Anda di halaman 1dari 18

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terumbu Karang


Banyak pendapat-pendapat yang disampaikan oleh para ahli mengenai
terumbu karang, dimulai dengan Darwin (1842), selanjutnya dijelaskan lagi oleh
UNESCO (1978), Ditlev (1980), IUCN (1980), Myer dan Randall (1983),
Nybakken (1993), Veron (1993), 1996), UNEP (1993), Scott (1994), dan
Suharsono (1996), yang telah disyahkan terumbu karang sebagai sistem khas
tropik yang harus dilindungi.
Dapat diketahui bahwa ekosistem terumbu adalah suatu ekosistem yang
terdiri dari hewan,tumbuhan, ikan, kerang dan biota lainnya yang terdapat di
kawasan tropis yang memerlukan intensitas cahaya matahari untuk hidup.
Kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan karang di suatu perairan adalah
yang mempunyai kedalaman 15-20 meter, bahkan ia juga dapat hidup pada
kedalaman 60-70 meter dengan perkembangan yang tidak sempurna. Terumbu
karang bukanlah berdiri sendiri, tapi terumbu karang tumbuh dan berkembang
dalam bentuk koloni yang sangat komplek, maka ia dinamakan ekosistem
terumbu karang. Terumbu karang merupakan salah satu potensi sumberdaya
alam laut yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan organisme yang
sangat melimpah dimana terdapat lebih 4.000 spesies ikan, dan 2.500 jenis ikan
karang yang mendiami kawasan laut dunia. Paling banyak tersebar di daerah
tropis, sampai daerah sub tropis pada 35 LU dan 32 LS (Nash, 1989, IYOR,
1997 dalam Damanhuri, 2003).
Terumbu karang (coral reefs) merupakan kelompok organisme yang hidup di
dasar perairan dan laut dangkal terutama daerah tropis. Meskipun karang
ditemukan diseluruh dunia, baik di perairan kutub maupun perairan bahari yang
ada di Negara Indonesia, tetapi hanya di daerah terumbu dapat berkembang,
karena pembentukan terumbu karang digunakan untuk membatasi lingkungan
lautan maupun tropik. Terumbu karang disusun oleh karang-karang kelas
Antbozoa filum cnidaria (cnide = sengat)/ coelenterata, dan ordo Madreporaria
scleractinia), yang termasuk karang hermatifik (bermatyfic coral) atau jenis- jenis
karang yang mampu menghasilkan bangunan atau kerangka karang dari kalsium
karbonat (CaCO3). Selain itu scleractinian corals adalah algae yang banyak
diantaranya mengandung mengandung atau menghasilkan kapur (Dahuri, 2003
dalam Kordi, 2010).
5

Menurut Nontji (1993), menyatakan bahwa terumbu karang adalah suatu


ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini mempunyai
produktivitas organik yang sangat tinggi, demikian pula keanekaragaman biota
yang ada di dalamnya. Komponen biota penting di suatu terumbu karang adalah
hewan karang batu (stony coral), hewan yang tergolong scleractinia yang
kerangkanya terbuat dari bahan kapur, tetapi disamping itu sangat banyak jenis
biota lainnya yang hidupnya mempunyai banyak kaitan erat dengan karang batu
ini. Selain itu terumbu karang merupakan pelindung fisik terhadap pantai,
bagaikan benten yang kokoh, apabila terumbu karang di rusak, dihancurkan atau
diambil karang serta pasirnya secara berlebihan maka benteng pertahanan
pantai pun akan jebol. Sebagai sumberdaya hayati terumbu karang dapat pula
menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi yang penting
seperti berbagai jenis ikan karang, udang, alga, teripang, kerang mutiara dan
sebagainya.

2.2 Biologi Terumbu Karang


Karang termasuk anggota filum Cnidaria, yang mempunyai berbagai bentuk
seperti ubur-ubur, hidroid, hidra air tawar dan anemon laut. Karang dan anemon
laut adalah anggota taksonomi kelas yang sama, yaitu Anthozoa. Perbedaannya
adalah bahwa karang menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat,
sedangkan anemon tidak. Karang dapat berkoloni atau sendiri, tetapi hampir
semua karang hermatipik merupakan koloni, dengan berbagai individu hewan
karang atau polip mempunyai mangkuk kecil atau koralit dalam kerangka yang
masif. Tiap mangkuk atau koralit mempunyai beberapa seri septa yang tajam dan
berbentuk daun yang keluar dari dasar. Pola septa berbeda-beda setiap spesies
dan merupakan dasar dalam pembagian spesies karang (Nybakken, 1992, dalam
Ahmad, 2013).
(Timotius, 2003), menyatakan bahwa Terumbu karang adalah struktur di
dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh
hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk
dalam Filum Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria, yang disebut
sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas
Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Salah satu individu
karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang
sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang
pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar
6

dijumpai pada karang yang soliter atau disebut dengan secara menyendiri atau
berpasangan, tidak secara kelompok (tentang pola hidup organisme di alam).
Bentuk individu polip karang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Anatomi Karang (Schutter, 2010 dalam Kurniawan 2011)

2. 3 Morfologi
Menurut Timotius (2003) dalam Kurniawan (2011), menyatakan bahwa
karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari:
1) Mulut yang dikelilingi oleh tentakel, berfungsi untuk menangkap mangsa dari
perairan serta sebagai alat pertahanan diri
2) Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan
(gastrovascular)
3) Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum
disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di
antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea.
Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada
sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material yang
berfungsi untuk membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa
kalsium karbonat (kapur).
Adapun lapisan-lapisan tubuh karang secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 2.
7

Ektodermis dengan
sel penyengat

Mesoglea

Gastrodermis dengan
zooxanthellae di
dalamnya
Gambar 2. Lapisan tubuhdalamnya
karang dengan sel penyengat di dalamnya
(Timotius, 2003)

2.4 Taksonomi
Menurut (Veron, 2000) dalam Dermawan, 2010) menyatakan, terumbu
karang termasuk dalam phylum Coenlenterata, kelas Anthozoa, Ordo
Scleractinia, yang terdiri atas 15 famili adalah sebagai berikut:

Phylum : Coenlenterata (Cnidaria)


Kelas : Anthozoa
Ordo : Scleractinia (Madreporaria)
Famili : (1) Acroporidae, (2) Astrocoeiniidae, (3) Pocilloporidae, (4)
Poritiidae, (5) Siderastreidae, (6) Agariciidae, (7) Fungiidae, (8)
Oculinidae, (9) Pectinidae, (10) Mussidae, (11) Merulinidae, (12)
Faviidae, (13) Dendrophylliidae, (14) Caryophyllidae, (15)
Trachyphylliidae.

2.5 Reproduksi Terumbu Karang


Menurut (Supriharyono, 2000), menyatakan reproduksi terumbu karang
adalah seperti hewan lain binatang karang yang memiliki kemampuan reproduksi
berkembang biak secara aseksual dan seksual.

2.5.1 Reproduksi Aseksual


Menurut (Timotius, 2003), reproduksi aseksual adalah yang tidak melibatkan
peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini,
polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-
potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan
koloni baru.
8

1) Pertunasan
Terdiri dari Intratentakular yaitu satu polip membelah menjadi 2 polip, jadi polip
baru tumbuh dari polip lama, sedangkan ekstratentakular yaitu polip baru tumbuh
di antara polip-polip lain. Jika polip dan jaringan baru tetap melekat pada koloni
induk, ini disebut pertambahan ukuran koloni. jika polip atau tunas lepas dari
koloni induk dan membentuk koloni baru, ini baru disebut reproduksi aseksual.
2) Fragmentasi
Koloni baru terbentuk oleh patahan karang. Terjadi terutama pada karang
bercabang, karena cabang mudah sekali patah oleh faktor fisik (seperti ombak
atau badai) atau faktor biologi (predasi oleh ikan). Patahan (koloni) karang yang
lepas dari koloni induk, dapat saja menempel kembali di dasaran dan
membentuk tunas serta koloni baru. Hal itu hanya dapat terjadi jika patahan
karang masih memiliki jaringan hidup.
3) Polip bailout
Polip baru terbentuk karena tumbuhnya jaringan yang keluar dari karang mati.
Pada karang yang mati, kadang kala jaringan-jaringan yang masih hidup dapat
meninggalkan skeletonnya untuk kemudian terbawa air. Jika kemudian
menemukan dasaran yang sesuai, jaringan tersebut akan melekat dan tumbuh
menjadi koloni baru. Partenogenesis Larva tumbuh dari telur yang tidak
mengalami fertilisasi (Timotius, 2003).

2.5.2 Reproduksi Seksual


Karang memiliki mekanisme reproduksi seksual yang beragam yang didasari
oleh penghasil gamet dan fertilisasi. Keragaman itu meliputi: Berdasar individu
penghasil gamet, karang dapat dikategorikan bersifat.
1) Gonokoris
Dalam satu jenis (spesies), telur dan sperma dihasilkan oleh individu yang
berbeda. Jadi ada karang jantan dan karang betina Contoh: dijumpai pada genus
Porites dan Galaxea
2) Hermafrodit
Bila telur dan sperma dihasilkan dalam satu polip. Karang yang hermafrodit juga
kerap kali memiliki w aktu kematangan seksual yang berbeda seperti Hermafrodit
yang simultan menghasilkan telur dan sperma pada waktu bersamaan dalam
kesatuan sperma dan telur (egg-sperm packets). Meski dalam satu paket, telur
baru akan dibuahi 10-40 menit kemudian yaitu setelah telur dan sperma
9

berpisah. Contoh: Jenis dari kelompok Acroporidae, favidae. Hermafrodit yang


berurutan, ada dua kemungkinan yaitu:
1) individu karang tersebut berfungsi sebagai jantan baru, menghasilkan
sperma untuk kemudian menjadi betina (protandri), atau
2) Jadi betina dulu, menghasilkan telur setelah itu menjadi jantan (protogini).
Contoh: Stylophora pistillata dan Goniastrea favulus.

Dari sebagian besar jenis karang yang telah dipelajari proses reproduksinya,
85% di antaranya menunjukkan mekanisme spawning. Waktu pelepasan telur
secara massal, berbeda waktu tergantung kondisi lingkungan.
1) Seperti Richmond dan Hunter menemukan bahwa di Guam, Micronesia
puncak spawning terjadi 7-10 hari setelah bulan purnama bulan Juli
(Richmond 1991).
2) Kenyon menemukan spawning di Kepulauan Palau terjadi selama beberapa
bulan, yaitu Maret, April dan Mei.
Adapun Siklus reproduksi terumbu karang yang diketahui baik reproduksi
secara seksual maupun secara aseksual secara umum adalah dapat dilihat
pada Gambar 3.

Gambar 3. Siklus Reproduksi Seksual Karang (Timotius, 2003)

Menurut (Timotius, 2003), siklus reproduksi karang secara umum dari


gambar diatas adalah sebagai berikut:
1) Telur dan sperma yang dilepaskan ke kolom air
2) Fertilisasi menjadi zigot terjadi di permukaan air
3) Zygot berkembang menjadi larva planula yang kemudian mengikuti
pergerakan air.
4) Bila menemukan dasaran yang sesuai, maka planula akan menempel di
dasar.
10

5) Planula akan tumbuh menjadi polip


6) Terjadi kalsifikasi membentuk koloni karang namun karang soliter tidak akan
membentuk koloni.

2.6 Tipe Terumbu Karang


(Nybakken, 1992), menyatakan bahwa terumbu karang dikenal beberapa
tipe yang berlainan, karena umumnya mereka dikelompokkan menjadi tiga
kategori seperti Atol, terumbu penghalang (barrier reef), dan terumbu tepi
(fringing reef). Berdasarkan bentuknya terumbu karang dibedakan menjadi
empat yaitu sebagai berikut (Hovland, 2008 dalam Arini, 2013).
1. Terumbu Karang Tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir
pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40
meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Pada
pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal
(Hovland, 2008 dalam Arini, 2013).
2. Terumbu Karang Penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar
0,52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga
75 meter. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar
atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
3. Terumbu Karang Cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-
pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan
daratan. Tipe ini adalah tipe terumbu karang yang paling langka yang ada di
Indonesia (Hovland, 2008 dalam Arini, 2013).
4. Terumbu Karang Datar/ Gosong Terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar
(flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan,
dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya
pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman
relatif dangkal (Hovland, 2008 dalam Arini, 2013).

2.7 Bentuk Pertumbuhan Karang


Karang memiliki bermacam bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan
dengan kondisi lingkungan perairan dan berbagai jenis bentuk pertumbuhan
11

karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, gelombang dan arus,


ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik
(English et al., 1994 dalam Syarifuddin, 2011).
1. Bentuk Karang Bercabang (Branching)
Bentuk bercabang (branching): memiliki cabang lebih panjang daripada
diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian
atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak
memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan avertebrata tertentu, (English et
al.,1994 dalam Syarifuddin, 2011).Koloni dengan bentuk percabangan arboresen
atau korimbosa tergantung dimana jenis ini tumbuh. Pada tempat yang dangkal
akan membentuk percabangan korimbosa yang tebal, sedangkan pada tempat
yang lebih dalam akan berbentuk arboresen. Radial koralit campuran antara
berbentuk tabung dengan bukaan bibir bawah tebal dan radial koralit yang lain
tenggelam. Radial koralit tersebar secara tidak teratur (Suharsono, 2009)
(Gambar 4).

Gambar 4. Tipe Karang Bercabang (Rahman, 2007)

2. Bentuk Karang Padat (Massive)


Bentuk padat (massive): dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk
seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya
ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu,
(English et al.,1994 dalam Syarifuddin, 2011). Koloni massive membentuk
setengah bulatan. Koralit tidak teratur dengan bukaan kecil dan dikelilingi bintil-
bintil yang kecil.Papila terlihat nyata (Suharsono, 2009). Karang ini berbentuk
seperti bola, ukurannya bervariasi. Jika beberapa bagian dari karang tersebut
mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan, sedangkan bila berada di
daerah dangkal, bagian atasnya akan berbentuk seperti cincin (Rahman, 2007),
Gambar 5.
12

Gambar 5. Bentuk Karang Padat (Rahman, 2007)

3. Bentuk Karang Kerak (Encrusting)


Karang seperti ini tumbuh menutupi permukaan dasar terumbu. Karang ini
memiliki permukaan yang kasar dan keras serta lubang-lubang kecil (Gambar 6).

Gambar 6. Bentuk Karang Kerak (Rahman, 2007)

4. Bentuk Meja (Tabular) 3. Bentuk Karang Kerak (Encrusting)


Karang ini berbentuk menyerupai dengan permukaan yang lebar dan datar.
Karang ini ditopang oleh sebuah batang yang berpusat atau bertumpu pada satu
sisi membentuk sudut atau dasar (Gambar 7).

Gambar 7. Bentuk Meja (Rahman, 2007)

5. Tipe Daun (Foliose)


Karang ini tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada
dasar terumbu, berukuran kecil, dan membentuk lipatan melingkar (Gambar 8).
13

Gambar 8. Bentuk Daun (Rahman, 2007)

6. Tipe Jamur (mushroom)


Karang ini berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak
tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut (Gambar 9).

Gambar 9. Bentuk Jamur (Rahman, 2007)

2.8 Faktor Pembatas Terumbu Karang


Pertumbuhan karang dan penyebaran terumbu karang tergantung pada
kondisi lingkungannya. Kondisi ini pada kenyataanya tidak selalu tetap, akan
tetapi seringkali berubah karena adanya ganguan,baik yang berasal dari alam
atau aktivitas manusia. Ganguan dapat berupa faktor fisik-kimia dan biologis.
Faktor-faktor fisik-kimia yang mempengaruhi laju pertumbuhan karang seperti
cahaya matahari, suhu, salinitas, dan sedimen. yaitu dibahas beberapa faktor
lingkungan kehidupan karang terumbu (Supriharyono, 2000).

2.8.1 Cahaya
Faktor yang sangat berkaitan dengan intensitas cahaya ini adalah
kedalaman, semakin dalam tempat hidup terumbu karang maka semakin rendah
intensitas cahaya yang diterima, karena Kedalaman yang paling optimal bagi
terumbu karang adalah 0-40 meter pada kondisi perairan yang baik (Nontji, 2004
dalam Rahman, 2007).
14

Menurut (Goreau, 1959 dalam Supriharyono, 2007) menyatakan bahwa


mengingat binatang karang (Hermatyphic atau reef-building corals) hidupnya
bersimbiose dengan ganggang (zooxanthellae) yang melakukan proses
fotosintesa, maka pengaruh cahaya (illumination) adalah penting sekali. Keadaan
awan di suatu tempat mempengaruhi pencahayaan pada waktu siang hari,
kondisi ini dapat mempengaruhi pencahayaan pada waktu siang hari, kondisi ini
dapat mempengaruhi pertumbuhan karang.

2.8.2 Suhu
Suhu dapat membatasi sebaran terumbu karang secara geografis. Suhu
optimal untuk kehidupan karang antara 25C sampai 28C, dengan pertumbuhan
optimal rata-rata pertahunberkisar 23C sampai 30C (Nybakken 1992 dalam
Aldilla, 2014).

2.8.3 Salinitas
Secara fisiologis salinitas (kadar garam) sangat mempengaruhi kehidupan
hewan karang. Terumbu karang memerlukan salinitas yang tinggi untuk
pertumbuhan. Salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar 27 ppm sampai
40 ppm sehingga karang jarang sekali ditemukan didaerah bercurah hujan yang
tinggi, perairan dengan kadar garam tinggi dan muara sungai (Nybakken 1992
dalam Aldilla, 2014).

2.8.4 Sedimen
Menurut (Hunter, 1977 Stearn and Scoffin, 1977 dan Land, 1979 dalam
Supriharyono, 2007) menyatakan bahwa lebih dari 50% produksi tahunan
sedimen karbonat dihasilkan oleh bulu babi (diadema antilarum) di Barbados
atau sekitar 90 ton/ ha/ tahun. Sedimentasi merupakan masalah yang umum di
daerah tropis, pembangunan di daerah pantai dan aktivitas-aktivitas manusia
lainnya. Keberadaan sedimen ini, baik terrigeneous Sediments maupun
carbonate sediments menyebabkan perairan disekitar terumbu karang menjadi
keruh, terutama setelah terjadi hujan besar atau badai, ini dapat mempengaruhi
kehidupan terumbu karang.
Kekeruhan perairan dapat menghambat penetrasi cahaya yang masuk ke
perairan dan akan mempengaruhi kehidupan karang karena karang tidak dapat
melakukan fosintesis dengan baik. Sedangkan sedimentasi mempunyai
pengaruh negatif yaitu sedimen yang berat dapat menutup dan menyumbat
bagian struktur organ karang yang berfungsi untuk mengambil makanan dan
15

mempengaruhi pertumbuhan karang secara tidak langsung, karena terumbu


karang harus mengeluarkan energi lebih besar untuk menghalau sedimentasi
yang menempel pada permukaan polyp (Nybakken, 1992 dalam Aldilla, 2014).

2.8.5 Arus (pergerakan air)


Pergerakan air berupa ombak dan arus berperan dalam pertumbuhan
karang, karena membawa O dan bahan makanan serta terhindarnya karang dari
timbunan endapan dan kotoran yang akan menghambat karang dalam
menangkap mangsa. Karang cenderung akan tumbuh baik di daerah yang
memiliki ombak dan pola arus yang kuat (Putranto, 1997 dalam Aldilla, 2014).

2.8.6 Substrat
Menurut (Dermawan, 2010), menyatakan planula karang membutuhkan
substrat yang keras dan bersih dari lumpur. Substrat ini berperan sebagai tempat
melekatnya planula karang yang kemudian tumbuh menjadi hewan karang dan
membentuk komunitas yang kokoh. Dasar perairan yang berupa batuan atau
cangkang kerang dapat dipakai sebagai substrat awal seperti yang terjadi pada
proses pembentukan pulau karang.

Gambar 10. Faktor fisik yang berpengaruh pada polip terumbu karang
(Nybakken, 1992)

2.9 Ikan Karang


Salah satu organisme yang berperan penting di ekosistem terumbu karang
adalah ikan karang, baik dalam hal Keanekaragaman maupun morfologinya
Organisme ini dapat ditemukan di terumbu karang sampai pada kedalaman 100
M, walaupun mungkin juga terdapat di dalam habitat yang lainnya (Lieske dan
Myers, 1994 dalam Sembiring, 2011). Beberapa jenis ikan non-karang juga
ditemukan, akan tetapi memiliki distribusi yang luas, berasosiasi dengan substrat
yang kasar, dan beberapa ikan karang terutama berasosiasi dengan habitat
16

tepian, seperti gosong, laguna, dan mangrove. Diantara 4000 jenis ikan di
perairan Indo-Pasifik, 18% hidup di ekosistem terumbu karang (Veron, 1993
dalam Sembiring, 2011).

2.10 Biologi Ikan Karang


Untuk mengetahui kelimpahan ikan karang yang berasosiasi dalam
komunitas terumbu karang, patut dicatat disini bahwa bukan hanya jenis ikan-
ikan karang tersebut yang beragam, tetapi tingkah laku dan interaksi di antara
ikan-ikan karang tersebut juga banyak bermacam-macam. Sebelum melakukan
pengamatan terhadap ikan karang ialah mulai mengenal dan membandingkan
pada tingkat suku, setelah itu baru melakukan identifikasi ke tingkat yang lebih
sulit yaitu mengenali tiap spesies atau jenis.
Namun sebelum memulai pengamatan, kita harus dapat terlebih dahulu
menemukan ikan-ikan karang tersebut, kita perlu mengetahui habitat dari
masing-masing kelompok ikan di amati apakah itu di pasir, karang, di bawah
karang, lamun, batu, permukaan dan dasar), dan cara hidup mereka (apakah
berpindah-pindah, berpasangan dan bergerombol). Apabila kita mengetahuinya,
maka kita akan mudah menentukan waktu yang tepat untuk pengamatan,
dimana ikan-ikan itu sedang keluar dari persembunyian untuk mencari makan
(Terangi, 2004).

2.11 Klasifikasi Ikan Karang (Terangi, 2004)


Philum : Chordata
Klas : Osteichthyes (bertulang sejati)
Ordo : Perciformes
Famili :contoh (Lutjanidae)
Genus : contoh (Lutjanus)
Spesies :contoh ( Lujanus kasmira)

Menurut (Nybakken, 1992 dalam Rahman, 2007) menyatakan, secara umum


interaksi ikan karang terhadap interaksi yang terjadi dalam ekosistem terumbu
karang dalam habitatnya dapat dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu:
1. Persaingan
Suatu keistimewaan pada ekosistem terumbu karang adalah bahwa pada
ekosistem ini tidak terdapat ruang yang terluang karena semuanya telah ditutupi
oleh karang. Persaingan untuk memperoleh cahaya yang cukup dapat terjadi
17

antara jenis karang yang bercabang dan karang yang membentuk hamparan
atau masif. Biasanya karang yang bercabang tumbuh lebih cepat daripada
karang yang membentuk hamparan atau masif dan sering memperluas koloninya
ke bagian atas dan lebih tinggi daripada hamparan, menutupi karang hamparan
dari cahaya. Untuk mencegah terjdinya penguasaan tempat dan memelihara
keanekaragaman pada terumbu karang, karang yang berbentuk masif dapat
mencegah pertumbuhan yang cepat dari karang bercabang dengan memakan
jaringan hidup koloni karang yang menutupi mereka (Nybakken, 1992).
2. Pemangsaan
Jumlah hewan yang hidup dari karang sangat banyak dan dapat
diklasifikasikan sebagai predator, karena kebanyakan dari predator ini
mempunyai sedikit hubungan dengan koloni karang. Kelompok ikan yang secara
aktif memakan koloni-koloni karang ialah spesies ikan buntal (Tetraodontidae),
ikan pakol (Balistidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), dan ikan kepe-kepe
(Chaetodontidae). Sedankan ikan yang memindahkan polip terumbu karang
untuk mendapatkan alga atau invertebrata yang hidup di dalam polip karang.
Kelompok ini biasanya dari famili Scaridae (ikan kakatua) dan Achanthuridae
(ikan gron) yang memakan karang hidup atau mati.
3. Grazing
Alga dapat merupakan saingan utama bagi terumbu karang dalam mendapatkan
ruang hidup karena pertumbuhannya yang lebih cepat dari pada karang. Kondisi
ini tidak sampai terjadi karena pertumbuhan alga dikendalikan dengan grazing
yang dilakukan oleh beberapa kelompok ikan dan invertebrata yang tertentu.

2.12 Anatomi Ikan Karang


Berikut ini Anatomi ikan karang dapat dilihat pada gambar 11 di bawah
ini:

Gambar 11. Anatomi ikan karang (Terangi, 2004)


18

Keterangan Gambar:
Anal fin : Sirip bawah ekor
Caudal fin : Sirip ekor
Dorsal fin : Sirip punggung
Eye : Mata
Gill cover : Insang sebagai pernafasan
Lateral line : Gurat sisi sebagai alat sensor
Mouth : Mulut, alat makan
Pectoral fin : 2 sirip dekat kepala
Ventral fin : 2 sirip pada perut

2.13 Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Makanya


Pengelompokan ikan karang berdasarkan periode aktif mencari makan terdiri
dari 3 kelompok yaitu (Terangi, 2004).
1. Ikan Nokturnal (aktif pada malam hari), contohnya pada ikan dari suku
Holocentridae (Swanggi), Apogininade (Beseng), Hamulidae, Priacanthidae
(Bige yes), Muraenidae (Eels), Seranidae (Jew fish) dan beberapa dari suku
Mullidae (Goat fish) dan lain-lain.
2. Ikan Diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan dari suku Labraidae
(Wrasse), Chaetodontidae (Butterfly fish), Pomacentridae (Damsel fishes),
Scaridae (Parrot fish), Achanturidae (Surgeon fishes), Bleniidae (Blennies),
Balistidae (Triger fish), Pomaccanthidae (Angel fish), Monachantidae,
Ostraciothidae (Boxfishes), etraodontidae, Canthigasteridae dan Mullidae
(Goat fishes) dan lain-lain.
3. Ikan Crepuscular (aktif diantaranya), contohnya pada ikan dari suku
Sphyraenidae (Barracudas), Serranidae (Groupers), Carangidae (Jacks),
Scorpaenidae (Lion fishes), Synodontidae (Lizard fishes), Spyrnidae (Shark)
dan beberapa dari Murranidae (Eels) dan lain-lain.

2.14 Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Peranannya


1. Ikan Target
Ikan yang merupakan target (Gambar 4) untuk penangkapan atau lebih
dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan kosumsi seperti;
Seranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae,
Chelinus, Haemulidae dan lain-lain.
19

Seranidae Lutjanidae Lethrinidae Acanthuridae

Siganidae Labridae
Hamulidae Nemiteridae

Carangidae Sphraenidae Mulidae Pricanthidae

Gambar 12. Ikan karang kelompok ikan target (Terangi, 2004)

2. Ikan Indikator
Ikan Indukator adalah Sebagai ikan penentu untuk terumbu karang karena
ikan indikator ini erat hubunganya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan
dari Famili Chaetodontidae (kepe-kepe). Adapun karakter dari ikan ini seperti:
Aktif di siang hari (diurnal) umumnya hidup berpasangan, ada sebagian yang
bergerombol, ukuran kurang dari 6 inchi, tubuh bulat dan pipih, gerakan lamban
atau lemah gemulai, cara makan diatas karang seperti seperti kupu-kupu,
berwarna cemerlang dari kuning, putih dengan tompel hitam dan pola bergaris
pada mata, makanan Polip karang, algae, cacing dan invebterata lain (Terangi,
2004).

Gambar 13. Ikan karang kelompok ikan indikator (Terangi, 2004)


20

3. Ikan Lain (Mayor Family)


Chaetodontidae (butterfly, daun-daun, kepe-kepe) adalah nama umum ikan
tersebut. Ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan sebagai
ikan hias air laut seperti: Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae
Labridae, Apogonidae dan lain-lain

Pomachenridae Caesionidae Scaridae Holocentridae Pomacanthidae

Apogonidae Scorpaenidae Balistidae Aulostomidae

Tetraodontidae Zanclidae Phempheridae Ephippidae

Gambar 14. Ikan karang kelompok ikan lain (Terangi, 2004)

2.15 Hubungan Ikan Karang Dengan Terumbu Karang


(Nyabaken, 1993 dalam Sembiring, 2011), menyatakan diekosistem terumbu
karang, ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya paling banyak dan
merupakan organisme besar dan sangat signifikan peranannya. Kelompok ikan
ini memiliki peran sebagai penyokong hubungan bioekologis yang ada dalam
ekosistem terumbu karang, meliputi interaksi yang luas antara individu yang
sama, jenis-jenis yang berbeda, invertebrata, dan interaksi dengan faktor fisik
(non biologis) seperti suhu, cahaya, ruang dan kedalaman sesuai dengan habitat
masing-masing ikan tersebut.
(Coat dan Bellwood, 1991 dalam Sembiring, 2011), menyatakan interaksi
antara ikan karang dengan terumbu karang sebagai habitatnya dapat dibedakan
menjadi tiga bentuk, yaitu:
21

1) Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator pemangsa


terutama bagi ikan-ikan muda.
2) Interaksi dalam mencari makanan yang meliputi hubungan antara ikan
karang dan biota yang hidup pada karang termasuk algae.
3) Interaksi tidak langsung sebagai akibat struktur karang dan kondisi hidrologis
dan sedimen.

Gambar 15. Ikan-ikan yang berasosiasi dengan koloni koral individu dari
tipe (a) bercabang dan tipe (b) (Nybakken, 1992)

Anda mungkin juga menyukai