Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

ORGANISASI MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN

STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT

Dosen Pengampu : Murdiyanto Tri Wibowo, SKM. S.Kp

Disusun Oleh

1. Neni Kusuma W (08)


2. Resti Astida Putri (21)
3. Trie Ayu Utami (34)

LILY

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN MAGELANG
2013
STRUKTUR ORANISASI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 1045/MENKES/PER/XI/2006
TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT
DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KESEHATAN

BAB IV
SUSUNAN ORGANISASI
Bagian Pertama
Rumah Sakit Umum Kelas A

Pasal 10

1. RSU Kelas A dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.


2. Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat.
3. Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3
(tiga) Bagian.
4. Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.
5. Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

Bagian Kedua
Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan
Pasal 11
1. RSU Kelas B Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur
Utama.
2. Direktur Utama membawahi paling banyak 3 (tiga) Direktorat.
3. Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3
(tiga) Bagian.
4. Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.
5. Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

Bagian Ketiga
Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan
Pasal 12
1. RSU Kelas B Non Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala disebut
Direktur Utama.
2. Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat.
3. Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3
(tiga) Bagian.
4. Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi.
5. Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

Bagian Keempat
Rumah Sakit Umum Kelas C

Pasal 13

1. RSU Kelas C dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.


2. Direktur membawahi paling banyak 2 (dua) Bidang dan 1 (satu) Bagian.
3. Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi
4. Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

Bagian Kelima
Rumah Sakit Umum Kelas D

Pasal 14

1. RSU Kelas D dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.


2. Direktur membawahi 2 (dua) Seksi dan 3 (tiga) Subbagian.
3. Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi
4. Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
Bagian Keenam
Rumah Sakit Khusus Kelas A

Pasal 15

1. RSK Kelas A dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.


2. Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat
3. Masing-masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau
3 (tiga) Bagian
4. Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi
5. Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

Bagian Ketujuh
Rumah Sakit Khusus Kelas B

Pasal 16

1. RSK Kelas B dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.


2. Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat
3. Masing-masing Direktorat terdiri dari 2 (dua) Bidang atau 2 (dua) Bagian
4. Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi
5. Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian

Bagian Kedelapan
Rumah Sakit Khusus Kelas C

Pasal 17

1. RSK Kelas C dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.


2. Direktur membawahi 2 (dua) Seksi dan 3 (tiga) Subbagian.
BAB V

UNIT-UNIT NON STRUKTURAL

Bagian Pertama

Satuan Pengawas Intern

Pasal 18

1. Satuan Pengawas Intern adalah Satuan Kerja Fungsional yang bertugas


melaksanakan intern rumah sakit.
2. Satuan Pengawas Intern berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
pimpinan sakit.
3. Satuan Pengawas Intern dibentuk dan ditetapkan oleh pimpinan rumah
sakit.

Bagian Kedua

Komite

Pasal 19

1. Komite adalah wadah non struktural yang terdiri dari tenaga ahli atau
profesi dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada
pimpinan rumah sakit dalam rangka peningkatan dan pengembangan
pelayanan rumah sakit.
2. Pembentukan komite ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai
kebutuhan rumah, sekurang-kurangnya terdiri dari Komite Medik serta
Komite Etik dan Hukum.
3. Komite berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan rumah
sakit.
4. Komite dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh
pimpinan rumah sakit.
5. Pembentukan dan perubahan jumlah dan jenis komite ditetapkan oleh
pimpinan rumah setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Bina
Pelayanan Medik.

Bagian Ketiga

Instalasi

Pasal 20

1. Instalasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas


dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian
rumah sakit.
2. Pembentukan instalasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai
kebutuhan rumah sakit.
3. Instalasi dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan
oleh pimpinan rumah sakit.
4. Kepala instalasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga
fungsional dan atau non medis.
5. Pembentukan dan perubahan jumlah dan jenis instalasi dilaporkan secara
tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.

BAB VI

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 21

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai


dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 22

1. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang


terbagi atas berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang
keahliannya.
2. Masing-masing tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berada di lingkungan unit kerja rumah sakit sesuai dengan kompetensinya.
3. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
4. Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Adapun susunan tugas, fungsi dan struktur organisasi SKPD terdiri dari :

1. Direktur

a. Tugas :
Menyusun kebijaksanaan teknis pelaksanaan kesehatan, memimpin,
mengawasi, mengendalikan dan mengkoordinasikan tugas-tugas Rumah
Sakit sesuai dengan kewenangannya.
b. Fungsi :

1) Pengawasan, pengendalian dan pengkoordinasian keperawatan,


pendidikan dan pelatihan.
2) Pengawasan, pengendalian dan pengkoordinasian pelaksanaan rekam
medis dan pelaporan.
3) Pengawasan, pengendalian dan pengkoordinasian pelaksanaan
pelayanan medis.
4) Pengawasan, pengendalian dan pengkoordinasian instalasi-instalasi.
5) Pengelolaan pelaksanaan ketatausahaan.
2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha (TU)

Tugas dan Funsi :


Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan pembinaan
administrasi kepegawaian, keuangan, surat menyurat, perlengkapan, rumah
tangga, humas, keprotokolan dan ketatalaksanaan.

3. Kepala Seksi Pelayanan

Tugas dan Fungsi :

Seksi pelayanan medis mempunyai tugas melakukan pengelolaan mengatur,


mengawasi dan mengendalikan kegiatan pelayanan medis, pelayanan
penunjang medis dan pelayanan non medis.

4. Kepala Seksi Asuhan Keperawatan dan Rujukan

Tugas dan Fungsi :

Seksi Asuhan Keperawatan dan Rujukan mempunyai tugas melakukan


pengelolaan, mengatur, mengendalikan dan mengawasi kegiatan keperawatan
serta mengelola dan melaksanakan kegiatan rujukan

5. Kepala Seksi Rekam Medis dan Pelaporan Teknis

Tugas dan Fungsi :

Seksi Rekam Medis dan Pelaporan Teknis mempunyai tugas melakukan


pengelolaan, mengatur, mengawasi dan mengendalikan Rekam Medis serta
menyiapkan bahan dan menyusun, menghimpun dan mengolah laporan teknis
Bagan Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tanah Bumbu
MASALAH

Waspadai Infeksidi Rumah Sakit Seputar Indonesia 28 Februari 2010 DI


SELURUH dunia, korban penyakit infeksi saat berobat di rumah sakit
ditengarai terus bertambah. Bahkan diperkirakan, membunuh lebih banyak
daripada virus HIV penyebab penyakit AIDS.
Sebuah penelitian terbaru menyebutkan, setiap tahunnya 48.000 orang di
Amerika Serikat meninggal karena hal tersebut, umumnya karena keracunan
darah atau penyakit pneumonia. Jenis infeksi rumah sakit yang paling umum
adalah infeksi nosokomial. Diperkirakan, sepertiga dari 1,7 juta infeksi di
Amerika Serikat merupakan infeksi nosokomial.Di negara berkembang
diperkirakan lebih dari 40% pasien di rumah sakit terserang infeksi
nosokomial.

Sementara di seluruh dunia diperkirakan kasus infeksi ini rata-rata menimpa


9%, dari 1,4 juta pasien rawat inap. Kenyataan ini sangat mengejutkan dan
seharusnya tidak terjadi, kata Ramanan Laxminarayan PhD MPH, anggota
senior lembaga penelitian Resources for the Future di Washington DC,
Amerika Serikat, yang melakukan penelitian tersebut seperti dikutip webMD.

Infeksi terkait sarana pelayanan kesehatan adalah tantangan yang serius,


karena hal itu dapat menyebabkan kematian, baik langsung maupun tidak
langsung serta menjadikan pasien dirawat lebih lama dan memakan biaya
lebih mahal. Terlebih, keadaan sosial-ekonomi Indonesia kurang
menguntungkan. Indikasi atau alasan pasien dirawat semakin ketat.

Pasien yang datang dalam keadaan parah perlu lebih lama dirawat sehingga
lebih banyak membutuhkan tindakan invasif (tindakan yang masuk pada kulit
atau lubang tubuh). Lemahnya daya tahan dan kecenderungan tindakan
invasif tersebut memudahkan masuknya kuman penyebab infeksi.

Menurut Laxminarayan, ketika seorang pasien masuk rumah sakit untuk


penyakit lain dan meninggal karena radang paru-paru atau pneumonia, itu
mungkin tidak membuat keluarganya berpikir bahwa itu sebuah kesalahan.
Tetapi kalau pasien yang sama pergi ke rumah sakit, lalu tercemar darah yang
mengandung HIV, maka tanggapannya pasti akan sangat berbeda.

Begitu berbahayanya, infeksi ini telah membunuh warga Amerika Serikat tiga
kali lebih banyak dibandingkan akibat virus HIV. Namun, data tersebut hanya
melihat dari permukaan masalah saja. Hal itu karena sangat sulit memisahkan
persoalan lain seperti kehidupan mereka, kesakitan, dan keuangandari
kasus yang disebabkan penyakit dan cedera orang-orang yang datang awal ke
sebuah rumah sakit.

Laxminarayan dan rekan penelitinya menganalisis data administratif, yang


diperoleh dari database secara nasional mengenai catatan rumah sakit dari 69
juta penduduk tetap Amerika Serikat di 40 negara bagian pada 19982006.
Hasilnya, setiap tahunnya 48.000 orang di Amerika Serikat meninggal karena
infeksi di rumah sakit.

Penelitian ini fokus hanya pada infeksi yang diperoleh pasien di rumah
sakit,dan bukan infeksi yang ditularkan di komunitasnya. Sebagian besar
infeksi tersebut berasal dari penggunaan alat kateter dan ventilator. Beberapa
jenis kuman dan bakteri yang ditemukan merupakan jenis yang sudah lama
diketahui, tetapi sebagian merupakan kuman jenis baru, seperti MRSA yang
disebut juga sebagai superbugatau kuman super.

Peneliti dari Johns Hopkins University, Peter J Pronovost MD PhD, yang


merupakan pakar soal infeksi di rumah sakit,mengatakan bahwa studi yang
dilakukan Laxminarayan dan rekan-rekan akhirnya memberikan tamparan
keras kepada rumah sakit yang sering kali ngeyel terhadap persoalan ini.
Padahal,sudah berta-hun-tahun masalah ini mengemuka.
Kematian para penderita tidak terlihat. Masyarakat juga tidak tahu. Kejadian
(infeksi) terjadi dalam satu waktu,diam-diam, dan pasien tidak sadar mereka
telah terinfeksi, kata Pronovost. Namun, kita tahu dari penelitian soal ini
bahwa ini bukan perkara biasa, tambahnya.

Dari studi yang dilansir awal bulan ini, Pronovost dan kolega kampusnya
menunjukkan bahwa hanya dengan mencatat prosedur keamanan sederhana di
rumah sakit yang telah terpenuhi, serta menekankan pada kerja sama tim yang
solid mulai bawahan seperti asisten perawat, hingga yang pimpinan teratas
semisal dokter bedah senior, angka penderita infeksi rumah sakit dapat
diturunkan hingga hampir nol kasus.

Namun, hal itu juga bukan hanya bergantung pada para tenaga medis di
rumah sakit.Anda dan keluarga Anda saat berkunjung ke rumah sakit juga
dapat melakukan banyak hal untuk mencegah kejadian infeksi yang
mematikan tersebut hinggap di tubuh Anda. Pronovost menyebutkan
sejumlah hal.

Perlu diketahui bahwa beberapa item ini dapat membantu Anda memutuskan
rumah sakit mana yang harus dikunjungi untuk pertama kalinya. Pertama,
tanyalah seorang dokter di rumah sakit tersebut berapa tingkat infeksi yang
menyerang pembuluh darah. Jumlahnya harus atau di bawah dari satu infeksi
per 1.000 kateter per hari. Tanyakan juga, apakah rumah sakit itu telah
berpartisipasi dengan program nasional pencegahan infeksi ini. Lebih baik
Anda memilih yang sudah berpartisipasi.

Minta juga apa-apa saja prasyarat prosedur keamanan sederhana di rumah


sakit yang telah terpenuhi dan yang belum.Tanyakan juga apakah petugas
medis di sana telah mencuci tangannya sebelum masuk ruangan pasien. Jika
Anda menggunakan kateter, informasikan kepada perawat kapan Anda masih
memerlukan alat tersebut atau tidak perlu lagi. Kateter sangat rawan akan
infeksi.

Pronovost menyatakan jika rumah sakit memang memiliki niat baik untuk
menyehatkan masyarakat, tentu saja penting bagi mereka untuk menjaga agar
pasien infeksi tidak terus bertambah. Apabila pihak rumah sakit tidak juga
mau memberikan data jumlah penderita infeksi,tidak salah kalau niat mereka
diragukan.

Ini seperti membuat resolusi Tahun Baru untuk mengurangi berat badan atau
diet.Ini tentu saja tidak efektif jika Anda hanya menimbang berat badan
sepanjang tahun, katanya. Sekarang setelah tahu besarnya cakupan masalah
yang ditimbulkan, Laxminarayan mengimbau pemerintah sebuah negara,
khususnya Amerika Serikat, tidak menganggap remeh hal ini dan segera
menyusun program upaya pencegahan yang serius dan sporadis seperti halnya
kampanye anti-AIDS.

Masyarakat harus menyuarakan ini, tuturnya. Tidak ada yang bisa


membantah bahwa pasien ke rumah sakit harus berada pada risiko minimal.
Banyak dari infeksi tersebut dapat dicegah, dan tidak ada alasan untuk tidak
melakukan hal itu, tegas Laxminarayan. (rendra hanggara)
PEMBAHASAN

Banyak masalah yang sering terjadi di rumah sakit salah satunya adalah infeksi
nosokomial. Infeksi itu sendiri adalah adanya suatu organisme pada jaringan
atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.
Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan
mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah
selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk
rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam
menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien
masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam
pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.

Rumah sakit sebagai unit pelayanan medis telah memiliki bentuk organisasi
yang baku, artinya sebuah bentuk organissasi yang sudah terstruktur bagi
semua rumah sakit baik untuk rumah sakit besar,menengah, maupun yang kecil

Dengan adanya struktur organisasi struktural beserta manajemennya tersebut,


maka semua tugas dan kewajiban upaya pelayanan medis telah terbagi di setiap
Unit Pelaksana Fungsional (UPF). Masing-masing unit pelaksana fungsional
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda dengan UPF lain dalam
upaya pelaksana pemulihan kesehatan penderita.

Karena sifatnya sangat spesifik dan permasalahannya dapat terjadi setiap saat,
amaka pihak manajemen rumah sakit membentuk sebuah unit kerja khusus di
luar unit kerja struktural yang telah ada. Unit kerja ini diberi nama Panitia
Medik Pengendalian Infeksi yang bersifat independen, mempunyai kewajiban
yang terkait dengan permasalahan pencegahan infeksi, serta bertanggung jawab
kepada manajemen/direktur rumah sakit.

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial berada di tangan tim


medis pengendalian infeksi, dibantu oleh petugas bagian perawatan mulai dari
kepala bagian perawatan, kepala ruangan/bangsal perawatan, serta semua
petugas perawatan lainya selama 24 jam penuh. Dengan demikian tenaga
keeperawatan merupakan pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial

Kejadian infeksi nosokomial paling banyak terjadi pada instalasi rawat inap
dimana merupakan bagian dari unit fungsional medik dalam struktur organisasi
rumah sakit. Untuk itu infeksi nosokomial merupakan tanggung jawab dari
unit fungsional medik rumah sakit. Unit ini membentuk suatu komite pembantu
yang bernama panitia medik pengendalian infeksi. Dibawahnya terdapat Unit
Kesehatan Lingkungan dan penanggulangan Infeksi Nosokomial yang
mempunyai tugas melakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian upaya kesehatan lingkungan, pengolahan limbah dan
keselamatan kerja, serta upaya-upaya penanggulangan infeksi nosokomial.
Dapat disimpulkan bahwa Panitia Medik Pengendalian Infeksi merupakan
perangkat pembantu direktur rumah sakit dalam upaya menjaga mutu layanan
medis dari aspek pencegahan infeksi.
SOLUSI

1. Pengendalian :
a. Peningkatan peran petugas kesehatan dalam pengendalian infeksi melalui
penerapan prosedur kewaspadaan.
b. Pengelola rumah sakit diminta untuk mengerahkan semua sumber daya
untuk mencegah dan mengendalikan penyakit infeksi yang terjadi di RS
(infeksi nosokomial).
c. Karyawan dan staf rumah sakit harus melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
d. Pengelola rumah sakit diminta untuk menyiapkan sistem &
sarana/prasarana penunjang upaya pengendalian infeksi nosokomial.
e. Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi di RS dan pelayanan
kesehatan lain masih jauh dari harapan.

Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang
perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, antara
lain:

a. Adanya sistem surveilan yang mantap

Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang


sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang
terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan
pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari surveilan adalah untuk
menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan di sini
bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah
ditentukan oleh canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh
kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan
penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam pelaksanaan
surveilan ini, perawat sebagai petugas lapangan di garis paling depan,
mempunyai peran yang sangat menentukan,
b. Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, dengan
tujuan untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi

Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan,


merupakan hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini
merupakan standar yang harus dijalankan setelah dimengerti semua
petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus) ataupun
standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan
pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar sekali.

c. Adanya program pendidikan yang terus menerus bagi semua petugas


rumah sakit dengan tujuan mengembalikan sikap mental yang benar dalam
merawat penderita

Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam


melaksanakan perawatan yang sempurna kepada penderita. Perubahan
perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan mengajar yang terus
menerus. Program pendidikan hendaknya tidak hanya ditekankan pada
aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi
dari infeksi nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini
program pengendalian infeksi nosokomial, perawat mempunyai peran
yang sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa pengendalian
infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh peralatan yang canggih
(dengan harga yang mahal) ataupun dengan pemakaian antibiotika yang
berlebihan (mahal dan bahaya resistensi), melainkan ditentukan oleh
kesempurnaan setiap petugas dalam melaksanakan perawatan yang benar
untuk penderitanya.

2. Pengawasan
a. Dibentuknya panitia medik pengendalian infeksi.
Inti dari tugas dan tanggung jawab Panitia Medik Pengendalian
Infeksi adalah mencari, mengidentifikasi infeksi nosokomial, yang
selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan, diolah, dianalisis, dan
disajikan sebagai bahan informasi kepada pihak manajemen/direktur
rumah sakit.
Informasi yang disampaikan oleh Panitia Medis Pengendalian
InfeksI kepada pihak manajemen atau direktur RS akan dijadikan sebagai
masukan untuk pembenahan atau koreksi pelayanan medis. Direktur RS
merekomendasikan temuan dan analisis Panitia Medis Pengendalian
Infeksi ke jajaran di bawahnya, yaitu ke masing-masing Unit Pelaksana
Fungsional sebagai umpan balik/ feedback. Mekanisme kerjanya yaitu
antara input yang dilaporkan Panitia Medis Pengendalian Infeksi dan
output sebagai bahan koreksi yang harus diinformasikan ke manajemen
pelayanan medis RS, maka diharapkan akan selalu ada pengawasan dan
penilaian terhadap mutu pelayanan medis.

3. Evaluasi
Diadakan evaluasi setiap 1 periode program pengendalian dan pengawasan
infeksi nosokomial pada rumah sakit untuk kemudian di analisa hasil dan
merumuskan kebijakan baru yang lebih efektif., yang applicable serta
informatif, disertai pelaksanaan dan pengawasan kebijakan tersebut untuk
semua unit kerja di rumah sakit.

Dengan demikian manajemen asuhan keperawatan profesional yang


berada di riangan/bangsal/kamar perawatan merupakan ujung tombak
pengenalian infeksi sekaligus sebagai tangan pertama yang mendata kejadian
infeksi nosokomial.

Anda mungkin juga menyukai