Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH SYEKH SITI JENAR YANG

SEBENARNYA
===============================

Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid


Hasan Ali Al-Husaini, dilahirkan di Persia, Iran.
Kemudian setelah dewasa mendapat gelar
Syaikh Abdul Jalil. Dan ketika datang untuk
berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara
Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar
atau Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah
Brit.

Syaikh Siti Jenar adalah seorang sayyid atau


habib keturunan dari Rasulullah Saw. Nasab
lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid
Hasan Ali] bin Sayyid Shalih bin Sayyid Isa
Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin
Sayyid Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik
Azmat Khan bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih bin
Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid
'Ali Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti
Jubair bin Sayyid Muhammad Maula Ash-
Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin
Sayyid 'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir
bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid
Muhammad An-Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi
bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam
Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal
'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin
Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi
Muhammad Rasulullah Saw.

Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di


Persia, Iran. Sejak kecil ia berguru kepada
ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Quran dan
Tafsirnya. Dan Syaikh Siti Jenar kecil berhasil
menghafal Al-Quran usia 12 tahun.

Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17


tahun, maka ia bersama ayahnya berdakwah
dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka
ayahnya, yaitu Sayyid Shalih, diangkat menjadi
Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah
pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah.
Saat itu. KesultananMalaka adalah di bawah
komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan
Turki Utsmani. Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan
ayahnya bermukim di Malaka.

Kemudian pada tahun 1424 M, Ada


perpindahan kekuasaan antara Sultan
Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan
Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti
baru dari Sayyid Sholih (ayah Siti Jenar)
kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad.
Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih
beserta anak dan istrinya pindah ke Cirebon.
Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya
yaitu Sayyid Kahfi bin Sayyid Ahmad.

Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai


Mursyid Thariqah Al-Mutabarah Al-Ahadiyyah
dari sanad Utsman bin Affan. Sekaligus
Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon.
Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu
Marifatullah kepada Siti Jenar yang pada
waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu
Mursyid Al-Thariqah Al-Mutabarah Al-Ahadiyah
ada 4 orang, yaitu:
1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid
Thariqah al-Mutabarah al-Ahadiyyah, dari
sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk
wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali,
Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku,
dan sekitarnya

2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad


Sayyidina Umar bin Khattab, untuk wilayah
Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,

3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman


bin Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten,
Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin
Jafar al-Bilali, dari sanad Imam Ali bin Abi
Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah,
Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman.

Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda


kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab Fusus Al-
Hikam karya Ibnu Arabi, Kitab Insan Kamil
karya Abdul Karim al-Jilli, Ihya Ulumuddin
karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya
Imam al-Qushairi, Tafsir Marifatullah karya
Ruzbihan Baqli, Kitab At-Thawasin karya Al-
Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-
Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu
Thalib al-Makkiy.

Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar


muda berguru kepada Sunan Ampel selama 8
tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada
Sunan Gunung Jati selama 2 tahun.

Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi


amanat untuk menggantikannya sebagai
Mursyid Thariqah Al-Mutabarah Al-Ahadiyyah
dengan sanad Utsman bin Affan. Di antara
murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah:
Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri,
Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Abdul
Rauf Sinkiliy, dan lain-lain.
KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH
SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH adalah:
1. Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar
berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan
dengan akal sehat manusia dan Syariat Islam.
Tidak ada bukti referensi yang kuat bahwa
Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah
sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik,
Serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara;
Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah,
2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer
tersebut dibantah secara tegas, Wondene
kacariyos yen Lemahbang punika asal saking
cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen
manungsa darah alit kemawon, griya ing
dhusun Lemahbang. [Adapun diceritakan
kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal
dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang
manusia yang akrab dengan rakyat jelata,
bertempat tinggal di desa Lemah Abang].

2. Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti yang


diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh
beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar
adalah bohong, tidak berdasar alias ngawur.
Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon
Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar,
beliau menggunakan kalimat Fana wal Baqa.
Fana Wal Baqa sangat berbeda penafsirannya
dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah
Fana Wal Baqa merupakan ajaran tauhid,
yang merujuk pada Firman Allah: Kullu syaiin
Haalikun Illa Wajhahu, artinya Segala sesuatu
itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat Allah.
Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran
Tauhid Sejati, Tauhid Fana wal Baqa, Tauhid
Qurani dan Tauhid Syariy.

3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa


Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa
Ramadhan, Sholat Jumat, Haji dsb. Syaikh
Burhanpuri dalam Risalah Burhanpuri halaman
19 membantahnya, ia berkata, Saya berguru
kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya
melihat dengan mata kepala saya sendiri,
bahwa dia adalah pengamal Syariat Islam
Sejati, bahkan sholat sunnah yang dilakukan
Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari
pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya
berhenti berdzikir Allah..Allah..Allah dan
membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus
puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh,
dan tidak pernah saya melihat dia
meninggalkan sholat Jumat.

4. Beberapa penulis telah menulis bahwa


kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali
Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing.
Bantahan saya: Ini suatu penghinaan kepada
seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah.
Sungguh amat keji dan biadab, seseorang
yang menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari
cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada
penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak
bisa berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau
Biologi Quantum sekalipun.Manusia lahir dari
manusia dan akan wafat sebagai manusia.
Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan
riwayat para habaib, ulama, kyai dan ajengan
yang terpercaya kewaraannya. Mereka
berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal
dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman
Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud.
Dan para santri baru mengetahuinya saat akan
melaksanakan sholat shubuh.

5. Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh


Sembilan Wali adalah bohong. Tidak memiliki
literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita fiktif
yang ditambah-tambahi, agar kelihatan
dahsyat, dan laku bila dijadikan film atau
sinetron. Bantahan saya: Wali Songo adalah
penegak Syariat Islam di tanah Jawa. Padahal
dalam Maqaashidus syariiah diajarkan bahwa
Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal
wal Hayaah]. Tidak boleh membunuh seorang
jiwa yang mukmin yang di dalam hatinya ada
Iman kepada Allah. Tidaklah mungkin 9
waliyullah yang suci dari keturunan Nabi
Muhammad akan membunuh waliyullah dari
keturunan yang sama. Tidak bisa diterima akal
sehat.

Penghancuran sejarah ini, menurut ahli


Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi Azra)
adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah
belah umat Islam agar selalu bertikai antara
Sunni dengan Syiah, antara Ulama Syariat
dengan Ulama Hakikat. Bahkan Penjajah
Belanda telah mengklasifikasikan umat Islam
Indonesia dengan Politik Devide et Empera
(Politik Pecah Belah) dengan 3 kelas:
1) Kelas Santri (diidentikkan dengan 9 Wali)
2) Kelas Priyayi (diidentikkan dengan Raden
Fattah, Sultan Demak)
3) Kelas Abangan (diidentikkan dengan Syaikh
Siti Jenar)

Wahai kaum muslimin melihat fenomena


seperti ini, maka kita harus waspada terhadap
upaya para kolonialist, imprealis, zionis,
freemasonry yang berkedok orientalis terhadap
penulisan sejarah Islam. Hati-hati jangan mau
kita diadu dengan sesama umat Islam. Jangan
mau umat Islam ini pecah. Ulamanya pecah.
Mari kita bersatu dalam naungan Islam untuk
kejayaan Islam dan umat Islam.

Oleh: KH. Shohibul Faroji Al-Robbani

Anda mungkin juga menyukai