0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
495 tayangan14 halaman
Biografi Sunan Kalijaga membahas asal usul nama dan silsilah keluarganya. Nama Kalijaga diperkirakan berasal dari bahasa Arab, Cina, atau Jawa. Menurut beberapa sumber, ia berasal dari keturunan Cina, Arab, atau pribumi Jawa. Sunan Kalijaga dikenal sebagai salah satu wali yang memperkenalkan Islam di Jawa timur.
Biografi Sunan Kalijaga membahas asal usul nama dan silsilah keluarganya. Nama Kalijaga diperkirakan berasal dari bahasa Arab, Cina, atau Jawa. Menurut beberapa sumber, ia berasal dari keturunan Cina, Arab, atau pribumi Jawa. Sunan Kalijaga dikenal sebagai salah satu wali yang memperkenalkan Islam di Jawa timur.
Biografi Sunan Kalijaga membahas asal usul nama dan silsilah keluarganya. Nama Kalijaga diperkirakan berasal dari bahasa Arab, Cina, atau Jawa. Menurut beberapa sumber, ia berasal dari keturunan Cina, Arab, atau pribumi Jawa. Sunan Kalijaga dikenal sebagai salah satu wali yang memperkenalkan Islam di Jawa timur.
Banyak orang yang berselisih pendapat mengenai apakah nama Sunan Kalijaga itu dari nama Arab, Cina atau dari kata Jawa asli. Sebagian orang mengatakan bahwa nama Kalijaga itu berasal dari kata-kata bahasa Arab yang telah disesuaikan menurut lidah orang Jawa, yaitu dari kata Qodli Zaka, yang berarti hakim suci atau penghulu suci.1 Sebagai alasan, mereka mengatakan bahwa di dalam hidupnya Sunan Kalijaga terkenal sebagai tokoh yang banyak menghakimi segala pertentangan di antara raja-raja Demak yang berselisih dan bertengkar, bahkan peristiwa Siti Jenar pun Sunan Kalijaga yang menjadi hakimnya. Ada pula yang mengatakan bahwa nama Kalijaga ini berasal dari bahasa cina, yaitu nama Mas Said (nama kecilnya) berasal dari kata Oei Sam Ik, kemudian diucapkan menurut lidah Jawa menjadi Said, atau R.M Syahid yang kemudian bergelar dengan sebutan Sunan Kalijaga.2 Menurut ceritera, beliau dinamakan Kalijaga juga karena beliau bertapa di sungai sampai semak belukar tumbuh merambati badannya. Kalijaga artinya menjaga kali. Selain Mas Said (R.M. Syahid) dan Kalijaga, ia juga mempunyai nama Brandal Lokajaya, Syeikh Malaya, pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. 1 Dugaan di atas ternyata hanyalah merupakan hasil pemikiran othak-athik waton gathuk, jarwo sodhokan, atau dari methoda etimologi saja yang tentunya bertentangan dengan methoda historis. Sunan Kalijaga tidak mungkin bergelar penghulu, karena yang menjadi penghulu dari sekian para wali adalah Sunan Ampel, dan setelah sunan Ampel wafat, jabatan ini digantikan oleh Sunan Giri. Menurut cerita pada waktu musyawarah para wali, Sunan Kalijaga hanya bersedia menjabat sebagai naib saja. Umar Hasyim, Sunan Kalijaga, (Kudus: Penerbit Menara, t. th), hlm. I. 2 Gelar ini didapat ketika ia berguru dengan Sunan Bonang dan diuji untuk ngalwat yaitu ditanam di tengah hutan di dalam goa Sorowiti Panceng Tuban dan tapa brata di sungai selama setahun. Karena ketaatan dan ketakwaan dalam mengemban amanat gurunya, maka Sunan Bonang mengangkatnya menjadi wali dan bergelar Sunan Kalijaga. Selengkapnya Lih. Purwadi, Sufisme Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Sadasiva, 2005), hlm. 13-14. 36 Sementara itu masih ada lagi orang yang menafsirkan bahwa nama Kalijaga itu berasal dari kata-kata kali yang berarti air yang mengalir, dan kata jaga yang berarti menjaga. Jadi berarti orang yang menjaga semua aliran atau kepercayaan yang hidup di dalam masyarakat.3 Tentang silsilah Sunan Kalijaga inipun ada perbedaan, karena memang tidak ada catatan resmi dan bahan-bahan sejarah berupa naskah yang dapat dijadikan pegangan. Ada yang mengatakan bahwa Sunan Kalijaga itu dari keturunan bangsa Cina, Arab atau dari keturunan Jawa asli. a) Dari keturunan Cina Menurut buku Kumpulan Ceritera Lama dari Kota Wali (Demak), yang ditulis oleh S. Wardi dan diterbitkan oleh Wahyu, menuturkan bahwa Sunan Kalijaga sewaktu kecil bernama Said. Beliau anak seorang cina yang bernama Oei Tik Too. Oei Tik Too ini mempunyai putera yang kemudian menjadi bupati Tuban, namanya Wirotikto (bukan Wilotikto). Bupati Wirotikto ini mempunyai anak laki-laki bernama Oei Sam Ik, dan terakhir di panggil Said.4 Catatan-catatan yang diketemukan oleh Residen Poortman pada tahun 1928 dari klenteng Sam Poo Kong Semarang mengatakan bahwa banyak sekali tokoh-tokoh raja-raja Jawa pada jaman Demak dan Para Wali adalah dari keturunan Cina. Disebutkan bahwa orang yang bernama Gang Si Cang (Sunan Kalijaga) ikut membuat atau mendirikan Masjid Demak. Jadi ini menunjukkan bahwa Sunan Kalijaga dari keturunan bangsa Cina. b) Dari Keturunan Arab Menurut buku De Hadramaut et ies Colonies Arabes DansI Archipel Indien, karya Mr. C. L. N. Van De Berg, Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab asli. Dan di dalam buku tersebut diceritakan pula bahwa tidak hanya Sunan Kalijaga saja, tetapi semua Wali di Jawa adalah dari keturunan Arab. 3 Umar Hasyim, op. cit., hlm. 2. 4 Ibid., hlm. 4. 37 Menurut buku tersebut, silsilah Sunan Kalijaga sebagai berikut; Abdul Muthalib (Kakek Nabi Muhammad), berputra Abbas, berputra Abdul Wakhid, berputra Mudzakkir, berputra Adullah, berputra Khasmia, berputra Abdullah, berputra Madrouf, berputra Arifin, berputra Hasanuddin, berputra Jamal, berputra Akhmad, berputra Abdullah, berputra Abbas, berputra Kourames, berputra Abdurrakhim (Ario Tejo, bupati Tuban), berputra Tejo Laku (Bupati Majapahit), berputra Lembu Kusuma (Bupati Tuban), berputra Tumenggung Wilotikto (Bupati Tuban), berputra Raden Mas Said (Sunan Kalijaga).5 c) Silsilah Jawa Menurut keterangan salah seorang pembantu majalah penyebar semangat Surabaya dari Yogyakarta ( Sdr. Tj M: Tjantrik Mataram) yang mendapat keterangan dari Sdr. Darmosugito (Wartawan Merdeka) yang juga trah Kalinjangan, mengatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah asli orang Jawa atau keturunan Jawa. Silsilahnya adalah sebagai berikut. Seterusnya silsilah Sunan Kalijaga bermula dari Adipati Ranggalawe, sebagai berikut: Adipati Ranggalawe (Bupati Tuban), berputra Ario Tejo I (Bupati Tuban), berputra Ario Tejo II (Bupati Tuban), berputra Ario Tejo III (Bupati Tuban), berputra Raden Tumenggung Wilotikto (Bupati Tuban), berputra Raden Mas Said (Sunan Kalijaga).6 Menurut keterangan, Ario Tejo I dan II ini masih memeluk agama Syiwa. Hal ini bisa saksikan dari bukti makamya yang berada di Tuban, yang memakai tanda Syiwa. Tetapi Ario Tejo III sudah memeluk agama Islam, hal ini juga terlihat dari tanda yang ada dimakamnya. 5 Ibid., hlm. 5. 6 Ibid. hlm. 5. 38 Sebagaimana tersurat dalam sejarah Indonesia Walisongo (termasuk Sunan Kliajaga), adalah pelopor dan pemimipin dakwah Islam yang berhasil merekrut murid-murid untuk menjalankan dakwah di setiap penjuru negeri. Dan orang-orang Indonesia mengenal daidai dari alawiyyin (tokoh- tokoh asyraf, keturunan Ali dan Fatimah binti Rosulullah Saw) tersebut dengan sebutan wali-wali, sedangkan di Jawa khususnya mereka dikenal dengan nama sunan. Dari sinilah sebenarnya wali-wali atau sunan-sunan tersebut adalah dari keturunan Arab termasuk juga Sunan Kalijaga. Namun proses asimilasi dengan masyarakat Indonesia yang dialami keturunannya dapat dikatakan telah menghapus identitas kearabannya sehingga larut dalam struktur masyarakat setempat. Mereka tidak memakai nama Arab lagi, tetapi memakai nama Jawa atau Indonesia, meski masih ada yang tetap mencantumkan nama marganya7. Mengenai kapan tepatnya kelahiran Sunan Kalijaga pun menyimpan misteri. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1430-an, dihitung dari tahun pernikahan Sunan Kalijaga dengan putri Sunan Ampel. Ketika itu ia berusia 20-an tahun. Sunan ampel yang diyakini lahir pada 1401, ketika menikahkan putrinya dengan Sunan Kalijaga, ia berusia 50-an tahun.8 Tetapi ada juga yang mengatakan ia lahir ada tahun 1450 dan 1455. ayahnya bernama Tumenggung Wilotikto (Wiwatikta atau Raden sahur), dan ibunya bernama Dewi Retno Dumilah. Dikisahkan bahwa Sunan Kalijaga mempunyai tiga orang isteri. Nama istri dan anak-anaknya adalah sebagai berikut. Pertama, Dewi Saroh binti Maulana Ishak, yang dikarunia 3 orang anak, yaitu; Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah, dan Dewi Sofiah. Kedua, Siti Zaenab binti Sunan Gunung Jati, yang dikarunia 5 orang anak, yaitu; ratu Pambuyan, Nyai Ageng Panegak,, Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan 7 Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini Di Indonesia, (Bandung: Mizan Media Utama, 2001), hlm. 23-24. 8 M. Hariwijaya, Islam Kejawen, (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2006), hlm. 281. 39 Nyai Ageng Ngerang. Ketiga; dengan Siti Khafsah binti Sunan Ampel (tidak ada keterangan selengkapnya).9 Diantara para wali sembilan, beliau terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar. Seorang pemimpin, pejuang, muballigh, pujangga, dan filosof. Daerah operasinya tidak terbatas, oleh karenanya ia adalah terhitung seorang Reizende Muballigh (muballigh keliling). Jikalau beliau bertabligh senantiasa diikuti oleh para kaum ningrat dan sarjana.10 Dalam kisahnya diceritakan bahwa Raden Said sebenarnya adalah seorang anak muda yang taat kepada agama dan bakti kepada orang tua. Namun beliau tidak bisa menerima keadaan disekelilingnya, karena pada saat itu banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan di masyarakat. Musim kemarau panjang dan bahaya kelaparan makin membuat rakyat tersiksa. Hal ini disaksikan sendiri oleh Raden Said yang masih berjiwa suci bersih. Hatinya berontak dan tak dapat menerima semua itu. Pada malam hari, dia sering mengambil padi dan jagung serta bahan makanan lainnya di gudang kadipaten untuk diberikan kepada rakyat jelata yang membutuhkannya.11 Namun perbuatannya itu tak dapat bertahan lama. Salah seorang penggawa kadipaten Tuban akhirnya memergokinya dan Raden Said dilaporkan kepada Adipati Tuban (ayahnya sendiri). Beliau sangat marah dan akhirnya Raden Said dihukum berat. Sesudah habis masa hukumannya dia beraksi lagi, kali ini tidak mengambil bahanbahan makanan milik ayahnya melainkan merampok harta benda milik para hartawan kaya raya dan para tuan tanah dan hasil rampokan itu dibagi-bagikan kepada fakir miskin serta orang-orang yang lebih membutuhkannya. Hal ini pun tidak berlangsung lama, kedua orang 9 Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar; Peran Walisongo dalam MengIslamkan Tanah Jawa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 286. 10 Solichin Salam, Sekitar Wali Sanga, (Kudus: Perc Menara, t. th), hlm. 42. 11 Dalam melakukan aksinya ini dia selalu mengenakan topeng sehingga tak ada yang tahu bahwa penolong fakir miskin itu adalah Raden Said, Putra Adipati Tuban. 40 tuanya pun mengetahui perbuatan anaknya yang sangat tercela yang akhirnya Raden Said diusir dari kadipaten12. Dalam pengembaraannya dia sampai di sebuah hutan bernama Jati Wangi, di sana dia terkenal sebagai seorang pemuda sakti yang sering merampok para hartawan dan pedagang kaya raya. Seperti dulu, harta itu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin. Orang menyebutnya sebagai brandal Lokajaya, yang akhirnya dari sinilah Raden Said mengenal dan berguru kepada Sunan Bonang.13 Sedangkan versi lain melihat bahwa Raden Said benar-benar seorang yang nakal sejak kecil dan kemudian berkembang menjadi penjahat yang sadis. Ia suka merampok dan membunuh tanpa segan. Ia berjudi kemanamana setiap habis botoh-nya ia merampok kepada penduduk. Selain itu digambarkan Raden Said adalah seorang yang sangat sakti, karena saktinya beliau mendapat julukan Brandal Lokajaya. Dalam serat Lokajaya, kisah pertaubatan Sunan Kalijaga dihadapan Sunan Bonang dilukiskan demikian: Apan umpetan aneng wanadri, lamun ana jalma liwat marga binegal pemrih patine, sewiji dina nuju, aneng tengahira wanadri, raden kaget tumingal, ing pangrasanipun, bungah sajroning wardaya, lamun ana sujalma alampah keksi, muruo panganggoniro. Pinaranan Sunan Bonang nuli, wau arsa binegal semana, wus weruh karepe, medalken kramatipun, jalma papat gangsal sang Yogi, pan sami warnanira, gya ngepung sang bagus, ginadang-adhang samiya, Lokajaya anulya lumayu aris, kinepung sapurugya. Minger ngilen playune sang pekik, denuru sapurugira, mangaten ginepuk age, mangidul dipunpukul, apan mangaler dipunjagi, payah sang Lokajaya, andheprok sang bagus, pinaraman Sunan Bonang, Lokajaya enget tobat miring Hyang widi, amba nut karsa paduka. Sira wus tobat ning awak mami, nggih sang Wiku amba nuwun gesang, sakarsa kawula dherek, aja lunga sireku pun tunggunen ini teken mami, ja sira lungo-lungo, yen tan teka ingsun, ature inggih 12 Selengkapnya Lih. Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, Kisah Walisongo, (Surabaya: Karya Ilmu, t. th), hlm. 76-78. 13 Ibid., hlm. 79. 41 sandika, Sunan Bonang kondur ing dhukuh lestari, sang apekik wus tinilas. Terjemahan: Dia bersembunyi di tengah rimba. Apabila ada orang yang lewat, dirampok dan di bunuhnya, kebetulan pada waktu hari, di tengah hutan lebat dia terkejut melihat ada orang yang sedang berjalan.hatinya senang, melihat gemerlapan pakaiannya. Lalu didekatilah Sunan Bonang untuk dirampoknya. Sunan Bonang mengetahui niatnya. Dia mengeluarkan kesaktiannya menjelma menjadi empat, lima Sunan Bonang asli. Seluruhnya sama rupanya. Mereka mengepung dan menghadang Lokajaya. Lokajaya cepat berlari hendak meloloskan diri. Tapi, kemampuan Lokajaya pergi dihadangnya. Lokajaya menuju kebarat, ke timur dipukul, ke selatan dipukul, ke utara juga dijaga. Mati kutulah Lokajaya. Ia duduk lunglai lemah. Sunan Bonang mendekat, Lokajaya ketakutan lalu bertobat, ingat kepada Hyang Widi, Hamba berserah diri kepada paduka. Kamu betul-betul bertobat kepadaku? ya tuan. Jangan pergi kamu. Tunggulah tongkat saya. Sama sekali kamu jangan pergi bila aku belum datang. Jawabnya, baik tuan. Sunan Bonang kemudian pulang ke desa tempat tinggalnya dan Lokajaya ditinggal. 14 2. Jasa-jasa Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga dikenal sebagai muballigh, ia sangat populer dan pandai bergaul dengan semua lapisan masayarakat. Dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Hal ini dapat dimengerti, karena Sunan Kalijaga adalah sebagai muballigh keliling yang mendatangi daerah-daerah sampai jauh ke pelosok dan kota-kota, dan memang dalam hal ini ada wali yang hanya berdakwah di daerahnya saja, mendirikan padepokan atau pesantren di tempat domisilinya.15 Sunan Kalijaga tenar di kalangan bawah, karena bisa dan pandai menyesuaikan diri dengan rakyat jelata dan menyelami liku-liku kehidupan rakyat jelata. Tidak hanya itu saja, tetapi juga pandai bergaul di dalam kalangan atas atau kalangan intelek, karena ia memang seorang 14 M. Hariwijaya, op. cit., hlm. 284-286. 15 Umar Hasyim, op. cit,., hlm. 84. 42 politikus, ahli tasawuf dan seorang filosof. Maka kaum bangsawan, kaum ningrat dan para sarjana sangat menghargai dan mengaguminya. Dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada Sunan Kalijaga dapat bergaul dan mengumpulkan rakyat untuk kemudian diajak mengenal agama Islam. Ia ahli menabuh gamelan, pandai mendalang, dan pandai menciptakan tembang yang kesemuanya itu dipergunakan untuk kepentingan dakwah.16 Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga berbeda dengan Sunan Giri. Menurut pendapatnya, menyampaikan ajaran Islam perlu disesuaikan dengan keadaan setempat, sedikit demi sedikit, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaan lama tidak harus dihapuskan, tetapi diisi dengan unsur keislaman. Sunan Giri sebaliknya berpendapat bahwa Islam harus disampaikan menurut aslinya. Kepercayaan lama harus diberantas. Demikian pula adat istiadat serta kebudayaan lama yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sunan Kalijaga lebih mendekati rakyat jelata dan masih awam. Sedangkan Sunan Giri lebih dekat dengan kaum bangsawan dan hartawan. Dengan cara Sunan Kalijaga yang luwes tersebut maka banyaklah orang Jawa yang bersedia masuk agama Islam. Kesepakatan kemudian tercapai bahwa dakwah memang perlu ada yang dari atas dan ada pula yang dari bawah.17 Sunan Kalijaga juga berperan dan berjasa dalam pendirian masjid pertama di tanah Jawa, yakni Masjid Agung Demak.18 Di dalam 16 Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, op. cit., hlm. 84. 17 Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (jakarta: Percetakan Sapdodadi, 1992), hlm. 519. 18 Tentang didirikannya masjid Agung Demak ini ada beberapa pendapat yang didasarkan atas condrosengkolo yang terdapat di dalam masjid, yaitu: a. Pada hari kamis kliwon, malam jumat legi bertepatan dengan tanggal 1 (satu) dzulhijjah tahun Jawa 1428 (1501 M). Dengan dasar sebuah tulisan dalam bahasa Jawa di atas pintu muka, bunyinya sebagai berikut, hadegipun masjid yasanipun para wali, nalika tanggal 1 Dzulhijjah tahun 1428. b. Berdasarkan atas gambar bulus yang terdapat di Mihrab yang ditafsirkan sebagai berikut: (a) Kepala : 1, (b) Kaki : 4, (c) Badan : 0, (d) Ekor : 1; jadi = 1401. c. Di dasarkan atas condrosengkolo yang terdapat pada pintu bledek (petir) sebagai berikut: nogo sariro wani (nogo sariro katon wani), yang diartikan sebagai tahun soko 1388 atau tahun 1466 M. 43 masyarakat pedesaan terdapat banyak sekali cerita-cerita lisan yang berkaitan dengan pendirian masjid tersebut. Misalnya, perihal Sunan Kalijaga membuat 4 tiang pokok (saka guru) yang terbuat dari tatal (serpihan-serpihan kayu sisa). Ia juga dianggap ulama yang menentukan kiblat Masjid Demak agar sesuai menghadap ke arah kabah. Masjid ini sampai kini masih dikunjungi muslim di seluruh nusantara. Masjid ini menjadi pusat agama terpenting di Jawa dan memainkan peran besar dalam upaya menuntaskan islamisasi di seluruh Jawa, termasuk daerahdaerah pedalaman.19 Masjid Agung Demak juga dianggap sebagai masjid suci bahkan ada sementara orang yang beranggapan pula bahwa mengunjungi masjid Demak dan menziarahi orang-orang suci yang dimakamkan di komplek masjid dapat disamakan dengan pahala haji ke Mekkah, meskipun anggapan tersebut sampai sekarang belum ditemukan landasan keagamaan.20 Masjid Agung Demak bukan saja sebagai pusat ibadah, tetapi juga sebagai ajang pendidikan mengingat lembaga pendidikan pesantren pada masa awal ini belum menemukan bentuknya yang final. Masjid dan pesantren sesungguhnya merupakan center of excellence yang saling mendukung dan melengkapi dalam membentuk kepribadian muslin. Sesungguhnya pula dakwah dan pendidikan tidak dapat dipisahkan dalam sejarah dan ajaran besar Islam. Diantara ajaran-ajaran Sunan Kalijaga yang sering disampaikan kepada para santrinya di Kadilangu adalah: Aja senang yen lagi darbe panguwasa, serik yen lagi ora darbe penguasa, jalaran kuwi bakal ana bebendune dhewe-dhewe. Aja mung kepengin menang dhewe kang bisa marakake crahing negara lan bangsa, kudu senang rerembugan njaga ketentreman lahir batin. d. Dalam babad Demak tulisan Atmodarminto, menyatakan masjid Agung Demak didirikan pada tahun 1399 tahun Soko atau tahun 1477 M, didasarkan atas condro sengkolo: lawang terus Gunaning Jammi. Lih. Imran Abu Amar, Sejarah Ringkas Kerajaan Islam Demak, (Kudus: Percetakan Menara Kudus, 1966), hlm. 33-34. 19 M. Hariwijaya, op. cit.,hlm. 287. 20 Imran Abu Amar, op. cit., hlm. 32. 44 Terjemahan: Jangan hanya senang kalau sedang mempunyai kekuasaan, sakit hati kalau sedang tidak mempunyai kekuasaan, sebab hal itu akan ada akibatnya sendiri-sendiri. Jangan hanya ingin menang sendiri yang dapat menyebabkan perpecahan negara dan bangsa, melainkan harus senang bermusyawarah demi menjaga ketenteraman lahir-batin.21 Selain itu Sunan Kalijaga juga mempunyai beberapa murid, diantaranya adalah: 1. Sunan bayat 2. Sunan Geseng 3. Ki Ageng Sela 4. Empu Supa, dan masih banyak yang lainnya.22 Di Kadilangu, di daerah Demak Sunan Kalijaga menetap lama hingga akhir hanyatnya. Kadilangu juga merupakan tempatnya membina kehidupan rumah tangganya. Ia diperkirakan hidup dalam empat era dasawarsa pemerintahan, yakni masa Majapahit (sebelum tahun 1478), kesultanan Demak (1481-1546), kesultanan panjang (1546-1568), dan awal pemerintahan Mataram (1580-an). Adapun tahun wafatnya tidak diketahui dengan pasti hanya saja diperkirakan dia wafat pada tahun 1586, atau dalam usia sekitar mencapai 131 tahun. Jenazahnya dikebumikan di desa Kadilangu, termasuk daerah kabupaten Demak, yang terletak disebelah timur laut dari kota Bintoro. 3. Karya-karya Sunan Kalijaga Diantara jasa dan pengaruh dari akibat-akibat taktik dan strategi di dalam menyiarkan agama di kalangan masyarakat itu mengakibatkan atau mempunyai efek dan sikap hidup di dalam segala bidang kehidupan, atau mempunyai akibat yang luas dalam bidang hidup dan kebudayaan. Diantara keahlian Sunan Kalijaga ialah kreatif dalam segala cabang seni, diantaranya ialah: 21 Purwadi, Sufisme Sunan Kalijaga, op. cit., hlm. 100. 22 Selengkapnya Lih. Anan Wahyudi dan Abu kholid, op. cit., hlm. 88-95. 45 1. Seni Pakaian Sunan Kalijagalah yang menciptakan seni batik yang bermotifkan ilustrasi gambar di dalam berbagai macam bentuk. Konon yang pertama kali menciptakan baju takwa adalah Sunan Kalijaga . baju takwa ini kemudian disempurnakan dengan segala rangkaiannya seperti destar, nyamping dan keris oleh Sultan Agung dan Sultan Hamengkubuwono I. Dalam hal ini nama tersebut berasal dari kata bahasa Arab: taqwa yang artinya taat serta berbakti kepada Allah SWT. nama yang simbolik sifatnya ini, dimaksudkan untuk mendidik manusia agar supaya selalu mengatur cara hidup dan kehidupan sesuai dengan tuntutan agama.23 2. Seni Suara Sunan Kalijaga banyak menciptakan lagu, tembang, maupun instrumennya, yang semua karyanya selalu mengandung nilai-nilai filosofis. Misalnya lagu Dandanggula dan lagu Dandanggula Semarangan, salah satu jenis lagu macapat yang setiap baitnya terdiri dari II baris dengan guru lagu dan guru suara sebagai berikut : (1) 10/I (wulu), (2) 10/a (legena), (3) 8/e (legena), (4) 7/0 (suku), (5) 9/I (wulu), (6) 7/a (legena), (8) 6/u (suku), (9) 8/a (legena), (10) 12/I (wulu), (11) 7/a (legena).24 Misalnya juga lagu dolanan (bermain) lir-ilir.25 Lagu ini mengilustrasikan tentang agama Islam secara halus, yaitu tembang yang isinya mengandung makrifat dan berjiwa agama. Lagu lir-ilir selengkapnya sebagai berikut. 23 Solichin Salam, op. cit. hlm. 44. 24 Harun Nasution, op. cit., hlm. 519. 25 Mengenai pencipta lagu lir-ilir terdapat beberapa pendapat. Ada yang mengatakan Sunan Giri, namun ada pula yang berpendapat ciptaan Sunan Kalijaga. Hal ini tidak perlu diperdebatkan karena keduanya termasuk Walisongo dan mempunyai tujuan yang sama yakni mengajak masyarakat memeluk agama Islam. 46 Lir-ilir, lir-ilir tandure wis sumilir Tak ijo royo-royo, tak sengguh kemanten anyar Cah angon-cah angon, penekno blimbing kuwi Lunyu-lunyu penekno, kanggo masuh dodotiro. Dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir Dondomono jrumantana, kanggo sebo mengko sore Mumpung jembar kalangane, mumung padhang rembulane Suraka surak horeeee.. Adapun makna yang terkandung dalam lagu lir-ilir tersebut adalah sebagai berikut: Lir-ilir, lir ilir tandure wisa sumilir Makin subur dan tersiramlah agama Islam yang disiarkan oleh para wali dan muballigh. Tak ijo royo-royo, tak sengguh kemanten Anyar Hijau adalah warna lambang dari agama Islam, dikira pangenten baru. Agama Islam menarik perhatian masyarakat, dikira pengantin baru, sebab agama Islam masih baru dikenal masyarakat. Cah angon-cah angon, penekno blimbing kuwi Cah angon atau penggembala adalah sebagai penguasa, yang menggembalakan rakyat. Hal ini orang yang menjadi penggembala rakyat, penguasa tanah Jawa, para raja, bupati, dan sebagainya, supaya lekas masuk agama Islam (menek : masuk mengambil buah blimbing). Pada umumnya buah belimbing mempunyai segi atau kulit yang mencuat berjumlah lima, yaitu yang dijadikan lambang rukun Islam. Lunyu-lunyu penekno, kanggo masuh dodotiro. Walaupun licin, sukar, tetapi usahakanlah agar dapat (agama Islam), demi nantinya untuk mensucikan dodot. Dodot adalah sejenis pakaian yang dipakai orang-orang atasan (trahing ngaluhur) jaman dulu. Dodot atau pakaian menjadi lambangnya agama atau kepercayaan, karena bagi orang Jawa, agama itu sebagai ageman atau pakaian dan jaman dulu bila membersihkan pusaka menggunakan lerak, blimbing wuluh dan barang-barang yang serba asam. 47 Dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir Pakaianmu, agamamu, sudah robek porak-poranda, karena dicampuri kepercayaan animisme, dan bahkan upacara-upacara sex dianggap suci dan sakral (aliran Tantrayana dari sekte Bairawa, kepercayaan campuran antara animisme, purba, Hindu, Budha, yang menganggap Ma Lima sebagai hal yang suci). Agamamu tidak berdasar wahyu, tapi tahayyul. Dandomono jrumantana, kanggo sebo mengko sore Agama yang telah rusak itu jahitlah (perbaiki) dengan agama Islam, demi untuk seba, sowan atau menghadap Tuhan nanti sore, atau kalau kita sudah meninggal dunia. Mumpung jembar kalangane, mumung padhang rembulane Mumpung masih hidup, masih ada kesempatan bertobat kepada Tuhan. Suraka surak horeeee.. Bergembiralah kalian moga-moga mendapat anugerah dari Tuhan.26 3. Seni Ukir Yakni sunan Kalijaga menciptakan bentuk seni ukir bermotif dedaunan, bentuk gayor atau alat menggantungkan gamelan dan bentuk ornamentik lainnya yang sekarang dianggap sebagai seni ukir nasional, sebelum jaman para wali, kebanyakan seni ukir bermotifkan manusia dan binatang.27 4. Seni Gamelan Sunan Kalaijaga menciptakan seperangkat instrumen gamelan untuk menyambut peringatan Maulid Nabi Saw, di Masjid Demak. Gong sekaten yang menurut nama aslinya sewaktu diciptakan dahulu olehnya adalah syahadatain yaitu dua kalimat syahadat. Gong ini ditabuh sehingga rakyat berkumpul, kemudian mereka diberi ceramah. 26 Umar Hasyim, op. cit., hlm. 17-18. 27 Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, op. cit., hlm. 85. 48 Akhirnya mereka tertarik dan masuk ke masjid mengucapkan dua kalimat syahadat. Gamelan (gong) yang diciptakannya bukan sekedar digunakan untuk ramai-ramai saja, tetapi mengandung maksud yang dalam. Bunyi daripada masing-masing alat gamelan mempunyai maksud sendiri-sendiri. kemudian kombinasi keseluruhannya merupakan maksud tertentu yang digambarkan dengan kalimat tersusun. Seperangkat gamelan itu terdiri dari. a. Kenong bunyinya nong, nong, nong. b. Saron bunyinya ning, ning, ning c. Kempul bunyinya pung, pung, pung. d. Kendang bunyinya tak-ndang, tak-ndang, tak-ndang e. Genjur bunyinya nggurr, nggurr.28 Adapun falsafat yang terkandung dalam gamelan tersebut adalah sebagai berikut: Kenong, berasal dari kata ke (kependekan dari kata kepareng atau dengan izin), nong (kependekan dari Hyang Winong atau Tuhan yang Maha Kuasa). Maksud alat ini diciptakan untuk mengajarkan bahwa tujuan akhir dari segala manusia tergantung izin Allah. Manusia berusaha sungguh-sungguh dan cara yang sebaik-baiknya, tetapi hanya Allah yang menentukan hasilnya. Demikian juga dengan pelaksanaan dakwah Islam, bila dilakukan dengan sungguh-sungguh, hasilnya Allahlah yang menentukan. Sebab hanya Allah yang kuasa membukakan hati dan pikiran manusia untuk menerima petunjuk. Saron, berasal dari kata seron (asalnya sero atau keras). Dalam gamelan, terdapat tembang yang diiringi gamelan dengan gaya cepat, agak cepat, sedang, lambat dan lambat sekali. Ada juga yang nadanya keras, sedang dan lemah yang disesuaikan dengan sifat tembang atau pertunjukannya yang diiringi oleh gamelan tersebut. Alat-alat yang 28 Ibid., hlm. 86. 49 masuk kelompok saron adalah demong, yang merupakan perpaduan kata Dem (gandem atau puas), dan mong kependekan dari unggul. Maksudnya dakwah Islam perlu dibawakan dengan cara bijaksana, enak didengar dan bermutu isinya. Untuk sampai pada tujuan harus ada usaha keras seperti digambarkan dalam suara saron yang keras, dengan berbagai macam cara seperti pengajian, pendidikan, usaha sosial, serta usaha lainnya yang disesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Kempul, dari kata Kempel (padat atau bulat). Jadi kempul maksudnya adalah apabila usaha-usaha untuk mencapai tujuan sudah bulat dan padat, maka akan tercapailah tujuan itu. Alat ini diciptakan untuk memberikan pengertian bahwa adanya usaha-usaha yang bulat dari umat Islam, seperti kekompakan serta ukhuwah Islamiyah yang kuat, serta kebulatan tekad untuk bersama-sama menegakkan ajaran Islam, semua ini memudahkan tercapainya tujuan dakwah Islam. Kendang, berasal dari Kendali dan Padang (terang). Kendang merupakan alat penting dalam permainan gamelan, sebab kendanglah yang mengatur irama cepat dan lambatnya jalan permainan. Diciptakan kendang bermaksud bahwa usaha dakwah Islam yang tujuannya suci itu harus dikendalikan dengan hati, dan pikiran terang, sehingga tidak terdapat pamrih apapun dalam menjalankan dakwah tersebut, melainkan semata-mata menjalankan dakwah Islam. Genjur, kependekan dari bahasa Jawa Jegur (terjun atau masuk). Maksudnya mereka diseru agar semuanya saja yang masih sendiri di sini (dekat) gapura, dan yang disitu (dekat kolam), dan yang ada disana (jauh dari gapura dan kolam), selagi berkumpul marilah lekas-lekas ke kolam masuk masjid membaca kalimah syahadatain, memeluk Islam.29 Kesemuanya dari suara atau bunyi gamelan itu bila dilaras sedemikian rupa sehingga menjadi berikut: nong ning; nong kana, 29 Slamet Wahyudi, Aspek Mistik dalam Tradisi Wayang Kulit Sunan Kalijaga, (Semarang: Wicaksana, 1994), hlm. 43-50. 50 nong kene (disana, disini, disitu), pung-pung; mumpung-mumpung (mumpung masih hidup ada waktu) dan dihubungkan dengan pul-pulpul: kumpul-kumpul- kumpul, ndang-ndang: endang-endang (cepatcepat), dan dihubungkan lagi dengan tak ndang tak ditak: dikon atau diperintah. Terakhir berbunyi ngurr, artinya supaya lekas njegur, atau masuk ke masjid atau masuk Islam.30 Selain gamelan Sunan Kalijaga jugalah yang memerintahkan ki Pandanaran atau Sunan Tembayat untuk membuat bedhug, yaitu semacam drum besar untuk memanggil orang supaya berkumpul di masjid. Sesuai dengan bunyinya maka falsafah bedhug itu artinya adalah : deng-deng-deng: isih sedeng-sisih sedeng (masih muat), yaitu di dalam masjid masih muat atau cukup untuk shalat berjamaah. Kalau kentongan langgar berbunyi: thong-thong-thong: kotong-kotong (masing kosong).31 5. Seni Wayang Wayang kulit atau wayang purwa baru adalah ciptaan Walisongo dan pencetusnya adalah Sunan Kalijaga. Sedang wayang lama atau pada zaman sebelum wali hanya ada wayang beber, yaitu gambarnya setiap adegan dibeber pada sebuah kertas. Gambarnya adalah berupa manusia. Wayang baru juga dibuat secara tokohnya satu persatu. Pembaharuan-pembaharuan ini juga meliputi tata pentas dan tambahan tokoh, Misalnya punakawan,32 yang setiap bentuk karyanya selalu mengandung nilai filosofis. 30 Umar Hasyim, op. cit., hlm. 20. 31 Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, op. cit., hlm. 85. 32 Wayang Punakawan Pandawa yang terdiri dari: Semar, Petruk Gareng, Bagong, adalah ciptaan wali tiga serangkai, yaitu Sunan Bonang, Sunan Giri, dan Sunan Kalijaga. Adapun falsafah dari arti nama keempat punakawan itu adalah sebagai berikut: a. Semar, dari bahasa Arab simaar yang artinya paku. Dikatakan bahwa kebenaran Agama Islam adalah kokoh (kuat), sejahtera bagaikan kokohnya paku yang sudah tertancap, yakni simaaruddunyaa. b. Petruk, dari bahasa Arab fat-ruk yang artinya tinggalkanlah. Sama dengan kalimah fat-ruk kullu man siiwallahi, yaitu tinggalkanlah segala apa yang selain Allah. c. Gareng, berasal dari bahasa Arab naala qariin (nala Gareng), yang artinya memperoleh banyak kawan, yaitu sebagai tujuan para wali adalah berdakwah untuk memperoleh banyak kawan. 51 Perlengkapan debog (pohon pisang) untuk menancapkan wayang, layar atau geber sebagai sandaran wayang dan blencong atau dian diatas ki dalang33 adalah juga tambahan dari Sunan Kalijaga sendiri. Juga bala tentara: seperti kera, binatang-binatang-binatang gajah, kuda, babi, rampongan dan sejata-senjatanya dan gunungan adalah tambahan dalam jaman Sunan Kalijaga. Wayang di dalam masyarakat Jawa sebelum agama Islam berkembang telah menjadi sebagian dari hidupnya, dan seterusnya di dalam dakwah, Sunan Kalijaga menjadikan wayang ini sebagai alat atau media demi suksesnya dakwah Islam.34 6. Seni Topeng Seni topeng ini diibaratkan sebagai hakekat hidup, karena seni topeng menyajikan suatu perwujudan makna daripada hidup dan kehidupan manusia yang serba berkedok atau berselubung (bertopeng) dengan berbagai pamrih.35 7. Seni Barongan Seni pentas ini diibaratkan sebagai thariqah. Karena di dalamnya terkandung gambaran makna dan tingkah laku manusia dalam menerima ketentuan Tuhan.36 8. Seni Tari Seni pentas tari (ronggengan), yaitu mempunyai makna makrifat karena di dalamnya mengungkapkan gambaran makna sifat manusia dalam pergaulannya yang harus saling menghargai dan d. Bagong, dari bahasa arab baghaa yang artinya lacut atau berontak, yaitu memberontak terhadap segala sesuatu yang zalim. Lih. Umar Hasyim, op. cit., hlm. 26. 33 Adapun arti kata dalang adalah dari bahasa Arab juga, yaitu dari kata dalla, yang artinya menunjukkan kepada jalan yang benar. Man dalla alal khair ka fa ilihi, yang artinya barang siapa yang bersedia menunjukkan kepada jalan yang benar atau ke arah kebajikan, pahalanya seperti orang orang yang berbuat kebajikan itu sendiri tanpa dikurangi sedikitpun. (Hadits Shahih Bukhori). Ibid., hlm. 26. 34 Ibid., hlm. 24. 35 Ichsan Syamlawi, dkk, Keistimewaan Masjid Agung Demak, (Salatiga: CV Saudara, 1985), hlm. 72. 36 Ibid., hlm. 73. 52 menghormati serta berani mawas diri dan mampu mengendalikan dirinya.37 Sunan Kalijaga merupakan ulama termuda yang diangkat menjadi wali, tetapi memiliki ilmu paling tinggi dan paling lama pula menjalankan tugas dakwahnya. Pola dakwah yang dikembangkan mirip dengan guru sekaligus sahabatnya, Sunan Bonang. Kedua wali ini cenderung menganut faham sufistik berbasis salaf, bukan sufipanteistik (pemujaan semata). Sunan Kalijaga juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah.38