Anda di halaman 1dari 11

Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Daerah Kali Pasir, Cikini

Fitri Muthiah Hanum, 1406575576


Sarah Aufa Washila, 1406566035
Siti Aisyah Adri, 1406568671

Abstrak

Jurnal ini membahas mengenai laporan penelitian sebuah perkumpulan yang mengamalkan tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dan bertujuan untuk menjelaskan mengenai datangnya tarekat Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah ke Indonesia serta keberadaannya sampai sekarang, khususnya di daerah Kali Pasir,
Cikini, Jakarta Pusat. Setelah melakukan penelitian ini, diketahui bahwa tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat muktabarah, yang juga merupakan gabungan dari dua
tarekat yaitu Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Tarekat ini memiliki cukup banyak pengikut dan diterima
dengan baik oleh warga sekitar serta tetap berjalan hingga sekarang. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif berupa wawancara kepada seorang ustadz yang juga merupakan jamaah tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah. Selain metode kualitatif, penelitian ini juga menggunakan metode studi pustaka.
Kata Kunci: Tarekat, Muktabarah, sejarah, amalan, metode

I. PENDAHULUAN

Ada perdebatan mengenai kemunculan paling awal antara syariat dan tarekat. Syariat
adalah pelaksanaan, seperti shalat, puasa dan ibadah lain yang terlihat. Adanya syariat adalah
setelah Nabi diangkat menjadi Rasul, adanya perintah untuk shalat saat Nabi di Mekkah, adanya
perintah berpuasa saat Nabi sudah di Madinah. Namun seperti yang diketahui, Nabi juga
beberapa kali dikisahkan melakukan tahannus di gua Hira. Saat itu embrio tarekat belum terlihat,
hanya berupa bahan atau konsep saja. Istilah tarekat baru memasyarakat pada abad 3 hijriyah.

( thoriqoh), yang berarti jalan atau


Tarekat berasal dari kata dalam Bahasa Arab,
metode dan dalam Bahasa Inggris berarti way. Terminologi tarekat yang dimaksud adalah
sebuah metode tasawuf atau cara seseorang, pada konteks ini muslim, dalam mencapai
ketenangan hati dalam beribadah. Tarekat juga berarti jejak, yang berarti cara beribadah
dengan mengikuti amalan-amalan yang dijejakkan atau sebelumnya dilakukan oleh orang-orang
tertentu dengan tujuan mencapai ketenangan hati dan ketaqwaan. Selanjutnya, penamaan tarekat
biasanya dinisbatkan dengan nama pembawa amalan tersebut atau ulama besarnya, atau pendiri
perkumpulan pengamalnya, yang biasanya namanya nanti dinisbatkan dengan cara
menambahkan kata -yyah (- ), misalnya Naqsyabandiyah, tarekat yang namanya yang berasal
dari nama ulama pendiri perkumpulan pengamalnya, Syeikh Bahaudin Naqsyabandi.

Tarekat secara praktis merupakan teknis zikir. Dianalogikan seperti mencuci mobil baru,
apabila tidak mengikuti petunjuk atau teknis yang disarankan atau diajarkan maka mobil menjadi
tidak bersih seutuhnya, misalnya mobil tersebut masih terdapat pasir-pasir, ketika langsung
digosok maka tentu akan tergoret-gores. Lain halnya jika sebelum digosok, mobil disemprot
terlebih dahulu sampai pasir-pasirnya hilang kemudian baru digosok. Maka tidak akan tergores.
Seperti itulah tarekat, teknis atau manual beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
tidak ada hambatan. Boleh saja beribadah tanpa teknis tersebut tetapi akan ada hambatan-
hambatan dalam pelaksanaannya, karena teknis dzikir yang dimaksud adalah pendisiplinan diri
untuk menenangkan hati dan adab, yang sangat diperlukan dalam beribadah secara total.

II. PEMBAHASAN

1. Sejarah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah

Munculnya tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Indonesia diawali dari pelajar-pelajar


Indonesia yang belajar ke Arab Saudi, tepatnya ke kota Mekah. Saat itu, tarekat Qadiriyah dan
tarekat Naqsyabandiyah masih berdiri sendiri-sendiri. Diantara pelajar-pelajar tersebut adalah
Mbah Khalil Madura, Kyai Nawawi Banten, Syeikh Tolhah Cirebon, Syeikh Mahfuzh Termes,
dan Syeikh Khatib Sambas dari Kalimantan. Di sana, yang mana para pelajar ini berguru kepada
Sayyid Zaini Dahlan.

Pada tahun 1875, Syeikh Ahmad Khatib Sambas berinisiatif menggabungkan tarekat
Qadiriyah dan tarekat Naqsyabandiyah. Syeikh Khatib Sambas adalah seorang Syeikh yang
awalnya penganut dari kedua tarekat. Alasan penggabungan ini adalah karena keefektifan
berzikir. Tarekat Qadiriyah memiliki zikir jahr ( )yang berarti terus terang. Zikir Qadiriyah
ini adalah zikir yang bersuara dan jelas. Zikir ini dilakukan dengan cara menggerakkan tubuh
) pada tubuh di setiap gerakannya, sambil
dengan memikirkan penulisan lafadz jalalah (
bersuara mengucapkan lafadz jalalal dengan jelas. Sementara itu, zikir yang dimiliki tarekat
Naqsyabandiyah adalah zikir sirr ( )yang berarti rahasia. Zikir Naqsyabandiyah ini adalah
) . Dengan penggabungan
zikir yang tidak bersuara, pengucapan dilakukan di dalam hati (
kedua teknik zikir ini, zikir tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, yang memiliki zikir baik
bersuara maupun tidak bersuara, zikir tersebut dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja.

Di Mekah, ia menjadi guru sebagian besar ulama Indonesia. Sekembalinya ke Indonesia,


mereka memimpin tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah tersebut. Diantara ulama-ulama itu
yakni: Syeikh Nawawi dari Banten, Syeikh Khalil dari Madura, Syeikh Mahfuzh dari Termas
Pacitan, dan Syeikh Muhammad Hasyim Asyari, pendiri Nahdatul Ulama di Indonesia. Mereka
mengajarkan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah hingga tersebar di seluruh Indonesia dan
Melayu.

Daerah Tasikmalaya, Jawa Barat, menjadi pusat utama dari kegiatan tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah di Pulau Jawa, tidak terlepas dari peran salah satu murid dari Syeikh Khatib
Sambas yang bernama Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad. Syeikh Abdullah
Mubarok bin Nur Muhammad atau akrab dipanggil Abah Sepuh diangkat menjadi wakil talqin
oleh Syeikh Khatib Sambas. Abah Sepuh adalah seorang pendiri Pesantren Suryalaya, di
Tasikmalaya, Jawa Barat. Abah Sepuh kemudian mengangkat putra kelimanya yang telah
mumpuni dalam ilmu-ilmu Agama Islamnya, Shohibulwafa Tajul Arifin, sebagai wakil
talqinnya. Sejak saat itu, Shohibulwafa Tajul Arifin akrab dipanggil dengan sebutan Abah Anom.
Sepeninggal Abah Sepuh, kepemimpinan Pesantren Suryalaya dan sekaligus kepemimpinan
tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat digantikan oleh Abah
Anom.

Selain Tasikmalaya, pusat tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah juga berada di Rejoso,


Jombang, di bawah pimpinan Kyai Tamim; Mranggen dipimpin oleh Kyai Muslih; Pagentongan
Bogor dipimpin oleh Kiai Thohir Falak; Surabaya di bawah pimpinan Kyai Asrori; Buntet,
Cirebon; Sumenep, Madura; Jakarta di bawah pimpinan Kyai Wafiyuddin, dan di Pandeglang,
Banten. Sementara itu, di luar Pulau Jawa, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah memiliki
jamaah terbanyak di Palembang, Jambi, Lahat, dan Lampung.

Salah satu murid dari Abah Anom bernama Ustadz Abu Bakar, beliau tinggal di daerah
Kalipasir, Cikini. Meskipun tidak diangkat sebagai wakil talqin, dengan seizin Abah Anom,
Ustadz Abu Bakar dapat membina kegiatan dzikir tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Awalnya, kegiatan tersebut dilakukan di halaman rumah Ustadz Abu Bakar. Lama-kelamaan
jamaah dzikir bertambah banyak, sehingga kegiatan dzikir dipindahkan ke Masjid Al-Istikhoroh,
Kalipasir, Cikini. Kegiatan dzikir mingguan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di daerah
Kalipasir Cikini sudah berlangsung sejak tahun 1986 hingga kini rutin digelar. Begitulah sejarah
sampainya tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ke daerah Cikini.

Adapun saat ini, kantong-kantong Tarekat ini banyak terdapat di Jawa Barat, tepatnya di
Tasikmalaya. Lalu juga banyak pengikutnya di Surabaya, dengan pesantrennya yang dipimpin
oleh Kyai Asrori. Banyak pula terdapat di Buntet, Cirebon. Kantong tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah terdapat juga di Sumenep, dengan nama pesantren Al-Amin, dan di Jakarta,
dengan jamaah yang dipimpin oleh Kyai Wafiyuddin.

Di luar Pulau Jawa, kantong tarekat ini adalah Palembang, Jambi, Lahat dan Lampung.
Namun pengikut atau jamaah tidak sebanyak yang berada di pulau Jawa. Menurut narasumber,
hal tersebut terjadi karena orang-orang Jawa berkarakter lemah lembut sehingga dalam
penyebaran ajaran tarekat ini tidak memerlukan kekerasan. Selain itu, adanya pengaruh Wali
Songo yang menyebarkan ajaran islam di pulau Jawa dengan metode-metode akulturasi budaya,
membuat ajaran islam khususnya tarekat ini semakin dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat.

2. Silsilah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah

Berikut adalah silsilah mursyid tarekat Qadariyah wa Naqsabandiyah yang mendukung teori
bahwa tarekat ini adalah tarekat muktabarah, yaitu tarekat yang sampai langsung kepada
Rasulullah saw.:

Allah swt.

Jibril as.

Nabi Muhammad saw.

Ali bin Abi Thalib Abu Bakar As-Shiddiq

Husain bin Ali

Zainal Abidin
Salman Al-Farisi

Qasim ibn Muhammad bin Abu Bakar

Muhammad Al-Baqir Imam Jafar Al-Shadiq

Jafar As-Shadiq Abu Yazid Al-Bustami

Abu Qasim Junaidi Al-Bagdadi Abu Hasan Kharqani


Abd Hasan Ali Al-Karakhi

Musa Al-Khadim Syeikh Yusuf Al-Hamdani

Abu Said Mubarak Al-Majzumi Amir Kulali

Abd. Khaliq Guzdawani

Bahauddin Al-Naqsabandi
Abd Qadir Al-Jailani

Abu Ali Farmadi

Abd Aziz M. Alauddin Attari

Maruf Al-Karakhi

M. Hattaq Yaqub Jarekhi

Sirri Al-Saqat
Syamsuddin Ubaidillah Ahrari

Arif Riya Qari


Syarifuddin
M. Zahidi

Nuruddin
Abu Bakar Al-Syibli Muhammad Anjiri
Darwisi Muhammad Baqi Billah

Abd
Abu Wahid
Waliyuddin Al-Tamimi
Faraj Al-Turtusi AliAl-Shirhindi
Faruqi
M. RamiSammasi
Baba Tamimi
Al-Maksum Al-Shirhindi
Hisyamuddin

Yahya Saifuddin Afif Muhammad

Abu Bakar Nur Muhammad Badawi

Abd. Rahim
Syamsuddin Habibullah Janjani

Usman Abdullah Al-Dahlawi

Abd. Fattah Abu Said Al-Ahmadi

M.Murad Ahmad Said

Syamsuddin M. Jan Al-Makki

Khalil Hilmi
Khatb Sambas
M.Haqqi Al-Nazizi

Syeikh Khatib Sambas adalah pendiri tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Dia memiliki
murid-murid yang nantinya dipercaya untuk memimpin di suatu wilayah. Murid-muridnya
tersebut di antaranya adalah Syeikh Tolhah Cirebon, yang memiliki murid bernama Syeikh
Abdul Mubarok dimana muridnya inilah yang membangun pesantren Suryalaya yang berada di
Tasikmalaya, yaitu pusat kegiatan tarekat ini. Adapun Syeikh Abdul Mubarok memiliki anak
yang bernama Syeikh Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin atau yang lebih dikenal dengan nama
Abah Anom, yang sampai saat ini, Abah Anom-lah mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
terakhir di Indonesia.

3. Talqin di Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah

Baiat di tarekat ini disebut dengan talqin. Talqin berarti mengajari. Talqin dilakukan oleh
wakil talqin yang sebelumnya telah memiliki izin dan otoritas. Talqin dilakukan di ruangan
tertutup. Seseorang yang akan ditalqin tidak harus memenuhi syarat apapun. Berbeda dengan
tarekat lain, talqin di tarekat ini tanpa melalui ijab Kabul. Pada proses talqin, seseorang diajari
membaca lafadz la ilaaha ilallaah dan lafadz Allah. Jika menurut wakil talqin cara pembacaan
seseorang tersebut sudah benar, seseorang tersebut sudah bisa ditalqin dan sudah resmi menjadi
jamaah tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah.

Tarekat ini tidak mengikat jamaahnya. Artinya, seseorang yang telah ditalqin bisa keluar
atau berhenti menjadi jamaah sewaktu-waktu dan seseorang tersebut tidak akan menerima
konsekuensi apapun. Ustadz Abu Bakar menganalogikan hal ini seperti proses masuk masjid.
Orang-orang bisa bebas keluar masuk masjid sesuka hati tanpa ada paksaan atau larangan dari
siapapun.

4. Kitab dan Bacaan Zikir

Kitab yang digunakan jamaah tarekat ini adalah sebuah buku kumpulan doa atau awrad
yang berjudul uquudul jumaan. Dalam kitab tersebut dituliskan doa-doa yang dibaca baik
untuk bacaan atau dzikir harian maupun mingguan. Adapun dalam tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah, kegiatannya secara garis besar terdiri dari empat macam, yaitu zikir harian,
yang biasanya dibaca setelah shalat fardhu. Tetapi ini dibebaskan dan dikembalikan kepada
individu masing-masing untuk mengamalkan zikir harian sebanyak dan sesering mungkin, tetapi
minimal setelah shalat fardhu atau shalat lima waktu. Selanjutnya zikir mingguan atau
khatamaan, yang diadakan setiap hari Senin malam, setelah shalat Isya, yang pada daerah Kali
Pasir ini dilaksanakan secara rutin di Masjid Al- Istikharah.

Adapun zikir bulanan, yaitu disebut manaaqiban, adalah pembacaan kisah-kisah mursyid
atau ulama-ulama besar dan pendiri tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Pembacaan ini
diadakan sebulan sekali dengan tanggal yang tidak mutlak ditentukan, artinya sesuai kesepakatan
bersama, dan diadakan di pondok pesantren Suryalaya, dimana semua jamaah tarekat ini dari
seluruh Indonesia akan berkumpul. Pembacaan kisah ini dimaksudkan untuk mengenang pendiri
dan mursyid serta meneladani sifat kenabian yang ada dalam diri pendiri dan mursyid.

Berkumpulnya seluruh jamaah tarekat ini, selain dalam rangka acara bulanan atau
manaaqiban, juga dalam rangka acara tahunan, yang disebut haul, yaitu acara untuk mengenang
kematian pendiri dan mursyid. Kegiatan-kegiatan tersebut (bulanan dan tahunan) hanya
dilaksanakan dalam waktu satu hari, tetapi menurut narasumber, apabila menjelang acara-acara
besar tersebut, wilayah sekitar pondok pesantren menjadi sangat ramai bahkan sejak sebulan
sebelum acara berlangsung. Hal ini dipengaruhi oleh motif ekonomi, yang merupakan berkah
tersendiri bagi orang-orang sekitar tersebut.

Adapun bacaan zikir tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terdiri dari dua macam yaitu
yang disuarakan atau disebut zikr Jahar dan yang tidak disuarakan atau dibaca dalam hati yang
disebut zikir sirr. Dua macam ajaran tersebut dikarenakan tarekat ini merupakan gabungan dua
tarekat yaitu Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, dimana penggabungan dua tarekat tersebut adalah
dalam hal teknis dan bacaan zikir tersebut. Zikr jahr merupakan ajaran dari tarekat Qadiriyah,
dan zikir sir merupakan ajaran dari tarekat Naqsyabandiyah. Hal-hal lain seperti pakaian tertentu
dalam beribadah, tidak diambil oleh sang pendiri tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, hanya
teknis dan bacaan zikr saja.

Pada zikir sirr, tidak hanya disuarakan tetapi juga gerakan dan perilaku tertentu seperti kepala
ditundukkan lalu bibir dirapatkan, lidah dilipatkan ke langit-langit, gigi dirapatkan tidak bergerak
dan menahan napas sekuatnya serta dalam hati berzikir tanpa henti. Penyeimbangannya dnegan
zikir jahr membuat pengikutnya dapat secara utuh berzikir dan mendekatkan diri kepada Allah.

Bacaan zikir harian tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah adalah sebagai ebrikut:

- Hadiyah Al-Fatihaah

- Istighfar

- Shalawat nabi

- Membaca bacaan tahlil (laa ilaaha illa llaah)

- Zikir sebanyak 165 kali (masing-maisng bacaan zikir dibaca 33 kali, yaitu subhaanallah,
alhamdulillaah, allaahuakbar, laailaahailallaah)

- Membaca doa-doa yang dikehendaki

Bacaan zikir bulanan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah adalah sebagai berikut:

- Hadiyah Al-Faatihah kepada pendiri dan mursyid

- Hadiyah Al-Faatihah kepada saudara dan sesama muslim yang telah mendahului

- Membaca shalawat: alloohhumma sholli 'alaa sayyidinaa muhammadinin nabiyyil


ummiyyi wa 'alaa aalihhi wa shohbihhii wa sallim sebanyak 100 kali

- Membaca surat Al-Insyirah 8 kali

- Membaca surat Al-Ikhlash sebanyak 500 kali

- Membaca alloohhumma yaa qoodliyal haajaati sebanyak 100 kali

- Membaca alloohhumma yaa kaafiyal muhhimmaati sebanyak 100 kali

- Membaca alloohhumma yaa daafi'al baliyyaati sebanyak 100 kali

- Membaca alloohhumma yaa roofi'ad darojaati sebanyak 100 kali

- Membaca alloohhumma yaa syaafiyal amroodli sebanyak 100 kali

- Membaca alloohhumma yaa mujiibad da'waati sebanyak 100 kali


- Membaca alloohhumma yaa arhamar roohimiina sebanyak 100 kali

- Membaca laa haula wa laa quwwata illa billaahhil 'aliyyil 'azhiimi sebanyak 500 kali

- Surat Al-Falaq

- Surat An-Naas

- Membaca hasbunaalloohhu wa ni'mal wakiilu sebanyak 500 kali

- Membaca Yaa Lathiif sebanyak 16.641 kali

- Membaca doa khataman

- Memanjatkan doa-doa yang diinginkan

5. Majlis Zikir di Masjid Al-Istikharah, Cikini

Majlis zikir di Cikini pertama kali dilaksanakan pada tahun 1986, tidak lama setelah Ustadz
Abu Bakar resmi menjadi jamaah tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Awalnya, majlis zikir
ini dilaksanakan di halaman rumah Ustadz Abu Bakar. Kemudian, jumlah jamaah yang hadir
semakin banyak dan akhirnya dipindahkan ke masjid Al-Istikharah.

Jumlah jamaah di majlis zikir ini berkisar dari 40 sampai 70 orang. Kegiatan zikir dilaksanakan
setiap Senin malam dari pukul 08.30 sampai 10.30. Setelah zikir selesai dibacakan, para jamaah
akan makan bersama, yang mana makanan tersebut disediakan oleh Ustadz Abu Bakar sendiri.

6. Biografi Ustadz Abu Bakar

Pria yang bernama lengkap Abu Bakar ini menamatkan bangku sekolahnya di Madrasah
Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN), kemudian melanjutkan kuliah di jurusan Sosial
Politik dengan gelar Sarjana Muda. Kemudian ia melanjutkan studi di Arab Saudi. Setelah
lulus, ia bekerja sebagai guru dan seorang ustadz. Ia memutuskan untuk bergabung dengan
tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah pada tahun 1986 karena beranggapan bahwa semua hal
saling bergantung satu sama lainnya. Akal memiliki intelijensia dan emosional sebagai
pegangannya, sementara hati memiliki pegangan juga, yaitu thoriqoh.

III. KESIMPULAN
Penganut terbanyak dari tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sejak awal hingga kini
masih dipegang oleh Suku Jawa. Tipikal orang Jawa yang lemah lembut, sopan, dan
santai menerima sangat cocok dengan tarekat ini yang tidak ketat, tanpa paksaan.

Anda mungkin juga menyukai