Pneumothorax
Pneumothorax
Tanda Vital
o Tekanan darah : 110/70 mmHg
o Freukuensi nadi : 90 kali/menit
o Pernapasan : 26 kali/menit
o Suhu : 36,5oC
Antropometri
o Tinggi Badan : 155 cm
o Berat Badan : 40 Kg
o IMT : 16.6 (Gizi kurang)
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Bentuk : Normocephal, simetris
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- ,
pupil isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Bentuk normal, simetris kiri dan kanan, liang lapang,
membran timpani intak, serumen (-)
Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi,
Pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada.
Mulut : Mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, faring dan tonsil
tidak hiperemis.
Leher
Inspeksi : Bentuk normal, deviasi trakea (-)
Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening (-)
JVP tidak meningkat
Thoraks Anterior
Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri, pergerakan nafas kanan = kiri
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan laboratorium (20 Januari 2014)
Diagnosis
Susp. Pneumothorax ec. TB paru
Penatalaksanaan
Prognosis
Dubia Ad Bonam
Pemeriksaan anjuran
1. Sputum BTA
2. CT-Scan Thoraks
BAB II
PENDAHULUAN
1. Anatomi pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pleura yang
membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari interna
ke externa terbagi atas 2 bagian(1) :
a. Pleura visceralis / pulmonis, yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan pulmo.
b. Pleura parietalis, yaitu bagian pleura yang beratasan dengan dinding thorax.
Kedua lapisan ini saling berhubungan pada hilus pulmonale sebagai ligamentum pulmonale
(pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura terdapat sebuah rongga yang disebut dengan
cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfrungsi agar tidak terjadi gesekan antar
pleura ketika proses pernafasan(1).
Refleksi Pleura
a. Refleksi vertebrae :
Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di depan columna vertebralis
membentuk refleksi vertebrae yang membentang dari SIC I-XII.
b. Refleksi costae :
Pleura costalis melanjut sebagai pleuraq diaphramatica membentuk refleksi costae.
c. Refleksi sternal :
Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di belakang dari os.sternum
membentuk refleksi sternal.
d. Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragma(1).
Vaskularisasi pleura
Innervasi Pleura
a. Pleura parietalis pars costalis diinervasi oleh Nn. Intercostalis
b. Pleura paritalis pars diaphramatica bagian perifer diinervasi oleh Nn. Intercostales,
sedangkan bagian central oleh n.phrenicus
c. Pleura visceralis diinervasi oleh seraut afferent otonom dari plexus pulmonalis(1).
2. Fisiologi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax kedalam paru-paru
yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (restting pressure) dalam
posisi tiduran adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negative di apex sewaktu posisi
berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negative meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O(1).
Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, cavum pleura steril karena mesothelial
bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai
lubrikans(1).
Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat hipoonkotik dengan
kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur
jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum pleura. Resobsi terjadi terutama pada pembuluh limfe
pleura parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam(1).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMOTHORAX
DEFINISI
KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu;(5,6)
1. Pneumothorax spontan yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba.Pneumothorax
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis yaitu;
a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba tanpa
diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih sering pada laki-laki
muda sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil (12cm) subpleural,
terutama dibagian puncak paru.
b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi dengan didasari oleh
riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering pada pasien bronkhitis
dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain:
Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau ca paru. Fibrosis kistik, penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru-paru.
2. Pneumothorax traumatik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru(5,6).
Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi dua jenis, yaitu:
a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi karena jejas
kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotraumas.
b. Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu pneumothorax yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan tersebut medis. Pneumothorax jenis ini pun masih
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu pneumothorax yang
terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis
yaitu(2) :
a. Pneumothorax tertutup (simple pneumothorax) pada tipe ini, pleura dalam keadaan
tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar.
b. Pneumothorax terbuka (Open Pneumothorax), yaitu pneumothorax dimana terdapat
hubungan antara czvum pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar
(terdapat luka terbuka pada dada).
c. Pneumothorax ventil (Tension Pneumothorax) adalah pneumothorax dengan tekanan intra
pleural yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil.
Sedangkan menurut luasnya paru mengalami kolaps, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu(2) :
1) Pneumothorax parsialis, yaitu pneumothorax yang menekan pada sebagian kecil paru
(<50% volume paru).
2) Pneumothorax totalis, yaitu pneumothorax yang mengenai sebagian besar paru (>50%
volume paru).
ETIOLOGI
Etiologi trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya
berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebakan oleh tikaman dan tembakan. Trauma
pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera pada tempat lain misalnya abdomen, kepala,
dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Tersering disebabkan oleh ruptur spontan
pleura visceralis yang menimbulkan kebocoran udara ke rongga thorax. Pneumothorax dapat
terjadi berulang kali(5). Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
a) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan
memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax.
Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk
saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya,
udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum
pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter
trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut disbanding traktus
respiratorius yang seharusnya. Sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat
lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat ekspirasi, tekanan
rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang
tersebut, kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax(5,7).
PATOFISIOLOGI
Secara garis besar kesemua jenis pneumothorax mempunyai dasar patofisiologi yang
hampir sama(8).
Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis.
Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini pecah, maka akan nada fistel yang
menyebabkan udara masuk ke cavum pleura. Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada
mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi pada dada), pada waktu
respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi
yang sehat, deviasi trakea, ruang intercostals yang melebal.
b. Palpasi :
Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus jantung terdorong
ke sisi thorax yang sehat, fremitus suara melemah atau menghilang padasisi yang sakit.
c. Perkusi :
Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar, batas jantung
terdorong kearah thorax yang sehat, apabila tekanan intrapleural tinggi, pada tingkat yang
berat terdapat gangguan respirasi sianosis, gangguan vaskuler syok.
d. Auskustasi :
Pada bagian yang sakit , suara nafas melemah sampai mengilang, suara vocal melemah
dan tidak menggetar serta bronkofoni negative(4,5).
3. Pemeriksaan radiologi :
a. Foto rontgen gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumothorax
antara lain(3,10) :
1. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akant ampak
garis-garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
Gambar 3. foto Pneumothorax dengan bayangan udara dalam cavum pleura memberikan
bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern)(11).
Gambar 6. Pneumothorax bilateral pada arah panah tebal dan pneumomediastinum pada
arah panah yang tipis(11).
2. CT-scan thorax
Gambar 7. Pneumothorax ct scan potongan axial Tampak udara dan colaps paru(12).
DIAGNOSIS BANDING
1. Emfiesema paru
2. Asma bronchial
3. Bula yang besar(13).
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksaan pneumothorax (umum)
Primary survey dengan memperhatikan :
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
3. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang luasnya
>15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intrapleura dengan
membuat hubungan antara cavum pleura dengan udara luar dengan cara(2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura akan berubah
menjadi negative karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut(2).
b. Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai kedalam rongga
pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air(2).
2) Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah
jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding thorax sampai menebus ke cavum
pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastic infuse set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air (2).
3) Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thorax kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjempit.
Setelah troakar masuk, maka thorax kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan
kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter thorax yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter thorax yang ada di dada dan di pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainnya.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleural tetap positif,
Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O.
4. Pengobatan tambahan
a. Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronchitis dengan
obstruksi saluran nafas diberi antibiotic dan bronkodilator(4).
b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
5. Rehabilitasi
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothorax harus dilakukan pengobatan secara tepat
untuk penyakit dasarnya.
b. Untuk sementara waktu penderita dilarang mengejan, batuk, atau bersin terlalu keras.
c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan
d. Control penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak nafas(4,5).
KOMPLIKASI
1. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis
sampai ke apeks.
2. Emfiesema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum.
Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka
dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada dan belakang.
3. Piopneumothorax : Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara
bersamaan pada satu sisi paru.
4. Pneumothorax kronik : menetap selama lebih dari 3bulan. Terjadi bila fistula
bronkopleura tetap membuka.
5. Hidro-pneumothorax : ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya
bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah)(15).
PROGNOSIS
Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax.
Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan.
Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan ketika
kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%. Secondary
pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan segera. Mempunyai satu pneumothorax
meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini kembali. Angka kekambuhan untuk keduanya
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pneumothorax merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara,
sehingga menyebakan pendesakkan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam
pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.ED:11. Jakarta : EGC;
2007.P.598.
2. Alsgaff ,Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga
University Press; 2009. P. 162-179
3. Rasad, Sjahriar .RadiologiDiagnostik. Jakarta : Indonesia University; 2008. P. 120