TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus terisi dengan cairan dan sel
radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang ke dalam dinding alveoli dan
rongga interstisium. ( Mukty dan Alsagaff, 2010) Pneumonia adalah penyakit batuk pilek
disertai nafas sesak atau nafas cepat. Pneumonia yang merupakan radang paru dapat
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda
asing. (Misnadiarly, 2008) Pengertian lainnya, pneumonia adalah infeksi saluran
pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. (Mansjoer, 2000)
2.2. Epidemiologi
Pneumonia ini merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya
sangat tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi terdapat juga di negara maju seperti
Amerika, Kanada dan Negara-negara Eropa lainnya. (Sigalingging, 2011)
Di Amerika, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor satu setelah
kardiovaskular dan TB, kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak
balita. Menurut WHO (World Health Organozation) sekitar 800.000 hingga 1 juta anak
yang meninggal tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF (United Nations
International Childrens Fund) dan WHO menyebut pneumonia sebagai penyebab
kematian anak balita tertinggi, meliputi penyakit-penyakit lain campak dan malaria.
(Sigalingging, 2011)
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskular dan TB. Data morbiditas pneumonia di Indonesia bertahun berkisar rata-
rata 45000 orang dari populasi balita berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia
berkisar 2,3 juta jiwa. Penyebab kematian anak balita tertinggi, meliputi penyakit-
penyakit lain seperti campak dan malaria. (Sigalingging, 2011) Tingginya angka
mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak usia balita di negara berkembang
dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko, antara lain :BBLR, tidak mendapat imunisasi,
tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, pendidikan orang tua yang rendah, dan
tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industry atau asap rokok). (Laskmi, 2006)
2.3. Etiologi
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus, jamur,
dan bakteri. S. pneumonia merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada
semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang
dari 3 tahun. Pada umur yang lebih muda, adenovirus, parainfluenza virus, dan influenza
virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia, lebih sering
dtemukan pada anak lebih dari 10 tahun. Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa
Strepotcoccus pneumonia dan Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang
paling sering ditemukan pada apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2-59 bulan.
(Laskmi, 2006)
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup
15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus
dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens global pneumonia RSV
anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia dengan 3.4 juta episode
pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian 66.000
-199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di antaranya terjadi di negara
berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran RSV sebagai etiologi potensial dan
signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama
dengan infeksi lain. (Laskmi, 2006)
2.4. Klasifikasi
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi
subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun demikian,
kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi dan sering
overlapping dengan gejala malaria. (Pudjiadi dkk, 2010)
Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):
a. Bayi kurang dari 2 bulan :
Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat
Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam,
atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler.
b. Anak umur 2 bulan-5 tahun :
Pneumonia ringan : napas cepat
Pneumonia berat : retraksi
Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi.
(Pudjiadi dkk, 2010)
2.7. Pemeriksaan
a. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran
napas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak,
kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada.
Basanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
meunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
(IDAI, 2007) (FK Unair, 2006)
b. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonates sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel. (IDAI, 2007)
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada.
Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. (IDAI, 2007)
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >
15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit >
30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus.
Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih
mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun
hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak kecil. (FK USU, 2003)
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen
toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia
hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan
posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas penegakkan diagnosis. Pemeriksaan foto dada follow up hanya
dilakukan bila didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya
komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak
respon terhadap antibiotic. Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi
agen penyebab. (Pudjiadi dkk, 2010)
Indikasi rawat
Kriteria rawat inap, yaitu :
Pada bayi
saturasi oksigen 92 %, sianosis
frekuensi napas > 60 x/menit
distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting
tidak mau minum / menetek
keluarga tidak bisa merawat di rumah (Pudjiadi dkk, 2010)
Pada anak
saturasi oksigen 92 %, sianosis
frekuensi napas 50 x/menit
distress pernapasan
grunting
terdapat tanda dehidrasi
keluarga tidak bisa merawat di rumah (Pudjiadi dkk, 2010)
Kriteria pulang:
Gejala dan tanda pneumonia menghilang
Asupan peroral adekuat
Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah. (Pudjiadi
dkk, 2010)
2.10. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. (Mansjoer, 2000)
2.11. Prognosis
Pneumonia merupakan kasus yang cukup sering terjadi di negara berkembang.
Penyakit ini diperkirakan terjadi sekitar 151 juta setiap tahunnya pada anak < 5 tahun dan
menyebabkan insidensi 0,29 kejadian per anak setiap tahunnya dengan tingkat mortalitas
1,3-2,6% atau lebih dari 2 juta per tahun. Pneumonia berat dengan distres pernapasan
menjadikan tingkat mortalitas menjadi lebih tinggi lagi yaitu sekitar 57%. (Markowicz,
2000)