i, jenis meniran ke-j dan
kelompok ke-k
k = pengaruh ulangan/kelompok
Pengamatan
1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk
tanaman, diamati setiap 2 minggu.
2. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna,
diamati setiap 2 minggu.
3. Jumlah cabang, dihitung setiap 2 minggu.
4. Diameter batang (mm), diamati pada tanaman yang sudah dipanen dengan
cara mengukur panjang diameter pada sisi tengah batang dengan
menggunakan jangka sorong digital.
5. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara
menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun
dan batang.
6. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara
menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan
batang yang telah dioven pada suhu 105oC selama 24 jam.
7. Analisis kesuburan tanah sebelum percobaan. Disajikan pada Lampiran 6.
86
8. Analisis kandungan N,P dan K pada pupuk kandang kotoran ayam yang
digunakan. Disajikan pada Lampiran 7.
9. Analisis jaringan tanaman tanaman untuk penetapan N (metode Kjedahl),
penetapan P dan K (metode pengabuan kering). Disajikan pada Lampiran
8.
10. Analisis antosianin daun. Sampel daun adalah daun yang telah terbentuk
sempurna dan daun yang terkena matahari secara langsung. Sampel
diambil pada akhir penelitian. Analisis menggunakan metode Yosida et al.
(1976) yang telah dimodifikasi (Sims dan Gamon 2002). Disajikan pada
Lampiran 2.
11. Analisis High Performance Liquid Chromatography (HPLC) kandungan
total filantin (% bobot kering) dan hipofilantin (% bobot kering)
berdasarkan Tripathi et al. (2006) yang dimodifikasi. Prosedur analisis :
1 gram sampel kering meniran yang telah dihaluskan diekstraksi dengan
metanol (3 x 10 ml masing-masing 10 jam) pada suhu kamar (25 5oC),
selanjutnya disaring untuk mendapatkan filtrat yang ditera menjadi 50 ml.
Analisis HPLC : menggunakan Shimadzu (Tokyo, Japan) model LC
20AD yang dilengkapi dengan dioda Shimadzu SPD-M20A dilengkapi
PAD (Photodiode Array Detector) untuk menentukan kemurnian puncak
dan kesamaan uji lignan. Kolom menggunakan LiChroCART250-4RP-
18e(5m). Penyaringan menggunakan nylon membrans filter 0.45 m x 47
mm. Panjang gelombang deteksi 220 nm. Volume injeksi untuk standar
dan sampel 20 L. Kromatografi hasil analisis HPLC dan contoh
perhitungan disajikan pada Lampiran 9.
87
Pertumbuhan tanaman
Perlakuan pemupukan dan jenis meniran berpengaruh nyata terhadap
jumlah cabang dan diameter batang (Tabel 22). Tanaman meniran yang diberi
pupuk menunjukkan peningkatan jumlah cabang dan diameter batang. Pada
keadaan tanpa pupuk, rata-rata jumlah cabang sebesar 45.56 dengan diameter
batang sebesar 4.07 mm lebih rendah dan berbeda nyata dengan jumlah cabang
dan diameter batang pada tanaman yang diberi pupuk kandang sebesar 73.56 dan
5.41 mm, pupuk NPK sebesar 101.78 dan 5.97 mm, dan pupuk kandang + NPK
sebesar 129.94 dan 7.49 mm.
Tabel 22 Pengaruh pemupukan terhadap jumlah cabang dan diameter batang dua
jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam
Perlakuan Peubah pengamatan
Jumlah cabang Diameter batang (mm)
Jenis Meniran
Hijau asal Bangkalan (A6) 112.54 a 6.59 a
Hijau asal Gresik (A7) 79.38 b 6.89 a
Merah asal Bangkalan (A13) 71.21 b 3.73 b
Pemupukan
Tanpa pupuk 45.56 c 4.07 c
Pupuk kandang 73.56 b 5.41 b
Pupuk NPK 101.78 a 5.97 b
Pupuk kandang + NPK 129.94 a 7.49 a
Keterangan : angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Gresik (79.38) dan meniran merah asal Bangkalan (71.21). Sedangkan meniran
hijau asal Gresik mempunyai diameter batang terbesar (6.89 mm) dan tidak
berbeda nyata dengan meniran hijau asal Bangkalan (6.59 mm). Meniran merah
asal Bangkalan mempunyai diameter batang terkecil (3.73 mm).
Meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik secara umum menunjukkan
pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dibandingkan meniran merah. Diduga hal
ini berhubungan dengan kemampuan menggunakan unsur hara yang ada secara
efektif dan efisien. Meniran hijau menunjukkan kemampuan untuk menggunakan
hara nitrogen, fospor dan kalium yang lebih tinggi dibandingkan dengan meniran
merah.
Tabel 23 Interaksi pemupukan terhadap tinggi tanaman dua jenis meniran umur 4
minggu setelah tanam
Jenis Meniran
Pemupukan Hijau asal Hijau asal Merah asal
Bangkalan Gresik Bangkalan
(A6) (A7) (A13)
Tanpa pupuk 13.73 de 13.33 de 6.40 f
Pupuk kandang 18.20 cd 21.67 bc 8.53 ef
Pupuk NPK 26.67 ab 25.80 ab 9.27 ef
Pupuk kandang + NPK 31.53 a 30.87 a 11.93 ef
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Demikian juga dengan meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik tanpa
pemupukan mempunyai tinggi tanaman yang rendah (13.73 cm; 13.33 cm).
Terdapat perbedaan pengaruh yang nyata antara pemberian pupuk pada meniran
hijau dibandingkan meniran merah. Sebaliknya pada berbagai perlakuan
pemupukan, meniran hijau asal Bangkalan menunjukkan pengaruh tidak berbeda
nyata dengan meniran hijau asal Gresik.
Hasil sidik ragam menunjukkan jenis meniran dan pemupukan
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun majemuk. Pada 2 MST terdapat
interaksi antara jenis meniran dengan pemupukan terhadap jumlah daun majemuk
(Tabel 24).
Interaksi antara pemupukan dengan jenis meniran terhadap jumlah daun
majemuk menujukkan meniran hijau asal Gresik yang diberi pupuk kandang +
NPK mempunyai jumlah daun majemuk terbanyak (21.13) diikuti meniran hijau
asal Bangkalan dengan pemberian pupuk yang sama (18.93). Meniran merah asal
Bangkalan menunjukkan jumlah daun majemuk lebih sedikit dan terendah pada
perlakuan tanpa pemupukan (5.60; 5.73; 7.13; 8.00).
Tabel 24 Interaksi pemupukan terhadap jumlah daun majemuk dua jenis meniran
umur 2 minggu setelah tanam
Jenis Meniran
Pemupukan Hijau asal Hijau asal Merah asal
Bangkalan Gresik Bangkalan
(A6) (A7) (A13)
Tanpa pupuk 10.07 efg 8.00 fgh 5.60 h
Pupuk kandang 11.67 def 13.27 cde 5.73 h
Pupuk NPK 15.47 bcd 16.07 bc 7.13 gh
Pupuk kandang + NPK 18.93 ab 21.13 a 8.00 fgh
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
pupuk kandang +NPK mempunyai kadar hara N,P dan K pada jaringan tanaman
yang lebih tinggi (3.04%; 0.32%; 2.45%). Meniran merah asal Bangkalan yang
diberi pupuk kandang + NPK mempunyai kadar hara N, P dan K lebih tinggi
(2.88%; 0.34%; 2.15%) dibandingkan dengan berbagai perlakuan pemupukan
lainnya.
4
Persen (%)
3
2
1 Nitrogen
0 Fospor
Kalium
Kombinasi Perlakuan
Tabel 25 Interaksi pemupukan terhadap bobot basah batang dua jenis meniran
umur 10 minggu setelah tanam
Jenis Meniran
Pemupukan Hijau asal Hijau asal Merah asal
Bangkalan Gresik Bangkalan
(A6) (A7) (A13)
Tanpa pupuk 2.76 e 2.14 e 1.67 e
Pupuk kandang 6.36 dc 3.13 e 2.18 e
Pupuk NPK 9.34 abc 7.37 bc 2.73 e
Pupuk kandang + NPK 13.40 a 10.32 ab 3.40 de
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Tabel 26 Pengaruh pemupukan terhadap bobot basah akar, daun dan total dua
jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam
Peubah pengamatan
Perlakuan Bobot basah Bobot basah Bobot basah
akar daun total
(g tan-1) (g tan-1) (g tan-1)
Jenis Meniran
Hijau asal Bangkalan (A6) 5.50 10.76 a 24.22 a
Hijau asal Gresik (A7) 6.46 8.59 b 20.79 a
Merah asal Bangkalan (A13) 5.88 7.62 b 15.99 b
Pemupukan
Tanpa pupuk 3.43 c 4.87 c 10.49 d
Pupuk kandang 5.18 b 6.76 c 15.83 c
Pupuk NPK 6.55 b 9.96 b 22.99 b
Pupuk kandang + NPK 8.62 a 14.37 a 32.03 a
Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Tabel 27 Interaksi pemupukan terhadap bobot kering batang dua jenis meniran
umur 10 minggu setelah tanam
Jenis Meniran
Pemupukan Hijau asal Hijau asal Merah asal
Bangkalan Gresik Bangkalan
(A6) (A7) (A13)
Tanpa pupuk 0.87 f 1.05 f 0.70 f
Pupuk kandang 4.42 cde 1.78 ef 1.07 f
Pupuk NPK 7.09 abc 5.26 bcd 1.44 ef
Pupuk kandang + NPK 11.19 a 8.17 ab 2.10 def
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Tabel 28 Pengaruh pemupukan terhadap bobot kering akar, daun dan total dua
jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam
Peubah pengamatan
Perlakuan Bobot kering Bobot kering Bobot kering
akar daun total
(g tan-1) (g tan-1) (g tan-1)
Jenis Meniran
Hijau asal Bangkalan (A6) 3.47 6.95 16.31 a
Hijau asal Gresik (A7) 4.48 6.04 14.58 a
Merah asal Bangkalan (A13) 3.72 4.57 9.63 b
Pemupukan
Tanpa pupuk 1.48 c 2.58 c 4.94 d
Pupuk kandang 3.21 b 4.17 c 9.81 c
Pupuk NPK 4.48 ab 6.59 b 15.67 b
Pupuk kandang + NPK 6.39 a 10.06 a 23.61 a
Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Tabel 30 Kandungan total filantin dan hipofilantin dari tiga aksesi meniran pada
berbagai perlakuan pemupukan
Jenis meniran
0.3 0.26
0.25 0.18
Persen (%)
0.2 0.17
0.14
0.15
0.08 0.09
0.1
0.06 0.07 Filantin
0.05
0 Hipofilantin
Tanpa
Pupuk Pupuk
pupuk Pupuk
kandang NPK
kandang
+ NPK
Pemupukan
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 30 dan Gambar 18, belum
terlihat pola penurunan maupun peningkatan kandungan total filantin dan
hipofilantin pada berbagai perlakuan pemupukan. Meniran hijau asal Bangkalan
dan Gresik menunjukkan kandungan total filantin dan hipofilantin yang lebih
tinggi dibandingkan dengan meniran merah.
Pemberian pupuk kandang pada meniran hijau asal Gresik menunjukkan
kandungan total filantin yang tertinggi sebesar 0.18 % berat kering dan
hipofilantin tertinggi sebesar 0.26 % berat kering.
Simpulan
1. Meniran hijau membutuhkan pemberian pupuk berupa kombinasi
pemberian pupuk kandang + NPK untuk menghasilkan pertumbuhan dan
produksi biomassa yang tinggi
2. Meniran hijau membutuhkan pemberian pupuk kandang untuk
menghasilkan kandungan total filantin dan hipofilantin yang tinggi.
3. Meniran merah membutuhkan pemberian pupuk kandang + NPK untuk
menghasilkan kandungan antosianin daun yang tinggi.
98
99
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh berbagai kadar air tanah
terhadap pertumbuhan dan kandungan antosianin dua jenis meniran (Phyllanthus
niruri L. dan Phyllanthus urinaria L.) Penelitian dilakukan di di Rumah Kaca
University Farm IPB Cikabayan, Dramaga Bogor terletak pada ketinggian 250 m
di atas permukaan laut (dpl). dimulai pada bulan Juni 2010 sampai dengan
September 2010. Percobaan disusun berdasarkan percobaan faktorial dalam
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama
adalah tingkat ketersediaan air tanah (K) terdiri dari 100% air tersedia (K0), 75%
air tersedia (K1), 50% air tersedia (K2), 25% air tersedia (K3). Faktor kedua
adalah dua jenis meniran (M) terdiri dari M1 = meniran hijau (Phyllanthus niruri
L.) asal Bangkalan (A6), M2 = meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) asal Gresik
(A7), dan M3 = meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) asal Bangkalan (A13).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan pertumbuhan dan
produksi biomassa yang tinggi, meniran merah (A13) membutuhkan kadar air
tanah 100% tersedia bagi tanaman. Meniran merah (A13) membutuhkan kadar air
tanah 100% tersedia bagi tanaman untuk menghasilkan klorofil a, klorofil b dan
total klorofil yang tinggi. Meniran merah (A13) membutuhkan kadar air tanah
50% tersaedia bagi tanaman untuk menghasilkan antosianin yang tinggi.
Kata kunci : meniran hijau, meniran merah, antosianin, klorofil, kadar air tanah
Abstract
The objective of this research was to study the effects of differences in soil
moisture content on growth and contain of anthocyanins of two species
Phyllanthus (Phyllanthus niruri L. dan Phyllanthus urinaria L.) The research was
observed at the Rumah Kaca University Farm Cikabayan IPB, Bogor Dramaga at
an altitude of 250 m above sea level (asl) from June 2010 to September 2010. This
work used factorial experiment in randomized block design (RGD), which
consists of two factors. The first factor was the availability of ground water level
(K) consists of 100% of water available (K0), 75% of water available (K1), 50%
of water available (K2), 25% of water available (K3). The second factor is two
species of Phyllanthus (M) which consists of M1 = green meniran (Phyllanthus
niruri L.) from Bangkalan (A6), M2 = green meniran (Phyllanthus niruri L.) from
Gresik (A7), and M3 = red meniran (Phyllanthus urinaria L.) from Bangkalan
(A13). The results indicated that to increase growth and high biomass production,
red meniran (A13) requires 100% soil moisture available to plants. Thus, red
meniran (A13) requires 100% soil moisture avaiable to plants to produce the high
100
Pendahuluan
Air merupakan komponen utama pada tanaman. Air sangat dibutuhkan
tanaman karena dapat berperan sebagai zat pelarut, transportasi hara, penjaga
turgiditas sel dan sebagai bahan fotosintesis (Taiz dan Zeiger 2002). Menurut
Filter dan Hay (1994) kandungan air pada tanaman dapat mencapai 70-90% dari
bobot segar jaringan dan organ tanaman dan sebagian besar dikandung dalam sel.
Jumlah air yang dapat diserap dan tersedia bagi tanaman adalah perbedaan
antara batas jumlah air tanah di dalam tanah pada kapasitas lapang sampai jumlah
air pada persentase kelayuan permanen (Darmawan dan Baharsjah 2010).
Kandungan air tanah sangat dipengaruhi oleh luas permukaan partikel tanah
(Gardner et al. 2008). Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa selama masa
hidupnya tanaman umumnya memerlukan air untuk melakukan transpirasi dari
daunnya mencapai 100 kali berat tubuhnya. Hillel (1990) menyebutkan dari
seluruh total jumlah air yang diserap hanya sedikit air yang dipergunakan untuk
keperluan fotosintesis dan keperluan metabolismenya, selebihnya sekitar 99% air
tersebut akan hilang sebagai uap melalui proses transpirasi pada daun dan kanopi
tanaman. Dengan demikian jika tanaman memiliki ukuran yang besar maka akan
membutuhkan air dalam jumlah yang besar.
Kemampuan tanah untuk menyimpan air disebut kapasitas lapang.
Kapasitas lapang yaitu kemampuan tanah untuk dapat menahan air setelah
dilakukan pemberian air sampai jenuh. Nilai kapasitas lapang sangat beragam
tergantung jenis tanah. Tanah liat atau tanah dengan kandungan humus tinggi
mampu menahan air sampai 40% dari volume kapasitas lapang setelah beberapa
hari. Sangat berbeda dengan tanah berpasir yang hanya dapat menahan 3% air dari
volume kapasitas lapang (Taiz dan Zeiger 2002). Ketersediaan air dalam tanah
bagi tanaman umumnya pada kapasitas lapang dengan potensial air tanah -0.03
MPa dan layu permanen -1.5MPa. Ketersediaan air tanah yang dapat diserap
tanaman adalah pada potensial air -0.03 sampai -0.5 MPa dan pada kondisi
tersebut tanaman mengabsorbsi air sekitar 55-65% dari yang tersedia. Pada
101
kondisi potensial air sekitar -0.5 sampai -1.5 MPa tanaman menunjukkan gejala
kelayuan walaupun tanaman dapat mengabsorbsi air.
Besarnya air yang dibutuhkan tanaman selalu meningkat bersamaan
dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air juga dipengaruhi
oleh faktor genetis dari tiap varietas.
Menurut Sinclair dan Ludlow (1986), respon tanaman terhadap kekeringan
dibagi dalam tiga level. Kekeringan level pertama ialah : air masih cukup banyak,
tanaman dapat mengambil air untuk transpirasi dan stomata terbuka penuh.
Kekeringan level kedua, akar tanaman tidak mampu lagi menunjang suplai air
yang cukup ke bagian atas tanaman (daun) dan stomata secara bertahap menutup
menyesuaikan dengan kehilangan air agar turgor daun dapat dipertahankan.
Kekeringan level ketiga, ketika akar tanaman sudah tidak bisa lagi mencukupi air
untuk transpirasi, stomata menutup dan semua proses fisiologi yang terlibat dalam
pertumbuhan termasuk fotosintesis terhambat.
Darmawan dan Baharsjah (2010) menyatakan bahwa tersedianya air tanah
secara tidak langsung mempengaruhi kadar air sel daun yang seterusnya
mempengaruhi terbukanya stomata sehingga mempengaruhi fotosintesis.
Salisbury dan Ross (1995), Cseke et al. (2006) menyebutkan senyawa-senyawa
golongan flavonoid dapat mengalami peningkatan karena pengaruh cahaya.
Cahaya dalam proses fotosintesis akan menghasilkan glukosa-6-fosfat sebagai
prekusor pembentukan asetil CoA yang selanjutnya menghasilkan senyawa
flavonoid termasuk antosianin. Pada tanaman, antosianin berfungsi dalam hal
resistensi terhadap penyakit.
Menurut Jones et al. (1992) mekanisme ketahanan tanaman terhadap
kekeringan adalah (1) penghindaran terhadap defisit air yang meliputi : a)
melepaskan diri dari cekaman misalnya dengan memperpendek siklus
pertumbuhan dan memperpanjang periode dorman, b) konservasi air pada
tanaman yang diwujudkan dalam bentuk ukuran daun yang kecil, penutupan
stomata, kultivar tanaman yang resisten dan penyerapan radiasi matahari yang
terbatas, c) penyerapan air yang efektif, diwujudkan dalam bentuk morfologi akar
yang memanjang, dalam dan tebal, (2) toleran terhadap defisit air yaitu dengan
cara, a) memelihara tekanan turgor, b) mengaktifkan larutan pelindung untuk
102
aktifitas enzim yang toleran kekeringan dan (c) mekanisme efisiensi melalui
pengggunaan air yang tersedia secara efisien dan memaksimalkan indeks panen.
Untuk mengatasi terjadinya cekaman oksidatif karena kekeringan,
tanaman memiliki mekanisme untuk meningkatkan ketahanannya, diantaranya
dengan meningkatkan pembentukan dan aktivitas enzim antioksidan seperti
glutation peroksidase (GPX), Glutation reduktase (GR), Superoxida Dismutase
(SOD) dan senyawa antioksidan lainnya yang dapat menyelamatkan tanaman dari
ROS (Rhodes dan Samaras 1994). Kerusakan cekaman oksidatif terjadi apabila
terdapat ketidakseimbangan antara kemampuan enzim antioksidan dan toksifikasi
ROS (Rodriguez et al. 2002).
Selain enzim antioksidan tanaman juga meningkatkan mekanisme untuk
menghadapi kekeringan dengan mengakumulasi senyawa osmoprotektan dan
larutan yang sesuai seperti prolin. Akumulasi prolin merupakan upaya tanaman
untuk melindungi enzim dari proses denaturasi. Selain itu, prolin juga dapat
berinteraksi dengan membrane, mengatur keseimbangan kemasaman sitosol
dengan perbandingan NADH/NAD+ berfungsi sebagai sumber energi dan
membantu sel untuk menghadapi cekaman oksidatif. Oleh karena itu prolin
disebut sebagai osmoprotektan (Konstantinova et al. 2002).
Rahardjo et al. (1999) menyatakan bahwa kandungan asiatikosida
tanaman pegagan di lapang pada kondisi normal (100%) adalah 2.93%.
Kandungan asiatikosida meningkat menjadi 3.56% apabila tanaman mengalami
cekaman air (50%). Penelitian terhadap tiga kultivar Eragrostis curvula
menunjukkan terjadinya penurunan mencapai 50% berat kering tanaman setelah
mengalami cekaman kekeringan (Colom dan Vazzana 2000).
Pada tanaman meniran, belum diketahui berapa besar kebutuhan air untuk
pertumbuhan tanaman. Demikian juga dengan informasi hubungan antara
kebutuhan air bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhadap
pembentukan senyawa bioaktifnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh tingkat kadar air tanah tersedia terhadap pertumbuhan, produksi
biomassa dan kandungan antosianin meniran.
103
Metodologi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan percobaan faktorial dalam
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama
adalah tingkat ketersediaan air tanah (K) terdiri dari 100% air tersedia (K0), 75%
air tersedia (K1), 50% air tersedia (K2), 25% air tersedia (K3). Faktor kedua
adalah dua jenis meniran (M) yang terdiri dari M1 = meniran hijau asal
Bangkalan (A6) M2 = Meniran hijau asal Gresik (A7) dan M3 = meniran merah
(A13). Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan tiga kali
ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan.
Model linier rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = nilai pengamatan karena adanya pengaruh tingkat ketersediaan air tanah
ke-i atau jenis meniran ke-j pada kelompok ke-k
()ij = nilai pengamatan karena pengaruh interaksi tingkat ketersediaan air tanah
ke-i dan jenis meniran ke-j
ijk = pengaruh galat pada perlakuan tingkat ketersediaan air tanah ke-i, jenis
meniran ke-j dan kelompok ke-k
k = pengaruh ulangan/kelompok
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan pemberian air untuk setiap perlakuan dilakukan berdasarkan air
tersedia. Air tersedia dalam tanah ditentukan dengan mencari selisih antara kadar
air kapasitas lapang dan titik layu permanen. Penetapan kadar air kapasitas lapang
menggunakan alat pressure plate apparatus dan penetapan kadar air titik layu
permanen menggunakan alat pressure membrane apparatus. Penetapan kadar air
kapasitas lapang menggunakan contoh tanah utuh sedangkan untuk titik layu
permanen digunakan contoh tanah kering udara berdiameter 2 mm. Contoh
tanah utuh diambil dengan menggunakan tabung tembaga (copper ring) pada
kedalaman 0 20 cm. Selanjutnya contoh tanah tersebut dijenuhi dengan air
sampai berlebihan dan dibiarkan selama 48 jam. Alat ditutup rapat, kemudian
diberi tekanan sesuai dengan pF yang dikehendaki. Jika telah tercapai
keseimbangan contoh tanah dikeluarkan dan ditetapkan kadar airnya dengan
metode gravimetri.
105
Untuk menentukan kadar air tanah kering udara dilakukan dengan cara
menimbang contoh tanah kering udara (BKU). Kemudian contoh tanah tersebut
dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC selama 24 jam (BK). Selanjutnya
kadar air tanah pada keadaan kering udara dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus berikut :
BKU - BK
KA = x 100%
BK
1. 100% air tersedia, maka kadar air tanahnya adalah = (100/100 x % kadar air
tersedia) + % kadar air titik layu permanen
2. 75% air tersedia, maka kadar air tanahnya adalah = (75/100 x % kadar air
tersedia) + % kadar air titik layu permanen.
3. 50% air tersedia, maka kadar air tanahnya adalah = (50/100 x % kadar air
tersedia) + % kadar air titik layu permanen.
4. 25% air tersedia, kadar air tanahnya adalah = (25/100 x % kadar air tersedia) +
% kadar air titik layu permanen.
Penyesuaian kadar air tanah untuk masing-masing perlakuan dilakukan
setiap hari dengan menimbang bobot tanah dan tanaman yang ada dalam polibag.
Koreksi terhadap pertambahan bobot tanaman dilakukan dengan mencabut
tanaman dan menimbang bobot tanaman sesuai kombinasi perlakuan setiap 2
minggu dengan menggunakan contoh tidak tetap yang disediakan khusus untuk
koreksi bobot basah tanaman.
Penanaman
Biji meniran yang didapat dari eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan
Kabupaten Gresik dikeringanginkan selama 24 jam, kemudian disemai. Media
semai berupa campuran antara tanah, sekam dan kompos dengan perbandingan
106
1:1:1. Biji yang disemai ditutup dengan kompos agar tidak mudah diterbangkan
angin. Selanjutnya media disiram air. Untuk menjaga kelembaban, persemaian
ditutup dengan plastik bening tembus cahaya. Wadah diletakkan ditempat yang
ternaungi. Setelah tumbuh kecambah, tutup plastik dibuka. Dilakukan
pemeliharaan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke polibag. Bibit yang dipindah
telah mempunyai minimal empat daun majemuk.
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma
dan pencegahan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi
sesuai dengan perlakuan. Pengendalian hama dan penyakit dengan insektisida
organik. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara penyiangan.
Pengamatan
1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk
tanaman, diamati setiap 2 minggu.
2. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna,
diamati setiap 2 minggu.
1. Jumlah cabang, dihitung setiap 2 minggu.
2. Diameter batang (mm), diamati pada tanaman yang sudah dipanen dengan
cara mengukur panjang diameter pada sisi tengah batang dengan
menggunakan jangka sorong digital.
3. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara
menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun
dan batang.
4. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara
menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan
batang yang telah dioven pada suhu 105oC selama 24 jam.
5. Analisis klorofil dan antosianin daun. Analisis klorofil dilakukan untuk
mendapatkan kandungan klorofil a, klorofil b dan total klorofil tanaman.
Semua analisis dilakukan pada akhir penelitian. Menggunakan metode
Yosida et al. (1976) yang telah dimodifikasi (Sims dan Gamon 2002).
Cara kerja disajikan pada Lampiran 2.
107
Pertumbuhan tanaman
Perlakuan kadar air tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun dan jumlah cabang dua jenis meniran. Perlakuan kadar air tanah
tersedia berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Sedangkan jenis meniran
pengaruhnya tidak berbeda nyata.
Tabel 31 Pengaruh kadar air tanah tersedia terhadap tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah cabang dan diameter batang dua jenis meniran umur 10 minggu
setelah tanam
Peubah pengamatan
Perlakuan Tinggi Jumlah Jumlah Diameter
tanaman daun cabang batang
(cm) (mm)
Jenis Meniran
Hijau asal Bangkalan (A6) 72.58 a 267.53 b 38.00 b 3.99
Hijau asal Gresik (A7) 72.08 a 216.23 b 34.58 b 4.06
Merah asal Bangkalan (A13) 36.33 b 301.32 a 58.08 a 4.01
Kadar air tanah
100% 67.56 a 342.78 a 53.56 a 4.54 a
75% 63.78 a 314.20 a 53.67 a 4.02 ab
50% 59.00 ab 269.78 ab 37.24 b 3.96 b
25% 53.67 b 200.02 b 29.56 b 3.56 b
Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
Pemberian air pada tanaman meniran, pada kadar air 100% tersedia
menunjukkan bobot basah akar (3.79 g tanaman-1), bobot basah batang (11.21 g
tanaman-1), bobot basah daun (20.83 g tanaman-1) dan bobot basah total (35.84 g
tanaman-1) maksimal. Terjadi penurunan yang nyata pada bobot basah total
(17.60 g tanaman-1) pada kadar air 25%. Penurunan ini diduga erat kaitannya
dengan menurunnya translokasi hara dan aktivitas fotosintesis pada tanaman.
110
Tabel 33 Pengaruh kadar air tanah tersedia terhadap bobot kering akar, berat
kering batang, berat kering daun dan berat kering total dua jenis
meniran umur 10 minggu setelah tanam
Peubah pengamatan
Bobot Bobot Bobot Bobot
Perlakuan kering kering kering kering
akar batang daun total
(g tan-1) (g tan-1) (g tan-1) (g tan-1)
Jenis Meniran
Hijau asal Bangkalan (A6) 1.70 2.36 5.61 ab 9.67 ab
Hijau asal Gresik (A7) 1.37 2.59 4.46 b 8.42 b
Merah asal Bangkalan (A13) 1.55 2.39 6.27 a 10.20 a
Kadar air tanah
100% 3.79 a 3.18 a 6.39 a 11.78 a
75% 2.89 ab 2.50 a 5.91 a 10.03 b
50% 2.88 ab 2.37 ab 5.35 ab 9.09 b
25% 2.01 b 1.73 b 4.14 b 6.82 c
Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
terhadap bobot kering batang, rimpang dan daun kapolaga sabrang. Penelitian
Rahardjo et al. 1999) menunjukkan bahwa pemberian cekaman air dapat
menurunkan akumulasi biomassa (bobot kering daun,tangkai daun dan batang)
dan peningkatan cekaman air sebesar 1% kapasitas lapang dapat menurunkan
bobot biomassa sebesar 191 mg.
Tabel 34 Interaksi kadar air tanah terhadap kandungan klorofil a, klorofil b, total
klorofil dan antosianin daun dua jenis meniran umur 10 MST
Jenis Meniran
Kadar air tanah Hijau asal Hijau asal Gresik Merah asal
Bangkalan (A7) Bangkalan
(A6) (A13)
-1
Klorofil a (mg g )
100% 2.15 cde 2.59 cd 6.98 a
75% 1.63 de 1.43 e 4.32 b
50% 2.86 c 1.25 e 5.37 b
25% 3.22 c 1.61 de 4.63 b
-1
Klorofil b (mg g )
100% 0.93 efg 1.08 efg 2.79 a
75% 0.70 g 0.73 fg 1.68 cd
50% 1.21 ef 0.64 g 2.17 b
25% 1.33 de 0.76 fg 1.87 bc
-1
Total klorofil (mg g )
100% 3.08 efg 3.66 ef 9.77 a
75% 2.34 fg 2.16 fg 5.99 cd
50% 4.06 e 1.99 g 7.54 b
25% 4.55 de 2.37 fg 6.49 bc
Antosianin (mg g-1)
100% 0.99 a 0.25 c 0.56 bc
75% 0.29 c 0.91 ab 0.29 c
50% 0.27 c 0.55 bc 1.02 a
25% 0.43 c 0.30 c 0.91 ab
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.
112
Meniran merah asal Bangkalan (A13) dengan kadar air tanah tersedia
100% mempunyai kandungan klorofil a (6.98 mg g-1), kandungan klorofil b (2.79
mg g-1) dan total klorofil (9.77 mg g-1) terbesar. Kandungan antosianin terbesar
(1.02 mg g-1) ditemukan pada meniran merah asal Bangkalan dengan kadar air
tanah tersedia 50%, diikuti meniran hijau asal Bangkalan (0.99 mg g-1) dengan
kadar air tanah 100% (0.99 mg g-1) dan meniran hijau asal Gresik dengan kadar
air tanah tersedia 75% . Keberadaan air dalam tanah yang berada dalam keadaan
tersedia untuk tanaman akan mempermudah tanaman dapat menyerap air.
Selanjutnya tersedianya air tanah secara tidak langsung akan mempengaruhi kadar
air dalam sel daun. Hal ini akan mempengaruhi proses membukanya stomata
sehingga mempengaruhi proses fotosintesis (Darmawan dan Baharsjah 2010).
Pada tanaman, dalam kloroplas terdapat dua macam klorofil (klorofil a dan
klorofil b) yang merupakan pigmen penyerap energi yang utama. Energi cahaya
digunakan untuk mengoksidasi H20 membentuk ATP dan NADPH yang kaya
energi yang diperlukan untuk mengubah CO2 menjadi karbohidrat. Prekusor
utama dalam pembentukan klorofil adalah glutamat yang merupakan senyawa
organik intermediet (Gambar 3). Pada pembentukan senyawa metabolit sekunder
dalam tanaman, intensitas cahaya juga berperan penting. Awad et al. (2001)
menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berbeda dapat menghasilkan
kandungan golongan flavonoid yang berbeda pada kulit buah apel kultivar
Jonagold. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan peningkatan antosianin karena
pengaruh cahaya.
Simpulan
1. Meniran merah membutuhkan kadar air tanah 100% tersedia bagi tanaman
untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi.
2. Meniran merah membutuhkan kadar air tanah 100% tersedia bagi tanaman
untuk menghasilkan klorofil a, klorofil b dan total klorofil yang tinggi.
3. Meniran merah membutuhkan kadar air tanah 50% tersedia bagi tanaman
untuk menghasilkan kandungan antosianin daun yang tinggi.
113
PEMBAHASAN UMUM
bobot basah daun pada komponen utama 2. Berdasarkan hasil analisis komponen
utama terhadap karakter morfologi dan kandungan antosianin daun terbentuk 3
kelompok. Kelompok A terdiri dari aksesi meniran hijau asal Bangkalan nomor
1,2,3,4,5, dan aksesi meniran hijau asal Gresik nomor 8,9,10,11,12. Kelompok B
terdiri dari aksesi meniran hijau asal Bangkalan nomor 6 dan aksesi meniran hijau
asal Gresik nomor 7. Kelompok C terdiri dari aksesi meniran merah asal
Bangkalan nomor 13. Berdasarkan hasil analisis gerombol terhadap keseluruhan
karakter morfologi dan kandungan antosianin daun diperoleh dendrogram dengan
pengelompokan aksesi sebanyak 2 kelompok pada koefisien kemiripan sebesar
69.82%. Kelompok A terdiri dari semua aksesi meniran hijau asal Bangkalan
(A1, A2, 3, A4, A5, A6) dan semua aksesi meniran hijau asal Gresik (A7,A8,A9,
A10, A11, A12). Kelompok B terdiri dari aksesi meniran merah asal Bangkalan
(A13.)
Hasil pengelompokan berdasarkan penanda RAPD menunjukkan pada
tingkat kemiripan 100% sampai 63%, 13 aksesi yang dianalisis dapat
dikelompokan menjadi 7 kelompok. Kelompok A terdiri dari meniran hijau asal
Bangkalan aksesi nomor 3,4,6, meniran hijau asal Gresik aksesi nomor 7,8,9, dan
10 yang mempunyai tingkat kemiripan sebesar 100%. Kelompok B terdiri dari
aksesi meniran hijau asal Bangkalan nomor 1 dengan aksesi kelompok A dengan
tingkat kemiripan sebesar 97%. Kelompok C terdiri dari aksesi meniran hijau
asal Bangkalan nomor 5 dengan kelompok B dengan tingkat kemiripan 96%.
Kelompok D terdiri dari aksesi meniran hijau asal Bangkalan nomor 2 dengan
aksesi meniran hijau asal Gresik nomor 11 yang mempunyai kemiripan sebesar
94%. Kelompok E yaitu gabungan kelompok C dan kelompok D dengan tingkat
kemiripan sebesar 90% sampai dengan 100%. Kelompok F merupakan gabungan
dari kelompok E dan aksesi meniran hijau asal Gresik nomor 12 dengan tingkat
kemiripan sebesar 83% sampai dengan 100%. Kelompok G terdiri dari gabungan
semua meniran hijau (nomor 1 sampai nomor 12) dan meniran merah (aksesi
nomor 13) dengan tingkat kemiripan sebesar 63% atau perbedaannya sebesar
27%. Keragaman suatu populasi tanaman dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu
keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Keragaman yang luas dari suatu karakter akan memberikan peluang yang baik
116
dalam proses seleksi karena proses perbaikan karakter tanaman dapat sesuai
dengan yang diharapkan. Bahar dan Zen (1993), menyatakan bahwa pelaksanaan
seleksi secara visual yaitu memilih fenotipe yang baik belum memberikan hasil
yang memuaskan tanpa berpedoman pada nilai karakter genetik yaitu ragam
genetik, heritabilitas dan kemajuan genetik.
Hasil seleksi terhadap karakter morfologi dan kandungan bioaktif yang
dilanjutkan dengan analisis komponen utama berdasarkan keragaman karakter
morfologi dan kandungan antosianin daun terhadap 13 aksesi meniran
menunjukkan, dari 12 aksesi meniran hijau, 2 aksesi meniran hijau yaitu aksesi
meniran hijau asal Bangkalan (A6) dan Gresik (A7) dapat dipilih untuk penelitian
selanjutnya. Aksesi meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik (A6 dan A7)
mempunyai potensi pertumbuhan dan produksi biomassa secara nyata lebih tinggi
dibandingkan aksesi lainnya. Sedangkan 1 aksesi meniran merah asal Bangkalan
(A13) didapatkan mempunyai potensi kandungan bioaktif yang lebih besar. A6,
A7 dan A13 yang terpilih akan digunakan dalam penelitian untuk melihat respon
tanaman terhadap pengaruh faktor lingkungan (cahaya, air dan unsur hara).
Analisis kekerabatan 13 aksesi meniran berdasarkan RAPD menunjukkan aksesi
meniran hijau mengelompok dalam satu kelompok sedangkan aksesi meniran
merah memisah pada kelompok yang lain.
Pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman meniran sangat ditentukan
oleh faktor lingkungan sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik,
produksi biomassa dan produksi bioaktif yang tinggi diperlukan adanya perlakuan
yang tepat pada budidaya tanaman. Perlakuan budidaya yang diberikan adalah
dengan mengatur intensitas naungan dan intensitas cahaya, pemberian unsur hara
melalui pemupukan dan pengaturan kadar air tanah tersedia yang tepat dalam
menunjang pertumbuhan, produksi biomassa dan produksi bioaktif meniran.
Aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6) dan Gresik (A7) menunjukkan
respon pertumbuhan dan peningkatan biomassa yang tinggi pada berbagai
perlakuan naungan. Untuk menghasilkan produksi biomassa yang tinggi melalui
peningkatan diameter batang, jumlah daun majemuk dan jumlah cabang meniran
hijau cenderung membutuhkan keadaan terbuka tanpa naungan hingga ternaungi
25%. Aksesi meniran merah (A13) secara umum menunjukkan respon
117
a b
a b
Gambar 20 Tepi daun (a) meniran hijau tanpa trikoma, (b) meniran merah
dengan trikoma
hama yang menyerang daun dan tidak ditemukan gejala serangan penyakit.
Pengendalian dilakukan dengan cara penyemprotan insektisida organik pada
tanaman dengan bahan utama insektisida berupa daun sereh. Pengendalian gulma
dilakukan dengan cara penyiangan secara manual.
Pupuk yang digunakan adalah 400 kg ha-1 urea (46% N), 150 kg ha-1 SP-
36 (36% P205) dan 200 kg ha-1 KCl (60% K20) serta pupuk kandang (kotoran
ayam) 20 ton per hektar (Djauharia et al. 1993). Pupuk kandang dan SP-36
diberikan seluruhnya pada waktu tanam sedangkan urea dan KCl diberikan dua
kali yaitu pertama pada saat tanaman umur 1 bulan setelah tanam dan kedua pada
saat umur tanaman 1.5 bulan setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan
pemberian pupuk NPK dan pupuk kandang dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi biomassa meniran hijau secara maksimal dan terjadi peningkatan
kandungan antosianin daun meniran merah. Penggunaan pupuk kandang saja
dapat meningkatkan kandungan total filantin dan hipofilantin meniran hijau.
Pola tanam
Penanaman dapat dilakukan secara monokultur atau polikultur. Meniran
menunjukkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang maksimal bila ditanam
pada kondisi tanpa naungan. Pada keaadaan cahaya penuh, meniran hijau
menunjukkan kandungan total filantin yang tinggi. Pada penanaman secara
polikultur dapat ditanam dengan tanaman semusim yang mempunyai akar serabut
dan tidak memiliki percabangan yang rimbun. Penanaman di bawah tegakan hutan
dapat dilakukan pada kondisi tanaman utama berumur kurang dari 5 tahun dan
tidak memiliki percabangan yang rimbun. Hasil penelitian menunjukkan kondisi
naungan 50% dapat meningkatkan kandungan total hipofilantin meniran hijau dan
filantin meniran merah.
Panen
Panen dilakukan pada umur 3 4 bulan setelah tanam (Kartasubrata
2010). Panen pada penelitian ini dilakukan pada umur 3.5 bulan. Hasil produksi
total segar maksimal dengan pemberian pupuk kandang + NPK sebesar 32.03 g
tanaman-1 dan produksi total kering maksimal sebesar 23.61 g tanaman-1.
Penggunaan pupuk kandang saja menghasilkan produksi total segar 15.83 g
tanaman-1 dan produksi total kering 9.81 g tanaman-1.
125
Pascapanen
Herba hasil panen dicuci bersih, dikeringkan dengan alat pengering
dengan suhu tidak melebihi 60oC atau dapat dijemur di bawah matahari dengan
kadar air maksimal 14%. Selanjutnya digiling, dikemas dalam wadah plastik
hampa udara dan diberi label.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Awad M.A. 2001. The Apple Skin : Colourful Healthiness. Developmental and
environmental regulation of flavonoid and chlorogenic acid in apples.
Egypt: Mansoura University. 142p.
Azmy HJ. 2002. Dampak konservasi dan konservasi lahan hutan terhadap
kehidupan. Bul Leuser 4(11) : 21-22.
Babbar LI, Zak DR. 1994. Nitrogen cycling in coffee agroecosystems. Agric
Eco Environ 48:107-113.
Barritt BH, Drake SR, Konishi BS, Rom CR. 1997. Influence of sunlight level
and rootstock on apple fruit quality. Acta Hort 451:569-577.
Bozhkov P, Arnold SV. 1998. PEG promotes maturation but inhibits further
development of picea abies somatic embryos. Physiol Plant 104:221-224.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004.
Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta:BPOM
RI.
Colom MR, Vazzana C. 2000. Water stress effects on three cultivars of Eragrotis
curvula. Ital J Agron 6:127-132.
Cseke LJ, Lu Casey R, Kornfeld A, Kaufman PB, Kirakosyan A. 2006. How and
Why these compounds are synthesized by plants. Di dalam: Cseke LJ,
Kirakosyan A, Kaufman PB, Warber SL, Duke JA, Brielmann HL, editor.
Natural Products from Plants. Boca Raton, London, New York: Taylor
and Francis Group LCC CRC Pres. hlm 51-100.
Devlin R, Witham FH. Plant physiology (4th edition). Quezon City: PWS
Publisher.
Fageria NK. 2009. The Use of Nutrients in Crop Plants. Florida:Taylor and
Francis Group.
Figueira GM, De Magalhaes PM, Rahder VIG, Sartoratto A, Vaz APA. 2006.
Chemical preliminary evaluation of selected genotype of Phyllanthus
amarus Schumach. Grown in four different counties of Sao Paulo State.
Rev Bras Pl Med 8:43-45.
Fitter AH, Hay RKM. 2002. Environmental Physiology of Plants. Ed ke-3. San
Diego: Academic Press. Hlm 79-130.
Ganefianti D.W, Yulian, Suprapti A.N. 2006. Korelasi dan sidik lintas antara
pertumbuhan, komponen hasil dan hasil dengan gugur buah pada tanaman
cabai. J Akta Agro 9 (1):1-6.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Terjemahan Herawati Susilo. Jakarta: Universitas Indonesia. 428 hal.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian
(edisi kedua). Jakarta: UI Press. 698 hal.
Ghulamahdi M. 2003. Teknik budidaya, panen dan pasca panen tanaman obat.
Pelatihan tanaman obat dan produksi obat tradisional, Bogor 3-4 Mei
2003. Pusat Studi Biofarma Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.
Ghulamahdi M, Aziz SA, Batubara I. 2006. Produksi senyawa bioaktif daun dewa
(Gynura pseudhocina (L.) DC) melalui studi agrobiofisik, studi
keragaman, lama penyinaran dan optimalisasi pemupukan. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing XIV Tahap I. Bogor : Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan Masyarakat IPB.
Hale MG, Orcutt DM. 1987. The physiology of plant under stress. USA: John
Willey and Sons, Inc.
Indriani CF, Sutopo I, Sudjindro, Suginato AN. 2000. Keragaman genetik plasma
nutfah kenaf (Hibiscus cannabinus L) dan beberapa spesis yang
sekerabatan berdasarkan analisis isozim.
http://images.hughet.multiply.com/attachment/0/RvnPKAoKCh8AAAPW
qOgl/publikasi %20ilmiah%20febria.doc?nmid=59432286. [ 22 Agustus
2009].
133
Jeliazkova EA, Zheljazkov VD, Craker LE, Yamkov B, Gergieva T. 1999. NPK
fertilizer and yields of pepermint, mentha piperita. Acta Hort. 502:231-
236.
Jiang Y, Huang B. 2001. Drought and heat stress injury to two cool-season
turfgrass in relation to antioxidant metabolism and lipid peroxidation.
Crop Sci 41:436-442.
Kardinan A, Kusuma FR. 2004. Meniran penambah daya tahan tubuh alami.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Laegreid M, Bockman OC, dan O Karstaad. 1999. Agriculture Fertilizers and the
Environment. CABL Publishing in Association with Norsk Hydro ASA.
Manjrekar AP, Jisha V, Bag PP, Adhikary B, Pai MM, Hedge A. 2008. Effect of
Phyllanthus niruri Linn. treatment on liver, kidney and testes in CCl4
induced hepatotoxic rats. Indi J Experimen Bio 46:514-520.
Martin FW. 1985. Difference among sweet Potato in response to shading. Trop
Agric 62:161-165.
Mualim L, Aziz SA, Melati M. 2009. Kajian pemupukan NPK dan jarak tanam
pada produksi antosianin daun kolesom. J. Agron. Indones 37(1):55-61.
Mursito D. 2003. Heritabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur
kedelai (Glycine max. L. Merrill). J Agrosains 6(2):58:63.
Narayana KR, Reddy MS, Chaluvadi MR, Krishna DR. 2001. Bioflavonoid
classification, pharmacological, biochemical effects and therapeutic
potential. Indi J Pharmacol 33:2-16.
Nasution MA. 2010. Analisis korelasi dan sidik lintas antara karakter morfologi
dan komponen buah tanaman nenas (Ananas comosus L. Merr.) Crop Agro
3(1): 1-8.
Oades JM. 1984. Soil organic matter and structural stability: mechanism and
implications for management. Plant Soil 76:319-337.
Rahmawaty RY. 2004. Pengaruh naungan dan jenis pegagan (Centella asiatica L.
(Urban)) terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan triterpenoidnya
sebagai bahan obat [skripsi]. Bogor :Departemen Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Rodriguez AA, Grunberg KA, Taleisnik EL. 2002. Reactive oxygen species in
the elongation zone of maize leaves are necessary for leaf extension. Plant
Physiol 129: 1627-1632.
Ruminska R, Gamal ESE. 1978. Effect of nitrogen fertilizer on growth, yield and
alkaloid content in Datura innoxia Mill. Acta Hort. 73:173-179.
136
Rudiyanto W. 2006. Regenerasi sel parenkim hati oleh Ekstrak Etanol Meniran
(Phyllantus niruri). [laporan penelitian]. Lampung. Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung.
Salardini A.A., Chapman KSR, Holloway R.J. 2006. Effect of basal sidedressed
phosphorous on the achene tield and pyrethrins concentration in the
achenes of pyrethrum (Tanacetum cinerafolium) and soil and plant
phosphorous. Aus J Agric Res 45(3):647-656. Abstract.
Salisbury, Ross C. 1995. Fisiology Tumbuhan Jilid 1,2,3. Penerbit ITB Bandung.
Simmons AT, Gurr GM. 2005. Trichomes of Lycopersicon species and their
hybrids: effects on pests and natural enemies (Review article). Agric
Forest Entomol 7:265-276.
Sims DA, Gamon JA. 2002. Relationships between leaf pigment content and
spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and
developmental stages. Rem Sen Environ 81:337-354.
Sinclair TR, Ludlow MM. 1986. Influence of soil water supply on the plant water
balance of four tropical grain legumes. Aus J. Plant Physiol. 13:329-341.
Susanti H, Aziz SA, Melati M. 2008. Produksi biomassa dan bahan aktif
kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd. Dari berbagai asal bibit dan
dosis pupuk kandang. Bul Agron. 36:48-55.
Taylor L. 2003. Technical data report for chanca piedra stone breaker
(Phyllantus niruri). http://www.rain-tree.com/chanca-techreport.pdf. [14
Mei 2006].
Tripathi AK, Verma RK, Gupta AK, Gupta MM, Khanuja SPS. 2006.
Quantitative determination of phyllantin and hypophyllantin in
phyllanthus species by high-performance thin layer chromatography.
Phytochem Anal 17:394-397.
138
Urnemi, Yahya S, Darusman LK. 2002. Pengaruh pupuk fosfor dan pupuk herbal
pada tiga taraf naungan terhadap pertumbuhan dan kadar metabolit
sekunder tanaman daun jinten (Coleus ambonicus Lour). Forum Pasca
25(2):135-145.
Van Beuningen LT, Bush RH. 1997. Genetic diversity among North American
Spring Wheat Cultivar: III. Cluster analysis based on quantitative
morphological traits. Crop Sci 37:981-988.
Wahyuni SWT. 2010. Pengoptimuman dan validasi sidik jari kromatografi cair
kinerja tinggi ekstrak Phyllanthus niruri L [tesis]. Bogor. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Waugh R. 1997. RAPD analysis: use for genome characterization, tagging traits
and mapping. In: Clark MS Editor. Plant Molecular Biology-A
Laboratory Manual. New York : Springer. Hlm 305-396.
Yosida S, Farno DA, Cook JH, Games KA. 1976. Laboratory manual for
physiological studies of rice. Manila: The International Rice Research
Institute.
139
Zhang Y, Vareed SK, Nair MG. 2005. Human tumor cell growth inhibition by
nontoxic anthocyanidins, the pigments in fruits and vegetables. Life Sci
76:1465-1472.
LAMPIRAN
140
Lampiran 1 Data biner 32 pita DNA dari 5 primer RAPD pada 13 aksesi meniran
Lampiran 2 Metode analisis kandungan klorofil dan antosianin daun (mg g-1
bobot kering)
Bahan : daun meniran, acetris (aceton dan tris dengan perbandingan 85:15)
Cara kerja :
Metode : Kjeldahl
Cara Kerja :
1. Timbang 200 mg contoh tanaman kering giling lolos saringan 40 mesh dan
masukkan ke dalam labu kjeldahl.
2. Tambahkan satu canting kecil campuran SeCuSO4 dan Na2SO4.
3. Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat ke dalam labu kemudian goyangkan
perlahan-lahan agar semua sampel terbasahi oleh H2SO4.
4. Tambahkan 5 tetes paraffin cair.
5. Panasi labu di dalam kamar asap dengan api kecil, kemudian perlahan-
lahan api diperbesar hingga diperoleh suatu cairan yang berwarna terang
(hijau-biru), pemanasan masih dilakukan 15 menit lagi.
6. Tambahkan 150 ml aquades, goyangkan sebentar kemudian pindahkan
isi labu kjeldahl ke dalam labu destilasi.
7. Ke dalam labu destilasi tambahkan 5 ml NaOH 50%.
8. Destilasi dimulai, tamping destilasi dengan Erlenmeyer 125 ml yang telah
diisi campuran 10 ml H3BO3 4% dan 5 tetes indicator Conway, isi destilat
kira-kira 100 ml.
9. Titrasi destilat dengan HCl yang telah dibakukan. Titik titrasi dicapai
apabila terjadi perubahan warna dari hijau ke merah muda.
10. Lakukan juga penetapan blanko seperti cara kerja di atas tetapi tanpa
menggunakan sampel tanaman.
Perhitungan :
(ml titrasi contoh ml titrasi blanko) x N HCl x 14 x 100%)
N (%) =
200 mg contoh
Keterangan :
N = Normalitas
14 = Molekul N
143
Lampiran 4 Prosedur analisis jaringan tanaman untuk penetapan kadar Posfor (P)
Metode : Pengabuan kering
Preparasi :
Lampiran 4 (Lanjutan)
5. Buat penetapan blanko dan buat seri standar baku P yang mempunyai
konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 ppm P.
Perhitungan :
Keterangan :
10 = ml HCl 1 N
1 = 1 gram contoh
50 = pengenceran 50 kali
1 = 1 ml ekstrak
Perhitungan :
1000/1, 10 = 10 ml HCl 1 N
1 = 1 gram contoh
10/1, 10 = 10 ml HCl 1 N
1 = pipet 1 ml
1 = dipipet 1ml
1000 = dipipet 1 ml
Parameter Tanah
Nilai Keterangan
pH H20 6.00 Agak masam
C-organik (%) 1.23 Rendah
N-total 0.10 Rendah
P-Bray I (ppm) 3.30 Rendah
Ca (me/100 g) 2.51 Tinggi
Mg (me/100 g) 1.87 Sangat tinggi
K (me/100 g) 0.40 Sedang
Na (me/100 g) 0.41 Sedang
KTK (me/100 g) 18.49 Sedang
Kejenuhan Basa (%) 26.90 Rendah
Tekstur - Liat
Sumber : Analisis tanah di Pusat Penelitian Tanah Bogor
Lampiran 7 Hasil analisis kandungan unsur hara, kadar air dan abu pupuk
kandang (kotoran ayam)
filantin
Respon detektor
hipofilantin
Waktu retensi
Lampiran 9 (Lanjutan)
Perhitungan untuk mendapatkan nilai kandungan total hipofilantin sebagai
berikut :
Luas area standar hipofilantin = 2767526
Luas area sampel = 3452276
Konsentrasi larutan standar = 50 ppm
Konsentrasi injeksi = (LA sampel/LA standar) x 50 ppm = 62.37116 ppm
Bobot sampel = 1.2 gram
Kandungan total hipofilantin (mg g-1 bobot kering) = ([injeksi] x 0.05)/bobot
sampel
Kandungan total hipofilantin = 2.598798 mg g-1 bobot kering