UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA
Makassar, 21 Juli 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyusun Laporan Diskusi Pengayaan. Shalawat serta
salam semoga Allah SWT sampaikan kepada junjungan kita semua yaitu kepada Baginda
Rasulullah SAW yang menjadi tauladan kita semua, juga sebagai motivator kita dalam
menuntut ilmu hingga sampai saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami, dr. Nurfachanti-
Fattah, M.Kes. yang telah membimbing kami pada saat diskusi serta memberi masukan-
masukan kepada kelompok kami. Dalam Blok Imunologi dan Hematologi kedokteran
terdapat sebuah agenda perkuliahan berupa diskusi kelompok, dimana mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia melakukan diskusi mengenai kasus pada Blok
Imunologi dan Hematologi. Sekiranya mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan
dalam penulisan laporan ini karena semata-mata kami hanya manusia biasa yang tak luput
dari kesalahan.
Kelompok 6A
SKENARIO 3
Anak laki-laki berusia lima tahun dirujuk dari Puskesmas dengan keluhan bintik bintik
merah di kedua siku dan punggung kaki, disertai nyeri perut di umbilikus dan nyeri sendi yang
tidak berpindah-pindah. Ada riwayat batuk pilek dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Hasil
pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal, tidak pucat dan tidak ada organomegali. Hasil
pemeriksaan urin terdapat hematuria. Hasil Pemeriksaan darah rutin: Hemoglobin 11 g/dL,
Leukosit 7.000 mm3 , dan kadar Trombosit 290.000/mm3 , Rumple Leede positif.
I. KATA SULIT
1. Hematuria: terdapatnya hematin (heme) dalam urin (dorland
2. Rumple Leede: Uji kerapuhan kapiler (juga dikenal sebagai uji kerapuhan
kapiler Rumple-Leede atau uji tourniquet) menentukan kerapuhan kapiler dan
merupakan metode diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan
hemoragik pasien (Amer Wahed, Amitava Dasgupta. Hematology and
Coagulation: A Comprehensive Review for Board Preparation, Certification and
Clinical Practice. Elsevier. (2015)
3. Organomegali: Pembesaran alat alat dalam (organ organ)
II. KALIMAT KUNCI
1. Seorang anak berusia 6 tahun
2. Keluhan bintik merah di siku dan di punggung kaki
3. Nyeri perut di umbilikus dan nyeri sendi yang tidak berpindah pindah
4. Ada Riwayat batuk pilek sebelum masuk rumah sakit
5. Hasil pemeriksaan urin hematuria.
III. PERTANYAAN
1. Bagaimana definisi, mekanisme, dan gangguan pada hemostasis?
2. Bagaimana patofisiologi kelainan perdarahan vaskuler yang menyebabkan
bintik merah di kedua siku dan punggung kaki sehingga rumple leede
positif ?
3. Apa yang menyebabkan nyeri perut di umbilikus pasien?
4. Apa yang menyebabkan nyeri sendi yang menetap?
5. Apakah ada hubungan Riwayat batuk pilek dengan keluhan pasien?
6. Apa Patofisiologi dan penyebab terjadinya hematuria?
7. Langkah Langkah diagnosis pada skenario?
8. Apa diagnosis banding yang sesuai dengan skenario?
9. Apa pencegahan dan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
skenario?
10. Perspektif islam!
IV. PEMBAHASAN
1. Bagaimana definisi, mekanisme, dan gangguan pada hemostasis?
A. DEFINISI
Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh
darah yang rusak yaitu, penghentian hemoragik (hemo berarti "darah";
stasis berarti "mempertahankan"). Untuk terjadinya perdarahan dari
suatu pembuluh, dinding pembuluh harus mengalami kerusakan dan
tekanan di bagian dalam pembuluh harus lebih besar daripada tekanan di
luarnya untuk memaksa darah keluar dari kerusakan tersebut. Kapiler
kecil, arteriol, dan venula sering pecah oleh trauma ringan dalam
kehidupan sehari-hari; trauma-trauma semacam ini adalah penyebab
tersering perdarahan meskipun kita sering bahkan tidak menyadari
bahwa telah terjadi kerusakan. Mekanisme hemostatik bawaan tubuh
secara normal sudah memadai untuk menambal kerusakan dan
menghentikan pengeluaran darah dari pembuluh mikrosirkulasi halus
ini. Hemostasis melibatkan tiga langkah utama: (1) spasme vaskular, (2)
pembentukan sumbat trombosit, dan (3) koagulasi darah (pembentukan
bekuan darah), (4) fibrolisis . Trombosit memiliki peranan kunci dalam
hemostasis.
B. MEKANISME
1. Spasme vaskuler. Pembuluh darah yang tersayat atau robek
akan segera berkonstriksi. Mekanisme yang mendasari hal ini
belum jelas, tetapi diperkirakan merupakan suatu respons
intrinsik yang dipicu oleh suatu zat parakrin yang dilepaskan
secara lokal dari lapisan endotel pembuluh yang cedera atau
spasme vaskular, memperlambat aliran darah melalui kerusakan
dan memperkecil kehilangan darah. Permukaan-permukaan
endotel yang saling berhadapan juga saling menekan oleh
spasme vaskular awal ini sehingga permukaan tersebut menjadi
lekat satu sama lain dan semakin menambal pembuluh yang
rusak.
2. pembentukan sumbat trombosit. Trombosit dalam keadaan
normal tidak melekat ke permukaan endotel pembuluh darah
yang licin tetapi mereka melekat ke pembuluh darah yang rusak.
Ketika permukaan endotel terganggu karena cedera pada
pembuluh darah, faktor von Willebrand (vWF), suatu protein
plasma yang disekresikan oleh megakariosit, trombosit, dan sel
endotel serta selalu ada di plasma, melekat ke kolagen yang
terpajan. Kolagen adalah protein fibrosa di jaringan ikat dibawah
lapisan endotel. Faktor von Willebrand memiliki tempat
perlekatan yang merupakan tempat melekatnya trombosit yang
bergerak cepat melalui reseptor permukaan-selnya yang spesifik
bagi protein plasma ini. Karena itu, faktor vWF berfungsi
sebagai jembatan antara trombosit dan pembuluh darah yang
cedera. Perlekatan ini mencegah trombosit untuk tersapu oleh
sirkulasi. Lapisan trombosit yang tersumbat ini membentuk dasar
dari sumbatan trombosit hemostatik pada tempat yang
mengalami kerusakan. Kolagen mengaktifkan ikatan trombosit.
Pada keadaan normal trombosit berbentuk seperti cakram dan
memiliki permukaan yang halus.
3. koagulasi darah (pembentukan bekuan darah). koagulasi
darah, atau pembekuan darah, adalah transformasi darah dari
cairan menjadi gel padat. Pembentukan bekuan di atas sumbat
trombosit memperkuat dan menopang sumbat, meningkatkan
tambalan yang menutupi kerusakan pembuluh. Selain itu,
sewaktu darah di sekitar kerusakan pembuluh memadat, darah
tidak lagi dapat mengalir. Pembekuan darah adalah mekanisme
hemostatik tubuh yang paling kuat. Mekanisme ini diperlukan
untuk menghentikan perdarahan dari semua kecuali
kerusakan-kerusakan yang paling kecil.
4. Fibrolisis. Langkah terakhir dalam pembentukan bekuan adalah
perubahan fibrinogen, suatu protein plasma larut berukuran besar
yang dihasilkan oleh hati dan secara normal selalu ada di dalam
plasma, menjadi fibrin, suatu molekul tak-larut berbentuk
benang. Perubahan menjadi fibrin ini dikatalisis oleh enzim
trombin di tempat cedera. Molekul-molekul fibrin melekat ke
permukaan pembuluh yang rusak, membentuk jala longgar yang
menjerat sel-sel darah, termasuk agregat trombosit. Massa yang
terbentuk, atau bekuan, biasanya tampak merah karena
banyaknya SDM yang terperangkap tetapi bahan dasar bekuan
dibentuk dari fibrin yang berasal dari plasma. tuk benang.
Perubahan menjadi fibrin ini dikatalisis oleh enzim trombin di
tempat cedera. Molekul-molekul fibrin melekat ke permukaan
pembuluh yang rusak, membentuk jala longgar yang menjerat
sel-sel darah, termasuk agregat trombosit. Massa yang terbentuk,
atau bekuan, biasanya tampak merah karena banyaknya SDM
yang terperangkap tetapi bahan dasar bekuan dibentuk dari fibrin
yang berasal dari plasma
patofisiologi hematuria
3. Foto Rontgen
Jika terdapat gejala hemoptisis, pemeriksaan foto thorax harus
dilaksanakan. Pemeriksaan ini dapat membantu dalam menentukan
keberadaan dan luasnya perdarahan pada paru-paru. Pemeriksaan foto
polos abdomen dapat membantu dalam mendiagnosis obstruksi usus.
Radiografi usus kecil dengan kontras dapat menunjukkan lipatan
mukosa yang menebal atau bintik barium kecil. Temuan radiologis GI
terutama meliputi iskemia usus dengan sidik jari dan edema dinding
usus, yang kadang-kadang terlihat pada foto polos abdomen.
4. Pemeriksaan Histologi
Gambaran histopatologi lesi kulit pada HSP dapat berkisar dari
vaskulitis leukositoklastik yang khas dengan atau tanpa nekrosis
fibrinoid hingga temuan yang kurang spesifik seperti infiltrat
perivaskular limfohistiositik dengan ekstravasasi eritrosit. Tes
imunofluoresensi direct (DIF) adalah tes penunjang tambahan yang
berguna untuk histopatologi; hasilnya jauh lebih tinggi bila pengujian
dilakukan dalam waktu 48 jam setelah penyajian. Studi
imunofluoresensi mengungkapkan deposisi IgA perivaskular di hampir
semua pasien; temuan ini jarang terjadi pada IgAV infantil, di mana C3
dan IgM paling sering ditemukan di dinding pembuluh darah yang
terkena.
1. PENGERTIAN
2. ETIOLOGI
3. INSIDEN
4. PATOFISIOLOGI
A. Autoantibodi. Produksi antibodi IgG anti-trombosit terjadi pada
pasien ITP. Antibodi ini berikatan dengan berbagai glikoprotein
pada permukaan trombosit, seperti GPαIIbβ3 (GPIIb IIIA) dan
GPIb-IX-V. Ikatan antibodi IgG anti-trombosit dengan
permukaan trombosit akan menandai trombosit yang telah
diselimuti antibodi untuk dihancurkan di organ
retikuloendotelial, seperti hati dan limpa. Produksi antibodi ini
terjadi bersamaan dengan peningkatan sel B pada limpa dan
peningkatan proliferasi sel B pada area limpa, sehingga sel B
dikaitkan dengan produksi antibodi anti-trombosit.
B. Abnormalitas sel T. Kelainan sel T ditemukan pada pasien
dengan ITP, seperti peningkatan reaktivitas sel T-helper terhadap
trombosit, penurunan kadar CD4+CD25+FoxP3+ Tregs,
ditemukannya CD8+ Tregs, dan aktivasi Th1. Hanya sekitar 60%
pasien dengan ITP memiliki autoantibodi anti-trombosit yang
terdeteksi, sehingga mekanisme non-antibodi diperkirakan ikut
berperan dalam patogenesis ITP. Secara in vitro, sel T CD8+
dapat menghancurkan trombosit, dan terakumulasi pada sumsum
tulang sehingga dapat menghambat trombopoiesis.[4,6,7]
C. Peran Sel Dendritik. Antigen presenting cells termasuk sel
dendritik, makrofag, dan sel B berfungsi dalam mendeteksi dan
melaporkan keberadaan antigen asing kepada sel imun. Pada
kondisi tertentu, seperti inflamasi, fungsi sel-sel ini dapat
terganggu dan berperan pada patogenesis penyakit autoimun.
Sebagai antigen presenting cells yang paling efisien, fungsi sel
dendritik terganggu pada patogenesis ITP.
D. Peran Megakaryocytes. Megakaryocytes sangat berpengaruh
pada patogenesis ITP, dimana perkembangannya
(megakaryopoiesis) dihambat oleh antigen anti-trombosit. Selain
megakaryopoiesis, patogenesis ITP juga mempengaruhi
mesenchymal stem cells sehingga kehilangan kemampuannya
untuk menekan proliferasi sel T CD8. Kerusakan
megakaryocytes dan sumsum tulang menyebabkan degradasi
trombosit dan trombopoiesis yang tidak efisien pada ITP.[4,7] (
Zufferey A, Kapur R, Semple JW. Pathogenesis and therapeutic
mechanisms in immune thrombocytopenia (ITP). Journal of
clinical medicine. 2017 Feb;6(2):16. + Li J, Sullivan JA, Ni H.
Pathophysiology of immune thrombocytopenia. Current
opinionin hematology. 2018 Sep 1;25(5):373-81.)
5. GEJALA KLINIK
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. TES LABORATORIUM
● Jumlah trombosit rendah, biasanya <40x10^9/L selama
lebih dari tiga bulan.
● Film darah: Ini menunjukkan trombosit besar dan
fragmen trombosit kecil.
● Pemeriksaan sumsum tulang: Menunjukkan peningkatan
jumlah megakariosit.
● Tes Platelet Coomb: Mendeteksi antibodi antiplatelet
yang dipasang pada trombosit pasien. Namun, perlu
dicatat juga bahwa analisis antibodi yang berfokus pada
glikoprotein trombosit IIb/IIIa, Ib/IX, dan Ia/IIa memiliki
sensitivitas rendah dan jarang manjur.
● Tes tidak langsung: Menggunakan kumpulan trombosit
donor normal untuk mendeteksi antibodi serum bebas
terhadap trombosit, biasanya antibodi anti-glikoprotein
IIb/IIIa.
● Berbagai tes lain dapat mendeteksi antibodi antiplatelet,
termasuk aktivasi limfosit oleh platelet autologous,
aktivasi limfosit oleh kompleks imun antibodi-platelet,
fagositosis IgG terkait platelet dengan tes pengikatan
kompetitif, uji antiglobulin Coombs berlabel radio,
antiglobulin Coombs berlabel fluorescein, dan ELISA.
B. Pengujian untuk lupus eritematosus sistemik (menghadirkan
dengan ITP):
● Antibodi antinuklear (ANA) dapat dilakukan dengan
menggunakan imunofluoresensi tidak langsung. Sebagian
besar kasus SLE menunjukkan hasil ANA positif.
Terdapat data klinis yang menunjukkan bahwa pasien ITP
berisiko tinggi mengalami SLE. Tercatat dalam satu
penelitian bahwa 12,8% pasien dengan SLE pada
awalnya didiagnosis dengan ITP. Pencarian yang satu
harus menekan pertimbangan yang lain.
● Pengujian antibodi otomatis: Ini termasuk pengujian
anti-double-stranded DNA (anti-dsDNA), anti-Smith,
ENA, anti-cardiolipin, dan antibodi anti-beta 2 GPI.
Tingkat serum yang tinggi dari anti-dsDNA dan antibodi
anti-Smith menunjukkan SLE.
7. DIAGNOSIS
8. TERAPI
9. KOMPLIKASI
10. PROGNOSIS
Prognosis baik untuk ITP akut karena sebagian besar pasien sembuh
spontan. Pasien dengan ITP kronis hampir selalu memerlukan
pengobatan, dan kekambuhan sering terjadi. Respon lengkap terhadap
steroid lini pertama dapat terjadi pada sekitar 20% pasien, dan sekitar
60% memiliki respons parsial. Vincristine digunakan pada pasien
dewasa yang tidak menanggapi splenektomi.
11. PENCEGAHAN
1. PENGERTIAN
2. ETIOLOGI
3. INSIDEN
4. PATOFISIOLOGI
5. GEJALA KLINIK
● Ruam
● Nyeri sendi
● Sakit perut
● Muntah
● Edema subkutan
● Pendarahan dubur
● Edema skrotum
● Sakit kepala
● Demam
● Diare
● Hematemesis
● Kelelahan
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. ANA, RF -> Negatif
2. Faktor Pembekuan XIII -> penurunan 50%
3. Urinalisis -> Hematuria mikroskopik+Proteinuria
4. Erythrocyte sedimentation rate (ESR)
B. USG
D. Pemeriksaan Histologi
7. DIAGNOSIS
8. TERAPI
9. KOMPLIKASI
● Gagal Ginjal
● Proteinuria
● Hematuria
● Sindrom nefrotik
● Intususepsi
● Perdarahan saluran cerna
● Infark usus
● Perforasi usus
● Perdarahan SSP
● Kejang
● Sakit saraf
● Efusi pleura
● Perdarahan paru
● Torsio testis
10. PROGNOSIS
11.
9. KOMPLIKASI
10. PROGNOSIS
11. PENCEGAHAN
Pasien harus dididik bahwa gejalanya kemungkinan besar akan hilang dalam
beberapa minggu; Namun, gejala dapat kambuh. Meskipun keterlibatan
ginjal yang parah jarang terjadi, jika ada bukti keterlibatan ginjal yang
parah, pasien memerlukan perawatan dan penanganan agresif oleh ahli
nefrologi.
● Hemoglobin: normal
● Leukosit: normal
● Trombosit: normal
ITP IIIII I
Trombositopenia IIII
✓ ✓ ✓ Bintik-bintik
merah
✓ ✓ ✓ Nyeri perut
pada
umbilikus
✓ - - Nyeri sendi
yang tidak
berpindah-pi
ndah
✓ ✓ ✓ Hematuria
✓ ✓ ✓ Rumple
leede positif
✓ - - Tidak pucat
✓ - - Tidak
organomegali
1. Dorland, W.A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 31. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
2. Wahed,Amer. Dasgupta. Amitava. 2015. Hematology and Coagulation: A
Comprehensive Review for Board Preparation, Certification and Clinical Practice.
Elsevier.
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2019. (nomer 1)
4. Retnaningtyas,L.P. 2019.Henoch-Schonlein Purpura (HSP).Jurnal Kesehatan dan
Kedokteran Vol 11).
5. Justiz Vaillant AA, Gupta N. ITP-Immune Thrombocytopenic Purpura. 2022 Jul 8. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. PMID.
30725925.
6. Wahdaniah, Sri Tumpuk. 2018. Perbedaan Penggunaan Antikoagulan K2EDTA dan
K3EDTA Terhadap hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit. Poltekkes Kemenkes Pontianak.
7. Pribadi, Adhi, dkk. "Ultrasonografi Obstetri dan Ginekologi". Sagung Seto. 2011.
Buscarina, Elisabetta, kk. "Manual of Diagnostic Ultrasound Vol 2'. World Health
Organization. 2018.
8. Integra Newsletter. "Ultrasonografi (USG)". http://www.integra.co.id. Jan 2016.
9. Pohan Yasir. 2019. Analisa Sistem Kelistrikan Computerized Tomography Scan di
Rumah Sakit Haji Medan. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Pembangunan
Panca Budi. Vol. 1. No.1
10. Notosiswoyo Mulyono, Suswati Susy. 2004. PEMANFAATAN MAGNETIC
RESONANCE IMAGING (MRI) SEBAGAI SARANA DIAGNOSA PASIEN. Media
Litbang Kesehatan. Universitas Hasanuddin. Volume XIV No. 3
11. Hardjono H dan Fitriani. 2007. Substansi dan Cairan Tubuh Ed. Baru. Makassar :
Lembaga Penerbitan Universitas Makassar. Hal 1 - 50.
12. S Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar- dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : CV Sagung
Seto.
13. Schwartz GJ. Urinealysis. Dalam: Kher KK, Schnaper HW, Greenbaum LA, Editors.
Clinical Pediatric Nephrology. Edisi 3. Boca Raton: CRF Press; 2017. p. 31–43. 3.
Kher KK, M (nomer 2)
14. Soemyarso, NA., dkk. 2018. Hematuria Pada Anak. Airlangga University Press.
(nomer 2)
15. SIMBOLON, M. E. (2021). Literature review: Efektifitas senam rematik terhadap
penurunan nyeri sendi pada lansia penderita reumatoid arthritis. (Nomor 5)
16. Dwipoerwantoro, Pramita G. 2010. Nyeri Perut Akut Non-Bedah Pada Anak.
Departemen ilmu kesehatan Anak FKUI-RSCM, jakarta. ( nomor 4 )
17. Jannah, H., & Primawati, S. N. (2020). Identifikasi Tanaman Obat Untuk Menunjang
Kesehatan Anak Usia Dini. Bioscientist: Jurnal Ilmiah Biologi, 8(1), 32-38.
18. Roache-Robinson P, Hotwagner DT. Purpura Henoch-Schonlein. [Diperbarui 2022 8
Agustus]. Di dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls;
2023 Jan-. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537252/
19. Arrieta-Blanco JJ, Oñate-Sánchez R, Martínez-López F, Oñate-Cabrerizo D,
Cabrerizo-Merino MD. Inherited, congenital and acquired disorders by hemostasis
(vascular, platelet & plasmatic phases) with repercussions in the therapeutic oral sphere.
Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2014 May 1;19(3):e280-8. doi: 10.4317/medoral.19560.
PMID: 24121923; PMCID: PMC4048118. (nomer 1 baru)