LAPORAN TUTORIAL Fix
LAPORAN TUTORIAL Fix
KELOMPOK A VI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 3
Kasus 1
Seorang gadis berusia 20tahun , datang ke dokter dengan keluhan memar-memar di paha dan
betis yang sudah berlangsung selama 2 minggu. Gejala ini baru pertama kali terjadi. Tadi pagi
keluhan bertambah yaitu perdarahan saat gosok gigi. Pasien merasa sebelumnya baik-baik saja,
tidak terbentur, tidak demam, tidak menderita sakit yang berat dan tidak minum obat. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatka prpura dan ekimosis pada kedua paha dan betis. Hasil pemeriksaan
laboatorium didapatkan hemoglobin 10.0 g/dL, jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit dalam
batas normal, jumlah trombosit 40.000 sel/uL. Dokter memberikan obat hemostatik dan rujukan
ke RS untuk pemeriksaan dan penanganan lanjutan.
Kasus 2
Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dibawa orang tuanya ke tempat praktek dokter dengan
keluhan perdarahan belum berhenti setelah dikhitan sehari sebelumnya. Pada riwayat penyakit
diperoleh keterangan bahwa sejak kecil pasien mudah memar bahkan jika hanya mengalami
trauma ringan. Salah seorang sepupu laki-laki pasien juga mengalami penyakit yang sama. Pada
pemeriksaan didapatkan darah masih merembes di perban yang membalut penis pasien. Dokter
memberi rujukan ke RS unruk pemeriksaan skrining hemostasis dan penanganan lanjutan.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab ekimosis :
- kelainan trombosit
- gangguan pembekuan
Trombopati Trombositosis
Trombsitosis Koagulasi Fibrinolikkk
Langkah VII. Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh.
1. Pada skenario kasus 2, pasien adalah seorang anak laki-laki yang sudah sering mengalami
memar sejak kecil. Ada kemungkinan bahwa penyakit yang diderita pasien bersifat
herediter, salah satunya adalah hemophilia. Hemofilia lebih sering terjadi pada laki-laki,
dengan perbandingan Hemofilia A sekitar 1:10.000 dan hemofilia B 1:25.000-30.000. Hal
ini menunjukkan bahwa jenis kelamin dan usia pasien dapat menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit tersebut.
2. Karena obat hemostatik berfungsi untuk membantu proses hemostasis ketika tubuh
manusia tidak bisa menjalankan proses hemostasis secara fisiologis dengan baik.
Klasifikasi obat-obat hemostatik:
Hemostatik Lokal
o Hemostatik serap: Menghentikan perdarahan dengan pembentukan suatu
bekuan buatan atau memberikan jala serat-serat yang mempermudah
pembekuan bila diletakkan langsung pada permukaan yang berdarah. Hanya
efektif untuk perdarahan dari pembuluh darah kecil seperti pembuluh kapiler
dan yang bersifat perdarahan terbuka.
o Astringen: Mengendapkan protein darah sehingga menghentikan perdarahan.
o Koagulan: Bekerja dengan dua mekanisme, mempercepat perubahan
protrombin menjadi trombin dan menggumpalkan fibrinogen.
o Vasokonstriktor: Mempunyai efek vasokonstriksi, contohnya epinefrin dan
norepinefrin.
Hemostatik Sistemik
o Faktor anithemofilik (Faktor VIII) dan cryoprecipitated antihemophilic factor:
Meningkatkan kadar faktor VIII pada orang dengan defisiensi faktor VIII.
Biasanya digunakan untuk pengobatan hemofilia A. Factor digunakan untuk
pasien dengan penyakit von Willebrand
o Kompleks Faktor IX: Sediaan ini mengandung faktor II, VII, IX, dan X, serta
sejumlah kecil protein plasma lain dan digunakan untuk pengobatan hemofilia
B. Akan tetapi karena ada kemungkinan timbulnya hepatitis, preparat ini
sebaiknya tidak diberikan pada pasien nonhemofilia. Efek samping lain adalah
thrombosis, demam, menggigil, sakit kepala, flushing, dan reaksi
hipersensitivitas berat (syok anafilaksis)
o Desmopresin: Vasopresin sintetik yang meningkatkan kadar faktor VIII dan
vWF untuk sementara. Diindikasikan untuk hemostatik jangka pendek pada
pasien defisiensi faktor VIII ringan sampai sedang dan pada vWD tipe 1.
o Fibrinogen: Digunakan bila dapat ditentukan kadar fibrinogen dalam darah
pasien dan daya pembekuan yang sebenarnya. Dapat diberikan sebagai
plasma, cryoprecipitated factor VIII, atau konsentrat faktor VIII.
o Vitamin K
o Asam Aminokaproat: Penghambat aktivator plasminogen dan penghambat
plasmin. Mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
o Asam Traneksamat: Indikasi dan mekanisme kerja sama dengan Asam
Aminokaproat, tetapi 10 kali lebih potent dengan efek samping lebih ringan.
3. Hemofilia dan von Willebrand disease merupakan 2 penyakit yang bersifat herediter.
Hemofilia diturunkan secara x-linked, sedangkan von Willebrand disease diturunkan
secara autosomal. Pada skenario, sepupu pasien juga memiliki kemungkinan penyakit
dengan gejala yang sama dengan pasien. Adanya penyakit dengan gejala yang sama
dalam 1 keluarga semakin memperkuat kemungkinan bahwa penyakit yang diderita
pasien adalah penyakit yang bersifat herediter. Berdasarkan gejala-gejala yang dialami
pasien, dapat ditarik kemungkinan diagnosis bahwa pasien kemungkinan menderita
hemofilia atau von Willebrand disease.
4. Beberapa kemungkinan diagnosis :
Untuk kasus 1
Onset ITP kronis biasanya perlahan. Pasien memiliki ptekie, mempunyai gejala
mudah memar, mimisan, perdarahan gusi, dan perdarahan setelah trauma ringan.
Untuk Kasus II
o Klasifikasi vWD
Tipe I : Penurunan sintesis vWF
Tipe IIa : Gangguan sintesis multimer vWF sedang dan besar
Tipe IIb : Pembentukan multimer vWF besar yang abnormal sehingga cepat
dikeluarkan dari darah
Tipe IV : Tidak ada sintesis vWF sama sekali
o Kelainan Laboratorium
Waktu Perdarahan memanjang
APTT sedikit meningkat
Elektroforesis : vWF menurun pada tipe I atau tidak ada pada tipe III
Imunoelektroforesis : multimer besar negative pada tipe IIa dan multimer
besar negative dengan multimer sedang meningkat pada IIb
Sebagai prinsip umum, pengobatan yang diberikan pada VWD berbeda-beda, tergantung
pada tipe VWD yang diderita. Misalnya, pasien VWD dengan jumlah VWF yang tidak
normal akan berespon terhadap obat yang meningkatkan VWF plasma. Sebaliknya, pasien
dengan defek kongenital metabolisme trombosit akan memerlukan transfusi trombosit yang
normal.
Salah satu obat yang digunakan untuk mengobati VWD adalah DDAVP (Desmopresin).
Desmopresin adalah analog sintetik hormon antidiuretik, vasopressin. Pemberian secara
intravena, dapat juga secara intranasal, merangsang pengeluaran VWF dari sel endotel agar
VWF dan factor VIII:C sepat meningkat dalam plasma.
Keberhasilan menangani pasien VWD dengan desmopresin ini bergantung pada tipe
penyakitnya. Pasien dengan tipe 1 VWD yang lebih ringan menunjukkan respons yang
sangat baik, dengan pemendekan Bleeding Time (BT) dan peningkatan kadar VWF dan
factor VIII:C. Banyak pasien dengan VWD tipe 2A atau tipe 2M juga mempunyai respons
baik terhadap desmopresin, meskipun BT tidak menjadi normal dan efeknya bertahan
relative singkat. Pasien dengan VWD tipe 2N biasanya tidak respons. Pasien VWD tipe 3
juga tidak akan respons terhadap pemberian obat, sebab pasien ini tidak ada persediaan
VWF di endotel.
Selain menggunakan desmopresin, pengobatan untuk VWD juga dapat diperoleh dengan:
1. Penggantian VWF dengan transfusi plasma segar atau konsentrat plasma yang
mengandung kompleks VWF-VIII.
2. Kriopresipitat, yaitu konsentrat yang dapat segera memperpendek BT, yang berkaitan
dengan infus multimer VWF besar. Namun, perbaikan BT berlangsung relative singkat.
4. Obat-obatan lain seperti premarine, epsilon aminocaproic acid (EACA), estrogen, dan
IgG intravena.
7. Purpura terjadi akibat adanya kondisi trombositopenia dalam tubuh. Pada keadaan normal
pembuluh darah akan mengalami kerusakan kecil yang akan atasi oleh sumbatan
trombosit. Pada keadaan trombositopenia, jumlah trombosit tidak akan memenuhi untuk
menjalankan fungsinya sebagai sumbat trombosit.
9. Faktor-faktor koagulan :
Vitamin K
Vitamin K diperlukan untuk lima faktor bekuan yang penting di hati, yaitu protrombin,
faktor VIII, faktor IX, faktor X, dan protein C. Dalam keadaan tanpa vitamin K,
selanjutnya kurang faktor-faktor pembekuan dalam darah tersebut dapat juga menjurus ke
perdarahan ke arah yang serius.
Vitamin K disintesis terus dalam usus oleh bakteri, sehingga defisiensi vitamin K yang
diakibatkan tidak adanya vitamin K dalam diet (kecuali pada bayi baru lahir sebelum
ususnya mengandung flora bakteri usus) jarang terjadu pada orang normal. Namun pada
penyakit gastrointestinal, defisiensi vitamin K sering terjadi pada orang yang mengalami
gangguan absorpsi lemak pada GITnya. Alasannya adalah karena vitamin K larut dalam
lemak dan biasanya diabsorpsi ke dalam darah bersamaan dengan lemak.
Kalsium
Diluar dari dua langkah pertama dalam jalur intrinsik, ion kalsium digunakan untuk
mempermudah atau mempercepat semua reaksi pembekuan darah. Oleh karena itu, tanpa
ion kalsium, pembekuan darah melalui tiap jalur pembekuan tidak terjadi.
10. Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh plasmin (disebut
juga fibrinolisin) menjadi produk-produk degradasi fibrin, menyebabkan hancurnya
bekuan. Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein plasma spesifik inaktif di
dalam sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik plasmin aktif. Protein dalam bersirkulasi, yang
dikenal sebagai proaktivator plasminogen, dengan adanya enzim-enzim kinase seperti
streptokinase, stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi menjadi
aktivator plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim tambahan seperti urokinase, maka
aktivator-aktivator mengubah plasminogen, suatu protein plasma yang sudah bergabung
dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin. Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan
fibrinogen menjadi fragmen-fragmen (produk degradasi fibrin-fibrinogen), yang
menganggu aktivitas trombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin, menyebabkan
hancurnya bekuan.
Dan perlu diingat bahwa plasmin yang aktif tidak boleh bekerja secara berlebihan karena
dapat menyebabkan hiperfibrinolisis yang berakibat perdarahan. Oleh karena itu plasmin
dikontrol oleh plasmin inactivator, antara lain:
o Alfa 1 antitrypsin
11. Penyebab ITP tidak diketahui, tetapi diyakini hal ini disebabkan oleh Autoimun.
Normalnya sistem imun membentuk antibodi yang berperan dalam melawan antigen yang
masuk dalam tubuh. Pemberian obat-obatan sulfa, kondisi sistem lupus eritromatosus dan
kehamilan merupakan penyebab ITP. Adanya infeksi karena virus memicu reaksi umum
yang ternyata merusak trombosit.
c. Maal distribusi
tidak menderita sakit apapun, maka perdarahan yang terjadi pada pasien bukan
merupakan manifestasi klinis penyakit lain, seperti pada Diabetes Mellitus atau pada
sirosis hati, sehingga pasien tidak mengalami gangguan pada hati.
tidak panas, merupakan petunjuk dari salah satu diagnosis banding, yaitu seperti pada
kasus demam berdarah, yang mempunyai kesamaan manifestasi klinis, yaitu penurunan
jumlah trombosit, namun pada demam berdarah disertai infeksi sehingga timbul demam
(panas). Selain itu, demam atau tidaknya pasien dapat dijadikan acuan (diagnosis
banding) untuk membedakan penyakit-penyakit berkaitan. Misalnya, pada TTP (purpura
trombositopenik trombotik) dan HUS (sindrom hemolitik-uremik). Secara tradisional,
TTP memiliki ciri terjadi pada perempuan dewasa dengan lima tanda berupa demam,
trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopati, defisit neurologik transien, dan gagal
ginjal. Pada pasien HUS, gejala hampir mirip dengan TTP, tetapi dibedakan dengan TTP
karena tidak memperlihatkan gejala syaraf, menonjolnya gagal ginjal akut, dan onset
pada masa anak-anak.\
tidak minum obat, hal ini menunjukkan bahwa penyebab terjadinya perdarahan abnormal
pada pasien bukan merupakan efek samping dari obat-obatan. Obat-obatan tertentu
seperti aspirin yang digunakan sebagai analgesik untuk sakit kepala misalnya, ternyata
merupakan salah satu obat antitrombotik yang menghambat agregasi trombosit.
BAB III
KESIMPULAN
Pada kasus 1, terdapat beberapa manifestasi klinis dan pemeriksaan hasil laboratorium
yang mengarah pada purpura dan ekimosis. Dari pemeriksaan hasil laboratorium juga didapatkan
hemoglobin dan trombosit dibawah normal. Oleh karena itu dokter memberikan obat hemostatik
untuk menghentikan poendarahan dan rujukan ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan
penanganan lanjutan.
Pada kasus 2, terdapat beberapa manifestasi klinis diantaranya perdarahan belum berhenti
setelah dikhitan sehari sebelumnya. Dari riwayat keluarga juga ada sepupu yang mengalami
penyakit yang sama. Oleh karene itu dokter memberi rujukan ke Rumah Sakit untuk pemeriksaan
skrining hemostasis dan penanganan lanjutan
BAB IV
SARAN
Saran untuk pasien terduga kelainan hemostasis disarankan agar lebih peka untuk
mengenali gejala-gejala yang terkait. Sehingga, dapat mencegah kelanjutan penyakit yang
mungkin dapat menjadi semakin parah. Selain itu, apabila terdapat riwayat keluarga yang
memiliki gangguan hemostasis herediter, sebaiknya perlu melakukan pemeriksaan dini.
Saran untuk mahasiswa adalah agar lebih mampu datang tepat waktu. Selain itu
mahasiswa diharapkan untuk mencari referensi terpercaya yang sesuai dengan guideline tutorial
agar terjadi persamaan persepsi dalam konsep dasar hematologi.
Saran untuk tutor pada tutorial kali ini mungkin tidak ada karena masukan-masukan yang
diberikan terasa sangat membantu jalannya diskusi tutorial. Terlebih lagi, banyak persepsi
konsep mahasiswa yang dibenarkan oleh tutor.
DAFTAR PUSTAKA