Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIA

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Di susun oleh:

Meli Yuliana (1911430001)

Ardo Kurniawan (1911430014)

Dosen Pengampu:

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SOEKARNO

BENGKULU

2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1

2.2

2.3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setelah meninggalnya Nabi agung Muhammad SAW tepatnya pada


632 M silam, kepemimpinan agama Islam tidak berhenti begitu saja.
Kepemimpinan Islam diteruskan oleh para khalifah dan disebarkan ke
seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke 8
Islam telah menyebar hingga ke seluruh Afrika, timur tengah, dan benua
Eropa. Baru pada dinasti Umayyah perkembangan Islam masuk ke
nusantara.

Zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai daerah terkenal akan hasil


rempah-rempahnya, sehingga banyak sekali para pedagang dan saudagar
dari seluruh dunia datang ke kepulauan Indonesia untuk berdagang. Hal
tersebut juga menarik pedagang asal Arab, Gujarat, dan juga Persia. Sambil
berdagang para pedagang muslim sembari berdakwah untuk mengenalkan
ajaran Islam kepada para penduduk.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Sejak kapankah Islam masuk ke Indonesia?
1.2.2 Apa sajakah teori yang mengemukakan tentang kedatangan islam ke
indonesia?
1.2.3 Apa sajakah jalur masuknya Islam ke Indonesia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui sejak kapan islam masuk ke Indonesia.
1.3.2 Untuk mengetahui teori tentang kedatangan islam ke Indonesia.
1.3.3 Untuk mengetahui jalur masuknya islam ke Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Awal Masuknya Islam ke Indonesia

Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat


internasional antara negara-negara di Asia bagian barat dan timur mungkin
disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayah di bagian
barat maupun kerajaan Cina zaman Dinasti T'ang di Asia Timur serta
kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara.

Upaya kerajaan Sriwijaya dalam memperluas kekuasaannya ke


Semenanjung Malaka sampai Kedah dapat dihubungkan dengan bukti-bukti
prasasti 775, berita-berita Cina dan Arab abad ke-8 sampai ke-10 M. Hal ini
erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat Malaka yang merupakan
kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasional.

Pada tahun 173 H., sebuah kapal layar dengan pimpinan “Makhada
Khalifah" dari Teluk Kambay Gujarat berlabuh di Bandar Perlak dengan
membawa kira-kira 100 orang anggota dakwah yang terdiri atas orang-
orang Arab, Persia, dan Hindia. Mereka menyamar sebagai awak kapal
dagang dan khalifah menyamar sebagai kaptennya. Makhada Khalifah
adalah seorang yang bijak dalam dakwahnya sehingga dalam waktu kurang
dari setengah abad, Meurah (raja) dan seluruh rakyat Kemeurahan Perlak
yang beragama Hindu-Budha dengan sukarela masuk agama Islam. Selama
proses pengislaman yang relatif singkat, para anggota dakwah telah banyak
yang menikah dengan wanita Perlak. Di antaranya adalah seorang anggota
dari Arab suku Quraisy menikah dengan putri Istana Kemeurahan Perlak
yang melahirkan putra Indo-Arab pertama dengan nama Sayid Abdul Aziz.

Pada tanggal 1 Muharram 225 H./840 M., kerajaan Islam Perlak


diproklamasikan dengan raja pertamanya adalah putra Indo-Arab tersebut
dengan gelar Sultan Alaiddin Maulana Aziz Syah. Pada waktu yang sama,
nama ibukota kerajaan diubah dari Tiandor Perlak menjadi Bandar Khalifah,
sebagai kenangan indah kepada khalifah yang sangat berjasa dalam
membudayakan Islam kepada bangsa-bangsa Asia Tenggara yang
dimulainya dari Perlak. Dengan demikian, kerajaan Islam yang pertama
berdiri pada awal abad ke-3 H./9 M., berlokasi di Perlak.

Selanjutnya, Islam masuk ke pulau Jawa diperkirakan pada abad ke-


11 M.. dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maemun di lereng
Gresik vang berangkat pada tahun 475 H./1082 M. Data sejarah lainnya
menyebutkan bahwa Islam masuk ke pulau Jawa pada abad ke-12/13 M., ke
Maluku sekitar abad ke-14 M., ke Kalimantan awal abad ke-15 M., ke
Sulawesi abad ke-16 M. Penduduk atau penguasa kepulauan tersebut sudah
masuk Islam sebelum kolonial Belanda menguasai Indonesia.

Menurut satu pendapat Agama Islam masuk di Nusantara sekitar


abad VII dan VIII Masehi. Hal ini didasarkan kepada berita cina yang
menceritakan rencana serangan orang-orang Arab. Dinasti Tang di Cina
juga memberitakan bahwa di Sriwijaya sudah ada perkampungan muslim
yang mengadakan hubungan dagang dengan cina. Pendapat lainnya
mengatakan bahwa Islam masuk di Nusantara pada abad ke 13, hal ini di
dasarkan pada dugaan keruntuhan Dinasti Abasiyah (1258 M), berita
Marcopolo (1292 m), batu nisan Sultan Malik As Saleh (1297), dan
penyebaran ajaran tasawuf.

1. Masuknya Islam sejak Abad ke-7 Masehi

Sebagian ahli sejarah menyebut jika sejarah masuknya Islam ke


Indonesia sudah dimulai sejak abad ke 7 Masehi. Pendapat ini didasarkan
pada berita yang diperoleh dari para pedagang Arab. Dari berita tersebut,
diketahui bahwa para pedagang Arab ternyata telah menjalin hubungan
dagang dengan Indonesia pada masa perkembangan Kerajaan Sriwijaya
pada abad ke 7.

Dalam pendapat itu disebutkan bahwa wilayah Indonesia yang


pertama kali menerima pengaruh Islam adalah daerah pantai Sumatera Utara
atau wilayah Samudra Pasai. Wilayah Samudra Pasai merupakan pintu
gerbang menuju wilayah Indonesia lainnya. Dari Samudra Pasai, melalu
jalur perdagangan agama Islam menyebar ke Malaka dan selanjutnya ke
Pulau Jawa. Pada abad ke 7 Masehi itu pula agama Islam diyakini sudah
masuk ke wilayah Pantai Utara Pulau Jawa. Masuknya Agama Islam ke
Pulau Jawa pada abad ke 7 Masehi didasarkan pada berita dari China masa
pemerintahan Dinasti Tang. Berita itu menyatakan tentang adanya orang-
orang Ta’shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk
menyerang Kaling di bawah pemerintahan Ratu Sima pada tahun 674
Masehi.

2.Masuknya Islam sejak Abad ke-11 Masehi

Sebagian ahli sejarah lainnya berpendapat bahwa sejarah masuknya


Islam ke Indonesia dimulai sejak abad ke 11 Masehi. Pendapat ini
didasarkan pada bukti adanya sebuah batu nisan Fatimah binti Maimun yang
berada di dekat Gresik Jawa Timur. Batu nisan ini berangka tahun 1082
Masehi.
3. Masuknya Islam sejak Abad ke-13 Masehi

Di samping kedua pendapat di atas, beberapa ahli lain justru


meyakini jika sejarah masuknya Islam ke Indonesia baru dimulai pada abad
ke 13 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada beberapa bukti yang lebih kuat,
di antaranya dikaitkan dengan masa runtuhnya Dinasti Abassiah di Baghdad
(1258), berita dari Marocopolo (1292), batu nisan kubur Sultan Malik as
Saleh di Samudra Pasai (1297), dan berita dari Ibnu Battuta (1345).

Pendapat Tersebut juga diperkuat dengan masa penyebaran ajaran


tasawuf di Indonesia Agama Islam masuk di nusantara dibawa oleh
parapedagang muslim melalui dua jalur, yaitu jalur utara dan jalur seletan.
Melalui jalurutara dengan rute Arab (Mekah dan Madinah) – Damaskus –
Bagdad – Gujarat (pantai barat India) Nusantara. Melalui jalur selatan
dengan rute Arab (Mekah dan Madinah) – Yaman – Gujarat (pantai barat
India) Srilangka Nusantara. Cara penyebaran Islam di Nusantara dilakukan
melewati berbagai jalan diantaranyaadalah melalui perdagangan, sosial, dan
pengajaran.

2.2 Teori Kedatangan Islam di Nusantara

Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terjadi


perdebatan panjang dan perbedaan pendapat di kalangan para ahli.
Perdebatan itu menurut Azyumardi Azra berkisar pada tiga masalah pokok,
yakni asal-muasal Islam yang berkembang di wilayah Nusantara, pembawa
dan pendakwah Islam dan kapan sebenarnya Islam mulai datang ke
Nusantara. Ada sejumlah teori yang membicarakan mengenai asal-muasal
Islam yang berkembang di Nusantara.

1). Teori Gujarat


Teori ini dikemukakan oleh sejumlah sarjana Belanda, antara lain
Pijnappel, Snouck Hurgronje dan Moquette. Teori ini mengatakan bahwa
Islam yang berkembang di Nusantara bukan berasal dari Persia atau Arabia,
melainkan dari orang-orang Arab yang telah bermigrasi dan menetap di
wilayah India dan kemudian membawanya ke Nusantara. Teori Gujarat ini
mendasarkan pendapatnya melalui teori mazhab dan teori nisan. Menurut
teori ini, ditemukan adanya persamaan mazhab yang dianut oleh umat Islam
Nusantara dengan umat Islam di Gujarat. Mazhab yang dianut oleh kedua
komunitas Muslim ini adalah mazhab Syafi’i. Pada saat yang bersamaan
teori mazhab ini dikuatkan oleh teori nisan, yakni ditemukannya model dan
bentuk nisan pada makam-makam baik di Pasai, Semenanjung Malaya dan
di Gresik, yang bentuk dan modelnya sama dengan yang ada di Gujarat.
Karena bukti- bukti itu, mereka memastikan Islam yang berkembang di
Nusantara pastilah berasal dari sana.

2). Teori Bengal

Teori ini mengatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari daerah


Bengal. Teori ini dikemukakan oleh S.Q. Fatimi. Teori Bengalnya Fatimi ini
juga didasarkan pada teori nisan. Menurut Fatimi, model dan bentuk nisan
Malik al-Shalih, raja Pasai, berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang
terdapat di Gujarat. Bentuk dan model batu nisan itu justru mirip dengan
batu nisan yang ada di Bengal. Oleh karena itu, menurutnya pastilah Islam
juga berasal dari sana. Namun demikian teori nisan Fatimi ini kemudian
menjadi lemah dengan diajukannya teori mazhab. Mengikuti teori mazhab,
ternyata terdapat perbedaan mazhab yang dianut oleh umat Islam Bengal
yang bermazhab Hanafi, sementara umat Islam Nusantara menganut mazhab
Syafi’i. Dengan demikian teori Bengal ini menjadi tidak kuat.

3). Teori Coromandel dan Malabar.


Teori ini dikemukakan oleh Marrison dengan mendasarkan pada
pendapat yang dipegangi oleh Thomas W. Arnold. Teori Coromandel dan
Malabar yang mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Nusantara
berasal dari Coromandel dan Malabar adalah juga dengan menggunakan
penyimpulan atas dasar teori mazhab. Ada persamaan mazhab yang dianut
oleh umat Islam Nusantara dengan umat Islam Coromandel dan Malabar
yaitu mazhab Syafi’i. Dalam pada itu menurut Marrison, ketika terjadi
islamisasi Pasai tahun 1292, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu.
Untuk itu tidak mungkin kalau asal muasal penyebaran Islam berasal dari
Gujarat.

4). Teori Arabiah

Masih menurut Thomas W. Arnold, Coromandel dan Malabar bukan


satu-satunya tempat asal Islam dibawa. Ia mengatakan bahwa para pedagang
Arab juga menyebarkan Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan
Barat-Timur sejak awal-awal abad Hijriah atau abad ke-7 dan 8 Masehi. Hal
ini didasarkan pada sunber-sumber Cina yang mengatakan bahwa menjelang
akhir abad ke-7 seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah
pemukiman Arab-Muslim di pesisir pantai Barat Sumatera.

5). Teori Persia

Teori ini juga mendasarkan pada teori mazhab. Ditemukan adanya


peninggalan mazhab keagamaan di Sumatera dan Jawa yang bercorak Syiah.
Juga disebutkan Adanya dua orang ulama fiqh yang dekat dengan Sultan
yang memiliki keturunan Persia. Seorang berasal dari Shiraz dan seorang
lagi berasal dari Isfahan.

6). Teori Mesir

Teori yang dikemukakan oleh Kaijzer ini juga mendasarkan pada


teori mazhab, dengan mengatakan bahwa ada persamaan mazhab yang
dianut oleh penduduk Mesir dan Nusantara, yaitu bermazhab Syafi’i. Teori
Arab-Mesir ini juga dikuatkan oleh Niemann dan de Hollander. Tetapi
keduanya memberikan revisi, bahwa bukan Mesir sebagai sumber Islam
Nusantara, melainkan Hadramaut. Sementara itu dalam seminar yang
diselenggarakan tahun 1969 dan 1978 tentang kedatangan Islam ke
Nusantara menyimpulkan bahwa Islam langsung datang dari Arabia, tidak
melalui dan dari India.

2.3 Jalur masuknya Islam ke Indonesia

1. Jalur Perdagangan

Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui


perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-
16 membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut
ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara
dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat
menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan
perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka
berhasil mendirikan Masjid dan mendatangkan Mullah- mullah dari luar
sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim
itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-
penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan
di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor
politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena faktor hubungan
ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Perkembangan selanjutnya,
mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-
tempat tinggalnya.

2. Jalur Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial
yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi
terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-
saudagar itu. Sebelum kawin, mereka di-Islam-kan terlebih dahulu. Setelah
mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya
timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim. Dalam
perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh
keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih
dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara
saudagar Muslim dengan anak Bangsawan atau anak Raja dan anak Adipati,
karena Raja dan Adipati atau Bangsawan itu kemudian turut mempercepat
proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau
Sunan Ampel dengan Nyai Manila; Sunan Gunung Jati dengan puteri
Kawunganten; Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan
Raden Patah (Raja pertama Demak), dan lain-lain.

3. Jalur Tasawuf

Pengajar-pengajar Tasawuf atau para Sufi mengajarkan Teosofi yang


bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-
kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka juga ada yang mengawini
puteri-puteri bangsawan setempat. Dengan Tasawuf, “bentuk” Islam yang
diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam
pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama
baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli Tasawuf yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran
Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah
Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Jalur Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren


maupun pondok yang diselenggarakan oleh Guru-guru Agama, Kiai-kiai
dan Ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon Ulama, Guru Agama, dan
Kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka
pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu
mengajarkan Islam, misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat
di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini
banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.

5. Jalur Kesenian

Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah


pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling
mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan Kalimat Syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih
dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam cerita itu
disisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya
juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya),
seni bangunan dan seni ukir.

6. Jalur Politik

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam


setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat
membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera
dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik,
kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan- kerajaan non Islam.
Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk
kerajaan bukan Islam itu memeluk agama Islam.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai