Anda di halaman 1dari 15

Lampiran

MATERI

A. Pengertian Kanker Serviks


Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan penyebab kematian
akibat kanker yang terbesar bagi wanita di negara-negara berkembang. Secara
global terdapat 600.000 kasus baru dan 300.000 kematian setiap tahunnya,
yang hampir 80% terjadi di negara berkembang. Fakta-fakta tersebut membuat
kanker leher rahim menempati posisi kedua kanker terbanyak pada perempuan
di dunia, dan menempati urutan pertama di negara berkembang. Saat ini,
kanker leher rahim menjadi kanker terbanyak pada wanita Indonesia yaitu
sekitar 34% dari seluruh kanker pada perempuan dan sekarang 48 juta
perempuan Indonesia dalam risiko mendapat kanker leher rahim.
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia
epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa
vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang
terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi
wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim
(uterus) dan liang senggama atau vagina.
Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.
Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi
serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran
servikal yang menuju ke rahim.
Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel
skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan yang
disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyebab utama
kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Saat ini
terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di antaranya
dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus risiko
rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus
risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya
HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi
yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33,
35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa
tipe yang lain.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher
rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18.Yang membedakan antara HPV risiko
tinggi dengan HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja.Asam amino
tersebut adalah aspartat pada HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko
rendah dan sedang (Gastout et al, 1996).Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri
menyebabkanlebih dari 50% kanker leher rahim.Seseorang yang sudah terkena
infeksi HPV 16 memiliki resiko kemungkinan terkena kanker leher rahim
sebesar 5%.
Dinyatakan pula bahwa tidak terdapat perbedaan probabilitas terjadinya
kanker serviks pada infeksi HPV-16 dan infeksi HPV-18 baik secara sendiri-
sendiri maupun bersamaan (Bosch et al, 2002). Akan tetapi sifat onkogenik
HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada sel kultur dimana
transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan HPV-16.
Selain itu, didapatkan pula bahwa respon imun pada HPV-18 dapat
meningkatkan virulensi virus dimana mekanismenya belum jelas. HPV-16
berhubungan dengan skuamous cell carcinoma serviks sedangkan HPV-18
berhubungan dengan adenocarcinoma serviks.
Prognosis dari adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan
squamous cell carcinoma. Peran infeksi HPV sebagai faktor risiko mayor
kanker serviks telah mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan arti faktor
risiko minor seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini/prilaku seksual, dan
meroko, pil kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi kronis
lain pada serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2 (Hacker, 2000).

B. Penyebab Kanker Serviks


Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab dari kanker serviks.
Virus ini sangat mudah berpindah dan menyebar, tidak hanya melalui cairan,
tapi juga bisa berpindah melalui sentuhan kulit.
Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan yang disebut lesi
prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyebab utama kanker
leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Saat ini terdapat
138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di antaranya dapat
ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus risiko rendah
jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko
tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko
tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33, 35, 39, 45,
51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher
rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Yang membedakan antara HPV risiko
tinggi dengan HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja.Asam amino
tersebut adalah aspartat pada HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko
rendah dan sedang (Gastout et al, 1996). Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri
menyebabkanlebih dari 50% kanker leher rahim.Seseorang yang sudah terkena
infeksi HPV 16 memiliki resiko kemungkinan terkena kanker leher rahim
sebesar 5%.
Dinyatakan pula bahwa tidak terdapat perbedaan probabilitas terjadinya
kanker serviks pada infeksi HPV-16 dan infeksi HPV-18 baik secara sendiri-
sendiri maupun bersamaan (Bosch et al, 2002). Akan tetapi sifat onkogenik
HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada sel kultur dimana
transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan HPV-16.
Selain itu, didapatkan pula bahwa respon imun pada HPV-18 dapat
meningkatkan virulensi virus dimana mekanismenya belum jelas. HPV-16
berhubungan dengan skuamous cell carcinoma serviks sedangkan HPV-18
berhubungan dengan adenocarcinoma serviks.
Selain itu, kebiasaan hidup yang kurang baik juga bisa menyebabkan
terjangkitnya kanker serviks ini. Seperti, penggunaan wc umum yang sudah
terkena virus HPV, dapat menjangkit seseorang yang menggunakannya jika
tidak membersihkannya dengan baik, kebiasaan merokok, kurangnya asupan
vitamin terutama vitamin C dan vitamin E serta kurangnya asupan asam folat.
Kebiasaan buruk lainnya yang dapat menyebabkan kanker serviks adalah
seringnya melakukan hubungan intim dengan berganti pasangan, melakukan
hubungan intim dengan pria yang sering berganti pasangan dan melakukan
hubungan intim pada usia dini (melakukan hubungan intim pada usia <16
tahun bahkan dapat meningkatkan resiko 2x terkena kanker serviks). Faktor
lain penyebab kanker serviks adalah adanya keturunan kanker, penggunaan pil
KB dalam jangka waktu yang sangat lama, terlalu sering melahirkan.
Prognosis dari adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan
squamous cell carcinoma. Peran infeksi HPV sebagai faktor risiko mayor
kanker serviks telah mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan arti faktor
risiko minor seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini/prilaku seksual, dan
merokok, pil kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi kronis
lain pada serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2 (Hacker, 2000).

C. Faktor Resiko Kanker Serviks


Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :
1. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut
merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan
tubuh akibat usia.
2. Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap
terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena
kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah
pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang
wanita benar-benar matang.
3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini
akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi
lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.
4. Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan
obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di
serviks yang merangsang terjadinya kanker.
5. Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar
terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung
nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen
infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh
bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru
maupun serviks.Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah
nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher rahim.
6. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena
penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus
HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim
sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena
kanker leher rahim.
7. Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan
banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dengan
seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka
tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV)
sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
8. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan
kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun
dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral
mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena jaringan
leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid
perempuan. Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap
risiko kanker leher rahim masih kontroversional.
D. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO
1. Stadium I. Kanker leher rahim hanya terdapat pada daerah leher rahim
(serviks)
a. Stadium IA. Kanker invasive didiagnosis melalui mikroskopik
(menggunakan mikroskop), dengan penyebaran sel tumor mencapai
lapisan stroma tidak lebih dari kedalaman 5 mm dan lebar 7 mm.
1) Stadium IA1. Invasi lapisan stroma sedalam 3 mm atau kurang
dengan lebar 7 mm atau kurang.
2) Stadium IA2. Invasi stroma antara 3- 5 mm dalamnya dan dengan
lebar 7 mm atau kurang.
b. Stadium IB. tumor yang terlihat hanya terdapat pada leher rahim atau
dengan pemeriksaan mikroskop lebih dalam dari 5 mm dengan lebar 7
mm.
1) Stadium IB1. Tumor yang terlihat sepanjang 4 cm atau kurang.
2) Stadium IB2. Tumor yang terlihat lebih panjang dari 4 cm.
2. Stadium II. Kanker meluas keluar dari leher rahim namun tidak mencapai
dinding panggul.Penyebaran melibatkan vagina 2/3 bagian atas.
a. Stadium IIA. Kanker tidak melibatkan jaringan penyambung
(parametrium) sekitar rahim, namun melibatkan 2/3 bagian atas vagina.
b. Stadium IIB. Kanker melibatkan parametrium namun tidak melibatkan
dinding samping panggul.
3. Stadium III. Kanker meluas sampai ke dinding samping panggul dan
melibatkan 1/3 vagina bagian bawah. Stadium III mencakup kanker yang
menghambat proses berkemih sehingga menyebabkan timbunan air seni di
ginjal dan berakibat gangguan ginjal.
a. Stadium IIIA. Kanker melibatkan 1/3 bagian bawah vagina namun tidak
meluas sampai dinding panggul.
b. Stadium IIIB. Kanker meluas sampai dinding samping vagina yang
menyebabkan gangguan berkemih sehingga berakibat gangguan ginjal.
4. Stadium IV. Tumor menyebar sampai ke kandung kemih atau rectum, atau
meluas melampaui panggul.
a. Stadium IVA. Kanker menyebar ke kandung kemih atau rectum.
b. Stadium IVB. Kanker menyebar ke organ yang jauh.
E. Jenis Histopatologis Pada Kanker Serviks
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu
90% merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis
lain sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-
sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-
kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang disebut
small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai batas
tumor stroma tidak jelas.
Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma
terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari
kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mucus.

F. Patofisiologi Kanker Serviks


Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks
setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya
berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat)
menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis
umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
pengendali siklus sel.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu
(KIS) berkisar antara 1 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari
karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 20 tahun. Proses perkembangan
kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang
perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas
regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya
proses keganasan.
Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh
getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator,
iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor
menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta.Secara
hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan
otak.

G. Gejala Klinis Kanker Serviks


Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor albus
(keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang
dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak)
merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%).
Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus.
Biasanya timbul gejala berupa ketidakteraturannya siklus haid, amenorhea,
hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan
intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi
pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid. Nyeri dirasakan
dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal.
Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi,
sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta
mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri
makin progresif. Menurut Baird (1991) tidak ada tanda-tanda khusus yang
terjadi pada klien kanker serviks.Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan
dalam (vaginal toussea) merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik
darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair
sampai menggumpal.
Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria
dan gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter.Perdarahan rektum dapat
terjadi karena penyebaran sel kanker yang juga merupakan gejala penyakit
lanjut. Pada pemeriksaan Pap Smear ditemukannya sel-sel abnormal di bagian
bawah serviks yang dapat dideteksi atau yang baru-baru ini disosialisasikan
yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat. Sering kali kanker serviks
tidak menimbulkan gejala. Namun bila sudah berkembang menjadi kanker
serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti pendarahan serta keputihan pada
vagina yang tidak normal, sakit saat buang air kecil dan rasa sakit saat
berhubungan seksual.

H. Diagnosis Kanker Serviks


Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali
pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih
dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan
diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks,
histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan
X-ray untuk paru-paru dan tulang.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada
pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada
sekret yang diambil dari porsi serviks. Pap smear dapat mendeteksi sampai
90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak
mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun
sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.
Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang
normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun
sekali.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps
smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala
besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang
negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi
HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara
infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda.
Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara
seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga,
deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap
sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan
usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan
atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan
suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil
pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak
memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi.
Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks.Jaringan
yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan
memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja.
4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia.
Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena
kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam
mengetes darah yang abnormal.
5. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks
normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks
karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena
tidak ada glikogen.
6. Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada
saluran pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks
tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter
terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi
kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena
(IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional
(Gale & charette, 1999).

I. Pencegahan Kanker Serviks


Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan
menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi :
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita
yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti
pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak menutup
kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada satu pasangan
saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak
perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut
petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi
dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit
dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan
untuk melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif
berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua
kali tes Pap berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat
dilakukan sekali setahun.Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini
ada teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim,
yang dinamakan teknologi Hybrid Capture II System (HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom,
karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker mulut rahim.Penelitian mendapatkan hubungan
yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning
(banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan vitamin
E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker serviks. Artinya
semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan
semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut rahim Selalu
menjaga kesehatan tubuh dan sanitasi lingkungan
5. Hindari pembersihan bagian genital dengan air yang kotor
6. Lakukan pemeriksaan pap smear minimal lakukan selama 2 tahun sekali,
khususnya bagi yang telah aktif melakukan hubungan intim
7. Pemberian vaksin kanker serviks
Keganasan kanker serviks dapat menyerang wanita tanpa melihat
kelompok umur. Vaksin dapat diberikan pada kelompok umur 11-26.
Vaksin diberikan pada bulan 0,1 dan bulan ke 6. Adapula untuk anda yang
memiliki riwayat terinfesi virus papiloma manusia dapat diberikan
vaksinasi dengan efektifias yang kurang. Vaksinasi dapat dilakukan di
dokter kandungan. Vaksinasi hanya dilakukan untuk pencegahan bukan
untuk pengobatan.
8. Deteksi dengan Pap Smear
Pap smear atau tes papaniculou merupakan metode skrining untuk dapat
mendeteksi kanker serviks. Test ini telah terbukti dapat mendeteksi dini
terjadinya infeksi virus penyebab kanker serviks, sehingga mampu
menurunkan resiko terkena kanker serviks dan memperbaiki prognosis.
Adapun anjuran untuk anda yang ingin mencegah sejak dini dapat
melakukan pap smear setahun sekali untuk wanita yang telah menginjak
usia 35 tahun, wanita yang pernah menderita infeksi HPV, wanita
pengguna pil kontrasepsi. Lakukan sesering mungkin jika hasil pap smear
anda menunjukan tidak normal atau setelah pengobatan prekanker . Untuk
anda yang akan melakukan pap smear perhatikan ketentuannya agar hasil
akurat :
Melakukan pap smear pada dua minggu setelah hari pertama haid.
Sebelum pemeriksaan sebaiknya tidak menggunakan obat atau bahan
herbal pencuci alat kewanitaan.
Penderita paska persalinan dianjurkan datang 6-8 minggu untuk
melakukan pap smear.
Selama 24 jam sebelum pemeriksaan tidak dianjurkan untuk
berhubungan seksual.
9. Hindari hubungan seks bebas
10. Hindari rokok

J. Pengobatan Kanker Serviks


Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim kanker /
tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada
lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan
rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak
memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal
seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi.Pengobatan pada lesi
prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga
disebut diatermi), pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang
abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop
electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
a. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau
bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure)
atau konisasi.Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki
anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama
dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana
untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.Pembedahan
merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif.Kuratif
adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga
manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan
tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan
penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan
untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal).Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila
keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65
tahun.Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti
penyakit jantung, ginjal dan hepar.
b. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.Kanker serviks
stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.Metoda radioterapi
disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.
Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah
menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah bening
panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan
jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I
sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka
radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif
yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya.
Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari
sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit,
penyinaran biasanyadilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6
minggu.Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif
terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam
serviks.Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita
dirawat di rumah sakit.Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-
2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina,
kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi.
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis
kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi
digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih
baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit
metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum
memberikan keuntungan yang memuaskan.Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai