Anda di halaman 1dari 96

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini disajikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,


batasan masalah dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Kondisi kendaraan tempur saat ini sudah cukup berkembang begitu pula
keendaraan tempur buatan Indonesia. Pada kendaraan tempur memiliki kemampuan
ketahanan terhadap peluru serta dapat menahan ledakan yang dapat diakibatkan
oleh ranjau ataupun geranat serta dapat melindungi pengendara di dalam kendaraan
agar tidak menjadi korban ledakan. Pada umumnya bagian setiap dinding dari
kendaraan tempur baik itu berupa tank ataupun panzer hanya menggunakan satu
lapisan logam yaitu armor steel, sehingga ketika terjadi ledakan pada bagian baw
ah
kendaraan tempur akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan
pengendara didalamnya dapat mengalami cidera.
Cara lain untuk mengurangi dampak ledakan itu ialah dapat menggunakan
logam berlapis (sandwich layers). Lapisan sandwich ini dapat diisi dengan
menggunakan logam dengan bentuk lain seperti metal foam. Metal foam ialah
logam yang memiliki rongga seperti busa/spons. Dengan adanya rongga pada
logam diharapkan dapat menyerap energi yang diberikan. Metal foam dapat
digunakan sebagai core sandwich layers pada bagian dinding kendaraan tempur.
Penggunaan metal foam ini dapat mengurangi dampak energi dari tembakan peluru
ataupun ledakan yang akan diserap oleh lapisan sandwich, sehingga resiko yang
dapat dialami oleh pengendara di dalamnya tidak begitu besar. Metal foam yang
dapat digunakan yaitu salah satunya adalah aluminium foam. Penggunaan
aluminium sebagai metal foam bertujuan agar material yang digunakan lebih
ringan. Karena sifat dari aluminium pada kondisi padat yaitu lebih ringan
dibandingkan dengan logam lain seperti baja. Dengan adanya rongga pada
aluminium maka akan memiliki bobot lebih ringan dibandingkan dengan aluminium
kondisi padat. Proses pembuatan aluminium foam dapat dilakukan dengan beberapa
cara, salah satunya ialah dengan menggunakan foaming agent.
Peneliti tertarik dengan sifat yang dimiliki oleh metal foam dalam hal
kemampuan penyerapan energi. Penelitian ini akan berfokus membahas mengenai
pembuatan foam menggunakan material aluminium seri 7000. Proses pembuatan
foam yang akan dilakukan ialah dengan menggunakan foaming agent, adapun
foaming agent yang digunakan yaitu CaCO3. Pembuatan foam dengan CaCO3 ialah
dengan cara menghasilkan gas pada lelehan aluminium. Gas yang dihasilkan yaitu
CO2 yang berasal dari hasil dekomposisi CaCO3.[Praveen Kumar, dkk.;2015]
Untuk membuat foam sebelum diberi foaming agent ialah pemberian stabilizer
dengan menggunakan stabilizer Al2O3 yang berfungsi untuk menambah viskositas
lelehan aluminium, sehingga gas yang terbentuk akan terjebak didalam logam
aluminium. Pada saat proses pembekuan gas yang terjebak akan menghasilkan
poros didalam aluminium.
Pada penelitian ini berfokus mempelajari pengaruh dari kadar CaCO3
(%berat) terhadap karakteristik aluminium foam yang dihasilkan yaitu densitas da
n
porositas, selain itu untuk mengetahui pengaruh porositas terhadap kekuatan teka
n
dan pengujian balistik (uji tembak) pada aluminium foam seri 7000.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang dijadikan acuan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaruh kadar CaCO3 sebagai foaming agent terhadap
aluminium foam yang akan dihasilkan ?
2. Bagaimana pengaruh CaCO3 dengan karakteristik ?
3. Bagaimana pengaruh antar karakter aluminium foam ?
1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah sebagai
berikut :
1. Mempelajari proses pembuatan Aluminium foam dengan foaming agent
CaCO3
2. Mempelajari pengaruh kadar CaCO3 terhadap karakteristik
3. Menganalisa pengaruh porositas terhadap kekuatan tekan dan uji balistik pada
aluminium foam seri 7000.

1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian tugas akhir ini dicantumkan adanya batasan masalah


dengan maksud agar penelitian berfokus pada maksud dan tujuan yang telah
diuraikan, batasan masalah penelitian ini meliputi :
1. Material yang digunakan adalah Aluminium seri-7000
2. Foaming agent yang digunakan CaCO3, dengan stabilizer Al2O3
3. Kadar CaCO3 sebesar 2.5, 3, 3.5, 4 dan 4.5 (% berat) aluminium
4. Kadar Al2O3 sebesar 3.5 (% berat) aluminium
5. Jenis pengujian : densitas, porositas, pengujian morfologi, tebal dinding,
kompresi dan pengujian balistik

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini terbagi menjadi 5 BAB dengan
uraian setiap BAB, sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini disajikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini disajikan metal foam, metode pembuatan cellular material, parameter
dalam proses pembuatan metal foam, jenis stabilizer dan foaming agent, proses
pengujian, rumus, aplikasi metal foam
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini disajikan diagram alir penelitian, prosedur percobaan aluminium foam, al
at
dan bahan, prosedur penelitian, proses pembuatan aluminium foam, karakterisasi
dan pengujian.
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini disajikan data hasil penelitian pembuatan aluminium foam seri 7000, data
distribusi morfologi pori, data hasil pengujian kompresi, data pengujian balisti
k,
pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini disajikan kesimpulan yang menjawab tujuan penelitian dan saran untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini disajikan metal foam, metode pembuatan cellular material,


parameter dalam proses pembuatan metal foam, jenis stabilizer dan foaming agent,
proses pengujian, rumus, aplikasi metal foam

2.1 Metal Foam

Metal foam adalah material yang sangat kompleks proses pembuatannya


karena melibatkan beberapa peristiwa yang terjadi secara bersamaan yaitu antara
fasa padat, cair dan gas pada temperatur yang berbeda.[Banhart; 2000]

Gambar 2.1 Hasil reaksi zat terhadap kondisi dispersi [Banhart; 2005]

Pengertian foam(busa) ditujukan untuk hasil dispersi dari gas di dalam zat
berbentuk cair. Foam diproduksi pada kondisi media cair, dapat dilihat pada
Gambar 2.1 . Sistem metallic terbagi menjadi beberapa, yaitu :[Banhart; 2005]
1. Cellular metals (logam bersel), material yang memiliki kandungan
void(rongga) tinggi yang dihasilkan dari jaringan yang terhubung antara strut
dan node, dapat dilihat pada Gambar 2.2
Membran

C:\Users\khairulilhamf\Downloads\foam\materials-08-05340-g001-1024.png
Gambar 2.2 Cellular metal

2. Porous metals, material yang memiliki poros berbentuk bulat, kasar dan
tingkat porositas umumnya kurang dari 70%. Secara mekanik, poros tidak
akan berinteraksi jika kurang dari 20%.
3. Metal foams, cabang dari cellular metals, memiliki bentuk pori bermacam-
macam tergantung arah pembekuan. Tingkat porositas pada metal foam
sebesar 70%-90% Cell yang terbentuk ada dua jenis yaitu terbuka (open cell)
dan tertutup (closed cell). Dapat dilihat pada Gambar 2.3
a. Open cell, ikatan antara strut dan node yang tidak memiliki membran,
sehingga rongga yang ada akan saling terhubung.
b. Closed cell, rongga yang terbentuk tidak saling terhubung karena terdapat
membran yang berada disekeliling rongga.

C:\Users\khairulilhamf\Downloads\foam\foam-by-alia-5-638.jpg
C:\Users\khairulilhamf\Downloads\foam\foam-by-alia-5-638.jpg
Gambar 2.3 Closed cell (kiri), Open cell (kanan) [Babscan; 2003]
Morfologi dari pembentukan metal foam dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Foam akan terbentuk dari partikel yang dimasukan kedalam cairan logam, partikel
ini akan berubah menjadi gas seiring naiknya temperatur dan gas akan
mengembang. Gas yang mengembang kemudian akan menyatu satu sama lain dan
membentuk susunan yang memiliki rongga. Proses terbentuknya rongga didalam
Dispersi
foaming agent

D
ekomposisi
foaming agent

Pengembangan
gas

Solidifikasi
membentuk
porositas

logam cair inilah yang disebut metal foaming. Setelah rongga terbentuk di dalam
cairan logam, kemudian logam didinginkan dan akan terjadi proses pembekuan.
Gas yang berada di dalam logam tersebut akan terjebak dan setelah logam membeku
maka disebut sebagai metal foam.

Gambar 2.4 Morfologi pembentukan foam

2.2 Metode pembuatan cellular material

Banyak cara yang dapat digunakan untuk membuat material bersel. Metode
yang digunakan dapat diklasifikasikan berdasarkan kondisi logam yang diproses.
Klasifikasi dibagi menjadi 4 buah, dapat dilihat pada Gambar 2.5. Klasifikasinya
yaitu : [Banhart; 2000]
1. Terbentuk pada logam cair
2. Terbentuk dari logam padat dengan bentuk powder
3. Terbentuk dari metal vapour
4. Metal ion

Gambar 2.5 Klasifikasi cellular metals[Banhart; 2000]


Gas

Pembekuan

Aluminium
cair

Pengaduk

2.2.1 Pembuatan foam pada logam cair

Proses pembuatan yang dilakukan untuk membuat rongga pada logam cair
dengan cara menghasilkan gas pada logam yang dicairkan dan diberi penstabil.
Penstabil yang digunakan dapat berupa serbuk keramik (ceramic powder). Terdapat
dua cara yang umum dilakukan untuk membuat foam pada logam cair, pertama
ialah dengan cara memasukan gas ke dalam logam cair (injecting gas), kedua ialah
dengan cara menambahkan foaming agent.
a. Foaming dengan injeksi gas

Proses pembuatan metal foaming dengan injeksi gas ialah memasukkan gas
ke dalam aluminium cair sehingga gas akan terjebak. Penambahan ceramic partikel
seperti Aluminium oxide (Al2O3) atau silicon carbide (SiC) pada aluminium cair
bertujuan untuk membuat aluminium cair menjadi kental sehingga dapat dibentuk
foam. Gas yang digunakan ialah udara, nitrogen atau argon.[Banhart; 2005] Proses
pembentukan foam ialah dengan cara masukan gas melalui batang pengaduk
sehingga gas yang keluar akan teraduk lalu gas akan terdispersi di dalam alumini
um
cair yang kemudian akan begerak kepermukaan dan tertarik ke conveyor sehingga
terjadi pendinginan dan pembekuan pada conveyor. Proses dapat dilihat pada
Gambar 2.6

Gambar 2.6 Proses pembuatan Foam dengan injeksi gas

b. Pembuatan foam menggunakan foaming agent

Proses pembuatan foam dengan menggunakan foaming agent, yaitu


penambahan foaming agent ke dalam logam cair sehingga foaming agent akan
terdekomposisi dan menghasilkan gas yang kemudian akan diaduk sehingga
1
.

2
.

3
.

4
.

5
.

6
.

terdispersi di dalam aluminium cair dan akan menghasilkan rongga. Pada produksi
yang pertama kali digunakan calsium yang ditambahkan kedalam aluminium cair,
kemudian diaduk beberapa saat hingga aluminium cair mengental akibat
terbentuknya oksida CaAl2O4. Oksida ini berfungsi menaikan kekentalan dari
logam cair sehingga akan menstabilkan (stabilizer) rongga ketika proses
pembentukan foam terjadi. Stabilizer jenis lain yang dapat digunakan ialah Al2O3
,
SiO2 dan SiC. Foaming agent yang digunakan yaitu TiH2. TiH2 akan terurai
menghasilkan gas hidrogen yang akan membentuk rongga ketika logam cair mulai
membeku.[Banhart; 2005] Foaming agent lain yang dapat digunakan ialah CaCO3.
Proses pembuatan foam dengan dengan CaCO3 dilakukan dengan proses
pemasukan CaCO3 ke dalam logam cair yang telah diberi stabilizer. CaCO3 setelah
dimasukan lalu dilakukan pengadukan sehingga CaCO3 akan terdekomposisi
menghasilkan CaO dan gas CO2.[Praveen Kumar,dkk.; 2015] Proses dapat dilihat
pada Gambar 2.7
CaCO3 . CaO + CO2 2.1

Foam
ing agent

Gambar 2.7 Proses pembuatan aluminium foam dengan menggunakan foaming agent
[Aboraia; 2011]

2.3 Jenis stabilizer dan foaming agent


Pada proses pembuatan foam sebelum dilakukan proses foaming, cairan
logam akan diambahkan terlebih dahulu stabilizer yang bertujuan untuk
menstabilkan rongga yang akan terbentuk serta mencegah gas agar tidak keluar dar
i
dalam logam logam cair. Stabilizer yang digunakan umumnya termasuk ke dalam
golongan ceramic.[Babscan; 2003] Proses foaming pada logam cair dapat dilakukan
dengan penambahan foamig agent. Foaming agent yang dapat digunakan untuk
proses foaming yaitu dapat menggunakan TiH2, CaCO3 dan lainnya. Berikut ialah
penjelasan jenis stabilizer dan foaming agent yang dapat digunakan :

2.3.1 Stabilizer

Stabilizer yang digunakan umumnya berbentuk ceramic atau oksida.


Stabilizer yang dapat digunakan diantaranya ialah Al2O3, SiC dan SiO2. Stabilize
r
yang digunakan pada proses pembuatan aluminium foam beberapa akan mengalami
reaksi dengan Aluminium murni, reaksi yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel
2.1[Babscan; 2003]
Tabel 2.1 Reaksi antara stabilizer dengan Aluminium
Ceramics
Reaksi dengan Aluminium
Produk reaksi
Carbon
Tergantung reaktivitas permukaan
Al4C3
Al4C3
Tidak bereaksi, dapat bereaksi
dengan air
-
B4C
Bereaksi
Al3BC, AlB2
SiC
Bereaksi
Al4C3
TiC
Bereaksi
Al4C3, Al3Ti
Al2O3
Tidak bereaksi
-
CaO
Tidak bereaksi
(CaAl2O4, jika terdapat O2)
MgO
Bereaksi
MgAl2O4
SiO2
Bereaksi
Al2O3, Al2SiO5, Al6Si2O13
TiO2
Bereaksi
Al2O3, AlTi, Al3Ti, TiO

2.3.2 Foaming agent


2.3.2.1 Titanium Hydrida, TiH2

TiH2 adalah salah satu foaming agent yang sangat terkenal. Foaming agent
TiH2 dapat menghasilkan rongga akibat proses dekomposisi yang terjadi, yaitu TiH
2
akan terdekomposisi dan menghasilkan gas hidrogen, gas ini lah yang akan
membentuk rongga di dalam logam cair ketika terjadi pembekuan. Karena harga
dari TiH2 cukup mahal dan berbahaya untuk pengoperasiannya. Alternatif lain yang
dapat digunakan sebagai foaming agent ialah CaCO3.[Takuya Koizumi; 2011]
Proses pelepasan hidrogen pada TiH2 berdasarkan differential scanning
calorimetry (DSC) terdapat dua jenis peak yaitu peak 1 proses dekomposisi yang
terjadi pada temperatur antara 518-579oC dan peak 2 yaitu 569-649oC, dapat dilih
at
pada Gambar 2.8

Gambar 2.8 Kurva DSC dekomposisi [Ibrahim Ahmed Hamed; 2005]

2.3.1.2 Calcium Carbonat, CaCO3

Pembentuk foam jenis lain yang dapat digunakan untuk menghasilkan gas
yang akan didspersikan pada logam cair yaitu dapat menggunakan calsium
carbonate. Bentuk dari calsium carbonate yang digunakan berupa serbuk,
mekanisme pembentukannya yaitu dengan memanfaatkan gas hasil dekomposisi
dari CaCO3. Penggunaan CaCO3 sebagai foaming agent dikarenakan temperatur
dekomposisi calcium carbonat saat kontak dengan aluminium cair mencapai 700oC
dengan reaksi dekomposisi sebagai berikut : [Varuzan Kevorkijan; 2010]
CaCO3(s) . CaO(s) + CO2(g) 2.3

2.4 Proses pengujian


2.4.1 Pengujian kompresi

Proses pengujian yang dilakukan umumnya ialah pengujian tekan. Proses


pengujian kompresi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan dari metal foam menyerap energi atau gaya yang diberikan. Besarnya
gaya yang diserap dapat dilihat dari luasnya area yang berada pada garis mendata
r
(plateau) dapat dilihat pada Gambar 2.9 [Ashby,dkk.; 2000]
I

II

II
I

C:\Users\khairulilhamf\Documents\My Bluetooth\P_20160619_224347.jpg
Gambar 2.9 Kurva uji kompresi[Ashby, dkk.; 2000]

Pada Gambar 2.9 kurva uji kompresi, terdapat tiga wilayah yaitu daerah I
yaitu linear elasticity, daerah II yaitu plateau dan daerah III yaitu densificat
ion.
Pada daerah I dinding cell pada metal foam akan mengalami penekanan, kemudian
pada daerah II cell akan mengalami buckling yang kemudian akan luluh lalu patah.

Pada daerah II dapat digunakan sebagai indikasi besarnya gaya yang diserap oleh
metal foam, karena metal foam memiliki rongga yang bertingkat ketika kemampuan
cell di lapisan paling atas mulai luluh dan hancur, maka gaya akan diakomodir ol
eh
sususan cell yang ada dibawahnya. Jika susunan cell yang berada dibagian
bawahnya tidak dapat menahan gaya tekan maka metal foam akan semakin
memadat, kemudian masuk ke dalam daerah III yaitu densification.

2.4.2 Pengujian balistik

Pengujian balistik digunakan untuk mengetahui nilai minimum suatu


material yang sedang dikembangkan terhadap ketahanan peluru. Pengujian balistik
dilakukan sebelum material yang akan digunakan sebagai armor diaplikasikan.
Setelah pengujian tembak dilakukan maka hasil dari uji balistik dapat menentukan

tipe dari jenis armor berdasarkan NIJ (National Institute of Justice) standar.

2.5 Rumus perhitungan


2.5.1 Densitas relatif

Untuk mengetahui nilai denasitas relatif pada aluminium foam seri 7000,
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :[Praveen Kumar, 2015]
....=
....
....
2.1
Keterangan :
.r = densitas produk foam
.f = densitas produk foam (gr/cm3)
.s = densitas produk padat (gr/cm3)

2.5.2 Porositas

Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar nilai


porositas yang dihasilkan pada spesimen. [Ashby, dkk.; 2000]
Porositas=(1-
....
....
)..100% 2.2
Keterangan :
.f = densitas foam
.s = densitas padat

2.5.3 Energy Impact

Untuk mengetahui besarnya energy impact yang dimiliki oleh aluminium


foam seri 7000, maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :[Ashby, dkk.; 2000]
....= ...... .. .... 2.3
Keterangan :
EI = energi impak
spl = stress plateau
eD = strain densification

2.6 Aplikasi metal foam


Karena metal foam memiliki rongga dan strukturnya yang ringan, sehingga
banyak aspek bidang yang dapat menggunakan metal foam baik digunakan secara
langsung atau digabungkan dengan material lainnya. Berdasarkan sifat-sifat yang
dimiliki oleh metal foam maka ada beberapa aplikasi yang dapat dilihat pada
Gambar 2.10. Aplikasi lainnya dari metal foam dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Light
-
weight
construction

Energy
absorption

Damping
insulation

Strength shape
s
-
e curve

Density
stiffness

Bi
-
functional
application

Ideal multi
-
functional
application

Mechanical damping
thermal conductivity
acoustic properties

Gambar 2.10 Diagram sifat metal foam dan aplikasinya[Banhart; 2005]

2.6.1 Struktur ringan kendaraan

Metal foam dapat digunakan pada sebuah kendaraan karena sifatnya yang
ringan. Aluminium salah satu logam yang digunakan sebagai inti dari lapisan
sandwich logam yang memiiki kekakuan baik dan juga ringan. Karena sifatnya
yang ringan maka akan mempengaruhi daya konsumsi energi yang digunakan.
Kekakuan yang dimiliki aluminium foam dapat mempertahankan bentuk struktur
dengan baik. Contoh pengaplikasian aluminium foam yaitu digunakan pada bagian
dinding dari kereta listrik modern, dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Penggunaan aluminium foam pada kereta listrik moderen


2.6.2 Penyerapan energi mekanik

Metal foam yang memiliki rongga secara merata memiliki keunggulan


untuk dapat menyerap atau meredam energi. Karena sifat yang dimilikinya tidak
hanya ringan dan kaku, metal foam mampu menyerap energi seperti tekanan dan
tumbukan. Penggunaan metal foam juga dapat diaplikasikan pada kendaraan
tempur seperti panzer atau tank. Penggunaan metal foam pada tank ialah sebagai
penyerap energi apabila ada peluru yang ditembakkan serta meredam ledakan bila
suatu saat tank menggilas ranjau yang menghasilkan tekanan cukup besar yang
dapat merusak bagian dasar tank dan membahayakan pengendara di dalamnya.
Oleh karena itu dengan adanya metal foam maka dampak dari ledakan dapat
diminimalisir, dapat dilihat pada Gambar 2.12

Gambar 2.12 Penyerap energi mekanik


2.6.3 Konduktifitas thermal

Banyaknya rongga yang terdapat pada metal foam dapat memberi banyak
keuntungan, selain ringan, kaku dan dapat menyerap energi mekanik, metal foam
juga dapat digunakan untuk pendingin. Salah satu aplikasi yang digunakan pada
bidang yang bekerja menggunakan temperatur cukup tinggi ialah heat-exchanger.
Fungsi dari heat-exchanger ialah ialah untuk menukarkan energi panas yang
dihasilkan dari proses pada suatu siklus. Pada umumnya heat-exchanger ialah pipa
yang didalamnya berisi gas ataupun cairan yang digunakan untuk mendinginkan.
Proses pendinginan dilakukan ketika zat yang mewati pipa akan diradiasikan
panasnya melalui dinding pipa, kemudian panas dari dinding pipa akan diserap ole
h
metal foam yang berada dibagian luar pipa. Pada umumnya terdapat kipas untuk
membuang panas dari metal foam sehingga pipa yang berada diantara metal foam
akan menurun temperaturnya begitu pula pada zat yang mengalir di dalamnya.
Berikut adalah cotoh heat-exchanger dapat dilihat pada Gambar 2.13

Gambar 2.13 Aplikasi metal foam pada heat-exchanger

Aplikasi lain yang dapat dimanfaatkan dari metal foam dapat dilihat pada
Tabel 2.2
Tabel 2.2 Aplikasi metal foam[Ashby, dkk.; 2000]
Aplikasi
Keterangan
Strain isolation
. Metal foam can take up strain mismatch by
crushing at controlled pressure

Vibration control
. Foamed panels have higher natural
flexural vibration frequencies than solid
sheet of the same mass per unit area

Acoustic abssorption
. Reticulated meta foam have sound-
absorbing capacity

Energy management : compact


or light energy absorber
. Metal foam have exceptional ability to
absorb energy at almost constant pressure

Pakaging with high-


temperature capability
. Ability to absorb impact at constant load,
coupled wit thermal stability above room
temperature

Thermal management : flame


arresters
. High thermal conductivity of cell edges
together with high surface area area
quenches combustion
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini disajikan diagram alir penelitian, proses pembuatan aluminium


foam, alat dan bahan.

3.1 Diagram Alir Penelitian

KESIMPULAN DAN SARAN

FAKTA

1.
Aluminium
memiliki sifat ringan,
stiffness
,
mudah didapatkan
2.
CaCO
3
mudah didapatkan didalam negeri serta ekonomis
3.
Proses pembuatan
aluminium foam
beragam

PROBLEM STATMENT

Pengaruh variasi kadar CaCO


3
terhadap porositas dan sif
at mekanik terhadap kekuatan
tekan
dan balistik pada aluminium foam seri 7000
dengan Al
2
O
3
3,5%
PROSES PEMBUATAN
ALUMINIUM FOAM

1.
Pembuatan koloid
aluminium dengan
Al
2
O
3
2.
Penambahan CaCO
3
sebagai
foaming agent
3.
CaCO
3
terdekomposisi
menghasilkan gas, yaitu CaCO
3(s)
.
.
CaO
(s)
+ CO
2(g)
. dan
membentuk rongga ketika terjadi solidifikasi

DATA MENTAH

1.
Bahan
2.
Parameter proses
3.
Proses percobaan
4.
Karakterisasi
5.
Peralatan

PELAKSANAAN PENELITIAN

1.
Parameter proses
2.
Percobaan
3.
K
arakterisasi
aluminium foam
ANALISA DAN PEMBAHASAN

KOMPILASI DAN PENGOLAHAN DATA

1.
Morfologi pori : bentuk pori, diameter pori, tebal dinding, kebulatan dan distri
busi
rongga pori
2.
Sifat fisik : densitas relatif dan porositas
3.
Sifat mekanik : uji kompresi dan
balistik

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


Pengecekan
temperatur

Pengecekan
temperatur

3.2 Prsedur percobaan aluminium foam

Peleburan

Al cair

Pengadukan

Koloid

Pengadukan

Pembentukan
foam

Pembekuan dan
pengeluaran produk

Al
-
7075

Al
2
O
3

CaCO
3
Gambar 3.2 Skema proses pembuatan aluminium foam

Tabel 3.1 Rencana percobaan


Material
Parameter Percobaan

CaCO3
(%berat)
Al2O3
(%berat)
t mixing (s)
Kecepatan
Putaran
(rpm)
T mixing
dan
foaming
(oC)
Al seri 7075
900 gr
2.5
3.5
30
700
725
3.0
3.5
4.0
4.5
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat

1. Tungku
2. Crucible graffit
3. Burner
4. Thermocouple
5. Pengaduk
6. Penjepit
7. Alat potong
8. Perlengkapan keselamatan kerja :
o Apron lengan
o Apron dada
o Sarung tangan
o Pelindung wajah (topeng las)
3.3.2 Bahan

1. Alumunium 7000
2. CaCO3
3. Al2O3
4. Aluminium foil

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Persiapan Alat

a. Tungku crucible lift out

Tungku peleburan digunakan untuk mencairkan logam dengan cara


memanaskan crucible yang dimasukan ke dalam tungku. Panas yang dihasilkan dari
pembakaran akan terisolasi sehingga temperatur di dalam tungku akan meningkat.
Dapat dilihat pada Gambar 3.3
Gambar 3.3 Tungku crucible lift out
Sumber : hasil pengamatan objek peneitian pada senin 14 Maret 2016

b. Crucible graffit

Crucible graffit ialah alat yang digunakan sebagai wadah untuk mencairkan
logam Al yang akan dilebur. Crucible jenis ini digunakan karena setelah Al foam
terbentuk dan kemudian membeku, maka akan memudahkan dalam proses
pelepasan produk dari wadah. Dapat dilihat pada Gambar 3.4

Gambar 3.4 Crucible graffit


Sumber : hasil pengamatan objek peneitian pada senin 14 Maret 2016

c. Burner

Burner (Gambar 3.5) yang digunakan pada proses penelitian ini ialah burner
dengan bahan bakar gas LPG. Burner ini digunakan sebagai alat pemanas yang akan
digunakan untuk memanaskan logam Al dengan cara meradiasikan panas yang
dihasilkan kepada dinding crucible dari hasil pembakaran bahan bakar gas. Beriku
t
adalah reaksi dari proses pembakaran :
3.1
CxHy(gas) + O2(gas) CO2(gas) + H2O(uap) + panaspembakaran
Gambar 3.5 Burner

d. Thermocuople

Thermocouple tipe K digunakan untuk mengukur temperatur yang


digunakan pada proses pembuatan aluminium foam. Dapat dilihat pada Gambar 3.6

Gambar 3.6 Thermocuple

e. Pengaduk

Alat pengaduk digunakan untuk mengaduk bahan yang dimasukan ke dalam


aluminium cair. Kecepatan dari alat pengadukan yang digunakan untuk
mendispersikan foaming agent ditetapkan dengan putaran 700 rpm. Dapat dilihat
pada Gambar 3.7

Gambar 3.7 Pengaduk


f. Penjepit Crucible

Penjepit digunakan untuk memasukan bahan ataupun mengeluarkan


crucible dari dalam tungku, dapat dilihat pada Gambar 3.8

Gambar 3.8 Penjepit crucible

g. Perlengkapan keselamatan kerja

Perlengkapan keselamatan kerja digunakan untuk meminimalisir terjadinya


kecelakaan selama proses pembuatan aluminium foam. Dapat dilihat pada Gambar
3.9

Gambar 3.9 Perlengkapan keselamatan kerja (sarung tangan, pelindung wajah, apron
lengan dan apron dada)

3.4.2 Persiapan Bahan

a. Alumunium seri 7000

Siapkan aluminium yang akan digunakan. Pada penelitian ini digunakan


aluminiumm seri 7000 yang telah dibuat menjadi bentuk silinder kecil. Baham
aluminium yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.10

Gambar 3.10 Aluminium seri 7000


b. CaCO3

Siapkan CaCO3 yang digunakan sebagai Foaming Agent, dapat dilihat pada
Gambar 3.11

Gambar 3.11 Serbuk CaCO3

c. Al2O3

Siapkan Al2O3 yang akan digunakan sebagai stabilizer, dapat dilihat pada
Gambar 3.12

Gambar 3.12 Serbuk Al2O3 berat aluminium

3.4.3 Proses pembuatan aluminium foam

1. Proses peleburan aluminium seri 7000

Aluminium yang telah ditimbang dimasukan ke dalam crucible yang


kemudian dipanaskan di dalam tungku. Proses pemanasan crucible menggunakan
energi panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar gas yang dialirkan
melalui burner. Peleburan aluminium ini dilakukan hingga mencapai temperatur
725 oC dan kemudian dilanjutkan dengan proses penambahan stabilizer dan
foaming agent.
2. Proses penambahan stabilizer dan foaming agent

Aluminium yang telah mencair kemudian diukur temperatur menggunakan


thermocouple tipe K. Setelah diukur temperatur dan menunjukan sesuai parameter
penelitian maka dilanjutkan dengan memasukan stabilizer dan proses pengadukan
untuk menghasilkan viskositas aluminium menjadi lebih kental dari sebelumnya.
Sebelum proses pengadukan dilakukan, batang pengaduk harus terlebih dahulu
dipanaskan agar tidak terjadi penurunan temperatur berlebih pada aluminium cair.
Setelah penambahan stabilizer selanjutnya ialah penambahan foaming
agent yang digunakan untuk membentuk foam. Pengadukan dilakukan dengan
kecepatan putaran 700 rpm. Pada saat proses pengadukan harus dipastikan agar
posisi batang pengaduk berada di bagian tengah-tengah crucible agar aliran logam
cair stabil sehingga diharapkan foaming agent dapat terdispersi merata. Selama
proses pengadukan dilakukan, teperatur logam cair akan semakin turun dan akan
mengembang secara perlahan. Waktu pengadukan yang dilakukan yaitu selama 30
detik. Setelah proses pengadukan selesai akan terjadi pengembangan secara
perlahan, kemudian dinginkan crucible agar aluminium foam membeku. Aluminium
foam yang telah membeku kemudian dikeluarkan dari crucible

3.4.4 Prosedur karakterisasi dan pengujian

Produk aluminium foam yang telah didapat kemudian dikarakterisasi untuk


mengetahui porositas yang dihasilkan, morfologi bentuk pori yang dihasilkan dan
proses pengujian tekan untuk mengetahui sifat mekanik yang dimiliki.
Karakterisasi pengujian yang dilakukan yaitu perhitungan porositas, densitas,
morfologi pori menggunakan aplikasi software Optimas 6.1, pengujian tekan
menggunakan universal testing machine dan pengujian balistik menggunakan
senjata serbu SS1 dengan amunisi MU5-TJ 5,56x45 mm. Sebelum proses pegujian
dilakukan terlebih dahulu spesimen dipotong dan dibentuk sesuai dengan proses
pengujian yang akan dilakukan. Pada spesimen uji kompresi, perhitungan porositas
serta densitas, spesimen dipotong membentuk kubus, dapat dilihat pada gambar
3.13 dengan ukuran dimensi dapat dilihat pada Tabel 3.2. Pada spesimen uji balis
tik
potong dengan ukuran tertentu, dapat dilihat pada Tabel 3.3

Gambar 3.13 Produk hasil pemotongan


CaCO
3
(
3% berat
)

Gambar 3.14 Spesimen uji balistik hasil pemotongan

1. Perhitungan densitas

Perhitungan densitas ialah untuk mengetahui nilai densitas dari aluminium


foam yang terbentuk. Cara mengetahui densitas yang terbentuk yaitu dengan cara
terlebih dahulu menimbang spesimen aluminium foam yang telah dibentuk menjadi
kubus, dapat dilihat pada Gambar 3.13. Langkah selanjutnya ialah mengukur
dimensi dari spesimen yaitu panjang x lebar x tinggi untuk mengetahui volume
spesimen. Setelah dilakukan penimbangan dan pengukuran, data yang telah
diperoleh kemudian diolah dengan formula 3.1.

....=
....
....
=
....
....
3.1
Keterangan :
.f = densitas produk foam (gr/cm3)
Wf = berat produk foam (gr)
Ws = berat produk padat (gr)
Vf = volume produk foam (cm3)

2. Perhitungan porositas

Perhitungan porositas yang terbentuk dilakukan setelah spesimen dipotong


menjadi bentuk kubus, dapat dilihat pada Gambar 3.13. Setelah produk dipotong
kemudian dilanjutkan dengan perhitungan densitas, hasil dari perhitungan densita
s
digunakan untuk menghitung porositas menggunakan formula 3.2.[Aboraia;2011]
Porositas=(1-
....
....
) x 100% 3.2
Keterangan :
.f = densitas foam
.s = densitas padat

3. Perhitungan diameter pori

Cara untuk mengetahui ukuran diameter rongga yang terbentuk pada


aluminium foam yaitu dengan menggunakan software Optimas 6.1. Sebelum
diinput ke dalam software terlebih dahulu silakukan persiapan spesimen yang akan
diuji. Tahap prosedur yang harus dilakukan yaitu pemotongan spesimen, mounting,
grinding, dan pengambilan foto makro. Penjelasan prosedur perhitungan diameter
pori ialah sebagai berikut :
a. Pemotongan spesimen

Sebelum spesimen difoto makro, terlebih dahulu dipotong dengan ukuran


yang disesuaikan dengan spesimen uji kompresi. Bagian yang digunakan yaitu
penampang atas, depan dan samping kanan spesimen uji kompresi. Spesimen yang
telah dipotong kemudian akan dimounting, dapat dilihat pada Gambar 3.15

Gambar 3.15 Spesimen perhitungan diameter rongga hasil pemotongan

b. Mounting

Spesimen yang telah dipotong kemudian dimounting menggunakan resin.


Mounting ini dilakukan agar ketika dilakukan proses grinding, dinding dari rongg
a
aluminium foam tidak rusak. Setelah proses mounting lalu dilakukan proses
grinding. Produk saat proses mounting dan setelah mounting selesai dapat dilihat
pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16 Spesimen saat proses mounting (kiri) dan telah selaseai mounting (ka
nan)

c. Grinding

Proses grinding yaitu proses yang dilakukan untuk mengkikis sisa resin
yang menutupi permukaan spesimen serta agar permukaan dari aluminium foam
dapat terlihat dengan baik. Pada proses grinding dilakukan menggunakan amplas
80 hingga 1000 mesh. Proses dan hasil grinding dapat dilihat pada Gambar 3.17

Gambar 3.17 Proses grinding spesimen (kiri) dan spesimen setelah proses grinding
(kanan)

d. Pengambilan foto makro

Setelah proses grinding dilakukan kemudian spesimen difoto makro untuk


kemudian dinput ke software Optimas 6.1. hasil pengambilan foto makro dapat
dilihat pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18 Hasil foto makro pada CaCO3 2,5 (%berat)


e. Input ke software Optimas 6.1

Hasil dari foto makro kemudian diinput ke software Optimas 6.1, dapat
dilihat pada Gambar 3.19

Gambar 3.19 Hasil input pada software Optimas 6.1

f. Pengolahan data

Data yang diperoleh dari hasil software Optimas 6.1 kemudian diolah untuk
mengetahui ukuran sebenarnya.

4. Pengujian kompresi

Pada proses pengujian kompresi spesimen dipotong membentuk kubus


dapat dilihat pada Gambar 3.20 dengan ukuran dimensi dari spesimen uji kompresi
dapat dilihat pada Tabel 3.2. Mesin uji yang digunakan ialah mesin uji universal
,
dapat dilihat pada Gambar 3.21. Tahapan pengujian kompresi yang dilakukan
sebagai berikut :
1. Produk dipotong membentuk kubus
2. Proses pengujian kompresi
3. Pengolahan data hasil uji
4. Analisa data hasil pengolahan

Proses pengujian compressive strength dilakukan dilaboratorium ITB,


menggunakan computer servo control material testing machine dengan kecepatan
penekanan 5mm/min.
Gambar 3.20 Bentuk spesimen uji kompresi

Gambar 3.21 Mesin uji kompresi

Tabel 3.2 Dimensi spesimen pengujian kompresi


Spesimen Aluminium foam
%berat CaCO3
Dimensi spesimen
2,50
Panjang
29,25
mm
Lebar
30,90
mm
Tinggi
36,25
mm
3,00
Panjang
30,75
mm
Lebar
32,25
mm
Tinggi
31,85
mm
3,50
Panjang
32,95
mm
Lebar
30,65
mm
Tinggi
32,30
mm
4,00
Panjang
29,45
mm
Lebar
31,45
mm
Tinggi
32,95
mm
4,50
Panjang
31,60
mm
Lebar
36,35
mm
Tinggi
33,00
mm
Lapisan utama
(pelat 5 mm)

Core (aluminium foam)


25mm

Backing plate
3,5 mm

5. Pengujian balistik

Pada pengujian balistik spesimen aluminium foam dibentuk persegi dengan


ketebalan 25 mm. Proses yang dilakukan pada uji balistik yaitu sebagai berikut :

a. Spesimen aluminium foam yang telah dibentuk kemudian dibuat sebagai core
pada sandwich layers dengan susunan lapisan utama pelat baja 5 mm dan
backing plate 3,5 mm, dapat dilihat pada gambar 3.22 dan dimensi dari
aluminium foam yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.3.
b. Spesimen dipasang pada dudukan target tembak, dapat dilihat pada Gambar
3.23
c. Pemasangan senjata pada dudukan tembak, dapat dilihat pada Gambar 3.24
d. Proses penembakan pada spesimen uji di dalam lorong tembak dapat dilihat
pada Gambar 3.25, dengan senjata yang digunakan yaitu senjata serbu SS1
menggunakan amunisi cal. 5,56 x 45 mm, dapat dilihat pada Gambar 3.26
dan Gambar 3.27.
e. Analisa hasil dari uji balistik

Gambar 3.22 Spesimen uji balistik

Gambar 3.23 Pemasangan spesimen pada target tembak


Gambar 3.24 Pemasangan senjata pada dudukan tembak

Gambar 3.25 proses penembakan spesimen pada jarak 50m

Gambar 3.26 Senjata serbu SS1

Gambar 3.27 Amunisi yang digunakan pada pengujian balistik


Tabel 3.3 Data dimensi uji balistik
Spesimen uji balistik
%berat
CaCO3
Material
Dimensi
Jumlah
(pcs)
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Tebal (mm)
2,5
Aluminium foam
80
80
25
1
3,0
Aluminium foam
70
75
25
1
3,5
Aluminium foam
80
60
25
1
4,0
Aluminium foam
80
80
25
1
4,5
Aluminium foam
80
50
25
1
-
Baja ST37
14
14
5
5
-
Baja ST37
14
14
3,5
5

Keterangan :
1. Nilai kekerasan pelat baja ST7 yang digunakan sebesar 126 HBN
2. Jarak penembakan 50 m
3. Kecepatan peluru 915 m/s
4. Proses pengujian dilakukan di DISLITBANG TNI AD (Pusdikpasus)
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini disajikan data hasil penelitian pembuatan aluminium foam seri 7000,
data morfologi pori, data hasil pengujian kompresi dan data pengujian balistik.

4.1 Data hasil penelitian pembuatan aluminium foam seri 7000

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan 5 sampel


aluminium foam yang telah dibuat sesuai dengan parameter proses. Produk yang
didapatkan kemudian dipotong sesuai ukuran yang diinginkan untuk
pengkarakterisasian serta proses pengujian yang akan dilakukan, yaitu pengujian
kompresi dan balistik. Pada proses pengujian kompresi sampel dipotong berbentuk
kubus dan sampel uji balistik dipotong berbentuk persegi, dapat dilihat pada
Gambar 4.1. Data hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\3%\IMG_6330.JPG
CaCO
3
(3% berat)

CaCO
3
3 (% berat)

Gambar 4.1 Sampel pengujian kompresi aluminium foam


Tabel 4.1 Data hasil karakterisasi 1
Perencanaan percobaan
Karkterisasi Aluminium Foam
Massa
Perhitungan berat dan porositas
Berat
Aluminium
(gr)
Al2O3
(% berat)
CaCO3
(% berat)
Spesimen
uji tekan
(gr)
Volume
(cm3)
Porositas
(%)
. foam
(gr/cm3)
. relatif
900
3.5
2.5
36.73
32.76
58.48
1.12
0.35
900
3.5
3.0
21.55
31.59
74.73
0.68
0.25
900
3.5
3.5
16.24
32.62
81.56
0.49
0.18
900
3.5
4.0
23.30
37.91
77.23
0.61
0.23
900
3.5
4.5
28.21
37.91
72.44
0.74
0.28
Tabel 4.2 Data hasil karakterisasi 2
/Perencanaan percobaan
Karkterisasi Aluminium Foam
Berat
Aluminium (gr)
Al2O3 (%berat)
CaCO3 (%berat)
Diameter rata-
rata pori (mm)
Kekuatan tekan (MPa)
900
3.5
2.5
2.82
42.46
900
3.5
3.0
2.99
21.03
900
3.5
3.5
3.63
5.21
900
3.5
4.0
2.91
21.57
900
3.5
4.5
2.50
12.00

Tabel 4.3 Nilai ketebalan dinding dan kebulatan


No
CaCO3
(%berat)
Tebal dinding (m)
Tebal rata-
rata (m)
Kebulatan
1
2
3
1
2.5
142.6
146.0
211.2
166.6
0.77
2
3.0
117.7
128.9
186.2
144.3
0.86
3
3.5
34.3
20.9
46.6
33.9
0.83
4
4.0
136.7
67.3
45.8
83.3
0.67
5
4.5
129.7
42.6
78.5
83.6
0.81
4.2 Data morfologi pori

Proses pengamatan lain yang dilkukan ialah pengujian morfologi pori yang
bertujuan untuk mengetahui jumlah dari pori yang terbentuk serta nilai diameter
rata-rata pori pada setiap komposisi CaCO3 (%berat). Untuk memperoleh nilai
morfologi pori yaitu menggunakan aplikasi software Optimas 6.1. Data yang telah
diperoleh dapat diihat pada Tabel 4.4. Cara input pada software dapat dilihat pa
da
Gambar 4.2 hingga Gambar 4.16
Tabel 4.4 Data morfologi pori
No
CaCO3 (%berat)
Data
Diameter Pori
Tampak atas
Tampak
Depan
Tampak
samping
kanan
1
2.5
Total
1822
1612
1466
Mean
14.05
12.42
12.50
Std. Dev
7.19
8.05
7.75
Var
51.62
64.76
60.13
Min
0.03
0.03
0.02
Max
27.85
27.76
27.92
2
3.0
Total
2918
3420
3846
Mean
12.73
13.41
13.47
Std. Dev
8.23
7.64
8.03
Var
67.79
58.40
64.45
Min
0.04
0.02
0.02
Max
28.79
27.95
27.98
3
3.5
Total
3880
3836
2698
Mean
15.37
14.10
14.70
Std. Dev
8.31
8.53
8.14
Var
69.97
72.75
66.18
Min
0.03
0.03
0.12
Max
28.80
30.73
29.99
4
4.0
Total
4174
2078
3664
Mean
12.99
13.38
14.08
Std. Dev
7.82
8.10
7.83
Var
61.16
65.60
61.32
Min
0.03
0.03
0.06
Max
27.96
27.94
27.97
5
4.5
Total
4526
3036
3460
Mean
13.98
13.36
12.52
Std. Dev
8.29
8.40
8.23
Var
68.71
70.47
67.70
Min
0.03
0.02
0.03
Max
31.36
28.26
30.66

Dari hasil pengolahan dengan menggunakan software Optimas 6.1 kemudian data
diolah dengan menggunakan skala Dr : Dmax sehingga didapatkan nilai dengan
satuan mm. Hasil dari pengolahan dapat dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Distribusi diameter pori
No
CaCO3 (%berat)
Diameter pori (mm)
Min
Mean
Max
1
2.5
0.0048
2.82
6.00
2
3.0
0.0044
2.99
6.67
3
3.5
0.0074
3.63
7.33
4
4.0
0.0055
2.91
6.00
5
4.5
0.0053
2.50
5.67

Gambar 4.2 Morfologi pori pada permukaan atas spesimen CaCO3 (2.5%berat)

Gambar 4.3 Morfologi pori pada permukaan depan spesimen CaCO3 (2.5%berat)

Gambar 4.4 Morfologi pori pada permukaan samping kanan spesimen CaCO3 (2.5%berat
)
Gambar 4.5 Morfologi pori pada permukaan atas spesimen CaCO3 (3.0%berat)

Gambar 4.6 Morfologi pori pada permukaan depan spesimen CaCO3 (3.0%berat)

Gambar 4.7 Morfologi pori pada permukaan samping kanan spesimen CaCO3 (3.0%berat
)

Gambar 4.8 Morfologi pori pada permukaan atas spesimen CaCO3 (3.5%berat)
Gambar 4.9 Morfologi pori pada permukaan samping kanan spesimen CaCO3 (3.5%berat
)

Gambar 4.10 Morfologi pori pada permukaan depan spesimen CaCO3 (3.5%berat)

Gambar 4.11 Morfologi pori pada permukaan depan spesimen CaCO3 (4.0%berat)

Gambar 4.12 Morfologi pori pada permukaan samping kanan spesimen CaCO3 (4.0%bera
t)
Gambar 4.13 Morfologi pori pada permukaan atas spesimen CaCO3 (4.0%berat)

Gambar 4.14 Morfologi pori pada permukaan atas spesimen CaCO3 (4.5%berat)

Gambar 4.15 Morfologi pori pada permukaan samping kanan spesimen CaCO3 (4.5%bera
t)

Gambar 4.16 Morfologi pori pada permukaan depan spesimen CaCO3 (4.5%berat)
500m

500m

500m

4.3 Morfologi aluminium foam

Pada penelitian aluminium foam seri 7000 untuk mengetahui tebal dinding
rata-rata dari spesimen yang telah dibuat yaitu menggunakan mikroskop optik. Car
a
untuk mengetahui tebal dinding dan kebulatan dengan menggunakan mikroskop
optik dapat dilihat pada Gambar 4.17 dan Gambar 4.18. Data tebal dinding dan
kebulatan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Gambar 4.17 Mengukur tebal dinding pada CaCO3 2.5 (%berat)

Gambar 4.18 Mengukur kebulatan pori pada CaCO3 2.5 (% berat)

4.4 Data hasil pengujian kompresi

Pada proses pengujian kompresi didapatkan data berupa kurva yang


menghubungkan kekuatan tekan terhadap persen strain. Data yang telah diperoleh
dapat dilihat pada Gambar 4.19 hingga Gambar 4.20. Proses pengujian kompresi
dapat dilihat pada Gambar 4.21 dan Gambar 4.26
Awal penekanan

Penekanan 20%

Penekanan 60%

Sebelum pengujian

Setelah pengujian

Gambar 4.19 Proses uji kompresi spesimen dengan CaCO3 4.0 (%berat)

Gambar 4.20 Spesimen uji kompresi sebelum dan sesudah pengujian

10

20

30

40

50

10

15
20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80

Compressive strength (MPa)

Strain (%)

2.5 % berat
CaCO
3

Gambar 4.21 Kurva kekuatan tekan terhadap strain kompresi pada CaCO3 2.5 (% bera
t)

0,0
5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70
Compressive strength (MPa)

Strain (%)

3.0 % berat
CaCO
3

Gambar 4.22 Kurva kekuatan tekan terhadap strain kompresi pada CaCO3 3.0 (% bera
t)
0

10

15

20

25

30

35

40

45

50
55

60

65

Compressive strength (MPa)

Strain (%)

3.5 % berat
CaCO
3

Gambar 4.23 Kurva kekuatan tekan terhadap strain kompresi pada CaCO3 3.5 (% bera
t)

10

20

30

40

50

60

10

15
20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

Compressive strength (MPa)

Strain (%)

4.0 % berat
CaCO
3

Gambar 4.24 Kurva kekuatan tekan terhadap strain kompresi pada CaCO3 4.0 (% bera
t)

0,0

2,5
5,0

7,5

10,0

12,5

15,0

17,5

20,0

22,5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55
60

65

70

Compressive strength (MPa)

Strain (%)

4.5 % berat CaCO


3

Gambar 4.25 Kurva kekuatan tekan terhadap strain kompresi pada CaCO3 4.5 (% bera
t)
0

10

15

20

25

30

35

40

45

10

20

30

40

50

60

70

Compressive strength (MPa)


Strain (%)

CaCO3 (2,5%berat)

CaCO3 (3,0%berat)

CaCO3 (3,5%berat)

CaCO3 (4,0%berat)

CaCO3 (4,5%berat)

Gambar 4.26 Kurva compressive strength terhadap strain pada seluruh CaCO3

Pada Gambar 4.26 memperlihatkan hasil pengujian tekan pada semua


CaCO3. Pada kurva memperlihatkan bahwa pada CaCO3 2.5 (%berat) memiliki
compressive strength tertinggi 42.46 MPa dibandingkan dengan CaCO3 3.5
(%berat) memiliki compressive strength rendah 5.21 MPa. Hal ini disebabkan oleh
CaCO3 yang terdekomposisi menghasilkan gas yang akan membentuk rongga pori.

4.5 Data pengujian balistik

Pengujian lain yang dilaksanakan dalam penelitian aluminium foam ini yaitu
pengujian balistik. Proses pengujian balistik digunakan untuk mengetahui apakah
aluminium foam yang telah dibuat dapat mengurangi laju dari peluru yang
ditembakkan, sehingga dapat diaplikasikan untuk lapisan pelindung anti peluru.
Pada pengujian balistik spesimen aluminium foam akan dijadikan sebagai core pada
sandiwch layer. Bagian depan dan belakang dari core ini yaitu pelat baja berukur
an
5 mm dan 3.5 mm dengan kekerasan rata-rata sebesar 126 HBN. Setelah spesimen
aluminium foam dan pelat baja disusun kemudian dilakukan uji penembakan
terhadap spesimen menggunakan senjata penguji dapat dilihat pada Gambar 4.27,
dengan jenis amunisi dapat dilihat pada Gambar 4.28. Jarak tembak yang digunakan
ialah 50 m. Bentuk spesimen uji balistik dapat dilihat pada Gambar 4.29 dan data
dari alat yang digunakan pada Tabel 4.6
Lapisan utama (pelat 5 mm)

Core (aluminium foam)


25mm

Backing plate
5 mm

Tabel 4.6 Keterangan alat uji


No
Alat uji
Keterangan
1
Senjata penguji
SS1 7 tw.
2
Amunisi
MU5-TJ calibre 5,56 x 45 mm, velocity 915 m/s

Gambar 4.27 Senjata serbu SS1

Gambar 4.28 Amunisi MU5-TJ 5,56x45 mm

Gambar 4.29 Spesimen uji balistik

Hasil uji balistik pada spesimen yang telah disiapkan dapat dilihat pada Gambar
4.30 hingga Gambar 4.34
Lapisan utama

Backing plate

Samping

Backing plate

Lapisan utama

Samping

Backing plate

Lapisan utama

Samping

D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6286.JPG


D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6284.JPG
D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6287.JPG
B
acking plate

Samping

Lapisan
utama

Gambar 4.30 Hasil uji balistik pada spesimen CaCO3 (2.5% berat)

D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6291.JPG


D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6290.JPG
D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6295.JPG
Gambar 4.31 Hasil uji balistik pada spesimen CaCO3 (3.0% berat)

D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6298.JPG


D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6299.JPG
D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6297.JPG
Gambar 4.32 Hasil uji balistik pada CaCO3 (3.5% berat)

Gambar 4.33 Hasil uji balistik pada CaCO3 (4.0% berat)


Backing plate

Lapisan utama

Samping

Gambar 4.34 Hasil uji balistik pada CaCO3 (4.5% berat)


Hasil yang diperoleh dari pengujian balistik yaitu terdapat 2 spesimen yang
dapat meredam laju dari peluru yang ditembakkan yaitu pada spesimen dengan
CaCO3 3.0% dan 4.0% berat. Pada Spesimen dengan CaCO3 (4.5% berat) peluru
tidak tembus tetapi pada backing plate terdapat sobekan.

4.6 Pembahasan

Penelitian tugas akhir yang telah dilakukan ialah untuk mengetahui


pengaruh variasi kadar CaCO3 terhadap densitas relatif dan porositas. Selain itu
pada penelitian ini ingin mengetahui pengaruh densitas relatif terhadap uji
kompresi. Pembuatan aluminium foam pada penelitian ini menggunakan foaming
agent yang berperan menghasilkan gas dari proses dekomposisi yang akan
membentuk gelembung pada saat kondisi logam cair dan ketika logam membeku
gelembung yang terbentuk akan menghasilkan porositas. Foaming agent yang
digunakan dalam penelitian ini ialah kalsium karbonat (CaCO3). Foaming agent
kalsium karbonat digunakan karena memiliki temperatur dekomposisi yang
mendekati temperatur lebur aluminium. Temperatur dekomposisi CaCO3
berdasarkan uji thermogravmetric dengan laju pemanasan 20 oC/min, mulai
mengalami dekomposisi pada temperatur 650 oC hingga 780 oC, sedangkan
temperatur lebur aluminium ialah 660 oC.[Aboraia, 2011] Pada penelitian ini
temperatur foaming yang digunakan yaitu 725 oC, karena jika temperatur yang
digunakan diatas 780 oC kalsium karbonat akan terdekoposisi sangat cepat.
Pada penelitian tugas akhir ini telah menghasilkan produk aluminium foam
sesuai dengan parameter proses yang telah ditentukan. Hasil dari penelitian
didapatkan produk dengan kadar foaming agent CaCO3 2.5, 3.0, 3.5, 4.0, dan 4.5
(% berat). Produk yang telah dihasilkan kemudian dipotong dengan bentuk yang
disesuaikan untuk proses pengujian yang akan dilakukan, yaitu pengujian kompresi
dan balistik. Pada pengujian kompresi produk aluminium foam dibuat berbentuk
kubus, dapat dilihat pada Gambar 4.1. Selain digunakan untuk pengujian kompresi
data yang didapat dari spesimen berbentuk kubus ini digunakan untuk
mengkarakterisasi aluminium foam seri 7000, dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan
Tabel 4.2.
Pada proses pengujian balistik yang telah dilakukan, produk dipotong
dengan ukuran yang telah disesuaikan, dapat dilihat pada Tabel 3.3. Pengujian
balistik dipilih oleh peneliti karena untuk mengetahui apakah aluminium foam yan
g
telah dibuat mampu meredam laju peluru pada lapisan sandwich. Oleh karena itu
peneliti mempersiapkan spesimen pengujian balistik dengan 3 lapisan yaitu lapisa
n
utama dan backing plate yang menggunakan pelat baja ST 37, kemudian produk
aluminium foam hasil penelitian ditempatkan pada bagian core, dapat dilihat pada
Gambar 4.29.

4.6.1 Pengaruh CaCO3 terhadap porositas dan densitas relatif

relatif
y =
-
15,211x
2
+ 112,56x
-
127,14
R = 0,9665

y = 0,12x
2
-
0,872x + 1,78
R = 0,9547

0,15

0,20

0,25
0,30

0,35

0,40

50

55

60

65

70

75

80

85

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

. relatif

Porositas (%)
CaCO3 (%berat)

Porositas

Densitas

Poly. (Porositas)

Poly. (Densitas)

Gambar 4.35 Kurva pengaruh CaCO3 terhadap porositas dan densitas relatif

Pada Gambar 4.35 didapatkan trendline kurva berbentuk parabola terhadap


nilai densitas relatif dan porositas. Pada CaCO3 2.5, 3.0 dan 3.5 (%berat) memil
iki
nilai densitas relatif semakin rendah yaitu 0.35, 0.25 dan 0.18. Sedangkan pada
CaCO3 4 dan 4.5 (%berat) memiliki nilai densitas yang meningkat dengan nilai
sebesar 0.23 dan 0.28. Sedangkan pada kurva yang menghubungkan pengaruh
CaCO3 terhadap porositas, memperlihatkan nilai porositas yang diperoleh bahwa
nilai optimum porositas tertinggi dihasilkan pada CaCO3 3.5 (%berat) sebesar 81.
56
%. Pada CaCO3 2.5 dan 3.0 (%berat) memiliki nilai sebesar 58,48 dan 74.73%
sedangkan pada CaCO3 4.0 dan 4.5 (%berat) memiliki nilai sebesar 77.23 dan
72.44%.
Meninjau hasil dari data yang telah diperoleh bahwa seiring meningkatnya
kadar foaming agent yang digunakan tidak selalu menghasilkan tren densitas relat
if
aluminium foam yang menurun, tetapi penurunan densitas relatif aluminium foam
akan mencapai titik optimum dengan menghasilkan densitas relatif yang rendah
dengan nilai porositas yang tinggi, kemudian densitas relatif akan meningkat
kembali dan porostias kan menurunn. Hal ini dapat diakibatkan oleh jumlah kadar
CaCO3 yang semakin besar dapat mengakibatkan proses dekomposisi yang kurang
baik, sehingga CaCO3 tidak seluruhnya terdekomposisi karena seiring proses
pengadukan dilakukan maka temperatur dari aluminium akan menurun dan
mempengaruhi temperatur dekomposisi CaCO3. Selain pengaruh dari penurunan
temperatur faktor yang dapat menyebabkan kurang efektifnya kadar CaCO3 dengan
jumlah besar yaitu banyaknya gas CO2 yang terbentuk akan mengakibatkan
kesetimbangan sehingga CO2 akan menghambat dekomposisi CaCO3.

4.6.2 Pengaruh densitas relative terhadap compressive strength dan porositas

20

40

60

80

100

10
20

30

40

50

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

Porositas (%)

Compressive strength (MPa)

. relatif

Compressive strength

Porositas

Linear (Compressive strength)

Linear (Porositas)

Gambar 4.36 Kurva pengaruh densitas relatif terhadap compressive strength dan po
rositas
Pada Gambar 4.36 yang menghubungkan pengaruh densitas relatif terhadap
porositas dan compressive strengh, didapatkan trendline linier yang menurun pada
porositas dan meningkat pada compressive strength. Dari kurva ini menunjukkan
bahwa semakin besar nilai densitas relatif yang dihasilkan maka porositas yang
terbentuk akan semakin rendah serta semakin besar nilai densitas relatif maka
compressive strength akan semakin meningkat . Hal ini disebabkan karena pada
densitas relatif yang besar terbentuk sedikit rongga sehingga porositas yang
terbentuk sedikit, dengan CaCO3 2.5 (%berat) menghasilkan densitas relatif sebes
ar
0.35 dengan porositas 58.48% serta compressive strength sebesar 42.46 MPa,
sedangkan pada CaCO3 3.5 (%berat) memiliki nilai densitas terendah yaitu 0.18
menghasilkan porositas sebesar 81.56% dengan nilai compressive strength sebesar
5.21 MPa.
Untuk mendapatkan produk aluminium foam dengan nilai optimum baik
dari segi densitas relatif, porositas, maupun compressive strength, maka nilai y
ang
dicapai harus berada pada posisi perpotongan garis pada kurva antar karakteristi
k
yang ditandai dengan garis putus-putus. Pada penelitian ini, nilai optimum yang
dapat digunakan sebagai peredam laju peluru yaitu berada pada CaCO3 3.0
(%berat) dengan nilai densitas 0.25, porositas 74.77% dan kekuatan tekan 21.03
MPa, serta pada CaCO3 4.0 (%berat) dengan nilai densitas 0.23, porositas 77.23%,
dan kekuatan tekan 21.57 MPa.

4.6.3 Pengaruh porositas terhadap diameter rongga pori

y = 0,0637x
-
1,8765
R = 0,8371

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00
2,50

3,00

3,50

4,00

55

65

75

85

Diameter rongga pori (mm)

Porositas (%)

Diameter

Linear (Diameter)

Gambar 4.37 Kurva pengaruh porositas terhadap diameter rongga pori


Pada kurva yang menghubungkan pengaruh porositas terhadap diameter
rongga pori memperlihatkan trendline linier yang meningkat. Peningkatan dari
porositas yang terbentuk akan mempengaruhi nilai diameter yang dihasilkan.
Peningkatan dari porositas yang terbentuk akan mempengaruhi nilai diameter yang
dihasilkan. Dengan porositas yang semakin meningkat, diameter yang terbentuk
akan semakin besar akibat padatnya gas yang terbentuk di dalam aluminium foam.
Gas yang dihasilkan memiliki tekanan ke segala arah, sehingga gas akan
mengembang. Ketika proses pengembangan terjadi, jika ada gas yang jaraknya
saling berdekatan maka akan terjadi penggabungan yang menghasilkan ukuran
rongga pori lebih besar.

4.6.4 Pengaruh porositas terhadap compressive strength

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55
60

65

70

75

80

85

Compressive strength (MPa)

Porositas (%)

Compressive strength

Linear (Compressive strength)

Gambar 4.38 Kurva pengaruh porositas terhadap comressive strength

Pada Gambar 4.38 memperlihatkan pengaruh porositas terhadap kekuatan


tekan memperlihatkan bahwa semakin meningkat jumlah porositas maka kekuatan
tekan aluminium foam akan semakin rendah. Menurunnya kekuatan tekan dapat
disebabkan oleh banyaknya rongga yang terbentuk sehingga jumlah bagian padat
akan lebih sedikit. Bagian padat dalam aluminium foam berada pada dinding foam,
sehingga pada porositas tinggi akan mengakibatkan tebal dinding menjadi lebih
kecil. Pada CaCO3 dengan porositas 81.56 % menghasilkan kekuatan tekan sebesar
5.21 MPa. Sedangkan pada CaCO3 2.5 (%berat) memiliki nilai porositas yang
rendah yaitu 58.48% menghasilkan kekuatan tekan cukup besar yaitu 42.46 MPa.
Kemudian pada CaCO3 3.0 dan 4.0 (%berat) memiliki porositas sebesar 74.73 dan
77.23 memiliki kekuatan tekan sebesar 21.03 dan 21.57 MPa. Pada CaCO3 4.5
(%berat) memiliki nilai kekuatan tekan sebesar 12 MPa.

4.6.5 Pengaruh tebal dinding terhadap compressive strength

y = 0,343x
-
9,968
R = 0,9115

10

15

20

25

30

35

40

45

50

100
150

Compressive strength (MPa)

Tebal dindig (m)

s
compressi

Linear
(
s
compressi)

Gambar 4.39 Kurva pengaruh tebal dinding terhadap compressive strengh

Pada Gambar 4.39 yang menghubungkan antara tebal dinding terhadap


kekuatan tekan menunjukan bahwa semakin tebal dinding dari aluminium foam
maka kekuatan tekan yang dihasilkan akan semakin besar. Meningkatnya kekuatan
tekan karena pada dinding yang tebal memiliki luas area yang lebih besar, sehing
ga
gaya yang digunakan akan semakin meningkat pula. Pada CaCO3 2.5 (%berat)
dengan tebal dinding 166.6 m menghasilkan kekuatan tekan sebesar 42.46 MPa,
sedangkan pada CaCO3 3.5 (%berat) dengan tebal dinding terkecil yaitu 33.9 m
menghasilkan kekuatan tekan yang rendah yaitu sebesar 5.21 MPa.
Secara keseluruhan CaCO3 yang digunakan pada aluminium foam seri 7000
dengan stabilizer Al2O3 3.5 (%berat) mencapai pengembangan optimum pada
CaCO3 3.5 (%berat). Pengembangan terbesar yang dicapai menghasilkan nilai
densitas relatif yang paling rendah yaitu 0.18, dengan porositas yang terbentuk
sebesar 81.56%. Besarnya porositas yang terbentuk memberikan keuntungan dari
segi bobot, tetapi jika dibandingkan dengan kekuatan tekan yang dimilikinya maka
akan menghasilkan kekuatan tekan yang rendah, dapat dilihat pada Gambar 4.36.
Selain mempengaruhi terhadap kekuatan tekan, besarnya nilai porositas akan
mempengaruhi pula terhadap energi yang diserap. Untuk mendapatkan kekuatan
tekan yang tidak terlalu rendah dapat menggunakan CaCO3 3.0 dan 4.0 (%berat)
dengan nilai porositas sebesar 74.73 dan 77.23 % dengan kekuatan tekan sebesar
sebesar 21.03 dan 21.57 MPa. Nilai optimum porositas dan kekuatan tekan pada
penelitian ini yang dapat menahan laju peluru ialah pada CaCO3 3.0 dan 4.0
(%berat) dengan nilai porositas sebesar 74.73 dan 77.23 % serta kekuatan tekan
21.03 dan 21.57 MPa. Dengan ukuran porositas tersebut produk aluminium foam
dapat digunakan sebagai peredam laju peluru yang ditembakkan pada jarak 50 m
dengan kecepatan 915 m/s.
Pada penelitian ini diharapkan produk yang telah dibuat dapat
diperhitungkan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Produk dari aluminium
foam ini dapat digunakan sebagai pensubstitusi material lain untuk menghasilkan
beban yang lebih rendah. Dengan beban yang lebih rendah maka pada kendaraan
akan menghasilkan konsumsi bahan bahan bakar yang lebih minim dan dapat
menghasilkan akselerasi serta manuver yang baik. Hasil dari produk yang telah
diperoleh kemudian peneliti melakukan proses pengujian balistik. Proses pengujia
n
ini dilakukan karena peneliti berharap suatu saat aluminium foam dapat digunakan
pada kendaraan pertahanan seperti panzer ataupun tank. Penggunaan aluminium
foam ini bertujuan agar bobot dari kendaraan dapat berkurang sehingga
meminimalisir penggunaan bahan bakar yang berlebihan.
Pada kendaraan pertahanan saat ini, material yang digunakan yaitu steel
armor. Steel armor digunakan karena memiliki kemampuan meredam laju peluru,
berdasarkan produk dari Lee Co Steel, material steel armor memiliki nilai
kekerasan yang tinggi yaitu 379 513 HBN. Namun kelemahan dari steel armor
ini yaitu bobotnya yang berat dan harganya yang tinggi. Perbandingan bobot antar
a
steel dengan aluminium foam cukup besar dengan dimensi yang berbeda. Untuk
steel dengan dimensi 70 x 70 mm dengan tebal 5 mm memiliki bobot seberat 170
gr, sedangkan untuk aluminium foam dengan dimensi 70 x 75 mm dengan tebal 25
mm memiliki bobot seberat 110 gr. Perbandingan tebal dengan 5 kali lipat lebih
tebal dari steel aluminium memiliki bobot lebih rendah 60gr. Berdasarkan
perbedaan bobot itu lah yang menarik peneliti untuk melakukan pengujian balistik
.
23
o

Pada pengujian balistik peneliti membuat spesimen dengan bentuk berlapis


dikarenakan peneliti menggunakan pelat dengan nilai kekerasan jauh lebih rendah
dari steel armor yaitu 126 HBN. Pada pengujian balistik yang telah dilakukan yai
tu
menggunakan senjata serbu dan amunisi produk PT. Pindad Persero, dapat dilihat
pada Gambar 4.27 dan Gambar 4.28. Hasil yang diperoleh dari pengujian ini
didapatkan 2 spesimen tembus peluru, 2 spesimen tidak tembus peluru dan 1
spesimen tidak tembus tetapi pada bagian backing plate terdapat sobekan serta
peluru yang bersarang.
Spesimen yang tertembus peluru yaitu dengan CaCO3 sebesar 2.5 dan 3.5
(% berat), dapat dilihat pada Gambar 4.30 dan Gambar 4.32. Spesimen yang tidak
tembus peluru yaitu dengan CaCO3 3.0 dan 4.0 (% berat), dapat dilihat pada
Gambar 4.31 dan Gambar 4.33, sedangkan yang tidak tertembus namun mengalami
sobek yaitu dengan CaCO3 4.5 (%berat) dapat dilihat pada Gambar 4.34. Pada
spesimen dengan 2.5 (%berat) mengalami tembus peluru, hal ini diakibatkan karena
jarak penembakan dilakukan pada jarak 25 m. Pemilihan jarak dilakukan untuk
mengetahui jarak optimum material dapat menahan laju peluru. Dengan jumlah
porositas 58.48%, ini dapat membelokan arah peluru yang ditembakkan pada jarak
25 m dengan kecepatan peluru 915 m/s, sebesar 23o dari arah peluru masuk dan
meninggalkan lubang pada bagian lapisan utama dengan 7.11 mm, sedangkan
bagian backing plate dengan 6.88 mm, dapat dilihat pada Gambar 4.40

D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6287.JPG


Samping

Gambar 4.40 Arah pembelokan peluru pada CaCO3 2.5 (% berat)

Pada spesimen dengan CaCO3 3.5 (% berat) spesimen tertembus peluru


dengan jarak tembak 50 m tanpa mengalami pembelokan dari peluru yang
ditembakkan. Hal ini terjadi karena jumlah porositas yang dimiliki cukup besar
yaitu 81.561% serta memiliki nilai yang rendah pada ketebalan dinding rata-rata
33.9m, sehingga peluru yang ditembakkan langsung tembus dengan
meninggalkan lubang pada bagian depan sebesar 7.11 mm dan pada bagian
backing plate sebesar 8.24 mm, dapat dilihat pada Gambar 4.41.

D:\Fix Skripsi\skripsi\Data\uji\irul\uji balistik\IMG_6298.JPG


Gambar 4.41 Arah pembelokan peluru pada CaCO3 3.5 (% berat)

Pada spesimen dengan CaCO3 3.0 (%berat) dilakukan penembakan pada


jarak 50 m, pada Gambar 4.31 terdapat 2 lubang, pada lubang dengan lingkaran bir
u
penembakan pada bagian spesimen tanpa ada aluminium foam dan tertembus peluru
dengan ukuran lubang pada lapisan utama 7.06 mm dan backing plate 10.84 mm.
Pada titik tembak dengan lingkaran kuning posisi penetrasi peluru berada pada
bagian sisi aluminium foam sehingga tertembus peluru. Sedangkan pada bagian
dengan lingkaran merah tembakan peluru mengenai bagian yang terdapat
aluminium foam dan spesimen tidak tertembus. Dengan jumlah porositas sebesar
74.73% dan kekuatan tekan sebesar 21.03 MPa pada bagian yang tidak tembus
peluru, proyektil yang ditembakkan hancur bersama dengan aluminium foam yang
dilewatinya. Sudut pembelokan peluru oleh aluminium foam dengan CaCO3 3.0
(%berat) yaitu sebesar 15o dari arah awal peluru menembus lapisan utama. Dengan
jumlah porositas yang tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki oleh CaCO3 3.0
(%berat), yaitu pada CaCO3 4.0 (%berat) dengan jumlah porositas 77.23% dengan
kekuatan tekan sebesar 21.57 MPa tidak tembus oleh peluru dengan sudut
pembelokan dari peluru yang ditembakkan yaitu 10o dapat dilihat pada Gambar
4.33. Pada spesimen uji dengan produk aluminium foam CaCO3 4.5 (%berat) yang
memiliki jumlah prositas 72.44% peluru yang ditembakkan menyangkut pada
bagian backing plate sehingga terdapat sobekan dapat dilihat pada Gambar 4.34,
serta sudut pembelokan pada CaCO3 4.5 (%berat) sebesar 8o.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari proses pengujian untuk
mendapatkan produk aluminium foam yang dapat digunakan sebagai peredam laju
peluru dapat menggunakan kadar CaCO3 dengan 3.0 dan 4.0 (%berat), dengan
jumlah porositas 74.73 dan 77.23%, serta memiliki kekuatan tekan sebesar 21.03
dan 21.57 MPa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
didapatkan beberapa kesimpulan yang menjawab tujuan dari penelitian ini, yaitu :

1. Produk aluminium foam yang diperoleh dengan metode pembuatan direct


foaming menggunakan foaming agent CaCO3
2. Porositas terbesar 81.56 % dihasilkan pada CaCO3 3.5 (%berat) dengan
densitas relatif 0.18, diameter pori 3.63 mm, kebulatan 0.83 dan tebal
dinding 33.9 m. Sedangkan porositas minimum sebesar 58.48 %
dihasilkan pada CaCO3 2.5 (%berat) dengan densitas relatif 0.35, diameter
pori 2.82 mm, kebulatan 0.77 dan tebal dinding 166.6 m.
3. Nilai porositas optimum untuk dapat meredam laju peluru yaitu sebesar
74.73% pada CaCO3 3.0 (%berat) dan 77.72% pada CaCO3 4.0 (%berat),
dengan kekuatan tekan sebesar 21.03 dan 21,57 MPa
4. Uji balistik dilakukan menggunakan senjata SS1 dengan amunisi cal.
5.56, kecepatan peluru 915 m/s, serta jarak tembak 50 m yang diuji pada
spesimen dengan tebal 25 mm, pada CaCO3 3.0 (%berat) memiliki porositas
74.73% mampu menahan laju peluru dengan sudut pembelokan 15o,
sedangkan pada CaCO3 4.0 (%berat) memiliki porositas 77,23% mampu
menahan laju peluru dengan pembelokan 10o.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan beberapa


saran dari penelitian ini, yaitu :
1. Perlu dilakukan optimalisasi pengadukan agar gas terdispersi merata.
2. Pada pengujian balistik perlu diadakan variasi ketebalan spesimen
aluminium foam agar diketahui ketebalan yang dapat menahan laju peluru.

Anda mungkin juga menyukai