Anda di halaman 1dari 26

A.

Pengertian

CKD (Cronik Kidney Disease)

Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal
penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia
tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal
berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak
lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis
gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Warianto 2011).

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the


National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009, mendefenisikan gagal ginjal kronis
sebagai suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m
selama tiga bulan atau lebih. Dimana yang mendasari etiologi yaitu kerusakan massa ginjal
dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nephrons ke arah suatu kemunduran nilai
dari GFR (Saragih 2010).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer,
2007).

Gagal ginjal kronis CKD adalah penyakit penurunan fungsi ginjal karena ginjal
tidak mampu untuk melakukan tugas fungsinya yaitu filtrasi, augmentasi, dan reabsorbsi dan
berlangsung lebih dari 3 bulan.

B. Etiologi

Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya,
dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Dibawah ini terdapat beberapa
penyebab gagal ginjal kronik.
a. Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan perubahan


stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis)
di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan
mata. Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal
mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang lubang dan berglanula. Secara
histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecil serta arteriol yang paling nyata
pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus
dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (price, 2007).

b. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang


diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi peradangan
diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah
dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein
plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua
yaitu:

1) Gomerulonefritis Akut

Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.

2) Glomerulonefritis Kronik

Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. (Price,
2007)

c) Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)

Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap
dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang paling dini
sering kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya mengenai
beberapa glomerulus yang tersebar. (Price, 2007)
d) Penyakit Ginjal Polikistik

Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,


bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal,
sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2007)

e) Pielonefritis

Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu
sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui infeksi
hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya
dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price,
2007)

f) Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah


30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal
dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal
pada diabetes mellitus (Price, 2007). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan
hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:

a) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan


hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi, glucagon
yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II danprostaglandin.

b) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane


basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan matriks
mesangial.

c) Stadium 3 (Nefropati insipient)

d) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)

e) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)


C. Anatomi dan Fisiologi

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :

a. GINJAL

Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di


belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada
dinding abdomen.

Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah
kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat
ginjal 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki laki lebih panjang dari pada ginjal
wanita.

Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap
tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas
pembuluh pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari
tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus tubulus, yaitu
tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung
Henle yang terdapat pada medula.

Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis
viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak
juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara
teratur sehingga celah celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus
yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena
jalannya yang berbelok belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal
kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat
lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai
tubulus kontortus distal.

a. Bagian Bagian Ginjal

Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga
ginjal (pelvis renalis).

1. Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan


darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung
kapiler kapiler darah yang tersusun bergumpal gumpal disebut glomerolus. Tiap
glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan
simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi,
yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat zat tersebut akan menuju ke
pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam
sumsum ginjal.

2. Sumsum Ginjal (Medula)


Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid
renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila
renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di
dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris garis
karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid
terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul
ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam
pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam
badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.

3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)

Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong
lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga
disebut kaliks mayor, yang masing masing bercabang membentuk beberapa kaliks
minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung
urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke
pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).

b. Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen,
misalnya amonia.
2. Mengekskresikan zat zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan
vitamin) dan berbahaya (misalnya obat obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau
basa.
c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal
1. Peredaran Darah

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai


percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi
arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di
tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan
glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya
terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman
kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.

2. Persyarafan Ginjal

Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini


berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan
bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar
suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang
menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.

2. URETER

Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung
kemih (vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan
dinding ureter terdiri dari :

a.Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)


b. Lapisan tengah otot polos
c.Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan gerakan peristaltik tiap 5 menit


sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung
kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi
oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai
saraf sensorik.

3. VESIKULA URINARIA ( Kandung Kemih )


Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak
di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.Bentuk kandung kemih seperti kerucut
yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari :

1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
4. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan
bagian dalam).
4. URETRA

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok kelok
melalui tengah tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus
tulang pubis kebagia penis panjangnya 20 cm. Uretra pada laki laki terdiri dari :

a. Uretra Prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam),
dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan
miring sedikit kearah atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari
Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena,
dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah
atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

C. Patofisiologis dan pohon masalah

D. klasifikasi CKD
Pada tahun 2002, KDOQI menerbitkan klasifikasi tahapan penyakit gagal ginjal
kronis, sebagai berikut:

Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m2)

Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)

Tahap 3: penurunan moderat pada GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)

Tahap 4: penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)

Tahap 5: Gagal ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m2 atau dialisis)

E. Manisfestasi klinik

Manifestasi klinik menurut Suyono (2008) adalah sebagai berikut:

1. Sistem kardiovaskuler

a. Hipertensi

b. Pitting edema

c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher

e. Friction sub pericardial

2. Sistem Pulmoner

a. Krekel

b. Nafas dangkal

c. Kusmaull

d. Sputum kental dan liat

3. Sistem gastrointestinal

a. Anoreksia, mual dan muntah

b. Perdarahan saluran GI

c. Ulserasi dan pardarahan mulut

d. Nafas berbau ammonia

4. Sistem musculoskeletal

a. Kram otot

b. Kehilangan kekuatan otot

c. Fraktur tulang

5. Sistem Integumen

a. Warna kulit abu-abu mengkilat

b. Pruritis

c. Kulit kering bersisik

d. Ekimosis

e. Kuku tipis dan rapuh

f. Rambut tipis dan kasar

6. Sistem Reproduksi

a. Amenore
b. Atrofi testis

F. Komplikasi dan prognosa

1. Hiperkalemia

Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan


kalium di dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani
dengan serius.

2. ALO (Acute Lung Oedem)

Natrium mempunyai peranan penting dalam penimbunan cairan akut. Urine


pada orang sehat biasanya mengandung natrium dengan jumlah milli-ekuivalen yang
tepat sama dengan milli ekuivalen natrium di dalam makanan, sehingga orang tersebut
mempunyai balance natrium yang seimbang. Pada glomerulonefritis akut (gagal ginjal
kronis yang lama), natrium tidak lagi dapat dieksresikan oleh ginjal yang sakit. Jika
penderita tetap makan garam dalam jumlah yang sama seperti saat sehat, maka jumlah
natrium di dalam tubuh akan meningkat dan tetap tinggal di ruang ekstraseluler. Hal
inilah yang akan menarik air dengan tenaga osmotiknya, sehingga di dalam tubuh
terjadi dua peningkatan volume cairan yaitu ekstraseluler dan darah yang bersirkulasi.
Cairan berlebih inilah yang kemudian menuju ke paru-parubdan dapat menyebabkan
ALO juga dapat menyebabkan gagal jantung.

Tanda gejala CKD dengan ALO


Gejala yang paling umum CKD dengan ALO adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara
perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari
pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah,
lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa
(dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan,
dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung
sering dijmpai akibat gangguan elektrolit

Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada


pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru
dengan stethoscope, mungkin akan terdengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti
rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:

Stadium 1.

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi
pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2.

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial,
akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.

Stadium 3.

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald,
2006).

3. Hipertensi

Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam / peningkatan aktivitas


system rennin angiotensin aldosterone.

4. Anemia

Penurunan fungsi ginjal dapat mempengaruhi kadar eritroprotein dalam darah


hal inilah yang akan menyebabkan anemnia (kekurangan darah). Maka dari itu CKD
dengan anemia harusditransfusi darah.

5. Penyakit tulang

Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal.

6. Dehidrasi

Akibat kerusakan ginjal tidak mampu mensekresikan air terjadilah dehidrasi.

7. Kulit (Integument)

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat


penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

8. Gastrointestinal :
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.

9. Endokrin

- Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta


motilitas sperma

- Wanita : kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi

- Anak anak : retardasi pertumbuhan

- Dewasa : kehilangan massa otot

10. Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi neurologis


(tremor, ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
bkejang).

G. Pemeriksaan penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik


pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
A. Pemeriksaan laboratorium

Menurut Doenges (2008) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK adalah :

a. Ureum dan kreatinin :


1. Volume urine : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi dalam
(24 jam 48) jam setelah ginjal rusak.
2. Warna Urine : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
3. Berat jenis urine : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh :
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan :
menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio
urine/ serum saring (1 : 1).
5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.
6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak
mampu mengabsorpsi natrium.
7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8. Protein : Proteinuria derajat tinggi (+3 +4 ) sangat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila Sel darah merahdan warna Sel darah merahtambahan juga ada.
Protein derajat rendah (+1 +2 ) dan dapat menunjukan infeksi atau nefritis
intertisial.
9. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna
merah diduga nefritis glomerulus.

b. Darah :

1. Hemoglobin : Menurun pada anemia.


2. Sel darah merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan / penurunan
hidup.
3. pH : Asidosis metabolik (<>
4. Kreatinin : Biasanya meningkat pada proporsi rasio (l0:1).
5. Osmolalitas : Lebih besar dari 28,5 m Osm/ kg, sering sama dengan urine .
6. Kalium : Meningkat sehubungan dengan retensi urine dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7. Natrium : Biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
8. pH, Kalium & bikarbonat : Menurun.
9. Klorida fosfat & Magnesium : Meningkat.
10. Protein : Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan penurunan pemasukan dan penurunan sintesis
karena kekurangan asam amino esensial.
B. Pemeriksaan EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis


(misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
C. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversibel seperti obstruksi
oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal
yang lisut). USG ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan
apapun.
D. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal,
menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos
yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
E. Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat
memerlukan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal
lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini
sudah jarang dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion
pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
F. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.
G. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan juga
infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.

H. Pemeriksaan Radiologi Tulang


Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.

H. Terapi atau penatalaksanaan

Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami


CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi,
penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah
untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.

1. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml,
maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
b. Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
d. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume
intravaskuler.
e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak
memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau
dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini
memerlukan gejala.
f. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium
pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium
kadang kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali
seminggu.
h. Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya
cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat
diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
a. Kalori harus cukup : 2000 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
c. Lemak diberikan bebas.
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam
folat.
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan
makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai
biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 0,5 mg/kg/hari.

I. Pemeriksaan fisik (pengkajian)


a. Identitas pasien

Nama :
Umur :

Jenis kelamin :

Agama :

Alamat :

Pekerjaan :

Pendidikan :

Tanggal pengkajian :

No. Med. Rec :

Diagnose Medis : GGK ( gagal ginjal kronik )

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Biasanya badan tersa lemah, mual, muntah, dan terdapat udem.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan lain yang menyerta biasanya : gangguan pernapasan, anemia, hiperkelemia,


anoreksia, tugor pada kulit jelek, gatal-gatal pada kulit, asidosis metabolik.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pasien dengan GGK, memili riwayat hipertensi.

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan


pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberi arah kepada
tindakan keperawatan (Lismidar, 2006).

a. Aktivitas/istirahat.
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (Insomnia/gelisah
atau samnolen).

Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

b. Sirkulasi.

Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.

Palpitasi : nyeri dada (angina).

Tanda : Hipertensi : DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan.

c. Integritas Ego.

Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Perasaan yang tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.

Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

d. Eliminasi.

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, onuria (gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare atau konstipasi.

Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria, dapat menjadi anuria.

e. Makanan/cairan.

Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(Pernapasan ammonia).

Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan turgor


kulit/kelembaban.

f. Neurosensori.
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah
bebas rasa terbakar pada telapak kaki. Bebas kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).

Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,


ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, strupor, koma.

g. Nyeri/kenyamanan.

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam
hari).

Tanda : Perilaku berhari-hari/distraksi, gelisah.

Gejala : Napas pendek; dispnea noktural paroksismal; batuk dengan/tanpa sputum


kental dan banyak.

Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernapasan


kussmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema
paru).

h. Keamanan.

Gejala : Kulit gatal.

Tanda : Pruritis.

i. Seksualitas.

Gejala : Penurunan libido; amenonea; infertilitas.

Interaksi sosial.

Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan


fungsi peran biasanya dalam keluarga.

j. Pembelajaran/penyuluhan.
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal) penyakit polikistik,
nefritis, herediter, kalkulus urinaria, malignansi.

Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.

Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

J. Diagnosa yang mungkin muncul

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keadaan tubuh yang lemah


2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler
pulmonary
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan
glomerulo filtration rate
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih
dan retensi cairan dan natrium.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic,
sirkulasi, sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam
kulit.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur.
9. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialysis,
koping maladaptive.
10. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

intervensi

N Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional


o
1. Ketidakefektifan Pola nafas kembali 1.Berikan HE pada 1.Informasi yang
pola nafas efektif setelah pasien tentang adekuat dapat
berhubungan dilakukan tindakan penyakitnya membawa pasien
dengan keadaan keperawatan selama 1 lebih kooperatif
tubuh yang lemah 4 jam, dengan kriteria dalam
hasil: 2.Atur posisi semi memberikan
1.Tidak terjadi hipoksia fowler terapi
atau hipoksemia 2.Jalan nafas yang
longgar dan tidak
2.Tidak sesak 3.Observasi tanda dan ada sumbatan
gejala sianosis proses respirasi
dapat berjalan
3.RR normal (16-20 / dengan lancar.
menit) 4.Berikan terapi
oksigenasi
3.Sianosis
4.Tidak terdapat merupakan salah
kontraksi otot bantu 5.Observasi tanda-
tanda vital satu tanda
nafas manifestasi
ketidakadekuatan
5.Tidak terdapat 6.Observasi timbulnya suply O2 pada
sianosis gagal nafas jaringan tubuh
perifer .
7.Kolaborasi dengan
tim medis dalam 4.Pemberian
memberikan oksigen secara
pengobatan adequat dapat
mensuplai dan
memberikan
cadangan oksigen,
sehingga
mencegah
terjadinya
hipoksia.

5.Dyspneu,
sianosis
merupakan tanda
terjadinya
gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan
capilary refill time
yang
memanjang/lama.

6.Ketidakmampua
n tubuh dalam
proses respirasi
diperlukan
intervensi yang
kritis dengan
menggunakan alat
bantu pernafasan
(mekanical
ventilation).

7.Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

2 Gangguan Fungsi pertukaran gas 1. Berikan HE 1.Informasi yang


pertukaran Gas dapat maksimal setelah pada pasien adekuat dapat
berhubungan dilakukan tindakan tentang membawa pasien
dengan distensi keperawatan selama 1 penyakitnya lebih kooperatif
kapiler pulmonary 4 jam dengan kriteria 2. Atur posisi dalam
hasil: pasien semi memberikan
1. Tidak terjadi fowler terapi
sianosis 3. Bantu pasien 2.Jalan nafas yang
2. Tidak sesak untuk longgar dan tidak
melakukan ada sumbatan
reposisi proses respirasi
3. RR normal secara sering dapat berjalan
(16-20 / 4. Berikan terapi dengan lancer
menit) oksigenasi
4. BGA normal: 5. Observasi 3.Posisi yang
5. partial tanda tanda berbeda
pressure of vital menurunkan
oxygen 6. Kolaborasi resiko perlukaan
(PaO2): 75- dengan tim akibat imobilisasi
100 mm Hg medis dalam
6. partial memberikan
pengobatan 4.Pemberian
pressure of
oksigen secara
carbon dioxide
adequat dapat
(PaCO2): 35-
mensuplai dan
45 mm Hg
memberikan
7. oxygen
cadangan oksigen,
content
sehingga
(O2CT): 15-
mencegah
23%
terjadinya
8. oxygen
saturation hipoksia
(SaO2): 94-
100% 5.Dyspneu,
9. bicarbonate sianosis
(HCO3): 22- merupakan tanda
26 mEq/liter terjadinya
10. pH: 7.35-7.45 gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan
capilary refill time
yang
memanjang/lama.

6.Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

3. Gangguan Gangguan 1.kaji adanya 1.adanya


keseimbangan keseimbangan cairan hipertermi hipertermi karena
cairan dan tidak terjadi setelah 2.Observasi tanda- ketidah mampuan
elektrolit dilakukan tindakan tanda vital. ginjal memfiltrasi
berhubungan keperawatan selama 1 Na
dengan penurunan 4 jam, dengan kriteria 2.untuk
glomerulo hasil: menghindari
filtration rate 1.tidak ada edema terjadinya
dengan distensi vena 3.kaji edema,
hipotensi dll.
jugolaris, dispnea, auskultasi, takikardi
tachikardi, peningkatan dan reflek tendon.
3. Merupakan
tekanan darah crakles
pada auskultasi. tanda-tanda
2. tidak terjadi muntah, lethargi cairan
hipotensi, bradikardi yang menambah
4.monitor BUN kerja dari jantung
dan perubahan reflek
kreatinin dan monitor dan menuju
tendon dalam
urinisasi dan edema pulmoner
hematuria dan gagal jantung

5.Kolaborasi dengan
4. 4. Tanda-tanda
tim medis dalam
memberikan hipernatremia
pengobatan dihasilkan dari
tanda fungsi
tubular ginjal.

5.Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Wariano, 2011. Keterampilan Proses Sains. Kencana Media Group, Jakarta


Saragih, 2010, Hubungan Keluarga dengan Pengaruh Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronis. Media. Jakarta

Aru Wulan, 2007. Buku Ajar Penyakit Dalam, Sanjaya. Jakarta

Reever, 2007. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : Salemba Medica.

Sukandar. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Fakultas Kedokteran UNPAD.
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai