Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

PENYAKIT LEPTOSPIROSIS

Pokok Bahasan : Keperawatan Keluarga


Sub Pokok Bahasan : penyakit Leptospirosis
Penyaji : Viky Khisnia
Hari dan anggal Pelaksanaan : Jumat,
Waktu : 30 menit
Tempat : di Ruangan Bougenvile

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 1x30 menit diharapkan
keluarga Tn. B mendapatkan informasi dan pengetahun tentang penyakit
leptospirosis, penyebab, cara penularan, tanda dan gejala, serta cara
pencegahannya.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan keluarga Tn. B diharapkan dapat :
a. Mengetahui tentang penyakit leptospirosis
b. Mengetahui penyebab, cara penularan, tanda dan gejala, serta cara
pencegahannya.
C. SASARAN DAN TARGET
Sasaran ditujukan pada keluarga Tn. B
Target ditujukan pada Tn. B

D. STRATEGI PELAKSANAAN
Hari dan anggal Pelaksanaan : Jumat,
Waktu : 30 menit
Tempat : di Ruang Bougenvile
E. KEGIATAN PEMBELAJARAN
No Tahap Waktu Kegiatan Media
1 Pembukaan 5 menit 1. Memberi salam
2. Menjelaskan kegiatan
pembelajaran
3. Menyebutkan materi
atau pokok bahasan
yang akan
disampaikan
2 Pelaksanaan 15 menit Menjelaskan tentang : Leaflet
1. Pengertian penyakit
leptospirosis
2. Penyebab
leptospirosis dan cara
penularannya
3. Tanda dan gejala
4. Cara pencegahan

3. Evaluasi dan 10 menit 1. Mengajukan


Penutup pertanyaan pada
keluarga Tn. B
2. Memberikan
reiforcemen positif
atas jawaban yang
diberikan
3. Menutup
pepembelajaran
dengan salam

F. METODA
Metoda yang digunakan adalah :
1. ceramah
2. diskusi / tanya jawab

G. Seeting Tempat
: audience
: Penguji

: penyuluh
H. MEDIA
Media yang digunakan adalah
1. lembar balik
2. leaflet

I. MATERI
Terlampir

J. EVALUASI
1. Apakah penyakit leptospirosis itu?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya penyakit leptospirosis dan cara
penularannya?
3. Bagaimana tanda-tanda orang yang terkena leptospirosis?
4. Bagaimana cara pencegahan penyakit leptospirosis?
LAMPIRAN MATERI

1. Pengertian
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Leptospira yang
pathogen. Gejala leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya
seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam
berdarah dengue dan demam virus lainnya.
2. Penularan Penyakit Leptospirosis
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada
kondisi banjir. Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan
lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan menjadi
becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan
mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak. Air kencing tikus
terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan
kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus
merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama. Leptospirosis
karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi
tinggi. Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi,
anjing dapat terserang. Leptospirosis, tetapi potensi menularkan ke
manusia tidak sebesar tikus.
Penularan leptospirosis dapat secara langsung maupun tidak langsung.
a. Penularan langsung
Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung
kuman leptospira masuk kedalam tubuh
Dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan.
Terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ
tubuh hewan misalnya pekerja pemotong hewan atau seseorang
yang tertular dari hewan peliharaan
Dari manusia ke manusia meskipun jarang. Dapat terjadi
melalui hubungan sexual pada masa konvalensi atau dari ibu
penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air
susu ibu
b. Penularan tidak langsung
Terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air,
dan lumpur yang tercemar urin hewan.

3. Tanda Dan Gejala


a. Fase Septisemik
Fase Septisemik dikenal sebagai fase awal atau fase leptospiremik
karena bakteri dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan
sebagian besar jaringan tubuh. Pada stadium ini, penderita akan
mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan
demam, kedinginan, dan kelemahan otot. Gejala lain adalah sakit
tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala, takut
cahaya, gangguan mental, radang selaput otak (meningitis), serta
pembesaran limpa dan hati
b. Fase Imun
Fase Imun sering disebut fase kedua atau leptospirurik karena
sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urin,
dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan
serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon
pertahanan tubuh terhadap infeks. Gejala tergantung organ tubuh
yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal.
Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi,
kecemasan, dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fungsi hati
didapatkan jaundis, pembesaran hati (hepatomegali), dan tanda
koagulopati. Gangguan paru-paru berupa batuk, batuk darah, dan
sulit bernapas. Gangguan hematologi berupa peradarahan dan
pembesaran limpa (splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal
jantung atau perikarditis. Meningitis aseptik merupakan manifestasi
klinis paling penting pada fase imun.
Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah
timbul jaundis. Pada 30 persen pasien terjadi diare atau kesulitan
buang air besar (konstipasi), muntah, lemah, dan kadang-kadang
penurunan nafsu makan Kadang-kadang terjadi perdarahan di
bawah kelopak mata dan gangguan ginjal pada 50 persen pasien,
dan gangguan paru-paru pada 20-70 persen pasien.
Gejala juga ditentukan oleh serovar yang menginfeksi. Sebanyak
83 persen penderita infeksi L. icterohaemorrhagiae mengalami
ikterus, dan 30 persen pada L. pomona. Infeksi L. grippotyphosa
umumnya menyebabkan gangguan sistem pencernaan. Sedangkam
L. pomona atau L. canicola sering menyebabkan radang selaput
otak (meningitis).
c. Sindrom Weil
Sindrom Weil adalah bentuk Leptospirosis berat ditandai jaundis,
disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis
perdarahan. Kondisi ini terjadi pada akhir fase awal dan meningkat
pada fase kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu. Kriteria
penyakit Weil tidak dapat didefinisikan dengan baik. Manifestasi
paru meliputi batuk, kesulitan bernapas, nyeri dada, batuk darah,
dan gagal napas. Disfungsi ginjal dikaitkan dengan timbulnya
jaundis 4-9 hari setelah gejala awal. Penderita dengan jaundis berat
lebih mudah terkena gagal ginjal, perdarahan dan kolap
kardiovaskular. Kasus berat dengan gangguan hati dan ginjal
mengakibatkan kematian sebesar 20-40 persen yang akan
meningkat pada lanjut usia.
4. Pencegahan
Manusia rawan oleh infeksi semua serovar Leptospira sehingga
manusia harus mewaspadai cemaran urin dari semua hewan. Perilaku
hidup sehat dan bersih merupakan cara utama untuk menanggulangi
Leptospirosis tanpa biaya. Manusia yang memelihara hewan
kesayangan hendaknya selalu membersihkan diri dengan antiseptik
setelah kontak dengan hewan kesayangan, kandang, maupun
lingkungan di mana hewan berada.
Manusia harus mewaspadai tikus sebagai pembawa utama dan alami
penyakit ini.Pemberantasan tikus terkait langsung dengan
pemberantasan Leptospirosis. Selain itu, para peternak babi dihimbau
untuk mengandangkan ternaknya jauh dari sumber air. Feses ternak
perlu diarahkan ke suatu sumber khusus sehingga tidak mencemari
lingkungan terutama sumber air.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Tom Smith. 1986. Kesehatan Populer Tekanan Darah Tinggi.


ARCAN : Jakarta
Carpenito, Lynda Jual. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Monica Ester, SKp. EGC : Jakarta
SUB.DIT Perawatan Kesehatan Masyarakat. 1982. Perawatan Pada Usia
Lanjut. Depkes RI : Jakarta
Effendy Nasrul. (1998). Dasa-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Edisi 2. EGC : Jakarta
Wahyu Nugroho, SKM. 1992. Buku Kedokteran. Edisi 1. Perawatan Lanjut
Usia. EGC : Jakarta
LEMBAR PENGESAHAN

Bougenvile, Juli 2016

Sasaran Pemberi Penyuluhan

(Pasien & Keluarga) ( Viky Khisnia)

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

( Winarto, S. Kep. Ns )
SATUAN ACARA PENGAJARAN
( SAP )
Pasien dengan Leptospirosis
Di RSUD Wates bangsal Bougenvile

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kesehatan

Disusun Oleh :
VIKY KHISNIA
NIM. 2520142614

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
JULI, 2016

Anda mungkin juga menyukai