Anda di halaman 1dari 29

LEMBAR KERJA TUTORIAL

MODUL GANGGUAN HEMATOPOIESIS

DAN

GANGGUAN HEMOSTASIS

RUANG 10

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

JURUSAN PENDIDIKAN DOKTER UMUM

MANADO

2014
Nama-Nama Anggota Ruang 10:

1. Clara Gabriela Walukow – 13011101096


2. Hendry Johan Renaldy Tandra – 13011101059
3. Flinka Feronika Keles – 13011101067
4. Livya Regita Goni – 13011101091
5. Tanya Puji Merdeka Putri – 13011101237
6. Dhea Tiara – 13011101068
7. Rebecca Emerald Laluyan – 13011101149
8. Mahardika Wulan Ester Tirajoh – 13011101102
9. I Gusti Bagus Ngurah Rai – 13011101030
10. Genuine Genesis Evilia Tendean – 13011101093
11. Kezia Amelianne Tindas – 13011101087
12. Yeremias Edwin Setyawan – 13011101062
13. Faleriano Makay – 13011101180

2
LAPORAN HASIL TUTORIAL

MODUL GANGGUAN HEMATOPOIESIS DAN HEMOSTASIS

Pemicu 1

Seorang wanita usia 30 tahun, masuk IGD RSU Prof dr RD Kandou oleh karena dirujuk dari
RSU Pancaran Kasih dengan keluhan perdarahan pada kulit dan saluran pencernaan. Pasien ini
dari anamnesa telah dirawat selama 5 hari di RSUD oleh karena demam yang tinggi dan telah
mendapatkan pengobatan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum jelek, pasien masih
sadar, TD rendah, nadi cepat, perdarahan di kulit berupa peteki, dan perdarahan segar dari
saluran pencernaan bawah.

Kata Sulit

Peteki : Bintik merah keunguan kecil akibat perdarahan intradermal atau submukosa. Yang
merupakan manifestasi utama pada trombositopenia dengan jumlah trombosit kurang dari
30.000/mm3.

Kata Kunci

- Wanita 30 tahun

- Perdarahan di kulit berupa Peteki

- Perdarahan segar dari saluran pencernaan bawah

- Demam tinggi, KU Jelek, sadar, TD rendah, nadi cepat

Pertanyaan dan Pembahasan

1. Mengapa tekanan darah rendah tapi nadi cepat ?


Pada pasien dengan KID, gejala yang sering timbul adalah sebagai berikut :

3
a. Perdarahan dari tempat-tempat pungsi,luka,dan membaran mukosa pada klien dengan
banyak syok, komplikasi persalinan, sepsis atau kanker
b. Perubahan kesadaran yang mengidentifikasikan trombus serebrum.
c. Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
d. Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusidan oksigenasi jaringan.
e. Heamaturia akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal

KID adalah suatu keadaan patofisiologik pembekuan intravaskular yang


menyeluruh dengan akibat terbentuknya mikrotrombus dan timbulnya perdarahan
karena terpakai habisnya semua faktor pembekuan dan trombosit. Keadaan terpakai
habisnya faktor pembekuan dan trombosit akan menyebabkan mudahnya terjadi
perdarahan. Selanjutnya pembentukan trombus dalam kapiler akan mengakibatkan
kerusakan mekanis terhadap eritrosit sehingga terdapat bentuk eritrosit yang terpecah-
pecah dan eritrosit yang mengeriput dengan dinding yang tidak teratur rata. KID
merupakan keadaan yang sering dijumpai dan menjadi penyebab utama perdarahan
pada neonatus yang menderita kelainan patologik.

Gejala perdarahan dapat bervariasi dari perdarahan berupa petekie yang ringan
sampai perdarahan internal yang fatal, seperti perdarahan pulmonal, intrakranial, atau
gastrointestinal massif. Biasanya gejala perdarahan yang agak khas adalah
terdapatnya rembesan atau tetesan darah yang keluar dari tempat tusukan. Bila proses
KID berlanjut, mungkin ditemukan tanda nekrosis dan gangguan jaringan.

Tekanan darah pada pasien menurun karena terjadi obstruksi aliran darah
(perdarahan) sehingga aliran darah yang ke jantung yang akan dipompa berkurang.
Berkurangnya curah jantung, akan menyebabkan turunnya tekanan darah. Semakin
berkurang curah jantung, semakin berkurang pula tekanan yang diperlukan jantung
memompa keseluruh tubuh.

2. Mengapa terjadi perdarahan di kulit berupa petekie ?


Trombositopenia :

4
Trombositopenia berarti trombosit dalam darah yang bersirkulasi jumlahnya sedikit
sekali. Pasien trombositopenia cenderung mengalami pendarahan , seperti halnya pada
hemofilia, kecuali bahwa biasanya perdarahan berasal dari venula - venula atau kapiler -
kapiler kecil, bukan dari pembuluh yang lebih besar , seperti pada hemofilia. Sebagai
akibatnya ,timbul bintik - bintik perdarahan di seluruh jaringan tubuh. Kulit pasien
menampakkan bercak - bercak kecil berwarna ungu., sehingga penyakit itu disebut
trombositopenia purpura. Seperti yang di bicarakan di atas , trombosit terutama di
perlukan untuk menutup kebocoran - kebocoran kecil di kapiler dan pembuluh kecil
lainnya.
Biasanya perdarahan tidak akan terjadi sampai jumlah trombosit dalam darah
turun di bawa 50.000/mikro liter. Nilai normalnya adalah 150.000 sampai 300.000. Kadar
serendah 10.000/ mikro liter sering kali menimbulkan kematian .
Bahkan tanpa melakukan perhitungan trombosit dalam darah pun kadang - kadang
kita dapat mencurigai terjadinya trombositopenia bila darahnya gagal untuk beretraksi
karena, seperti telah disebutkan terdahulu, retraksi bekuan normalnya bergantung pada
pelepasan berbagai faktor pembekuan dari sejumlah trombosit yang terperangkap dalam
jaringan fibrin bekuan.
Sebagian besar pasien trombositopenia mempunyai penyakit yang dikenal sebagai
trombositopenia idiopatik ,yang berarti " trombositopenia yang tidak di ketahui
penyebabkan " pada kebanyakan pasien , telah di temukan bahwa untuk alasan tidak
diketahui , terdapat antibodi spesifik yang bereaksi terhadap trombosit itu sendiri lalu
menghancurkannya. Penghentian perdarahan selama 1 sampai 4 hari seringkali dapat
dicapai pada pasien trombositopenia dengan cara memberikan transfusi darah lengkap
segar yang mengandung sejumlah besar trombosit. Splenektomi juga seringkali sangat
menolong, Kadang - kadang memberi kesembuhan yang hampir sempurna, karena limpa
normalnya menghilangkan sejumlah besar trombosit dari peredarah darah, terutama yang
sudah rusak .

3. Mengapa terjadi perdarahan segar dari saluran pencernaan bawah?

Ada 3 gejala khas perdarahan saluran cerna, yaitu:


a. Hematemesis

5
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang
berwarna coklat merah atau “coffee ground”. (Porter, R.S., et al., 2008)
b. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bahagian
bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang
sudah berat. (Porter, R.S., et al., 2008)
c. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bahagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi
sumber lainnya. (Porter, R.S., et al., 2008) Disertai gejala anemia, yaitu: pusing,
syncope, angina atau dyspnea. (Laine, L., 2008)

Trombositopenia dapat disebabkan oleh gangguan fungsi trombosit, gangguan


produksi trombosit, gangguan penghancuran trombosit dan gangguan distribusi
trombosit, serta kebutuhan trombosit yang meningkat. Trombositopenia dapat
memudahkan terjadinya perdarahan dan darah sulit membeku terutama pada kulit dan
membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada kulit dapat berupa bintik-bintik merah
yang disebut peteki. Manifestasi perdarahan juga dapat terlihat pada mukosa,
misalnya pada mukosa saluran cerna sehingga akan muncul gejala berupa keluar darah
dari anus yang disebut hematochezia.

4. Anamnesis
a. Identitas:
Nama
Jenis kelamin
Umur
Pekerjaan
Alamat

b. Keluhan utama:

6
 Demam dengan suhu tinggi
 Terdapat patekie
 Tekanan darah rendah
 Nadi cepat
 Perdarahan disaluran bawah
c. Riwayat penyakit saat ini
 Apakah demam berkurang saat istirahat?
 Sudah berapa lama demam?
 Demam tinggi pada malam hari atau siang hari?
 Apakah demam tinggi timbul mendadak?
 Apakah demam timbul terus-menerus atau hilang timbul?
 Obat apa yg digunakan ketika demam timbul?
 Apakah setelah minum obat demam berkurang? Atau tidak?
d. Riwayat penyakit dahulu
 Apakah sebelumnya pasien pernah atau sedang menderita penyakit menahun?
 Apakah ada obat yang sering diminum pasien sebelumnya ?
e. Riwayat penyakit keluarga
 Apakah ada anggota Keluarga yang mengalami keluhan yang serupa ?

5. Pemeriksaan Fisik:
 Tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, suhu badan
 Lihat apakah ada perdarahan (lokasi)
 Mata: sklera ikterus, konjungtiva anemis
 Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi/perdarahan, atrofi papil lidah, glositis
 Warna kulit: pucat, sianosis, ikterus
 Purpura, petekie, ekimosis
 Abdomen: hepatosplenomegali
Pemeriksaan penunjang:
 Hb
 Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)

7
 Leukosit
 Trombosit
 LED
 Retikulosit
 Hapusan darah tepi
 Darah tepi: hitung trombosit <150.000/uL tanpa sitopenia lainnya, morfologi
darah tepi dijumpai tromboblas berukuran lebih besar.
 Pemeriksaan serologi (dengue, CMV, EBV, HIV, rubella).
 Pemeriksaan ACA, Coomb’s test, C3, C4, ANA. Anti dsDNA.
 Pemeriksaan hemostatis normal kecuali pada perdarahan yang memanjang dan
komplikasi.
 Pemeriksaan pungsi sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat.
 Pemeriksan autoantibodi trombosit.

6. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis:
a. Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID)
Gejalanya terdapat perdarahan membran mukosa dan jaringan dalam, serta
perdarahan di sekitar tempat cedera, pungsi vena, penyuntikan, dan pada setiap
orifisium. Sering dijumpai petekiedan ekimosis. Manifestasi lain berupa hipotensi
(syok), oliguria atau anuria, kejang dan koma,mual dan muntah,diare, nyeri
abdomen,nyeri punggung, dispnea,dan sianosis.

Diagnosis Banding :

a. Purpura Trombositopenik Idiopatik (PTI);


Pada bentuk dewasa biasanya adalah kronis, umumnya terjadi antara usia 20
tahun dan 50 tahun. Kejadian ini dua kali lebih sering pada wanita daripada pria.
Pasien memperlihatkan perdarahan dalam bentuk epistaksis, perdarahan gusi,
menoragia, purpura dan petekie.
b. Dengue Hemoragik Fever (DHF);
Terjadi perdarahan berupa petekie

8
c. Anemia Aplastik;
Gejalanya berupa terjadi perdarahan petekie dan perdarahan saluran cerna.

7. Etiologi

Penyebab Trombositopenia

A. Penurunan Produksi Trombositopenia


 Penyakit sumsum tulang generalisata
Anemia Aplastik : kongenital dan didapat
Infiltrasi sumsum tulang : leukemia , kanker diseminata
 Gangguan selektif pada produksi trombosit
Akibat obat : alkohol,tiazida,obat sitotoksik
Infeksi : campak, HIV
 Megakariopoiesis yang tidak efektif
Anemia megaloblastik
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
B. Penurunan Usia Trombosit
 Destruksi Imunologik
Autoimun : purpura trombositopenik idiopatik, lupus eritematosus sistemik
Isoimun : pasca transfusi dan neonatus
Akibat obat : kuinidin , heparin , senyawa sulfa
Infeksi : mononukleosis infeksiosa , HIV , sitomegalovirus
 Destruksi nonimunologik
Koagulasi intravaskular diseminata
Purpura trombositopenik trombotik
Hemangioma raksasa
Anemia hemolitik mikroangiopatik

Penyebab KID

Berikut beberapa kondisi klinis yang dapat menyebabkan KID antara lain :

9
 Sepsis
 Trauma : kerusakan jaringan yang serius , cedera kepala , dan emboli lemak
 Kanker : penyakit myeloploriferatif , solid tumor ( misalnya karsinoma pankreas ,
karsinoma prostat )
 Komplikasi obstetric seperti , emboli cairan amnion , placenta abruption (
pemisahan premattuter plasenta dari uterus )
 Kelainan vaskuler ( aneurisma aorta )
 Reaksi terhadap toksin ( bisa ular , amphetamine )
 Kelainan imunologis seperti reaksi alergi yang parah , reaksi transfusi
(hemolitik), penolakan transplantasi organ.

8. Epidemiologi
Kondisi ini lebih terjadi sebagai respon terhadap factor lain dibandingkan sebagai kondisi
primer. Tidak ditemukan factor predisposisi yang berhubungan dengan umur, jenis
kelamin, ataupun ras. (Hewish, 2005).

9. Patofisiologi

Sebelum mengetahui patofisiologi dari Trombositopenia (kekurangan Trombosit)


ada baiknya kita mengetahui dahulu tentang Fisiologi Trombosit.
Trombosit atau disebut juga Platelet berbentuk cakram kecil dengan diameter 1
sampai 4 mikrometer. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, yaitu sel
yang sangat besar dalam susunan Hematopoietik dalam sumsum; megakariosit pecah
menjadi trombosit kecil, baik di sumsum tulang atau segera setelah memasuki darah,
khususnya ketika memasuki kapiler.(1) Trombosit memiliki siklus hidup kira-kira 10 hari.
Kira-kira sepertiga berada di dalam lien (limpa) sebagai sumber cadangan(2) dan sisanya
berada di dalam sirkulasi antara 150.000-300.000 mikroliter.(1)
Peristiwa Hemostasis berarti peristiwa pencegahan hilangnya darah. Apabila
pembuluh darah mengalami cedera atau ruptur, hemostasis terjadi melalui beberapa cara :
(1) konstriksi pembuluh darah, (2) pembentukan sumbat platelet, (3) pembentukan

10
bekuan darah sebagai hasil dari pembekuan darah, dan (4) akhirnya terjadi pertumbuhan
jaringan fibrosa ke dalam bekuan darah untuk menutup lubang pada pembuluh secara
permanen.(1)
Pada kasus ini, pasien mengalami perdarahan, hal ini berarti trombosit dari pasien
telah berkurang banyak sehingga bisa dikatakan telah mengalami Trombositopenia.
Trombositopenia adalah suatu keadaan dimana jumlah trombosit dalam darah yang
bersirkulasi jumlahnya kurang dari 100.000 mikroliter. Pasien Trombositopenia
cenderung mengalami perdarahan yang berasal dari venula-venula atau kapiler-kapiler
kecil berbeda dengan hemofilia yang berasal dari pembuluh yang lebih besar. Sebagai
akibatnya, timbul bintik-bintik perdarahan di seluruh jaringan tubuh(1). Petekie
merupakan manifestasi utama dengan jumlah trombosit kurang dari 30.000 mikroliter(2).
Penyebab (Etiologi) trombositopenia adalah (1) Penurunan produksi trombosit,
(2) Penurunan usia trombosit (percepatan destruksi trombosit di darah tepi), (3)
sekuestrasi (maldistribusi, misalnya pooling pada suatu organ), (4) Pengenceran misalnya
akibat transfusi. Dari ke 4 faktor ini, penurunan pembentukan dan peningkatan destruksi
merupakan kategori terpenting.(3)
Diagnosis kerja yang memungkinkan untuk pasien ini adalah Koagulasi
intravaskular diseminata, Purpura Trombositopenik Idiopatik ataupun Trombositopenia
akibat Heparin.
Koagulasi intravaskular diseminata (KID) ditandai dengan pengaktifan jenjang
koagulasi, sehingga terjadi pembentukan trombus diseluruh mikrosirkulasi. Akibat
trombosis yang meluas tersebut, terjadi konsumsi trombosit dan faktor pembekuan dan
karena nya, pengaktifan fibrolisis. Oleh karena itu, KID dapat menyebabkan hipoksia
jaringan dan mikroinfark akibat banyaknya mikrotrombus atau gangguan perdarahan
akibat pengaktifan patologik fibrinolisis dan/atau kurangnya unsur yang yang dibutuhkan
untuk hemostasis(3).

11
Purpura Trombositopenik Idiopatik (PTI) merupakan suatu penyakit autoimun,
sebagian besar pasien adalah perempuan berusia antara 20 sampai 40 tahun.
Imunoglobulin antitrombosit yang ditunjukan pada kompleks glikoprotein Iib/IIIa atau
Ib/IX, membran trombosit dapat ditemukan pada banyak pasien PTI. Pada beberapa
pasien, autoantibodi dapat melekat ke megakariosit sehingga mengganggu produksi
trombosit. Limpa mungkin berperan penting dalam patogenesis penyakit ini. Limpa
merupakan tempat utama pembentukan antibodi antitrombosit dan destruksi trombosit
yang dilapisi IgG. Onset PTI Kronis biasanya perlahan. Pasien memiliki ptekie,
mempunyai gejala mudah memar, mimisan, perdarahan gusi, dan perdarahan setelah
trauma ringan(3).
Trombositopenia akibat Heparin disebabkan oleh pembentukan antibodi IgG yang
mengenali kompleks heparin/faktor trombosit 4 di permukaan trombosit. Melalui
mekanisme yang belum diketahui secara pasti, terikatnya antibodi ini menyebabkan
pengaktifan dan agregasi trombosit sehingga menyebabkan eksaserbasi penyakit yang
sedang diterapi oleh heparin tersebut : trombosis. (3)

Sumber :
1) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Guyton and Hall Edisi 11
2) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Sylvia Price and Lorraine
Wilson Edisi 6 Volume 1

12
3) Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan trombositopenia biasanya adalah mengobati penyakit yang
mendasarinya. Apabila terjadi gangguan produksi trombosit, maka tranfusi trombosit
dapat menaikkan angka trombosit dan menghentikan perdarahan atau mencegah
perdarahan intracranial. Apabila terjadi penghancuran trombosit yang esksesif, trombosit
yang ditransfusikan juga akan dihancurkan dan tidak akan menaikkan angka trombosit.
Maka dari itu penatalaksanaan awal yang harus dilakukan adalah mengobati penyebab
dasar agar tidak terjadi gangguan produksi trombosit.

11. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
Kondisi darurat di mana perdarahan parah dan hilangnya cairan membuat
jantung tidak mampu memompa cukup darah ke tubuh
b. Purpura
Suatu kondisi yang disebabkan oleh kurangnya trombosit. Pembuluh-
pembuluh darah kecil di bawah kulit berdarah, mengakibatkan perubahan
warna keunguan

c. Ekimosis
Bercak perdarahan kecil. Akibat trauma ringan yang terjadi pada kadar
trombosit kurang dari 50.000/mm3

13
d. Petekie
Bintik merah keunguan kecil akibat perdarahan intradermal atau submukosa.
Yang merupakan manifestasi utama pada trombositopenia dengan jumlah
trombosit kurang dari 30.000/mm3.

12. Prognosis
Baik KID maupun PTI prognosis bervariasi tergantung pada gangguan yang mendasari,
dan sejauh mana thrombosis intravascular (pembekuan). Prognosis bagi mereka dengan
KID atau PTI terlepas dari penyebabnya, seringkali buruk : antara 10% - 50% dari pasien
akan meninggal. Pada kasus ini prognosisnya :
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam

14
13. Edukasi
a. Pasien yang sembuh dari KID apalagi KID akut tetap harus menindaklanjuti ( follow
up ) ke ahli hematologi atau dokter yang ada di bidang itu.
b. Berkonsultasi dengan spesialis terutama ke critical care specialist jika akan muncul
gagal organ nantinya , karena konsultasi dini tersebut didedikasi untuk mencegah
agar tidak terjadinya kondisi yang bisa mengancam pasien
c. Sebagai dokter , harus tetap mendukung keluarga dan pasien (support). Jangan
membuat mereka terpuruk, ingatkan kepada mereka bahwa masih ada Tuhan yang
akan menolong menyembuhkan si pasien .
d. Membuat serta mendukung pelatihan untuk dokter – dokter. Karena dengan itu
standardisasi dalam me-manage kasus KID ini bukan hanya dapat dilakukan tetapi
juga informasi tentang kejadian kasus dapat diperoleh dengan cepat karena info
tersebut penting untuk membentuk sistem peringatan dini.

15
PEMICU II

Seorang anak perempuan berumur 8 tahun BB 20kg, TB 100cm dating ke poliklinik Anak RSUP
Prof. Dr. RD Kandou Manado diantar oleh ibunya dengan keluhaan utama : pucat 1 bulan
terakhir dan nafsu makan menurun. Pada anamnesis, ibu penderita mengaku anaknya tidak ada
riwayat : mimisan, perdarahan gusi, BAB berdarah, dan perdarahan aktif. Pada pemeriksaan fisik
hanya didapatkan : konjungtiva anemis, tidak ada pembesaran hepar maupun limpa. Pada
pemeriksaan laboratorium didapat Hb 5gr% leukosit 6900/mm3, trombosit 294/mm3, MCV 70fl,
MCH 26 pg, MCHC 20gr/dl.

Kata Sulit :

1. MCV : Mean Corpuscular Volume = Volume Eritrosit Rata-rata


2. MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin = Jumlah Rata-rata Hemoglobin dalam Eritrosit
3. MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration = perhitungan rata-rata
konsentrasi Hemoglobin dalam Eritrosit

Kata Kunci

1. Anak 8 tahun BB 20kg TB 100cm


2. Pucat 1 bulan terakhir, nafsu makan tidak ada
3. Konjungtiva anemis
4. Pemeriksaan lab : MCV, MCH, MCHC

PERTANYAAN DAN PEMBAHASAN :

1. ANAMNESIS

Beberapa komponen riwayat kesehatan:

1. Identifikasi data

Mengidentifikasi data seperti nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan. Sumber riwayat
biasanya pada pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman, surat rujukan. Pada
kasus ini anamnesis ditanyakan kepada Keluarga / yang membawa pasien.

2. Keluhan utama

16
Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari
perawatan atau rekam medis.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit yang dulu pernah di derita pasien

4. Riwayat Penyakit Sekarang

Menjelaskan keluhan utama, bagaimana perkembangan setiap gejala, waktu terjadinya


gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala muncul),
kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu, reaksi emosi,
atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya gejala), faktor yang meredakan atau
memperburuk gejala tersebut.

- Pasien malas makan sejak kapan?

- Apakah pasien pucat, karena malas makan?

- Apakah karena pasien malas makan, sehingga ia pucat?

Segi anamnesis penderita yang harus ditekankan adalah kebiasaan diet, data
infeksi terakhir atau penyakit kronis, latar belakang etnik, dan pemajanan terhadap obat
atau toksin. Diet selama bayi terutama berhibungan defisisensi besi. Bayi yang telah
diberi susu sapi atau formula yang tidak difortifikasi dengan besi sebalum umur 9 bulan
beresiko terhadap defisiensi besi.

Penting untuk menegakkan apakah anemia telah berkembang dengan lambat atau
dengan cepat. Anemia yang timbul amat mendadak dapat disertai dengan syok,
sedangkan anemia yang timbul dengan perlahan hanya memperlihatkan gejala pucat.
Anemia hemolitik dapat dicurigai pada penderita yang mempunyai riwayat anemia yang
tidak responsive terhadap pengobatan besi atau yang telah mengalami episode ikterus
berulang. Ikterus, dengan atau tanpa adanya splenomegali, dikenali sebagai bukti adanya
proses hemolitik. Pentingnya riwayat keluarga yang baik patut mendapat penekanan
karena anemia sering mempunyai dasar herediter.

17
5. Riwayat Penyakit Sekarang

2. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik :

1. Tanda - tanda vital


Tanda - tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, dan suhu.
Tekanan darah normal, nadi meningkat, frekuensi nafas normal atau sedikit meningkat,
suhu normal.
2. Inspeksi
Pada inspeksi akan ditemukan kulit pucat ( muka, telapak tangan, konjungtiva, daun
telinga, telapak kaki ) ;
 kuku menjadi rapuh, bergaris - garis vertikal dan menjadi cekung sehingga berbentuk
seperti sendok ( koilonikia )
 atrofi papil lidah dimana permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang
 stomatitis angularis ( keilosis ) peradangan pada sudut mulut berwarna pucat
keputihan.
3. Palpasi
Palpasi abdomen tidak ditemukan adanya perbesaran organ.
4. Auskultasi
Terdengar peningkatan denyut jantung ( takikardi ) yang merupakan kompensasi

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif
tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan
pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli,
yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

18
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flow cytometri atau
menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat
besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan
indicator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit
kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah
merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik< 70 fl dan makrositik> 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin(MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg,
mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom< 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan
pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah
merah. Dengan menggunakan flow cytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom
morfology flag.
4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relative
baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi
anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkatan
isositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi
paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin,
ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda
meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin
dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)

19
EP diukur dengan memakai haemato fluorometer yang hanya membutuhkan
beberapatetesdarahdanpengalamantekniknyatidakterlaludibutuhkan. EP naik pada tahap
lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan
besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum
dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai
dalam survey populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan
besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi
diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan
setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia,
rheumatoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain,
dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.
7. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein transport besi dan diukur bersama-sama dengan besi serum.
Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru
pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan
indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.
Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang
meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada
penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang
disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan
serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin
dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi
total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bias diikat secara khusus oleh plasma.

9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan
cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan
pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi,

20
yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik
untuk kekurangan zat besi.
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak
menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi.
Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang
tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung
lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada
wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara
lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan
mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini
mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum
feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada
wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut,
dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol.
Serum feritin diukur dengan mudah memakai Assay immuno radio metris (IRMA), Radio
immuno assay (RIA), atau Essay immuno absorben (Elisa).

Pemeriksaan Sumsum Tulang


Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan
untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari
kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian
pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan.
Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk
mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

Pemeriksaan Radiologi
- MRI
- Pemeriksaanfisik

21
Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh
Perhatian khusus diberikan pada
 Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami
 Kuku : koilonychias (kuku sendok)
 Mata : ikterus, konjugtivapucat, perubahan pada fundus
 Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
 Limfadenopati, hepatomegali, splenomegaly

4. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti desertai pmeriksaan penunjang ato laboratorium yang tepat.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta laboratorium ditemukan bahwa pasien
ini mengalami anemia mikrositik hipokrom, lebih tepatnya lagi Anemia Defifiensi Besi.
(lihat buku Ilmu Penyakit Dalam, DIAGNOSIS ADB)

5. DIAGNOSIS BANDING
 Thalasemia
Merupakan kelainan sintesis hemoblobin yang diturunkan akibat pengurangan produksi
satu atau lebih rantai globin.
Pada thasalemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara
untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah
merah yang meningkat meski anemia ringan, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah
merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV.
 Anemia Penyakit Kronik
Anemia yang ditemukan pada berbagai kelainan klinis kronis. Gambaran klinis yang
ditimbulkan:
 Kadar Hb berkisar 7-11g/dl
 Kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah
 Cadangan Fe jaringan tinggi
 Produksi sel darah merah berkurang\

22
Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilasi besi dan
makrofag oleh transferin.

 Anemia Sideroblastik
Anemia mikrositik-hipokrom yang ditandai adanya sel-sel darah merah abnormal
(sideroblas) dalam sirkulasi dan sumsum tulang.

6. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Etilogi

- Asupan besi yang berkurang pada jenis makanan Fe non-heme, muntah berulang pada bay,
dan pemberian makanan tambahan yang tidak sempurna
- Malabsorpsi pada enteritis dan proses malnutrisi (PEM)
- Kehilangan pengeluaran besi berlebihan pada perdarahan saluran cerna kronis seperti pada
divertikulum Meckel, poliposis usus, alergi susu sapi,dan infestasi cacing
- Kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan yang cepat pada bayi dan anak,
infeksi akut berulang dan infeksi menahun
- Depo besi yang kurang seperti pada berat badan lahir rendah,kembar
- Kombinasi dari etiologi di atas

Faktor resiko

a. Status hematologik wanita hamil


b. Berat badan lahir rendah
c. Partus, dimana terjadi kelahiran abnormal dan pengikatan talu pusat terlalu dini yang
tidak adekuat
d. Keadaan sosial, jenis makanan
e. Infeksi menahun dan infeksi akut berlangsung
f. Infeksi parasit,seperti ankilostoma, trichuris trichiura, dan amoeba

7. EPIDEMIOLOGI

23
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai. Dari berbagai data
yang dikumpulkan sampai saat ini , didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi di
Indonesia sebagai berikut : angka kejadian pada laki-laki dewasa 16-50% ; wanita tak hamil 25 -
48% ; wanita hamil 46-92%. Dikatakan bahwa prevalensi ADB tinggi pada perempuan berkaitan
dengan menstruasi dan pada ibu hamil karena kebutuhan bersama janin. Selain itu, ADB juga
sering pada anak - anak , ini berkaitan kebutuhan zat besi yang tinggi untuk pertumbuhan. ADB
ini merupakan masalah yang sering ditemukan dinegara yang masih berkembang,termasuk
Indonesia.

8. PATOFISIOLOGI

Anemia Hipokromik Mikrositer berarti sel darah merah yang terbentuk berukuran jauh lebih
kecil ketimbang ukuran normal dan mengandung sedikit sekali Hb di dalamnya. Fungsi utama
dari Eritrosit yaitu pengangkutan Hb yang selanjutnya mengangkut O2 dari paru-paru ke
jaringan. Fungsi besi dalam tubuh yaitu mengangkut Oksigen dari paru ke jaringan, untuk
mengangkut oksigen, zat besi harus bergabung dengan protein membentuk hemoglobin di dalam
eritrosit dan mioglobin di dalam serabut otot. Setiap 1 hemoglobin akan mengikat 4 atom besi
dan juga mengikat 4 molekul oksigen (8 atom oksigen).

Siklus besi :
Ketika besi diabsorpsi dari usus halus (duodenum dan jejunum), besi akan segera bergabung di
dalam plasma darah dengan apotransferin membentuk transferin, yang selanjutnya akan
diangkut ke dalam plasma. Besi ini berikatan secara longgar di dalam transferin dan akibatnya
dapat dilepaskan ke setiap sel jaringan di setiap tempat dalam tubuh. Kelebihan besi dalam darah
disimpan di hepatosit hati dan sedikit di sel retikuloendotelial sumsum tulang.
Dalam sitoplasma sel, besi ini akan bergabung dengan suatu protein, yakni apoferitin
membentuk feritin. Di tempat penyimpanan, terdapat besi yang disimpan dalam jumlah yang
lebih sedikit dan bersifat sangat tidak larut yakni hemosiderin. Bila jumlah besi dalam plasma
berkurang beberapa besi yang terdapat di penyimpanan feritin dilepaskan dengan mudah dan
diangkut dalam bentuk transferin di dalam plasma ke area tubuh yang membutuhkan.
Selanjutnya, bersama dengan besi yang terikat, transferin masuk ke dalam eritroblas dengan cara

24
endositosis. Di dalam eritroblas, transferin melepaskan besi secara langsung ke mitokondria,
tempat heme disintesis.
Bila masa hidup sel darah merah telah habis dan sel telah dihancurkan, maka hemoglobin yang
dilepaskan dari sel akan dicerna oleh sel makrofag, kemudian terjadi pelepasan besi bebas dan
disimpan terutama di tempat penyimpanan feritin yang akan digunakan sesuai kebutuhan untuk
pembentukan Hb baru (Fisiologi Guyton Edisi 11)

Patogenesis anemia defisiensi besi


Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi menurun, keadaan
ini disebut iron depleted state atau negative iron balance . Keadaan ini oleh penurunan kadar
feritin serum, peningkatan absorbs besi dalam usus serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negatif Apabila kekurangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis
belum terjadi. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga
kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut
sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada
beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta
berbagai gejala lainnya (Bakta, 2006).

Patofisiologi anemia defisiensi besi


Ketika kekurangan Fe maka beberapa sistem di dalam tubuh kita juga mengalami gangguan.
a. Sistem hematologi  anemia defisiensi besi
b. Sistem neuromuscular  gangguan kapasitas kerja  penurunan kesegaran jasmani
c. Sistem imun  gangguan imunitas  terutama berpengaruh pada ketahanan terhadap infeksi
 penyediaan besi pada bakteri berkurang sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang
berakibat pada ketahanan infeksi  fe dibutuhkan oleh enzim untuk sintesis DNA dan enzim
mieloperoksidase netrofil sehingga terjadi penurunan imunitas seluler
d. Sistem metabolisme  penurunan fungsi myoglobin (berpengaruh pada enzim sitokrom dan
gliserofosfat oksidase  gangguan glikolisis  mengakibatkan penumpukan asam laktat 
mengakibatkan kelelahan otot.
e. Sistem reproduksi  terjadi gangguan pada ibu hamil dan janinnya

25
- Pada ibu hamil  kekurangan fe  penurunan produksi eritrosit  penurunan kadar Hb 
penurunan pasokan oksigen  dapat mengakibatkan prematuritas serta morbiditas fetomaternal
(kematian ibu dan janin)  terjadi peningkatan angka kematian maternal  karena sering terjadi
infeksi dan mengalami gangguan partus
- Pada janin  gangguan proses mental dan kecerdasan  berpengaruh pada perkembangan
kognitif dan non kognitif  hal ini karena terjadi gangguan pada enzim aldehidoksidase. Enzim
aldehid oksidase ini berperan dalam proses oksidasi-reduksi dalam sel untuk menetralkan toksin.
Enzim Oksidase mengandung tembaga Sitokrom oksidase yang merupakan hemoprotein yang
tersebar luas dalam banyak jaringan, dengan gugus prostetik heme yang secara khas ditemukan
dalam myoglobin dan hemoglobin  karena enzim aldehid oksidase terganggu maka
menyebabkan penumpukkan serotonin serta enzim amino oksidase terjadi penumpukkan
katekolamin dalam otak  susah berkonsentrasi
(Sudoyo, 2009).
f. Pada Sistem Saraf Pusat, << O2  sakit kepala, pusing, pingsan, tinnitus.
g. Pada Gastrointestinal sistem  anoreksia, mual, konstipasi, diare, stomatitis  defisiensi zat
tertentu seperti besi.
h. Pada musculoskeletal system  meningkatnya aktivitas sumsum tulang sebagai respon
peningkatan eritropoietin dapat menyebabkan nyeri sternal dan nyeri tulang yang difus. Papila
lidah juga mengalami atrofi.
i. Pada system kardiovaskuler  Jika kehilangan darahnya mendadak (30% atau lebih) 
perdarahan  hipovolemia dan hipoksia  gelisah, diaphoresis (keringat dingin), takikardi,
napas pendek, berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok.
j. Jika kehilangan SDM dalam beberapa bulan (pengurangan sebanyak 50%)  tubuh
beradaptasi  pasien asimptomatik, kecuali pada kerja fisik berat.
Tubuh beradaptasi dengan cara :
- Meningkatkan curah jantung dan pernafasan  meningkatkan suplai O2 ke jaringan oleh
SDM  takikardi dan bising jantung
- Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
- Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan

26
- Redistribusi aliran darah ke organ vital (vasokonstriksi)  volume darah menuju jaringan
yang lain berkurang  Hb <<  pucat pd bantalan kuku, telapak tangan, membran mukosa
mulut, konjunctiva.

9. PENATALAKSANAAN
 Pengobatan Kausal.
 Makanan yang adekuat.
 Pemberian preparat besi (sufas ferosus) 3 x 10 mg/kgBB/hari. Agar penyerapan baik
ditambahkan juga vitamin C dan penambahan protein hewani.
 Transfusi darah diberikan jika Hb < 5 g/dl dan disertai dengan keadaan umum jelek.

10. KOMPLIKASI
1. Gagal jantung
Anemia defisiensi besi menyebabkan kadar hemoglobin berkurang sehingga oksigen
yang dibawa dalam berkurang. Tubuh akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan
denyut nadi sehingga terjadi takikardia. Takikardia yang berlangsung lama akan
menyebabkan hipertrofi ventrikel sinistra. Apabila terus berlanjut akan berakibat pada
gagal jantung.
2. Gangguan Pertumbuhan
3. Imunitas Berkurang  Mudah terkena penyakit infeksi
Respon kekebalan terganggu akibat berkurangnya pembentukan sel limfosit-T yang
disebabkan berkurangnya sintesis DNA. Sintesis DNA berkurang karena gangguan enzim
reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi. Selain itu sel
darah putih tidak bekerja secara efektif akibat kekurangan besi; Defisiensi besi
mengganggu kerja enzim mieloperoksidase yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh
4. Gangguan gastrointestinal
5. Gangguan pernapasan seperti sesak napas

11. PROGNOSIS

27
Prognosis: anemia defisiensi besi kronis jrg mnjd penyebab langsung dari kematian namun,
anemia defisiensi besi sedang atau berat dpt menghasilkan hipoksia yg cukup untuk
memperburuk gangguan paru dan jantug yg mendasarinya.
Pada anak2, tingkat pertumbuhan dapat melambat (kemampuan belajar kurang/ lemot), IQ
rendah dengan prognosis buruk juga dapat menyebabkan neoplasia.

12. EDUKASI & PENCEGAHAN


Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu
tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa :
1. Pendidikan Kesehatan
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik di daerah
tropic
3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi pada penduduk yang rentan :ibu hamil, anak-
anak
4. Mencampurkan besi pada bahan makanan (tepung untuk roti atau bubuk susu dengan
besi)

28
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ilmu Penyakit Dalam FKUI Edisi V Volume 2. 2009

Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Guyton and Hall Edisi 11

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Sylvia Price and Lorraine Wilson Edisi 6
Volume 1

Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2

Materi Kuliah Pakar dari Prof. Linda Rotty

Setiabudy, Rahajuningsih D. 2007. Hemostatis dan Trombosis. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1989. Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI.

Tim Penyusun. 2007. Buku Pedoman Mahasiswa: Blok IV Hematologi. Surakarta: Unit
Pengembangan Pendidikan FK UNS.

Warkentin TE. Thrombocytopenia due to platelet destruction and hypersplenism. In: Hoffman R,
Benz EJ Jr, Shattil SJ, et al., eds. Hematology: basic principles and practice. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier, 2005: 2305-25.

Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 9.
Terj. : Gandasoebroto, et al. Jakarta: EGC. Yuwono. 1998. Hitung Trombosit. In: Pangantar
Analisa Laboratorium Patologi Klinik I. Surakarta: UNS.

29

Anda mungkin juga menyukai