Laporan Tutorial Blok 25 Skenario B Tahun 2017
Laporan Tutorial Blok 25 Skenario B Tahun 2017
Disusun Oleh:
Kelompok 8
Tutor: dr. Hj. Mezfi Unita, Sp.PA(K)
Azora Khairani Kartika (04011281419082)
Dena Nabilah Yasmin (04011281419128)
Elfandari Taradipa (04011181419006)
Elisabeth Stefanny (04011281419114)
Ira Yunita (04011281419084)
Muhammad Arma (04011181419056)
M. Afif Baskara Emirzon (04011281419112)
M. Rifki Al Ikhsan (04011181419010)
Siti Thania Luthfyah (04011281419088)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Tutorial
Skenario B Blok Pediatri-Geriatri ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini, serta berbagai sumber yang telah penulis
gunakan sebagai data dan fakta pada makalah ini. Penulis juga berterima kasih
kepada dr. Hj. Mezfi Unita, Sp.PA(K), yang telah memberikan pedoman dalam
melakukan tutorial, membuat makalah hasil tutorial dan telah memberi
bimbingannya sebagai tutor sehingga kami dapat menyelesaikan masalah skenario
yang telah diberikan.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka dari
itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki dan mengembangkan isi
dari makalah ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, serta
penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan dalam makalah ini.Akhir
kata, apabila ada kesalahan kata-kata, penulis meminta maaf dan diharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................................ 1
I. SKENARIO ....................................................................................................5
II. KLARIFIKASI ISTILAH ................................................................................................ 6
III. IDENTIFIKASI MASALAH........................................................................................... 6
IV. ANALISIS MASALAH ................................................................................................. 7
V. LEARNING ISSUE .................................................................................................... 45
VI. KERANGKA KONSEP ............................................................................................... 71
VII. SINTESIS ................................................................................................................. 72
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Blok Tumbuh Kembang dan Geriatri adalah blok ke-25 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai
bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu
yang akan datang. Kasus yang dipelajari tentang berbagai kelainan tumbuh
kembang beserta penjelasan dan tatalaksananya.
C. Data Tutorial
1. Tutor : dr. Hj. Mezfi Unita, Sp.PA(K)
2. Moderator : Dena Nabilah Yasmin
3. Sekretaris : Elfandari Taradipa dan M. Afif Emirzon
4. Waktu : 1. Senin, 27 Maret 2017
Pukul 10.00 12.30 WIB
2. Rabu, 29 Maret 2017
Pukul 10.00 12.30 WIB
4
BAB II
PEMBAHASAN
I. Skenario
Sandi bayi laki laki usia 6 bulan di bawa ibunya ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) karena tidak mau makan atau anoreksia. Sandi tidak muntah,
tidak diare. Riwayat kelahiran: lahir aterm, spontan, cukup bulan, ditolong
bidan, skor APGAR tidak diketahui, dengan berat badan lahir 2500g, panjang
badan lahir 46 cm, lingkar kepala lahir tidak diukur. Walaupun sudah berusia 6
bulan, sandi belum diberi makan tambahan (MP ASI). Sandi juga belum bisa
tengkurap, hanya berbaring sja. Riwayat penyakit sebelumnya: sejak usia 2
bulan sandi sering mnderita diare hampir setiap 1-2 bulan kali lamanya 3 sampai
4 hari.
Riwayat nutrisi: usia 0-2bulan : ASI saja dengan pemberian sering setiap kali
menangis @5menit, usia 2 bulan sampai sekarang: susu formula standar
(67kkal/100ml), sekarang 12 kali sehari @2sendok takar peres. Dalam membuat
susu, si ibu biasa mencampur susu 2 sendok takar dengan air panas sampai 40cc
dan air dingin 10cc
Riwayat imunisasi: sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 1x, hepatitis B
1x dan polio 1x.
Riwayat keluarga: ayah usia 25 tahun tidak tamat SD dan buruh bangunan, usia
ibu 23 tahun, tidak tamat SD dan ibu rumah tangga. Sandi anak tunggal.
Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, kulit kusam dan pucat, dan kesadaran
apatis, cengeng, denyut nadi 140x/menit, isi dan tegangan cukup, pernafasan
30x/menit, suhu 350C. Hasil pengkuran antropometri: berat badan 3,8kg,
panjang badan 57 cm, lingkar kepala 42 cm, wajah seperti orang tua dengan
tulang pipi menonjol, warna rambut seperti warna rambut jagung jarang.
Tipis dan mudah dicabut. Pada mata terdapat bercak seperti busa sabun,
5
konjunctiva pucat, tidak ada edema di seluruh tubuh, ada iga gambang, perut
cekung, lengan dan tungkai atrofi, dan terdapat baggy pants.
1. Sandi bayi laki laki usia 6 bulan di bawa ibunya ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) karena tidak mau makan atau anoreksia. Sandi tidak
muntah, tidak diare. (VVV)
2. Riwayat kelahiran: lahir aterm, spontan, cukup bulan, ditolong bidan, skor
APGAR tidak diketahui, dengan berat badan lahir 2500g, panjang badan lahir
46 cm, lingkar kepala lahir tidak diukur. saat ini Sandi belum bisa tengkurap,
hanya berbaring sja. Riwayat penyakit sebelumnya: sejak usia 2 bulan sandi
6
sering menderita diare hampir setiap 1-2 bulan kali lamanya 3 sampai 4 hari.
(VV)
3. Riwayat nutrisi: usia 0-2bulan : ASI saja dengan pemberian sering setiap kali
menangis @5menit, usia 2 bulan sampai sekarang: susu formula standar
(67kkal/100ml), sekarang 12 kali sehari @2sendok takar peres. Dalam
membuat susu, si ibu biasa mencampur susu 2 sendok takar dengan air panas
sampai 40cc dan air dingin 10cc. Walaupun sudah berusia 6 bulan, sandi
belum diberi makan tambahan (MP ASI). (VV)
4. Riwayat imunisasi: sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 1x, hepatitis B
1x dan polio 1x.
Riwayat keluarga: ayah usia 25 tahun tidak tamat SD dan buruh bangunan,
usia ibu 23 tahun, tidak tamat SD dan ibu rumah tangga. Sandi anak tunggal.
(V)
5. Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, kulit kusam dan pucat, dan esadaran
apatis, cengeng, denyut nadi 140x/menit, isi dan tegangan cukup, pernafasan
30x/menit, suhu 350. Hasil pengkuran antropometri: berat badan 3,8kg,
panjang badan 57 cm, lingkaar kepala 42 cm, wajah seperti orang tua dengan
tulang pipi menonjol, warna rambut seperti warna rambut jagungjarang
Tipis dan mudah dicabut. Pada mata terdapat bercak seperti busa sabun,
konjunctiva pucat, tidak ada edema di seluruh tubuh, ada iga gambang, perut
cekung, lengan dan tungkai atrofi, dan terdapat baggy pants. (V)
1. Sandi bayi laki laki usia 6 bulan di bawa ibunya ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) karena tidak mau makan atau anoreksia. Sandi tidak
muntah, tidak diare.
a) Apa hubungan usia dan jenis kelamin terhadap anoreksia pada kasus?
Anoreksia adalah gangguan maknan yang menyebabkan penderita
menggalami kehilangan atau penurunan nafsu makan. Pada kasus pediatri
7
kesulitan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia anak dan jenis
kelamin, tetapi kesulitan makanan dan penyebabnya berlainan.
Faktor yang merupakan penyebab kesulitan makan pada anak dapat
dibedakan menjadi 3 kelompok:
a. Faktor Nutrisi
Pada bayi usia 0-12 bulan, kesulitan makan karena faktor mekanis
berkaitan dengan keterampilan makan biasanya disebabkan oleh cacat atau
kelainan bawaan pada mulut dan kelainan neuro motoric. Selain itu dapat
juga oleh karena pemberiaan makanan:
- Manajemen Pemberian ASI yang kurang benar
- Usia saat pemberiaan maknan tambahan yang kurang tepat, terlalu
dini atau terlambat
- Jadwal pemberian makanan terlalu ketat
- Cara pemberian maknan yang kurang tepat
b. Faktor Penyakit/kelainan organic
Gangguan makan yang dapat disebabkan oleh kelainan kogenital
saluran cerna (mulut-anus, berserta enzim pencernaan) dan penyakit
penyerta yang menyebabkan nafsu makan anak menurun. Seperti:
- Penyakit pada saluran cerna :
Stomatitis, gingivitis, tonsillitis
Diare akut, diare kronis
cacingan
- Kelainan Kogenital
Labioshisis, frenulum lidah pendek, makroglosis
Atresiaoesophagus, achalasia, spasme duodenum, dan hirschsprung
disease
c. Faktor Psikologis
Pemberian makanan secara memaksa dan tidak disukai oleh anak.
8
Pada bayi umumnya kesulitan makan karena faktor mekanis berkaitan
dengan keterampilan makan biasanya disebabkan oleh cacat atau kelainan
bawaan pada mulut dan kelainan neuro motorik. Selain itu dapat juga oleh
kekurangan pembinaan/pendidikan makan antara lain :
- Manajemen pemberian ASI yang kurang benar.
- Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang tepat, terlalu
dini atau terlambat.
- Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat.
- Cara pemberian makan yang kurang tepat.
Selain itu, kelainan atau penyakit yang terlibat dalam makan seperti
alat pencernaan makanan dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit,
lidah, tenggorokan, sistem syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim. Maka
dari itu bila terdapat kelainan atau penyakit pada unsur organik tersebut
pada umumnya akan disertai dengan gangguan atau kesulitan makan, untuk
praktisnya dikelompokkan menjadi :
a. Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut
- Kelainan bawaan : Labioschisis, labiognatoschizis,
labiognatopaltoschizis, frenulum lidah yang pendek, makroglossi.
- Penyakit infeksi : stomatitis, ginggivitis, tonsilitis.
- Penyakit neuromuskuler : paresis/paralisis
b. Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna.
- Kelainan bawaan :atresiaoesophagus, achalasia, spasme duodenum,
penyakit Hirschsprung
- Penyakit infeksi : akut/kronis
- Diare akut, diare kronis, cacingan
c. Penyakit infeksi pada umumnya
- Akut : infeksi saluran pernafasan.
- Kronis : tuberkolosis paru, malaria.
d. Penyakit/kelainan non infeksi
Penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran cerna :
- Penyakit jantung bawaan, Sindroma Down.
- Penyakit neuromuskuler : cerebral palsy.
9
- Penyakit keganasan : tumor Willems.
- Penyakit hematologi : anemia, leukemia.
c)Bagaimana fase nafsu makan anak berdasarkan umur?
Secara fisiologis, pada usia menjelang 1 tahun ada perilaku bayi seperti
mengunci mulutnya ketika makanan datang (tidak mau makan) yang
sebenarnya adalah salah satu fase yang akan dilalui oleh semua bayi.
Perilaku fisiologis bayi yang tidak mau makan bukan karena bayi kehilangan
selera makan. Yang lebih mungkin terjadi adalah bayi sedang menempatkan
diri dalam diet pemeliharaan tubuh. Hal ini dikarenakan di usia menjelang 1
tahun kenaikan berat badannya tidak secepat di bawah usia 1 tahun.
Selain itu, faktor lain yang dapat memicu perilaku bayi tersebut adalah
bertambahnya minat bayi terhadap dunia di sekitarnya. Saat ini jadwal
makan justru terasa "sangat mengganggu" bayi, lantaran ia sebenarnya
ingin terus bergerak, bukannya duduk manis untuk makan.
Di usia bayi menuju batita, kemandirian bayi mulai tumbuh. Ini
mempengaruhi reaksinya pada makanan yang disantapnya. Bayi yang
sedang dalam proses berkembang menjadi batita memutuskan dialah yang
menjadi tuan di meja makan, bukan orangtua atau pengasuhnya. Karena itu
bayi mulai memilih makanan yang ingin dikonsumsi.
Kemungkinan lain penyebab bayi tidak mau makan selain faktor
psikologis adalah faktor fisik seperti bayi akan tumbuh gigi. Pertumbuhan
gigi memang membuat rasa tidak enak pada bayi sehingga ia menolak
untuk makan. Bayi yang sedang tidak enak badan seperti batuk-pilek juga
biasanya melakukan hal yang sama. Apabila curiga karena ada sebab lain
atau masalah medis yang mendasari tingkah lakunya maka ibu dapat
membawanya ke dokter spesialis anak untuk pemeriksaan lebih lanjut.
d) Apa makna klinis tidak muntah dan tidak diare pada kasus?
Saat datang ke fasilitas kesehatan primer tanpa keluhan muntah atau diare.
Namun berdasarkan riwayat perjalanan penyakitnya, Sandi sering
menderita diare sejak usia 2 bulan. Diare pada Sandi dapat terjadi karena
10
beberapa faktor yaitu infeksi dari lingkungan dan pemberian susu formula
yang tidak steril, serta intoleransi laktosa akibat pemberian susu formula
yang terlalu dini. Pada infeksi, kebutuhan nutrisi anak akan meningkat
sehingga apabila asupan nutrisi tidak bertambah, maka status nutrisi anak
akan menurun. Sedangkan pada intoleransi laktosa, terjadi kegagalan
absorbsi laktosa oleh mukosa usus sehingga menyebabkan tekanan
intralumen usus meningkat dan timbulnya diare. Intoleransi laktosa juga
menyebabkan timbulnya rasa tidak nyaman pada perut bayi yang dapat
menurunkan nafsu makan bayi.
11
c. Melakukan Upaya berbaikan nutrisi
Memperbaiki gangguan gizi yang telah terjadi
Memperbaiki kekurangan maknan yang diperlukan misalnya jenis
makanan, jumlah maknan, jadwal pemberian makan, perilaku dan
suasana makan
Mengoreksi keadaan defisiensi gizi yang ditemukan, sedapat
mungkin diberikan dalam bentuk makanan, bila tidak mungkin baru
diberikan obat-obatan.
2. Riwayat kelahiran: lahir aterm, spontan, cukup bulan, ditolong bidan, skor
APGAR tidak diketahui, dengan berat badan lahir 2500g, panjang badan lahir
46 cm, lingkar kepala lahir tidak diukur. saat ini Sandi belum bisa tengkurap,
hanya berbaring sja. Riwayat penyakit sebelumnya: sejak usia 2 bulan sandi
sering mnderita diare hamper setiap 1-2 bulan kali lamanya 3 sampai 4 hari.
a) Bagaimana interpretasi dan hubungan dari riwayat kelahiran pada kasus
dengan keluhan utama?
Kegagalan peningkatan berat badan ibu pada trimester I dan II akan
meningkatkan angka bayi BBLR. Adanya KEP akan mengakibatkan ukuran
plasenta yang kecil dan kurangnya suplai zat makanan ke janin.
Akibat lain KEP adalah kerusakan struktur sususan saraf pusat, terutama
pada tahap pertama pertumbuhan otak (hiperplasia) yang terjadi selama
dalam kandungan.
Pada kasus, riwayat kelahiran normal dan tidak ada masalah, menandakan
bahwa keadaan Sandi (Anoreksia dan Diare) tidak dipengaruhi dengan
riwayat kelahiran.
12
Selain pertumbuhan, perkembangan bayi dapat terhambat apabila tidak
mendapat nutrisi yang adekuat karena perkembangan sistem saraf pusat
sangat pesat pada 5 tahun pertama kehidupan akan terganggu. Selain itu
pada kasus, Sandi juga hanya mendapat ASI selama 2 bulan.
Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari ( umumnya
kurang dari 7 hari ). Gejala dan tanda sudah berlangsung < 2 minggu
sebelum datang berobat. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut.
13
Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari
disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat,
kemungkinan terjadi komplikasi pada mukosa.
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat dari diare persisten adalah penurunan berat badan
dan gangguan metabolisme.
Diare pada Sandi dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu infeksi dari
lingkungan dan pemberian susu formula yang tidak steril, serta
intoleransi laktosa akibat pemberian susu formula yang terlalu dini. Pada
infeksi, kebutuhan nutrisi anak akan meningkat sehingga apabila asupan
nutrisi tidak bertambah, maka status nutrisi anak akan menurun.
Sedangkan pada intoleransi laktosa, terjadi kegagalan absorbsi laktosa
oleh mukosa usus sehingga menyebabkan tekanan intralumen usus
meningkat dan timbulnya diare. Intoleransi laktosa juga menyebabkan
timbulnya rasa tidak nyaman pada perut bayi yang dapat menurunkan
nafsu makan bayi.
f) Bagamana efek yang ditimbulkan dari diare yang sering dialami sandi
terhadap tumbuh kembang anak?
Diare menyebabkan keluarnya zat-zat bergizi dan bernutrisi yang dapat
diserap oleh usus untuk memenuhi kebutuhan energi seseorang. Sehingga
apabila diare terjadi terus menerus akan menyebabkan timbulnya
tanda-tanda dehidrasi dan kurang gizi. Gizi yang berkurang dapat berupa
protein, yodium, vitamin A serta makro/mikronutrien lainnya. Sehingga
apabila terjadi diare yang terus menerus dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan gangguan pada tumbuh kembang balita akibat asupan energi
untuk pertumbuhan dan perkembangan berkurang. selain itu, diare sendiri
dapat juga disebabkan oleh kurangnya gizi pada bayi akibat penurunan
14
sistem imun bayi sehingga memudahkan terjadinya infeksi yang
menimbulkan diare.
3. Riwayat nutrisi: usia 0-2bulan : ASI saja dengan pemberian sering setiap kali
menangis @5menit, usia 2 bulan sampai sekarang: susu formula standar
(67kkal/100ml), sekarang 12 kali sehari @2sendok takar peres. Dalam
membuat susu, si ibu biasa mencampur susu 2 sendok takar dengan air
panas sampai 40cc dan air dingin 10cc. Walaupun sudah berusia 6 bulan,
sandi belum diberi makan tambahan (MP ASI).
a) Bagaimana pemberian nutrisi yang baik pada anak usia 0-6bulan? Dan
berapa kali pemberian ASI yang baik pada anak usia 0-6 bulan?
usia 0-2 bulan: ASI saja dengan Kurang - Anak sebaiknya diberikan
frekuensi pemberian sering setiap Sesuai ASI eksklusif sampai dengan
kali menangis @5 menit, 6 bulan.
- Pemberian ASI sebaiknya
dilakukan ketika anak sudah
menunjukkan tanda-tanda
lapar (gelisah, membuka
mulut dan menggerakkan
kepala ke kiri dan ke kanan,
menjulur-julurkan lidah,
mengisap jari atau tangan).
Menangis adalah tanda
bayi sudah sangat lapar.
- Lamanya pemberian ASI
15
minimal 15 menit supaya
anak mendapatkan asupan
nutrisi yang adekuat.
Pemberian dalam waktu
singkat dapat menyebabkan
bayi tidak mendapatkan
ASI akhir. ASI awal
memiliki lebih banyak air
dan bisa memuaskan
dahaga bayi. ASI akhir
lebih banyak mengandung
lemak dan dapat
memuaskan rasa lapar bayi.
Usia 2 bulan sampai sekarang: susu Kurang - Pemberian susu formula
formula standar (67 kkal/100 ml), Sesuai terlalu dini berisiko
sekarang 12 kali sehari meningkatkan terjadinya
penyakit infeksi, alergi dan
obesitas. Dalam susu
formula tidak terkandung
antibodi seperti yang ada
dalam ASI. Sehingga, susu
formula tidak dapat
memberikan perlindungan
tambahan terhadap infeksi
seperti yang diberikan oleh
ASI.
- Pemberian f75 lebih tepat
diberikan pada bayi dengan
keluhan malnutrisi dan
diare.
Dalam membuat susu, ibu biasa Kurang Cara membuat susu yang
16
mencampur susu 2 sendok takar Sesuai benar untuk bayi adalah
peres dengan air panas sampai 40 cc mencampurkan air dingin
dan air dingin 10 cc. dan panas dengan
perbandingan 2:1. Hasilnya,
air susu tak terlalu panas
atau dingin, tapi suam-suam
kuku. Bila diseduh dengan
air panas, protein yang
terkandung di dalam susu
akan menggumpal dan
vitaminnya rusak. Akhirnya,
yang didapat hanya
karbohidratnya saja dan
sedikit lemak.
Sudah berusia 6 bulan, Sandi belum Tidak Usia 6 bulan, anak sudah
diberi makanan tambahan sesuai harus mulai diperkenalkan
terhadap MP ASI karena
nutrisi yang didapat dari ASI
sudah tidak cukup untuk
kebutuhan gizi anak
sesuai usia.
Pemberian ASI pada bayi sampai usia 6 bulan sudah benar. Namun waktu
pemberian hanya 5 menit tidak tepat. Setidak-tidaknya ASI harus diberikan
selama 15 menit. Pemberian susu formula sejak usia 2 bulan juga salah.
Sampai usia 6 bulan bayi sebaiknya diberikan ASI ekslusif. Menurut
perhitungan kebutuhan energy sesuai RDA, kebutuhan kalori Sandi pada usia
6 bulan adalah 624 Kkal. Pemberian susu formula jika sehari Sandi diberikan
12 susu formula @50cc, maka kalori yang masuk sekitar 67 kkalx6 = 402 kkal.
Usia 6 bulan biasanya bayi sudah diberikan makanan pendamping ASI MP ASI)
17
MP ASI Secara kualitas memenuhi 4 grup sumber makanan (karbohidrat,
protein, sayur/buah dan susu). Secara kuantitas diberikan energi 110 120
kkal/kgbb, protein 1 g/kgbb dikali berat badan ideal.
Jumlah susu formula apabila tidak minum ASI lagi adalah 500 - 750 ml per
hari. Makan MP-ASI 3-4 kali sehari.
Lama menyusui
Bayi baru lahir: 5 -10 menit/payudara; tiap 2 -3 jam 10-12 kali/hari
> 1 bulan: kapasitas lambung bertambah, menyusu lebih jarang tapi lebih
lama, misalnya 20 menit/payudara, tiap 3-4 jam
6 bulan: 20 menit/payudara; 3-5 kali/hari
a. Assessment
Indikator Pertumbuhan Status gizi
Panjang badan/Usia Panjang badan/usia:
Di bawah -3
Interpretasi: Kerdil
18
Berat badan/Panjang badan Berat/Panjang Badan:
Di bawah -3
Interpretasi: Normal
19
Kesimpulan : Sandi, 6 bulan mengalami gizi buruk kronik
b. Penentuan kebutuhan
Kebutuhan energi pada anak dengan gizi buruk mengikuti
pedoman tatalaksana gizi buruk, dimana dibagi menjadi 4
fase, yaitu:
Fase stabilisasi untuk menstabilkan kondisi klinis,
biasanya berlangsung 1-2 hari
Pemberian formula F75 dengan kebutuhan energi: 80-100
kkal/kgBB/hari; kebutuhan protein: 1-1,5 g/kgBB/hari; dan
kebutuhan cairan (gizi buruk tanpa edema): 130
ml/kgBB/hari
Fase transisi masa peralihan dari stabilisasi ke
rehabilitasi, umumnya berlangsung 5-7 hari
Pergantian formula menjadi F100 dengan kebutuhan
energi: 100-150 kkal/kgBB/hari; protein 2-3 g/kgBB/hari;
dan cairan sesuai kebutuhan
Fase rehabilitasi fase tumbuh kejar, berlangsung 2-4
minggu
20
Pemberian F100 bertahap ditambah makanan dengan
kebutuhan energi: 150-220 kkal/kgBB/hari; kebutuhan
protein 4-6 g/kgBB/hari; dan cairan sesuai kebutuhan
Fase tindak lanjut anak dirawat di rumah dengan
melanjutkan pemberian makanan tumbuh kejar,
berlangsung 4-5 bulan
c. Cara pemberian
Pemberian per oral
d. Jenis makanan
Susu formula F75 (75 kalori dalam 100 ml) untuk fase
stabilisasi kemudian F100 setelah fase stabilisasi ditambah
makanan padat/semi padat setelah fase rehabilitasi
e. Pemantauan dan evaluasi
Pada fase rehabilitasi, evaluasi kenaikan berat badan tiap
minggu minimal 5 g/kgBB/hari atau 50 g/kgBB/minggu
Pada fase tindak lanjut kontrol dilakukan setiap seminggu
sekali pada bulan pertama, dilanjutkan tiap 2 minggu pada
bulan kedua, dan selanjutnya tiap bulan
21
0-3 Bulan
4-6 Bulan
22
pemberian susu formula yang terlalu encer akan mengakibatkan gizi kurang
dan gizi buruk, dan jika pemberian terlalu banyak akan mengakibatkan gizi
lebih.
Oleh karena itu, pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa pemberian
susu formula yang terlalu dini berhubungan dengan kejadian diare pada
Sandi serta kekurangan gizi yang terjadi sehingga menyebabkan terjadi
keterlambatan/gangguan pada tumbuh kembang Sandi gizi buruk akibat
asupan nutrisi yang tidak adekuat bagi tumbuh kembangnya.
e) Apakah cara pembuatan Susu oleh ibu sudah baik dan benar? Bagaimana
cara pembuatan susu yang benar?
Cara pembuatan Susu oleh ibu kurang tepat. Berikut langkah-langkah yang
tertuang dalam 12 langkah menurut WHO dan FAO (2006) sebagai berikut:
1. Bersihkan alas tempat membuat susu hingga bersih
2. Cucilah tangan dengan air yang mengalir dan sabun, lalu keringkan
dengan handuk bersih
3. Panaskan air hingga suhunya mencapai 1000C. Apabila menggunakan
kettel otomatis, tunggu hingga kettel mati dengan sendirinya. Apabila
menggunakan panci, pastikan air dimasak sampai mendidih
4. Bacalah dengan seksama ukuran pembuatan susu pada kaleng susu
formula.
5. Setelah air mendidih, tuangkan air pada botol susu yang telah dicuci
bersih dan disterilkan. Tunggu kurang lebih 15 menit agar suhu air
mencapai lebih dari 700C sebelum memasukkan susu. Suhu harus
diturunkan agar protein dalam susu tidak rusak. Namun jangan sampai di
bawah 700C agar bakteri Enterobacter sakazakii dapat mati.
6. Masukkan susu sesuai dengan takaran.
7. Tutup botol susu, lalu kocok perlahan agar susu dan air tercampur
dengan baik.
8. Turunkan suhu susu sebelum diberikan ke bayi dengan cara
melewatkan botol pada air yang mengalir melalui kran. Suhu juga dapat
diturunkan dengan merendam botol dalam air baskom.
23
9. Keringkan bagian luar botol.
10. Teteskan pada punggung tangan untuk mengecek suhunya kembali
sebelum diberikan pada bayi
11. Beri minum bayi.
12. Buang susu apabila tidak terminum hingga kurun waktu 2 jam.
4. Riwayat imunisasi: sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 1x, hepatitis
B 1x dan polio1x. Riwayat keluarga: ayah usia 25 tahun tidak tamat SD dan
buruh bangunan, usia ibu 23 tahun, tidak tamat SD dan ibu rumah tangga.
Sandi anak tunggal.
a) Apa makna klinis riwayat imunisasi pada sandi?
Pada usia 6 bulan seharusnya Sandi sudah mendapatkan vaksis Hepatitis
B 3x, polio 3x, BCG dan DPT 1x, Hib 3x, PCV 3x dan rotatovirus 3x. berdasarkan
data yang diambil paa tahun 2007 terlihat bahwa anak yang diberikan
imunisasi tidak lengkap cendrerung akan mengalami malnutrisi ataupun gizi
buruk.
24
b) Bagaimana hubungan riwayat keluarga terhadap keluhan yang dialami
pada kasus?
Jika dilihat dari anamnesis pada riwayat keluarga yang merupakan kelas
menengah ke bawah (Ayah seolah buruh dan ibu ibu tidak tamatan SD,
bekerja sebagai ibu rumah tangga) merupakan salah satu faktor risiko pada
kasus yang dialami Sandi. Rendahnya tingkat ekonomi keluarga dapat
menyebabkan sandi tidak mendapatkan asupan nutrisi yang maksimal.
Sehingga, sandi mengalami gizi buruk.
c)Bagaimana rekomendasi Imunisasi berdasarkan IDAI?
25
Hib 3xpada kasus tidak disebutkan
PCV 3x pada kasus tidak disebutkan
Rotavirus 3x pada kasus tidak disebutkan
5. Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, kulit kusam dan pucat, dan
kesadaran apatis, cengeng, denyut nadi 140x/menit, isi dan tegangan cukup,
pernafasan 30x/menit, suhu 350C. Hasil pengkuran antropometri: berat
badan 3,8kg, panjang badan 57 cm, lingkar kepala 42 cm, wajah seperti
orang tua dengan tulang pipi menonjol, warna rambut seperti warna rambut
jagung jarang. Tipis dan mudah dicabut. Pada mata terdapat bercak seperti
busa sabun, konjunctiva pucat, tidak ada edema di seluruh tubuh, ada iga
gambang, perut cekung, lengan dan tungkai atrofi, dan terdapat baggy
pants.
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme pada hasil pemeriksaan fisik pada
kasus?
Interpretasi
No. Hasil Pemeriksaan Interpretasi
1. Tampak sangat kurus Terjadi penurunan berat badan pada anak
Malnutrisi pemecahan cadangan
makanan pada tubuh penurunan berat
badan sangat kurus
2. kulit kusam dan pucat Terlihat pucat anemia
Kulit kusam gangguan pada regenerasi sel
kulit
Mekanisme:
Kurang asupan nutrisi defisiensi zat besi
dan protein kulit kusam dan pucat
3. kesadaran apatis dan Tanda-tanda dehidrasi
cengeng
4. denyut nadi 140x/menit, Normal 80-120x/menit
isi dan tegangan cukup Takikardi tanda-tanda infeksi
26
5. pernapasan 30x/menit, Normal
6 suhu 35oC. Hipotermi
Berkurangnya lemak dalam tubuh
penurunan suhu tubuh
27
pucat, tidak ada edema di
seluruh tubuh, ada iga
gambang, perut cekung,
lengan dan tungkai atrofi,
dan terdapat baggy pants.
Mekanisme
28
Kekurangan gizi kronik pada akhirnya akan menyebabkan
gangguan pada pertumbuhan tinggi badan anak sehingga pada Growth
Chart didapatkan kurva tinggi anak rendah, dengan manifestasi anak
berperawakan pendek.
c. Keadaan spesifik
Keadaaan Mekanisme Abnormal
Wajah seperti Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori kronis, tidak
orang tua adekuatnya penyedian kalori dan nutrisi kebutuhan kalori
dengan tulang terus meningkat sesuai pertambahan usia cadangan
pipi menonjol makanan berupa lemak subkutan terus menerus digunakan
lemak subkutan terus menghilang lemak di pipi
menghilang tulang pipi menonjol kesan wajah seperti
orang tua
Ada iga Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori kronis, tidak
gambang adekuatnya penyedian kalori dan nutrisi kebutuhan kalori
terus meningkat sesuai pertambahan usia cadangan
makanan berupa lemak subkutan terus menerus digunakan
lemak subkutan terus menghilang lemak subkutan
didada menghilang tulang iga menonjol
Perut cekung Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori kronis, tidak
29
adekuatnya penyedian kalori dan nutrisi kebutuhan kalori
terus meningkat sesuai pertambahan usia cadangan
makanan berupa lemak subkutan terus menerus digunakan
lemak di perut menghilang perut cekung dan kadang
gambaran usus dapat terlihat.
Lengan dan Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori kronis, tidak
tungkai atrofi adekuatnya penyedian kalori dan nutrisi kebutuhan kalori
terus meningkat sesuai pertambahan usia cadangan
makanan berupa protein yang terdapat pada massa otot
digunakan otot atrofi.
Selain itu, kekurangan kalori kronis menyebabkan BMR
menurun, dan produksi energi pun akhirnya menurun
anak menjadi hipotoni atrofi otot terjadi
Terdapat Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori kronis, tidak
baggy pants adekuatnya penyedian kalori dan nutrisi kebutuhan kalori
terus meningkat sesuai pertambahan usia cadangan
makanan berupa protein yang terdapat pada massa otot
digunakan otot paha mengendor
Selain itu, kekurangan kalori kronis menyebabkan BMR
menurun, dan produksi energi pun akhirnya menurun
anak menjadi hipotoni otot paha mengendor
Warna rambut Asupan nutrisi kurang kekurangan kalori kronis, tidak
seperti warna adekuatnya penyedian kalori dan nutrisi kebutuhan kalori
rambut terus meningkat sesuai pertambahan usia defisiensi
jagung-jarang, nutrisi dan kalori sistem imun menurun karena bahan
tipis dan produksi kurang resiko infeksi meningkat
mudah diarediare menyebabkan mikronutrient dan
dicabut makronutrient esensial yang harusnya terserap menjadi
keluar dengan percuma defisiensi protein, vitamin A,
vitamin C dan vitamin E yang penting bagi pertumbuhan
rambut rambut mudah rontok dan berwarna kemerahan.
30
Pada mata Absorbsi vitamin larut lemak yang normal ditentukan oleh
terdapat absorbsi normal dari lemak. Gangguan absorbsi lemak yang
bercak seperti disebabkan oleh gangguan sistem empedu akan
busa sabun menyebabkan gangguan absorbsi vitaminvitamin yang larut
lemak. Setelah diabsorbsi, vitamin ini dibawa ke hati dalam
bentuk kilomikron dan disimpan di hati atau dalam jaringan
lemak. Di dalam darah, vitamin larut lemak diangkut oleh
lipoprotein atau protein pengikat spesifik (Spesific Binding
Protein), dan karena tidak larut dalam air, maka ekskresinya
lewat empedu, yang dikeluarkan bersama-sama feses.
Rendahnya profil lipid darah dan absorbsi lemak serta kadar
lemak tubuh Sandi akibat defisiensi nutrisi dan kalori yang
dialaminya menyebabkan matebolisme vitamin A menjadi
terganggu salah satu fungsi vitamin A adalah memelihara
kesehatan jaringan epitel mata bercak bitot terbentuk
Konjunctiva Defisiensi nutri dan kalori yang dialami Sandi defisisensi
pucat zat besi atau Fe juga terjadi Fe merupakan bahan yang
esensial dalam proses sistesis hemoglobin hemoglobin
sedikit terbentuk anemia
31
Defisiensi vitamin A menyebabkan rambut berwarna kemerahan dan
mudah dicabut. Defisiensi vitamin A juga menimbulkan bintik Bitot yang
tampak seperti busa sabun.
Kulit kusam merupakan manifestasi dari defisiensi vitamin B2 dan
vitamin E ditambah dengan defisiensi beberapa mineral. Kulit kusam dapat
juga merupakan manifestasi dari dehidrasi. Sandi mengalami diare
persisten sehingga banyak cairan yang keluar dari tubuh. Dehidrasi juga
menyebabkan kesadaran Sandi menjadi apatis. Sedangkan konjungtiva
pucat menandakan anemia yang bisa disebabkan karena diare yang
terus-menerus atau karena defisit zat-zat yang dibutuhkan untuk produksi
eritrosit seperti Fe.
Status gizi dan status pertumbuhan:
32
Rambut jagung
Baggy pants
33
Wajah Seperti Orang Tua dan Tulang Pipi Menonjol
6. Aspek Klinis
a) Diagnosis banding
KEP berat/Gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 (tiga) tipe yaitu
kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor.
1. Kwashiorkor
1. Kebayakan menyerang anak dibawah lima tahun (balita)
2. Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
(dorsum pedis), perut dan tangan
3. Muka bulat seperti bulan (moonface)
4. Pandangan mata sayu
5. Rambut menjadi lurus, kusam, halus, tipis, kemerahan seperti
warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit dan rontok
34
6. Perubahan status mental/gangguan psikomotor, apatis, tidak
gembira, tidak ada nafsu makan dan rewel
7. Hati membesar dan berlemak
8. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
berdiri atau duduk
9. Otot-otot berkurang dan melemah
10. Kulit mengalami depigmentasi, kering, bersisik, pecah-pecah dan
dermatosis
11. Luka sukar sembuh
12. Sering disertai : penyakit infeksi (umumnya akut)
13. Anemia dan xeroftalmia
14. diare
2. Marasmus
1. Umumnya menyerang bayi (dua belas bulan pertama)
2. Pertumbuhan terhambat
3. Lemak dibawah kulit berkurang
4. Otot-otot berkurang dan melemah
5. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
6. Apatis dan wajah seperti orang tua
7. Cengeng, rewel
8. Kulit keriput
9. Anak kelihatan waspada dan lapar
10. jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy pants)
11. Perut cekung
12. Iga gambang
13. Gastroenteritis yang diikuti dehidrasi, infeksi saluran pernapasan,
tuberkulosis, cacingan berat dan penyakit kronis lain
14. Diare
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gabungan tanda-tanda marasmus dan kwashiorkor
1. Sangat kurus
35
2. Rambut jagung dan mudah rontok
3. Perut buncit
4. Punggung kaki bengkak
5. Rewel
b) Algoritma diagnosis
36
- kontak dengan penderita campak atau tuberculosis paru
- pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
- kejadian dan penyebab kematian dari kakak atau adik
-berat badan lahir
- tumbuh kembang. Misalnya: duduk, berdiri dan lain-lain
- riwayat imunisasi
- apakah ditimbang setiap bulan di posyandu
- apakah sudah mendapatkan imunisasi lengkap
2) Pemeriksaan Fisik
- apakah anak tampak sangat kurus/ edema/ pembengkakan kedua kaki
- tanda - tanda terjadinya syok (renjatan): tangan da kaki dingin, nadi
lemah, dan kesadaran menurun.
- suhu tubuh : hipotermia atau demam.
- kehausan
- frekuensi pernafasan dan tipe pernafasan: gejala pneumonia atau gejala
gagal jantung
- berat badan dan tinggi badan atau panjang badan, dibandingkan dengan
tabel (Buku 1 tata laksana gizi buruk) halaman 26-29
- pembesaran hati dan adanya kekuningan (ikterus) pada bagian putih
mata (konjunctiva)
- adanya perut kembung, suara usus dan adnaya suara seperti pukulan
pada permukaan air (abdominal splash)
- pucat yang sangat berat terutama pada telapak tangan (dibandingkan
dengan telapak tangan ibu)
- gejala pada mata : kelainan pada kornea an konjunctiva sebagai tanda
kekurangan vitamin A
- telinga, mulut dan tenggorokan : tanda -tanda infeksi
- kulit : tada- tanda infeksi atau adanya purpura
- tampilan (konsistensi) tinja.
c)Diagnosis kerja
37
Gizi Buruk tipe marasmus, diare kronis, anemi, defisiensi vitamin A
d) Definisi
Gizi buruk adalah kondisi ketika klinis anak tampak sangat kurus dan/atau
adanya edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
Sedangkan secara antropometri berat badan per panjang/tinggi badannya
dibawah -3 SD (jika tidak terdapat edema). Berdasarkan gejala klinisnya,
anak gizi buruk dibagi menjadi dua, yaitu gizi buruk dengan edema dan gizi
buruk tanpa edema.
e) Pemeriksaan penunjang
Gula darah
Preprat apus darah
Hb atau Ht
Urin rutin / kultur bateri
Feses rutin
Foto rontgen
Tes tuberkulin
f) Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk
yaitu dari 10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan
menjadi 6,3% pada tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi
peningkatan kembali prevalensi gizi buruk dari 8,0% menjadi 8,3% pada
tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2005.
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan seluruh Indonesia terjadi
penurunan kasus gizi buruk yaitu pada tahun 2005 terdata 76.178 kasus
kemudian turun menjadi 50.106 kasus pada tahun 2006 dan 39.080 kasus
pada tahun 2007. Penurunan kasusgizi buruk ini belum dapat dipastikan
karena penurunan kasus yang terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh
adanya kasus yang tidak terlaporkan (under reported).
38
g) Etiologi dan Faktor resiko
Menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang
kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan
ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap
terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah
sebagai berikut :
39
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan
susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila
disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak
jatuh dalam marasmus.
h) Patofisiologi
Pada kasus ini, faktor risiko yang dialami Sandi antara lain adalah: riwayat
keluarga dengan sosioekonomi rendah dan pengetahuan orang tua yang
rendah sehingga pemberian nutrisi kepada anak sejak dini kurang tepat dan
tidak terjaga higienitasnya. Pemberian asupan nutrisi yang tidak higienis
menimbulkan infeksi pada bayi sehingga terjadi gangguan pada penyerapan
nutrisi dan terjadinya diare. Selain itu pemberian susu formula yang terlalu
dini (pada usia 2 bulan) juga memicu terjadinya diare dan gangguan
absorbsi nutrisi oleh saluran cerna bayi (intoleransi laktosa) sehingga bayi
terus mengalami diare berulang dan kekurangan nutrisi. Kekurangan nutrisi
40
inilah yang menyebabkan timbulnya gejala klinis pada bayi seperti bayi
tampak sangat kurus, rambut merah pada bayi, timbulnya bercak pada
mata, atrofi otot, serta penurunan kesadaran dan penurunan suhu tubuh
bayi.
i) Manifestasi Klinis
41
Catat nadi, frekuensi nafas, kesadaran, dan asupan F75 setiap 30 menit
b. Jika membaik, dalam 10 jam berikutnya:
Teruskan pemberian F75 tiap 2 jam dengan dosis F75 tiap 2 jam = 40
ml/1 kali makan
Catat denyut nadi dan frekuensi nafas
Jika anak dapat menghabiskan F75, pemberian dapat diubah menjadi
tiap 3 jam dan jika anak mampu menghabiskan dosis diganti menjadi
pemberian tiap 4 jam
Antibiotika sesuai umur
Karena Sandi datang dengan komplikasi (hipotermia, hipoglikemia, tampak
sakit) maka pemberian antibiotik adalah:
Gentamisin IV atau IM dengan dosis 7,5 mg/kgBB (dosis = 30 mg) setiap hari
sekali selama 7 hari ditambah:
Ampisilin IV atau IM 50mg/kgBB (dosis= 200 mg) setiap 6 jam selama 2 hari
diikuti Amoksisilin oral 15 mg/kgBB (dosis = 60 mg) tiap 8 jam selama 5 hari
3. Perawatan lanjutan fase stabilisasi
Anamnesis lanjutan untuk mengetahui adanya kejadian campak dan
TB paru
Pemeriksaan fisik:
- Fisik umum: panjang badan, thoraks, abdomen, otot, jaringan lemak
- Fisik khusus: pemeriksaan mata, pemeriksaan kulit, pemeriksaan THT
Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan kadar gula darah dan
hemoglobin
Tindakan: pemberian vitamin A, asam folat, multivitamin tanpa Fe,
pengobatan penyakit penyulit, stimulasi
Pada tahap akhir fase stabilisasi, bila setiap dosis F75 yang diberikan dengan
interval 4 jam dapat dihabiskan, maka F75 diganti dengan F100 (masuk ke
fase transisi)
4. Perawatan lanjutan fase transisi
42
a. F75 diganti dengan F100, diberikan tiap 4 jam dengan dosis 85 ml/1
kali makan selama 2 hari. Ukur dan catat nadi, pernafasan, dan asupan F100
tiap 4 jam
b. Pada hari ke 3, mulai diberikan F100 dengan dosis 95 ml/4 jam. Pada 4
jam berikutnya, dosis dapat dinaikkan hingga 10 ml sampai anak tidak
mampu menghabiskan (dosis maksimal 140 ml)
c. Pada hari ke 4 diberikan F100 tiap 4 jam dengan dosis antara dosis 95
140 ml. Kondisi ini dipertahankan hingga hari ke 7-14 sesuai kondisi anak
5. Perawatan lanjutan fase rehabilitasi
Pada fase rehabilitasi anak dapat diberikan F100 dan makanan padat sesuai
usia dan kemampuan anak (contoh makanan: makanan bayi, sari buah).
Pemberian makanan dilanjutkan sampai status gizi anak > -3 SD.
Catatan:
- Fe tidak boleh diberikan sebelum fase stabilisasi (minggu ke 2)
- Jangan memberikan cairan intravena kecuali ada syok atau dehidrasi
berat
- Jangan berikan protein terlalu tinggi pada fase stabilisasi
Defisiensi vitamin A
Beri makanan yang cukup mengandung vitamin A
Kenali tanda defisiensi vitamin A, seperti hiperkeratosis folikuler, tidak
dapat membedakan warna, bercak bitot, xeroftalmia, keratomalasia,
anosmia, hipogeusia.
Bila ada tanda-tanda kekurangan vitamin A segera ke dokter
43
Diare
Hindari faktor risiko terjadinya diare
Beri MP-ASI untuk bayi usia 6 bulan keatas
Gunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari
Bersihkan dan buang feses bayi dengan benar
Beri imunisasi campak segera setelah 9 bulan, karena anak yang sakit
campak sering diare
Anemia
Beri asupan makanan yang banyak mengandung zat besi (Fe) dan asam
folat
Pemberian suplemen zat besi
ASI eksklusif selama 4-6 bulan setelah melahirkan
l) Komplikasi
1. Mudah terkena infeksi
Gizi buruk melemahkan sistem pertahanan tubuh sehingga mudah sekali
terkena infeksi.
2. Hipotermia
Tidak adanya cadangan lemak dalam tubuh dapat membuat tubuh rentan
terkena hipotermia.
3. Stunting
Akibat gizi buruk, terjadi gangguan pertumbuhan pada anak.
4. Dehidrasi berat
5. Pneumonis
6. Demam tinggi
7. Penurunan kesadaran
8. Kematian
9. Diare
10. Gagal tumbuh
44
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk
terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami
gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan
dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan
perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan
perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja
merosotnya prestasi anak.
m) Prognosis
Qua ad vitam : bonam
Qua ad functionam: Dubia ad bonam
Qua ad sanationam: Dubia ad bonam
n) SKDI
V. Learning Issue
1) Gizi Buruk
Definisi
45
marasmus-kwashiorkor Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata.
Klasifikasi
Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena
kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau
kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Perbedaan tipe tersebut
didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang
berbeda-beda.
a) Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran
hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada
marasmus adalah:
o Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar
lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
o Wajah seperti orang tua
o Iga gambang dan perut cekung
o Otot paha mengendor (baggy pant)
46
o Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih
terasa lapar
47
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia,
pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan
bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan
kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu
manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli
susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan
menyebabkan anak jatuh dalam marasmus
b) Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya
atrofi. Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma
48
ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi
multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya
terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik.
o Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
o Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut
kepala kusam.
o Wajah membulat dan sembab
o Pandangan mata anak sayu
o Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang
tajam.
o Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat
kehitaman dan
terkelupas
(crazy pavement
dermatosis)
49
c) Marasmus-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi juga terlihat.
Penyebab
Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan
makanan yang kurang atau anak sering sakit/terkena infeksi, atau disebabkan oleh
banyak faktor lainnya seperti, tidak tersedianya makanan yang adekuat, dan anak
tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, serta pola asuh yang salah (IDAI,
2008).
50
rendah seringkali anak mendapatkan makanan seadanya karena faktor
ketidaktahuan dan ketidakmampuan.
b. Anak tidak mendapatkan asupan gizi yang memadai
Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Pengetahuan
orang tua yang kurang tentang pola asuh anak sehingga asupan gizi yang cukup
tidak terpenuhi. Salah satu contohnya adalah anak yang tidak diasuh oleh ibunya
sendiri, pengasuh kurang mengerti pentingnya makanan bergizi sehingga anak
tidak mendapat gizi yang cukup.
c. Anak menderita penyakit infeksi
Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian penyakit infeksi dan gizi buruk.
Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan,
sehingga anak mudah terkena penyakit infeksi. Demikian juga anak yang
menderita infeksi akan cenderung menderita gizi buruk.
Patofisiologi
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan
kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini
merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja.
Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel
batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan
gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika
cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut
akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.
Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau
kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika
terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal
51
ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.
Komplikasi
Dampak gizi buruk pada anak terutama balita:
2) Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi.
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
5. Obati/cegah infeksi
52
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi,
fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih
langkah mana yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada
pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe
dengan Fe
53
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat
apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan
pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali.
Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau
pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.
54
Tidak dibenarkan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk
dengan dehidrasi adalah :
Mata cekung
Nadi lemah
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan)
setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP
disebut ReSoMal (lampiran 4).
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 %
dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
55
KEP BERAT/GIZI BURUK YANG DIRUJUK KE RSU HARUS DILAKUKAN TINDAKAN
PRA RUJUKAN UNTUK
Berikan :
Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur
ayam
56
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
sazol
2 sampai 4 bulan
57
4 sampai 12
bulan
2 5 ml 5 ml
(6 - < 10 Kg)
Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9
bulan
Catatan :
58
Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
Keterangan :
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
59
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap
jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
- Banyaknya muntah
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram
per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan
keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein
yang sama.
60
Pemantauan pada fase transisi:
1. frekwensi nafas
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25
kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume
seperti di atas.
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
- Protein 4-6 g/kgbb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI,
ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein
ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
61
Pemantauan fase rehabilitasi
MAKANAN KELUARGA
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.
Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat
besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik
(biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat
memperburuk keadaan infeksinya.
62
Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat
atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
(7 - < 10 Kg)
(DOSIS TUNGGAL)
63
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
- Kasih sayang
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat
di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan
dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti
pada lampiran 5, dan aktifitas bermain.
64
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh
PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat
lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara
teratur di posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
Langkah-langkah ANP
1. Assessment (penilaian)
Penilaian meliputi penentuan status gizi, masalah yang berhubungan
dengan proses pemberian makanan dan diagnosis klinis pasien. Anamnesis
meliputi asupan makan, pola makan, toleransi makan, perkembangan oromotor,
motorik halus dan motorik kasar, perubahan berat badan, faktor sosial, budaya
dan agama serta kondisi klinis yang mempengaruhi asupan. Penimbangan berat
badan dan pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan dengan cara yang benar
dan menggunakan timbangan yang telah ditera secara berkala. Pemeriksaan fisik
terhadap keadaan umum dan tanda spesifik khususnya defisiensi mikronutrien
harus dilakukan.
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut
panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik
pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah grafik WHO 2006 untuk
anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun.
Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai
keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000. Subyek penelitian pada WHO
65
2006 berasal dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang mendukung untuk
pertumbuhan optimal. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan
grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik
BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981.
Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO 2006 untuk usia
0-5 tahun dan persentase berat badan ideal sesuai kriteria Waterlow untuk anak
di atas 5 tahun.
Penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO 2006, dan CDC
2000
66
Dalam keadaan tertentu dimana berat badan dan panjang/tinggi badan
tidak dapat dinilai secara akurat, misalnya terdapat organomegali, edema
anasarka, spondilitis atau kelainan tulang, dan sindrom tertentu maka status gizi
ditentukan dengan menggunakan parameter lain misalnya lingkar lengan atas,
knee height, arm span dan lainnya.
2. Penentuan Kebutuhan
Kebutuhan kalori idealnya ditentukan secara individual menggunakan
kalorimetri indirek, namun hal tersebut mahal dan tidak praktis. Kebutuhan
nutrien tertentu secara khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu. Untuk
kemudahan praktek klinis, kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan:
a. Keadaan sakit kritis
Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor stres
b. Keadaan tidak sakit kritis
Gizi baik/kurang
Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal
dikalikan RDA menurut usia tinggi (height age). Usia-tinggi
adalah usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan P 50 pada
grafik. Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada
kondisi klinis tertentu. Apabila anak mengalami gizi buruk maka
perlu ditatalaksana berdasarkan Tatalaksana Gizi Buruk menurut
WHO. Sedangkan bila anak normal/gizi kurang, maka dihitung
berdasarkan perhitungan target BB-ideal:
BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
67
Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk
menghindari sindrom refeeding
Obesitas
Target pemberian kalori adalah:
BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai
target diikuti peningkatan aktivitas fisik dan perubahan perilaku.
*Berat badan ideal adalah berat badan menurut tinggi badan pada P 50
kurva pertumbuhan
3. Penentuan cara pemberian
68
Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa polimer, protein
terhidrolisat, trigliserida rantai sedang (MCT, medium chain triglyceride)
69
Langkah-langkah melakukan asuhan nutrisi pediatrik.
70
VI. Kerangka Konsep
anoreksia
Diare berulang
Anemia
KEP Def. Fe (konjunctiva
pucat
Penuruna
Simpanan Mobilisasi Penuruan jar. Perkembanga Pertumbuha Defisiensi n vol.
kalori protein otot Lemak n n terganggu vit. A Plasma
menurun subkutis neurodevelop
&CO
Tubuh tidak Atrofi otot mental
Kurus, wajah spt BB/U,
menghasilkan terganggu Penurunan
orang tua, iga TB/U,
panas gambang, perut Anak belum perfusi/
BB/TB
cekung, baggy bisa aliran darah
menurun
hipotermia pants tengkurap ke organ
umur 6 bulan
Rambut Penumpukan Kesadaran
jangung, tipis keratin &epitel apatis dan
dan mudah di mata cengeng
dicabut
Tebentuk
bercak bitot
Sandi Bayi laki-laki usia 6 bulan dengan riwayat sosial-ekonomi yang rendah
terdiri ayah tidak tamat SD dan berkerja sebagau buruh, serta ibu tidak tamatan SD
dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Karena faktor sosial yang rendah
menyebabkan lingkunan tempat tinggal yang ditempati sandi tidak higenis,
menyebabkan kebutuhan akan air bersih menurun, sehingga pembuatan susu
formula untuk sandi tidak higenis. Tidak higenisnya air yang digunakan dalam
pembuatan susu formula sandi, menyebabkan tingginya faktor risiko untuk sandi
mengalami infeksi pada saluran pencernaan dan diare. Selama infeksi, sitokin
pro-inflmasi ikut meningkat, jika hal ini terus berlangsung lama, maka dapat
menyebabkan anoreksi pada Sandi.
72
meningkat. (5) penurunan absorbs nutrisi juga dapat menyebabkan sandi mengalami
defisiensi vitamin A sehingga menimbulkan gejala berupa rambut jagung, tipis dan
mudah dicabut, serta pada pemeriksaan mata terdapat bercak bitot (hasil
penumpukan keratin dan epitel di mata). (6) defisiensi besi juga dapat dialami oleh
sandi sehingga sandi menjadi anemia dengan tanda konjungtiva pucat.
Diare berulang juga dapat menyebabkan penurunan volume plasma dan CO,
yang mengakibatkan penurunan perfusi darah ke organ terutama otak sehingga
sandi mengalami penurunan kesadaran (Apatis) dan cengeng. Jadi berdasarkan
keluhan dan pemeriksaan yang diperoleh sandi usia 6 bulan datang dengan keluhan
tidak mau makan (anoreksia) yang menyebabkan sandi mengalami gizi buruk tipe
marasmus.
Sebagai dokter umum dengan kasus yang diterima berupa Gizi buruk tipe
Marasmus harus dapat ditatalaksana hingga selesai. Adapun 10 tatalaksananya
terdiri dari,
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
5. Obati/cegah infeksi
73
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Sandi, Bayi laki-laki berusia 6 bulan dengan keluhan tidak mau makan diduga
mengalami Gizi Buruk tipe marasmus, diare kronis, anemia, defisiensi vitamin A
dengan imunisasi dasar tidak lengkap dan kurangnya pengetahuan ibu terhadap
pemberian makan pada anak sebagai faktor predisposisi.
74
Daftar Pustaka
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Hasil Penataran Petugas Kesehatan Dalam Rangka
Pelayanan Gizi Buruk di Puskesmas dan Rumah Sakit, BLK Cimacan, Oktober
1981.
Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 1997
Departemen Kesehatan RI. 2011. Tatalaksana anak gizi buruk, Buku I. Jakarta:
Departemen Kesehatan
Kliegman, Robert M [ed.]. 2011. Nelson textbook of pediatrics, 19th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders
Sjarif, Damayanti R, et. al. 2011. Asuhan Nutrisi Pediatrik. Unit Kerja Koordinasi
Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia
Adisasmito, Wiku Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic
Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Makara Kesehatan,
11(1), Juni 2007, 1-10
Unicef Indonesia. Ringkasan Kajian Gizi Ibu & Anak. Oktober 2012
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2011.
Tatalaksanan Anak Gizi Buruk Buku I: Buku Bagan. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2011.
Tatalaksanan Anak Gizi Buruk Buku II: Petunjuk Teknik. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
75