Anda di halaman 1dari 23

Resume SPI

Kelompok 9
Sejarah Peradaban Islam Asia Tenggara

A. Teori Tentang Tedatangan Islam di Asia Tenggara


1. Teori Gujarat
Teori ini dikemukakan oleh sejumlah sarjana Belanda, antara lain
Pijnappel, Snouck Hurgronje dan Moquette. Teori ini mengatakan bahwa
Islam yang berkembang di Nusantara bukan berasal dari Persia atau Arabia
melainkan dari orang-orang Arab yang telah bermigrasi dan menetap di
wilayah India dan kemudian membawanya ke Nusantara.
2. Teori Bengal
Teori ini mengatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari daerah
Bengal. Teori ini dikemukakan oleh S.Q. Fatimi. Menurut Fatimi, model dan
bentuk nisan Malik al-Shalih, raja Pasai, berbeda sepenuhnya dengan batu
nisan yang terdapat di Gujarat.
3. Teori Coromandel dan Malabar
ini dikemukakan oleh Marrison dengan mendasarkan pada
pendapat yang dipegangi oleh Thomas W. Arnold. Teori Coromandel dan
Malabar yang mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Nusantara
berasal dari Coromandel dan Malabar.
4. Teori Arabia
Menurut Thomas W. Arnold, Coromandel dan Malabar bukan satu-
satunya tempat asal Islam dibawa. Ia mengatakan bahwa para pedagang
Arab juga menyebarkan Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan
Barat-Timur sejak awal-awal abad Hijriah atau abad ke-7 dan 8 Masehi. Hal
ini didasarkan pada sumber-sumber Cina yang mengatakan bahwa
menjelang akhir abad ke-7 seorang pedagang Arab menjadi pemimpin
sebuah pemukiman Arab-Muslim di pesisir pantai Barat Sumatera.

5. Teori Persia
Teori ini juga mendasarkan pada teori mazhab. Ditemukan adanya
peninggalan mazhab keagamaan di Sumatera dan Jawa yang bercorak
Syiah.
6. Teori Mesir
Teori yang dikemukakan oleh Kaijzer ini juga mendasarkan pada teori
mazhab, dengan mengatakan bahwa ada persamaan mazhab yang dianut
oleh penduduk Mesir dan Nusantara, yaitu bermazhab Syafi’i. Teori Arab-
Mesir ini juga dikuatkan oleh Niemanndan de Hollander. Tetapi keduanya
memberikan revisi, bahwa bukan Mesir sebagai sumber Islam Nusantara,
melainkan Hadramaut.
B. Pertautan Islam dan Budaya Lokal
Di Asia Tenggara, mayoritas pemeluk Islam adalah etnis Melayu. Agama
Islam dan Budaya Melayu mempunyai pertalian yang saling terkait-padu. Sejak
periode paling awal, antara keduanya telah lama saling menyatu.Agama Islam
yang mempunyai dasar filosofis dan rasional yang kuat telah berpengaruh
pada berbagai lini kehidupan masyarakat Melayu tradisional. Islam bagi orang
Melayu, bukan hanya sebatas keyakinan, tetapi juga telah menjadi identitas
dan dasar kebudayaan.
C. Watak dan Karakteristik Islam di Asia Tenggara
Beberapa hasil studi menegaskan bahwa Islam Asia Tenggara memiliki
watak dan karakteristik yang khas, yang berbeda dengan watak Islam di
kawasan lain. Islam di Asia Tenggara memberikan contoh yang baik
sebagaimana sebuah agama dapat berkembang dalam masyarakat, Islam di
Asia Tenggara mengadopsi budaya lokal untuk memperkaya khasanah
pengalaman keislamannya. Maka dari itu Asia Tenggara mempunyai variasi
karakter keislaman yang khas. Karakter khas Islam Asia Tenggara lainnya
adalah wataknya yang “moderat”. Hal itu tercermin dari gerakan pemikiran
Muslim di kawasan ini yang terbuka dan akomodatif terhadap modernitas.

Kelompok 10
Peran Walisongo Dalam Peradaban Islam Di Indonesia
A. Sejarah Walisongo
Sejarah masuknya Islam ke Nusantara sudah berlangsung demikian
lama, berikut beberapa pendapat mengenai masuknya Islam ke Nusantara:

 Islam masuk pada abad ke-7 M yang datang langsung dari Arab
 Islam masuk pada abad ke-9 M atau 11 M
 Islam masuk pada abad ke-13 M

Perbedaan pendapat tersebut jika dilihat dari pendekatan historis semuanya


benar, karena didasarkan oleh bukti-bukti sejarah serta penelitian para
sejarawan yang menggunakan pendekatan metodenya masing-masing.

B. Definisi Walisongo
Definisi Walisongo secara harfiah, Walisongo berasal dari dua kata yaitu
“Wali” dan “Songo”. Kata “Wali” berasal dari bahasa Arab yaitu “Walaa” atau
“Waliya” yang mengandung arti “Qaraba” yaitu dekat. Sementara kata
“Songo” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “Sembilan”.

Berdasarkan pengertian diatas, Walisongo adalah sembilan intelektual


yang menjadi tokoh terpenting dalam gerakan pembaharuan di Tanah Jawa .
Hal ini dapat dilihat dari pengaruh ajaran para wali yang terasa dalam berbagai
bentuk kehidupan masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam,
perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga sistem
pemerintahan di Pulau Jawa.

C. Asal Usul Walisongo


Islam masuk pada abad ke-9 M berdasarkan inskripsi atau prasasti di
Leran Gresik yang berupa batu nisan makam Fatimah binti Maimun, dalam
nisan tertulis wafat pada tahun 1082 M. Menurut pendapat lain Islam masuk
ke Pulau Jawa sejak abad ke-14 M, hal ini berdasarkan bukti sejarah berupa
batu nisan di Trowulan. Dalam batu nisan tersebut tertera angka tahun 1368
M yang menginidikasikan bahwa pada tahun tersebut sudah ada orang Jawa
dikalangan kerajaan yang telah memeluk agama Islam dan Islam sudah berada
di Pulau Jawa sekitar abad ke-15 M. Hal ini didasarkan pada makam Maulana
Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M.
D. Tokoh-Tokoh Walisongo

1. Sunan Gresik(Maulana Malik Ibrahim)


Malik Ibrahim merupakan sesepuh Walisongo. Beliau memiliki
beberapa nama, antara lain; Maulana Magribi, Syekh Magribi, Sunan Gresik,
dan Syekh Ibrahim Asamarkan. Belum ada keterangan yang pasti kapan
beliau lahir dan dari mana beliau berasal. Namun, beberapa versi
menyebutkan bahwa beliau berasal dari Turki, Arab Saudi, dan Gujarat.

Sumber sejarah mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim datang ke


Nusantara sekitar abad ke-14 M. Selama berada di Nusantara, beliau
menetap di Desa Leran, Gresik. Beliau wafat di Gresik pada hari senin
tanggal 12 Rabiul awal tahun 822 H, bertetapan dengan tanggal 8 april 1419
M, yang didasari oleh inskripsi (prasasti) pada batu nisan makamnya yang
berada di Gresik.

2. Sunan Ampel(Raden Rahmat)


Ampel merupakan sesepuh Walisongo pengganti ayahnya, Maulana
Malik Ibrahim. Nama kecil beliau adalah Raden Rahmat, beliau adalah putra
keturunan Raja Champa. Beliau lahir sekitar tahun 1401 M, mengenai
tanggal dan bulannya belum ada kepastian sumber sejarah.

Raden Rahmat memilki seorang adik Raden santri namanya dan


seorang keponakan bernama Raden Berereh. Raden Rahmat menikah
dengan Nyai Ageng Manila, putri Adipati Tuban Wilwatikta Arya Teja. Dari
hasil pernikahan-Nya beliau dikaruniai dua orang putra dan dua orang putri.
Dua orang putra tersebut adalah Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim)
dan Sunan Drajad (Syarifudin), sedangkan dua orang putrinya adalah Nyai
Ageng Maloka dan Dewi Sarah (istri Sunan Kalijaga).

3. Sunan Bonang(Maulana Makdum Ibrahim)


Nama lain Sunan Bonang adalah Raden Makdum atau Maulana Makdum
Ibrahim. Beliau lahir di Bonang, Tuban pada tahun 1465 M. Sunan Bonang
merupakan putra sulung Sunan Ampel hasil pernikahannya dengan
Candrawati alias Nyai Gede Manila. Sunan Bonang wafat di Pulau Bawean
pada tahun 1525 M.

4. Sunan Drajat(Raden Qosim)


Nama lain dari Sunan Drajat adalah Raden Qosim atau Syarifudin. Beliau
hidup pada zaman Majapahit akhir sekitar tahun 1478 M, belum ada
keterangan sejarah yang pasti mengenai kapan dan dimana Sunan Drajad
dilahirkan. Berdasarkan beberapa babad dan referensi sejarah, Sunan
Drajat merupakan putra dari Sunan Ampel hasil pernikahannya dengan
Candrawati alias Nyai Gede Manila. Sunan Drajat wafat pada tahun 1522 M,
sisa hidupnya beliau habiskan di Ndalem Duwur hingga menjelang
wafatnya.

5. Sunan Giri(Raden Paku)


Nama lain Sunan Giri adalah Raden Paku atau Maulana Ainul Yaqin,
beliau memiliki nama kecil, yaitu Jaka Samudra. Sunan Giri hidup sekitar
tahun 1356 – 1428 M, ayahnya bernama Maulana Ishaq yang berasal dari
Pasai serta ibunya bernama Sekardadu , Putri Raja Blambangan. Sunan Giri
Wafat pada tahun 1506 M, dalam usia 63 tahun. Makamnya terdapat di
Desa Giri, Kebomas, Kab. Gresik.

6. Sunan Kalijaga(Raden Said)


Sunan Kalijaga memiliki nama kecil, yaitu Raden Sahid. Sunan Kalijaga
diperkirakan lahir pada 1430-an. Beliau merupakan putra dari Tumenggung
Wilwatikta, Adipati Tuban, saat sudah menganut agama Islam, namanya
berubah menjadi Raden Sahur. Raden Sahur menikah dengan Dewi
Nawangrum, dari hasil pernikahan-Nya lahirlah Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga menghabiskan sisa hidupnya di Kadilangu, Demak. Dari
pernikahannya dengan Dewi Sarah, beliau dikaruniai tiga orang anak, salah
satunya yang menjadi anggota Walisongo adalah Sunan Muria. Dua orang
putrinya bernama Dewi Rukayyah dan Dewi Sofiah. Belum ada keterangan
sejarah yang rinci mengenai kapan Sunan Kalijaga wafat, makamnya
sekarang terdapat di Kadilangu, Demak.

7. Sunan Kudus(Ja’far Shodiq)


Sunan Kudus memiliki nama lain yaitu Ja’far Shidiq atau Dja Tik Su
(Nama Chinanya), selain itu dalam Babad Tanah Jawi serta beberapa babad
yang lainnya menyebutkan bahwa nama kecil Sunan Kudus adalah Raden
Ngudung. Sunan Kudus lahir sekitar abad 15 M bertepatan dengan abad 9
H,
beliau datang dari Demak. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M atau 960
H dan makamnya terletak di Kudus.

8. Sunan Muria(Raden Umar Said)


Nama kecil beliau adalah Raden Umar Said, Raden Said, atau Raden
Prawata. Belum ada tanggal yang pasti kapan beliau dilahirkan. Sunan Muria
merupakan putra dari Sunan Kalijaga, hasil pernikahan dengan Dewi Sarah
yang merupakan putra Maulana Ishaq. Istrinya bernama Dewi Sujinah, kakak
kandung dari Sunan Kudus. Putranya bernama Pangeran Santri.
Belum ada keterangan yang pasti mengenai kapan beliau wafat.
Meskipun demikian, komplek pemakaman Sunan Muria hingga sekarang
tetap di Desa Colo, Kaki Gunung Muria.

9. Sunan Gunung Jati(Faletehan)


Beberapa sumber mengatakan bahwa nama lain Sunan Gunung Jati
adalah Faletehan atau Fatahilah. Dan berdasarkan beberapa babad dan
sumber sejarah beliau mempunyai banyak nama, diantaranya; Muhammad,
Nuruddin, Syekh nurullah, Sayyid Kamil, Bulqiyyah, Syekh Madzkurullah,
Syarif Hidayatullah, dan Makdum jati.
Sunan Gunung Jati merupakan seorang wali yang berasal dari Pasai.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati berasal
dari Persia dan Arab. Sampai sekarang belum ada catatan sejarah yang pasti
mengenai kelahiran beliau. Beliau wafat pada tahun 1570 M dan
makamnya terletak di Gunung Jati, Cirebon.

D. Model Penyebaran Islam


1. Sunan Gresik
Wali yang disebut Sunan Gresik ini dianggap sebagai wali pertama
yang mendakwahkan Islam di Pulau Jawa. Selain berdakwah, Sunan Gresik
mengajarkan cara baru dalam bercocok tanam. Ia membangun pondokan
tempat belajar agama di Leran, Gresik. Saat Majapahit sedang berada
diambang keruntuhan karena perang saudara hingga ada masalah politik
dan krisis ekonomi, maka Sunan Gresik berusaha menenangkan dan
menggugah semangat masyarakat. Bersama dengan pasukan dan tentara
dari Laksamana Cheng Ho, Sunan Gresik mencetak sawah baru dan
membangun irigasi untuk pertanian rakyat.
2. Sunan Ampel
Raden Rahmat atau dikenal dengan Sunan Ampel adalah Walisongo yang
dianggap sesepuh oleh para wali lainnya. Ia adalah wali yang berasal dari
Jeumpa, Aceh. Selama berdakwah, Sunan Ampel terkenal dalam
kemampuannya berdiplomasi. Ia mampu mengajarkan agara Islam ditengah
masyarakat yang masih terikat kasta.
Sunan Ampel dikenal dengan ajarannya “Molimo” yaitu tidak mau
melakukan lima perkara yang dilarang, antara lain “emoh main” (tidak mau
berjudi), “emoh ngumbi” (tidak mau minum yang memabukkan), “emoh
madat” (tidak mau mengisap candu atau ganja), “emoh maling” (tidak mau
mencuri atau kolusi), dan “emoh madon” (tidak mau berzina).

3. Sunan Bonang
Raden Makdum Ibrahim atau yang biasa dikenal dengan Sunan Bonang
adalah putra dari Sunan Ampel. Sunan Bonang berdakwah melalui saluran
pendidikan dan kesenian, yaitu dengan mendirikan pondok pesantren dan
memperbarui gamelan Jawa dengan memasukan rebab dan bonang.

4. Sunan Drajat
Raden Qosim Syarifuddin adalah putra Sunan Ampel dan adik dari Sunan
Bonang. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kalangan
rakyat kecil. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan
kemakmuran masyarakat sebagai pengamalan dari agama Islam.
Dakwahnya diselingi dengan tembang suluk yang berisi petuah-petuah
indah dan mendalam. Minat yang tinggi dari masyarakat terhadap
dakwahnya mendorong Sunan Drajat untuk mendirikan pesantren yang
dijalankan secara mandiri sebagai wilayah otonom dan bebas pajak.

5. Sunan Kudus
Ja’far Shidiq adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji dan
Cucu Sunan Ampel. Sunan Kudus memulai dakwahnya di pesisir utara Jawa
Tengah dan ia terkenal memiliki wawasan ilmu agama serta pengetahuan
yang luas, sehingga dijuluki Wali Al-Ilmu atau “orang berpengetahuan”.
Kecerdasannya itu membuat masyarakat memintanya menjadi pimpinan
di daerah yang kemudian dinamakan “Kudus”. Ia bahkan berperan besar
dalam pemerintahan Kesultanan Demak sebagai panglima perang, penasihat
Sultan Demak, dan hakim peradilan kerajaan.
6. Sunan Giri
Wali yang termahsyur dengan sebutan Sunan Giri ini bernama asli Raden
Paku. Sunan Giri terkenal dengan dakwahnya yang membawa keceriaan,
yang mana di tengah dakwahnya, ia menyelipkan tembang yang riang
seperti cublak cublak suweng, lir-ilir, dan jamuran.

7. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga menjadikan Demak sebagai pusat dakwahnya. Dimana ia
berdakwah menggunakan pendekatan budaya dan kesenian yaitu wayang
kulit serta tembang suluk. Ciri khas dari dakwahnya adalah toleransinya
terhadap budaya dan tradisi setempat yang secara bertahap ia tanamkan
kesadaran akan nilai-nilai agama Islam pada budaya masyarakat.

8. Sunan Muria
Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Seperti ayahnya, Sunan
Muria menggunakan budaya dan kesenian dalam dakwahnya, dimana
tembang sinom, kinanti, dan tradisi kenduri merupakan hasil kreativitasnya.
Ia berupaya menanamkan kesadaran akan keluhuran nilai-nilai Islam
secara bertahap. Pendekatannya disesuaikan dengan kondisi para
pendengarnya yang kebanyakan berasal dari kalangan pedagang, nelayan,
dan rakyat biasa. Adapun wilayah dakwahnya meliputi Pati, Juwana, Tayu,
dan Kudus.

9. Sunan Gunung Jati


Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya wali yang berdakwah untuk
Jawa Barat. Ia mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan
pemerintahan. Dalam perkembangannya, pusat ini kemudian menjadi
Kesultanan Cirebon. Dibantu putranya, Maulana Hasanuddin juga berhasil
menyebarkan agama Islam di Banten dan Sunda Kelapa serta merintis
berdirinya Kesultanan Banten.

E. Dakwah Islam Walisongo


Dalam konteks kesejarahan, keberadaan Walisongo berkaitan erat dengan
kedatangan muslim asal Champa yang ditandai dengan kemunculan tokoh Sunan
Ampel, sesepuh Walisongo. Di sisi lain, berkaitan juga dengan proses menguatnya
kembali unsur-unsur budaya asli Nusantara dari zaman prasejarah, yaitu “Anasir
Agama Kapitayan” yang ditandai dengan pemujaan terhadap arwah leluhur dalam
bentuk:
Dalam konteks kesejarahan, keberadaan Walisongo berkaitan erat dengan
kedatangan muslim asal Champa yang ditandai dengan kemunculan tokoh
Sunan Ampel, sesepuh Walisongo. Di sisi lain, berkaitan juga dengan proses
menguatnya kembali unsur-unsur budaya asli Nusantara dari zaman
prasejarah, yaitu “Anasir Agama Kapitayan” yang ditandai dengan pemujaan
terhadap arwah leluhur dalam bentuk yang berjalin-berkelindan dengan
pengaruh budaya Hindu-Buddha dan tradisi keagamaan muslim Champa.
Melalui prinsip dakwah yang digunakan oleh para ulama hingga peneliti yaitu
“al-muhâfazhah ‘alal qadîmish shâlih wal akhdu bil jadîdil aslah”, unsur-unsur
budaya lokal yang beragam dan dianggap sesuai dengan sendi-sendi tauhid,
diserap ke dalam dakwah Islam.

Gerakan dakwah Walisongo merujuk pada usaha-usaha penyampaian


dakwah Islam melalui cara-cara damai, terutama melalui prinsip “maw‘izhatul
hasanah wa mujadalah billatî hiya ahsan”, yaitu metode penyampaian ajaran
Islam melalui cara dan tutur bahasa yang baik.

F. Pola Penyebaran Islam Walisongo


Berikut adalah beberapa macam pola dan nilai-nilai dakwah yang
dilakukan para walisongo dalam perspektif dakwah metode tasawuf:
1. Prinsip ketauhidan.
Hakekat tasawuf adalah sebuah jalan spiritual yang bersumber dari Al-
Quran dan Sunnah untuk menuju Allah, membentuk akhlak mulia, dengan
tetap setia pada syariat, dan membangun keseimbangan antara aspek-aspek
lahiriah, batiniah, material, spiritual, duniawi, dan ukhrawi. Ketauhidan ini
juga akan menjadi dasar pembentukan kepribadian yang seimbang.
2. Nilai kemanusiaan.
Sisi kemanusiaan di sini adalah bahwa Islam juga sarat dengan ajaran
untuk membangun kehidupan kemanusiaan secara seimbang; baik dari sisi
relasi sosial kemasyarakatan, kehidupan keluarga, perekonomian,
pendidikan, hukum, maupun bidang kehidupan lain yang menjadi bagian
kebutuhan manusia sebagai makhluk bumi. Kesadaran akan nilai
kemanusiaan membangun kesadaran untuk berbuat kebajikan; saling
menghormati dan menghargai antar sesama, saling menolong dan
kerjasama dalam kebaikan, mengutamakan kepentingan bersama, berlaku
jujur, tanggung jawab, dan memberi perlindungan kepada yang lemah.
Nilai-nilai tersebut seperti yang tertuang dalam al-Quran surat al-An’am
ayat 50-52.
• Tu-ngkub (punden)
• Tu-nda (punden berundak)
• Pemujaan terhadap To (ruh penjaga) di Tu-k (mata air), Tu-ban (air
terjun), dan Tu
-rumbukan (pohon beringin)
• Pemujaan daya sakti Tu di wa-Tu (batu), Tu-gu, Tu-nggul (panji-
panji), dan Tu-lang
• Pemujaan serta penyembahan kepada Sanghyang Taya di Tu-tuk
(lubang) yang
terdapat di dalam sanggar
3. Kerendahan hati (low profile)
Kerendahan hati akan mendidik individu untuk menyadari akan
keberadaan diri di hadapan eksistensi Allah Jalla Jalaluhu sebagai Zat Maha
Kuasa, Maha Memiliki, dan Zat Maha Berkehendak, sehingga akan
menyadari bahwa dirinya dan sesamanya adalah sama di hadapan Allah.
Kesadaran tersebut akan menimbulkan jiwa yang lemah lembut, penuh
kasih sayang, kebersamaan, dan memiliki rasa empati dalam pergaulan
sosialnya.
4. Kearifan lokal (local wisdom)
Kearifan lokal ditandai oleh sikap yang menunjukkan kearifan dalam
merespon kondisi sosial-kultur masyarakat dimana Islam tumbuh dan
berkembang. Seperti, Syekh Ahmad Al-Mutamakkin yang dikenal dengan
karakter dakwah kulturalnya, berhasil mengembangkan Islam di tengah
sosial-kultur masyarakat yang telah lama memeluk agama Hindu dan
kepercayaan kejawen.
5. Perubahan diri (transformasi diri)
Yakni bahwa seorang yang beriman memiliki satu tujuan akhir yang
hendak dicapai, yaitu dekat dengan Allah Jalla Jalaluhu. Transformasi diri
dalam ajaran Tasawuf mengacu pada konsep penyucian diri (tazkiyatun
nafs) yang membutuhkan tiga tahapan yaitu tajalli, takhalli, dan tahalli.

G. Kemajuan Islam Periode Walisongo


Banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi setelah kedatangan
Walisongo di Indonesia. Akhir pemerintahan kerjaan Majapahit menjadi masa
awal kemajuan dakwah walisongo telah diterima di Indonesia. Ajaran walisongo
yang mengedepankan pendekatan dari aspek kebudayaan ternyata sangat
diterima baik oleh Masyarakat jawa, strategi yang digunakan mendapatkan
banyak perhatian sehingga merupakan Langkah yang sangat baik, banyak bukti
bukti yang menunjukan bahwa islam berkembang dengan sangat pesat pada masa
itu.
Banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi setelah kedatangan
Walisongo di Indonesia. Akhir pemerintahan kerjaan Majapahit menjadi masa
awal kemajuan dakwah walisongo telah diterima di Indonesia. Ajaran
walisongo yang mengedepankan pendekatan dari aspek kebudayaan ternyata
sangat diterima baik oleh Masyarakat jawa, strategi yang digunakan
mendapatkan banyak perhatian sehingga merupakan Langkah yang sangat
baik, banyak bukti bukti yang menunjukan bahwa islam berkembang dengan
sangat pesat pada masa itu. Pesatnya ajaran yang dibawa oleh para walisongo
ditunjukan pula dengan hadirnya kerajaan-kerajaan Islam besar di Indonesia,
Khususnya di Pulau Jawa. Kerajaan islam yang paling tua yaitu Kerajaan
Lumajang, disusul dengan Kerajaan Demak dan banyak lagi kerajaan lainnya.

Kelompok 11

Peradaban Islam Indonesia Pra Kemerdekaan

A. Teori Kedatangan Islam di Indonesia


1. Teori Gujarat
Teori India (Gujarat) Teori yang dicetuskan oleh G.W.J. Drewes yang lantas
dikembangkan oleh Snouck Hugronje, J. Pijnapel, W.F. Sutterheim, J.P.
Moquette, hingga Sucipto Wirjosuparto ini meyakini bahwa Islam dibawa ke
Nusantara oleh para pedagang dari Gujarat, India, pada abad ke-13 Masehi.
Salah satu bukti yang mendukung teori ini adalah ditemukannya makam
Malik As-Saleh dengan angka 1297. Makam ini memiliki batu nisan serupa
dari Cambay, Gujarat, dan menjadi nisan pula untuk makam Maulana Malik
Ibrahim, salah satu Walisongo, yang wafat tahun 1419.

2. Teori Mekka(Arab)
Teori selanjutnya tentang masuknya Islam di Indonesia diperkirakan berasal
dari Timur Tengah, tepatnya Arab. Teori Arab (Mekah) ini didukung oleh J.C.
van Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, hingga Abdul Malik Karim
Amrullah atau Buya Hamka. Menurut Buya Hamka, Islam sudah menyebar di
Nusantara sejak abad 7 M. Hamka dalam bukunya berjudul Sejarah Umat
Islam (1997) menjelaskan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa Islam
masuk ke Nusantara dari orang-orang Arab. Bukti yang diajukan Hamka
adalah naskah kuno dari Cina tahun 625 M juga ditemukan nisan kuno
bertuliskan nama Syekh Rukunuddin, wafat tahun 672 M. Teori dan bukti
yang dipaparkan menyatakan bahwa kaum saudagar dari Arab cukup
dominan dalam aktivitas perdagangan ke wilayah Nusantara.

3. Teori Persia(Iran)
Teori bahwa ajaran Islam masuk ke Nusantara dari bangsa Persia (atau
wilayah yang kemudian menjadi negara Iran) pada abad ke-13 Masehi
didukung oleh Umar Amir Husen dan Husein Djajadiningrat. Tradisi dan
kebudayaan Islam di Indonesia memiliki persamaan dengan Persia. Salah
satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat pada batu-batu nisan
bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik
di Sumatera Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal 10
Muharam. Akan tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan
adalah Syiah.
4. Teori Cina
Penyebaran Islam di Indonesia juga diperkirakan masuk dari Cina. Ajaran
Islam berkembang di Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), dibawa oleh
panglima muslim dari kekhalifahan di Madinah semasa era Khalifah Ustman
bin Affan, yakni Saad bin Abi Waqqash. Dalam buku Islam in China
menyebut relasi pertama antara orang-orang Islam dari Arab dengan bangsa
Cina terjadi pada 713 M. Diyakini bahwa Islam memasuki Nusantara
bersamaan migrasi orang-orang Cina ke Asia Tenggara. Mereka dan
memasuki wilayah Sumatera bagian selatan Palembang pada 879 atau abad
ke-9 M. Bukti lain adalah banyak pendakwah Islam keturunan Cina yang
punya pengaruh besar di Kesultanan Demak.

B. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia


1. Teori Pertama
Teori Pertama, diusung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakanIslam
masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Teori ini
menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13, dan wilayah
pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai.

2. Teori Kedua

Teori Kedua, adalah Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai


tempat awal Islam datang di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan
budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan
penduduk Persia.

3. Teori Ketiga

Teori ketiga, yakni Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam
yang masuk ke Indonesia datang langsung dari Makkah atau
Madinah.Waktu kedatangannya pada awal abad ke-7. Islam sudah mulai
ekspidesinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalibmemegang kendali sebagai Amirul
Mukminin.

C. Agama dan Kekuatan Politik Masa Koloialisme

Pada abad ke-13, kerajaan hindu budha memasuki masa kemunduran,


dalam hal ini pedagang muslim memanfaatkan politiknya dengan
mendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan diri sebagai
kerajaan Islam. Islam sebagai agama yang telah memberikan corak kultur
bangsa Indonesia dan sebagai kekuatan politik yang menguasai struktur
pemerintahan sebelum datangnya Belanda dapat dilihat dari munculnya
kerajaan-kerajaan islam di Nusantara ini.

1. Islam di Sumatra
Ada tiga kerajaan yang terkenal di Sumatra yang telah memposisikan Islam
sebagai agama dan kekuatan politik yang mewarnai corak budayanya, yaitu
Perlak, Pasai, dan Aceh. Pada abad ke-8, Sumatra terbagi dalam delapan
kerajaan besar yang semuanya menyembah berhala, kecuali satu kerajaan
yang berpegang pada Islam yaitu Kerajaan Perlak. Sistem pemerintahan
yang diterapkan oleh Kerajaan Perlak pada dasarnya mengikuti sistem
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu kepala
pemerintahan dipegang oleh sultan dengan dibantu oleh beberapa wazir.

2. Islam di Jawa

Penyebar Islam pertama di Jawa adalah para walisongo. Mereka tidak


hanya berkuasa dalam bidang agama tetapi juga dalam bidang sosial dan
politik. Di samping kekuatan politik Islam yang memberi konstribusi besar
terhadap perkembangannya, Islam juga hidup dimasyarakat yang dapat
memberi dorongan kepada penguasa non muslim untuk memeluknya.
Dengan kata lain, para bupati telah menjadikan Agama Islam sebagai
instrumen politik untuk memperkuat kedudukannya.

3. Islam di Sulawesi, Maluku, dan Kalimantan

Pada awal abad ke 16, Islam masuk ke Kalimantan Selatan, yaitu dikerajaan
Daha (Banjar) yang beragama Hindu. Berkat bantuan Sultan Demak dan
rakyatnya masuk Islam sehingga berdirilah kerajaan Islam Banjar. Pada
abad ke-10 dan ke-11 di maluku sudah ramai oleh perniagaan rempah-
rempah, terutama cengkeh dan pala yang dilakukan oleh pedagang Arab
dan Persia. Dengan besarnya gelombang perdagangan muslim atas ajakan
Datuk Maulana Husain, para raja di ternate menerima Islam
sebagaiagamanya. Di Sulawesi, Raja Gowa-tallo memeluk Islam atas ajakan
DatukRianang yang diberi gelar Sultan Aluddin.

Kelompok 12
Peradaban Islam Indonesia Pasca Kemerdekaan

A. Islam Indonesia dalam Masa Revolusi


Umat Islam membentuk partai politik guna mendukung sistem
pemerintahan demokratis di Indonesia dan guna memudahkan umat Islam
dalam menyampaikan aspirasinya serta memudahkan penyatuan umat Islam
dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Masjumi dibentuk
dalam Muktamar Islam Indonesia di Gedung Madrasah Mu‘allimin
Muhammadiyah, Yogyakarta, tanggal 7-8 November 1945. Masjumi adalah
satu satunya partai politik Islam di Indonesia, dan Masjumi lah yang akan
memperjuangkan nasib politik umat Islam Indonesia.
B. Peranan Islam dalam Kemerdekaan

Umat Islam berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,


diantara kontribusinya adalah secara fisik umat Islam dengan Laskar Hisbullah-
Sabilillah, kemudian diteruskan Asykar Perang Sabil (APS) dan laskar Islam
lainnya di daerah, gigih berjuang membantu TKR (TNI) untuk mempertahankan
NKRI dengan perang gerilanya melawan sekutu-NICA (Netherland Indie Civil
Administration, Belanda) yang akan kembali berkuasa di Indonesia.

C. Peradaban Islam dan Negara Pancasila

Peradaban Islam di Indonesia pasca kemerdekaan telah mengalami


keguncangan di mana perseteruan antara kelompok nasionalis dan kelompok
Islam dan kelompok lainnya masing-masing berpegang teguh pada misi
mereka untuk menjadikan negara Indonesia menjadi Negara Islam Negara
Pancasila. Akan tetapi sejarah kebangsaan negara Indonesia dengan konstruksi
ideologi Pancasila telah mendapatkan banyak pengaruh dari pemikiran dan
perjuangan masyarakat yang mayoritas beragama Islam.

Nilai Syariat Islam dalam Tiap Sila Pancasila

 Sila 1 Keselarasan sila pertama Pancasila dengan syariat Islam terlihat


dalam alQur’an yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
mengesankan Tuhan, seperti dalam Surat al-Baqarah, ayat 163.
 Sila 2 Berperilaku adil dalam segala hal merupakan prinsip kemanusian
yang terdapat dalam sila kedua Pancasila, prinsip ini terlihat dalam ayat al-
Qur’an surat al-Maa’idah, ayat 8.
 Sila 3 Islam selalu menganjurkan pentingnya persatuan sebagaimana
tercantum dalam al-Qur’an surat Al-Hujarat ayat 10.
 Sila 4 Konsep Islam mengenai musyawarah dalam menyelesaikan sebuah
permasalahan dikenal dengan nama syuura (musyawarah). Konsep ini
tercermin dalam beberapa surat dalam al-Qur’an, salah satunya dalam
Surat Ali Imron, ayat 159.
 Sila ke 5 Sila kelima yang menekankan pada keadilan sosial sejatinya
merupakan cerminan dari konsep Islam mengenai keadilan. Mengenai
keadilan dalam ajaran Islam dapat dilihat pada al-Qur’an Surat AnNahl ayat
90.
Kelompok 13

Perkembangan Islam Indonesia di Era Modern


A. Perkembangan Islam Indonesia di Era Modern

Masuknya Islam ke Indonesia diawali dengan aktivitas perdagangan.


seiring dengan kebangkitan perdagangan di Laut India. Catatan sejarah
menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya sejak abad ke-13. Islam begitu
berhasil memengaruhi Indonesia sehingga menjadi agama yang dominan,
menggantikan Hindu dan Budha yang sebelumnya mendominasi. Di Indonesia,
proses islamisasi lebih berwatak damai, kultural, dan tidak melibatkan
peperangan. Dengan masuknya pengaruh Eropa, agama Kristen mulai
diperkenalkan dan berkembang di Indonesia. Jadilah Indonesia sebuah negara
yang heterogen dari sudut agama.

Sebagian Muslim Indonesia, meskipun sudah memeluk agama Islam,


masih mencampur adukkan antara ajaran Islam dengan berbagai keyakinan dan
kebiasaan-kebiasaan tempatan sebelum datangnya Islam. Praktik semacam itu
disebut sebagai sinkritisme. Kelompok Muslim ini oleh Clifford Geerts
dikategorikan sebagai kelompok Muslim Abangan; sementara kelompok yang
lebih ketat membedakan tradisi dan ajaran syariat Islam disebut sebagai Muslim
Santri.

Pada tataran kehidupan sosial sehari-hari, santrinisasi paling mudah


diidentifikasi dari model pakaian umat Islam. Hingga dekade 1980an hanya
sebagian saja dari umat Islam Indonesia yang sangat serius dalam memilih
pakaian penutup aurat. Akan tetapi setelah 1990an keadaan mulai berubah dan
terus mendapat momentum. Pada awal abad ke-21 ini menggunakan jilbab
sudah menjadi hal yang natural di hampir semua lini aktivitas. Pakaian Muslim/
Muslimah juga sudah menjadi bagian penting dari industri fashion sehingga
membuatnya semakin dikenal dan menjadi bagian dari kehidupan sosial
keagamaan Islam Indonesia.

B. Organisasi Islam Indonesia di Era Modern

1. Sarekat Islam
2. Muhammadiyah
3. Persatuan Islam (Persis)
4. Nahdlatul Ulama (NU)
5. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

C. Lembaga Pendidikan Islam Indonesia di Era Modern


Adapun diantara lembaga pendidikan Islam yang dibangun dan berkembang di
Indonesia antara lain adalah :
1. Pondok Pesantren
2. Surau
3. Meunasah
4. Madrasah

D. Peradaban Islam Indonesia di Era Modern

Gerakan modern disebut pula oleh Harun Nasution sebagai zaman


kebangkitan islam. Kemunduran progresif kerajaan usmani yang merupakan
pemangku khilafah islam,setelah abad ketujuh belas, telah melahirkan
kebangkitan islam dikalangan warga arab di pinggiran imperium itu.

Islam di Indonesia masuk dan berkembang sekaligus memberikan


peradaban yang besar bagi bangsa Indonesia. Hampir di setiap aspek
kehidupan masyarakat Indonesia tersisipi nilai keislaman. Akan tetapi guna
menjelaskan secara detail perlu pendekatan sistemik mengenai peradaban
Islam di Indonesia. Salah satu bentuknya adalah pesantren sebagai sistem
pendidikan paling tua identik dengan peradaban Islam di Indonesia.

Kelompok 14

Peradaban Islam Nusantara

A. Peradaban Islam Nusantara

Peradaban Islam Nusantara adalah segala peristiwa yang dialami


manusia pada masa lalu sebagai manifestasi atau penjelmaan kegiatan muslim
yang didasari ajaran Islam yang terjadi diwilayah nusantara atau Indonesia.
Akar Islam Nusantara dapat dilacak setidaknya sejak abad ke-16, sebagai hasil
interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi, dan vernakularisasi
terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, yang sesuai dengan
realitas sosio-kultural Indonesia. Islam Nusantara didefinisikan sebagai
penafsiran Islam yang mempertimbangkan budaya dan adat istiadat lokal di
Indonesia dalam merumuskan fikihnya.

Sebelum Islam masuk ke wilayah Nusantara ini, masyarakatnya telah


memeluk agama, misalnya, Hindu, Budha, dan Nasrani. Oleh sebab itu,
peradaban Islam Melayu Nusantara menghadirkan kekhasan tersendiri yang
tidak sama dengan peradaban Islam di manana pun. Peradaban Islam di
wilayah ini tumbuh dan berkembang sesuai dengan latar belakang
pendukungnya. Wujud peradaban Islam Melayu Nusantara terdiri dari
pemikiran, ilmu pengetahuan dan tulisan, sistem sosial, dan seni sastra.

B. Tradisi Budaya Islam Nusantara

1. Bancakan
Bancakan dikenal sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan sebagai
pencipta dengan membagi-bagiakan makanan kepada orang lain.
2. Barzanjian
Istilah ini merujuk pada kegiatan pembacaan maulid Nabi dengan
menggunakan kitab seperti barzanji, diba',simmtuddurar, atau kitab berisi
pujian kepada Nabi Saw.
3. Ela-Ela
Ela-ela adalah festival rutin tahunan yang diselenggarakan untuk
memeriahakan dan menyemarakan Malam Lailatu Qodar pada 27
Ramadahan di Ternate.
4. Halal Bihalal
Halal bihalal dilakukan di bulan syawal berupa acara saling bermaaf-
maafan.
5. Kenduri
Kenduri adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, meminta
berkat, dsb. Kenduri biasa bisebut selametan.
6. Kupatan
Kupatan dilaksanakan pada hari ke 8 bulan syawal dengan berdoa bersama
kemudian menyantap ketupat dan opor ayam atau sayur.
7. Tahlilan
Kupatan dilaksanakan pada hari ke 8 bulan syawal dengan berdoa bersama
kemudian menyantap ketupat dan opor ayam atau sayur.
8. Sedekah Bumi
Upacara tradisi yang dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan
karena hasil bumi yang melimpah.

C. Pemikiran Islam Nusantara dari Tradisional Hingga Modern

Islam Nusantara merupakan model pemikiran, pemahaman dan


pengamalan ajaran-ajaran Islam yang dikemas melalui pertimbangan budaya
atau tradisi yang berkembang di wilayah Asia Tenggara (tetapi kajian ini
dibatasi pada Indonesia), sehingga mencerminkan identitas Islam yang
bernuansa metodologis. Hasilnya melahirkan model pemikiran, pemahaman
dan pengamalan ajaran-ajaran Islam yang ramah, moderat, inklusif, toleran,
cinta damai, harmonis, dan menghargai keberagaman.
Keberagamaan Islam demikian ini terjadi lantaran perjumpaan Islam
dengan budaya (tradisi) lokal, khususnya Jawa yang biasa disebut akulturasi
budaya. Islam Indonesia patut menjadi contoh cara berislam yang demikian.
Model Islam yang serba menyejukkan ini perlu dipublikasikan secara
internasional dan diharapkan mampu menggugurkan persepsi dunia bahwa
Islam itu penuh kekerasan.

D. Islam Nusantara Damai

 Keutuhan NKRI

Agama adalah wilayah profan yang menghubungkan antara keyakinan


dan Allah dengan pemahaman ilmu tauhid. Sedangkan kebangsaan merupakan
wilayah kemanusiaan yang ada di sekeliling kita dalam beragama, islam
mengenal Ikhtilaf al-madzahib (perbedaan faham-faham dalam fiqih) artinya
bahwa sejak awal islam menyadari tentang adanya perbedaan. Dari sisi ini
sudut pandang kedewasaan beragama itu lahir karena memang pada
hakikatnya cara pandang melihat agama itu berbeda. Tetapi perbedaan itu
bukan untuk dihadapkan dan mencari benarnya sendiri. Hadirnya islam
nusantara adalah untuk melihat dan menghargai perbedaan itu.

 Wasapada Disintegrasi
Islam nusantara harapan besar akan terwujud kembali Indonesia yang
harmonis dan berdikari. Selama ini, kampanye NKRI selalu diganggu oleh
gerakan radikal. Saat ini paham radikalisme sedang marak-maraknya. Gerakan
radikal lahir dan marak akibat pemahaman yang terlalu kaku dalam beragama,
politik dan berdiplomasi. Dibalik gerakan ini timbul kekhawatiran, yakni
dibencinya islam oleh masyarakat dunia. Oleh sebab itu perlu diluruskan
bahwa yang dimusuhi adalah pengikut islam radikal bukan islamnya.

 Indonesia Damai
Nilai agama dan nilai Pancasila diajarkan secara berimbang agar tidak
ada salah dalam menerjemahkan hidup berbangsa dengan penuh kedamaian
dan kerukunan itulah ajaran agama yang diajarkan. Agama bukan sebagai
Lembaga yang melegtimasi kekerasan dan perpecahan. Justru agama hadir
sebagai respon masyarakat untuk menumbuh kembangkan akhlak mulia dan
persatuan bangsa. Sesuai pesan Nabi Muhammad SAW : “innama buitsu li
utammima makarimal akhlaq”, Bahwa beliau tidaklah diutus ke bumi, selain
untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Transformasinya kepercayaan masyarakat jawa yang pada masa itu banyak


menganut agama Hindu dan Buddha, secara perlahan beralih ke ajaran yang
dibawa oleh para Walisongo. Dengan penuh kesabaran para wali dan strategi
dakwah yang tanpa paksaan, menghasilkan hasil yang sangat bagus. Pesatnya
ajaran yang dibawa oleh para walisongo ditunjukan pula dengan hadirnya
kerajaan-kerajaan Islam besar di Indonesia, Khususnya di Pulau Jawa. Kerajaan
islam yang paling tua yaitu Kerajaan Lumajang, disusul dengan Kerajaan Demak
dan banyak lagi kerajaan lainnya.
 Ketiga, kerendahan hati (low profile).
Kerendahan hati akan mendidik individu untuk menyadari akan keberadaan diri
di hadapan eksistensi Allah Jalla Jalaluhu sebagai Zat Maha Kuasa, Maha Memiliki,
dan Zat Maha Berkehendak, sehingga akan menyadari bahwa dirinya dan
sesamanya adalah sama di hadapan Allah. Kesadaran tersebut akan menimbulkan
jiwa yang lemah lembut, penuh kasih sayang, kebersamaan, dan memiliki rasa
empati dalam pergaulan sosialnya.
 Keempat, kearifan lokal (local wisdom).
Kearifan lokal ditandai oleh sikap yang menunjukkan kearifan dalam merespon
kondisi sosial-kultur masyarakat dimana Islam tumbuh dan berkembang. Seperti,
Syekh Ahmad Al-Mutamakkin yang dikenal dengan karakter dakwah kulturalnya,
berhasil mengembangkan Islam di tengah sosial-kultur masyarakat yang telah
lama memeluk agama Hindu dan kepercayaan kejawen. Kearifan merupakan
salah satu karakter sikap seorang sufi yang menjadikannya dapat hidup secara
berdampingan dengan berbagai komunitas yang berbeda secara damai.

 Kelima, perubahan diri (transformasi diri).


yakni bahwa seorang yang beriman memiliki satu tujuan akhir yang hendak
dicapai, yaitu dekat dengan Allah Jalla Jalaluhu. Transformasi diri dalam ajaran
Tasawuf mengacu pada konsep penyucian diri (tazkiyatun nafs) yang
membutuhkan tiga tahapan.
yang berjalin-berkelindan dengan pengaruh budaya Hindu-Buddha dan
tradisi keagamaan muslim Champa. Melalui prinsip dakwah yang digunakan oleh
para ulama hingga peneliti yaitu “al-muhâfazhah ‘alal qadîmish shâlih wal akhdu
bil jadîdil aslah”, unsur-unsur budaya lokal yang beragam dan dianggap sesuai
dengan sendi-sendi tauhid, diserap ke dalam dakwah Islam.
 Ketiga, kerendahan hati (low profile).
Kerendahan hati akan mendidik individu untuk menyadari akan keberadaan diri
di hadapan eksistensi Allah Jalla Jalaluhu sebagai Zat Maha Kuasa, Maha Memiliki,
dan Zat Maha Berkehendak, sehingga akan menyadari bahwa dirinya dan
sesamanya adalah sama di hadapan Allah. Kesadaran tersebut akan menimbulkan
jiwa yang lemah lembut, penuh kasih sayang, kebersamaan, dan memiliki rasa
empati dalam pergaulan sosialnya.

 Keempat, kearifan lokal (local wisdom).


Kearifan lokal ditandai oleh sikap yang menunjukkan kearifan dalam merespon
kondisi sosial-kultur masyarakat dimana Islam tumbuh dan berkembang. Seperti,
Syekh Ahmad Al-Mutamakkin yang dikenal dengan karakter dakwah kulturalnya,
berhasil mengembangkan Islam di tengah sosial-kultur masyarakat yang telah
lama memeluk agama Hindu dan kepercayaan kejawen. Kearifan merupakan
salah satu karakter sikap seorang sufi yang menjadikannya dapat hidup secara
berdampingan dengan berbagai komunitas yang berbeda secara damai.

 Kelima, perubahan diri (transformasi diri).


yakni bahwa seorang yang beriman memiliki satu tujuan akhir yang hendak
dicapai, yaitu dekat dengan Allah Jalla Jalaluhu. Transformasi diri dalam ajaran
Tasawuf mengacu pada konsep penyucian diri (tazkiyatun nafs) yang
membutuhkan tiga tahapan.
Gerakan dakwah Walisongo merujuk pada usaha-usaha penyampaian
dakwah Islam melalui cara-cara damai, terutama melalui prinsip “maw‘izhatul
hasanah wa mujadalah billatî hiya ahsan”, yaitu metode penyampaian ajaran
Islam melalui cara dan tutur bahasa yang baik. Ajaran Islam dikemas oleh para
ulama sebagai ajaran yang sederhana dan dikaitkan dengan pemahaman
masyarakat setempat, sesuai dengan adat budaya dan kepercayaan penduduk
setempat melalui proses asimilasi dan sinkretisasi.
Dalam konteks kesejarahan, keberadaan Walisongo berkaitan erat dengan
kedatangan muslim asal Champa yang ditandai dengan kemunculan tokoh Sunan
Ampel, sesepuh Walisongo. Di sisi lain, berkaitan juga dengan proses menguatnya
kembali unsur-unsur budaya asli Nusantara dari zaman prasejarah, yaitu “Anasir
Agama Kapitayan” yang ditandai dengan pemujaan terhadap arwah leluhur dalam
bentuk:

• Tu-ngkub (punden)
• Tu-nda (punden berundak)
• Pemujaan terhadap To (ruh penjaga) di Tu-k (mata air), Tu-ban (air
terjun), dan Tu
-rumbukan (pohon beringin)
• Pemujaan daya sakti Tu di wa-Tu (batu), Tu-gu, Tu-nggul (panji-
panji), dan Tu-lang
• Pemujaan serta penyembahan kepada Sanghyang Taya di Tu-tuk
(lubang) yang
terdapat di dalam sanggar
yang berjalin-berkelindan dengan pengaruh budaya Hindu-Buddha dan
tradisi keagamaan muslim Champa. Melalui prinsip dakwah yang digunakan oleh
para ulama hingga peneliti yaitu “al-muhâfazhah ‘alal qadîmish shâlih wal akhdu
bil jadîdil aslah”, unsur-unsur budaya lokal yang beragam dan dianggap sesuai
dengan sendi-sendi tauhid, diserap ke dalam dakwah Islam.

Gerakan dakwah Walisongo merujuk pada usaha-usaha penyampaian


dakwah Islam melalui cara-cara damai, terutama melalui prinsip “maw‘izhatul
hasanah wa mujadalah billatî hiya ahsan”, yaitu metode penyampaian ajaran
Islam melalui cara dan tutur bahasa yang baik. Ajaran Islam dikemas oleh para
ulama sebagai ajaran yang sederhana dan dikaitkan dengan pemahaman
masyarakat setempat, sesuai dengan adat budaya dan kepercayaan penduduk
setempat melalui proses asimilasi dan sinkretisasi.

Anda mungkin juga menyukai