PERDARAHAN
Oleh:
KELOMPOK IA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan anugerah-Nya lah yang
dilimpahkan kepada kami Kelompok IA, sehingga makalah tutorial tugas pada Blok
Hematologi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami dari kelompok IA ingin menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing dan teman-teman serta berbagai
pihak yang telah banyak membantu penyusun makalah tutorial dalam Blok Hematologi
ini.
Akhirnya, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita serta dalam menyusun
makalah selanjutnya.
Penyusun,
SKENARIO 1
Seorang anak, wanita, umur 5 tahun, dibawa ke rumah sakit karena ada
bintik-bintik merah di lengan, tungkai, dan badan, dan keluar darah dari anusnya, serta
tidak disertai demam. Enam hari sebelumnya anak tersebut baru sembuh dari batuk
pilek.
Kata Kunci
Anak 5 tahun
Bintik merah di lengan,tungkai, badan
serta keluar darah dari anus
tidak demam
6 hari sebelumnya baru sembuh batuk pilek
Perdarahan
Dalam keadaan normal, darah terdapat di dalam pembuluh darah (arteri, kapiler dan
vena). Jika terjadi perdarahan, darah keluar dari pembuluh darah tersebut, baik ke
dalam maupun ke luar tubuh. Tubuh mencegah atau mengendalikan perdarahan
melalui beberapa cara.
Homeostatis adalah cara tubuh untuk mengentikan perdarahan pada pembuluh darah
yang mengalami cedera. Hal ini melibatkan 3 proses utama:
Kelainan pada proses ini bisa menyebabkan perdarahan ataupun pembekuan yang
berlebihan, dan keduanya bisa berakibat fatal.
Pembuluh darah merupakan penghalang pertama dalam kehilangan darah. Jika sebuah
pembuluh darah mengalami cedera, maka pembuluh darah akan mengkerut sehingga
aliran darah keluar menjadi lebih lambat dan proses pembekuan bisa dimulai.Pada saat
yang sama, kumpulan darah diluar pembuluh darah (hematom) akan menekan
pembuluh darah dan membantu mencegah perdarahan lebih lanjut.
Segera setelah pembuluh darah robek, serangkaian reaksi akan mengaktifkan trombosit
sehingga trombosit akan melekat di daerah yang mengalami cedera. Perekat yang
menahan trombosit pada pembuluh darah ini adalah faktor von Willebrand, yaitu suatu
protein plasma yang dihasilkan oleh sel-sel di dalam pembuluh darah. Kolagen dan
protein lainnya (terutama trombin), akan muncul di daerah yang terluka dan
mempercepat perlekatan trombosit. Trombosit yang tertimbun di daerah yang terluka
ini membentuk suatu jaring yang menyumbat luka; bentuknya berubah dari bulat
menjadi berduri dan melepaskan protein serta zat kimia lainnya yang akan menjerat
lebih banyak lagi trombosit dan protein pembekuan.
Trombin merubah fibrinogen (suatu faktor pembekuan darah yang terlarut) menjadi
serat-serat fibrin panjang yang tidak larut, yang terbentang dari gumpalan trombosit
dan membentuk suatu jaring yang menjerat lebih banyak lagi trombosit dan sel darah.
Serat fibrin ini akan memperbesar ukuran bekuan dan membantu menahannya agar
pembuluh darah tetap tersumbat. Rangkaian reaksi ini melibatkan setidaknya 10 faktor
pembekuan darah.
Suatu kelainan pada setiap bagian proses hemostatik bisa menyebabkan gangguan.
Pembuluh darah yang rapuh akan lebih mudah mengalami cedera atau tidak dapat
mengkerut. Pembekuan tidak akan berlangsung secara normal jika jumlah trombosit
terlalu sedikit, trombosit tidak berfungsi secara normal atau terdapat kelainan pada
faktor pembekuan. Jika terjadi kelainan pembekuan, maka cedera yang ringan pun bisa
menyebabkan kehilangan darah yang banyak.
Sebagian besar faktor pembekuan dibuat di dalam hati, sehingga kerusakan hati yang
berat bisa menyebabkan kekurangan faktor tersebut di dalam darah. Vitamin K (banyak
terdapat pada sayuran berdaun hijau) sangat penting dalam pembuatan bentuk aktif
dari beberapa faktor pembekuan. Karena itu kekurangan zat gizi atau obat-obatan yang
mempengaruhi fungsi normal vitamin K (misalnya warfarin) bisa menyebabkan
perdarahan. Kelainan perdarahan juga bisa terjadi jika pembekuan yang berlebihan
telah menghabiskan sejumlah besar faktor pembekuan dan trombosit atau jika suatu
reaksi autoimun menghalangi aktivitas faktor pembekuan.
Reaksi yang menyebabkan terbentukan suatu gumpalan fibrin diimbangi oleh reaksi
lainnya yang menghentikan proses pembekuan dan melarutkan bekuan setelah
keadaan pembuluh darah membaik. Tanpa sistem pengendalian ini, cedera pembuluh
darah yang ringan bisa memicu pembekuan di seluruh tubuh. Jika pembekuan tidak
dikendalikan, maka pembuluh darah kecil di daerah tertentu bisa tersumbat.
Penyumbatan pembuluh darah otak bisa menyebabkan stroke; penyumbatan
pembuluh darah jantung bisa menyebabkan serangan jantung dan bekuan-bekuan kecil
dari tungkai, pinggul atau perut bisa ikut dalam aliran darah dan menuju ke paru-paru
serta menyumbat pembuluh darah yang besar di paru-paru (emboli pulmoner).
Perdarahan hebat dapat terjadi akibat defisiensi salah satu dari faktor-
faktor pembekuan. Tiga jenis utama perdarahan adalah: 1) perdarahan akibat defisiensi
vitamin K, 2) hemofilia, dan 3) trombositopenia.
Tipe trombos :
1. Trombos putih tersusun dari trombosit serta fibrin dan relative kurang
mengandung eritrosit (pada tempat luka atau dinding pembuluh darah
yang abnormal, khususnya didaerah dengan aliran yang cepat (arteri).
2. Trombos merah terutama terdiri atas erotrosit dan fibrin. Terbentuk pada
daerah dengan perlambatan atau stasis aliran darah dengan atau tanpa
cedera vascular, atau bentuk trombos ini dapat terjadi pada tempat luka
atau didalam pembuluh darah yang abnormal bersama dengan sumbat
trombosit yang mengawali pembentukannya.
3. Endapan fibrin yang tersebar luas dalam kapiler/p.darah yang amat kecil.
Lintasan intrinsic
Lintasan intinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping
prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid
trombosit. Lintasan ini membentuk factor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan
“fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, factor
XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara
in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel.
Factor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan factor IX, menjadi
enzim serin protease, yaitu factor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan
Arg-Ile dalam factor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu factor
Xa. Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang
dinamakan kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan
factor IXa dan factor X. Perlu kita perhatikan bahwa dalam semua reaksi yang
melibatkan zimogen yang mengandung Gla (factor II, VII, IX dan X), residu Gla
dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat
pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan kompleks tenase,
trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik
(anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada
sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan
precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai resepto untuk factor
IXa dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin
dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk factor VIIIa, yang selanjutnya
diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.
Lintasan Ekstrinsik
Lntasan Terakhir
Bintik merah pada lengan, tungkai, dan badan menunjukkan adanya pendarahan
di bawah kulit yang mengenai kapiler-kapiler kecil. Normalnya pendarahan pada
kapiler ini dapat diatasi dengan mekanisme hemostasis tubuh. Biasanya
perdarahan di karenakan bakteri streptococcus β hemolitikus yang mampu
menghasilkan suatu produk yang disebut streptolisin O yang mempunyai efek
dapat menimbulkan peradangan pada pembuluh darah yang di sebut vaskulitis
sistemik yang menyebabkan permeabilitas vaskuler meningkat sehingga plasma
darah mudah keluar dari pembuluh darah atau ekstravasasi ke ruang interstitial
dan timbulah bintik- bintik merah yang di sebut purpura.
Keluhan keluar darah dari anus di kerenakan ekstravasasi ke dalam saluran
cerna yang dapat menimbulkan perdarahan.
Pada skenario ini, sang anak tidak menderita demam. Demam merupakan suatu
gejala sistemik yang timbul apabila kita terpapar oleh suatu benda asing/
masuknya benda asing dalam tubuh kita. Sistem imun akan bereaksi untuk
melawan benda asing tersebut, dan memberikan alaram bagi tubuh kita bahwa
ad benda asing yang msuk dalam tubuh dengan munculnya gejala-gejala
tertentu yang tergantung dari sistem imun kita. Oleh sebab itu pada skenario ini
sang anak tidak menderita demam, namun hanya menderita pilek dikarenakan
sistem imunnya masih bisa melawan untuk timbulnya demam dalam tubuhnya.
SCH 3-7thn
tungka P:L=3: saluran
i dan 2 cerna
siku
Diferensial Diagnosis
1. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Definisi
Etiologi
Gambaran Klinis
o Perdarahan: kulit (peteki dan ekimosis), perdarahan mukosa
(epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dll), esay
bruising dan perdarahan organ.
o Hemorrahagic tissue necrosis dan oklusi multiple pembuluh
darah kecil sehingga menimbulkan multiple organ failure
antara lain:
- Ginjal: menimbulkan gagal ginjal
- Hati menimbulkan ikterus
- Pembuluh darah tepi menimbulkan gangreng
- Otak menimbulkan kesadaran menurun
o Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab DIC
Patofisiologi
Apabila terjadi robekan pada pembuluh darah maka system
fibrinolitik akan di aktivasi oleh thrombin dalam sirkulasi, yang
memecah fibrinogen menjadi monomer fibrin. Thrombin juga
merangsang agregasi trombosit, mengaktivasi factor V dan VIII
serta melepas activator plasminogen, yang membentuk plasmin.
Plasmin memecah fibrin, membentuk produk-produk degradasi
fibrin dan selanjutnya menginaktivasi factor V dan VIII. Aktivasi
thrombin yang berlebihan mengakibatkan berkurangnya fibrinogen,
trombositopenia, factor-faktor koagulasi, fibrinolisis yang
mengakibatkan pendarahan difus.
Penatalaksanaan
o Terai terhadap panyakit dasar merupakan tindakan yang
paling penting
o Terapi suportif dengan darah segar, fresh frozen plasma,
fibrinogen atau platelet konsentrat
o Pemberian heparin. Sampai saat ini pemberian heparin
masih kontrofersial karena dapat menimbulkan atau
menambahkan perdarahan.
Pemeriksaan Laboratorium
2. ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura )
Definisi
ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan
trombositopenia yang menetap (angka trombosit daraf perifer
kurang dari 150.000/ µL)
Etiologi
Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh
antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIa
atau Ib. Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagosit oleh
makrofag dalam Sistem Retikuloendotelial terutama lien, akibatnya akan
terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompensasi dalam
bentuk peningkatan megakariosit dalam sumsum tulang.
Patofisiologi
Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibodi)
pembentukan neoantigen produksi antibodi cukup trombositopeni
perdarahan (purpura, menorrhagia, perdarahan gusi) splenomegali.
Gejala Klinis
Klasifikasi ITP
o Lebih sering terjadi pada anak (2-7 tahun), setelah infeksi vrus akut atau
vaksinasi.
o Ruam purpura atau epistaksis sering terjadi
o Sebagian besar sembuh spontan, 5-10% berkembang menjadi kronik
(berlangsung lebih dari 6 bulan)
o Sebagian kecil mengalami perdarahan di mukosa.
o Jika trombosit lebih dari 20.000/ml tidak diperlukan terapi khusus, jika
kurang dari angka tersebut diberikan steroid atau immunoglobulin
intravena.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah tepi: trombosit paling sering antara 10.000-
50.000/mm3
Sum-sum tulang: jumlah megakariosit meningkaa di sertai inti
banyak (multinuclearity) di sertai koagulasi
Immunologi: adanya anti platelet IgG pada permukaan
trombosit atau dalam serum. Yang lebih spesifik adalah
antibody terhadap gpIIb/IIIa atau gpIb.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ITP akut adalah tanpa pengobatan, jadi sembuh
spontan; keadaan berat kortikosteroid ( prednison ) peroral dengan
atau tanpa transfusi darah keadaan sangat gawat ( perdarahan
otak) transfusi suspensi trombosit; Ig secara IV biasa dalam dosis
tinggi : 0,4gr / kgBB / hr selama 5 hr. Menyebabkan blokade pd RES.
Pada ITP kronik adalah pemberian kortikosteroid selama 6 bulan
( azatioprin, siklofosfamid), splenektomi jika resisten thd prednison
dan obat imunosupresif.
3. HENOCH-SCHÖNLEIN PURPURA
Definisi
Adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah
kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura
nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan
gastrointestinalis, dan kadang – kadang nefritis atau hematuria. Nama lain
penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik dan vaskulitis
alergik.
Etiologi
Gambaran Klinis
purpura pada ektremitas bawah
edema lokal
permukaan ekstensor pada pantat
Nyeri perut ; bisa karena kelainan ginjal
nyeri tulang ; AR
melena, muntah
Patofisologi
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit
kompleks imun yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya
aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan
aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi
termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga
terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi
dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis, artritis dan
perdarahan gastrointestinalis.
Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam
patogenesis PHS, seperti perubahan produksi interleukin dan faktor
pertumbuhan yang berperan dalam mediator inflamasi. TNF, IL-1
dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya
kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat
menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel
endotel. Meningkatnya faktor pertumbuhan endotel vaskuler dapat
setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap
terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin (ET), yang
merupakan hormon vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel
endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih
besar pada fase akut penyakit ini dibanding pada fase remisi.
Namun tingginya kadar ET-1 tidak memiliki hubungan dengan
tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan fase
akut.
Penatalaksanaan
1. Istirahat yang cukup
2. Kortikosteroid bila ada edema dan nyeri sendi
3. Hindari faktor pemicu (infeksi bakteri, makanan yang
terkontaminasi ; susu, telur, obat)
4. Antibiotik
Pemeriksaan Penunjang
1. Apusan tenggorok
Sumber: