0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8 tayangan4 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang proses penyembuhan luka dan pembekuan darah. Proses penyembuhan luka meliputi perubahan seluler dan molekuler untuk memulihkan jaringan, seperti fibroplasia dan regenerasi epitel. Pembekuan darah merupakan proses kompleks yang melibatkan trombosit, protein plasma, dan pembentukan fibrin untuk membentuk sumbat darah sementara. Berbagai faktor seperti gangguan koagulasi, vaskular, atau nutrisi d
Dokumen tersebut membahas tentang proses penyembuhan luka dan pembekuan darah. Proses penyembuhan luka meliputi perubahan seluler dan molekuler untuk memulihkan jaringan, seperti fibroplasia dan regenerasi epitel. Pembekuan darah merupakan proses kompleks yang melibatkan trombosit, protein plasma, dan pembentukan fibrin untuk membentuk sumbat darah sementara. Berbagai faktor seperti gangguan koagulasi, vaskular, atau nutrisi d
Dokumen tersebut membahas tentang proses penyembuhan luka dan pembekuan darah. Proses penyembuhan luka meliputi perubahan seluler dan molekuler untuk memulihkan jaringan, seperti fibroplasia dan regenerasi epitel. Pembekuan darah merupakan proses kompleks yang melibatkan trombosit, protein plasma, dan pembentukan fibrin untuk membentuk sumbat darah sementara. Berbagai faktor seperti gangguan koagulasi, vaskular, atau nutrisi d
Fisiologi penyembuhan luka, akibat kerusakan jaringan yang terjadi baik
sebagai intervensi (seperti bekas suntikan) maupun bukan, akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan molekuler dan seluler yang merupakan usaha dari tubuh hewan penderita untuk memulihkan kontinuitas dari fungsi organ jaringan tersebut untuk melakukan fibroplasias dan regenerasi epitel (Schwartz and Seymour, 2000). Kejadian luka sebagai gangguan pada jaringan tubuh yang dapat terjadi secara tertutup disebut vulneratio occlusa, yaitu jaringan kulit yang terluka masih tetap utuh, dan pada kejadian ini dapat disebabkan akibat contusion. Pada contusion, kulit mengalami kerusakan sekalipun masih utuh, namun demikian jaringan yang mengalami kerusakan tersebut dapat terjadi pada muskulus tendon saraf maupun tulang. Selain itu dapat berakibat abrasio yang mana luka dibagian superfisial dari kulit terkelupas disebabkan akibat friksi dan luka ini sangat sensitif sekalipun sedikit mengalami perdarahan namun mengalami penyembuhan yang lama. Pada kejadian luka kulit yang terbuka disebut vulneratio operta dikenal beberapa bentuk, yakni dalam bentuk insisi adalah luka yang disebabkan benda tajam, tepi luka yang terjadi rata dengan kerusakan yang sedikit sekali, luka insisi ini dapat terjadi pada muskulus, tendon, pembuluh darah, dan saraf yang disertai dengan pendarahan. Pada luka tusukan (punktur) adalah luka yang dalam dengan lubang yang kecil yang bisa disebabkan oleh benda yang ujungnya tajam (seperti jarum suntik) (Sardjana dan Kusumawati, 2011).
Proses pembekuan dan penghentian pendarahan
Hemostasis merupakan proses penghentian pendarahan secara spontan dari pembuluh darah yang mengalami kerusakan atau akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah. Thrombosis terjadi apabila endotelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau hilang. Proses homeostasis mencakup pembekuan darah atau koagulasi dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit, serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan darah maupun yang melarutkan bekuan (Durachim dan Astuti 2018). Platelet atau trombosit yang bersirkulasi dalam pembuluh darah, merupakan mediator penting yang memicu jalur mekanikal dari kaskade koagulasi saat pembuluh darah mengalami kerusakan. Pada saat terjadi kerusakan jaringan, mekanisme hemostasis menggunakan sejumlah besar reseptor vaskular dan ekstravaskular, sesuai dengan komponen darah, untuk menutup gangguan pada pembuluh darah dan menutupnya dari jaringan di sekitarnya. Fungsi utama dari trombosit adalah untuk menghentikkan pendarahan setelah cedera vaskular (Periayah et al. 2017). Pembekuan darah merupakan proses yang kompleks dan peristiwa dimana fibrinogen, protein plasma yang larut diubah menjadi bakuan fibrin yang stabil (Fuadi et al. 2018). Proses pembekuan darah dimulai dengan vasospasm yang merupakan respon awal dari luka pada pembuluh darah. Vasospasm dapat dipicu oleh reseptor nyeri lokal dan senyawa yang dilepas oleh jaringan endotel yang rusak, yang kemudian menstimulasi vasokonstriksi. Endotelium yang rusak mengekspos kolagen sub-endotel, faktor von Wilebrand (vWF), melepaskan ATP, dan mediator inflamasi. Kombinasi paparan vWF, kolagen subendotel, ATP, dan mediator inflamasi ini menyediakan tempat untuk adhesi trombosit (Periayah et al. 2017). Menurut Garmo et al. (2021), pasca kerusakan vaskular, trombosit akan menggulung di sepanjang dinding pembuluh darah dan menempel pada area kolegen subendotel dan vWF yang terbuka. Membran trombosit kaya akan reseptor protein G (Gp) yang terletak di dalam lapisan fosfolipid ganda. Reseptor GP pada trombosit mengikat vWF pada endotelium dan kemudian mengaktifkan trombosit. Setelah menempel, trombosit mengalami perubahan bentuk yang irreversibel dari cakram halus menjadi plug multi-pseudopodal, yang sangat meningkatkan luas permukannya, dan mengeluarkan granula sitoplasmanya. Granula trombosit melepaskan serotonin, faktor pengaktif trombosit, dan ADP. Pada saat ADP berikatan dengan reseptornya, ia mengindusi ekspresi kompleks GP IIb/IIIa pada permukaan membran trombosit. Kompleks GP IIb/IIIa adalah reseptor kolagen yang bergantung pada kalsium yang diperlukan untuk perlekatan trombosit-ke-endotel dan agregasi trombosit-ke-trombosit. Secara bersamaan, trombosit mensintesis Tromboksan A2 (TXA2). TXA2 lebih lanjut mengintensifkan vasokonstriksi dan agregasi trombosit. Agregasi trombosit dimulai setelah trombosit diaktifkan. Setelah diaktifkan, reseptor Gp IIb/IIIa melekat pada vWF dan fibrinogen. Fibrinogen ditemukan dalam sirkulasi dan membentuk hubungan antara reseptor Gp IIb/IIIa dari trombosit untuk menghubungkannya satu sama lain dan akhirnya membentuk sumbat trombosit yang lemah (Garmo et al. 2021). Sumbatan trombosit ini bersifat sementara dan harus diperkuat lagi dengan proses pembekuan darah (clot) yang akan memperkokoh penutupan kerusakan pembuluh darah (Durachim dan Astuti 2018). Pembentukan bekuan darah terdiri dari dua jalur utama yaitu jalur ekstrinik dan instrinsik. Kedua jalur tidak bersifat independen walau ada perbedaan artificial yang dipertahankan. Proses yang mengawali pembentukan bekuan darah sebagai respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh jalur ekstrinsik. Pengaktifan jalur intrinsik berhubungan dengan permukaan yang bermuatan negatif. Kedua lintasa kemudian menyatu dalam jalur terakhir yang sama. Jalur ekstrinsik dimulai dari eksposur faktor pembekuan darah dengan faktor jaringan (TF), di jaringan ekstravaskular dan melibatkan faktor VII, X, serta Ca2+ dan menghasilkan faktor Xa (aktif). Jalur intrinsik melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII, dan X disamping prekalikrein, kaninogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Jalur intrinsik juga membentuk faktor Xa. Jalur ekstrinsik dan intrinsik kemudian masuk kedalam jalur bersama pengaktivasian trombin (Durachim dan Astuti 2018). Jalur bersama dari kedua jalur dimulai via aktivasi dari faktor X. Pengaktifan protrombin menjadi trombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan komplek protrombinase yang terdiri dari fosfolipid anionic platelet, Ca2+, fator Va, faktor Xa, dan protrombin. Trombin yang terbentuk kemudian melekat pada fibrinopeptida A dan B untuk membentuk monomer fibrin. Monomer-monomer ini berkumpul menjadi protofibril dengan cara setengah terdistribusi, yang distabilkan oleh interaksi non-kovalen antara molekul-molekul fibrin. Akhirnya, protofibril tersusun miring menjadi jaringan fibrin padat untuk membentuk bekuan fibrin sementara yang tidak terikat silang secara kovalen. Benang fibrin kemudian menjerat plasma, trombosit, dan sel darah untuk membentuk bekuan darah yang lebih kuat (Periayah et al. 2017).
Gambar 1. Mekanisme pembekuan darah
(Sumber: Durachim dan Astuti 2018)
Hemostasis merupakan mekanisme normal yang dilakukan oleh tubuh
untuk menghentikan pendarahan pada lokasi yang mengalami kerusakan atau luka. Pendarahan yang lama membeku dapat disebabkan oleh banyak faktor. Gangguan pada hemostasis dapat digolongkan sebagai gangguan sintesis faktor pembekuan dan anti-koagulan, defisiensi kebersihan hati, trombostiopenia, pembentukan faktor pembekuan darah yang abnnormal, dan gabungan antara kelainan-kelainanan tersebut (Saragih et al. 2016). Faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan hemostasis adalah gangguan vaskularisasi, yang mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel; anemia, karena makhluk hidup yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dan protein dalam darah akan mengalami proses penyembuhan lama; usia, proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka; penyakit lain seperti diabetes dan kerusakan hati, stres, obesitas, obat-obatan yang berlebih, dan kekurangan nutrisi yang merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel. Vitamin K membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah (Rejeki dan Ernawati 2010). Selain itu, faktor yang dapat menyebabkan darah sukar membeku adalah kelainan yang bersifat turunan seperti hemofilia. Hemofilia merupakan gangguan koagulopati pada hewan dan manusia yang diturunkan sebagai hasil dari adanya defisiensi faktor VIII pada hemofilia A dan faktor IX pada hemofilia B. Kelainan tersebut sangat berkaitan dengan kromosom X, sehingga gejala akan timbul pada kelamin jantan (Tanjungsari dan Pradianto 2019).
Daftar Pustaka
Durachim A, Astuti D. 2018. Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medik (TLM):
Hemostasis. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Fuadi MC, Santoso H, Syauqi A. 2018. Uji aktivitas salep luka dari albumin ikan sidat (Anguilla bicolor) pada mencit (Mus musculus). e-Jurnal Ilmiah Sains Alami. 1(1):27-33 Garmo C, Bajwa T, Burns B. 2021. Physiology, Clotting Mechanism. Treasure Island (FL): StatPerals Publishing Periayah MH, Halim AS, Saad AZM. 2017. Mechanism action of platelets and crucial blood coagulation pathways in homeostasis. Int J Hematol Oncol Stem Cell Res. 11(4): 319-327 Saragih GG, Waleleng BJ, Haroen H. 2016. Gangguan hemostasis pada penderita sirosis hati yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode Agustus 2013-Agustus 2015. Jurnal e-Clinic. 4(1): 128-133 Tanjungsari L, Pradianto BI. 2019. Hemofilia pada anjing siberian husky. ARSHI Vet Lett. 3(4): 63-64