Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT Shinto Toyobo Gistex Garment merupakan sebuah perusahaan asing yang


bergerak dibidang barang jadi. Perusahaan ini bersifat make to order, yaitu
membuat semua produknya sesuai dengan yang diinginkan oleh buyer dan
semua spesifikasinya pun sesuai dengan yang diinginkan oleh buyer. Setiap
perusahaan akan mengutamakan mutu produk dari yang dihasilkannya.

Berdasarkan pengamatan Bulan Maret 2016 ini ditemukan banyak sekali pakaian
cacat, seperti cacat kotor, cacat jahitan, dan cacat kain. Dari banyaknya cacat
yang disebutkan cacat kotor merupakan jenis cacat yang mendominasi dan yang
paling banyak jumlahnya diantara jenis cacat yang lain.

Berdasarkan pengamatan lenih lanjut, permasalahan tingginya cacat kotor


tersebut diketahui melebihi standar toleransi perusahaan yang seharusnya di
bawah 10%. Data jumlah cacat pada produk jadi PT Shinto Toyobo Gistex
Garment I pada Bulan Maret 2016 disajikan pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Jumlah Produk Cacat PT Shinko Toyobo Gistex Garment Maret
2016

Jumlah Toleransi Cacat (pcs)


Produksi Perusahaan Kotor Jahitan Kain Kelengkapa
(pcs) (pcs) n
130.309 <13.031 28.742 6.756 194 1.456

Sumber : Bagian QC Endline PT Shinko Toyobo Gistex Garment I

Berdasarkan hasil pengamatan Tabel 1.1 pada halaman 1, dapat diketahui salah
satu jenis cacat yang melebihi toleransi perusahaan, jika jumlah produksinya
130.309 pcs. Hal ini dapat merugikan perusahaan karena dapat memboroskan
waktu untuk melakukan perbaikan.

1
2

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan upaya penurunan


terhadap jumlah cacat kotor dengan cara menerapkan pengendalian mutu yang
mencakup metode pengembangan yang berprinsip meningkatkan kualitas
produk pada Bagian Sewing untuk meningkatkan mutu pakaian jadi yang
dihasilkan oleh PT Shinko Toyobo Gistex Garment I, sehingga diajukan skripsi
dengan judul

UPAYA PENERAPAN PENGENDALIAN MUTU GUNA MENURUNKAN


JUMLAH CACAT KOTOR PADA PRODUK JADI BAGIAN SEWING PT
SHINKO TOYOBO GISTEX GARMENT I

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dapat


dijabarkan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh adanya penerapan pengendalian mutu dengan tahap
metode plan, do, check, action akan mengurangi presentase cacat kotor
yang dihasilkan perusahaan ?
2. Bagaimana dengan adanya metode perbaikan dapat meningkatkan kualitas
produk jadi?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab banyaknya jumlah
cacat kotor yang dihasilkan PT Shinko Toyobo Gistex Garment I.
Tujuan yang ingin dicapai dengan penelitian ini adalah untuk mengurangi jumlah
cacat kotor produksi di PT Shinko Toyobo Gistex Garment I dengan
menggunakan metode pengendalian mutu.

1.4 Kerangkaian Pemikiran


Pada hakekatnya, salah satu perkembangan suatu pengendalian kualitas secara
kronologis menurut Feigenbaum (1991) adalah tahap operation quality control,
yaitu ditahap ini tiap-tiap pekerja (operator) bertanggung jawab atas pembuatan
dan pengendalian mutu produk yang dibebankan kepadanya.

Operator merupakan hal sangat inti dalam pembuatan sebuah produk jadi.
Sebuah produk garmen yang baik, dihasilkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor
material, mesin, manusia, lingkungan, dan metode yang diterapkannya.
3

Pengendalian mutu bermaksud untuk menghasilkan mutu produk yang baik dan
menurunkan jumah cacat pada prooduk jadi yang dihasilkannya. Pada PT Shinko
Toyobo Gistex Garment I banyak ditemukan barang cacat, khususnya untuk
barang cacat yang paling mendominasi adalah cacat kotor.

Salah satu perangkat kendali mutu yaitu tujuh langkah pemecahan masalah yang
tergabung dalam siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Tujuh langkah tersebut
adalah Plan (perencanaan) yang terdiri dari langkah pertama (menemukan
masalah), langkah kedua (menemukan penyebab), langkah ketiga (meenemukan
masalah dominan), dan langkah keempat (menyusun langkah-langkah
perbaikan), Check (pengecekan) yang terdiri dari langkah kelima (memeriksa
hasil perbaikan), dan Action (tindakan) yang terdiri dari langkah keenam
(mencegah terulang masalah yang sama) dan langkah ketujuh (menganggap
masalah selanjutnya yang belum terpecahkan).

1.5 Pembatasan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup masalah,


yaitu :

1. Penelitian dilakukan pada operator Bagian Sewing PT Shinko toyobo Gistex


Garment I Melakukan pengamatan langsung
2. Penelitian ini dilakukan sebelum operator memasuki ruang produksi, saat
operator dalam ruang produksi, dan sampai operator akan meninggalkan
Menemukan masalah dan tempat terjadinya masalah
ruang produksi.
3. Penelitian dilakukan pada perilaku karyawan dan situasi lingkungan
pekerjaan.
4. Penelitian iniMenganalisa penyebab
dilakukan hanya terjadinya
pada Bagian masalah
Sewing dan bagian QC Endline.

1.6 Metodologi Penelitian


Mengumpulkan data yang berhubungan dengan pengamatan
Metodologi penelitian yang digunakan disajikan sebagaimana Gambar 1.1
dibawah ini.
sung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan proses produksi seperti bagian PPIC, Supervisor, QC En
1.7 Lokasi Peneitian
Penelitian dilakukan di Departemen Sewing, gedung produksi PT Shinko Toyobo
Gistex Garment I yang beralamat di Jalan Panyawungan KM. 19 Desa Cileunyi
Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Membuat konsep penerapan metode pengendalian mutu.

Melakukan percobaan penelitian dan menerapkan konsep metode pada Departemen Produksi

Melakukan evaluasi terhadap hasil penerapan perbaikan dalam upaya peningkatan kualitas produk
4

Gambar 1.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Mutu Secara Umum

Mutu[5] merupakan kombinasi beragam karakteristik atau sifat suatu produk,


sehingga produk tersebut dapat memuaskan dan dapat digunakan oleh
konsumen. Mutu juga merupakan sarana persaingan antar produk yang penting
saat ini karena mutu dapat menentukan persepsi konsumen.

2.1.1 Definisi Mutu

Mutu[5] produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan


karakteristik produk dan jasa pemasaran, rekayasa, pembuatan dan
pemeliharaan, membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan
pelanggan.

Konsep dasar dari mutu adalah :

1. Kepuasan konsumen
2. Mutu adalah tanggung jawab dari semua orang

2.1.2 Definisi Pengendalian Mutu

Pengendalian Mutu[5] adalah suatu usaha yang berkesinambungan dari suatu


upaya untuk menjaga konsistensi sekaligus meningkatkan mutu produk.
5

Pengendalian mutu berfungsi tidak hanya mencegah produk cacat sampai


ketangan konsumen, tetapi juga memperkecil jumlah produk cacat. Selain itu
pengendalian mutu bertujuan membantu menghasilkan produk yang benar pada
kesempatan pertama yang artinya mencegah terjadinya cacat sedini mungkin.

2.2 Gugus Kendali Mutu

Pengendalian Mutu Terpadu[5] (PMT) dilakukan dengan Control Cycle atau


siklus kontrol (Demings Cycle) yang terdiri dari empat langkah, yaitu PLAN, DO,
CHECK, ACTION (P D C A). Mentalitas dasar gugus kendali mutu adalah :
1. Kerjasama dan keikutsertaan penuh
2. Kesadran mutu
3. Pengendalian mutu
Pengendalian adalah P D C A
Pengendalian sepanjang proses dalam mencapai hasil
Ambil tindakan dengan konsepsi vital
Para pekerja dapat dilatih untuk mengurangi secara drastis terjadinya
penyimpangan jika kepadanya diberikan tanggungjawab
Pelanggan adalah raja

Hakikat siklus PDCA adalah suatu metode untuk melakukan perbaikan secara
berkelanjutan. Siklus PDCA merupakan penerapan dari konsep pengendalian
mutu dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka pengendalian mutu
harus dilakukan dengan maksimal pula, caranya dengan menerapkan asas-asas
pengendalian mutu maksimal.

Menerapkan asas-asas pengendalian mutu maksimal perlu langkah-langkah


pada masing-masing tahapan, antara lain :

a) Tahap perencanaan (Plan)


1. Harus ditentukan proses mana yang perlu diperbaiki.
2. Menentukan perbaikan apa yang akan dilakukan terhadap proses yang
dipilih.
3. Menentukan data dan informasi yang diperlukan untuk memilih proses
yang paling relevan dengan perusahaan.
b) Tahap pelaksanaan (Do)
1. Mengumpulkan infomasi dasar tentang jalannya proses yang sedang
berlangsung.
2. Melakukan perubahan yang dikehendaki untuk dapat diterapkan, dengan
menyesuaikan keadaan nyata yang ada.
3. Kembali mengumpulkan data untuk mengetahui apakah perubahan telah
membawa perbaikan atau tidak.
c) Tahap pemeriksaan (Check)
6

Menafsirkan perubahan dengan menyusun data yang sudah terkumpul


dalam grafik. Grafik yang lazim dipakai dalam pengendalian mutu, yaitu
analisis, merangkum serta menafsirkan data dan informasi untuk
mendapatkan kesimpulan.
d) Tahap tindakan perbaikan (Action)
Adanya pelatihan ulang dan tambahan bagi karyawan agar perubahan
berjalan baik.

2.3 Pengembangan Karyawan

Definisi pengembangan[4] adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan


teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan. Pendidikan meningkatkan
keahlian teoritis, konseptual, dan moral karyawan,sedangkan latihan bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pakerjaan karyawan.

2.3.1 Tujuan pengembangan

Pengembangan karyawan[4] bertujuan dan bermanfaat bagi perusahaan,


karyawan, konsumen, atau masyarakat yang mengkonsumsi barang atau jasa
yang dihasilkan perusahaan. Tujuan pengembangan hakikatnya menyangkut hal
- hal berikut :

a. Produktivitas Kerja
Dengan pengembangan, produktivitas kerja karyawan akan meningkatkan
kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill, human
skill, dan managerial skill karyawan yang semakin baik.
b. Efisiensi
Pengembangan karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga,
waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin mesin.
c. Kerusakan
Pengembangan karyawan bertjuan untuk mengurangi kerusakan barang,
produksi, dan mesin mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil
dalam melaksanakan pekerjaannya.
d. Kecelakaan
Pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan,
sehingga jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang.
e. Moral
Dengan pengembangan, moral karyawan akan lebih baik karena keahlian
dan keterampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias
untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan bai.
f. Konsumen
7

Pengembangan karyawan akan memberikan manfaat yang baik bagi


masyarakat konsumen karena mereka akan memperoleh barang atau
pelayanan yang lebih bermutu.

2.4 Inspeksi

Inspeksi adalah pengamatan secara visual atau pengukuran dimensi untuk


memeriksa apakah produk tersebut sesuai dengan standar atau spesifikasi mutu
yang telah ditetapkan. Tujuan utama inspeksi adalah untuk mengetahui cacat
dan hal-hal yang tidak disetujui dalam proses pembuatan produk, sehingga tidak
membuang-buang waktu dan biaya perbaikan. Maksud daripelaksanaan inspeksi
adalah untuk :

1. Apakah produk tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang diminta ?


2. Apakah produk sesuai dengan standar ?
3. Apakah produk dapat diterima dan layak secara kualitas ?

2.5 Cacat

Cacat (defect)[3] adalah ketidaksempurnaan, kesalahan, kerusakan,


penyimpangan dari spesifikasi/standar yang ditetapkan. Hal ini dapat terjadi
karena kondisi bahan baku, kesalahan dalam penanganan proses persiapan,
produksi dan atau penanganan atau akhir produksi. Cacat digolongkan menjadi 3
macam, yaitu :

1. Cacat Kritis (Critical Defect)


Cacat yang terlihat dengan jelas yang mengakibatkan penurunan grade
mutu produk yang dapat menjadikan produk tersebut tidak layak jual.
2. Cacat Mayor (Mayor Defect)
Cacat yang disebabkan karena ketidaksesuaian kelengkapan produk jadi
dengan spesifikasi yang diminta dan/ atau ketidaksesuaian produk dengan
indikasi yang diterapkan sehingga dapat mengganggu identifikasi produk,
performance dan kenyamanan pakai. Cacat jenis ini disebabkan karena
kecorobohan dan masih dapat diperbaiki.
3. Cacat Minor (Minor Defect)
Cacat yang tidak terlalu tampak sehingga tidak mengakibatkan penurunan
grade mutu umum produk secara langsung. Cacat jenis ini umumnya dapat
diperbaiki atau tidak memerlukan perbaikkan karena tidak terlalu tampak.

2.6 Standard Operating Procedure (SOP)


8

Standard Operating Procedure (SOP)[7] pada dasarnya adalah : pedoman yang


berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada didalam suatu organisasi
yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah atau
tindakan dan penggunaan fasilitas pemrosesan yang dilaksanakanoleh orang-
orang didalam suatu organisasi telah berjalan secara efektif, konsisten, standard
dan sistematis.

Unsur-unsur Standard Operating Procedure (SOP) tidak hanya bermanfaat


sebagai rujukan peyusunan, tetapi berguna sebagai senjata control pelaksanaan
penyusuan Standard Operating Procedure (SOP). Adapun unsur-unsur SOP itu
sendiri adalah :

a. Tujuan
Menjamin terlaksananya kegiatan-kegiatan organisasi sesuai dengan
kebijakan dan ketentuan organisasi secara efektif dan efisien.
Menjamin terlaksananya aspek kontrol kegiatan yang dapat mencegah
terjadinya penyelewengan maupun penggelapan oleh anggota
organisasi/operator maupun pihak-pihak lain.

b. Kebijakan
Kebijakan selalu diikut sertakan sebagai pedoman dan rujukan yang harus
dipatuhi dalam setiap pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan.

c. Petunjuk Operasional
Petunjuk operasioanl bukan merupakan narasi prosedur operasional standar.
Petunjuk operasional prosedur adalah bagaimana pengguna akan membaca
panduang prosedur operasional tersebut dengan cara yang benar.

d. Pihak yang Terlibat


Pihak atau unit atau fungsi yang terlibat dalam prosedur yang bersangkutan.

e. Proses
Proses adalah tahapan lanjutan setelah tahapan masukan dalam prosedur.
Proses dapat terdiri dari satu atau lebih sub proses. Proses (dan sub proses)
adalah kegiatan yang bertujuan mengubah masukan menjadi keluaran.

f. Laporan
Laporan yang dimaksud dalam SOP harus dibedakan dengan formulir,
blanko, atau dokumen. Yang terdapat didalam laporan adalahh hasil
9

pengolahan atau pemrosesan yang mempunyai makna tertentu dan dapat


dimanfaatkan sebagai sumber pengambilan keputusan didalam organisasi.

g. Validasi
Validasi adalah bagian yang penting dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan kegiatan didalam organisasi / perusahaan. Tujuan dari
melakukan validasi adalah untuk memastikan bahwa semua keputusan yang
diambil dari kegiatan yang dilakukan telah sah (valid).

h. Kontrol
Validasi pada dasarnya adalah bagian dari unsur kontrol prosedur. Dengan
membubuhkan tanda dalam melakukan validasi, maka dapat dikatakan yang
memvalidasi itu sedang melaksanakan kontrol, yaitu pada tahap prosedur
dimana orang tersebut melakukan validasi.

2.7 Quality Control

Pengendalian kualitas (quality control) adalah aktivitas pengendalian proses


untuk mengukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkan dengan spesifikasi atau
persyaratan, dan mengambil tindakan perbaikan yang sesuai apabila ada
perbedaan dengan standar. Ada tiga aktivitas di dalam pengendalian kualitas,
yaitu pengamatan, membandingkan dengan standar, dan melakukan tindakan
perbaikan.

Tujuan dari pengendalian kualitas adalah :

a. Meningkatkan kualitas produk dan efisiensi produksi


b. Memperbaiki dan mempertahankann kualitas sesuai dengan tingkatan
kualitas yang diinginkan
c. Menghemat biaya karena dengan adanya pengendalian kualitas dapat
mengurangi biaya untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan produk
cacat.

Pengendalian kualitas yang dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas produk


dan meningkatkan produktivitas.

2.8 Diagram Sebab Akibat (Cause Effect Diagram)

Diagram sebab-akibat (cause-effect diagram) atau sering juga disebut diagram


tulang ikan (fishbone diagram) adalah suatu pendekatan terstruktur yang
10

memungkinkan dilakukan suatu analisis yang lebih terperinci dalam menemukan


penyebab-penyebab suatu masalah. Diagram sebab-akibat (cause-effect
diagram) digunakan untuk menggambarkan hubungan sebab akibat. Akibat
ditaruh dalam mulut ikan dan penyebabnya ditaruh pada badan atau sirip ikan.
Gambar diagram sebab-akibat (cause-effect diagram) dapat dilihat pada gambar
2.2 dibawah ini.

Money Man Machine c

Problem

Gambar 2.1 Fishbone Diagram / Cause - Effect Diagram


Environment Material Method
Diagram ini digunakan untuk mengetahui akibat dari suatu masalah untuk
selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan, kemudian dari akibat tersebut dicari
beberapa kemungkinan penyebabnya. Penyebab masalah ini pun dapat berasal
dari berbagai sumber utama, misalnya manusia, mesin, material, metode kerja,
lingkungan dan sebagainya.

2.8.1 Kegunaan Diagram Sebab Akibat (Cause Effect Diagram)

Diagram sebab-akibat (cause-effect diagram) dapat digunakan untuk


menyimpulkan sebab-sebab keragaman dalam proses serta memberikan
pelatihan dan pendidikan bagi karyawan dalam kegiatan pembuatan keputusan
dan melakukan tindakan perbaikan.

2.8.2 Langkah Pembuatan Diagram Sebab Akibat (Cause Effect


Diagram)

Penyusunan diagram sebab-akibat (cause-effect diagram) adalah sebagai


berikut:

1. Menentukan persoalan, merumuskan setepat mungkin persoalan atau


sesuatu yang akan diamati secara khusus untuk diperbaiki.
2. Menentukan faktor utama, mencari faktor-faktor utama yang berpengaruh
atau berakibat pada persoalan.
11

3. Merinci faktor penyebab, mencari dan merinci lebih jauh faktor-faktor yang
berpengaruh pada faktor utama.
12

BAB III

PEMECAHAN MASALAH

3.1 Persiapan Pengamatan

Beberapa langkah yang dilakukan sebelum melakukan pengamatan dalam


upaya menurunkan jumlah produk cacat antara lain.

3.2 Penyusunan Rencana Kerja

Tahapan pertama adalah membuat suatu perencanaan. Penyusunan rencana


kerja ini dibantu oleh Leader, Assistant, dan Suvervisor di gedung produksi PT
Shinko Toyobo Gistex I. Rencana perbaikan yang akan disusun meliputi :

1. Mengumpulkan data cacat kotor hasil produksi pada Bagian QC Endline.


2. Berdiskusi dengan Supervisor mengenai metoda yang dilakukan untuk
mengurangi cacat kotor.
3. Identifikasi masalah yang menyebabkan cacat kotor pada hasil produksi
yang merupakan cacat dengan jumlah terbanyak.
4. Menerapkan konsep-konsep perbaikan, yaitu :
a. Melakukan perbaikan dengan menerapkan metode pengendalian
mutu pada lingkungan perusahaan khususnya pada Bagian Sewing.
b. Menambahkan Standard Opening Procedure pada Derpartemen
Produksi.

3.3 Waktu Pengamatan

Sebelum melaksanakan rencana tersebut, dibuat suatu jadwal rencana kerja


kegiatan yang dilakukan dalam perbaikan disajikan pada Tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1 Jadwal Rencana Kerja

Bulan
Jadwal Kerja Maret (Minggu ke-) April (Minggu ke-)
1 2 3 4 1 2 3 4
Tabel 3.1 Jadwal Rencana Kerja (Lanjutan)
13

Pencarian masalah

Pengumpulan data
Mencari penyebab dan
merancang perbaikan

Melakukan percobaan

Menerapkan perbaikan

Evaluasi dan pengolahan data


Sumber : Dok. Pribadi Maret, 2016

Dari data tabel di atas waktu pengamatan dan penerapan perbaikan dilakukan
dibagian Quality Control Endline PT Shinko Toyobo Gistex Garment I. Waktu
pelaksanaannya dimulai dari Bulan Maret hingga April 2016.

3.4 Tahapan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dalam beberapa cara diantaranya adalah sebagai


berikut :

a. Melakukan diskusi dengan pihak-pihak yang bersangkutan dengan


permasalahan yang akan dibahas seperti Supervisor, Leader, dan
Operator.
b. Mengumpulkan data-data dari dokumen perusahaan yang berkaitan
dengan cacat-cacat kotor pada Bagian Sewing.

3.5 Data Pengamatan

Berdasarkan pengamatan terhadap produk barang jadi, ditemukan beberapa


jenis cacat. Berikut disajikan jumlah data cacat pada Bagian QC Endline PT
Shinko Toyobo Gistex Garment I :

Tabel 3.2 Data Pemeriksaan Cacat di PT Shinko Toyobo Gistex Garment I

Bulan Maret 2016


14

Jumlah Banyak Produk Cacat (pcs)


Tanggal Pemeriksaan Cacat Cacat Cacat
(pcs) Kotor
Jahitan Kain Kelengkapan
01
5481 1104 239 9 104
Maret16

Tabel 3.2 Data Pemeriksaan Cacat di PT Shinko Toyobo Gistex Garment I

Bulan Maret 2016 (Lanjutan)

Jumlah Banyak Produk Cacat (pcs)


Tanggal Pemeriksaan Cacat Cacat Cacat
(pcs) Kotor
Jahitan Kain Kelengkapan
02
5690 1571 343 12 130
Maret16
03
5403 758 300 3 65
Maret16
04
5801 785 329 12 23
Maret16
07 Maret16 6051 1760 386 12 32
08
5724 907 283 14 52
Maret16
09
4656 889 256 7 29
Maret16
10
5753 1569 354 9 52
Maret16
11 Maret16 5782 1593 353 6 138
14 Maret16 6054 1540 289 12 54
15 Maret16 5754 1537 286 8 76
16 Maret16 5753 1590 249 12 89
17 Maret16 5752 844 293 8 51
18 Maret16 5753 1467 271 8 23
19 Maret16 4351 1352 209 3 14
21 Maret16 5753 1494 326 8 27
22 Maret16 5754 1519 332 11 31
15

23 Maret16 5720 1477 289 9 15


24 Maret16 6053 1491 301 6 74
28 Maret16 6052 1417 303 9 81
29 Maret16 5461 686 277 5 181
30 Maret16 5707 676 228 7 60
31 Maret16 6051 716 260 4 55

Total 130.309 28.742 6756 194 1456

Presentase Cacat 22,06% 5,19% 0,15% 1,12%


Sumber :Bagian QC Endline Maret 2016

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas, dapat dilihat bahwa cacat yang paling
mendominasi di PT Shinko Toyobo Gistex Garment I adalah cacat kotor terlihat
dari besarnya jumlah cacat yang dihasilkan yaitu sebanyak 22,06%.

3.6 Penerapan Metode Perbaikan

Metode perbaikan yang digunakan untuk mengurangi jumlah cacat yang paling
mendominasi yaitu cacat kotor pada produk jadi adalah dengan menggunakan
tahap metode gugus kendali mutu yaitu P D C A (Plan, Do, Check, and
Action). Siklus PDCA ditunjukan pada Gambar 3.3 berikut.

A P

C D

1. Plan (Tahap Perencanaan)

Plan terdiri dari menentukan masalah dan menentukan penyebab. Penyebab


terjadinya banyak cacat kotor pada Bagian Sewing dapat dilihat pada fishbone
diagram pada Gambar 3.2 berikut.
Me
16

Manusia

Gambar 3.2 Fishbone Diagram Penyebab Cacat Kotor

a. Menemukan Masalah
Masalah dominan yang terdapat di PT Shinko Toyobo Gistex Garment I
adalah banyaknya cacat kotor yang terdapat pada produk jadi.
b. Menemukan Penyebab
1. Manusia
Operator yang kurang disiplin, contohnya masih membawa
makanan ke dalam line sewing, tidak mencuci tangan terlebih
dahulu, tidak menggunakan celemek dan sarung tangan.
2. Metode
Keranjang yang digunakan untuk membawa komponen-komponen
produk tidak memakai penutup sehingga kotoran dapat menempel
pada produk.
Tidak melakukan pengecekan kebersihan pada rak yang digunakan
untuk menyimpan setiap komponennya.
3. Mesin
Oli pada mesin tidak selalu dilakukan pengecekan sehingga dapat
menyebabkan kotoran oli tersebut menempel pada mesin.
4. Lingkungan
Potongan-potongan benang tidak langsung dibersihkan, sehingga
dapat menempel pada produk dan mengakibatkan cacat kotor.
Penempatan alat-alat jahit tidak ditempatkan pada tempat yang
telah disediakan.
Hal tersebut dapat mengakibatkan debu yang ada pada alat jahit
menempel pada setiap komponen garmen yang sedang dijahit.

2. Do ( Tahap Pelaksanaan )
17

Do terdiri dari menyusun dan menerapkan langkah-langkah perbaikan.


a. Menyusun langkah-langkah perbaikan
Langkah-langkah perbaikan dilakukan pada lima faktor penyebab cacat
kotor.
1. Faktor Manusia
Membuat Standard Operating Procedure yang berlaku agar
Operator lebih disiplin ketika memasuki ruang produksi.
Operator wajib menggunakan celemek dan penutup kepala, hal
tersebut bertujuan agar keringat pada Operator tidak menempel
pada produk jadi.
Pada saat pengambilan komponen atau pun produk jadi, Operator
harus memakai sarung tangan.

2. Faktor Metode
Membawa produk bagian ke bagian yang harus menggunakan
keranjang.
Keranjang yang digunakan untuk mengangkat produk jadi harus
selalu diganti alasnya.
Membawa barang dari bagian ke bagian harus menggunakan
keranjang.
Produk yang berwarna putih tidak boleh digabungkan
penempatannya dengan yang berwarna, hal ini bertujuan agar tidak
terjadi luntur warna dari produk satu ke produk yang lain.
3. Faktor Mesin
Setiap pagi, sebelum bekerja harus membersihkan mesin terutama
pada dudukan jarum, gigi mesin dan plat mesin.
Siang hari setelah istirahat pertama, dilakukan bersih-bersih 5
menit.
Sore hari sebelum pulang, bersih-bersih untuk semua bagian mesin
berikut bak minyaknya.
4. Faktor Llingkungan
Sebelum melakukan pekerjaan, Operrator wajib membersihkan
lingkungan tempat kerjanya, hal tersebut bertujuan untuk
menghindari kotoran-kotoran benang yang masih tersisa.
Penempatan tempat sampah pada tiap meja kerja operator harus
selalu tersedia.
Alat-alat jahit operator wajib dimasukan pada tempatnya dan
disimpan di area produksi yang telah disediakan.
18

Setelah menerapkan langkah-langkah perbaikan, dilakukan pengamatan


terhadap jumlah cacat kotor yanng terdapat pada produk jadi. Data hasil
pengamatan jumlah cacat setelah penerapan perbaikan disajikan pada Tabel 3.3
dibawah ini.

Tabel 3.3 Jumlah Cacat Setelah Penerapan Perbaikan

Jumlah Cacat Kotor


Tanggal Jumlah yang diperiksa (pcs)
(pcs)
4 5690 571
5 5403 658
6 5801 785
7 6051 760
8 5724 907
11 4634 769
12 5753 569
13 5782 593

Tabel 3.3 Jumlah Cacat Setelah Penerapan Perbaikan (Lanjutan)

14 6054 540
15 5754 537
Total 56.646 6.689
Presentase Total Cacat (%)
Total Reject 11,81%
x 100
Total Komponen
Sumber : Bagian QC Endline, April 2016

3. Check (Tahap Pemeriksaan)


Check merupakan tahap 3 yaitu memeriksa hasil dari pebaikan. Hasil yang
didapat dari upaya penurunan jumlah cacat kotor pada Bagian Sewing terdiri dari
pemeriksaan dan perbandingan jumlah cacat kotor setelah perbaikan. Berikut
data perbandingan jumlah cacat kotor disajikan dalam Tabel 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4 Perbandingan Jumlah Cacat

Sebelum
Keterangan Sesudah

Jumlah Output (pcs) 130.309 56.646


19

Jumlah Cacat (pcs) 28.742 6.689


Presentase Cacat
Total Reject
x 100 22,06% 11,81%
Total Komponen
Sumber : Bagian QC Endline PT Shinko Toyobo Gistex Garment I

Berdasarkan Tabel 3.4 diatas dapat dilihat bahwa jumlah cacat kotor pada PT
Shinko Toyobo Gistex Garment I sebelum dilakukan penerapan perbaikan
berjumlah 22,06% dari jumlah output 130.309. Sedangkan setelah dilakukan
adanya penerapan perbaikan menurun menjadi 11,81% dari jumlah output
56.646. jumlah penurunan cacat kotor di PT Shinko Toyobo Gistex Garment I
adalah sebanyak 10,25%

4. Action (Tahap Tindakan Perbaikan Selanjutnya)


Action terdiri dari langkah mencegah terulangnya masalah yang sama dan
menganggarap masalah selanjutnya yang belum terpecahkan.
a. Mencegah Terulangnya Masalah yang Sama
Pencegahan timbulnya masalah yang sama adalah degan terus mengawasi
operator dan mensosialisasi metode SOP (Standard Operating Procedure)
b. Menggarap Masalah Selanjutnya yang Belum Terpecahkan
Masalah selanjutnya yang belum terpecahkan adalah dengan menerapkan
pengendalian mutu untuk selanjutnya.
20

BAB IV

DISKUSI

4.1 Peningkatan Kualitas

Peningkatan kualitas ini ditunjukan dengan menurunnya jumlah cacat kotor pada
produk jadi cukup signifikan, hal tersebut disajikan Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Perbandingan Jumlah Cacat Kotor Sebelum dan Sesudah


Perbaikan

Keterangan Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan


Total Produk yang di
130.309 pcs 56.646 pcs
Periksa
Jumlah Cacat 28.742 pcs 6.689 pcs

Persentase 22,06% 11.81%

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa sebelum adanya perbaikan


dengan menerapkan langkah-langkah pengendalian mutu jumlah cacat yaitu
sebanyak 28.742 pcs atau 22.06% dari total produk yang di periksa 130.309 pcs
. Setelah dilakukan perbaikan selama 10 hari kerja jumlah cacat 6.689 pcs atau
11.81% dari total produk yang diperiksa sebanyak 56.646% pcs. Hal ini
dikarenakan penerapan langkah-langkah perbaikan mutu dengan metode plan,
do, check, action yang mencangkup metode pengembangan yaitu dengan
menerapkan suatu kegiatan baru sebelum memasuki ruang produksi, saat ada di
dalam ruang produksi, sebelum melakukan pekerjaan, ketika sudah selesai
melakukan pekerjaan, dan ketika akan meninggalkan ruang produksi.

4.2 Presentase Hasil Cacat Kotor yang Mempengaruhi Produk Jadi


21

Setelah melakukan upaya penerapan metode perbaikan terhadap penyebab


cacat kotor di Bagian Sewing, jumlah cacat kotor yang ditemukan menurun. Hal
ini dapat meningkatkan kualitas produk jadi yang terdapat di PT Shinko Toyobi
Gistex Garment I. Selain itu dengan adanya perbaikan ini dapat meningkatkan
kedisiplinan karyawan yang berdampak pada tingkat kualitas produk yang
dihasilkan oleh perusahaan.
22

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap upaya penurunan jumlah produk cacat


kotor dengan penerapan pengendalian mutu dengan metode plan, do, check,
action di Bagian Sewing PT Shinko Toyobo Gistex Garment I. Maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

a. Penerapan langkah-langkah metode penelitian mutu Plan, Do, Check, Action


yang mencangkup metode pengembangan karyawan di PT Shinko Toyobo
Gistex Garment I dapat menurunkan jumlah cacat kotor yang terdapat pada
produk jadi. Dengan penurunan jumlah cacat sebesar 11,81%.
b. Terjadinya peningkatan pada kualitas produk jadi setelah menerapkan
metode perbaikan pada saat sebelum melakukan proses penjahitan,
ditunjukan dengan penurunan jumlah cacat yang mengakibatkan kualitas
produk meningkat.

5.2 SARAN

Adapun dsaran yang diberikan adalah :

a. Metode perbaikan dengan penerapan langkah-langkah pengendalian mutu


dengan metode plan, do, check, action hendaknya diterapkan karena
metode tersebut dapat menurunkan jumlah cacat kotor sehingga dapat
meningkatkan kualitas produk jadi pada PT Shinko Toyobo Gistex Garment I.
b. Memberikan pengarahan kepada Operator mengenai penerapan metode
pengendalian mutu plan, do, check, action.
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Dede Karyana, Pedoman Praktik Kerja Lapangan dan Tata Cara Penulisan
Tugas Akhir (Laporan Praktik Kerja Lapangan dan Skripsi), Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 2007.
2. Dr.C.Rudy Prihantoro,M.P.d, Konsep Pengendalian Mutu, Remaja Rosda
Karya, Bandung, 2012.
3. Drs.H.Malayu S.P.Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi
Aksara, Jakarta, 2012.
4. http://mushma.wwordpress.com/2008/08/09/Pengetahuan-Statistika-
Pengendalian-Mutu, Diakses pada 7 Juli 2016
5. Jumaeri, dkk, Pengetahuan Barang Tekstil, Institut Teknologi Tekstil,
Bandung, 1977.
6. , Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta.
7. Rudi Tambunan, Standard Operating Procedure (SOP) Edisi Kedua,
Maiestas Publishing, Jakarta, 2013.
8. Suseno Utomo, Pengendalian Kualitas, Universitas Jendral Achmad Yani
(UNJANI), Bandung, 2006.
9. S. Hendrodyantopo, dkk, Pengendalian dan Jaminan Kualitas Pakaian
Jadi, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 2005.

Anda mungkin juga menyukai