Anda di halaman 1dari 42

Kromatografi Gas

METODA KROMATOGRAFI GAS


(Gas Liquid Chromatography, GLC)

Pada kromatografi gas, komponen-komponen suatu cuplikan yang berupa


uap difraksionasi sebagai hasil distribusi atau partisi komponen-komponen
tersebut antara fasa gerak yang berupa gas dan fasa diam yang berada dalam
kolom. Berdasarkan atas wujud fasa diam yang terdapat dalam kolom,
kromatografi gas dapat dibagi menjadi dua jenis. Kromatografi gas dengan
fasa diam suatu padatan disebut sebagai kromatografi gas-padat (gas-solid
chromatography) sedangkan jika berupa cairan disebut sebagai
kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography).

Pada kromatografi gas-padat, partisi komponen cuplikan didasarkan atas


fenomena adsorpsi (penyerapan) pada permukaan zat padat yang berfungsi
sebagai fasa diam. Jenis kromatografi ini penggunaannya sangat terbatas
karena kurva elusi yang dihasilkan atau puncak-puncak kromatogram yang
diperoleh umumnya tidak simetris.

Pada kromatografi gas-cair, fasa diam cair dilapiskan dengan ketebalan


tertentu pada suatu media padat yang disebut zat padat pendukung. Partisi
komponen cuplikan didasarkan atas kelarutan uap komponen bersangkutan
pada fasa cair tersebut. Ini berarti partisinya/distribusinya bergantung pada
kesetimbangan gas-cair yang terjadi di dalam kolom. Metoda kromatografi
seperti ini, merupakan salah satu cara kromatografi kolom yang
penggunaannya sangat luas sejak pertama kali ditemukan oleh James dan
Martin (1952). Peralatan kromatografi jenis ini pula yang merupakan
peralatan pertama kromatografi yang dikomersialkan. Dengan komersialisasi
peralatan kromatografi gas-cair, berbagai pemisahan yang sebelumnya tak
dapat dilakukan dengan cara-cara pemisahan yang lain akhirnya dapat
dilakukan dengan baik menggunakan teknik pemisahan ini. Campuran
benzen (titik didih 80,1 0C) dan sikloheksana (titik didih 80,8 0C) yang
praktis tak dapat dipisahkan dengan cara penyulingan bertingkat, dapat
dipisahkan dengan alat kromatografi gas yang sederhana sekalipun dalam
beberapa menit oleh operator yang tidak perlu memiliki keterampilan yang
tinggi. Penggunaannya sebagai piranti analisis sudah sangat luas dibidang
industri dan aplikasinya banyak digunakan untuk berbagai bidang penelitian,
kontrol kualitas dan analisis kimia dibidang lingkungan.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 1
Kromatografi Gas

Saat ini, terdapat kira-kira 30 produsen peralatan kromatografi yang


menawarkan tidak kurang dari 130 model yang berbeda dengan harga mulai
1.500 USD hingga 40.000 USD. Dalam kurun waktu dua puluh tahun
terakhir, berbagi kemajuan pada peralatan kromatografi gas telah mewarnai
pasar instrumen analisis kimia. Era tahun tujuh puluhan diwarnai dengan
kemunculan integrator elektronik dan sistem pengolahan data berbasis
komputer. Sepuluh tahun berikutnya hampir semua parameter perlatan
kromatografi telah dapat dikontrol secara otomatis melalui sistem berbasis
komputer.

KOMPONEN UTAMA PERALATAN KROMATOGRAFI GAS

Suatu kromatograf umumnya terdiri dari komponen-konponen berikut :


- Reservoir gas pembawa
- Sistem penyuntikan cuplikan
- Kolom pemisah
- Sistem pemanasan (oven)
- Detektor
- Sistem pengolah data

Komponen utama tersebut diatas dirangkai hingga menjadi suatu peralatan


kromatografi gas yang utuh seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Injektor Detektor
Detektor
amplifier
Gas inlet

Pengatur Kolom
laju dan
tekanan
Oven

Terminal pengolah data


Diagram suatu peralatan kromatografi gas

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 2
Kromatografi Gas

Gas Pembawa

Peralatan kromatografi gas memerlukan gas pembawa dengan kualitas dan


tekanan yang memadai agar dapat digunakan untuk memisahkan komponen
cuplikan. Pemilihan jenis gas pembawa merupakan hal yang sangat penting
karena akan memberikan pengaruh langsung pada proses pemisahan dan
kinerja dari detektor. Gas pembawa (fasa gerak) yang digunakan harus
bersifat inert, kering dan bebas dari oksigen. Nitrogen, hidrogen dan helium
merupakan gas pembawa yang umum digunakan untuk keperluan
kromatografi gas. Pemilihan gas pembawa bergantung pada jenis fasa diam
serta jenis detektor yang digunakan. Helium misalnya, sangat baik untuk
pemisahan yang menggunakan detektor daya hantar panas.Kemurnian gas
pembawa yang digunakan paling tidak berada pada tingkat kemurnian
99,99% bahkan hingga 99,999% (disebut sebagai tingkat kemurnian 99999,
ditandai dengan 5 buah angka sembilan). Ketakmurnian gas pembawa yang
disebabkan adanya uap air, oksigen, sejumlah kecil hidrokarbon dapat
menyebabkan berekasinya gas pembawa dengan komponen yang dipisahkan.
Adanya pengotor pada gas pembawa juga dapat merusak gerbang injeksi dan
kolom serta dapat menurunkan kinerja dari detektor. Karena itu sebelum
masuk kedalam gerbang injeksi, gas pembawa sebaiknya dimurnikan lebih
lanjut dengan menggunakan penyerap gas pengotor (trap). Untuk
menghilangkan uap air dapat digunakan penyaring molekul, bubuk
arang/karbon untuk menghilangkan hidrokarbon, dan oxygen trap untuk
menyerap oksigen. Penyerap/penyaring tersebut ditempatkan antara silinder
gas pembawa dan gerbang injeksi seperti diillustrasikan berikut ini.

regulator

filter
silinder gas

Penggunaan penyerap/filter pada gas pembawa

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 3
Kromatografi Gas

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah pengaturan laju alir dari gas-gas
yang digunakan baik sebagai gas pembawa ataupun sebagai gas yang
diperlukan untuk menjalankan detektor. Pengukuran laju alir gas dapat
dilakukan dengan menggunakan bubble meter, rotameter atau dengan
flow meter elektronik/digital.

Bubble meter menggunakan larutan sabun sebagai penunjuk laju alir dan
dapat digunakan untuk pengukuran laju setelah melalui kolom atau detektor.
Rotameter digunakan untuk pengukuran laju pada pra-kolom.
Pengukurannya dilakukan dengan membaca bola kecil yang melayang
didalam suatu kaca yang telah dikalibrasi. Alat pengukur digital/elektronik
dapat berupa detektor daya hantar termal yang dimodifikasi sehingga
memungkinkan pengukuran laju secara kontinu. Alat ukur ini memerlukan
kalibrasi sebelum penggunaannya dan responsnya dapat bervariasi
bergantung pada jenis gas yang diukur. Gambar berikut menunjukkan
peralatan pengukur laju alir yang sering digunakan dalam kromatografi gas.

A B

(A). Soap-bubble flow meter dan (B). Flow meter digital

Oven

Temperatur kolom merupakan parameter penting yang harus dikontrol


hingga sepersepuluh derajat untuk memperoleh hasil yang akurat. Karenanya
kolom ditempatkan dalam suatu pemanas/oven yang temperaturnya dapat
dikontrol dengan mudah dan tepat. Ruang oven yang cukup luas
memudahkan untuk pemasangan kolom beserta perangkat ikutannya.
Karakteristik lain yang harus dipunyai oleh suatu oven kromatograf adalah
responsnya yang cepat dan akurat sesuai dengan profil program temperatur
yang diinginkan. Selain itu, oven hendaknya mempunyai sifat termal yang
baik agar dapat terjadi pendinginan yang cepat pada akhir analisis.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 4
Kromatografi Gas

Sistem penyuntikan (gerbang injeksi)

Injeksi sampel ke dalam kromatograf merupakan tahapan paling awal dari


proses kromatografi yang efisiensinya akan menentukan kinerja dan efisiensi
proses pemisahan. Tahapan ini juga menentukan presisi dan akurasi dari
hasil analisis kualitatif maupun kuantitatif. Untuk memasukkan cuplikan ke
dalam peralatan kromatografi gas, terdapat dua pendekatan yang dapat
dilakukan yaitu melalui gerbang injeksi (injection ports) atau dengan
menggunakan katup injeksi. Gerbang injeksi pada kromatografi gas harus
mampu memasukkan cuplikan ke dalam kolom dengan volume tertentu yang
akurat dengan tetap mempertahankan laju dan tekanan dari sistim
kromatograf secara keseluruhan. Sistem penyuntikan umumnya berupa
suatu gerbang yang berhubungan dengan kolom melalui suatu sekat yang
disebut septum. Gerbang injeksi ini dilengkapi dengan suatu sistem pemanas
yang dimaksudkan agar cuplikan cairan yang disuntikan dapat segera
menjadi uap yang selanjutnya akan dibawa ke dalam kolom oleh gas
pembawa. Salah satu jenis gerbang injeksi yang sederhana dapat dilihat pada
gambar berikut.

syringe

gas pembawa

blok pemanas
glass wool
liner

kolom

Gerbang injeksi peralatan kromatografi gas

Injektor split/splitless dan injektor on-kolom adalah contoh lain gerbang


injeksi yang saat ini banyak digunakan. Berbagai jenis injektor ini akan

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 5
Kromatografi Gas

dibahas secara rinci pada bagian lain dari diktat ini. Bagian berikut ini akan
membahas cara-cara penyuntikan dengan menggunakan syringe.

Teknik injeksi menggunakan syringe


Cara yang paling umum digunakan untuk memasukkan cuplikan kedalam
kromatograf gas adalah dengan bantuan microsyringe seperti ditunjukkan
gambar berikut.

Microsyringe untuk kromatografi gas

Alat suntik ini terdiri dari barrel gelas yang telah dikalibrasi dan piston yang
berguna untuk menyuntikkan sejumlah volume tertentu dari isi barrel
melalui jarum penyuntik. Terdapat juga jenis syringe yang khusus untuk
keperluan penyuntikan cuplikan gas atau uap. Cara menginjeksikan cuplikan
merupakan tahapan yang sangat menentukan kinerja kromatografi.

Cara yang baik harus mampu :


- menghasilkan luas puncak kromartografi yang boleh ulang
- memberikan diskriminasi massa yang rendah
- tak terkontaminasi dengan penyuntikan sebelumnya
- memberikan bentuk puncak yang baik

Cara penyuntikan manual yang telah teruji kebaikannya bergantung pada


jenis cuplikan, jenis injektor, jenis syringe, volume injeksi dan preferensi dari
analis yang melakukannya. Karenanya analis/operator harus
mengembangkan sendiri cara penyuntikan seperti apa yang baik untuk suatu
jenis analisis tertentu dengan menggunakan cuplikan standar.
Cara membersihkan syringe
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi cuplikan, syringe harus
dibersihkan dengan baik sebelum digunakan. Syringe dicuci dengan

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 6
Kromatografi Gas

membilasnya berulang kali menggunakan pelarut yang sesuai seperti aseton


atau diklorometana.
Pembilasan ini terutama harus diperhatikan jika konsentrasi cuplikan yang
satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan yang sangat besar.
Penggunaan ultrasonic-bath juga sangat dianjurkan untuk pencucuian
syringe. Biasakanlah membilas syringe segera setelah menggunakannya agar
tak terjadi kontaminasi akibat sisa penyuntikan yang mengering dalam
syringe.
Cara melakukan injeksi manual
Terdapat dua jenis syringe yang dapat digunakan untuk injeksi cairan,

Plunger-in-needle, dimana cuplikan terdapat di dalam jarum


penyuntik sebelum injeksi dilakukan. Jenis ini sesuai untuk volume
penyuntikan hingga 1 L.
Plunger-in-barrel, pada jenis ini cuplikan ditempatkan di dalam barrel
dari syringe dan sesuai untuk volume cuplikan yang lebih besar dari 1
L.
Beberapa cara melakukan injeksi secara manual yang dapat digunakan
antara lain adalah hot needle methods.
Pada cara ini cuplikan diisap ke dalam barrel hingga volume tertentu
kemudian bagian ujung cuplikan diisi dengan udara kira-kira 2-3 L.
Masukkan jarum ke dalam gerbang injeksi dan biarkan memanas beberapa
detik. Selanjutnya suntikkan dengan cepat isi syringe dan cabut dari gerbang
injeksi.
Cara-cara lain untuk mengisi syringe diillustrasikan pada gambar berikut.

sample

sample+udara

udara+sample+udara

pelarut+udara+sample+udara

Cara-cara pengisian syringe


Jika diperlukan faktor koreksi volume penyuntikan maka koreksi volume
dapat dihitung dengan melakukan langkah berikut.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 7
Kromatografi Gas

isi syringe dengan sample

baca volume sample

suntikkan dengan cepat, cabut syringe

tarik kembali piston syringe, baca volume tertinggal

perkurangkan pembacaan awal dengan akhir

Cara mengoreksi volume penyuntikan


Katup injeksi cuplikan gas
Untuk cuplikan berupa gas selain dapat diinjeksikan menggunakan syringe
khusus untuk gas, cuplikan seperti ini juga dapat diinjeksikan dengan
menggunakan katup injeksi. Melalui katup injeksi seperti ini, volume gas
yang diinjeksikan biasanya mempunyai presisi yang sangat baik (+/- 0,1%).
Perangkat injeksi seperti ini tidak terlalu mahal dan hanya membutuhkan
pengatur temperatur serta sangat mudah penggunaannya.
Katup injeksinya dapat memiliki beberapa buah kanal, yang posisinya dapat
diatur untuk keperluan penyuntikan. Beberapa jenis katup injeksi untuk gas
dan cara bekerjanya diillustrasikan berikut ini.

load inject

Katup injeksi 6 kanal


Untuk keperluan khusus sering pula digunakan katup injeksi 10 kanal seperti
berikut ini.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 8
Kromatografi Gas

Katup Injeksi 10 kanal.


Kolom

Terdapat dua macam kolom kromatografi gas yang lazim digunakan yakni
kolom terbuka dan kolom yang dipack. Kolom terbuka merupakan tabung
terbuka yang permukaan dalamnya dilapisi dengan cairan fasa diam. Jenis
kolom seperti ini mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya adalah
karena tekanan yang dibutuhkan rendah jadi kolom dapat dibuat panjang,
namun jumlah cuplikan harus sedikit karena kapasitas kolom seperti ini
kecil. Kolom pack, fasa diam di-packing di dalam suatu tabung kaca atau
logam.
Dalam menyiapkan kolom packing, maka jenis zat padat pendukung dan fasa
diam yang akan digunakan harus memiliki karakteristik tertentu agar dapat
digunakan untuk keperluan pemisahan yang diinginkan.

Zat padat pendukung ideal adalah yang;


- (a). bulat, merata, kecil (20-40) dengan kekuatan mekanis
yang baik,
- (b). inert pada suhu tinggi,
- (c). mudah dibasahi oleh fasa cair dan membentuk lapisan
merata.
Fasa diam yang ideal adalah fasa diam (cairan) yang;
- (a). tidak mudah menguap (td. > 200 oC) atau lebih tinggi
dari suhu operasi kolom,
- (b). mempunyai kestabilan termik yang tinggi,
- (c). inert secara kimia.
Jika didasarkan pada ukurannya, kolom kromatografi gas dapat dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 9
Kromatografi Gas

- kolom konvensional
berdiameter luar 1/8 1 /4 yang terbuat dari baja tahan
karat atau pipa gelas dengan panjang 6 20 feet.
- kolom preparatif
berdiameter > 1/4 dengan panjang > 10 feet.
- kolom kapiler
berdiameter dalam 0,1 0,5 mm dengan panjang 10 100
meter.
Secara skematis, jenis-jenis kolom yang dapat digunakan dalam
kromatografiu gas dirangkum sebagai berikut

column

packed open tubular


(capillary)

porous packing non-porous packing


coated with porous
layer
packed with porous
layer
bound phase
liquid coated

packed capillary liquid coated wall

Jenis-jenis kolom kromatografi gas


Penampang lintang dari beberapa jenis kolom tersebut di atas diillustrasikan
pada gambar berikut ini,

Penampang lintang berbagai jenis kolom


Berbagai jenis kolom yang telah disebutkan diatas, fasa diamnya dapat
diletakkan didalam pipa yang terbuat dari baja tahan karat, gelas atau di
dalam suatu kapiler yang terbuat dari leburan silika.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 10
Kromatografi Gas

1/4 packed 1/8 packed Fused silica


SS Capillary
capillary
Bentuk dari beberapa jenis kolom kromatografi gas

Pembahasan mengenai kolom kapiler, akan diberikan secara detail pada


bagian yang terpisah dari diktat ini. Bagian berikut ini akan membahas
beberapa hal penting dalam pemilihan kolom.
Jika tidak akan mengembangkan suatu metoda baru, pencarian informasi
melalui katalog produk kolom kromatografi gas dapat merupakan titik awal
pencarian kolom yang sesuai dengan keperluan analisis yang akan dilakukan.
Dari spesifikasi produk yang ditawarkan dapat diperoleh informasi mengenai
harga, limit temperatur, cara injeksi, jenis fasa yang digunakan dan bahkan
seringkali dilengkapi dengan kromatogram hasil pemisahan dari komponen
yang diinginkan.
Salah satu contoh informasi yang dapat diperoleh dari katalog ditunjukkan
berikut ini.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 11
Kromatografi Gas

Beberapa jenis fasa diam dan contoh ukuran packed column

Contoh aplikasi yang dapat ditemukan pada katalog produk kromatografi gas

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 12
Kromatografi Gas

Pertimbangan pertama dalam memilih kolom adalah memilih


produsen/merek yang benar dengan mempertimbangkan : konsistensi dari
kualitas yang tinggi dalam memproduksi kolom.

Pertimbangan kedua, memilih kolom yang ideal untuk suatu analisis yang
spesifik yaitu meliputi,
- pemilihan fasa diam yang benar
- diameter dalam dari kolom
- tebal lapisan film fasa diam
- panjang kolom

Kepolaran

Kepolaran menunjukkan bagaimana komponen-komponen contoh


beriteraksi dengan fasa diam. Fasa non-polar memisahkan komponen-
komponen terutama berdasarkan titik didih. Fasa sedikit polar
(intermediately polar phase) meretensi komponen-komponen berdasarkan
titik didih dan interaksi dipol terinduksi atau melalui ikatan hidrogen. Fasa
polar dan sangat polar meretensi lebih kuat senyawa polar dibanding
senyawa non-polar akibat interaksi dipol-dipol antara gugus fungsi dari
komponen dengan fasa diam.

Kepolaran relatif dari beberapa fasa diam diberikan berikut ini :

0 SQUALANE SE - 30
APIEZON
OV - 1
SE - 52
OV - 101
DEXSIL 380
KEPOLARAN RELATIF

1 OV - 17
OV - 25

OV
- - 210
OV - 225
2
CARBOWAX 20M

CARBOWAX 1500
3

DEGS

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 13
Kromatografi Gas

Kepolaran relatif beberapa fasa diam


Kestabilan Thermal

Secara umum, jika polaritas kolom meningkat maka kestabilan thermal


menurun. Kestabilan thermal yang baik dapat diperoleh dengan
menggunakan fasa yang berikatan silang terimmobilisasi. Namun ikatan
silang selain merubah sifat fisik juga dapat merubah sifat kimia dari fasa
diam.

Kapasitas kolom
Jika diameter dalam dari kolom membesar maka kapasitas suatu kolom juga
akan membesar, namun daya pisah akan menurun. Untuk pemisahan
campuran yang sangat rumit, diameter yang sempit akan memberikan hasil
yang baik. Di sisi lain, jika konsentrasi komponen dalam contoh sangat
bervariasi maka kolom dengan diameter besar harus digunakan untuk
memperbesar kapasitas kolom.

Ketebalan lapisan fasa diam


Lapisan yang tebal akan meretensi komponen lebih lama dan memerlukan
suhu yang lebih tinggi untuk mengelusi komponen pada nilai k yang sama.
Pada lapisan yang tipis, komponen akan terelusi lebih cepat dan hanya
memerlukan suhu yang tidak terlalu tinggi. Secara umum, lapisan yang tebal
digunakan bagi komponen bertitik didih rendah untuk meningkatkan
interaksinya dengan fasa diam, jadi juga meningkatkan resolusi dari
pemisahan. Lapisan yang sangat tebal (3 m atau 5 m) biasanya digunakan
untuk analisis campuran gas-gas atau pelarut-pelarut yang mudah menguap
pada temperatur kamar. Lapisan dengan ketebalan sedang (1 m atau 1,5
m) berguna untuk komponen-komponen yang dapat terelusi pada suhu
antara 100-200oC. Lapisan dengan ketebalan standar (0,25 m atau 0,5 m)
dapat digunakan untuk berbagai jenis komponen yang terelusi pada
temperatur hingga 300oC. Lapisan yang tipis (0,1 m) sangat baik untuk
komponen dengan berat molekul tinggi yang terelusi diatas temperatur
300oC.
Dengan menebalnya lapisan fasa diam, resolusi dari dua komponen yang
terelusi secara berurutan juga akan meningkat. Namun, lapisan yang tebal

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 14
Kromatografi Gas

jika digunakan untuk senyawa-senyawa polar dapat menurunkan resolusi


atau menyebabkan perubahan orde elusi dari beberapa komponen.
Jika diameter dalam dari kolom membesar sebaiknya tebal lapisan fasa diam
juga membesar agar retensi komponen target tidak berubah banyak. Lapisan
yang tebal secara umum digunakan pada kolom dengan diameter dalam yang
besar untuk mempertahankan sesama mungkin retensi dan resolusi
komponen jika komponen tersebut dielusi dalam kolom berdiameter sempit
dan berlapisan film fasa diam yang tipis.
Jika lapisan film menebal, batas temperatur operasi kolom akan menurun.
Column Bleed bergantung baik pada jumlah maupun pada temperatur
degradasi dari fasa diam. Makin tebal lapisan fasa diam makin besar pula
phenomena bleed yang terjadi.

Panjang kolom
Untuk analisis isothermal, besaran pelat teoritis dan waktu analisis
berhubungan secara proporsional dengan panjang kolom. Namun perlu
diingat bahwa resolusi adalah akar pangkat dua dari jumlah pelat teoritis.
Jika panjang kolom diperbesar dari 30 m ke 60 m, resolusi akan meningkat
kira-kira 40% dan waktu analisis meningkat kira-kira dua kalinya.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, column bleed, ke-iner-an zat
pendukung dan indeks retensi dari kolom juga perlu dipertimbangkan dalam
memilih suatu kolom.

Detektor sensitif memerlukan column bleed yang rendah pada penggunaan


temperatur yang tinggi untuk fasa yang spesifik. Column bleed yang rendah
juga memungkinkan kuantisasi komponen-komponen dengan titik didih
tinggi dan mencegah kontaminasi pada detektor. Permukaan yang aktif dapat
menghasilkan peak tailing, atau fenomena adsorpsi. Suatu kolom harus
mempunyai permukaan yang benar-benar inert agar komponen renik dapat
terelusi sempurna dari kolom. Indeks retensi dari kolom juga perlu
diperhatikan karena indeks retensi dari analit adalah salah satu kunci dalam
mengidentifikasi suatu komponen. Keboleh-ulangan indeks retensi dari
suatu kolom harus baik atau mempunyai kisaran dengan rentang yang
sempit.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 15
Kromatografi Gas

Pemrograman Temperatur
Temperatur kolom merupakan variabel penting yang harus dikontrol dengan
baik untuk memperoleh hasil analisis yang baik. Kebergantungan retensi
komponen dalam kolom pada tekanan uap dari masing-masing komponen
yang akan dipisahkan, menyebabkan suatu campuran yang terdiri dari
berbagai komponen dengan titik didih yang sangat bervariasi tidak mungkin
dipisahkan dengan sempurna jika digunakan sistim elusi isotermal.
Komponen-komponen yang mudah menguap mungkin dapat dipisahkan
dengan baik, tetapi komponen dengan titik didih tinggi akan terelusi dengan
waktu retensi yang besar dan disertai dengan gejala pelebaran puncak yang
nyata. Sebaliknya jika digunakan temperatur yang tinggi maka komponen
dengan titik didih tingi akan teresolusi dengan baik namun komponen-
komponen yang mudah menguap akan menunjukkan resolusi yang kurang
baik bahkan terdapat kemungkinan di mana komponen-komponen tersebut
terelusi secara bersama-sama.
Untuk menghindari hal di atas maka temperatur kolom dinaikkan selama
analisis berlangsung. Cara yang disebut terakhir ini yang disebut sebagai cara
pemrograman temperatur.
Gambar berikut menunjukkan bagaimana suatu pemisahan dapat diperbaiki
dengan menggunakan pemrograman temperatur

Isotermal.
- Komponen tak terpisah dengan baik.
- Beberapa komponen terelusi pada saat
yang sama.
- Puncak yang terakhir menunjukkan
adanya pelebaran puncak.

Temperatur terprogram
- Komponen terpisah dengan sempurna.
- Tidak ditemui adanya pelebaran puncak
chromatogram.

Dalam pemograman temperatur, faktor-faktor berikut harus diperhitungkan


dengan baik.
- Variasi kelarutan dari komponen
- Perubahan keboleh-penguapan dari komponen
- Kestabilan dari komponen

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 16
Kromatografi Gas

- Perubahan laju alir gas pembawa


- Kestabilan dari fasa diam
Umumnya temperatur harus diusahakan terletak diantara temperatur
minimum dan maksimum dari kolom atau fasa diam yang digunakan (Tmin .
kolom < Toven < T maks. kolom).

Detektor
Perangkat ini berfungsi untuk mendeteksi komponen-komponen yang keluar
dari kolom setelah terjadi proses pemisahan. Respon dari perangkat inilah
yang dirubah menjadi isyarat yang dapat terkuantisasi hingga diperoleh
suatu kromatogram.
Sebelum melihat lebih jauh bagaimana mekanisme kerja suatu detektor,
berikut ini diberikan terlebih dahulu beberapa pemahaman mengenai
beberapa besaran karakteristik yang perlu dipunyai oleh detektor.

Kepekaan (sensitivitas)
Kepekaan merupakan ukuran seberapa besar suatu detektor mampu
memberikan perubahan isyarat akibat terjadinya perubahan
konsentrasi analit.

Daerah linier
Daerah linier merupakan rentang konsentrasi dimana besarnya isyarat
detektor linier dengan besarnya konsentrasi.

Batas deteksi
Batas deteksi adalah konsentrasi terkecil dari analit dimana detektor
masih mampu memberikan isyarat yang kuantitatif.

Ketiga besaran di atas dapat dijelaskan dengan baik melalui aluran antara
isyarat detektor (R) terhadap konsentrasi atau jumlah zat (Q) yang melalui
detektor.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 17
Kromatografi Gas

R
b
Lereng (slope) garis grafik R terhadap Q
adalah tan = dR/dQ = S = ukuran
kepekaan detektor.
dR
Daerah liniear adalah rentang konsentrasi a
dQ hingga b.
Q
a

Detektor yang umum digunakan pada kromatografi gas dapat digolongkan ke


dalam detektor integral dan detektor diferensial.
Pada detektor integral, respon detektor sebanding dengan kepekaan
dikalikan jumlah analit (R = S . Q) sedang pada detektor diferensial, respon
detektor sebanding dengan kepekaan detektor dikalikan perubahan kuantitas
analit persatuan waktu (R = S . dQ/dT).

Selain penggolongan di atas, terdapat pula cara-cara penggolongan lain


seperti detektor destruktif atau detektor non-destruktif.

Jenis-jenis detektor yang umum digunakan dalam suatu peralatan


kromatografi gas, diantaranya adalah:
- Detektor Daya Hantar Panas (Thermal Conductivity Detector, TCD)
- Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector, FID)
- Detektor Penangkapan Elektron (Electron Capture Detector, ECD)
- Detektor Nitrogen-Fosfor (Nitrogen-Phosphor Detector, NPD)
- Detektor Photo Ionisasi (Photo Ionization Detector, PID)
- Detektor Fotometri Nyala (Flame Photo Detector, FPD)
- Detektor Emisi Atom (Atomic Emission Detector, AED)
- Electrolytic Conductivity Detection (ELCD)

Kepekaan dan daerah linier dari berbagai detektor yang disebutkan di atas,
dirangkum pada gambar berikut ini.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 18
Kromatografi Gas

Kepekaan dan daerah linier berbagai detektor

Detektor Daya Hantar Panas (Thermal Conductivity Detector,


TCD)
Merupakan detektor yang paling sering digunakan dalam kromatografi gas.
Detektor ini dikenal juga dengan nama katarometer. Secara skematis,
rangkaian detektor ini dapat digambarkan sebagai berikut.

R1 R2

R3 R4
R5
A
R6
Rangkaian detektor daya hantar panas.

Rangkaian diatas tak lain adalah rangkaian jembatan Wheatstone di mana


terdapat 4 buah tahanan listrik utama yang saling berkesetimbangan.
Tahanan R1 dan R2 merupakan tahanan yang peka terhadap perubahan
temperatur. R3 dan R4 adalah tahanan pembanding, R5 adalah pengatur nol
sedangkan R6 adalah pengatur arus. G dan A masing-masing adalah
pengukur tegangan dan arus.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 19
Kromatografi Gas

Detektor daya hantar termal umumnya merupakan suatu blok logam yang
didalamnya terdapat 2 lubang berbentuk silinder. Di dalam silinder inilah
ditempatkan suatu kawat hantar yang tipis (R1 dan R2) atau suatu termistor.

dari kolom gas pembawa


murni
R1 R2

Rangkaian tahanan peka temperatur (R1 dan R2) pada TCD

Jika rangkaian dalam keadaan setimbang sedangkan arus total yang


ditunjukkan oleh A divariasi dengan merubah R6 maka G akan tetap
menunjukkan angka nol. Ini disebabkan karena penambahan arus akan
meningkatkan suhu baik di R1 maupun di R2 sehingga kenaikan tahanan
juga akan sama dikedua tahanan tersebut. Akan tetapi jika gas yang
mengelilingi salah satu tahanan (misalnya R1) diganti dengan gas yang lain,
maka kalor yang timbul pada tiap-tiap tahanan tersebut akan dihantarkan
oleh gas-gas yang berlainan tersebut dengan kecepatan yang berbeda pula.
Akibatnya suhu kedua tahanan (R1 dan R2) akan berbeda, perbedaan suhu
ini mengakibatkan terjadinya ketakseimbangan pada rangkaian jembatan
Wheatstone. Dengan demikian galvanometer akan menunjukkan
penyimpangan dari nol. Dalam hal ini, R3 dan R4 dianggap identik dan
sedapat mungkin mempunyai koefisien suhu yang rendah atau nol. Ini
berarti pengukur tegangan (G) dapat dibuat responsif terhadap perubahan
daya hantar termal dari gas yang mengelilingi R1 dan R2. Jembatan
Wheatstone untuk detektor seperti ini dioperasikan secara differensial. Salah
satu tahanan (misalnya R2) dikelilingi oleh gas pembawa murni sedangkan
tahanan lainnya (misalnya R1) berada dalam lingkungan gas pembawa yang
mengelusi uap komponen-komponen cuplikan dari dalam kolom. Jika uap
komponen keluar dari kolom dan melalui R1, maka suhu R1 akan berubah
(jadi juga tahanannya). Perubahan tahanan ini menyebabkan jembatan
menjadi tak setimbang dan ketaksetimbangan inilah yang menimbulkan
isyarat listrik yang akan diteruskan ke rekorder. Rekorder mencatat isyarat
ini sebagai penyimpangan dari garis dasar berupa suatu puncak
kromatogram. Besarnya isyarat, jadi juga besarnya puncak tersebut,

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 20
Kromatografi Gas

berbanding lurus dengan konsentrasi komponen yang bersangkutan. Suhu


detektror harus dipertahankan minimal sama dengan suhu kolom agar tak
terjadi kondensasi dari uap komponen-komponen cuplikan yang melaluinya.
Bila menggunakan TCD sebagai detektor, sebaiknya digunakan helium (He)
atau hidrogen (H2) sebagai gas pembawa. Hal ini disebabkan karena kedua
gas tersebut mempunyai daya hantar kalor yang jauh lebih tinggi dari uap-
uap berbagai analit.

Dibawah ini diberikan nilai ndaya hantar kalor dari berbagai gas (kal.det -
1.cm-1.derajat-1).

Gas Daya Hantar Kalor

H2 (hidrogen) 44,5

He (helium) 36,0

Ne (neon) 11,6

CH4 (metana) 8,18

O2 (oksigen) 6,35

N2 (nitrogen) 6,24

CO2 (karbon dioksida) 3,96

CH3OH (metanol) 3,68

Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector, FID)


Detektor ini bekerja berdasarkan prinsip ionisasi suatu molekul di dalam
nyala. Secara skematis konstruksi dari suatu FID dapat digambarkan seperti
berikut ini.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 21
Kromatografi Gas

kolektor pemantik nyala

udara

recorder

amplifier
hidrogen

kolom

Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID)


Mula-mula dialirkan udara (O2) dan H2 ke dalam perangkat ini hingga terjadi
reaksi pembakaran hidrogen yang menghasilkan energi (dapat dilihat dalam
bentuk nyala). Energi yang dihasilkan ini akan mengionisasi komponen-
komponen yang dikeluarkan dari kolom sehingga molekul-molekul analit
akan melepaskan elektron-elektronnya membentuk suatu ion. Ion-ion positif
akan tertarik ke elektroda negatif sehingga arus akan bertambah, kemudian
melalui tahanan yang menimbulkan beda tegangan. Beda tegangan yang
dihasilkan selanjutnya diperbesar pada rangkaian amplifier untuk
menggerakkan rekorder.

Dibandingkan dengan TCD, detektor ini mempunyai beberapa keunggulan


seperti :
kepekaannya yang lebih besar,
waktu tanggap yang lebih singkat,
cukup stabil dan tak peka terhadap suhu (hingga 400 oC),
memberikan respon yang linier pada rentang konsentrasi yang cukup
lebar (106) dan,
memberi respon terhadap hampir semua senyawa organik.

Detektor ini, merupakan detektor yang peka terhadap aliran massa,


karenanya kepekaannya terhadap berbagai analit berbeda-beda. Perbedaan
kepekaan yang bergantung pada jumlah atom karbon dari analit dapat
diilustrasikan seperti berikut ini.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 22
Kromatografi Gas

asam pentanoat

butana
asam butanoat

propana
asam propionat
asam asetat

etana
asam format

metana
Kepekaan FID yang bergantung pada jenis analit

Walaupun detektor ini memiliki beberapa keunggulan namun tak memberi


respon pada senyawa-senyawa anorganik seperti air, nitrogen, oksigen, CO,
CO2, gas-gas mulia dan sebagian senyawa organik seperti asam format,
karbon disulfida dan formaldehida. Sebagai gas pembawa dapat digunkan
nitrogen, helium maupun hidrogen.

Kedua jemis detektor yang telah dibahas diatas (TCD dan FID) dapat secara
bersama-sama terinstalasi dalam suatu peralatan kromatografi gas, seperti
ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Detektor TCD dan FID pada suatu kromatograf

Perbedaan respon antara TCD dan FID untuk cuplikan yang sama diberikan
berikut ini.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 23
Kromatografi Gas

Kromatogram yang diperoleh dengan menggunakan dua detektor berbeda

Detektor Penangkapan Elektron (Electron Capture Detector, ECD)


Detektor ini bekerja berdasarkan prinsip terjadinya penangkapan elektron
oleh komponen-komponen cuplikan yang mempunyai affinitas terhadap
elektron bebas. Komponen-komponen tersebut dapat berupa senyawa-
senyawa yang memiliki unsur atau gugus yang mempunyai
keelektronegatifan yang tinggi. Bila dikenai elektron berenergi rendah, maka
senyawa-senyawa tersebut berkecendrungan untuk menangkap elektron
sehingga terbentuk ion-ion negatif.
Secara sederhana, konstruksi detektor penangkapan elektron dapat
digambarkan sebagai berikut.

anode purge
pembuangan
anoda (+)
sumber elektron
(63Ni)

gas makeup

kolom

Konstruksi Detektor Penangkapan Elektron, ECD.

Bila gas pembawa nitrogen (tanpa komponen cuplikan) mengalir ke dalam


ruang dtetktor, maka sinar dari sumber radioaktif 63Ni (atau tritium, 3H)

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 24
Kromatografi Gas

akan mengionisasi molekul-molekul nitrogen dan membentuk ion-ion N2+


dan elektron-elektron bebas yang akan bergerak ke anoda dengan lambat
karena tegangan listrik yang dipasang antara katoda dan anoda tidak terlalu
tinggi (dapat divariasi antara 2 hingga 100 V). Dengan demikian di dalam
ruang detektor terdapat semacam awan elektron-elektron bebas yang dengan
lambat bergerak menuju anoda. Elektron-elektron yang berkumpul pada
anoda akan menghasilkan arus listrik sebagai arus garis dasar yang steady
dan dicatat pada kromatogram sebagai garis dasar (base-line). Gas pembawa
nitrogen sering pula dicampur dengan gas metana sebagai quench-gas (gas
peredam) untuk mengurangi energi elektron sehingga dapat mempertinggi
efisiensi penangkapan elektron oleh komponen cuplikan yang dianalisis.
Bila suatu senyawa dengan keelektronegatifan yang tinggi masuk kedalam
ruang detektor yang berisi awan elektron, maka senyawa tersebut akan
bereaksi dengan elektron (menangkap elektron) dengan membentuk ion
molekul yang bermuatan negatif atau membentuk suatu gugusan netral + ion
negatif. Partikel-partikel bermuatan negatif ini akan dibawa keluar dari
ruangan detektor oleh aliran gas pembawa. Akibatnya, untuk setiap partikel
yang dibawa keluar akan menghasilkan pengurangan satu elektron dari
sistem. Pengurangan ini menyebabkan arus yang sebelumnya mengalir
dengan konstan dari detektor akan berkurang. Perubahan arus inilah yang
dicatat oleh rekorder sebagai puncak-puncak kromatogram.
Detektor jenis ini mampu mendeteksi hingga tingkat 0,1 pg, jadi merupakan
detektor yang sangat peka. Perlu dicatat bahwa detektor ini merupakan
detektor yang selektif karena hanya memberi respon pada senyawa-senyawa
yang mampu menangkap elektron. Sifat keselektifannya inilah yang
menyebabkan ECD digunakan sebagai detektor pada analisis senyawa-
senyawa yang mengandung halogen, anhidrida, peroksida, karbonil
terkonyugasi, nitril, nitrat, ozon dan senyawa-senyawa organologam. ECD
tidak peka terhadap senyawa-senyawa hidrokarbon, amin dan keton.
Beberapa variable experimen dapat berpengaruh pada respon detektor ini.
Temperatur misalnya dapat mempengaruhi respon detektor karenanya jika
digunakan sumber radioaktif tritium maka temperatur sebaiknya tidak
melibihi 220oC, sedang jika diguinakan 65Ni suhu dapat ditingkatkan hingga
400oC. Besarnya tegangan yang digunakan juga mempengaruhi kinerja
detektor ini. Untuk masing-masing senyawa terdapat nilai tegangan tertentu
yang dapat memberikan respon atau kepekaan yang maksimum.
Jenis detektor ini memerlukan perawatan yang intensif terutama dalam hal
kebersihannya. Pengotoran yang diakibatkan oleh zat-zat tertentu dapat

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 25
Kromatografi Gas

menimbulkan respon detektor yang tidak sesuai serta kepekaan yang


menurun. Bila pengotor terlalu banyak, isyarat detektor dapat hilang sama
sekali. Pada penggunaan detektor ini air dan oksigen tak boleh ada karena
oksigen juga merupakan penangkap elektron sehingga dapat mengurangi
kepekaan detektor. Pengotor lain dapat berupa column bleed yaitu bagian-
bagian dari fasa diam yang lambat laun terlepas dari kolom. Komponen-
komponen fasa diam yang ikut terelusi ini menyebabkan turunnya arus dasar
(standing current) karena menangkap sebagian dari elektron-elektron bebas
yang terdapat dalam ruang detektor. Keadaan ini akan menyebabkan
terjadinya penurunan kepekaan dan mengecilnya daerah linier dari detektor.
Contoh penggunaan detektor ini dalam analisis perstisida ditunjukkan oleh
kromatogram berikut.

Hasil analis pestisida pada buah apel

Detektor Nitrogen-Fosfor (Nitrogen-Phosohorous Detector, NPD)


Dtektor jenis ini merupakan detektor yang sangat selektif terhadap senyawa-
senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Konstruksi dan prinsip
kerjanya mirip dengan detektor ionisasi nyala. Konstruksinya sendiri
merupakan modifikasi detektor ionisasi nyala, di mana dibagian atas dari
nyala ditempatkan suatu unsur aktif yang selektif terhadap nitrogen dan
fosfor. Unsur aktif tersebut dapat berupa unsur rubidium (Rb) yang
dipanaskan pada suhu 600 800oC dan diberi tegangan negatif sebesar kira-
kira 180 V. Pada keadaan ini maka akan terjadi proses penguapan, ionisasi

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 26
Kromatografi Gas

dan redeposisi dari rubidium. Jika tak ada analit yang keluar dari kolom,
maka elektron yang mengalir di dalam sistem ini akan memberikan arus
dasar yang dicatat sebagai garis dasar dari kromatogram. Bila eluat
merupakan senyawa nitrogen atau fosfor, hasil ionisasinya akan
mempengaruhi siklus vaporasi, ionisasi dan redeposisi dari rubidium.
Perubahan ini akan menghasilkan arus yang lebih besar di dalam sistem dan
dicatat sebagai puncak kromatogram.

kolektor
(anoda, -ve)
rubidium
katoda, +ve
udara
hidrogen

kolom
Detektor Nitrogen-Fosfor, NPD
Dari konstruksi dan prinsip kerja yang diterangkan di atas dapat dimengerti
jika detektor ini sering pula disebut sebagai Flame Thermionic Detector
(FTD) atau Thermionic Ionization Detector (TID).

Detektor Fotometri Nyala (Flame Photometric Detector, FPD)


Detektor jenis ini merupakan detektor yang selektif terhadap senyawa-
senyawa yang mengandung fosfor dan belerang. Prinsip bekerjanya
didasarkan pada pengukuran intensitas sinar yang diemisikan oleh belerang
atau fosfor yang terdapat dalam senyawa yang dianalisis. Seperti halnya pada
detektor ionisasi nyala, pada detektor ini juga digunakan nyala
hidrogen/udara yang akan merubah senyawa belerang dan fosfor masing-
masing menjadi spesi S2 dan HPO. Kedua spesi ini mempunyai pita emisi
yang karakteristik. Intesitas sinar yang diemisikan inilah yang dicatat oleh
rekorder sebagai puncak-puncak kromatogram. Secara skematis, konstruksi
detektor ini dapat digambarkan sebagai berikut.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 27
Kromatografi Gas

zona tabung
pengganda
emisi foton

udara filter
hidrogen

kolom
Detektor Fotometri Nyala (Flame Photometric Detector, FPD)
Detektor jenis ini adalah detektor destruktif yang mampu memberikan limit
deteksi hingga 20 pg S/detik dan 0,9 pg P/detik. Daerah liniernya dapat
mencapai 104 untuk fosfor dan 103 untuk belerang.

Detektor Fotoionisasi (Photoionization Detector, PID)


Detektor ini bekerja berdasarkan pengukuran arus listrik yang dihasilkan
dari suatu proses ionisasi menggunakan sinar ultraviolet berintensitas tinggi.
Komponen yang keluar dari kolom diionisasi dengan menggunakan sinar
ultraviolet berenergi tinggi sehingga dihasilkan ion-ion yang akan bergerak
ke elektroda pengumpul (kolektor). Pergerakan partikel bermuatan inilah
yang diukur sebagai arus listrik yang dicatat sebagai puncak pada
kromatogram.
Kontruksi peralatannya dapat ditunjukkan sebagai berikut.

lampu UV

elektroda
polarisasi insulator
ruang reaksi
elektroda
kolektor

kolom

Detektor Fotoionisasi (Photoionization Detector, PID)

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 28
Kromatografi Gas

Detektor jenis ini tentu saja hanya memberikan respon terhadap senyawa-
senyawa yang dapat diionisasi dengan radiasi UV. Limit deteksinya mampu
mencapai hingga 2 pg C/detik dengan daerah kelinieran hingga 10 7.

Detektor Emisi Atom (Atomic Emission Detector, AED)


Detektor ini terdiri dari sumber plasma helium yang dibangkitkan dengan
teknik gelombang mikro dan suatu spektrometer emisi yang dilengkapi
dengan diode array sebagai piranti pengukur intensaitas sinar yang
diemisikan.
Komponen-komponen yang keluar dari kolom diatomisasi di dalam plasma
sehingga membentuk atom-atom netral dalam bentuk uap. Atom netral
dalam beentuk uap ini selanjutnya tereksitasi dan pada saat kembali ke
keadaan dasar akan mengemisikan sinar dengan panjang gelombang yang
karakteristrik bagi atom-atom tersebut. Sinar yang diemisikan pada panjang
gelombang tertentu ini selanjutnya dirubah oleh dioda menjadi energi listrik
yang dicatat sebagai puncak kromatogram. Besarnya intensitas sinar yang
diemisikan ini tentu saja sebanding dengan jumlah atom bersangkutan yang
ada dalam plasma yang berarti pula akan sebanding dengan konsentrasi
komponen tertentu yang keluar dari kolom. Karena untuk masing-masing
atom mempunyai panjang gelombang emisi yang karakteristik, maka
berbagai unsur dapat dideteksi secara simultan dengan menggunakan
detektor ini.
Secara skematis, detektor emisi atom dapat digambarkan sebagai berikut.

170 N, P, S, C

250 Si, Hg, P, C

450
495 Br, Cl, H
generator 658 H, O
gelombang mikro 690 F
740 N
He 777 O

kolom
diode
array
plasma

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 29
Kromatografi Gas

Detektor Emisi Atom (Atomic Emission Detector, AED)

Electrolytic Conductivity Detector (ELCD)


Pada detektor ini, komponen-komponen yang keluar dari kolom direaksikan
dengan gas tertentu didalam reaktor bertemperatur tinggi. Hasil reaksi yang
terbentuk kemudian dilarutkan dalam pelarut tertentu dan selanjutnya
diukur daya hantar listriknya. Detektor jenis ini dapat bersifat selektif
tergantung pada temperatur dan jenis pelarut yang digunakan. Secara
skematis, detektor ini dapar digambarkan sebagai berikut.

Electrolytic Conductivity Detector, ELCD

Contoh penggunaan detektor ini adalah pada analisis asam-asam organik


yang mengandung unsur halogen (haloacid). Senyawa-senyawa ini direduksi
dengan gas hidrogen bertemperatur tinggi secara katalitik didalam reaktor
yang terbuat dari logam nikel. Hasil reaksinya dialirkan ke dalam sel daya
hantar yang berisi pelarut seperti n-propanol. Terlarutnya hasil reaksi ini
menyebabkan kenaikan daya hantar yang dicatat sebagai puncak
kromatogram.

Bergantung pada jenis gas pereaksi, suhu dan pelarut yang digunakan,
detektor ini dapat selektif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung
halogen, belerang dan nitrogen. Temperatur antara 800 1000oC biasanya
digunakan untuk deteksi halogen, 850-950oC untuk nitrogen dan antara 750-
825oC untuk belerang. Kepekaan yang dapat diperoleh melalui detektor ini
adalah 5-10 pg untuk halogen, 10-20 pg untuk belerang dan 10-20 pg untuk
nitrogen.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 30
Kromatografi Gas

ANALISIS KUALITATIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS

Telah diketahui bahwa kromatografi merupakan salah satu cara pemisahan


yang berdasarkan pada perpindahan yang disertai perbedaan laju gerak
komponen yang akan dipisahkan. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa
waktu retensi (tR) tiap komponen adalah karakteristik pada suatu kondisi
kromatografi tertentu. Secara teoritis, berdasarkan nilai waktu retensi yang
karakteristik ini maka kromatografi dapat digunakan untuk keperluan
analisis kualitatif suatu campuran tak diketahui. Akan tetapi pada prakteknya
tidak demikian. Metoda kromatografi tak dapat digunakan untuk analisis
kualitatif dari suatu campuran yang sama sekali belum diketahui. Yang dapat
dilakukan antara lain adalah dengan membandingkan kromatogram, jadi
juga waktu retensi, dari campuran yang tak diketahui dengan suatu
kromatogram yang diperoleh dengan menyuntikkan komponen-komponen
standar yang telah diketahui dengan pasti. Berikut ini diberikan contoh
langkah-langkah yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif.
Jika terdapat zat A dan B yang tak diketahui sedang zat C telah diketahui
dengan pasti dan diduga A atau B tersebut adalah zat C, maka langkah
pertama yang dilakukan adalah dengan membuat kromatogram campuran
zat A dan B. Kromatogram yang dihasilkan tentu saja akan menghasilkan dua
puncak yakni puncak A dan B. Langkah berikutnya adalah menambahkan zat
C yang telah diketahui pada campuran A dan B lalu dibuat kromatogramnya.
Kromatogram yang dihasilkan akan memberikan beberapa kemungkinan
seperti berikut ini.

B B+C

A C
B
A A

Campuran A + B Kemungkinan I Kemungkinan II

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 31
Kromatografi Gas

Kemungkinan I.
Dari kromatogram yang diperoleh, dihasilkan dua puncak dengan waktu
retensi yang sama dengan kromatogram campuran A + B, hanya saja salah
satu puncak membesar sedang yang lainnya mengecil. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa zat B kemungkinan sama dengan zat C, karena
waktu retensinya sama dan adanya zat C memperbesar puncak B.

Kemungkinan II
Dari kromatogram yang diperoleh, terdapat tiga puncak dengan waktu
retensi berlainan. Disini, dengan pasti dapat dikatakan bahwa zat A dan B
bukanlah zat C.

Untuk keperluan analisis kualitatif sering juga digunakan besaran waktu


retensi relatif (Relative Retention Time, RRT). Waktu retensi relatif ini
adalah waktu retensi suatu komponen dibandingkan dengan waktu retensi
komponen lainnya yang dianggap sebagai pembanding atau standar. Seperti
halnya pada cara analisis kualitatif yang telah diberikan diatas, pada cara ini
juga ditambahkan zat pembanding tetapi yang diketahui dengan pasti waktu
retensinya tidak sama dengan waktu retensi dari komponen-komponen yang
ada di dalam campuran.

Mula-mula campuran yang mengandung A dan B dikromatografi kemudian


campuran ini ditambah zat standar dan juga dibuat kromatogramnya. RRT
dihitung sebagai perbandingan waktu retensi terkoreksi dari suatu
komponen dengan waktu retensi terkoreksi dari komponen yang dijadikan
sebagai standar.

B B
A A
C

to to

Kromatogram campuran A+B Kromatogram A+B dan Standar C

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 32
Kromatografi Gas

Dari kromatogram di atas dapat dihitung RRT untuk masing-masing


komponen.

RRT A = (tRA to)/ (tRC to)


RRT B = (tRB to)/ (tRC to)
RRT C = (tRC to)/ (tRC to) = 1

Contoh penggunaan RRT dapat dilihat seperti berikut ini.


Dalam analisis campuran A, B dan C yang diperkirakan mengandung n-
oktana, tr untuk zat A = 15,5 mm, B = 17 mm, dan C = 62 mm. Jika kedalam
campuran ini ditambahkan iso-oktana sebagai standar, diperoleh puncak
baru dengan tr = 47 mm dan t0 = 2 mm.
RRT dari n-oktana terhadap iso-oktana (tr n-oktana/tr iso-oktana) adalah 0,33.

RRT A = (15,5 - 2)/(47 - 2) = 0,30


RRT B = (17,0 - 2)/(47 - 2) = 0,33
RRT C = (62,0 - 2)/(47 - 2) = 1,33

Dari hasil perhitungan RRT di atas dapat dikatakan bahwa senyawa B adalah
n-oktana karena nilai RRT-nya sama.

Penggunaan RRT untuk analisis kualitatif jauh lebih baik dibanding


penggunaan waktu retensi saja karena dengan cara ini dapat dieliminasi
beberapa kesalahan yang mungkin timbul, seperti : berubahnya parameter-
parameter dalam kolom.

Sebagai standar dalam dapat dipilih salah satu dari daftar yang diakui secara
internasional yang dikeluarkan oleh IUPAC. Beberapa diantaranya diberikan
dalam tabel berikut.

td (0C) senyawa Carbowax 20


Apiezon-L
M
-0,5 n-butana 1,9 0,6
80,1 benzena 11,4 10,2
99,2 iso-oktana 4,3 3,0

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 33
Kromatografi Gas

Standar yang dipilih bergantung pada volume retensi atau waktu retensi
komponen yang akan dianalisis. Juga bergantung pada kereaktifannya
terhadap komponen cuplikan dan fasa diam. Ini berarti standar tak boleh
berekasi baik dengan fasa diam maupun dengan komponen ciplikan dan juga
puncaknya terletak berdekatan dengan komponen yang akan dianalisis.
Waktu retensi relatif suatu zat terhadap suatu zat standar akan berubah bila
fasa diam dari kolom berubah atau berlainan.
Untuk mempermudah pemilihan standar dalam, E. Kovats telah menyusun
suatu sistem indeks yang didasarkan pada senyawa alkana sebagai standar.
Senyawa alkana dipakai sebagai standar karena inert dan larut dalam
kebanyakan fasa diam yang digunakan dalam kromatografi gas. Indeks yang
disusun ini disebut sebagai INDEKS KOVATS (I).

log R x log R z
I 100 n z dimana:
log R z n log R z
RX = tR untuk senyawa X
RZ = tR untuk senyawa n-alkana dengan z buah atom C
RZ+n = tR untuk senyawa n-alkana dengan z+n buah atom C
n = selisih antara jumlah atom C senyawa alkana normal
bersangkutan

Dari nilai I, dapat diramalkan urutan-urutan terelusinya komponen dari


kolom (orde elusi). Secara umum diperoleh bahwa komponen dengan jumlah
atom C paling kecil yang akan terelusi lebih awal sedang komponen dengan
jumlah atom C paling besar akan terelusi paling alhir.

Contoh pemakaian indeks Kovats.


Untuk fasa diam Apiezon-L diketemukan nilai-nilai I pada 160 0C seperti
berikut ini.

campuran 2 komponen standar dalam IUPAC

n-oktana etil-benzena benzena p-xylena sikloheksana


(td. = 1260C) (td. = 1360C) (td. = 800C) (td. = 1300C) (td. = 1550C)

I = 810 I = 920 I = 704 I = 926 I = 894

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 34
Kromatografi Gas

Jika ingin dilakukan pengukuran waktu retensi relatif (RRT) dari campuran
n-oktana + etilbenzena dengan menggunakan salah satu dari ketiga standar
diatas maka zat standar dalam yang paling baik adalah syandar dengan
indeks Kovats terletak antara 810 920 yaitu sikloheksana dengan nilai I =
894.
Berdasarkan atas nilai-nilai I yang diberikan di atas maka puncak
sikloheksana akan terletak diantara puncak n-oktana dan etil-benzena.
Prinsipnya adalah bahwa zat dengan I paling kecil akan terelusi paling awal
sedang zat dengan I terbesar akan terelusi paling akhir.
Perlu diketahui bahwa jika fasa diam diubah maka nilai indeks Kovats suatu
zat juga akan berubah. Jika digunakan Carbowax 20M pada suhu yang sama
seperti di atas (1600C) maka nilai indeks Kovats dari n-oktana=800, etil-
benzena=1176, benzena=979, p-xylen=1180 dan untuk sikloheksanon=1361.
Pada kondisi kromatografi seperti ini, maka untuk pengukuran RRT dari n-
oktana dan etil-benzena tak dapat lagi digunakan sikloheksana karena indeks
Kovatnya tidak lagi terletak antara indeks Kovats kedua senyawa yang akan
ditentukan RRT-nya. Untuk keperluan ini maka yang dapat digunakan
sebagai standar dalam adalah benzena dengan nilai I = 979.

ANALISIS KUANTITATIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS

Pada kromatografi gas, isyarat detektor yang direkam sebagi puncak-puncak


kromatogram sebanding dengan jumlah komponen yang masuk kedalam
kolom. Dengan demikian analisis kuantitatif dapat didasarkan pada
pengukuran luas puncak kromatogram. Ini berarti ketelitian analisis
kuantitatif bergantung pada ketelitian pengukuran luas puncak
kromatogram. Berbagai cara seperti cara penimbangan, penggunaan
planimeter, atau pendekatan dengan menghitung luas segitiga dapat
digunakan untuk menghitung luas puncak suatu kromatogram. Walaupun
demikian cara-cara yang telah disebutkan ini sudah jarang digunakan karena
hampir semua peralatan kromatografi gas yang mutakhir telah dilengkapi
dengan terminal pengolah data yang dapat memberikan luas puncak
kromatografi secara langsung.
Selain ketelitian pengukuran luas puncak, kelinieran respon detektor juga
merupakan parameter penentu baik tidaknya suatu analisis kuantitatif
dengan kromatografi gas.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 35
Kromatografi Gas

Beberapa cara analisis kuantitatif dalam kromatografi gas antara lain adalah :
cara relatif, seperti metoda 100% dan metoda 100% yang diperbaiki.
cara mutlak, seperti cara luas permukaan spesifik dan cara standar
dalam.

Cara 100% (disebut juga cara normalisasi).


Misalkan diperoleh kromatogram seperti ditunjukkan pada gambar dibawah
ini, dengan luas puncak masing-masing komponen adalah AA, AB dan AC,
maka jumlah masimng-masing komponen dapat dihitung sebagai berikut.

C
B
A

Jika dianggap bahwa kepekaan detektor sama untuk semua komponen yang
terdapat dalam cuplikan, maka jumlah masing-masing komponen tersebut
sebanding dengan luas permukaan puncak kromatogramnya.

Jumlah komponen A = QA = (AA/A) x 100%


Jumlah komponen B = QB = (AB/A) x 100%
Jumlah komponen C = QC = (AC/A) x 100%
dimana A adalah jumlah luas semua puncak kromatogram (A A+AB+AC)

Cara seperti ini hanya dapat dilakukan jika semua komponen dari cuplikan
dapat terdeteksi dan terekam pada kromatogram. Cara ini digunakan jika
diperlukan analisis semua komponen yang terdapat dalam cuplikan.
Kekurangan cara ini adalah karena detektor umumnya tidak memberikan
kepekaan yang sama untuk masing-masing komponen yang akan dianalisis.
Keragaman kepekaan ini dapat memberikan kesalahan sebesar 10-15%.

Cara 100% yang diperbaiki.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 36
Kromatografi Gas

Untuk menghindari kesalahan akibat perbedaan kepekaan detektor untuk


masing-masing komponen, dilakukan koreksi dengan menggunakan faktor
kalibrasi atau faktor peneraan. Dari kromatogram yang diberiikan di atas,
maka :

Jumlah komponen A = qA = fA . AA
Jumlah komponen B = qB = fB . AB
Jumlah komponen C = qC = fC . AC
fA, fB dan fC adalah faktor kalibrasi untuk komponen A, B dan C

Dengan demikian :
f A AA
QA x100%
f A AA f B AB f C AC

atau secara umum dapat dituliskan sebagai,


f A
Q i i i i x100%
f i Ai
1
Cara menentukan faktor kalibrasi (fi)
Dibuat kromatogram campuran komponen murni dengan jumlah-jumlah
yang diketahui dengan pasti (q1, q2dan q3). Dengan menghitung luas puncak
masing-masing komponen murni tersebut maka nilai-nilai faktor kalibrasi
untuk masing-masing komponen dapat ditentukan.

Cara Standar Eksternal (Cara Kurva Kalibrasi).


Pada cara ini, konsentrasi komponen yang dianalisis diperoleh dengan
menggunakan suatu kurva kalibrasi atau kurva standar yaitu aluran antara
luas puncak terhadap konsentrasi larutan standar komponen bersangkutan.
Sederetan larutan standar dengan konsentrasi berbeda-beda dibuat
kromatogramnya dan luas puncak untuk masing-masing konsentrasi
ditentukan. Luas puncak yang diperoleh ini selanjutnya dialurkan terhadap
konsentrasi standar seperti ditunjukkan kurva kalibrasi berikut ini.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 37
Kromatografi Gas

luas puncak, A
Ax

Cx

konsentrasi, C

Kurva standar (kurva kalibrasi)


Selanjutnya dibuat kromatogram dari cuplikan dan luas puncak komponen
yang akan dianalisis (komponen yang sama dengan komponen standar)
ditentukan. Luas puncak yang diperoleh (Ax) diekstrapolasi ke dalam kurva
kalibrasi untuk menentukan konsentrasi komponen bersangkutan (Cx).

CARA CARA MEMPERBAIKI PEMISAHAN PADA METODA


KROMATOGRAFI GAS

Tabel berikut merangkum beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu


retensi komponen-komponen pada pemisahannya dengan metoda
kromatografi gas.

Waktu Retensi
No. Faktor
kecil besar
1 Laju alir gas pembawa cepat lambat

Konsentrasi fasa diam atau tebal fasa


2 kecil besar
diam

Kelarutan komponen dalam fasa


3 kecil besar
diam

4 Penguapan (volatility) besar kecil

5 Suhu kolom tinggi rendah

6 Panjang kolom pendek panjang


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya waktu retensi.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 38
Kromatografi Gas

Berikut ini diberikan beberapa contoh hasil pemisahan atau kromatogram


yang dapat dijumpai dalam praktek.
Contoh I.
Analisis kromatografi campuran m-xylena (t.d. 1390C) dan p-xylena (t.d.
1380C), dilakukan dengan menggunakan fasa diam semi polar pada suhu
800C. Hasil yang diperoleh ternyata tidak terjadi pemisahan sama sekali.
Dengan meninggikan suhu tidak terlalu baik karena titik didih kedua
komponen sangat berdekatan. Dengan mengubah fasa diam juga tidak akan
diperoleh pemisahan yang lebih baik karena sifat-sifat keduanya hampir
sama. Usaha yang paling baik dilakukan adalah dengan menurunkan suhu
karena akan meningkatkan efisiensi kolom. Dengan cara ini diharapkan
waktu retensi akan membesar dan dapat terjadi pemisahan.

Contoh II.
Kromatogram menunjukkan puncak-puncak yang tidak terpisah dengan baik
dan terdapat puncak yang sangat dekat dengan titik injeksi (t R sangat kecil)
seperti ditunjukkan berikut ini.

waktu retensi

Penurunan laju alir atau tekanan gas pembawa hanya akan sedikit
memperbaiki resolusi, kalau laju alir mula-mula ada di atas laju optimum
(kurva Van Deemter).
Dengan memperpanjang kolom, resolusi mungkin dapat doiperbaiki tetapi
waktu analisis akan semakin panjang. Menurunkan suhu kolom
kemungkinan besar akan memperbaiki pemisahan terutama jika digunakan
pemrograman temperatur.

Contoh III.
Suatu kromatogram dengan resolusi yang buruk dimana hampir semua
puncak tidak nampak diperoleh walaupun waktu retensi dan waktu
analisisnya sudah cukup baik seperti gambar berikut ini.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 39
Kromatografi Gas

waktu retensi

Menurunkan laju alir gas tidak tepat karena akan memperpanjang waktu
retensi sedang waktu retensi dan waktu analisisnya sudah baik. Menurunkan
suhu kolom juga kurang baik karena akan memperbesar waktu retensi.
Dalam situasi seperti ini, cara terbaik adalah dengan memilih fasa diam lain
dengan mempertimbangkan efek polaritas dan afinitas dari komponen yang
akan dipisahkan.

Contoh IV.
Kromatogram berikut memperlihatkan hasil pemisahan yang kurang baik
dengan dua puncak utama yang tidak terpisah dengan sempurna.

waktu retensi

Menurunkan suhu, merubah laju alir gas atau memperpanjang kolom


mungkin akan memperbaiki resolusi, namun waktu analisis akan membesar.
Cara terbaik yang mungkin dilakukan adalah dengan menggunakan volume
cuplikan/volume ijeksi yang lebih sedikit sehingga luas permukaan kedua
puncak mengecil dan resolusi menjadi lebih baik.

Contoh V.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 40
Kromatografi Gas

Dalam prakteknya, sering pula dijumpai puncak-puncak kromatogram yang


tidak simetris seperti ditunjukkan pada hasil pemisahan berikut ini.

waktu retensi

Ketaksimetrisan bentuk/profil puncak dapat disebabkan oleh beberapa hal


berikut.
Pertama, disebabkan oleh kolom yang overloaded. Hal ini dapat dikoreksi
dengan menggunakan volume cuplikan yang lebih sedikit. Kedua, disebabkan
oleh dekomposisi termal (penguraian karena pemanasan) dari cuplikan di
dalam kolom sehingga kesetimbangan distribusi menjadi kacau.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah dengan mempercepat laju alir gas
atau mengurangi jumlah/tebal fasa diam, namun usaha ini tidak akan
menghalangi terjadinya dekomposisi cuplikan. Dengan demikian cara terbaik
adalah dengan mengkombinasikan usaha diatas dengan penurunan suhu
kolom.

Contoh VI.
Kromatogram berikut menunjukkan resolusi yang sudah baik namun waktu
analisisnya atau waktu retensi komponen masih terlalu besar.

waktu retensi

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 41
Kromatografi Gas

Untuk memperpendek waktu analisis, dapat dilakukan dengan meninggikan


suhu kolom atau mempercepat laju alir gas. Kombinasi perubahan kedua
parameter ini akan memberikan hasil yang lebih baik.

Contoh VII.
Hasil pemisahan senyawa-senyawa hidrokarbon memberikan kromatogram
berikut ini.

1. pentana
6 2. heksana
4 3. heptana
2
3 5 4. oktana
1 5. dekana
6. dodekana
7. tetradekana

waktu retensi

Perbaikan resolusi dapat dilakukan dengan menggunakan mengunakan


pemrograman temperatur. Agar keempat puncak diawal kromatogram dapat
terpisah dengan baik maka suhu awal dapat diturunkan. Kemudian suhu
dinaikkan secara bertahap agar ketiga puncak berikutnya tetap terpisah
dengan baik dengan waktu retensi yang lebih singkat. Dengan menaikkan
suhu pada akhir analisis diharapkan pula mampu memperbaiki profil dari
puncak yang terakhir.

amran@chem.itb.ac.id
laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandung
halaman 42

Anda mungkin juga menyukai