Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker merupakan penyebab kematian no. 6 di Indonesia (Depkes, 2003) dan diperkirakan
terdapat 100.000 penduduk setiap tahunnya di dunia diperkirakan 7,6 juta orang meninggal
akibat kanker dan 84 juta orang akan meninggal hingga 10 tahun kedepan, (WHO, 2005).
Kanker pada saluran reproduksi pria mencakup kanker penis, testis, atau prostat (Corwin,
2009). Karsinoma penis insidensinya kurang dari 1% dari keganasan pada pria. Kanker testis
jarang terjadi, sebagian besar timbul pada pria muda berusia antara 15 tahun dan 35 tahun.
Kanker testis lebih sering terjadi pada orang Kaukasus, dan lebih sering timbul pada pria
dengan riwayat kriptorkidisme. Trauma dan pajanan estrogen sintetik, dietilstilbestrol (DES),
pada saat prenatal dapat meningkatkan risiko. Kanker prostat merupakan 10% dari semua
kematian akibat kanker pada pria Amerika. Sementara etiologinya tidak diketahui,
predisposisi genetik, hormonal, faktor lingkungan, patogen yang ditransmisikan melalui
hubungan seksual, dan gangguan imunologi telah dikaitkan dengan penyakit ini. Dengan
demikian, kami membuat makalah ini diharapkan dapat menjadi pedoman kita sebagai
perawat untuk mengatasi masalah kanker yang banyak terjadi. Selain itu, makalah ini
diharapkan dapat memudahkan kita dalam membuat asuhan keperawatan kanker pada sistem
reproduksi pria khususnya.

1.2. Rumusan Masalah Rumusan Masalah

1.2.1 Apa saja anatomi fisiologi dari sistem reproduksi pria?

1.2.2 Apa definisi tumor?

1.2.3 Apa saja etiologi dan faktor pencetus tumor testis, penis, dan prostar?

1.2.4 Bagaimana patofisiologi tumor testis, penis, dan prostat?

1.2.5 Apa saja klasifikasi tumor testis, penis, dan prostat?

1.2.6 Apa saja manifestasi klinis tumor testis, penis, dan prostat?

1.2.7 Apa saja pemerikasaan diagnostik pada tumor testis, penis, dan prostat?

1.2.8 Apa saja pencegahan tumor testis, penis, dan prostat?


1.2.9 Bagaimana penatalaksanaan tumor testis, penis, dan prostat?

1.2.10 Apa saja komplikasi yang ditimbulkan tumor testis, penis, dan prostat?

1.2.11 Bagaimana prognosis klien yang menderita tumor testis, penis, dan prostat?

1.2.12 Bagaimana Web of caution tumor testis, penis, dan prostat?

1.2.13 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kanker prostat?

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep pembuatan asuhan
keperawatan klien dengan kasus tumor pada sistem reproduksi laki-laki.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mereview anatomi dan fisiologi dari sistem reproduksi laki-laki.

2. Untuk mengetahui definisi tumor.

3. Untuk mengetahui definisi tumor testis, tumor penis, dan kanker prostat.

4. Untuk mengetahui etiologi dan faktor pencetus tumor testis, tumor penis, dan kanker
prostat.

5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi tumor testis, tumor penis, dan kanker prostat.
6. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis tumor testis, tumor penis, dan kanker prostat.
7. Untuk mengetahui apa saja pemerikasaan diagnostik pada tumor testis, tumor penis, dan
kanker prostat.

8.Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan tumor testis, tumor penis, dan kanker
prostat.

9. Untuk mengetaui apa saja komplikasi yang ditimbulkan tumor testis, tumor penis, dan
kanker prostat.

10. Untuk mengetahui bagaimana prognosis klien yang menderita tumor testis, tumor penis,
dan kanker prostat.
11. Untuk mengetahui bagaimana Web of caution tumor testis, tumor penis, dan kanker
prostat.

12. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan tumor testis, tumor
penis, dan kanker prostat.

1.4. Manfaat

1.4.1 Dapat digunakan sebagai acuan bagi penulis serta rekan perawat yang lain dalam
praktik memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami tumor pada sistem
reproduksi pria.

1.4.2 Dapat digunakan sebagai pedoman untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat
dengan tujuan untuk menangani penyakit tumor pada sistem reproduksi pria.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Pria

Gambar. Alat reproduksi pria

2.1.1. Organ Eksterna

1. Penis Organ ini berfungsi untuk tempat keluarnya urin dan semen serta sebagai organ
kopulasi (perkawinan). Penis terdiri dari 3 bagian, yaitu akar, badan dan glans penis yang
banyak mengandung ujung-ujung syaraf sensorik. Penis memanjang pada ujung distalnya
membentuk struktur seperti buah jati Belanda, yang disebut glans penis. Penis tersusun atas
tiga batang seperti spons yang bersifat erektil dan kaya pembuluh darah. Batang spongiosa
ini dilapisi oleh selubung jaringan fibrosa yang kuat dan selanjutnya di luarnya tertutup oleh
kulit yang merupakan lanjutan kulit pada scrotum dan inguinal (selangkang). Kulit yang
menutupi glans penis melipat ke belakang untuk membentuk prepusium, kecuali pada bayi
yang prepusiumnya masih melekat pada glans penis. Lipatan inilah yang dibuang saat
operasi sirkumsisi. Penis dilalui oleh sebagian dari uretra yang bekerja sebagai jalannya
sperma maupun untuk ekskresi urin. Suatu otot sfingter kecil mencegah masuknya sperma ke
dalam vesica urinaria dan mencegah keluarnya sperma dan urin secara bersamaan.
2. Scrotum

Scrotum adalah kantong longgar yang tersusun atas kulit, fasia, dan otot polos yang
membungkus danmenopang testis di luar tubuh yang pada suhu optimum untuk produksi
spermatozoa. Scrotum dibagi oleh septum yang terdiri dari jaringan fibrosa menjadi dua
ruangan yang masing-masing berisi satu testis, satu epididymis, dan bagian permulaan vas
deferens. Scrotum tidak mengandung lemak subkutan, tetapi mengandung jaringan otot yang
dapat mengadakan retraksi (penarikan ke atas) testes dalam usaha untuk melindungi testes
terhadap trauma.

Isi scrotum terdiri atas:

a. Testes
b. Epididymis
c. Sebagian vas deferens

a. Testes
Testes adalah organ lunak berbentuk oval, berwarna putih dengan panjang 4-5 cm, diameter
2,5 cm, dan tebal 3 cm. Testes dibentuk di dalam abdomen fetus sekitar 28 minggu
kehidupan intrauteri, dan turun ke dalam scrotum dan ditopang oleh feniculus spermaticus
sebelum lahir. Fungsi untuk menghasilkan hormon testosteron dan spermatozoa.

Testes diselubungi oleh kapsul pelindung fibrosa yang disebut tunika albuginea, dan
ditutup lagi oleh membrane serosa yang disebut tunika vaginalis, yang memungkinkan
masing-masing testes dapat bergerak secara bebas di dalam scrotum.

b. Epididymis
Merupakan pipa halus yang berkelok-kelok, masing-masing panjangnya 6 meter,
yang menghubungkan testis dengan vas deferens. Tubulus tersebut mempunyai epitel
bersilia yang melapisi bagian dalam guna membantu spermatozoa bergerak menuju vas
deferens.

2.1.2. Organ Internal

1. Vas deferens

Vas deferens atau saluran sperma (duktus deferens) merupakan saluran lurus yang
mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Vas deferens berbentuk tabung
yang masing-masing panjangnya 45 cm, yang mengangkut spermatozoa dari epididymis ke
uretra pars prostatica. Vas deferens tidak menempel pada testis dan ujung salurannya terdapat
di dalam kelenjar prostat. Vas deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma
dari epididimis menuju kantung semen atau kantung mani (vesikula seminalis).

2. Vesicula seminalis
Vesicula seminalis atau kantung semen (kantung mani) merupakan kelenjar berlekuk-
lekuk (Terkonvulsi) dengan panjang 5 cm yang terletak di belakang kantung kemih dan
bermuara di dalam duktus ejaculator. Fungsi Vesicula seminalis adalah mensekresi cairan
yang kental berwarna kekuningan yang ditambahkan pada sperma untuk membentuk cairan
seminal. Cairan tersebut mengandung glukosa dan bahan lain untuk memberi nutrien kepada
sperma. Masing-masing vesicular bermuara pada ductus seminalis yang bergabung dengan
vas deferens pada sisi yang sesuai untuk membentuk ductus ejaculatorius.

3. Ductus ejaculatorius
Masing-masing ductus ejaculatorius dibentuk dari persatuan vas deferens dengan
ductus seminalis. Ductus ejaculatorius panjangnya kira-kira 2,5 cm. Ductus ejaculatorius
berjalan melewati prostata dan bertemu dengan urethra. Dengan demikian ductus
ejaculatorius ini menghubungkan vasa deferentia dengan urethra.
4. Prostata
Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu yang menetralisir
asiditas vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas sperma yang optimum pada
PH 6.0 sampai 6.5. Kelenjar ini membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimalnya
usia 20 tahun. Pada banyak lelaki ukurannya bertambah besar seiring bertambahnya usia,
sehingga saat berusia tujuh puluhan tahun dua pertiga dari semua laki-laki mengalami
pembesaran prostat yang menganggu perkemihan. Kelenjar prostat melingkari bagian atas
uretra dan terletak di bagian bawah kantung kemih. Kelenjar prostat menghasilkan getah
yang mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang berperan untuk kelangsungan
hidup sperma.
5. Glandula bulbourethralis (Cowper)
Kelenjar kecil kira-kira sebesar kacang kapri, berwarna kuning, terletak tepat di
bawah prostate. Saluran kelenjar ini panjangnya kira-kira 3 cm dan bermuara ke dalam
urethra sebelum mencapai bagian penis. Sekresi dari glandula bulbourethralis ini
ditambahkan ke dalam cairan seminal. Glandula bulbourethralis mengeluarkan sedikit
cairan sebelum ejakulasi dengan tujuan untuk melumasi penis sehingga mudah masuk ke
vagina.
6. Cairan seminal
Cairan seminal adalah tempat berenangnya spermatozoa. Cairan ini memberi nutrient
kepada spermatozoa dan membantu motilitas spermatozoa. Setelah berjalan dari vesicular
seminalis dan ductus seminalis, maka cairan ini berjalan melalui ductus ejaculatorius ke
urethra, di sini ditambahkan sekresi prostate dan sekresi dari glandula bulbourethralis.
Akhirnya cairan seminal ini diejakulasikan selama rangsangan seksual. Sekresi prostate
ini merupakan komponen paling besar dari cairan seminal.

2.2. Definisi Tumor

Tumor adalah pembengkakan di dalam tubuh yang disebabkan oleh


berkembangbiaknya sel sel secara abnormal. Tumor dapat bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna). Tumor yang bersifat jinak tumbuh membesar, tetapi tidak menyebar atau
menggerogoti jaringan tubuh lainnya. Tumor yang bersifat ganas disebut kanker yang
menyerang seluruh tubuh dan tidak terkendali. Sel sel kanker berkembang dengan cepat.
Sel sel tersebut merusak dan menyerang jaringan tubuh melalui aliran darah dan pembuluh
getah bening sehingga dapat tumbuh dan berkembang di tempat baru. (Hembing
Wijayakusuma,2005).

2.3. Etiologi Tumor Reproduksi Pria

Sampai saat ini, penyebab kanker belum diketahui secara pasti. Namun, ada
beberapa factor risiko pemicu pada beberapa jenis kanker seperti faktor genetis (keturunan)
dan faktor lingkungan. Sebagan besar pemicu kanker pada manusia merupakan hasil dari
interaksi antara factor lingkungan hidup dan lingkungan kerja (occupational) yang disebut
dengan zat karsinogenik. Berikut faktor lingkungan yang merupakan risiko pemicu kanker
(karsinogen). (Hembing Wijayakusuma,2005).

Tumor atau kanker pada alat kelamin pria biasanya terjadi karena penyakit akibat
hubungan seksual, kecendrungan ini lebih besar bila pada pria yang belum disunat. Pada
umumnya timbul kutil pada alat kelamin dan dapat berkembang menjadi kanker.

2.4. Manifestasi Klinis Tumor Reproduksi Pria

Tanda- tanda atau gejala utama kanker tidak spesifik, ada yang bersifat umum dan ada
yang bersifat local. Seringkali pada fase permulaan atau stadium dini tidak menunjukkan
gejala klinis apapun. Fase ini disebut dengan fase hening. Berikut tanda atau gejala utama
kanker (Hembing Wijayakusuma,2005)
a. Pendarahan atau keluarnya zat cair dari tubuh

b. Adanya perubahan bentuk, ukuran, atau penampilan kulit

c. Batuk yang tidak sembuh-sembuh atau suara serak d. Sakit atau luka lama yang tidak
sembuh sembuh

e. Adanya perubahan atau gangguan ketika buang air besar atau kecil f.Kehilangan berat
badan secara tidak terduga

2.5. Klasifikasi Tumor Reproduksi Pria

Kanker pada saluran reproduksi pria mencakup kanker penis, testis, atau prostat (Corwin,
2009).

2.5.1. Kanker Testis

Kanker testis jarang terjadi, sebagian besar timbul pada pria muda berusia antara 15
tahun dan 35 tahun. Kanker testis biasanya adalah kanker sel germinal (gamet), tetapi dapat
juga berasal dari sel Leydig atau Sertoli. Penyebab kanker testis tidak diketahui, tetapi
tampaknya terdapat faktor genetik. Kanker testis lebih sering terjadi pada orang Kaukasus,
dan lebih sering timbul pada pria dengan riwayat kriptorkidisme. Trauma dan pajanan
estrogen sintetik, dietilstilbestrol (DES), pada saat prenatal dapat meningkatkan risiko.

2.5.2. Kanker Penis

Kanker primer pada penis jarang dijumpai di Amerika Serikat. Kanker ini biasanya
terjadi pada pria yang tidak disunat, mungkin berkaitan dengan penimbunan sekresi kental
(smegma) di bawah prepusium yang meningkatkan risiko infeksi menular seksual. Penyakit
ini timbul pada usia antara 40 dan 80 tahun dan lebih sering pada orang Amerika keturunan
Afrika daripada Kaukasus. Kanker penis sekunder dapat terjadi dari metastasis kanker di
kandung kemih, rektum atau prostat.

2.5.3. Kanker Prostat

Kanker prostat adalah kanker nomor satu yang diidentifikasi pada para pria di
Amerika Serikat dan penyebab kematian tersering kedua akibat kanker pada popoulasi
tersebut (yang pertama adalah kanker paru). Kanker prostat biasanya didiagnosis pada pria
berusia di atas 65 tahun. Walaupun kini makin banyak didiagnosis pada pria yang lebih muda,
mungkin hasil dari penapisan yang dilakukan lebih agresif. Beberapa studi otopsi
memperlihatkan bahwa sekitar 50 % pria di atas usia 50 tahun memiliki beberapa sel prostat
yang bersifat kanker. Temuan ini menimbulkan perdebatan signifikan terhadap terapi yang
dianjurkan, khususnya pada pria lansia yang mengidap tumor tahap dini dan tumbuh-lambat.

Penyebab kanker prostat tidak diketahui, walaupun factor genetik dan lingkungan
keduanya diperkirakan berperan. Risiko kanker prostat meningkat pada pria yang keluarga
dekatnya (first degree relatives) mengidap penyakit ini, pada pria Amerika keturunan Afrika,
dan pada pria yang terpajan ke toksin okupasional atau lingkungan tertentu, misalnya
cadmium. Kanker prostat tampaknya berkaitan dengan kadar testosteron yang menetap
seumur hidup. Kanker prostat bersifat dependen testosterone sampai pada tahap akhir
perjalanan penyakit.

Berdasarkan anamnesis dan hasil biopsi, tumor prostat dapat dibagi menjadi stadium
A hingga D. Tumor stadium A berdiferensiasi baik (A1) atau berdiferensiasi sedang/buruk A2
tetapi terbatas di kelenjar prostat. Tumor-tumor ini asimtomatik dan keberadaannya
dilaporkan pada lebih dari 80% pria berusia di atas 80 tahun. Tumor stadium A tidak diraba
dengan pemeriksaan jari. Tumor stadium B mencakup tumor nodus tunggal (B1) atau
sekelompok nodus diskret (B2) yang teraba dengan pemeriksaan jari dan terbatas di prostat.
Tumor stadium C adalah massa besar yang mengisi keseluruhan kelenjar prostat (C1) dan
mungkin meluas melebihi batas-batas kelenjar (C2). Tumor stadium D telah bermetastasis,
dengan sel-sel kanker ditemukan di kelenjar limfe regional panggul (D1) atau di tempat lain
(D2), sering di tulang.

A. KANKER TESTIS
1. Definisi
Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar),
yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di
dalam skrotum (kantung zakar).

2. Etiologi
Penyebab dari kanker testikular tidak diketahui tetapi faktor-faktor
kriptorkhidisme, infeksi, dan genetik serta endokrin tampaknya mempunyai
peranan dalam sebagian perkembangannya. Tumor testis lebih sering terjadi pada
testis yang mengalami atropi atau kriptorkismus atau undescensustesticulorun.
12% tumor testis terjadi pada undescensustesticulorun dan pembentukan kanker
testis pada keadaan tersebut memiliki kemungkinan 40 kali lebih besar
dibandingkan dengan testis normal. Orkiopeksi merupakan suatu pembedahan
untuk mengembalikan testis yang tidak turun keposisi seharusnya, yang dilakukan
pada seorang anak kurang dari 2 tahun, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
tumor testis.

Kanker testis dikelompokkan menjadi:

1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria
berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis
2. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi menjadi
subkategori:
1. Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30
tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke
paru- paru dan hati.
2. Tumor yolk sac: sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-
laki.
3. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak
laki-laki. - Koriokarsinoma.
4. Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel sertoli dan sel
granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor
bisa menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu
gejala kanker testis, yaitu ginekomastia.

3. Patofisiologi
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhirnya
mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rate
testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika
albugenia merupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke
organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor
membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis.
Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe
menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama,
kemudian menuju ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula, sedangkan
kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.

4. Manifestasi Klinis
Kanker testis ditandai oleh pembentukan suatu massa di testis, yang mungkin
menimbulkan nyeri seiring dengan pertumbuhannya. Testis mungkin terasa berat
dan menimbulkan rasa pegal. Selain itu juga ditemukan gejala seperti nyeri perut,
nyeri tulang belakang, ginekomastia, nyeri tekan pada mamae.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Human Chorionic gonadotropin dan -fetoprotein adalah penanda tumor yang
mungkin meningkat pada pasien dengan kanker testis. Penanda tumor adalah
substansi yang disintesis oleh sel-sel tumor dan dilepaskan ke dalam sirkulasi
dalam jumlah yang abnormal. Teknik imunositokimia yang terbaru dapat
membantu mengidentifikasi sel-sel yang tampaknya menghasilkan penanda ini.
Kadar penanda tumor dalam darah digunakan untuk mendiagnosis,
menggolongkan, dan memantau respons terhadap pengobatan. Uji diagnostic
lainnya mencakup urografi intravena untuk mendeteksi segala bentuk
penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa tumor, limfangiografi untuk
mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem limfatik, dan pemindai CT dada
dan abdomen untuk menentukan keluasan penyakit dalam paru-paru dan
retroperineum.

6. Pencegahan
Seperti yang dianjurkan oleh ACS, pria muda sejak usia pubertas sampai
dengan 40 tahun perlu diajarkan dan dimotivasi untuk melakukan pemeriksaan
testis sendiri. Langkah-langkah untuk melakukan pemeriksaan testis, ikuti
langkah-langkah berikut :
1. Ambil air hangat untuk menghangatkan skrotum. Berdiri di depan cermin.
Lihatlah pada daerah skrotumnya.
2. Periksa setiap testis dengan kedua tangan. Ibu jari di bagian atas, telunjuk dan
jari tengah di bawahnya. Kemudian putar secara halus antara ibu jari dan jari-
jari.
3. Rasakan apakah ada nodul-nodul yang abnormal. Apabila ada salah satu testis
yang lebih besar maka itu dianggap normal. Dengan melakukan pemeriksaan
secara teratur, maka akan lebih mengenal bentuk dan struktur testis dan
kesadaran apabila ada perubahan. Jika terdapat benjolan atau daerah tertentu
yang mengkhawatirkan, perlu segera dilaporkan.

7. Penatalaksanaan
Orkidektomi radikal (melalui insisi sela paha) dan diagnosis histologi. Terapi
selanjutnya bergantung pada histologi dan stadium.
a. Seminoma
1. Stadium I : radioterapi ke kelenjar getang bening abdominal.
2. Stadium II : radioterapi ke kelenjar getah bening abdominal.
3. Stadium III : kemoterapi (bleomisin, etoposid, sisplatin).
b. Sel germinal nonseminoma
1. Stadium I : diseksi kelenjar limfe retroperitoneal (retroperitoneal
lymph mode dissection, RPLND)
2. Stadium II : kemoterapi + RPLND
3. Stadium III : kemoterapi (+ RPLND jika respon baik).

8. Komplikasi
Tumor sel germinal pada testis bermetastasis ke kelenjar getah bening pada aorta,
paru, dan otak. Sedangkan tumor jenis stroma jarang mengalami metastasis.

9. Prognosis
Dari semua tumor maligna pada laki-laki 1-2% terlokalisasi di dalam testis.
Kira-kira 90% dari semua tumor testis primer terdiri atas tumor sel embrional,
selanjutnya dapat dijumpai tumor sel Sertoli-Leydig dan limfoma maligna.
Insidensi tumor sel embrional maligna di Nederland adalah kira-kira 4 per
100.000 laki-laki tiap tahun. Ini berarti bahwa tiap tahun kira-kira 300 penderita
baru didiagnosis dengan kelainan maligna ini. Tumor-tumor sel embrional
maligna testis merupakan tumor maligna yang paling sering terdapat pada laki-
laki usia 20-40 tahun meskipun pada penderita kurang dari 5 tahun dan lebih dari
70 tahun juga dapat dijumpai tumor testis.

B. KANKER PROSTAT

1. Definisi
Kanker prostat yang juga dikenal sebagai karsinoma prostat adalah pertumbuhan sel-
sel ganas di dalam kelenjar prostat, sebuah kelenjar dalam sistem reproduksi laki-laki.

2. Etiologi
Penyebab kanker prostat belum diketahui, namun pengaruh hormone
endogen dapat dijadikan faktor yang jelas menjadi penyebab timbul dan
berkembangnya kanker prostat. Faktor pencetus terjadinya kanker prostat antara lain
pengaruh genetik, riwayat aktivitas seksual, infeksi virus, pathogen, cadmium, dan
bahan- bahan kimia industry. Selain itu, beberapa faktor yang berhubungan erat
dengan kejadian kanker prostat seperti kebiasaan makan sehari-hari, terutama
konsumsi lemak dalam jumlah banyak yang mengakibatkan perubahan metabolisme
hormon. Pengaruh genetik maupun gaya hidup juga mempengaruhi kejadian kanker
prostat. Kanker prostat yang berhubungan dengan proses penuaan karena kurang dari
1 % dari kasus yang terjadi pada usia di bawah 50 tahun.
Berdasarkan anamnesis dan hasil biopsi, tumor prostat dapat dibagi menjadi
stadium A hingga D. Tumor stadium A berdiferensiasi baik (A1) atau berdiferensiasi
sedang/buruk A2 tetapi terbatas di kelenjar prostat. Tumor-tumor ini asimtomatik dan
keberadaannya dilaporkan pada lebih dari 80% pria berusia di atas 80 tahun. Tumor
stadium A tidak diraba dengan pemeriksaan jari. Tumor stadium B mencakup tumor
nodus tunggal (B1) atau sekelompok nodus diskret (B2) yang teraba dengan
pemeriksaan jari dan terbatas di prostat. Tumor stadium C adalah massa besar yang
mengisi keseluruhan kelenjar prostat (C1) dan mungkin meluas melebihi batas-batas
kelenjar (C2). Tumor stadium D telah bermetastasis, dengan sel-sel kanker ditemukan
di kelenjar limfe regional panggul (D1) atau di tempat lain (D2), sering di tulang.

3. Patofisiologi
Kanker prostat terjadi ketika tingkat kematian sel dan pembelahan sel tidak
lagi sama,menyebabkan pertumbuhan tumor yang tidak terkendali.Setelah
transformasi awal,terjadi mutasi banyak gen,termasuk gen p53 dan retinoblastoma da
pat menyebabkan perkembangan tumor dan metastasis.Sebagian besar (95%) kanker
prostat adalah adenocarsinoma. Sekitar 40% kanker prostat memiliki morfologi sel
transisional dan diperkirakan berasal dari lapisan urothelial dari uretra prostat. Hanya
sedikit kasus morfologi neuroendokrin. Saat ini, mereka diyakini berasal dari sel-sel
induk neuroendokrin biasanya terdapat di prostat atau dari program diferensiasi
menyimpang selama transformasi sel.

4. Manifestasi Klinis
Kanker prostat pada stadium awal jarang ditemui adanya tanda dan
gejala.Gejala yang berkembang selanjutnya yakni obstruksi. Apabila neoplasma besar
dan cukup untuk menghalangi leher kandung kemih, tanda dan gejalan obstruksi urin
dapat terjadi; frekuensi dan kesulitan BAK, retensi urin, dan berkurangnya ukuran
dan kekuatan saluran urin.Gejala lainnya yang dapat ditemukan yakni perdarahan
pada urin atau cairan semen dan nyeri ejakulasi.

Hematuria mungkin merupakan hasil dari kanker yang menyerang uretra atau
kandung kemih.

Gejala awal : rasa sakit saat buang air kecil, frekuensi buang air kecil meningkat, dan
hematuria
Gejala lanjut : rasa nyeri pada tulang, punggung dan persendian, rasa lelah, dan berat
badan turun.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. PSA (Prostat Spesific Antigen) apabila grafik PSA berelevasi menggambarkan
adanya peningkatan ukuran tumor. Uji darah sederhana dapat mendeteksi dan
mengukur kadar PSA. Konsentrasi PSA dalam darah adalah proporsional dengan
massa prostatic total. Meskipun kadar PSA menunjukkan adanya jaringan prostat,
hal ini tidak harus selalu menunjukkan malignansi. Pengujian PSA secara rutin
digunakan untuk memantau respons pasien terhadap terapi kanker dan untuk
mendeteksi kemajuan local serta kekambuhan dini kanker prostat.
b. Digital Rectal Exam dapat mempalpasi adanya nodul
c. Transrectal ultrasound telah digunakan untuk mengidentifikasi kanker prostat dan
menentukan stadium kanker. Pemeriksaan transrectal ultrasound digunakan bagi
pasien pria yang mengalami kenaikan kadar PSA dan temuan DRE abnormal.
Pemeriksaan transrectal ultrasound membantu dalam mendeteksi kanker prostat
yang tidak terpalpasi dan membantu dalam pentahapan kanker prostat setempat.
Biopsy jarum pada prostat umumnya dipandu oleh ultrasound.
d. MRI untuk mengidentifikasi adanya lesi pada prostat dan penyebaran ke jaringan-
jaringan sekitar prostat atau ke nodus limfe.
e. Pemeriksaan Biopsy untuk mengidentifikasi tipe sel kanker.
f. Alkaline Phosphatase menggambarkan adanya peningkatan metastasis ke tulang.

6. Pencegahan
Deteksi dini pada kelenjar prostat dapat dilakukan dengan pemeriksaan rektal
digital (DRE : Digital Rectal Exam). American Cancer Society menyarankan untuk
pemeriksaan DRE untuk memeriksa kelenjar prostat dilakukan setiap satu tahun sekali
pada pria dimulai pada usia 40 tahun. Petunjuk pemeriksaan baru yang dikeluarkan
oleh ACS menyarankan pemeriksaan kadar prostate specific antigen (PSA) setiap
setahun sekali pada pria usia antara 50-70 tahun. PSA merupakan glikoprotein yang
diproduksi oleh kelenjar prostat, dan meningkat pada pria dengan gangguan kondisi
prostat, misalnya pada kanker prostat. Kadar PSA normal adalah kurang dari 2.6
mg/ml. Jika kadar PSA diantara 2.6 10 mg/ml kemungkinan kanker prostat sudah
dianggap stadium berat.Keabnormalan dari hasil pemeriksaan PSA dan DRE
mengindikasikan kebutuhan untuk pemeriksaan lebih lanjut dengan
transrectalultrasound (TRUS) dan biopsy.

7. Penatalaksanaan
a. Radical Prostatectomy
Operasi radiasi dalam upaya melibatkan pengangkatan seluruh kelenjar
prostat baik luar kapsul, vesikal seminal, bagian vas deferens, dan kandung
kemih.
Upaya ini dapat menimbulkan komplikasi antara lain perdarahan, infeksi,
inkontinensia urin, disfungsi ereksi, trauma rektal, kerusakan sfingter anal,
inkontinensia feses.
b. Cryosurgical Ablation
Tindakan ini mengharuskan ahli bedah menggunakan pedoman TRUS untuk
memasukkan cryopobes ke dalam area prostat yang diinginkan untuk selanjutnya
dibekukan dan menghancurkan jaringan kanker. Selang hangat pada uretra akan
menjaga jaringan uretra dari kebekuan. Komplikasi yang ditimbulkan dari
tindakan ini antara lain inkontinensia urin dan disfungsi ereksi.
c. Terapi radiasi
Pada pria yang tidak dapat dilakukan prostatektomi radikal karena keadaan
tertentu dan kondisi medis yang tidak mendukung, dapat dilakukan radioterapi
eksternal dengan atau tanpa implantasi radiasi interstisial, dengan hasil remisi
jangka panjang, dengan angka harapan bebas penyakit yang sama besarnya
dengan prostatektomi radikal stadium A,B1, B2, T1, dan T2. Iritasi kandung
kemih dan uretra karena terapi radiasi dapat mengakibatkan nyeri saat BAK dan
ejakulasi.

8. Komplikasi
a. Metastase kanker Kanker prostat dapat menyebar ke organ-organ terdekat,
misalnya kandung kemih, menyebar melalui aliran darah dan sistem limfe yang
akan menyerang tulang ataupun organ lainnya. Kanker prostat yang menyebar ke
tulang dapat menyebabkan nyeri dan patah tulang. Sekali kanker prostat telah
menyebar ke area tubuh lainnya, mungkin masih bisa merespon penanganan
medis yang diberikan dan bisa terkontrol, namun penanganan tersebut hanya
bertahan sementara.
Sistem pentahapan untuk kanker prostat :
1. Tahap I : T1N0M0G2,3-4
2. Tahap II : T2N0M0sembarangG
3. Tahap III : T3N0M0sembarangG
4. Tahap IV : T4 atau sembarang T N0-N3M0 atau M1 sembarangG

Keterangan:
a. Tumor primer (T) b
b. T0= tidak ada bukti tumor primer c
c. T1= tumor secara klinis tidak tampak dan tidak dapat diraba atau dapat
terlihat melalui pencitraan
d. T2= tumor terletak di dalam prostat
e. T3= tumor meluas melalui kapsula prostat
f. T4= tumor mengikat atau menginvasi strukur yang berdekatan selain dari
vesikula seminalis
g. Nodus limfe regional(N)
h. N0= tidak ada metastasis nodus limfe regional i
i. N1= metastasis pada satu nodus limfe 2 cm dalam dimensi yang paling
besar
j. N2= metastasis pada satu nodus limfe > 2 cm tetapi tidak > 5 cm dalam
dimensi yang terbesar atau metastasis nodus limfe multipel,tidak > 5 cm
k. N3= metastasis pada nodus limfe > 5 cm dari dimensi yang terbesar l
l. Metastasis jauh (M) m
m. M0= tidak ada metastasis jauh n
n. M1= metastasis jauh o
o. Derajat histopatologis (G) p
p. G1 = terdiferensiasi baik q
q. G2 = terdiferensiasi secara moderat
r. G3-G4= terdiferensiasi dengan buruk atau tidak terdiferensiasi (Dikutip
dari American Joint Committee on Cancer.Manual for Staging of
Cancer,edd.4,Philadelphia,JB Lippincott,1992).

b. Inkontinensia Baik kanker prostat maupun penanganannya dapat menyebabkan


inkontinensia urin. Penanganan inkontinensia bergantung pada derajat
inkontinensia yang dialami, seberapa parah dan penanganan yang bisa dilakukan
sewaktu-waktu.
c. Disfungsi ereksi Disfungsi ereksi dapat diakibatkan karena adanya kanker prostat
ataupun penanganan yang dilakukan, meliputi pembedahan, terapi radiasi dan
hormon.
9. Prognosis Harapan hidup untuk kanker prostat berhubungan dengan stadium penyakit:
1. Stadium a 87%
2. Stadium b 81%
3. Stadium c 64%
4. Stadium d 30%

C. KANKER PENIS
1. Definisi
Kanker Penis adalah kelainan pertumbuhan sel-sel kanker pada kulit atau pada
jaringan penis, organ seksual pria.

2. Etiologi
Perjalanan penyebab penyakit kanker penis sebenarnya belum pernah
diketahui, namun beberapa faktor yang berkontribusi sudah dapat dijelaskan,
beberapa diantaranya dikarenakan molekul biologi, yang lainnya tidak.

a. Human Papilloma Virus

Human Papilloma virus (HPV) merupakan virus DNA tidak berantai rangkap.
HPV merupakan keluarga dari papova virus dan terbuat dari dua kapsid. Sejauh ini
diketahui bekisar 100 jenis. HPV diimplikasikan menjadi pathogenesis dari beberapa
penyakit kanker, sebagian besar tercatat sebagai pathogenesis penyakit kanker serviks
pada wanita. HPV juga ditemukan pada 50% kasus kanker penis. Namun, penelitian
Swedia baru-baru ini menyebutkan 216 kasus kanker penis sekitar 70% nya positif
HPV. Di penelitian yang sama dari Uganda, peran HPV-16, HPV-18, atau HPV-45,
merupakan jenis HPV paling umum yang bersifat onkogenik, yang 46% nya
ditemukan pada kasus kanker penis. Gregoire et al. mendiskripsikan bahwa kanker
dengan positif HPV akan lebih agresif dan keadaan diferensiasinya lebih buruk.

b. Hygiene
Tidak ada banyak bukti mengenai hubungan hygiene dengan kanker penis.
Penelitian mengenai kanker serviks di Punjab, India dimana merupakan keganasan
yang biasa terjadi pada wanita, Nagpal et al. berdalil Yang merupakan faktor
agen umum karsinogenik yaitu virus atau biokimia (smegma), bisa jadi hygiene
merupakan faktor yang bertanggung jawab dalam tingginya kejadia karsinoma
penis pada pria dan karsinoma serviks pada wanita. Namun, van Howe dan
Hodges menemukan bahwa tidak ada penelitian yang mendukung hipotesis bahwa
smegma bersifat karsinogenik.
Penelitian bertentangan dengan yang lain yang dilakukan oleh OFarrell yang
mengatakan bahwa ada hubungan yang potensial antara tindakan sunat dengan
hygiene penis. Genital yang buruk hygienenya umumnya lebih terlihat pada pria
yang tidak disunat (26%) daripada yang pria yang disunat (4%). Frisch et al
mengindikasikan adanya penurunan angka kejadian kanker penis di Denmark bisa
jadi dikarenakan tindakan hygiene yang benar, dan memperbaiki instalasi sanitasi
di Negara itu. Denmark hadir sebagai Negara pertama yang memiliki institusi
kesehatan masyarakat guna mencegah kondisi yang berhubungan dengan kanker.
c. Phimosis
Kata phimosis berasal dari bahasa Yunani yang didefinisikan sebagai keadaan
dimana ujung preputium (kulit luar penis) mengalami penyempitan sehingga
tidak dapat ditarik kea rah proximal (bawah) melewati glans (kepala penis) yang
biasanya dapat mengakibatkan obstruksi air seni. Apabila pada tahun-tahun
pertama kehidupan, ini merupakan keadaan fisiologis dan bertahan hingga masa
remaja. Paling umum phimosis yang didapat yakni akibat inflamasi kronik,
balanopositis, trauma berkelanjutan. Angka kejadian phimosis diantara pria yang
tidak disunat yakni berada pada range 8-23%. Penelitian kasus kesehatan
komunitas oleh Tseng et al. melaporkan bahwa 100 kasus yang sama terjadi Los
Angeles. Dimana ada hubungan yang kuat antara phimosis dengan kanker penis
dan phimosis neonatus.
d. Infeksi
Balanitis dan posthitis merupakan infeksi yang terjadi pada glans (kepala
penis) dan kulup zakar. Infeksi ini terjadi karena kepala penis yang tidak bersih,
dan adanya penumpukan secret, yang mana infeksi ini
akan menyebabkan adesi dan fibrosis. Penumpukan secret (smegma) dapat
membentuk kalkuli pada kulup zakar yang meningkatkan resiko karsinoma penis.
e. Merokok
Pada kasus epidemiologi, adanya keterkaitan merokok dengan kejadian kanker
penis. Penelitian oleh Dillner et al. mengidentifikasi ada kaitan yang jelas antara
merokok dan kanker penis. Terdapat hubungan yang signifikan antara merokok
atau memakan tembakau dan karsinoma penis.

3. Patofisiologi
Kanker penis biasanya dimulai sebagai lesi kecil pada glans atau kepala penis.
Kanker penis berkisar dari putih-abu-abu, tidak teratur, exophytic, massa endofit
datar dan ulserasi. Sel kanker berangsur-angsur tumbuh secara lateral di sepanjang
permukaan penis dan bisa menutupi seluruh kelenjar serta preputium sebelum
menyerang corpora dan keseluruhan batang penis. Semakin luas lesi, semakin
besar kemungkinan invasi lokal dan metastasis nodal. Kanker penis mungkin
papilari dan exophytic atau datar serta ulseratif. Jika kanker penis ini tidak diobati
secara dini makan dapat terjadi autoamputasi.
Lesi papilaris dan colitis memiliki tingkat pertumbuhan yang serupa, tetapi
lesi ulseratif cenderung bermetastasis ke kelenjar getah bening dan hal ini
berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup dimana lebih rendah dari 5
tahun. Ukuran kanker yang lebih besar dari 5 cm dan melibatkan lebih dari 75%
dari poros tersebut berasosiasi dengan prevalensi tinggi metastasis nodal dan
tingkat kelangsungan hidup lebih rendah, tetapi hubungan yang konsisten antara
ukuran kanker, kehadiran metastasis inguinal node, dan kelangsungan hidup
belum diidentifikasi.
Fasia Buck, yang mengelilingi corpora, bertindak sebagai penghalang
sementara. Jika kanker telah menembus fasia Buck dan albuginea tunika, kanker
telah dapat menyebar ke pembuluh darah dan bahkan secara sistemik. Metastasis
ke kelenjar getah bening femoral dan inguinal adalah jalur awal untuk penyebaran
kanker penis. Oleh karena, crossover kelenjar getah bening maka sel kanker dapat
menyebar secara bilateral ke kedua kelenjar getah bening inguinalis.
Metastase pada simpul-simpul daerah inguinal menyebabkan terjadinya
nekrosis kulit, infeksi kronis, dan, akhirnya kematian akibat dari sepsis atau
perdarahan sekunder terhadap erosi ke dalam pembuluh femoral. Metastase jauh
dari sel kanker dapat menyerang hati, tulang, paru-paru, atau otak. Karsinoma
penis terjadi secara progresif dan terbukti berakibat fatal pada pasien yang tidak
diobati dalam waktu 2 tahun (Brosman, 2011).

Gambar 2. Tahap-tahap terjadinya kanker


4. Manifestasi Klinis
Terdapat lesi biasanya yang terlihat pada pria yang mengidap kanker penis,
sehingga banyak pria yang menunda melakukan penanganan hingga bertahun-
tahun karena perasaan malu, takut dan kekurangan informasi. Manifestasi klinis
yang umum yakni nyeri pada benjolan, ada ulser, perubahan warna kulit seperti
rash,.Gejala klinis kanker penis, berdasarkan morfologilesi, dibagi menjadi kanker
primer, kanker papiler, tiga jenis kanker invasif.

a. Kanker primer terjadi di kepala penis, muncul plak merah sedikit terangkat,
batas lebih jelas, permukaan deskuamasi, atau fenomena erosi.
b. Kanker papiler adalah jenis kanker yang paling umum pada kejadian kanker
penis, untuk awal kanker papiler, permukaan nodul kecil, dan permukaan
daun papiler tidak merata, atau penurunan timbangan, atau fenomena erosi.
c. Kanker invasive pada tahap awal berdasarkan plak eczematous, kepala coronal
penis menjadi daerah yang paling rawan. Daerah lain juga terjadi hal yang
sama, permukaan lesi ada nodul, jika kondisi ini berkelanjutan akan timbul
bisul, permukaan bisul sering ditemukan adanya eksudat bernanah atau
berdarah .

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Limfografi Pemeriksaan ini sangat membantu dalam mendiagnosa, umumnya
tidak dijadikan pemeriksaan rutin. Pemeriksaan dapat melalui punggung kaki,
bagian penih, kelenjar getah bening sperma untuk melakukan pengambilan
gambar.
b. B USG Pemeriksaan ini berguna untuk memastikan hati, rongga perut dengan
atau tanpa metastasis.
c. CT scan dan MRI Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa adanya
metastasis bagian peritoneum dan organ lain.
d. Tes lain (Biopsi) Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan patologi dari
biopsy pada lesi primer. Biopsy merupakan standar metode diagnose sel
karsinoma skuamosa penis. Untuk lesi yang lebih kecil dan terbatas dapat
dilakukan biopsy eksisi. Biopsy memberikan informasi yang berguna pada
klasifikasi stadium dari jaringan penyakit.

6. Pencegahan
Jalan terbaik untuk mengurangi resiko kanker penis yakni menghindari faktor
resiko yang sudah diketahui apapun itu (ACS, 2009). Hindari hubungan seksual
yang berganti-ganti yang menyebabkan infeksi HPV sehingga dengan itu bisa
mengurangi resiko terjadinya kanker penis. Gardasil, merupakan vaksin yang
melindungi tubuh dan melawan infeksi dari HPV, yang dianjurkan
penggunaannya untuk pria. Selain itu, pria yang tidak disunat memiliki resiko
lebih tingi daripada pria yang disunat, yang merupakan faktor penting untuk
mencegah terjadinya kanker penis yakni hygiene yang baik di daerah genital.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker penis bervariasi, tergandung kepada lokasi dan
beratnya tumor:
a. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling sering dilakukan untuk kanker
penis pada berbagai stadium. Kanker diangkat dengan salah satu cara berikut
ini:
1) Eksisi lokal luas untuk membuang kanker dan sebagian jaringan normal
tubuh disekitarnya
2) Amputasi penis, di mana sebagian atau keseluruhan penis diangkat.
Tindakan ini merupakan tindakan yang paling sering dan paling efektif
untuk terapi kanker penis. Pada amputas penis sebagian (penektomy
parsial), sebagian dari penis diangkat melalui pembedahan. Biasanya
penektomy parsial dilakukan jika tumor terbatas pada area kecil di ujung
penis. Pada stadium lanjut dilakukan penektomi total (keseluruhan penis
diangkat) disertai uretrostomi (pembuatan lubang uretra baru di daerah
perineum). Kelenjar getah bening pada daerah selangkangan dapat ikut
diambil pada saat pembedahan.
b. Kemoterapi
Kemoterapi dilakukan dengan mengkonsumsi obat-obat yang dapat
membunuh sel-sel kanker. Krim Fluorouracil (salah satu obat kemoterapi yang
dipakai dengan mengoleskan pada permukaan kulit penis) kadang digunakan
untuk kanker penis yang hanya mengenai area sangat kecil pada penis. Obat
kemoterapi juga dapat diberikan secara suntikan melalui pembuluh darah atau
diminum (per oral ). Kemoterapi juga bisa dilakukan sebagai tambahan terapi
pada pengangkatan tumor.
c. Terapi penyinaran (Terapi radiasi)
Terapi penyinaran dilakukan dengan menggunakan sinar-x atau sinar
energi tinggi lainnya untuk membunuh sel-sel kanker dan mengecilkan tumor.
Terapi penyinaran dapat dilakukan sebagai terapi tunggal atau dilakukan
setelah tindakan pembedahan. Terapi radiasi biasanya dilakukan setelah
tindakan pengangkatan tumor yang terlokalisir dan belum menyebar.
Terapi penyinaran / radiasi memiliki efek samping pada tubuh, antara
lain berkurangnya nafsu makan, lelah, adanya reaksi kulit (seperti iritasi dan
kemerahan), adanya cedera atau luka bakar pada rektum, infeksi kandung
kemih ( sistitis), dan hematuria (kencing yang berdarah).
Terapi penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 kali/minggu selama
6-8 minggu, (sumber : www.medicastore.com).

8. Komplikasi Sedikit komplikasi bedah yang dijumpai pada eksisi tumor primer,
penectomy partial atau complete, misalnya:
a. Infeksi
b. Edema
c. Striktua uretrajika urethral meatus yang baru harus dibuat.
1. Komplikasi yang berhubungan dengan inguinal node dissections:
a. Komplikasi dini (early complications) misalnya: infeksi luka (wound
infection), seroma, skin flap necrosis phlebitis, dan emboli paru-paru
( pulmonary embolus)
b. Komplikasi lanjutan (late complications) misalnya: lymphedema
pada scrotum dan anggota gerak bagian bawah (kaki).
2. Komplikasi terapi radiasi: Biasanya terlihat pada tumor yang berukuran
lebih besar dari 4 cm.
a. urethral strictures (pada 50% pasien)
b. urethral fistula
c. penile necrosis
d. edema
e. nyeri pada penis
Pembedahan setelah terapi radiasi diperlukan pada 20-60% pasien.
(Dito Anurogo, 2008)

9. Prognosis
Jika kanker penis sudah didiagnosa dan diobati kurang dari 5 tahun maka
kemungkinan hidup sebesar 65%. Jadi hal ini sangat penting untuk memperoleh
perhatian medis dari awal. Pria pada usia pertengahan paling rentan terkena
kanker ini.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KANKER PROSTAT

1. Contoh kasus

Tn.Y seorang pegawai swasta berumur 42 tahun dibawa ke rumah sakit


karena nyeri pada testis. Sejak dua bulan yang lalu Tn.Y merasakan nyeri pada testis
yang hilang timbul. Nyeri makin sering dirasakan dan semakin berat pada 3 minggu
terakhir, diikuti dengan perubahan bentuk testis yang makin membesar. Selain itu
pasien mengatakan terkadang mengalami sesak napas. Dari pengkajian diketahui
bahwa sebelum datang ke rumah sakit, Tn.Y sempat menjalani pengobatan alternatif,
namun tidak berbuah hasil. Pada pemeriksaan awal di RS didapatkan hasil tanda-
tanda vital Tn.Y sebagai berikut tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, RR
26x/menit dan temperature aksila 37,8 oC. Tinggi badan 173 cm dan berat badan 65
kg.
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn.Y
Usia : 42 tahun
Alamat : Jl. Belimbing, Surabaya
Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMA

2. Keluhan utama
Tn.Y mengeluhkan nyeri pada testis

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak dua bulan yang lalu Tn.Y merasakan nyeri yang hilang timbul
pada daerah testis. Tn.Y mengabaikan nyeri ini, hingga 3 minggu terakhir
nyeri dirasakan semakin berat dan diikuti pembengkakan pada testis.
Kemudian Tn.Y menjalani pengobatan alternatif dengan obat-obatan herbal,
namun tidak membuahkan hasil. Hingga istri Tn.Y menyarankan untuk
memeriksakan keadaan Tn.Y di rumah sakit.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit yang berkaitan
dengan penyakitnya sekarang.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Ada anggota keluarga yang pernah mengidap kanker.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: Ukuran, bentuk, warna, lesi tertis, push, ada perdarahan atau
tidak
b. Palpasi: Ada masa atau tidak, ada tidaknya nyeri tekan

7. Pemeriksaan ROS (Review of System)


Breath (B1)
Klien mengalami sesak napas ketika nyeri muncul.
Blood (B2)
Adanya palpitasi ketika nyeri muncul.
Brain (B3)
Adanya nyeri pada testis menjalar hingga ke pinggang dan punggung
bagian bawah, timbul ansietas pada klien.
Bladder (B4)
Nyeri saat BAK
Bowel (B5)
Nyeri abdomen
Bone(B6)
Tidak ditemukan masalah

8. Pemeriksaan TTV
TD : 120/80 mmHg
Nadi 88x/menit
RR 26x/menit
Temperatur aksila 37,8o C

9. Pemeriksaan Penunjang
a. USG Testis
b. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG
(human chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).
c. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
d. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
e. Biopsi jaringan.
Prioritas Keperawatan :
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Memeprtahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberikan informasi tentang proses/kondisi penyakit,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan pemulangan:
1. Pasien menerima situasi dengan realistis.
2. Nyeri hilang/terkontrol.
3. Homeostatis dicapai.
4. Komplikasi dicegah/dikurangi.
5. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan
aturan dipahami.

1. Analisis Data

Data Etiologi Masalah

DS : Klien mengatakan nyeri Kanker Testis Nyeri akut


hilang timbul dan dirasakan
Lokal Pertumbuhan neoplasma
semakin berat.
pada testis (massa)
DO : wajah mengkerut; otot
Penekanan terhadap jaringan
tegang
saraf

MK : Nyeri Akut
kanker Pola nafas tidak efektif

DS : klien merasa sedikit sesak metastase

DO : Didapatkan pemantauan
TTV : RR 26x/menit. Kerusakan tunika albugenia

Penyebaran hematogen

Tumor menyerang sistem vena

Membentuk emboli paru melalui


arteri pulmonum

Obstruksi bronkus

Dispnea

MK: Pola Napas Tidak Efektif

DS : - Kanker Testis Resiko tinggi infeksi

Adanya lesi intratestikuler


DO : Observasi TTV :

TD : 120/80 mmHg

Nadi :88x/menit
Penyebaran inflamasi ke
parenkim testis
RR 26x/menit

Temperatur aksila : 37,8o C

MK: Resiko Infeksi


2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit yaitu
penekanan terhadap jaringan syaraf

Tujuan : Pasien akan mengungkapkan kepuasan setelah pemberian tindakan pereda nyeri

Kriteria hasil :

1. Pasien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas


2. Melaporkan nyeri yang dialaminya
3. Mendemonstrasikan teknik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang
mungkin

Intervensi Rasional
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya Membantu membedakan penyebab nyeri dan
( skala 0 10 ) dan karakter nyeri ( menetap, memberikan informasi tentang kemajuan /
hilang, timbul kolik ) perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi,
dan ketidakefektifan

2. Catat respon terhadap obat, dan Nyeri berat yang tidak hilang dengan
laporkan pada dokter bila nyeri hilang tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya
komplikasi / kebutuhan terhadap intervensi
lebih lanjut

3. Tingkatkan tirah baring, biarkan Tirah baring pada posisi Fowler rendah
pasien melakukan posisi yang nyaman menurunkan tekanan intraabdomen, namun
pasien akan melakukan posisi yang
menghilangkan nyeri secara alamiah
4. Gunakan sprei halus/katun serta Menurunkan iritasi/kulit kering dan sensasi
kompres dingin / lembab sesuai indikasi gatal

5. Kontrol suhu lingkungan Dingin pada sekitar ruangan membantu


meminimalkan ketidaknyamanan kulit.

6. Dorong menggunakan teknik Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali


relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, perhatian, dan dapat meningkatkan koping.
visualisasi, latihan napas dalam. Berikan
aktivitas senggang.
7. Sediakan waktu untuk mendengar dan Membantu dalam menghilangkan cemas dan
mempertahankan kontak dengan pasien memusatkan kembali perhatian yang dapat
sering. menghilangkan nyeri.

Kolaborasi
8. Berikan analgesic sesuai indikasi Untuk mengatasi nyeri hebat
seperti morfin, methadon, dll.

2. Diagnosa Keperawatan : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan


progresif cepat otot otot pernapasan dan ancaman gagal pernapasan

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan tindakan pola napas kembali efektif

Kriteria Hasil :

1. Secara subjektif sesak napas berkurang


2. RR 16 -22x/menit
3. Tidak menggunakan otot bantu napas
4. Gerakan dada normal

Intervensi Rasional
.
1. Pantau fungsi paru, adanya bunyi Menjadi bahan parameter monitoring
napas tambahan, perubahan irama dan serangan gagal napas dan menjadi data dasar
kedalaman, penggunaan otot otot aksesori intervensi selanjutnya.

2. Evaluasi keluhan sesak napas baik Tanda dan gejala meliputi adanya kesukaran
secara verbal dan nonverbal bernapas saat bicara, pernapasan dangkal dan
irregular, menggunakan otot-otot aksesoris,
takikardia, dan perubahan pola napas

3. Beri ventilasi mekanik Ventilasi mekanik digunakan jika pengkajian


sesuai kapasitas vital, klien memperlihatkan
perkembangan ke arah kemunduran yang
mengindikasikan ke arah memburuknya
kekuatan otot-otot pernapasan

4. Lakukan pemeriksaan kapasitas vital Kapasitas vital klien dipantau sering dan
pernapasan dengan interval yang teratur dalam
penambahan kecepatan pernapasan dan
kuaitas pernapasan, sehingga pernapasan
yang tidak efektif dapat diantisipasi

Kolaborasi Membantu pemenuhan oksigen yang sangat


5. Pemberian humif=difikasi oksigen 3 diperlukan tubuh dengan kondisi laju
liter/menit metabolisme sedang meningkat

3. Diagnosa Keperawatan: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak


adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek
kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif.

Tujuan:

1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pencegahan


infeksi.
2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung
normal.

Kriteria Hasil: tidak ada tanda infeksi/ peradangan

Intervensi Rasional

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah 1. Mencegah terjadinya infeksi silang.


melakukan tindakan. Batasi pengunjung. 2. Menurunkan/mengurangi adanya
2. Jaga personal hygine klien dengan organisme hidup.
baik. 3. Peningkatan suhu merupakan tanda
3. Monitor temperatur. terjadinya infeksi.
4. Kaji semua sistem untuk melihat 4. Mencegah/mengurangi terjadinya
tanda-tanda infeksi. resiko infeksi.
5. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan 5. Mencegah terjadinya infeksi.
jaga aseptik prosedur 6. Segera dapat diketahui apabila terjadi
Kolaboratif: infeksi.
1. Monitor CBC, WBC, granulosit, 7. Adanya indikasi yang jelas sehingga
platelets. antibiotik yang diberikan dapat mengatasi
2. Berikan antibiotik bila diindikasikan. organisme penyebab infeksi.

3. Evaluasi
a. Pasien akan mengungkapkan kepuasan setelah pemberian tindakan pereda
nyeri.
b. Pasien dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan tindakan pola napas kembali
efektif.
c. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka
berlangsung normal.
BAB 3

KESIMPULAN

Tumor adalah pembengkakan di dalam tubuh yang disebabkan oleh


berkembangbiaknya sel sel secara abnormal. Tumor dapat bersifat jinak ( benigna ) ataupun
ganas ( maligna ). Tumor yang bersifat jinak tumbuh membesar, tetapi tidak menyebar atau
menggerogoti jaringan tubuh lainnya. Tumor yang bersifat ganas disebut kanker yang
menyerang seluruh tubuh dan tidak terkendali. Kanker pada saluran reproduksi pria
mencakup kanker penis, testis, atau prostat (Corwin, 2009).

Kanker testis dan kanker prostat merupakan kanker yang sering terjadi pada sistem
reproduksi pria. Sedangkan kanker penis hanya sebagian saja dan sangat jarang terjadi.
Penatalakasaan kanker pada umumnya adalah dengan kemoterapi, radiasi dan pembedahan.
Jalan terbaik untuk mengurangi resiko kanker ini yakni menghindari faktor resiko yang sudah
diketahui.

Kita sebagai perawat diharapkan dapat memberikan intervensi yang tepat pada pasien
kanker pada sistem reproduksi pria dengan cara melakukan intervensi sebelum dilakukan
tindakan medis untuk memberikan rasa nyaman pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai