Anda di halaman 1dari 14

Biografi Sunan Kalijaga

1. Riwayat Hidup Sunan Kalijaga


Banyak orang yang berselisih pendapat mengenai apakah nama Sunan Kalijaga itu dari nama
Arab, Cina atau dari kata Jawa asli. Sebagian orang mengatakan bahwa nama Kalijaga itu
berasal dari kata-kata bahasa Arab yang telah disesuaikan menurut lidah orang Jawa, yaitu dari
kata Qodli Zaka, yang berarti hakim suci atau penghulu suci.1 Sebagai alasan, mereka
mengatakan bahwa di dalam hidupnya Sunan Kalijaga terkenal sebagai tokoh yang banyak
menghakimi segala pertentangan di
antara raja-raja Demak yang berselisih dan bertengkar, bahkan peristiwa Siti Jenar pun Sunan
Kalijaga yang menjadi hakimnya.
Ada pula yang mengatakan bahwa nama Kalijaga ini berasal dari bahasa cina, yaitu nama Mas
Said (nama kecilnya) berasal dari kata Oei Sam Ik, kemudian diucapkan menurut lidah Jawa
menjadi Said, atau R.M Syahid yang kemudian bergelar dengan sebutan Sunan Kalijaga.2
Menurut ceritera, beliau dinamakan Kalijaga juga karena beliau bertapa di sungai sampai
semak belukar tumbuh merambati badannya. Kalijaga artinya menjaga kali. Selain Mas Said
(R.M. Syahid) dan Kalijaga, ia juga mempunyai nama Brandal Lokajaya, Syeikh Malaya,
pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.
1
Dugaan di atas ternyata hanyalah merupakan hasil pemikiran othak-athik waton gathuk,
jarwo sodhokan, atau dari methoda etimologi saja yang tentunya bertentangan dengan methoda
historis. Sunan Kalijaga tidak mungkin bergelar penghulu, karena yang menjadi penghulu dari
sekian para wali adalah Sunan Ampel, dan setelah sunan Ampel wafat, jabatan ini digantikan
oleh
Sunan Giri. Menurut cerita pada waktu musyawarah para wali, Sunan Kalijaga hanya bersedia
menjabat sebagai naib saja. Umar Hasyim, Sunan Kalijaga, (Kudus: Penerbit Menara, t. th),
hlm.
I.
2
Gelar ini didapat ketika ia berguru dengan Sunan Bonang dan diuji untuk ngalwat yaitu
ditanam di tengah hutan di dalam goa Sorowiti Panceng Tuban dan tapa brata di sungai selama
setahun. Karena ketaatan dan ketakwaan dalam mengemban amanat gurunya, maka Sunan
Bonang mengangkatnya menjadi wali dan bergelar Sunan Kalijaga. Selengkapnya Lih.
Purwadi,
Sufisme Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Sadasiva, 2005), hlm. 13-14.
36
Sementara itu masih ada lagi orang yang menafsirkan bahwa nama
Kalijaga itu berasal dari kata-kata kali yang berarti air yang mengalir, dan
kata jaga yang berarti menjaga. Jadi berarti orang yang menjaga semua
aliran atau kepercayaan yang hidup di dalam masyarakat.3
Tentang silsilah Sunan Kalijaga inipun ada perbedaan, karena
memang tidak ada catatan resmi dan bahan-bahan sejarah berupa naskah yang
dapat dijadikan pegangan. Ada yang mengatakan bahwa Sunan Kalijaga
itu dari keturunan bangsa Cina, Arab atau dari keturunan Jawa asli.
a) Dari keturunan Cina
Menurut buku Kumpulan Ceritera Lama dari Kota Wali
(Demak), yang ditulis oleh S. Wardi dan diterbitkan oleh Wahyu,
menuturkan bahwa Sunan Kalijaga sewaktu kecil bernama Said.
Beliau anak seorang cina yang bernama Oei Tik Too. Oei Tik Too ini
mempunyai putera yang kemudian menjadi bupati Tuban, namanya
Wirotikto (bukan Wilotikto). Bupati Wirotikto ini mempunyai anak
laki-laki bernama Oei Sam Ik, dan terakhir di panggil Said.4
Catatan-catatan yang diketemukan oleh Residen Poortman pada
tahun 1928 dari klenteng Sam Poo Kong Semarang mengatakan bahwa
banyak sekali tokoh-tokoh raja-raja Jawa pada jaman Demak dan Para
Wali adalah dari keturunan Cina. Disebutkan bahwa orang yang
bernama Gang Si Cang (Sunan Kalijaga) ikut membuat atau
mendirikan Masjid Demak. Jadi ini menunjukkan bahwa Sunan
Kalijaga dari keturunan bangsa Cina.
b) Dari Keturunan Arab
Menurut buku De Hadramaut et ies Colonies Arabes DansI
Archipel Indien, karya Mr. C. L. N. Van De Berg, Sunan Kalijaga
adalah keturunan Arab asli. Dan di dalam buku tersebut diceritakan
pula bahwa tidak hanya Sunan Kalijaga saja, tetapi semua Wali di
Jawa adalah dari keturunan Arab.
3
Umar Hasyim, op. cit., hlm. 2.
4
Ibid., hlm. 4.
37
Menurut buku tersebut, silsilah Sunan Kalijaga sebagai berikut;
Abdul Muthalib (Kakek Nabi Muhammad), berputra Abbas, berputra
Abdul Wakhid, berputra Mudzakkir, berputra Adullah, berputra
Khasmia, berputra Abdullah, berputra Madrouf, berputra Arifin,
berputra Hasanuddin, berputra Jamal, berputra Akhmad, berputra
Abdullah, berputra Abbas, berputra Kourames, berputra Abdurrakhim
(Ario Tejo, bupati Tuban), berputra Tejo Laku (Bupati Majapahit),
berputra Lembu Kusuma (Bupati Tuban), berputra Tumenggung
Wilotikto (Bupati Tuban), berputra Raden Mas Said (Sunan Kalijaga).5
c) Silsilah Jawa
Menurut keterangan salah seorang pembantu majalah penyebar
semangat Surabaya dari Yogyakarta ( Sdr. Tj M: Tjantrik Mataram)
yang mendapat keterangan dari Sdr. Darmosugito (Wartawan
Merdeka) yang juga trah Kalinjangan, mengatakan bahwa Sunan
Kalijaga adalah asli orang Jawa atau keturunan Jawa. Silsilahnya
adalah sebagai berikut.
Seterusnya silsilah Sunan Kalijaga bermula dari Adipati
Ranggalawe, sebagai berikut:
Adipati Ranggalawe (Bupati Tuban), berputra Ario Tejo I
(Bupati Tuban), berputra Ario Tejo II (Bupati Tuban), berputra Ario
Tejo III (Bupati Tuban), berputra Raden Tumenggung Wilotikto
(Bupati Tuban), berputra Raden Mas Said (Sunan Kalijaga).6
Menurut keterangan, Ario Tejo I dan II ini masih memeluk
agama Syiwa. Hal ini bisa saksikan dari bukti makamya yang berada di
Tuban, yang memakai tanda Syiwa. Tetapi Ario Tejo III sudah
memeluk agama Islam, hal ini juga terlihat dari tanda yang ada
dimakamnya.
5
Ibid., hlm. 5.
6
Ibid. hlm. 5.
38
Sebagaimana tersurat dalam sejarah Indonesia Walisongo
(termasuk Sunan Kliajaga), adalah pelopor dan pemimipin dakwah
Islam yang berhasil merekrut murid-murid untuk menjalankan dakwah
di setiap penjuru negeri. Dan orang-orang Indonesia mengenal daidai dari alawiyyin (tokoh-
tokoh asyraf, keturunan Ali dan Fatimah
binti Rosulullah Saw) tersebut dengan sebutan wali-wali, sedangkan
di Jawa khususnya mereka dikenal dengan nama sunan.
Dari sinilah sebenarnya wali-wali atau sunan-sunan tersebut
adalah dari keturunan Arab termasuk juga Sunan Kalijaga. Namun
proses asimilasi dengan masyarakat Indonesia yang dialami
keturunannya dapat dikatakan telah menghapus identitas kearabannya
sehingga larut dalam struktur masyarakat setempat. Mereka tidak
memakai nama Arab lagi, tetapi memakai nama Jawa atau Indonesia,
meski masih ada yang tetap mencantumkan nama marganya7.
Mengenai kapan tepatnya kelahiran Sunan Kalijaga pun
menyimpan misteri. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1430-an, dihitung
dari tahun pernikahan Sunan Kalijaga dengan putri Sunan Ampel.
Ketika itu ia berusia 20-an tahun. Sunan ampel yang diyakini lahir
pada 1401, ketika menikahkan putrinya dengan Sunan Kalijaga, ia
berusia 50-an tahun.8 Tetapi ada juga yang mengatakan ia lahir ada
tahun 1450 dan 1455. ayahnya bernama Tumenggung Wilotikto
(Wiwatikta atau Raden sahur), dan ibunya bernama Dewi Retno
Dumilah.
Dikisahkan bahwa Sunan Kalijaga mempunyai tiga orang isteri.
Nama istri dan anak-anaknya adalah sebagai berikut. Pertama, Dewi
Saroh binti Maulana Ishak, yang dikarunia 3 orang anak, yaitu; Raden
Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah, dan Dewi Sofiah. Kedua, Siti
Zaenab binti Sunan Gunung Jati, yang dikarunia 5 orang anak, yaitu; ratu
Pambuyan, Nyai Ageng Panegak,, Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan
7
Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini Di
Indonesia, (Bandung: Mizan Media Utama, 2001), hlm. 23-24.
8
M. Hariwijaya, Islam Kejawen, (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2006), hlm. 281.
39
Nyai Ageng Ngerang. Ketiga; dengan Siti Khafsah binti Sunan Ampel
(tidak ada keterangan selengkapnya).9
Diantara para wali sembilan, beliau terkenal sebagai seorang wali
yang berjiwa besar. Seorang pemimpin, pejuang, muballigh, pujangga, dan
filosof. Daerah operasinya tidak terbatas, oleh karenanya ia adalah
terhitung seorang Reizende Muballigh (muballigh keliling). Jikalau beliau
bertabligh senantiasa diikuti oleh para kaum ningrat dan sarjana.10
Dalam kisahnya diceritakan bahwa Raden Said sebenarnya adalah
seorang anak muda yang taat kepada agama dan bakti kepada orang tua.
Namun beliau tidak bisa menerima keadaan disekelilingnya, karena pada
saat itu banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan di masyarakat. Musim
kemarau panjang dan bahaya kelaparan makin membuat rakyat tersiksa.
Hal ini disaksikan sendiri oleh Raden Said yang masih berjiwa suci bersih.
Hatinya berontak dan tak dapat menerima semua itu.
Pada malam hari, dia sering mengambil padi dan jagung serta bahan
makanan lainnya di gudang kadipaten untuk diberikan kepada rakyat jelata
yang membutuhkannya.11 Namun perbuatannya itu tak dapat bertahan
lama. Salah seorang penggawa kadipaten Tuban akhirnya memergokinya
dan Raden Said dilaporkan kepada Adipati Tuban (ayahnya sendiri).
Beliau sangat marah dan akhirnya Raden Said dihukum berat. Sesudah
habis masa hukumannya dia beraksi lagi, kali ini tidak mengambil bahanbahan makanan milik
ayahnya melainkan merampok harta benda milik
para hartawan kaya raya dan para tuan tanah dan hasil rampokan itu
dibagi-bagikan kepada fakir miskin serta orang-orang yang lebih
membutuhkannya. Hal ini pun tidak berlangsung lama, kedua orang
9
Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar; Peran Walisongo dalam MengIslamkan Tanah
Jawa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 286.
10
Solichin Salam, Sekitar Wali Sanga, (Kudus: Perc Menara, t. th), hlm. 42.
11
Dalam melakukan aksinya ini dia selalu mengenakan topeng sehingga tak ada yang
tahu bahwa penolong fakir miskin itu adalah Raden Said, Putra Adipati Tuban.
40
tuanya pun mengetahui perbuatan anaknya yang sangat tercela yang
akhirnya Raden Said diusir dari kadipaten12.
Dalam pengembaraannya dia sampai di sebuah hutan bernama Jati
Wangi, di sana dia terkenal sebagai seorang pemuda sakti yang sering
merampok para hartawan dan pedagang kaya raya. Seperti dulu, harta itu
dibagi-bagikannya kepada fakir miskin. Orang menyebutnya sebagai
brandal Lokajaya, yang akhirnya dari sinilah Raden Said mengenal dan
berguru kepada Sunan Bonang.13
Sedangkan versi lain melihat bahwa Raden Said benar-benar seorang
yang nakal sejak kecil dan kemudian berkembang menjadi penjahat yang
sadis. Ia suka merampok dan membunuh tanpa segan. Ia berjudi kemanamana setiap habis
botoh-nya ia merampok kepada penduduk. Selain itu
digambarkan Raden Said adalah seorang yang sangat sakti, karena
saktinya beliau mendapat julukan Brandal Lokajaya.
Dalam serat Lokajaya, kisah pertaubatan Sunan Kalijaga dihadapan
Sunan Bonang dilukiskan demikian:
Apan umpetan aneng wanadri, lamun ana jalma liwat marga binegal
pemrih patine, sewiji dina nuju, aneng tengahira wanadri, raden
kaget tumingal, ing pangrasanipun, bungah sajroning wardaya,
lamun ana sujalma alampah keksi, muruo panganggoniro.
Pinaranan Sunan Bonang nuli, wau arsa binegal semana, wus weruh
karepe, medalken kramatipun, jalma papat gangsal sang Yogi, pan
sami warnanira, gya ngepung sang bagus, ginadang-adhang samiya,
Lokajaya anulya lumayu aris, kinepung sapurugya.
Minger ngilen playune sang pekik, denuru sapurugira, mangaten
ginepuk age, mangidul dipunpukul, apan mangaler dipunjagi, payah
sang Lokajaya, andheprok sang bagus, pinaraman Sunan Bonang,
Lokajaya enget tobat miring Hyang widi, amba nut karsa paduka.
Sira wus tobat ning awak mami, nggih sang Wiku amba nuwun
gesang, sakarsa kawula dherek, aja lunga sireku pun tunggunen ini
teken mami, ja sira lungo-lungo, yen tan teka ingsun, ature inggih
12
Selengkapnya Lih. Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, Kisah Walisongo, (Surabaya:
Karya Ilmu, t. th), hlm. 76-78.
13
Ibid., hlm. 79.
41
sandika, Sunan Bonang kondur ing dhukuh lestari, sang apekik wus
tinilas.
Terjemahan:
Dia bersembunyi di tengah rimba. Apabila ada orang yang lewat,
dirampok dan di bunuhnya, kebetulan pada waktu hari, di tengah
hutan lebat dia terkejut melihat ada orang yang sedang
berjalan.hatinya senang, melihat gemerlapan pakaiannya.
Lalu didekatilah Sunan Bonang untuk dirampoknya. Sunan Bonang
mengetahui niatnya. Dia mengeluarkan kesaktiannya menjelma
menjadi empat, lima Sunan Bonang asli. Seluruhnya sama rupanya.
Mereka mengepung dan menghadang Lokajaya. Lokajaya cepat
berlari hendak meloloskan diri. Tapi, kemampuan Lokajaya pergi
dihadangnya.
Lokajaya menuju kebarat, ke timur dipukul, ke selatan dipukul, ke
utara juga dijaga. Mati kutulah Lokajaya. Ia duduk lunglai lemah.
Sunan Bonang mendekat, Lokajaya ketakutan lalu bertobat, ingat
kepada Hyang Widi, Hamba berserah diri kepada paduka.
Kamu betul-betul bertobat kepadaku? ya tuan. Jangan pergi kamu.
Tunggulah tongkat saya. Sama sekali kamu jangan pergi bila aku
belum datang. Jawabnya, baik tuan. Sunan Bonang kemudian
pulang ke desa tempat tinggalnya dan Lokajaya ditinggal. 14
2. Jasa-jasa Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga dikenal sebagai muballigh, ia sangat populer dan
pandai bergaul dengan semua lapisan masayarakat. Dari kalangan bawah
sampai kalangan atas. Hal ini dapat dimengerti, karena Sunan Kalijaga
adalah sebagai muballigh keliling yang mendatangi daerah-daerah sampai
jauh ke pelosok dan kota-kota, dan memang dalam hal ini ada wali yang
hanya berdakwah di daerahnya saja, mendirikan padepokan atau pesantren
di tempat domisilinya.15
Sunan Kalijaga tenar di kalangan bawah, karena bisa dan pandai
menyesuaikan diri dengan rakyat jelata dan menyelami liku-liku
kehidupan rakyat jelata. Tidak hanya itu saja, tetapi juga pandai bergaul di
dalam kalangan atas atau kalangan intelek, karena ia memang seorang
14
M. Hariwijaya, op. cit., hlm. 284-286.
15
Umar Hasyim, op. cit,., hlm. 84.
42
politikus, ahli tasawuf dan seorang filosof. Maka kaum bangsawan, kaum
ningrat dan para sarjana sangat menghargai dan mengaguminya.
Dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada Sunan Kalijaga
dapat bergaul dan mengumpulkan rakyat untuk kemudian diajak mengenal
agama Islam. Ia ahli menabuh gamelan, pandai mendalang, dan pandai
menciptakan tembang yang kesemuanya itu dipergunakan untuk
kepentingan dakwah.16
Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga berbeda dengan Sunan Giri.
Menurut pendapatnya, menyampaikan ajaran Islam perlu disesuaikan
dengan keadaan setempat, sedikit demi sedikit, kepercayaan, adat istiadat
dan kebudayaan lama tidak harus dihapuskan, tetapi diisi dengan unsur
keislaman. Sunan Giri sebaliknya berpendapat bahwa Islam harus
disampaikan menurut aslinya. Kepercayaan lama harus diberantas.
Demikian pula adat istiadat serta kebudayaan lama yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Sunan Kalijaga lebih mendekati rakyat jelata dan
masih awam. Sedangkan Sunan Giri lebih dekat dengan kaum bangsawan
dan hartawan. Dengan cara Sunan Kalijaga yang luwes tersebut maka
banyaklah orang Jawa yang bersedia masuk agama Islam. Kesepakatan
kemudian tercapai bahwa dakwah memang perlu ada yang dari atas dan
ada pula yang dari bawah.17
Sunan Kalijaga juga berperan dan berjasa dalam pendirian masjid
pertama di tanah Jawa, yakni Masjid Agung Demak.18 Di dalam
16
Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, op. cit., hlm. 84.
17
Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (jakarta: Percetakan Sapdodadi,
1992), hlm. 519.
18
Tentang didirikannya masjid Agung Demak ini ada beberapa pendapat yang didasarkan
atas condrosengkolo yang terdapat di dalam masjid, yaitu:
a. Pada hari kamis kliwon, malam jumat legi bertepatan dengan tanggal 1 (satu) dzulhijjah
tahun
Jawa 1428 (1501 M). Dengan dasar sebuah tulisan dalam bahasa Jawa di atas pintu muka,
bunyinya sebagai berikut, hadegipun masjid yasanipun para wali, nalika tanggal 1 Dzulhijjah
tahun 1428.
b. Berdasarkan atas gambar bulus yang terdapat di Mihrab yang ditafsirkan sebagai berikut:
(a) Kepala : 1, (b) Kaki : 4, (c) Badan : 0, (d) Ekor : 1; jadi = 1401.
c. Di dasarkan atas condrosengkolo yang terdapat pada pintu bledek (petir) sebagai berikut:
nogo sariro wani (nogo sariro katon wani), yang diartikan sebagai tahun soko 1388 atau
tahun 1466 M.
43
masyarakat pedesaan terdapat banyak sekali cerita-cerita lisan yang
berkaitan dengan pendirian masjid tersebut. Misalnya, perihal Sunan
Kalijaga membuat 4 tiang pokok (saka guru) yang terbuat dari tatal
(serpihan-serpihan kayu sisa). Ia juga dianggap ulama yang menentukan
kiblat Masjid Demak agar sesuai menghadap ke arah kabah. Masjid ini
sampai kini masih dikunjungi muslim di seluruh nusantara. Masjid ini
menjadi pusat agama terpenting di Jawa dan memainkan peran besar
dalam upaya menuntaskan islamisasi di seluruh Jawa, termasuk daerahdaerah pedalaman.19
Masjid Agung Demak juga dianggap sebagai masjid suci bahkan
ada sementara orang yang beranggapan pula bahwa mengunjungi masjid
Demak dan menziarahi orang-orang suci yang dimakamkan di komplek
masjid dapat disamakan dengan pahala haji ke Mekkah, meskipun
anggapan tersebut sampai sekarang belum ditemukan landasan
keagamaan.20
Masjid Agung Demak bukan saja sebagai pusat ibadah, tetapi juga
sebagai ajang pendidikan mengingat lembaga pendidikan pesantren pada
masa awal ini belum menemukan bentuknya yang final. Masjid dan
pesantren sesungguhnya merupakan center of excellence yang saling
mendukung dan melengkapi dalam membentuk kepribadian muslin.
Sesungguhnya pula dakwah dan pendidikan tidak dapat dipisahkan dalam
sejarah dan ajaran besar Islam. Diantara ajaran-ajaran Sunan Kalijaga yang
sering disampaikan kepada para santrinya di Kadilangu adalah:
Aja senang yen lagi darbe panguwasa, serik yen lagi ora darbe
penguasa, jalaran kuwi bakal ana bebendune dhewe-dhewe. Aja mung
kepengin menang dhewe kang bisa marakake crahing negara lan
bangsa, kudu senang rerembugan njaga ketentreman lahir batin.
d. Dalam babad Demak tulisan Atmodarminto, menyatakan masjid Agung Demak didirikan
pada
tahun 1399 tahun Soko atau tahun 1477 M, didasarkan atas condro sengkolo: lawang terus
Gunaning Jammi. Lih. Imran Abu Amar, Sejarah Ringkas Kerajaan Islam Demak, (Kudus:
Percetakan Menara Kudus, 1966), hlm. 33-34.
19
M. Hariwijaya, op. cit.,hlm. 287.
20
Imran Abu Amar, op. cit., hlm. 32.
44
Terjemahan:
Jangan hanya senang kalau sedang mempunyai kekuasaan, sakit hati
kalau sedang tidak mempunyai kekuasaan, sebab hal itu akan ada
akibatnya sendiri-sendiri. Jangan hanya ingin menang sendiri yang
dapat menyebabkan perpecahan negara dan bangsa, melainkan harus
senang bermusyawarah demi menjaga ketenteraman lahir-batin.21
Selain itu Sunan Kalijaga juga mempunyai beberapa murid,
diantaranya adalah:
1. Sunan bayat
2. Sunan Geseng
3. Ki Ageng Sela
4. Empu Supa, dan masih banyak yang lainnya.22
Di Kadilangu, di daerah Demak Sunan Kalijaga menetap lama
hingga akhir hanyatnya. Kadilangu juga merupakan tempatnya membina
kehidupan rumah tangganya. Ia diperkirakan hidup dalam empat era
dasawarsa pemerintahan, yakni masa Majapahit (sebelum tahun 1478),
kesultanan Demak (1481-1546), kesultanan panjang (1546-1568), dan
awal pemerintahan Mataram (1580-an).
Adapun tahun wafatnya tidak diketahui dengan pasti hanya saja
diperkirakan dia wafat pada tahun 1586, atau dalam usia sekitar mencapai
131 tahun. Jenazahnya dikebumikan di desa Kadilangu, termasuk daerah
kabupaten Demak, yang terletak disebelah timur laut dari kota Bintoro.
3. Karya-karya Sunan Kalijaga
Diantara jasa dan pengaruh dari akibat-akibat taktik dan strategi di
dalam menyiarkan agama di kalangan masyarakat itu mengakibatkan atau
mempunyai efek dan sikap hidup di dalam segala bidang kehidupan, atau
mempunyai akibat yang luas dalam bidang hidup dan kebudayaan.
Diantara keahlian Sunan Kalijaga ialah kreatif dalam segala cabang seni,
diantaranya ialah:
21
Purwadi, Sufisme Sunan Kalijaga, op. cit., hlm. 100.
22
Selengkapnya Lih. Anan Wahyudi dan Abu kholid, op. cit., hlm. 88-95.
45
1. Seni Pakaian
Sunan Kalijagalah yang menciptakan seni batik yang
bermotifkan ilustrasi gambar di dalam berbagai macam bentuk. Konon
yang pertama kali menciptakan baju takwa adalah Sunan Kalijaga .
baju takwa ini kemudian disempurnakan dengan segala rangkaiannya
seperti destar, nyamping dan keris oleh Sultan Agung dan Sultan
Hamengkubuwono I.
Dalam hal ini nama tersebut berasal dari kata bahasa Arab:
taqwa yang artinya taat serta berbakti kepada Allah SWT. nama
yang simbolik sifatnya ini, dimaksudkan untuk mendidik manusia agar
supaya selalu mengatur cara hidup dan kehidupan sesuai dengan
tuntutan agama.23
2. Seni Suara
Sunan Kalijaga banyak menciptakan lagu, tembang, maupun
instrumennya, yang semua karyanya selalu mengandung nilai-nilai
filosofis. Misalnya lagu Dandanggula dan lagu Dandanggula
Semarangan, salah satu jenis lagu macapat yang setiap baitnya terdiri
dari II baris dengan guru lagu dan guru suara sebagai berikut : (1) 10/I
(wulu), (2) 10/a (legena), (3) 8/e (legena), (4) 7/0 (suku), (5) 9/I
(wulu), (6) 7/a (legena), (8) 6/u (suku), (9) 8/a (legena), (10) 12/I
(wulu), (11) 7/a (legena).24
Misalnya juga lagu dolanan (bermain) lir-ilir.25 Lagu ini
mengilustrasikan tentang agama Islam secara halus, yaitu tembang
yang isinya mengandung makrifat dan berjiwa agama. Lagu lir-ilir
selengkapnya sebagai berikut.
23
Solichin Salam, op. cit. hlm. 44.
24
Harun Nasution, op. cit., hlm. 519.
25
Mengenai pencipta lagu lir-ilir terdapat beberapa pendapat. Ada yang mengatakan
Sunan Giri, namun ada pula yang berpendapat ciptaan Sunan Kalijaga. Hal ini tidak perlu
diperdebatkan karena keduanya termasuk Walisongo dan mempunyai tujuan yang sama yakni
mengajak masyarakat memeluk agama Islam.
46
Lir-ilir, lir-ilir tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo, tak sengguh kemanten anyar
Cah angon-cah angon, penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno, kanggo masuh dodotiro.
Dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir
Dondomono jrumantana, kanggo sebo mengko sore
Mumpung jembar kalangane, mumung padhang rembulane
Suraka surak horeeee..
Adapun makna yang terkandung dalam lagu lir-ilir tersebut
adalah sebagai berikut:
Lir-ilir, lir ilir tandure wisa sumilir
Makin subur dan tersiramlah agama Islam yang disiarkan oleh
para wali dan muballigh.
Tak ijo royo-royo, tak sengguh kemanten Anyar
Hijau adalah warna lambang dari agama Islam, dikira
pangenten baru. Agama Islam menarik perhatian masyarakat,
dikira pengantin baru, sebab agama Islam masih baru dikenal
masyarakat.
Cah angon-cah angon, penekno blimbing kuwi
Cah angon atau penggembala adalah sebagai penguasa, yang
menggembalakan rakyat. Hal ini orang yang menjadi
penggembala rakyat, penguasa tanah Jawa, para raja, bupati,
dan sebagainya, supaya lekas masuk agama Islam (menek :
masuk mengambil buah blimbing). Pada umumnya buah
belimbing mempunyai segi atau kulit yang mencuat berjumlah
lima, yaitu yang dijadikan lambang rukun Islam.
Lunyu-lunyu penekno, kanggo masuh dodotiro.
Walaupun licin, sukar, tetapi usahakanlah agar dapat (agama
Islam), demi nantinya untuk mensucikan dodot. Dodot adalah
sejenis pakaian yang dipakai orang-orang atasan (trahing
ngaluhur) jaman dulu. Dodot atau pakaian menjadi lambangnya
agama atau kepercayaan, karena bagi orang Jawa, agama itu
sebagai ageman atau pakaian dan jaman dulu bila
membersihkan pusaka menggunakan lerak, blimbing wuluh
dan barang-barang yang serba asam.
47
Dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir
Pakaianmu, agamamu, sudah robek porak-poranda, karena
dicampuri kepercayaan animisme, dan bahkan upacara-upacara
sex dianggap suci dan sakral (aliran Tantrayana dari sekte
Bairawa, kepercayaan campuran antara animisme, purba,
Hindu, Budha, yang menganggap Ma Lima sebagai hal yang
suci). Agamamu tidak berdasar wahyu, tapi tahayyul.
Dandomono jrumantana, kanggo sebo mengko sore
Agama yang telah rusak itu jahitlah (perbaiki) dengan agama
Islam, demi untuk seba, sowan atau menghadap Tuhan nanti
sore, atau kalau kita sudah meninggal dunia.
Mumpung jembar kalangane, mumung padhang rembulane
Mumpung masih hidup, masih ada kesempatan bertobat kepada
Tuhan.
Suraka surak horeeee..
Bergembiralah kalian moga-moga mendapat anugerah dari
Tuhan.26
3. Seni Ukir
Yakni sunan Kalijaga menciptakan bentuk seni ukir bermotif
dedaunan, bentuk gayor atau alat menggantungkan gamelan dan
bentuk ornamentik lainnya yang sekarang dianggap sebagai seni ukir
nasional, sebelum jaman para wali, kebanyakan seni ukir bermotifkan
manusia dan binatang.27
4. Seni Gamelan
Sunan Kalaijaga menciptakan seperangkat instrumen gamelan
untuk menyambut peringatan Maulid Nabi Saw, di Masjid Demak.
Gong sekaten yang menurut nama aslinya sewaktu diciptakan dahulu
olehnya adalah syahadatain yaitu dua kalimat syahadat. Gong ini
ditabuh sehingga rakyat berkumpul, kemudian mereka diberi ceramah.
26
Umar Hasyim, op. cit., hlm. 17-18.
27
Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, op. cit., hlm. 85.
48
Akhirnya mereka tertarik dan masuk ke masjid mengucapkan dua
kalimat syahadat. Gamelan (gong) yang diciptakannya bukan sekedar
digunakan untuk ramai-ramai saja, tetapi mengandung maksud yang
dalam.
Bunyi daripada masing-masing alat gamelan mempunyai
maksud sendiri-sendiri. kemudian kombinasi keseluruhannya
merupakan maksud tertentu yang digambarkan dengan kalimat
tersusun. Seperangkat gamelan itu terdiri dari.
a. Kenong bunyinya nong, nong, nong.
b. Saron bunyinya ning, ning, ning
c. Kempul bunyinya pung, pung, pung.
d. Kendang bunyinya tak-ndang, tak-ndang, tak-ndang
e. Genjur bunyinya nggurr, nggurr.28
Adapun falsafat yang terkandung dalam gamelan tersebut adalah
sebagai berikut:
Kenong, berasal dari kata ke (kependekan dari kata kepareng atau
dengan izin), nong (kependekan dari Hyang Winong atau Tuhan
yang Maha Kuasa). Maksud alat ini diciptakan untuk mengajarkan
bahwa tujuan akhir dari segala manusia tergantung izin Allah. Manusia
berusaha sungguh-sungguh dan cara yang sebaik-baiknya, tetapi hanya
Allah yang menentukan hasilnya. Demikian juga dengan pelaksanaan
dakwah Islam, bila dilakukan dengan sungguh-sungguh, hasilnya
Allahlah yang menentukan. Sebab hanya Allah yang kuasa
membukakan hati dan pikiran manusia untuk menerima petunjuk.
Saron, berasal dari kata seron (asalnya sero atau keras). Dalam
gamelan, terdapat tembang yang diiringi gamelan dengan gaya cepat,
agak cepat, sedang, lambat dan lambat sekali. Ada juga yang nadanya
keras, sedang dan lemah yang disesuaikan dengan sifat tembang atau
pertunjukannya yang diiringi oleh gamelan tersebut. Alat-alat yang
28
Ibid., hlm. 86.
49
masuk kelompok saron adalah demong, yang merupakan perpaduan
kata Dem (gandem atau puas), dan mong kependekan dari
unggul. Maksudnya dakwah Islam perlu dibawakan dengan cara
bijaksana, enak didengar dan bermutu isinya.
Untuk sampai pada tujuan harus ada usaha keras seperti
digambarkan dalam suara saron yang keras, dengan berbagai macam
cara seperti pengajian, pendidikan, usaha sosial, serta usaha lainnya
yang disesuaikan dengan situasi dan kondisinya.
Kempul, dari kata Kempel (padat atau bulat). Jadi kempul
maksudnya adalah apabila usaha-usaha untuk mencapai tujuan sudah
bulat dan padat, maka akan tercapailah tujuan itu. Alat ini diciptakan
untuk memberikan pengertian bahwa adanya usaha-usaha yang bulat
dari umat Islam, seperti kekompakan serta ukhuwah Islamiyah yang
kuat, serta kebulatan tekad untuk bersama-sama menegakkan ajaran
Islam, semua ini memudahkan tercapainya tujuan dakwah Islam.
Kendang, berasal dari Kendali dan Padang (terang). Kendang
merupakan alat penting dalam permainan gamelan, sebab kendanglah
yang mengatur irama cepat dan lambatnya jalan permainan. Diciptakan
kendang bermaksud bahwa usaha dakwah Islam yang tujuannya suci
itu harus dikendalikan dengan hati, dan pikiran terang, sehingga tidak
terdapat pamrih apapun dalam menjalankan dakwah tersebut,
melainkan semata-mata menjalankan dakwah Islam.
Genjur, kependekan dari bahasa Jawa Jegur (terjun atau masuk).
Maksudnya mereka diseru agar semuanya saja yang masih sendiri di
sini (dekat) gapura, dan yang disitu (dekat kolam), dan yang ada disana
(jauh dari gapura dan kolam), selagi berkumpul marilah lekas-lekas ke
kolam masuk masjid membaca kalimah syahadatain, memeluk Islam.29
Kesemuanya dari suara atau bunyi gamelan itu bila dilaras
sedemikian rupa sehingga menjadi berikut: nong ning; nong kana,
29
Slamet Wahyudi, Aspek Mistik dalam Tradisi Wayang Kulit Sunan Kalijaga,
(Semarang: Wicaksana, 1994), hlm. 43-50.
50
nong kene (disana, disini, disitu), pung-pung; mumpung-mumpung
(mumpung masih hidup ada waktu) dan dihubungkan dengan pul-pulpul: kumpul-kumpul-
kumpul, ndang-ndang: endang-endang (cepatcepat), dan dihubungkan lagi dengan tak ndang
tak ditak: dikon atau
diperintah. Terakhir berbunyi ngurr, artinya supaya lekas njegur, atau
masuk ke masjid atau masuk Islam.30
Selain gamelan Sunan Kalijaga jugalah yang memerintahkan ki
Pandanaran atau Sunan Tembayat untuk membuat bedhug, yaitu
semacam drum besar untuk memanggil orang supaya berkumpul di
masjid. Sesuai dengan bunyinya maka falsafah bedhug itu artinya
adalah : deng-deng-deng: isih sedeng-sisih sedeng (masih muat), yaitu
di dalam masjid masih muat atau cukup untuk shalat berjamaah. Kalau
kentongan langgar berbunyi: thong-thong-thong: kotong-kotong
(masing kosong).31
5. Seni Wayang
Wayang kulit atau wayang purwa baru adalah ciptaan Walisongo
dan pencetusnya adalah Sunan Kalijaga. Sedang wayang lama atau
pada zaman sebelum wali hanya ada wayang beber, yaitu gambarnya
setiap adegan dibeber pada sebuah kertas. Gambarnya adalah berupa
manusia. Wayang baru juga dibuat secara tokohnya satu persatu.
Pembaharuan-pembaharuan ini juga meliputi tata pentas dan tambahan
tokoh, Misalnya punakawan,32 yang setiap bentuk karyanya selalu
mengandung nilai filosofis.
30
Umar Hasyim, op. cit., hlm. 20.
31
Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, op. cit., hlm. 85.
32
Wayang Punakawan Pandawa yang terdiri dari: Semar, Petruk Gareng, Bagong, adalah
ciptaan wali tiga serangkai, yaitu Sunan Bonang, Sunan Giri, dan Sunan Kalijaga. Adapun
falsafah
dari arti nama keempat punakawan itu adalah sebagai berikut:
a. Semar, dari bahasa Arab simaar yang artinya paku. Dikatakan bahwa kebenaran Agama
Islam adalah kokoh (kuat), sejahtera bagaikan kokohnya paku yang sudah tertancap, yakni
simaaruddunyaa.
b. Petruk, dari bahasa Arab fat-ruk yang artinya tinggalkanlah. Sama dengan kalimah fat-ruk
kullu man siiwallahi, yaitu tinggalkanlah segala apa yang selain Allah.
c. Gareng, berasal dari bahasa Arab naala qariin (nala Gareng), yang artinya memperoleh
banyak kawan, yaitu sebagai tujuan para wali adalah berdakwah untuk memperoleh banyak
kawan.
51
Perlengkapan debog (pohon pisang) untuk menancapkan wayang,
layar atau geber sebagai sandaran wayang dan blencong atau dian
diatas ki dalang33 adalah juga tambahan dari Sunan Kalijaga sendiri.
Juga bala tentara: seperti kera, binatang-binatang-binatang gajah, kuda,
babi, rampongan dan sejata-senjatanya dan gunungan adalah tambahan
dalam jaman Sunan Kalijaga.
Wayang di dalam masyarakat Jawa sebelum agama Islam
berkembang telah menjadi sebagian dari hidupnya, dan seterusnya di
dalam dakwah, Sunan Kalijaga menjadikan wayang ini sebagai alat
atau media demi suksesnya dakwah Islam.34
6. Seni Topeng
Seni topeng ini diibaratkan sebagai hakekat hidup, karena seni
topeng menyajikan suatu perwujudan makna daripada hidup dan
kehidupan manusia yang serba berkedok atau berselubung (bertopeng)
dengan berbagai pamrih.35
7. Seni Barongan
Seni pentas ini diibaratkan sebagai thariqah. Karena di
dalamnya terkandung gambaran makna dan tingkah laku manusia
dalam menerima ketentuan Tuhan.36
8. Seni Tari
Seni pentas tari (ronggengan), yaitu mempunyai makna
makrifat karena di dalamnya mengungkapkan gambaran makna sifat
manusia dalam pergaulannya yang harus saling menghargai dan
d. Bagong, dari bahasa arab baghaa yang artinya lacut atau berontak, yaitu memberontak
terhadap segala sesuatu yang zalim. Lih. Umar Hasyim, op. cit., hlm. 26.
33
Adapun arti kata dalang adalah dari bahasa Arab juga, yaitu dari kata dalla, yang
artinya menunjukkan kepada jalan yang benar. Man dalla alal khair ka fa ilihi, yang artinya
barang siapa yang bersedia menunjukkan kepada jalan yang benar atau ke arah kebajikan,
pahalanya seperti orang orang yang berbuat kebajikan itu sendiri tanpa dikurangi sedikitpun.
(Hadits Shahih Bukhori). Ibid., hlm. 26.
34
Ibid., hlm. 24.
35
Ichsan Syamlawi, dkk, Keistimewaan Masjid Agung Demak, (Salatiga: CV Saudara,
1985), hlm. 72.
36
Ibid., hlm. 73.
52
menghormati serta berani mawas diri dan mampu mengendalikan
dirinya.37
Sunan Kalijaga merupakan ulama termuda yang diangkat
menjadi wali, tetapi memiliki ilmu paling tinggi dan paling lama pula
menjalankan tugas dakwahnya. Pola dakwah yang dikembangkan
mirip dengan guru sekaligus sahabatnya, Sunan Bonang. Kedua wali
ini cenderung menganut faham sufistik berbasis salaf, bukan sufipanteistik (pemujaan semata).
Sunan Kalijaga juga memilih kesenian
dan kebudayaan sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah.38

Anda mungkin juga menyukai