Anda di halaman 1dari 38

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA
Makassar, 21 Juli 2023

LAPORAN KELOMPOK PBL


MODUL 3 “PERDARAHAN” SKENARIO 3 BLOK
IMUNOLOGI & HEMATOLOGI

Tutor: dr. Nurfachanti Fattah, M.Kes.


Disusun oleh: Kelompok 6A

Syafirah Abu Bakar 11020220034


Amanda 11020220036
Fatimah Azzahrah Makki 11020220038
Ika 11020220052
A. Nurfhadillah Abbas 11020220062
Nurul Hikmah 11020220080
Muhammad Erlangga Dewantara Djoharam 11020220088
Andi Mufidah Rizka Mulyadi 11020220092
Widya Hernita Herman 11020220126
Tri Astuti 11020220129

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyusun Laporan Diskusi Pengayaan. Shalawat serta
salam semoga Allah SWT sampaikan kepada junjungan kita semua yaitu kepada Baginda
Rasulullah SAW yang menjadi tauladan kita semua, juga sebagai motivator kita dalam
menuntut ilmu hingga sampai saat ini.

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, akhirnya laporan ini dapat diselesaikan.


Laporan ini merupakan kelengkapan bagi mahasiswa agar dapat memahami konsep masalah
yang telah diberikan. Laporan ini juga diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa dalam
menyelesaikan masalah.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami, dr. Nurfachanti-
Fattah, M.Kes. yang telah membimbing kami pada saat diskusi serta memberi masukan-
masukan kepada kelompok kami. Dalam Blok Imunologi dan Hematologi kedokteran
terdapat sebuah agenda perkuliahan berupa diskusi kelompok, dimana mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia melakukan diskusi mengenai kasus pada Blok
Imunologi dan Hematologi. Sekiranya mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan
dalam penulisan laporan ini karena semata-mata kami hanya manusia biasa yang tak luput
dari kesalahan.

Makassar, 21 Juli 2023

Kelompok 6A
SKENARIO 3
Anak laki-laki berusia lima tahun dirujuk dari Puskesmas dengan keluhan bintik bintik
merah di kedua siku dan punggung kaki, disertai nyeri perut di umbilikus dan nyeri sendi yang
tidak berpindah-pindah. Ada riwayat batuk pilek dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Hasil
pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal, tidak pucat dan tidak ada organomegali. Hasil
pemeriksaan urin terdapat hematuria. Hasil Pemeriksaan darah rutin: Hemoglobin 11 g/dL,
Leukosit 7.000 mm3 , dan kadar Trombosit 290.000/mm3 , Rumple Leede positif.

I. KATA SULIT
1. Hematuria: terdapatnya hematin (heme) dalam urin (dorland
2. Rumple Leede: Uji kerapuhan kapiler (juga dikenal sebagai uji kerapuhan
kapiler Rumple-Leede atau uji tourniquet) menentukan kerapuhan kapiler dan
merupakan metode diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan
hemoragik pasien (Amer Wahed, Amitava Dasgupta. Hematology and
Coagulation: A Comprehensive Review for Board Preparation, Certification and
Clinical Practice. Elsevier. (2015)
3. Organomegali: Pembesaran alat alat dalam (organ organ)
II. KALIMAT KUNCI
1. Seorang anak berusia 6 tahun
2. Keluhan bintik merah di siku dan di punggung kaki
3. Nyeri perut di umbilikus dan nyeri sendi yang tidak berpindah pindah
4. Ada Riwayat batuk pilek sebelum masuk rumah sakit
5. Hasil pemeriksaan urin hematuria.
III. PERTANYAAN
1. Bagaimana definisi, mekanisme, dan gangguan pada hemostasis?
2. Bagaimana patofisiologi kelainan perdarahan vaskuler yang menyebabkan
bintik merah di kedua siku dan punggung kaki sehingga rumple leede
positif ?
3. Apa yang menyebabkan nyeri perut di umbilikus pasien?
4. Apa yang menyebabkan nyeri sendi yang menetap?
5. Apakah ada hubungan Riwayat batuk pilek dengan keluhan pasien?
6. Apa Patofisiologi dan penyebab terjadinya hematuria?
7. Langkah Langkah diagnosis pada skenario?
8. Apa diagnosis banding yang sesuai dengan skenario?
9. Apa pencegahan dan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
skenario?
10. Perspektif islam!

IV. PEMBAHASAN
1. Bagaimana definisi, mekanisme, dan gangguan pada hemostasis?
A. DEFINISI
Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh
darah yang rusak yaitu, penghentian hemoragik (hemo berarti "darah";
stasis berarti "mempertahankan"). Untuk terjadinya perdarahan dari
suatu pembuluh, dinding pembuluh harus mengalami kerusakan dan
tekanan di bagian dalam pembuluh harus lebih besar daripada tekanan di
luarnya untuk memaksa darah keluar dari kerusakan tersebut. Kapiler
kecil, arteriol, dan venula sering pecah oleh trauma ringan dalam
kehidupan sehari-hari; trauma-trauma semacam ini adalah penyebab
tersering perdarahan meskipun kita sering bahkan tidak menyadari
bahwa telah terjadi kerusakan. Mekanisme hemostatik bawaan tubuh
secara normal sudah memadai untuk menambal kerusakan dan
menghentikan pengeluaran darah dari pembuluh mikrosirkulasi halus
ini. Hemostasis melibatkan tiga langkah utama: (1) spasme vaskular, (2)
pembentukan sumbat trombosit, dan (3) koagulasi darah (pembentukan
bekuan darah), (4) fibrolisis . Trombosit memiliki peranan kunci dalam
hemostasis.

B. MEKANISME
1. Spasme vaskuler. Pembuluh darah yang tersayat atau robek
akan segera berkonstriksi. Mekanisme yang mendasari hal ini
belum jelas, tetapi diperkirakan merupakan suatu respons
intrinsik yang dipicu oleh suatu zat parakrin yang dilepaskan
secara lokal dari lapisan endotel pembuluh yang cedera atau
spasme vaskular, memperlambat aliran darah melalui kerusakan
dan memperkecil kehilangan darah. Permukaan-permukaan
endotel yang saling berhadapan juga saling menekan oleh
spasme vaskular awal ini sehingga permukaan tersebut menjadi
lekat satu sama lain dan semakin menambal pembuluh yang
rusak.
2. pembentukan sumbat trombosit. Trombosit dalam keadaan
normal tidak melekat ke permukaan endotel pembuluh darah
yang licin tetapi mereka melekat ke pembuluh darah yang rusak.
Ketika permukaan endotel terganggu karena cedera pada
pembuluh darah, faktor von Willebrand (vWF), suatu protein
plasma yang disekresikan oleh megakariosit, trombosit, dan sel
endotel serta selalu ada di plasma, melekat ke kolagen yang
terpajan. Kolagen adalah protein fibrosa di jaringan ikat dibawah
lapisan endotel. Faktor von Willebrand memiliki tempat
perlekatan yang merupakan tempat melekatnya trombosit yang
bergerak cepat melalui reseptor permukaan-selnya yang spesifik
bagi protein plasma ini. Karena itu, faktor vWF berfungsi
sebagai jembatan antara trombosit dan pembuluh darah yang
cedera. Perlekatan ini mencegah trombosit untuk tersapu oleh
sirkulasi. Lapisan trombosit yang tersumbat ini membentuk dasar
dari sumbatan trombosit hemostatik pada tempat yang
mengalami kerusakan. Kolagen mengaktifkan ikatan trombosit.
Pada keadaan normal trombosit berbentuk seperti cakram dan
memiliki permukaan yang halus.
3. koagulasi darah (pembentukan bekuan darah). koagulasi
darah, atau pembekuan darah, adalah transformasi darah dari
cairan menjadi gel padat. Pembentukan bekuan di atas sumbat
trombosit memperkuat dan menopang sumbat, meningkatkan
tambalan yang menutupi kerusakan pembuluh. Selain itu,
sewaktu darah di sekitar kerusakan pembuluh memadat, darah
tidak lagi dapat mengalir. Pembekuan darah adalah mekanisme
hemostatik tubuh yang paling kuat. Mekanisme ini diperlukan
untuk menghentikan perdarahan dari semua kecuali
kerusakan-kerusakan yang paling kecil.
4. Fibrolisis. Langkah terakhir dalam pembentukan bekuan adalah
perubahan fibrinogen, suatu protein plasma larut berukuran besar
yang dihasilkan oleh hati dan secara normal selalu ada di dalam
plasma, menjadi fibrin, suatu molekul tak-larut berbentuk
benang. Perubahan menjadi fibrin ini dikatalisis oleh enzim
trombin di tempat cedera. Molekul-molekul fibrin melekat ke
permukaan pembuluh yang rusak, membentuk jala longgar yang
menjerat sel-sel darah, termasuk agregat trombosit. Massa yang
terbentuk, atau bekuan, biasanya tampak merah karena
banyaknya SDM yang terperangkap tetapi bahan dasar bekuan
dibentuk dari fibrin yang berasal dari plasma. tuk benang.
Perubahan menjadi fibrin ini dikatalisis oleh enzim trombin di
tempat cedera. Molekul-molekul fibrin melekat ke permukaan
pembuluh yang rusak, membentuk jala longgar yang menjerat
sel-sel darah, termasuk agregat trombosit. Massa yang terbentuk,
atau bekuan, biasanya tampak merah karena banyaknya SDM
yang terperangkap tetapi bahan dasar bekuan dibentuk dari fibrin
yang berasal dari plasma

gambar 1.1 mekanisme terjadinya hemostasis normal


C. GANGGUAN HEMOSTASIS
1. Perubahan pembuluh darah: Gangguan pembuluh darah
adalah kelompok penyakit atau kondisi heterogen yang ditandai
dengan mudah pecah, dengan konsekuensi pendarahan pembuluh
kecil (arteriol dan kapiler), Vaskular ungu biasanya mengalami
pendarahan kecil di kulit, dan di dalamnya tes koagulasi dan
jumlah trombosit biasanya normal. Penyakit yang disebabkan
gangguan pembuluh darah:
● Purpura Henoch-Schonlein, Merupakan penyakit
autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas
vaskulitis paling sering ditemukan pada anak-anak.
● Scurvy, gangguan nutrisi yang disebabkan defisiensi
vitamin C yang menyebabkan kegagalan sintesis kolagen
dan pembentukan osteoid yang mengakibatkan
osteoporosis dan disertai perdarahan subperiosteal dan
submukosa.
2. Gangguan Trombosit: kelainan trombosit yang diwariskan
merupakan penyebab sindrom hemoragik, meskipun jarang,
mulai dari perdarahan minimal hingga parah. Kita dapat
membedakan dua jenis perubahan.
a. Trombositopenia: Yaitu ketika trombosit di bawah
150.000/mm3. Kemungkinan perdarahan saat
menghadapi trauma meningkat bila jumlahnya antara
50.000 dan 100.000/mm3 dan bila angkanya kurang dari
20.000/mm3, ada resiko perdarahan spontan.
Menggambarkan berbagai kemungkinan yang
membedakan antara perubahan produksi, peningkatan
kehancuran, perubahan distribusi dan penyakit idiopatik
atau keturunan, juga disebut trombositopenia herediter
(kerabat trombositopenia). Di dalamnya, tidak ada jumlah
trombosit yang cukup untuk memastikan hemostasis.
Mereka biasanya mengalami trombositopenia ringan atau
sedang dengan sedikit riwayat perdarahan sesuai dengan
jumlah trombosit.
b. Trombositopati: Gangguan fungsional trombosit
umumnya diklasifikasikan menjadi gangguan primer atau
herediter dan sekunder atau didapat. Kelainan primer
fungsi trombosit jarang terjadi. Sebaliknya, kelainan yang
didapat sangat umum dan berhubungan dengan penyakit
umum dalam praktik klinis dan perawatan yang diberikan
kepada pasien.
Penyakit yang disebabkan oleh gangguan trombosit:

● Purpura trombositopenik imun (PTI), PTI adalah suatu


penyakit perdarahan yang didapat sebagai akibat dari
penghancuran trombosit yang berlebihan, yang ditandai
dengan trombositopenia (trombosit <100.00mm3),
purpura, gambaran darah tepi yang umumnya normal dan
tidak ditemukan penyebab trombositopenia yang lainnya.
● Penyakit von willebrand (PVW), PVW adalah kelainan
perdarahan herediter disebabkan oleh defisiensi faktor von
willebrand. Pvw ini membantu trombosit melekat pada
dinding pembuluh darah dan antara sesamanya, yang
diperlukan untuk pembekuan darah yang diperlukan
untuk pembekuan darah yang normal.
3. Cacat faktor koagulasi lainnya: Frekuensinya rendah, kecuali
Faktor XI, berkisar antara 1/500.00 untuk F VII dan 1/2.000.000
untuk protrombin (FII). Semua memiliki keturunan autosomal
dan, kecuali defisiensi F XI, heterozigot biasanya tidak memiliki
manifestasi klinis yang signifikan.
a. Gambar Hiperkoagulabilitas: Juga dikenal sebagai
trombofilia dan dapat didefinisikan sebagai entitas klinis
dengan kecenderungan hiperkoagulabilitas dan trombosis,
dapat diwariskan atau didapat. Terlepas dari bukti yang
ditunjukkan dalam banyak penelitian dalam kasus
anak-anak yang menderita stroke, peningkatan kejadian
kelainan / faktor trombogenik yang berasal dari keturunan
ini, mereka sendiri tidak dapat sepenuhnya menjelaskan
penampilan mereka, karena hanya merupakan faktor
risiko kecil / sedang.
Penyakit yang disebabkan gangguan koagulasi:
● Hemophilia A dan B. Hemophilia adalah penyakit
perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive
pada kromosom X.
● Disseminate intravascular coagulation (DIC). DIC
merupakan Merupakan suatu keadaan dimana sistem
koagulasi dan/ atau fibrinolitik teraktivasi secara sistemik,
menyebabkan koagulasi intravaskular luas dan melebihi
mekanisme antikoagulan alamiah.
4. Patologi fibrinolisis:
a. Defisit α2 antiplasmin: Transmisi resesif autosomal.
Perdarahan muncul karena bentuk hiper fibrinolitik dan
homozigot mirip dengan hemofilia. Perawatan dilakukan
dengan plasma dan antifibrinolitik digunakan sebagai
pencegahan.
b. Deficit inhibitor-1 plasminogen activator: manifestasi
hemoragik muncul karena kurangnya kontrol fibrinolisis
dan tidak menghambat aktivitas faktor aktivasi
plasminogen. (19)

2. Bagaimana patofisiologi kelainan perdarahan vaskuler yang menyebabkan


bintik merah di kedua siku dan punggung kaki sehingga rumple leede
positif ?
Kelainan perdarahan akibat kelainan vaskuler, Perdarahan abnormal
dapat disebabkan oleh:
1. Kelainan vaskular
2. Trombositopenia
3. Gangguan fungsi trombosit; atau
4. Gangguan koagulasi
Kelainan vaskuler dan trombosit cenderung disertai oleh perdarahan dari selaput
lendir dan pada kulit, sedangkan pada kelainan koagulasi perdarahan sering
terjadi pada sendi atau jaringan lunak.
KELAINAN PERDARAHAN VASKULAR
Kelainan vaskular adalah sekelompok keadaan heterogen, yang ditandai oleh
mudah memar dan perdarahan spontan dari pembuluh darah kecil. Kelainan
yang mendasari terletak dalam pembuluh darah itu sendiri atau dalam jaringan
ikat perivaskular. Sebagian besar kasus perdarahan akibat defek vaskuler saja
tidak bersifat parah. Perdarahan yang seringkali terjadi terutama pada kulit
menimbulkan petekie, ekimosis, atau keduanya, Pada beberapa kelainan,
terdapat juga perdarahan dari selaput lendir. Pada keadaan-keadaan seperti ini,
uji penyaring yang standar memberi hasil normal. Masa diagnosis kelainan
trombosit, 242 Transfusi trombosit, 243 perdarahan normal dan uji hemostasis
lain juga normal.

Defek vaskuler didapat


1. Mudah memar sederhana adalah kelainan jinak yang sering terjadi pada
wanita sehat, khususnya pada usia subur.
2. Purpura senilis yang disebabkan oleh atrofi jaringan penunjang
pembuluh darah kulit di-temukan terutama pada aspek dorsal lengan
bawah dan tangan
3. Purpura yang berkaitan dengan infeksi. Banyak infeksi bakteri, virus,
atau riketsia yang dapat menyebabkan purpura karena kerusakan
vaskular oleh organisme akibat pembentukan kompleks imun, misalnya
campak, demam dengue, atau septikemia meningokok.
4. Sindrom Henoch-Schönlein lazim ditemukan pada anak dan sering
menyertai infeksi akut. Keadaan ini merupakan vaskulitis yang
diperantarai imunoglobulin A (IgA). Ruam purpura disertai dengan
edema lokal dan gatal biasanya paling menonjol pada pantat dan
permukaan ekstensor kaki bagian bawah dan siku. Pembengkakan sendi
yang terasa nyeri, hematuria, dan nyeri perut juga dapat terjadi. Keadaan
ini biasanya bersifat swasirna, namun pada beberapa pasien dapat terjadi
gagal ginjal.

Gambar. 19.2 Purpura Henoch-Schönlein. (a) Purpura yang sangat parah


pada kaki dengan pembentukan bula pada seorang anak berusia 6 tahun;
dan (b) lesi urtikaria dini. (Lihat Gambar Berwarna hal, A-42)
5. Skorbut. Pada defisiensi vitamin C, gangguan pada kolagen dapat
menimbulkan petekie perifolikular, memar, dan perdarahan mukosa
6. Purpura steroid. Purpura yang berkaitan dengan terapi steroid jangka
panjang atau sindrom Cushing disebabkan oleh jaringan penunjang
vaskular yang tidak sempurna.
Pada skenario didapatkan hasil pemeriksaan fisik dan
penunjang yang terdapat dalam skenario, diagnosis penyakit pasien lebih
mengarah pada Henoch-Schönlein purpura, lazim ditemukan pada
anak rentan pada umur 3-7 tahun dan sering menyertai infeksi akut.
Keadaan ini merupakan vaskulitis yang diperantarai imunoglobulin A
(IgA). Ruam purpura disertai dengan edema lokal dan gatal biasanya
paling menonjol pada pantat dan permukaan ekstensor kaki bagian
bawah dan siku. Pembengkakan sendi yang terasa nyeri, hematuria, dan
nyeri perut juga dapat terjadi.

PATOFISIOLOGIS PERDARAHAN KELAINAN VASKULAR


Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostatik.
Pasien dengan kelainan pada sistem vaskular biasanya datang dengan
perdarahan kulit, dan sering mengenai membran mukosa. Perdarahan dapat
diklasifikasikan menjadi purpura alergik dan purpura non alergik. Pada
kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan faktor koagulasi adalah
normal.Terdapat banyak bentuk purpura non alergik, yaitu pada
penyakit-penyakit ini tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk
vaskulitis. Yang paling sering ditemukan adalah lupus eritematosus sistemik.
Kelainan ini merupakan penyakit vaskular-kolagen, yaitu, pasien membentuk
autoantibodi Vaskulitis, atau peradangan pembuluh darah, terjadi dan merusak
integritas pembuluh darah, mengakibat-kan purpura. Jaringan penyokong
pembuluh darah yang mengalami perburukan, dan tidak efektif, yang terjadi
seiring proses penuaan, mengakibatkan purpura senilis. Umumnya terlihat
perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah serta diperburuk oleh
trauma. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid diduga diakibatkan oleh
kerusakan imunologik pada pembuluh darah, ditandai dengan perdarahan
petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai bokong.
Purpura Henoch-Schönlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa,
gejala-gejala saluran cerna, dan artritis, merupakan bentuk purpura alergik yang
terutama mengenai anak-anak rentan pada anak usia 3-7 tahun. Mekanisme
penyakit ini tidak diketahui dengan baik; gejala-gejalanya sering didahului oleh
keadaan infeksi. Pasien-pasien mengalami peradangan pada cabang-cabang
pembuluh darah, kapiler dan vena, mengakibatkan pecahnya pembuluh,
hilangnya sel-sel darah merah, dan perdarahan. Glomerulonefritis merupakan
komplikasi yang sering terjadi. Pengobatan bersifat suportif dengan
menghindari aspirin serta senyawa-senyawanya
3. Apa yang menyebabkan nyeri perut di umbilikus pasien?

Patofisiologi nyeri perut sangatlah kompleks. Stimulus yang


berasal dari organ di rongga perut, termasuk sistem gastrointestinal,
melalui persarafan simpatikus menuju ganglion toraks dan saraf tulang
belakang. Stimulus tersebut sulit untuk di lokalisir. Nyeri yang berasal
dari organ viseral sangat sulit di lokalisir, sering di rasakan sebagai nyeri
di daerah pertengahan ( midline ) dan berhubungan dengan efek otonom
sekunder seperti, mual muntah, ataupun pucat.
Lokasi umum nyeri dapat merefleksikan asal organ yang bermasalah.
Nyeri epigastrium menandakan organ yang bermasalah adalah lambung,
duodenum, pankreas, hati ataupun sistem biliriaris ( merupakan derivat
foregut ). Nyeri sekitar umbilikus berasal dari usus halus atau sekum (
derivat hindgut ), uterus, dan ovarium, kandung kemih atau ginjal. Bila
nyeri viseral terjadi sangat hebat maka daerah yang nyeri dapat sesuai
dengan distribusi hematom. Stimulus nyeri yang berasal dari peritoneum
parietal, diafragma dan dinding perut dialirkan melalui pernapasan
somatik. Nyeri yang berasal dari struktur parietal tersebut biasanya
terlokalisir dan didistribusikan sesuai penyebaran dermatom.
Nyeri perut di temukan pada 35-85% kasus ; biasanya timbul
sesudah kelainan kulit ( 1-4 minggu sesudah onset ). Nyeri perut dapat
berupa kolik abdomen di periumbilikal, di sertai mual dan muntah ( 85%
). Pada kasus 2-3% kasus dapat di temukan instususepsi ileoilinal.
Manifestasi Gastrointestinal dapat menyerupai kondisi akut abdomen.
Komplikasi dapat terjadi pada situasi ini, yaitu proforasi usus,
intususepsi dan infrak pada usus besar, yang dapat menimbulkan
kematian jika tidak di lakukan pembedahan segera.
Manifestasi gastrointestinal pada Henoch Schonlin purpura terjadi
pada 60-65% pasien. penjelasan ini mengenai patofisiologi gangguan
gastrointestisial pasa HSP adalah terjadinya deposisi kompleks imun
pada pembuluh darah organ-organ gastointestisial, pada kasus yang
mengalami intususepsi, hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan
bahwa intesusepsi pada 2-6% kasus menjadi komplikasi dari vaskulitis
traktrus gastrointestinal pada HSP.
Menurut Chen dan Kong 50-60% dari total pasien HSP mengalami
kelainan gastrointestinal dengan menifestasi mual , muntah diare, kolik,
dan pendarahan saluran cerna. Nyeri perut yang di temukan selalu
bersifat kolik dan dilokalisir. Pemeriksaan fisis pada abdomen dapat di
temui adanya distensi dan kadang menampilkan keadaan yang
menyerupai keadaan abdomen akut sehingga mengakibatkan ulserasi
mukosa usus atau nekrosis dan intususepsi.
Referensi : Alyssa Fairudz Shiba, Debora Natasya, Ferry Mulyadi, Intan
Kurniati; Henoch Schonlin Purupura dengan Predominan Manifestasi
Gastrointestinal; Dokter Umum, RSUD Dr A Dadi Tjokrodipo, Bandar
Lampung; Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr A Dadi Tjokrodipo,
Bandar Lampung; Bagian Patalogi Klinik, Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung; respository.lpp,.unila.ac.id.

4. Apa yang menyebabkan nyeri sendi yang menetap?


Pada proses nyeri sendi disebabkan karena perubahan fungsi sistem
tubuh dan muskuloskeletal. Perubahan pada muskuloskeletal terutama nyeri
sendi terjadi akibat hancurnya kapsul sendi dan kolagen. Selain itu akibat proses
perubahan jaringan kartilago di persendian menjadi lunak terjadi granulasi
kemudian pada akhirnya kerusakan sendi jadi rata. Setelah itu proses regenerasi
menjadi menurun serta proses degenerasi yang terjadi cenderung ke arah
progresif. Proteoglikan adalah material dasar matrik kartilago, hilangnya secara
berkelanjutan dapat menyebabkan jaringan fibril pada kolagen kekuatannya
mulai melemah dan akhirnya kartilago akan mengalami fibrilasi sehingga fungsi
kartilago menjadi tidak efektif bukan sebagai peredam kejut, namun sebagai
permukaan sendi menjadi berlumas, konsekuensinya kartilago menjadi rentan
terhadap gesekan. Sendi yang membentuk hubungan antar tulang. Setiap
kerusakan pada sendi akibat penyakit atau cedera bisa mengganggu aktifitas
atau gerakan dan menimbulkan rasa nyeri.
Nyeri sendi yang dialami pada skenario ini diakibatkan oleh inflamasi
pada daerah persendian atau oleh adanya kerusakan jaringan sendi. Sensasi
nyeri pada persendian akan dirasakan oleh seseorang dari reseptor di
persendian, dihantarkan oleh serabut saraf perifer ke kornu dorsalis medula
spinalis dan berakhir di thalamus. Mediator-mediator kimia sering didapatkan
pada inflamasi cairan sendi walaupun tidak pada semua kasus. Mediator kimia
tersebut akan berefek pada serabut afferen, sebagian akan merangsang reseptor
sensitif. Prostaglandin, bradikinin dan proton yang sering ditemukan jika ada
jaringan sendi rusak Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut
saraf aferen sampai berakhir di kornu dorsalis spinalis. Neurotransmitter
(substansi P) dilepaskan sehingga transmisi sinapsis dari saraf perifer sampai ke
saraf traktus spinotalamus untuk disampaikan ke pusat thalamus.
5. Apakah ada hubungan Riwayat batuk pilek dengan keluhan pasien?
Batuk pilek atau common cold, yang dikenal juga dengan selesma,
adalah infeksi virus ringan pada saluran pernapasan bagian atas, yaitu
hidung dan tenggorokan. Infeksi virus yang menyebabkan batuk pilek dapat
menyebar secara langsung lewat percikan lendir dari saluran pernapasan
penderita, maupun secara tidak langsung melalui tangan. Selain pilek dan batuk,
anak anak yang sakit batuk pilek (common cold) dapat mengalami gejala
berupa: bersin-bersin, hidung tersumbat, merasa tidak enak badan atau
pegal-pegal, tenggorokan gatal atau nyeri tenggorokan, sakit kepala, demam,
mata berair, dan hilang nafsu makan. Batuk pilek merupakan infeksi saluran
nafas atas yang muncul lebih awal kemudian disusul oleh adanya keluhan
seperti bintik bintik merah di kedua siku dan punggung kaki, disertai nyeri perut
di umbilikus dan nyeri sendi yang tidak berpindah-pindah dimana termasuk dari
gangguan vaskulitis yang menyebabkan Purpura Henoch-Schonlein. Purpura
Henoch-Schonlein (PHS) ditemukan terutama pada anak, dengan frekuensi
sama pada anak laki-laki dan perempuan. PHS didahului infeksi saluran nafas
atas oleh bakteri seperti streptokokus. IgA memainkan peran penting pada
patofisiologi dari purpura Henoch-Schönleiny. Kompleks imun
IgA-antibodi yang disebabkan oleh paparan antigenik dari infeksi atau deposit
obat di pembuluh kecil (biasanya kapiler) kulit, sendi, ginjal, dan saluran
pencernaan. Hal ini menyebabkan masuknya mediator inflamasi seperti
prostaglandin. Limfosit reseptor C3 komplemen dapat berikatan dengan
kompleks imun dan mengendap di dinding pembuluh yang berkontribusi
terhadap respons hiper-inflamasi. Jika kompleks imun disimpan di dinding usus,
mereka dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal. Keterlibatan ginjal dari
kompleks imun yang diperantarai IgA dapat menyebabkan glomerulonefritis
sabit proliferatif ringan atau parah. Deposit kompleks imun di kulit
menyebabkan purpura dan petechiae yang dapat diraba.
Jadi adanya riwayat batuk pilek dengan keluhan yang dirasakan oleh
pasien itu berhubungan yang dimana gangguan vaskulitis pembuluh darah kecil
yang menyebabkan purpura Henoch- Schonlein diawali dengan infeksi saluran
napas atas seperti batuk dan pilek lalu diikuti 1-3 minggu kemudian adanya
bintik bintik merah di kedua siku dan punggung kaki, disertai nyeri perut di
umbilikus dan nyeri sendi yang tidak berpindah.

6. Apa patofisiologi dan penyebab terjadinya hematuria?


Hematuria dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, baik kelainan pada ginjal
maupun kelainan di luar ginjal. Beberapa penyebab hematuria, yaitu:
a. Gangguan fungsi glomerulus
● Hematuria gros berulang, yaitu nefropati IgA, benign
familial hematuria, sindrom Alport.
● Glomerulonefritis pasca streptokokus.
● Glomerulonefritis membranoproliferatif.
● Lupus eritematosus sistemik.
● Nefropati membranosa.
● Rapidly progressive glomerulonephritis,
● purpura Henoch Schönlein, penyakit Goodpasture.
b. Kelainan pada interstisial dan tubulus
● Pielonefritis akut
● nefritis interstisial akut
● tuberkulosis
c. Kelainan hematologi
● Penyakit sickle cell
● kelainan koagulopati
● von Willebrand, trombosis vena renalis
● trombositopenia.
d. Kelainan pada saluran kemih
Infeksi karena bakteri atau virus pada saluran kemih, batu ginjal,
hiperkalsiuria.
e. Kelainan bentuk ginjal dan saluran kemih Kelainan bawaan, ginjal
polikistik.
f. Obat obatan
● Aminoglikosida
● amitriptilin
● antikonvulsan
● aspirin,
● coumadin
● siklofosfamid
● diuretik
● penisilin
● thorazin.
● Trauma
● tumor dan exercise.

patofisiologi hematuria

Darah dalam urine dapat berasal dari jaringan ginjal misalnya


glomerulus, tubulus dan interstisial ginjal, atau dari saluran kemih ureter,
kandung kemih dan uretra. Patofisiologi hematuria tergantung dari mana asal
hematuria. SDM yang berasal dari glomerulus berbentuk dismorfik dengan
bentuk bermacam-macam, serta terdapat bentukan torak dan proteinuria. SDM
masuk ke dalam rongga urine karena gangguan pada penghalang filtrasi
glomerulus. Keadaan ini terjadi karena gangguan pada dinding kapiler
glomerulus. SDM dapat terperangkap oleh mukoprotein Tamm-Horsfall,
sehingga membentuk torak. Adanya torak merupakan tanda spesifik bahwa
hematuria karena kelainan glomerulus. Namun demikian torak tidak selalu ada
pada kelainan pada glomerulus dengan hematuria. Hematuria tanpa proteinuria
atau casts disebut hematuria isolated. Hematuria isolated lebih mengarah pada
kelainan ekstrarenal, walau kelainan pada glomerulus juga dapat terjadi
hematuria isolated. Hematuria karena kelainan uroepitel misalnya iritasi,
inflamasi, dan SDM dalam urine berbentuk normal. SDM berasal dari luar
glomerulus Hematuria Gangguan dinding kapiler glomerulus SDM masuk
kedalam rongga urine Mukoprotein Tamm-Horsfall SDM bentuk dismorfik
Membentuk torak Hematuria karena kelainan glomerulus Hematuria isolated
Kelainan eksternal SDM bentuk isomorfik berbentuk isomorfik. Untuk
membedakan bentuk SDM dalam urine perlu dilakukan pemeriksaan
mikroskopik urine.
.

7. Langkah Langkah diagnosis pada skenario?


Penegakan diagnosis HSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
sesuai dengan manifestasi yang dibuat European League Against Rheumatism
(EULAR), Pediatric Rheumatology International Trial Organization (PRINTO),
dan Pediatric Rheumatology European Society (PRES).
Anamnesis :
HSP secara epidemiologi terjadi pada anak-anak dibanding dewasa,
sehingga apabila melihat anamnesis yang berkaitan dengan vaskulitis dan pasien
merupakan anak-anak maka harus dicurigai pasien merupakan pasien HSP
Dikarenakan HSP terjadi karena reaksi hipersensitivitas tipe 3, maka selalu ada
riwayat tentang pencetusnya. Semisal keadaan sakit infeksi sejak 2-4 minggu
yang lalu, riwayat minum obat nsaid, atau riwayat pergi ke tempat dingin yang
ekstrim.
Keluhan yang diberikan pasien berkaitan dengan organ yang terdampak HSP
dan bersifat akut
a. Kulit = mengeluhkan adanya bintik-bintik merah di bagian kaki atau
bokong
b. Abdomen = nyeri perut yang hilang timbul
c. Mual dan muntah serta penurunan nafsu makan akibat nyeri ulu hati
d. Adanya darah pada feses
e. Nyeri sendi, terutama pada bagian kaki
f. Kesulitan dan nyeri BAK
g. Adanya darah pada BAK
h. Riwayat keluarga dapat ditanyakan namun tidak dominan dan spesifik.
Pada pasien wanita, manifestasi klinis yang dikeluhkan dapat berupa
nyeri ketika menstruasi yang menusuk.
Pemeriksaan Fisik :
Penemuan lesi kulit pada <80% pasien anak-anak. Jenis lesi yang
ditemukan adalah purpura teraba atau petechiae simetris —dengan dominasi
ekstremitas bawah dan tanpa trombositopenia bersama dengan setidaknya salah
satu dari berikut ini :
a. Nyeri abdomen difus dengan onset akut
b. Artritis akut atau artralgia akut pada sendi manapun
c. Keterlibatan ginjal (setiap hematuria atau proteinuria) dan deposisi IgA
d. Setiap sampel biopsi yang menunjukkan vaskulitis leukositoklastik, atau
glomerulonefritis proliferatif dengan deposisi IgA yang dominan pada
sampel biopsi ginjal pada pasien dengan distribusi purpura yang atipikal
Pada HSP, sangat jarang ditemukan pembesaran dan nyeri tekan
organ-organ seperti hepar dan spleen dikarenakan abnormalitas yang
terjadi bukan berkaitan dengan sel darah merahnya namun lebih
condong ke pembuluh darahnya.
Ciri khas penyakit ini adalah ruam yang khas (lihat gambar di bawah),
yang muncul pada hampir semua pasien (walaupun pada 50% anak-anak, hal itu
mungkin bukan merupakan gambaran yang muncul). Ruam biasanya muncul
pada tanaman, dengan tanaman baru muncul dalam gelombang. Erupsi biasanya
berlangsung rata-rata 3 minggu.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. ANA, RF -> Negatif
b. Faktor Pembekuan XIII -> penurunan 50%
c. Urinalisis -> Hematuria mikroskopik+Proteinuria
d. Erythrocyte sedimentation rate (ESR) -> bisa meningkat
e. Serum igA -> meningkat pada 50-70% pasien selama fase akut
penyakit; tingkat yang lebih tinggi dikaitkan dengan keterlibatan
ginjal; kompleks imun IgA yang bersirkulasi mungkin ada pada
beberapa pasien, meskipun data yang mendukung adanya
kompleks antigen-antibodi klasik telah dipertanyakan.
2. USG
Diagnosis HSP menggunakan ultrasonografi dan pemindaian
radionuklida pada anak dengan skrotum akut bilateral sebagai gejala
utama telah dilaporkan. Pada anak-anak dengan keterlibatan GI dari
HSP, terlihat penebalan dinding yang tidak berdiferensiasi pada
ultrasonografi berkaitan dengan prognosis klinis yang buruk

3. Foto Rontgen
Jika terdapat gejala hemoptisis, pemeriksaan foto thorax harus
dilaksanakan. Pemeriksaan ini dapat membantu dalam menentukan
keberadaan dan luasnya perdarahan pada paru-paru. Pemeriksaan foto
polos abdomen dapat membantu dalam mendiagnosis obstruksi usus.
Radiografi usus kecil dengan kontras dapat menunjukkan lipatan
mukosa yang menebal atau bintik barium kecil. Temuan radiologis GI
terutama meliputi iskemia usus dengan sidik jari dan edema dinding
usus, yang kadang-kadang terlihat pada foto polos abdomen.

4. Pemeriksaan Histologi
Gambaran histopatologi lesi kulit pada HSP dapat berkisar dari
vaskulitis leukositoklastik yang khas dengan atau tanpa nekrosis
fibrinoid hingga temuan yang kurang spesifik seperti infiltrat
perivaskular limfohistiositik dengan ekstravasasi eritrosit. Tes
imunofluoresensi direct (DIF) adalah tes penunjang tambahan yang
berguna untuk histopatologi; hasilnya jauh lebih tinggi bila pengujian
dilakukan dalam waktu 48 jam setelah penyajian. Studi
imunofluoresensi mengungkapkan deposisi IgA perivaskular di hampir
semua pasien; temuan ini jarang terjadi pada IgAV infantil, di mana C3
dan IgM paling sering ditemukan di dinding pembuluh darah yang
terkena.

HSP sering mempengaruhi ginjal. Histologi ginjal pada IgAV sangat


bervariasi. Dalam beberapa kasus, sebagian besar glomerulus tampak tidak
terpengaruh pada mikroskop cahaya; hanya sedikit yang menunjukkan
proliferasi mesangial. Dalam kasus keterlibatan ginjal sedang, proliferasi
intrakapiler dan ekstra kapiler fokal dan segmental dapat hadir dengan
perlengketan dan bulan sabit kecil. Kasus yang parah ditandai dengan proliferasi
difus dengan infiltrasi neutrofil dan bulan sabit melingkar di sebagian besar
glomerulus.
Atrofi tubulus dan infiltrasi interstisial dengan sel mononuklear juga
dapat terjadi. Pada kebanyakan pasien, deposit IgA di mesangium dan dinding
kapiler kulit terdeteksi. IgA yang disimpan di mesangium terutama dari
subkelas IgA1, meskipun deposit IgA2 dicatat dalam kasus yang jarang. Selain
IgA, deposit di mesangium dan kapiler kulit sering mengandung C3, IgG, dan
fibrin. Deposit C3 sering disertai dengan properdin, sedangkan C1Q dan C4
biasanya tidak ada. Pengamatan ini menunjukkan bahwa komponen pelengkap
telah diaktifkan melalui jalur alternatif.
Penatalaksanaan dan Pencegahan
Sampai saat ini, tidak ada bentuk terapi definitif utama yang digunakan
untuk memperpendek durasi penyakit IgAV/ Henoch-Schönlein purpura ke
tingkat yang signifikan. Oleh karena itu, pengobatan utamanya berkaitan dengan
terapi suportif atau gejala. Hal ini sesuai dengan teori bahwa IgAV adalah
penyakit yang dapat sembuh sendiri/self limiting disease. Mayoritas pasien
sembuh dengan cepat (yaitu, dalam beberapa minggu) tanpa pengobatan.
Pengobatan IgAV terutama mendukung dan termasuk memastikan hidrasi dan
nutrisi yang memadai dan pemantauan untuk komplikasi berkaitan dengan
abdomen dan ginjal. Untuk keluhan ringan arthritis, edema, demam atau
malaise, pengobatan simtomatik disarankan, termasuk penggunaan
asetaminofen, makan makanan yang hambar, dan minum air putih yang
memadai. Semua obat yang tidak perlu harus dihentikan jika etiologi pencetus
terkait obat dicurigai dan dievaluasi setiap minggu selama bulan pertama, setiap
minggu untuk bulan kedua, dan setiap bulan setelahnya sampai keluhan mereda,
A. Tatalaksana non-Farmakologis HSP:
1. Bed Rest
2. Elevasi bila ada area tubuh yang mengalami edema subkutan
3. Evaluasi urinalisis pasien setiap satu minggu setelah onset
penyakit
Pasien rawat inap bila:
1. Komplikasi abdomen serius
2. Nyeri hebat yang sangat mengganggu
3. Severe renal involvement
4. Komplikasi pada saraf dan paru
5. Bila diperlukan terapi dengan prednisolone
B. Tatalaksana Farmakologis HSP
Merupakan self limiting disease pada 94% kasus anak, dan 89% pada
orang dewasa. Target tatalaksana adalah untuk mengurangi gejala yang
dirasakan oleh pasien seperti rash dan arthritis. Tatalaksana suportif
yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
a. Oral steroids (pada pasien dengan severe rash dan nyeri abdomen
berat tanpa mual dan muntah). Prednison atau
Methylprednisolone 1-2 mg/kgbb/hari untuk 1-2 minggu,
tapering down 0.5mg/kgbb/hari pada minggu ke 3 dan seterusnya
b. Obat obatan imunosupresif seperti cyclophosphamide,
azathioprine, cyclosporine A, mycophenolate mofetil
dikombinasikan dengan high-dose IV pulse steroid.
c. Untuk gejala ringan dapat diberikan paracetamol atau NSAID
lain, untuk anak kontraindikasi penggunaan aspirin.
Penyebab HSP yang pasti belum diketahui, bisa terjadi setelah infeksi
virus/kuman, dan reaksi obat. HSP dapat terjadi setelah infeksi Streptococci
(β-haemolytic, Lancefield group A), Hepatitis B, herpes simplex virus,
parvovirus B19, Coxsackievirus, Adenovirus, Helicobacter pylori, measles,
mumps, rubella, mycoplasma. Obat yang dilaporkan menyebabkan HSP,
biasanya reaksi idiosinkrasi: Vancomycin , Cefuroxime, ACE inhibitors
enalapril dan captopril, diclofenac, Ranitidine, streptokinase.
Pemeriksaan patologi menunjukkan endapan antibodi IgA1 polimer yang
menyebabkan vaskulitis. Belum jelas apakah karena produksi berlebihan
dari sumsum tulang atau GI, atau berkurangnya klirens dari sirkulas. Pada
penderita ini tidak didapatkan adanya riwayat sakit infeksi sebelumnya
maupun riwayat minum obat, sehingga tidak bisa diperkirakan faktor
pemicunya.
8. Apa diagnosis banding yang sesuai dengan skenario?
ITP

1. PENGERTIAN

Immune thrombocytopenic purpura (ITP) adalah penyakit autoimun


yang ditandai dengan jumlah trombosit yang rendah, purpura, dan
episode hemoragik yang disebabkan oleh autoantibodi antiplatelet.
Diagnosis biasanya dibuat dengan mengesampingkan penyebab
trombositopenia yang diketahui. Autoantibodi IgG menyadarkan
trombosit yang bersirkulasi. Ini mengarah pada penghapusan sel-sel ini
yang dipercepat oleh sel-sel penyaji antigen (makrofag) limpa dan
kadang-kadang hati atau komponen lain dari sistem makrofag monosit.
Sumsum tulang mengkompensasi penghancuran trombosit dengan
meningkatkan produksi trombosit. ITP biasanya dikelola dengan terapi
imunosupresif.

2. ETIOLOGI

Purpura trombositopenik imun dapat terjadi dengan infeksi (misalnya,


human immunodeficiency virus), keganasan (misalnya, adenokarsinoma
dan limfoma), dan penyakit imunodefisiensi variabel umum dan
penyakit autoimun (misalnya, lupus eritematosus sistemik, hepatitis
autoimun, dan penyakit tiroid). Pada penyakit ini, antibodi antiplatelet
terbentuk, yang menyebabkan penghancuran trombosit. Obat-obatan
seperti acetazolamide, aspirin, asam aminosalicylic, carbamazepine,
cephalothin, digitoxin, phenytoin, meprobamate, methyldopa, quinidine,
rifampisin, dan sulfamethazine juga dapat menyebabkan
trombositopenia autoimun, produksi autoantibodi terhadap trombosit
dianjurkan sebagai salah satu etiologi ITP.

3. INSIDEN

Purpura trombositopenik imun dapat dibagi menjadi dua klasifikasi; akut


dan kronik. Bentuk akut muncul pada masa kanak-kanak, mempengaruhi
kedua jenis kelamin, dan dapat didahului oleh infeksi virus, Sebagian
besar anak (85%) memiliki perjalanan yang jinak dan tidak memerlukan
perawatan. Mereka dapat pulih secara spontan dalam waktu tiga bulan.
Bentuk kronis mempengaruhi individu antara usia 20 sampai 50 tahun;
ada rasio wanita / pria 3 banding 1, dan biasanya tidak didahului oleh
infeksi virus. Prevalensi wanita dianggap memiliki beberapa hubungan
dengan peningkatan prevalensi penyakit autoimun pada wanita. Ini
mungkin hadir dengan episode perdarahan selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun; selama waktu itu, jumlah trombosit mendekati normal.
Kurang dari 10% anak-anak mengembangkan ITP kronis.

4. PATOFISIOLOGI
A. Autoantibodi. Produksi antibodi IgG anti-trombosit terjadi pada
pasien ITP. Antibodi ini berikatan dengan berbagai glikoprotein
pada permukaan trombosit, seperti GPαIIbβ3 (GPIIb IIIA) dan
GPIb-IX-V. Ikatan antibodi IgG anti-trombosit dengan
permukaan trombosit akan menandai trombosit yang telah
diselimuti antibodi untuk dihancurkan di organ
retikuloendotelial, seperti hati dan limpa. Produksi antibodi ini
terjadi bersamaan dengan peningkatan sel B pada limpa dan
peningkatan proliferasi sel B pada area limpa, sehingga sel B
dikaitkan dengan produksi antibodi anti-trombosit.
B. Abnormalitas sel T. Kelainan sel T ditemukan pada pasien
dengan ITP, seperti peningkatan reaktivitas sel T-helper terhadap
trombosit, penurunan kadar CD4+CD25+FoxP3+ Tregs,
ditemukannya CD8+ Tregs, dan aktivasi Th1. Hanya sekitar 60%
pasien dengan ITP memiliki autoantibodi anti-trombosit yang
terdeteksi, sehingga mekanisme non-antibodi diperkirakan ikut
berperan dalam patogenesis ITP. Secara in vitro, sel T CD8+
dapat menghancurkan trombosit, dan terakumulasi pada sumsum
tulang sehingga dapat menghambat trombopoiesis.[4,6,7]
C. Peran Sel Dendritik. Antigen presenting cells termasuk sel
dendritik, makrofag, dan sel B berfungsi dalam mendeteksi dan
melaporkan keberadaan antigen asing kepada sel imun. Pada
kondisi tertentu, seperti inflamasi, fungsi sel-sel ini dapat
terganggu dan berperan pada patogenesis penyakit autoimun.
Sebagai antigen presenting cells yang paling efisien, fungsi sel
dendritik terganggu pada patogenesis ITP.
D. Peran Megakaryocytes. Megakaryocytes sangat berpengaruh
pada patogenesis ITP, dimana perkembangannya
(megakaryopoiesis) dihambat oleh antigen anti-trombosit. Selain
megakaryopoiesis, patogenesis ITP juga mempengaruhi
mesenchymal stem cells sehingga kehilangan kemampuannya
untuk menekan proliferasi sel T CD8. Kerusakan
megakaryocytes dan sumsum tulang menyebabkan degradasi
trombosit dan trombopoiesis yang tidak efisien pada ITP.[4,7] (
Zufferey A, Kapur R, Semple JW. Pathogenesis and therapeutic
mechanisms in immune thrombocytopenia (ITP). Journal of
clinical medicine. 2017 Feb;6(2):16. + Li J, Sullivan JA, Ni H.
Pathophysiology of immune thrombocytopenia. Current
opinionin hematology. 2018 Sep 1;25(5):373-81.)

5. GEJALA KLINIK

keluhan perdarahan pada kulit atau mukosa, ditandai dengan


trombositopenia. Keluhan pasien dapat diawali dengan riwayat infeksi
sebelumnya, gangguan autoimun, neoplasma, maupun obat-obatan
seperti aspirin, antikonvulsan, heparin, atau kloramfenikol ( Zufferey A,
Kapur R, Semple JW. Pathogenesis and therapeutic mechanisms in
immune thrombocytopenia (ITP). Journal of clinical medicine. 2017
Feb;6(2):16. + Li J, Sullivan JA, Ni H. Pathophysiology of immune
thrombocytopenia. Current opinion in hematology. 2018 Sep
1;25(5):373-81.)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. TES LABORATORIUM
● Jumlah trombosit rendah, biasanya <40x10^9/L selama
lebih dari tiga bulan.
● Film darah: Ini menunjukkan trombosit besar dan
fragmen trombosit kecil.
● Pemeriksaan sumsum tulang: Menunjukkan peningkatan
jumlah megakariosit.
● Tes Platelet Coomb: Mendeteksi antibodi antiplatelet
yang dipasang pada trombosit pasien. Namun, perlu
dicatat juga bahwa analisis antibodi yang berfokus pada
glikoprotein trombosit IIb/IIIa, Ib/IX, dan Ia/IIa memiliki
sensitivitas rendah dan jarang manjur.
● Tes tidak langsung: Menggunakan kumpulan trombosit
donor normal untuk mendeteksi antibodi serum bebas
terhadap trombosit, biasanya antibodi anti-glikoprotein
IIb/IIIa.
● Berbagai tes lain dapat mendeteksi antibodi antiplatelet,
termasuk aktivasi limfosit oleh platelet autologous,
aktivasi limfosit oleh kompleks imun antibodi-platelet,
fagositosis IgG terkait platelet dengan tes pengikatan
kompetitif, uji antiglobulin Coombs berlabel radio,
antiglobulin Coombs berlabel fluorescein, dan ELISA.
B. Pengujian untuk lupus eritematosus sistemik (menghadirkan
dengan ITP):
● Antibodi antinuklear (ANA) dapat dilakukan dengan
menggunakan imunofluoresensi tidak langsung. Sebagian
besar kasus SLE menunjukkan hasil ANA positif.
Terdapat data klinis yang menunjukkan bahwa pasien ITP
berisiko tinggi mengalami SLE. Tercatat dalam satu
penelitian bahwa 12,8% pasien dengan SLE pada
awalnya didiagnosis dengan ITP. Pencarian yang satu
harus menekan pertimbangan yang lain.
● Pengujian antibodi otomatis: Ini termasuk pengujian
anti-double-stranded DNA (anti-dsDNA), anti-Smith,
ENA, anti-cardiolipin, dan antibodi anti-beta 2 GPI.
Tingkat serum yang tinggi dari anti-dsDNA dan antibodi
anti-Smith menunjukkan SLE.

7. DIAGNOSIS

Diagnosis immune thrombocytopenic purpura (ITP) umumnya


ditegakkan melalui keluhan perdarahan pada kulit atau mukosa, ditandai
dengan trombositopenia. Keluhan pasien dapat diawali dengan riwayat
infeksi sebelumnya, gangguan autoimun, neoplasma, maupun
obat-obatan seperti aspirin, antikonvulsan, heparin, atau kloramfenikol
(Kliegman RM, St Geme JW, Blum NJ, et al. Nelson Textbook of
Pediatrics 21st edition. Philadelphia: Elsevier; 2016)

8. TERAPI

● Jika tidak ada perdarahan yang signifikan dan jumlah trombosit


>30.000/dL, maka transfusi dapat dihentikan. Dalam analisis
terbaru, perdarahan hebat terlihat pada sekitar 20% anak-anak
dan sekitar 10% orang dewasa. Pendarahan biasanya tidak terjadi
sampai jumlah trombosit turun hingga dibawah 30.000/dL.
Perdarahan kulit dan mukosa dapat terjadi di bawah 20.000 /dL,
dan perdarahan yang mengancam jiwa (misalnya intrakranial)
biasanya terjadi dengan jumlah di bawah 10.000 /dL. Lebih
disukai untuk memberikan satu unit apheresis; 4 sampai 6 unit
trombosit gabungan juga dapat diberikan.
● Sebagian besar anak sembuh secara spontan tanpa gejala sisa.
Pada kasus yang parah, pengobatan pilihan adalah imunoglobulin
intravena (IV IgG). Kursus 5 hari 400 mg / kg / hari diberikan.
Tanggapan terjadi di lebih dari 70% dalam 1 sampai 4 hari, tetapi
hanya untuk waktu yang singkat; banyak pasien merespons, dan
kursus berulang mungkin diperlukan.
● Pasien (anak-anak dan orang dewasa) dengan perdarahan aktif
membutuhkan kortikosteroid untuk menghentikan penghancuran
lebih lanjut dari trombosit (sekitar 60% pasien merespon dengan
baik dalam waktu dua minggu). Penggunaan steroid pada wanita
hamil selama trimester pertama membawa resiko kecil terjadinya
sumbing. Penggunaan deksametason pada kehamilan dapat
menyebabkan peningkatan risiko solusio plasenta serta ketuban
pecah dini.

9. KOMPLIKASI

Komplikasi ITP yang paling parah adalah perdarahan, terutama


komplikasi perdarahan yang jarang terjadi ke otak yang bisa berakibat
fatal.

10. PROGNOSIS

Prognosis baik untuk ITP akut karena sebagian besar pasien sembuh
spontan. Pasien dengan ITP kronis hampir selalu memerlukan
pengobatan, dan kekambuhan sering terjadi. Respon lengkap terhadap
steroid lini pertama dapat terjadi pada sekitar 20% pasien, dan sekitar
60% memiliki respons parsial. Vincristine digunakan pada pasien
dewasa yang tidak menanggapi splenektomi.

11. PENCEGAHAN

Dokter umum dapat menilai perdarahan dan membuat rekomendasi


tentang penatalaksanaannya, dan juga rujukan ke dokter spesialis (ahli
hematologi). Kurangnya pengujian definitif untuk ITP menjadikan
pendekatan diagnostik salah satu dari penghapusan kemungkinan
penyebab, ergo, diagnosis eksklusi. Menjelaskan pengobatan diagnosis
'dugaan' kepada pasien mungkin merupakan tugas yang sulit, tetapi akan
menjadi lebih baik jika pasien membaik dengan modalitas yang
dijelaskan di sini. Kepatuhan pasien adalah prioritas.
SSH

1. PENGERTIAN

Purpura Henoch-Schönlein adalah vaskulitis yang melibatkan pembuluh


darah kecil pada persendian, ginjal, saluran pencernaan, dan kulit.
Purpura Henoch-Schönlein juga dapat melibatkan sistem saraf pusat
(SSP) dan paru-paru; Namun, temuan ini jarang terjadi. Ini adalah
gangguan yang dimediasi immunoglobulin A (IgA) akut yang biasanya
sembuh sendiri dan dikelola dengan perawatan suportif; namun,
komplikasi serius, seperti gagal ginjal, dapat terjadi akibat gangguan
tersebut.

2. ETIOLOGI

Faktor lingkungan, genetik, dan antigen tampaknya berkontribusi pada


etiologi purpura Henoch-Schönlein. Banyak pasien melaporkan infeksi
sebelumnya. Infeksi saluran pernapasan atas adalah yang paling umum;
namun, pasien juga dapat mengalami infeksi gastrointestinal atau faring
sebelumnya.

3. INSIDEN

Purpura Henoch-Schönlein adalah kelainan langka yang biasanya


menyerang anak-anak; Namun, gangguan ini juga dapat terlihat pada
orang dewasa dan remaja. Sebagian besar anak-anak datang sebelum
usia 10 tahun. Seringkali lebih parah dan lebih mungkin menyebabkan
penyakit ginjal jangka panjang pada orang dewasa. Ini adalah vaskulitis
paling umum di antara anak-anak, mempengaruhi 10 sampai 20 anak per
100.000 per tahun. Purpura Henoch-Schönlein terjadi sedikit lebih
sering pada pria kulit putih

4. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi purpura Henoch-Schönlein tidak sepenuhnya dipahami;


Namun, IgA memainkan peran penting. Kompleks imun IgA-antibodi
yang disebabkan oleh paparan antigenik dari infeksi atau deposit obat di
pembuluh kecil (biasanya kapiler) kulit, sendi, ginjal, dan saluran
pencernaan. Hal ini menyebabkan masuknya mediator inflamasi seperti
prostaglandin. Limfosit reseptor C3 komplemen dapat berikatan dengan
kompleks imun dan mengendap di dinding pembuluh yang berkontribusi
terhadap respons hiper-inflamasi. Jika kompleks imun disimpan di
dinding usus, mereka dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal.
Keterlibatan ginjal dari kompleks imun yang diperantarai IgA dapat
menyebabkan glomerulonefritis sabit proliferatif ringan atau parah. [2]
Deposit kompleks imun di kulit menyebabkan purpura dan petechiae
yang dapat diraba

5. GEJALA KLINIK

Gambaran klasik purpura Henoch-Schönlein meliputi purpura yang


dapat diraba, keluhan gastrointestinal, arthralgia, dan keterlibatan ginjal.

Pasien dapat hadir dengan yang berikut:

● Ruam
● Nyeri sendi
● Sakit perut
● Muntah
● Edema subkutan
● Pendarahan dubur
● Edema skrotum
● Sakit kepala
● Demam
● Diare
● Hematemesis
● Kelelahan
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. ANA, RF -> Negatif
2. Faktor Pembekuan XIII -> penurunan 50%
3. Urinalisis -> Hematuria mikroskopik+Proteinuria
4. Erythrocyte sedimentation rate (ESR)
B. USG

Diagnosis HSP menggunakan ultrasonografi dan pemindaian


radionuklida pada anak dengan skrotum akut bilateral sebagai
gejala utama telah dilaporkan. Pada anak-anak dengan
keterlibatan GI dari HSP, terlihat penebalan dinding yang tidak
berdiferensiasi pada ultrasonografi berkaitan dengan prognosis
klinis yang buruk
C. Foto Rontgen

Jika terdapat gejala hemoptisis, pemeriksaan foto thorax harus


dilaksanakan. Pemeriksaan ini dapat membantu dalam
menentukan keberadaan dan luasnya perdarahan pada paru-paru.
Pemeriksaan foto polos abdomen dapat membantu dalam
mendiagnosis obstruksi usus. Radiografi usus kecil dengan
kontras dapat menunjukkan lipatan mukosa yang menebal atau
bintik barium kecil. Temuan radiologis GI terutama meliputi
iskemia usus dengan sidik jari dan edema dinding usus, yang
kadang-kadang terlihat pada foto polos abdomen.

D. Pemeriksaan Histologi

Gambaran histopatologi lesi kulit pada HSP dapat berkisar dari


vaskulitis leukositoklastik yang khas dengan atau tanpa nekrosis
fibrinoid hingga temuan yang kurang spesifik seperti infiltrat
perivaskular limfohistiositik dengan ekstravasasi eritrosit. Tes
imunofluoresensi direct (DIF) adalah tes penunjang tambahan
yang berguna untuk histopatologi; hasilnya jauh lebih tinggi bila
pengujian dilakukan dalam waktu 48 jam setelah penyajian.
Studi imunofluoresensi mengungkapkan deposisi IgA
perivaskular di hampir semua pasien; temuan ini jarang terjadi
pada IgAV infantil, di mana C3 dan IgM paling sering ditemukan
di dinding pembuluh darah yang terkena.

7. DIAGNOSIS

Penegakkan diagnosis Henoch-Schonlein purpura dilakukan secara


klinis karena belum ada pemeriksaan penunjang yang definitif untuk
kasus ini. Penegakkan diagnosis pada anak-anak dilakukan sesuai
kriteria dari The European League Against Rheumatism (EULAR) dan
the Paediatric Rheumatology European Society (PRES). Sementara itu,
penegakkan diagnosis pada pasien dewasa dilakukan sesuai kriteria
American College of Rheumatology (ACR)

Berdasarkan EULAR dan PRES, kriteria diagnosis utama yang harus


ada adalah purpura yang terpalpasi atau petekie. Purpura ini umumnya
ditemukan di ekstremitas bawah dan tidak disertai trombositopenia atau
koagulopati. Lalu, selain purpura, perlu ditemukan minimal satu dari
kriteria berikut:

1. Nyeri abdomen yang bersifat difus dan akut


2. Arthritis atau arthralgia
3. Keterlibatan renal (proteinuria atau hematuria)
4. Vaskulitis leukositoklastik atau glomerulonefritis proliferatif
yang didominasi oleh deposit IgA

(11. Ozen S, Ruperto N, Dillon MJ, et al. EULAR/PReS endorsed


consensus criteria for the classification of childhood vasculitides. Ann
Rheum Dis. 2006 Jul;65(7):936-41. doi:10.1136/ard.2005.046300
12. Ozen S, Pistorio A, Iusan SM, et al. EULAR/PRINTO/PRES
criteria for Henoch-Schönlein purpura, childhood polyarteritis nodosa,
childhood Wegener granulomatosis and childhood Takayasu arteritis:
Ankara 2008. Part II: Final classification criteria. Ann Rheum Dis. 2010
May;69(5):798-806. doi:10.1136/ard.2009.116657)

8. TERAPI

Perawatan simtomatik dan suportif adalah dasar pengobatan untuk


pasien dengan purpura Henoch-Schönlein kecuali ada keterlibatan
ginjal. Acetaminophen dan obat antiinflamasi nonsteroid dapat
digunakan untuk nyeri sendi dan demam; namun, obat antiinflamasi
nonsteroid harus dihindari jika ada keterlibatan gastrointestinal atau
ginjal.

A. Perawatan suportif dan simtomatik dapat meliputi:


1. Rehidrasi dengan cairan intravena (IV).
2. Manajemen nyeri
3. Perawatan luka untuk lesi kulit ulseratif
B. Penatalaksanaan nefritis purpura Henoch-Schönlein dapat
mencakup hal-hal berikut:
1. Kortikosteroid
2. Pertukaran plasma
3. Imunosupresan
4. Penghambat enzim pengubah angiotensin.

Pengobatan prednison oral dini berguna untuk pengelolaan manifestasi


ginjal, sendi, dan gastrointestinal. Prednison tidak mencegah penyakit ginjal;
namun, ini mengurangi risiko berkembangnya penyakit ginjal yang persisten
pada anak-anak. Menurut uji coba kontrol acak yang dilakukan oleh
Ronkainen et al. dan Jauhola et al., bukti menunjukkan bahwa prednison
mengurangi durasi dan keparahan nyeri perut selama dua minggu pertama
pengobatan.

9. KOMPLIKASI

Purpura Henoch-Schönlein melibatkan banyak sistem organ, dan potensi


komplikasinya relatif luas. Potensi komplikasi meliputi:

● Gagal Ginjal
● Proteinuria
● Hematuria
● Sindrom nefrotik
● Intususepsi
● Perdarahan saluran cerna
● Infark usus
● Perforasi usus
● Perdarahan SSP
● Kejang
● Sakit saraf
● Efusi pleura
● Perdarahan paru
● Torsio testis

10. PROGNOSIS

11.

9. KOMPLIKASI

10. PROGNOSIS

Purpura Henoch-Schönlein biasanya merupakan penyakit yang sembuh


sendiri yang menunjukkan prognosis yang sangat baik pada pasien tanpa
keterlibatan ginjal. Sebagian besar pasien pulih sepenuhnya dalam empat
minggu. [2] Henoch-Schönlein Purpura berulang pada sekitar sepertiga
pasien dalam waktu 4 sampai 6 bulan setelah onset awal.
Morbiditas jangka panjang dari Henoch-Schönlein purpura tergantung pada
sejauh mana keterlibatan ginjal. Sekitar 1% pasien dengan purpura
Henoch-Schönlein akan berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir
(ESRD) dan membutuhkan transplantasi ginjal. [5]

11. PENCEGAHAN

Pasien harus dididik bahwa gejalanya kemungkinan besar akan hilang dalam
beberapa minggu; Namun, gejala dapat kambuh. Meskipun keterlibatan
ginjal yang parah jarang terjadi, jika ada bukti keterlibatan ginjal yang
parah, pasien memerlukan perawatan dan penanganan agresif oleh ahli
nefrologi.

● Hemoglobin: normal
● Leukosit: normal
● Trombosit: normal

SSH (syndroma schonlein henoch) IIIII IIII

ITP IIIII I

Trombositopenia IIII

Symptoms SSH ITP Trombositopenia Skenario

✓ ✓ ✓ Bintik-bintik
merah

✓ ✓ ✓ Nyeri perut
pada
umbilikus

✓ - - Nyeri sendi
yang tidak
berpindah-pi
ndah

✓ ✓ ✓ Hematuria

✓ ✓ ✓ Rumple
leede positif
✓ - - Tidak pucat

✓ - - Tidak
organomegali

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang terdapat dalam


skenario, diagnosis penyakit pasien lebih mengarah pada Henoch-Schönlein
purpura. Kadar trombosit pasien berada dalam kisaran normal sehingga tidak
termasuk dalam kelainan yang berkaitan dengan jumlah trombosit
(trombositopenia) misalnya immune thrombocytopenic purpura (ITP).
Gangguan perdarahan yang disebabkan oleh kelainan dinding pembuluh darah
biasanya muncul dengan perdarahan kecil berupa petekie dan purpura di kulit
atau selaput lendir.4 Terkadang, perdarahan juga terdapat pada sendi, otot, dan
lokasi subperiosteal, dapat berupa menorrhagia, mimisan, perdarahan
gastrointestinal, atau hematuria. Jumlah trombosit dan tes koagulasi (PT, PTT)
biasanya norma.

Henoch-Schönlein purpura adalah kelainan imun sistemik yang ditandai


dengan purpura, nyeri perut kolik, polyarthralgia, dan glomerulonefritis akut.4
Perubahan ini diakibatkan oleh pengendapan kompleks imun yang bersirkulasi
di dalam pembuluh darah di seluruh tubuh dan di dalam regio mesangial
glomerulus.4 Diagnosis Henoch-Schönlein purpura dibuat berdasarkan adanya
petekie (tanpa trombositopenia) yang dominan mengenai tungkai bawah dengan
adanya nyeri perut, arthralgia, keterlibatan ginjal (misalnya proteinuria, atau
hematuria), dan glomerulonefritis proliferatif.

9. Apa pencegahan dan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada


skenario?
A. Pencegahan
Penderita HSP sebagian besar mengalami infeksi virus atau
bakteri pada tenggorokan dan paru-paru. Gangguan kekebalan tubuh
pada penderita HSP diduga disebabkan oleh makanan, obat-obatan,
cuaca dingin atau gigitan serangga. Hal yang dapat dilakukan untuk
menurunkan risiko terjadinya kondisi ini adalah mencegah infeksi virus
dan bakteri. Salah satunya dengan menerapkan pola hidup bersih dan
sehat. Selain itu, hindari penggunaan obat-obatan yang dapat
menyebabkan gangguan sistem imun.(1)Purpura trombositopenik imun
dapat terjadi dengan infeksi (misalnya, human immunodeficiency virus),
keganasan (misalnya, adenokarsinoma dan limfoma), dan variabel
umum imunodefisiensi dan penyakit autoimun (misalnya, lupus
eritematosus sistemik, hepatitis autoimun, dan penyakit tiroid). Entah
bagaimana dalam penyakit ini, ada pembentukan antibodi anti-trombosit
yang menyebabkan penghancuran trombosit.(2)
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
● Pemeriksaan darah rutin merupakan pemeriksaan darah
yang paling awal atau screening test untuk mengetahui
diagnosis suatu kelainan. Pemeriksaan hematologi rutin
meliputi hemoglobin (Hb), hematokrit, hitung jumlah sel
darah merah (eritrosit), hitung jumlah sel darah putih
(leukosit), hitung jumlah trombosit dan indeks eritrosit.(3)
● Urinalisis adalah pemeriksaan spesimen urine secara fisik,
kimia dan mikroskopik (Hardjoeno, dan Fitriyani, 2007).
Urinalisis tidak hanya menggambarkan gangguan keadaan
intrinsik ginjal, tetapi juga memberi bukti yang penting
tidak hanya pada kondisi kerusakan primer dari ginjal dan
traktus urinarius. Perubahan pada urine mungkin menjadi
pertanda yang pertama kali muncul pada penyakit vaskuler
yang serius (Bishop dkk,1996). Pemeriksaan urinalisis
merupakan pemeriksaan yang sering dikerjakan pada
praktik dokter sehari-hari, apalagi kasus urologi.(8)(9)
b. Pemeriksaan ini menurut Purnomo tahun 2011 meliputi:
● Makroskopik dengan menilai warna, bau dan berat jenis
urine.
● Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/ Ph,
protein, dan
● gula dalam urine.
● Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel- sel, cast
(silinder),
● atau bentukan lain didalam urine.
C. Pemeriksaan Pencitraan
a. Ultrasonografi (USG)
adalah alat pemeriksaan dengan menggunakan ultrasound
(gelombang suara) yang dipancarkan oleh transduser. USG
menggunakan bunyi ultrasonik yang memiliki frekuensi lebih
dari 20 kHz. Teknik ini memanfaatkan konsep refleksi bunyi.
Suara merupakan fenomena fisika untuk mentransfer energi dari
satu titik ke titik yang lainnya. Saat bunyi ditembakkan ke organ
, maka organ – organ besar akan memantulkan bunyi. Ada yang
memiliki koefisien refleksi besar dan ada yang kecil. Hal ini
yang kan menghasilkan citra atau gambar. Dengan frekuensi
yang tinggi ini, ultrasound dijadikan peralatan diagnostik karena
dapat memperlihatkan organ di dalam tubuh manusia baik yang
diam atau bergerak. (4)(5)
b. CT-Scan (Computed Tomography Scanner).
CT Scan pertama kali digunakan pada awal tahun
1970-an untuk diagnosa kedokteran. CT scan adalah tes
diagnostik yang memiliki informasi yang sangat tinggi. CT Scan
dapat melakukan seluruh pemeriksaan dasar CT scan,seperti
Kepala, Abdomen, Extremities CT-Scan (Computed Tomography
Scanner) merupakan alat penunjang diagnosa yang mempunyai
aplikasi yang universal untuk pemeriksaan seluruh organ tubuh,
seperti susunan saraf pusat,otot dan tulang, tenggorokan, dan
rongga perut. CT-Scan hampir dapat digunakan untuk menilai
semua organ dalam tubuh, bahkan di luar negeri sudah
digunakan sebagai alat skrining menggantikan foto rontgen dan
ultrasonografi.(6)
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
MRI adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan
diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman .gambar
potongan penampang tubuh / organ manusia dengan
menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5
tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti
atom hidrogen. Teknik penggambaran MRI relatif komplek
karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak
parameter. Bila pemilihan parameter tersebut tepat, kualitas
gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia
dengan perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi
jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.(7)

10. Perspektif Islam


ْ‫ب َواَل َه ٍّم َواَل ُح ْز ٍن َواَل َأ ًذى َواَل َغ ٍّم َحتَّى الش َّْو َك ِة يُشَا ُك َها ِإاَّل َكفَّ َر هَّللا ُ بِ َها ِمن‬ َ ‫ب َواَل َو‬
ٍ ‫ص‬ ٍ ‫ص‬ ْ ‫يب ا ْل ُم‬
َ َ‫سلِ َم ِمنْ ن‬ ُ ‫ص‬ِ ُ‫َما ي‬
‫طايَاه‬َ ‍‫َخ‬

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau


khawatir, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya
melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya” (HR.
Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573.)
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, W.A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 31. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
2. Wahed,Amer. Dasgupta. Amitava. 2015. Hematology and Coagulation: A
Comprehensive Review for Board Preparation, Certification and Clinical Practice.
Elsevier.
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2019. (nomer 1)
4. Retnaningtyas,L.P. 2019.Henoch-Schonlein Purpura (HSP).Jurnal Kesehatan dan
Kedokteran Vol 11).
5. Justiz Vaillant AA, Gupta N. ITP-Immune Thrombocytopenic Purpura. 2022 Jul 8. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. PMID.
30725925.
6. Wahdaniah, Sri Tumpuk. 2018. Perbedaan Penggunaan Antikoagulan K2EDTA dan
K3EDTA Terhadap hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit. Poltekkes Kemenkes Pontianak.
7. Pribadi, Adhi, dkk. "Ultrasonografi Obstetri dan Ginekologi". Sagung Seto. 2011.
Buscarina, Elisabetta, kk. "Manual of Diagnostic Ultrasound Vol 2'. World Health
Organization. 2018.
8. Integra Newsletter. "Ultrasonografi (USG)". http://www.integra.co.id. Jan 2016.
9. Pohan Yasir. 2019. Analisa Sistem Kelistrikan Computerized Tomography Scan di
Rumah Sakit Haji Medan. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Pembangunan
Panca Budi. Vol. 1. No.1
10. Notosiswoyo Mulyono, Suswati Susy. 2004. PEMANFAATAN MAGNETIC
RESONANCE IMAGING (MRI) SEBAGAI SARANA DIAGNOSA PASIEN. Media
Litbang Kesehatan. Universitas Hasanuddin. Volume XIV No. 3
11. Hardjono H dan Fitriani. 2007. Substansi dan Cairan Tubuh Ed. Baru. Makassar :
Lembaga Penerbitan Universitas Makassar. Hal 1 - 50.
12. S Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar- dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : CV Sagung
Seto.
13. Schwartz GJ. Urinealysis. Dalam: Kher KK, Schnaper HW, Greenbaum LA, Editors.
Clinical Pediatric Nephrology. Edisi 3. Boca Raton: CRF Press; 2017. p. 31–43. 3.
Kher KK, M (nomer 2)
14. Soemyarso, NA., dkk. 2018. Hematuria Pada Anak. Airlangga University Press.
(nomer 2)
15. SIMBOLON, M. E. (2021). Literature review: Efektifitas senam rematik terhadap
penurunan nyeri sendi pada lansia penderita reumatoid arthritis. (Nomor 5)
16. Dwipoerwantoro, Pramita G. 2010. Nyeri Perut Akut Non-Bedah Pada Anak.
Departemen ilmu kesehatan Anak FKUI-RSCM, jakarta. ( nomor 4 )
17. Jannah, H., & Primawati, S. N. (2020). Identifikasi Tanaman Obat Untuk Menunjang
Kesehatan Anak Usia Dini. Bioscientist: Jurnal Ilmiah Biologi, 8(1), 32-38.
18. Roache-Robinson P, Hotwagner DT. Purpura Henoch-Schonlein. [Diperbarui 2022 8
Agustus]. Di dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls;
2023 Jan-. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537252/
19. Arrieta-Blanco JJ, Oñate-Sánchez R, Martínez-López F, Oñate-Cabrerizo D,
Cabrerizo-Merino MD. Inherited, congenital and acquired disorders by hemostasis
(vascular, platelet & plasmatic phases) with repercussions in the therapeutic oral sphere.
Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2014 May 1;19(3):e280-8. doi: 10.4317/medoral.19560.
PMID: 24121923; PMCID: PMC4048118. (nomer 1 baru)

Anda mungkin juga menyukai