Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PERIOPERATIF

PADA PASIEN HEMOSTASIS

DI SUSUN OLEH :
1.
2.

Akhmad Sulukhi
Dewi Priyani
3. Eka Triani
4. Eka Wahyu Wijayanti
5. Fadillah Nur
6. Liana Dian P
7. Muslimah
8. Pipih Andriani
9. Sigit Noviono
10. Siska Fitriana

131420129580006
131420129820030
131420129920040
131420129930041
131420130010049
131420130220070
131420130350083
131420130420090
131420130600108
131420130620110

STIKes HARAPAN BANGSA PURWOKERTO


S1KEPERAWATAN 6A
TAHUN
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah atas rahmat dan karunianya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami tentang Hemostasis dengan baik dan tepat waktu guna
memenuhi tugas perkuliahan. Makalah ini kami buat sebagai pedoman atau panduan
dalam ilmu keperawatan bagi mahasiswa dan mahasiwi ilmu kesehatan khususnya
bagi mahasiswa yang mengambil jurusan ilmu keperawatan.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
untuk itu kami mengharapkan banyak banyak masukan dan saran untuk perbaikan
dalam penyusunan makalah berikutnya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak khususya mahasiswa keperawatan.

Purwokerto, 6 April 2016


Tim penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN COVER..........................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Tujuan ...............................................................................................1
BAB II ISI..........................................................................................................2
A.
B.
C.
D.

Definisi Perawat Instrumen...............................................................2


Persyaratan Perawat Instrumem........................................................2
Tanggung Jawab................................................................................2
Peran Perawat Instrumen...................................................................3

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................7

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam keadaan normal darah senantiasa berada di dalam pembuluh


darah dan berbentuk cair. Keadaan ini dapat diperoleh bila terdapat keseimbangan
antara aktivitas koagulasi dengan aktivitas fibrinolisis pada sistem hemostasis
yang melibatkan endotel pembuluh darah, trombosit, protein pembekuan, protein
antikoagulan dan enzim fibrinolisis. Terjadinya efek pada salah satu atau beberapa
komponen ini akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan hemostasis
dan menimbulkan komplikasi perdarahan atau trombosis.
Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penambal
kebocoran dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada
daerah yang mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk suatu sumbat
trombosit maka trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi
trombosit, adhesi trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, aggregasi
trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan
berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi
trombosit pada jaringan ikat subendotel terjadi melalui interaksi antara reseptor
glikoprotein membran trombosit dengan protein subendotel terutama faktor von
Willebrand sedangkan aggregasi trombosit terjadi melalui interaksi antar reseptor
trombosit dengan fibrinogen sebagai mediator.
B.

Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan :
1. Umum
Mahasiswa mampu menerapkan konsep perioperatif memberikan asuhan
keperawatan pada pasien hemostasis.
2. Khusus:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep hemostasis
b. Memenuhi tugas mata kuliah perioperatif.

BAB II
ISI
A. Definisi

Hemostasis adalah suatu fungsi yang bertujuan untuk mempertahankan


keenceran darah sehingga darah tetap dalam pembulu darah dan menutup
kerusakan dinding pembulu darah.
Hemostasis adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh yang amat
penting dalam menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang luka.

Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan pendarahan secara


spontan. Ada beberapa sistem yang berperan dalam hemostasis yaitu sistem
vaskuler, trombosit dan pembekuan darah.(Setiabudi, 2009)

A. Manajemen Hemostasis

Sejarah dalam upaya menghentikan perdarahan (Hemostasis) dan


mengobati luka sengan panas sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Pengobatan Hindu Purba menggunakan batang logam yang dipanaskan untuk
melakukan kauterisasi (cauterization). Satu hal yang sama dari semua alat
kauterisasi kuno adalah pemakaian panas untuk menutup perdarahan melalui
koagulasi. Dengan ditemukannya listrik, maka para penemu menciptakan
beragam generator, mulai dari transformer kumparan sampai unit tabung
vakum (Gruendemann,2006).
Pada konsep manajemen hemostasis terdapat dua komponen yang
harus diperhatikan oleh perawat perioperatif, yaitu kondisi pasien yang
berhubungan dengan kemampuan hemostasis dan metode intervensi
hemostasis. Dalam upaya mengenal lebih jauh tentang pelaksanaan manajemen
hemostasis pada pasien yang berhubungan dengan kemampuan hemostasis,
maka perawat perioperatif perlu meninjau kembali tentang konsep mekanisme
pembekuan, gangguan hemostasis, pengkajian pasien, dan metode hemostasis.
B. Mekanisme Pembekuan
Pada konsep hemostasis, secara fisiologis tubuh manusia mempunyai
mekanisme untuk melakukan pembekuan darah dengan tujuan mencegah atau
menghentikan pengeluaran darah dari ruang intravaskular. Proses ini
menghasilkan jaringan fibrin untuk perbaikan jaringan, yang akhirnya dibuang
jika tidak lagi diperlukan. Menurut Gruendemann(2006), dalam proses
hemostasis secara fisiologis terdapat beberapa kondisi yang ikut berperan,
meliputi vasokontriksi, pembentukan adhesi (sumbatan) trombosit,
pembentukan fibrin, dan fibrinolosis.
Vasokontriksi yang merupakan respons awal dari pembuluh darah yang
cedera, akan menyebabkan perlekatan antar sel endotel. Selanjutnya, kontraksi
yang terjadi akan menimbulkan proses agregasi trombosit, yang juga dikenal

sebagai hemostasis primer. Trombosit melekat pada kolagen endotel yang


terpajan di pembuluh yang cedera, kemudian meluas dan memicu reaksi
pelepasan. Reaksi ini menarik trombosit lain dari sirkulasi darah untuk melekat
pada trombosit yang telah ada sebelumnya. Pada hemostasis sekunder, reaksi
pelepasan dirangsang oleh adenosin difosfat (ADP) dan faktor lain di jaringan
yang rusak atau trombosit. Dalam hal ini, diperlukan fibrinogen untuk
menjalankan proses yang menghasilkan pemadatan trombosit dan
pembentukan sumbat yang ireversibel. Kemudian, saat protrombin diubah
menjadi trombin proteolitik, terjadilah koagulasi yang pada gilirannya
terbentuk fibrin yang tidak larut dari fibrinogen, untuk menstabilkan dan
menambah sumbat trombosit.nakhirnya, terjadi fibrinolisis untuk
mempertahankan keutuhan pembuluh darah (Cormer,1995).
C. Gangguan Hemostasis

Gangguan hemostasis dapat terjadi akibat gangguan pada trombosit,


kelainan pembuluh darah, kelainnan faktor pembekuan darah, atau kombinasi
ketiganya (Wiliams(1990) dalam Gruendemann (2006)).
Apabila salah satu komponen mekanisme hemostasis terganggu oleh
beberapa kondisi, maka pasien dapat mengalami penyulit yang bersifat
hemoragi, trombosis, atau keduanya. Kondisi ini mengharuskan dilakukannya
tindakan operasi atau merupakan akibat langsung dari operasi. Ahli bedah, ahli
anestesi, dan perawat perioperatif bersama-sama bertanggung jawab untuk
mengetahui kelainan yang ada, mendeteksi berbagai risiko, dan segera
mengatasi akar masalah yang berkaitan dengan kelainan trombosit,
koagulasi,vaskular, atau kombinasinya.
D. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dengan menggunakan metode wawancara adalah unsur
terpenting untuk mengenal gangguan hemostasis yang signifikan pada pasien
yang akan menjalani prosedur pembedahan. Melalui wawancara perawat
perioperatif dapat menentukan perlu tidaknya pemeriksaan diagnostik yang
lebih spesifik.
Pemeriksaan diagnostik yang paling sering dilakukan adalah
melakukan pengamatan keadaan kulit dan selaput lendir, yang mungkin
memperlihatkan tanda atau gejala perdarahan.
Pengkajian diagnostik yang paling sering dilakukan adalah
pemeriksaan hemostasis. Pemeriksaan hemostasis terdiri dari pemeriksaan
rutin untuk mengonfirmasi adanya suatu gangguan dan uji spesifik yang akan
mengidentifikasi penyebabnya. Hasil pemeriksaan harus dibaca oleh perawat
perioperatif sehingga dapat melakukan intervensi dan tindakan kolaboratif
dengan tim bedah untuk memberikan terapi yang sesuai.
E. Metode Hemostasis
Hemostasis yang adekuat merupakan fondasi dari tindakan operasi.
Apabila pasien megidap gangguan mekanisme pembekuan, maka ahli bedah
harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hemostasis, sifat cedera
yang terjadi, dan pengobatan yang tersedia. Dengan demikian, diharapkan ahli
bedah dapat memperkirakan risiko dan prosedur antisipasi pada saat yang
tepat, memodifiksi teknik bedah seperlunya, dan membantu mengarahkan
koreksi terhadap defek hemostasis. Metode hemostasis yang lazim dilakukan
meliputi pencegahan perdarahan dan intervensi perdarahan.

F. Pencegahan Perdarahan

Intervensi pencegahan perdarahan dilakukan sebelum, selama, dan sesudah


intervensi bedah. Ada berbagai upaya dalam melakukan pencegahan
perdarahan. Berikut adalah upaya-upaya yang dimaksud.
1. Pengaturan fisiologi
Posisi pasien intra dan pascaoperasi disesuaikan dengan posisi dari
setiap jenis pembedahan. Dalam melakukan pengaturan biasanya diperlukan
bantuan alat penunjang seperti karet busa. Titik-titik yang berpotensi
mendapat tekanan harus diberi bantalan yang cukup untuk mencegah
memar atau perdarahan spontan. Selain itu, upaya ini dilakukan untuk
menghindari tekanan pada pembuluh dan memungkinkan darah mengalir
kembali ke jantung. Sedikit pengangkatan tungkai bawah ,jika mungkin,
dapat meningkatkan aliran balik vena.
2. Pemasangan Stoking Antiemboli
Kompresi statis eksternal pada ekstremitas bawah dapat dicapai dengan
pemasangan stocking elastik atau bebat perban elastis. Lingkar betis atau
paha harus diukur agar pemasangan bebat pas dan menghasilkan kompresi
terapeutik. Stocking digulung dan bebat elastik dibungkus ke atas dari jari
kaki setinggi yang diinginkan untuk membantu aliran balik vena di
pembuluh yang tertekan (Lewis, 2000).
3. Terapi Farmakologis
Obat yang dipilih tergantung pada mekanisme hemostasis pasien,
pencegahan pengeluaran darah, atau pembentukan bekuan yang
dibutuhkan. Antikoagulan adalah kategori obat yang bermanfaat secara
terapeutik. Agen tersebut dapt menghambat pembentukan bekuan, tetapi
tidak memicu perdarahan diberbagai titik dalam mekanisme hemostasis.
Natrium heparin yang diberikan secara profilaktik dalam dosis kecil dapat
menghambat trombosis dengan menginaktifkan faktor X dan menghambat
perubahan protrombin menjadi trombin. Apabila trombosis sudah
terbentuk, maka dosis yang lebih besar dapat menghambat koagulasi lebih
lanjut dengan menginaktifkan trombin dan mencegah perubahan fibrinogen
menjadi fibrin (kee, 1996).
4. Turniker pada bagian proksimal
Turniker (tourniquet) dipasang di bagian proksimal dari tempat perdarahan
untuk mengurangi aliran dan membersihkan daerah operasi dari darah.
Perban Esmarchs adalah perban gulung elastis yang terbuat dari lateks dan
dibungkuskan dengan erat ke sekeliling ekstremitas dari ujung distal
hingga ke turniket. Hal ini bertujuan menekan pembuluh-pembuluh
superfisial dan mendorong darah dari ekstremitas sebelum turniket dilepas.
Pencegahan perdarahan di ekstremitas dapat dihentikan dengan prosedur
turniket, yaitu membebat sebagian tubuh yang dibedah. Cara ini umumnya
digunakan pada bedah ortopedi dan bedah saraf perifer yang membutuhkan
lapangan pembedahan yang bersih dan kering. Turniket merupakan alat
pneumatik yang dipasang pada lengan atau tungkai setelah terlebih dahulu
ekstremitas yang bersangkutan dikosongkan darah secara dibebat dengan
balutan karet dan dipasang pada bagian paha.
G. Intervensi Perdarahan

Perdarahan pada pembedahan harus segera dihentikan. Ada berbagai upaya


dalam melakukan intervensi perdarahan, yaitu sebagai berikut.

1. Penggantian darah dan cairan

2.

3.

4.

5.

6.

Intervensi ini dilakukan apabila sudah diprediksi akan terjadi perdarahan


masif intraoperatif.persiapan darah dilakukan sebelum pembedahan agar
dapat dilakukan penccocokan antara donor dengan resipien.
Penekanan Setempat
Untuk menurunkan respons perdarahan dan memperoleh lapangan operasi
yang bebas darah pada perdarahan yang superfisial, hemostasis dilakukan
dengan penekanan setempat, biasanya dengan kata steril.
Ligasi
Perdarahan pada daerah permukaan dapat dihentikan dengan ligasi, yaitu
menjepit pembuluh darah yang terbuka dengan klem kecil dilakukan ikatan
atau ikat jahi. Penjahitan pembuluh darah merupakan intervensi perdarahan
yang penting apabila yang mengalami kerusakan adalah arteri besar.
Diatermi
Diatermi efektif untuk pembuluh kecil dan biasanya digunakan untuk
perbaikan retina yang lepas dan lesi superfisial. Unit ini secara elektrik
menghasilkan panas melalui instrumen dengan melewatkan arus bolakbalik frekuensi tinggi melalui jaringan dan menghasilkan panas yang cukup
akibat resistensi jaringan untuk menimbulkan koagulasi jaringan
( Gruendemann,2006). Cara lain adalah dengan menggunakan alat
elektrokauter (electrocauter). Aliran listrik melalui elektrokauter
menyebabkan darah menggumpal karena panas yang ditimbulkan oleh arus
pendek pada frekuensi getar yang tinggi (Sjamsuhidayat,2005).
Metode Hipotensi
Hemostasis juga dapat dilakukan secara tidak langsung dengan metode
hipotensi, yaitu menurunkan tekanan darah dengan pembiusan sedemikian
rupa sampai perdarahn berkurang. Anestesi hipotensif ini dipakai pada
pembedahan otak (Sjamsuhidayat,2005)
Bedah Listrik
Generator bedah listrik menyalurkan arus bolak-balik berfrekuensi tinggi
ke jaringan untuk menimbulkan efek koagulasi dan pemotongan. Arus
melewati tubuh sehingga harus digunakan elektrode dispersif (lempeng
grounding) untuk mengeluarkan arus dari tubuh pasien dengan aman
(Gruendemann,2006).
Peran perawat dalam manajemen hemostasis sangat penting. Dimulai dari
persiapan alat dan sarana hemostasis, penerapan proses desinfeksi, hingga
intervensi dalam membantu ahli bedah dalam melakukan tindakan
hemostasis intraoperasi. Perawat juga ikut serta dalam merencanakan
peralatan dan barang yang akan digunakan selama operasi berdasarkan
prosedur yang akan dilakukan dan hasil pemeriksaan darah praoperasi
pasien. Perawat harus memastikan bahwa darah tersedia diruangan atau di
bank darah jika diminta. Perawat mungkin bertanggung jawab untuk
memasang stocking antiemboli atau peralatan kompresi sekuensial sebelum
pembedahan. Untuk memperoleh hasil terbaik dari produk yang
bersangkutan, maka instruksi penggunaan harus diikuti. Peran utama
perawat adalah dalam hal pengkajian dan persiapan. Dengan memantau
respons pasien terhadap pembedahan serta jumlah darah dan cairan yang
keluar dan dengan menyediakan produk-produk yang diperlukan untuk
keadaan darurat, maka perawat dapat berespons secara efisien dan efektif.

Anda mungkin juga menyukai