Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jumat, 3 September 2021

Biokimia Umum Waktu : 08.30 WIB

PJP : Puspa Julistia Puspita, SSi, MSc

Asisten : Shafa Geulistia Nurani

BIOFISIK 2

Kelompok 6

Zhaza Agviandini B0401201037

Syafrina Atika Putri Nasution B0401201040

Vincentia Seane Angelica B0401201042

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
PENDAHULUAN

Dasar Teori

Biofisik merupakan ilmu yang mempelajari fenomena fisika di dalam tubuh


makhluk hidup. Salah satu contoh biofisik adalah koloid. Koloid merupakan
dispersi partikel dari suatu substansi (fase terdispersi) secara merata di dalam
substansi atau larutan lainnya (fase kontinu). Suatu koloid berbeda dari larutan
sejati, dimana partikelnya lebih besar dari pada partikel dalam larutan sejati,
namun terlalu kecil untuk dilihat dibawah mikroskop. Ukuran partikel koloid
berkisar antara 1 x 103 pm hingga 2 x 105 pm (Ebbing dan Gammon 2017). Salah
satu sifat dari koloid adalah mampu menunjukan efek Tyndall (Burhanudin et al.
2018). Efek Tyndall adalah suatu fenomena dimana cahaya dihamburkan oleh
partikel dari suatu materi di jalurnya, hal ini memungkinkan seberkas cahaya
menjadi terlihat (King 2016). Sifat lain dari koloid adalah koagulasi, yaitu
destabilisasi koloid sehingga terbentuk endapan akibat ditambahkan koagulan.
Koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kadar ion
terlarut (Rahimah et al. 2016). Sistem koloid yang memiliki medium pendispersi
cair dapat dibedakan menjadi koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofil adalah
koloid yang partikel-partikel terdispersinya menarik medium pendispersi,
sedangkan koloid liofob tidak dapat menarik medium pendispersinya (Purba
2017).

Biofisik lainnya adalah senyawa buffer. Senyawa buffer merupakan


senyawa yang hanya mengalami perubahan pH yang kecil pada saat penambahan
sedikit larutan asam maupun basa. Pada umumnya, senyawa buffer dideskripsikan
sebagai kombinasi antara asam lemah dengan basa konjugasinya atau basa lemah
dengan asam konjugasinya (Petrucci et al. 2011). Larutan buffer adalah larutan
yang terdiri dari (1) asam lemah atau basa lemah dan (2) garamnya, kedua
komponen itu harus ada. Larutan ini mampu melawan perubahan pH ketika terjadi
penambahan sedikit asam dan basa. Buffer sangat penting dalam sistem kimia dan
biologi. pH dalam tubuh manusia sangat beragam dari satu cairan ke cairan
lainnya, misalnya pH darah adalah 7,4 sedangkan pH dalam lambung sekitar 1,5.
Nilai pH dalam enzim berperan penting karena mempengaruhi sistem kerjanya
agar benar dan tekanan osmotik tetap seimbang (Chang dan Overby 2011).

Tekanan osmotik juga merupakan salah satu contoh dari biofisik. Membran
semipermeabel hanya dapat dilalui oleh molekul terlarut yang berukuran cukup
kecil, namun bagi molekul terlarut yang besar tidak dapat lewat. Osmosis
merupakan suatu fenomena dimana pelarut dapat melewati membran
semipermeabel untuk menyeimbangkan konsentrasi larutan di kedua sisi
membran. Dalam osmosis, pelarut akan bergerak dari larutan dengan konsentrasi
zat terlarut rendah ke larutan dengan konsentrasi zat terlarut tinggi. Untuk
menghentikan osmosis maka ada yang disebut dengan tekanan osmotik. Tekanan
osmotik merupakan sifat koligatif larutan yang, ketika diaplikasikan pada larutan,
hanya menghentikan osmosis. Dalam kehidupan, osmosis merupakan hal penting
dalam proses biologi. Suatu sel harus memiliki cairan yang tekanan osmotiknya
sama dengan cairan yang mengelilinginya (Ebbing dan Gammon 2017). Larutan
hipotonik menyebabkan pembengkakan sel dan apabila gerakan osmotik air yang
dihasilkan cukup besar maka sel akan pecah atau lisis. Dalam kasus sel eritrosit
kondisi ini disebut dengan hemolisis. Bila sel eritrosit yang hemolisis lebih
banyak dari pada yang tidak, maka campuran darah dan medium menjadi merah
cerah, semakin pekat warna merah menandakan semakin banyak sel yang
hemolisis. Larutan hipertonik menyebabkan air yang berada di dalam sel
berosmosis keluar sel, sehingga sel kehilangan bentuk normalnya dan mengkerut
atau krenasi. Medium yang berisi sel eritrosit yang mengalami krenasi akan
berwarna merah keruh karena tidak banyak hemoglobin yang dilepas akibat
pecahnya sel eritrosit (Goodhead & MacMillan, 2017).

Tujuan

Praktikum ini dilakukan bertujuan mengamati dan memahami sifat dan


perbedaan berbagai jenis larutan koloid, prinsip dan pembuatan berbagai jenis
larutan penyangga, serta pengaruh tekanan osmotik pada suatu larutan.

METODE

Bahan dan Alat

Pada praktikum ini bahan yang digunakan untuk percobaan koloid adalah
air, air gula, air tepung, susu, koloid liofil, koloid liofob, larutan NaCl 10%, garam
MgSO4, dan aquades. Alat yang digunakan untuk percobaan koloid adalah gelas
dan sendok pengaduk, dan laser. Untuk percobaan buffer, bahan yang digunakan
adalah asam asetat 0.1 N, Na-asetat 0.1 N, Na2HPO4 0.2 M, dan NaH2PO4 0.2 M.
Alat yang digunakan dalam percobaan buffer adalah gelas ukur dan pH meter.
Pada percobaan tekanan osmosis bahan yang digunakan adalah kentang, air, air
gula, darah segar, larutan NaCl 0.3%, NaCl 0.9% dan NaCl 5%. Alat yang
digunakan untuk percobaan tekanan osmotik adalah mangkuk, tabung reaksi,
jarum pentul, dan mikroskop.
Prosedur Percobaan

A. Percobaan Koloid

Empat gelas disiapkan dan ke dalam masing-masing gelas dimasukkan air.


Sebanyak satu sendok makan gula dimasukkan ke wadah gelas kedua, satu sendok
makan tepung terigu dimasukkan ke wadah gelas ketiga, dan satu sendok makan
susu dimasukkan ke wadah gelas keempat. Tiap larutan diaduk hingga merata.
Kertas putih diletakkan di belakang wadah lalu setiap sampel disinari dengan
laser. Untuk mengendapkan koloid dengan larutan garam, larutan NaCl 10%
dimasukkan sebanyak beberapa mL ke dalam koloid liofil (pati) dan koloid liofob
(feri hidroksida) sampai terbentuk endapan. Akuades ditambahkan jika endapan
jenuh dan garam MgSO4 ditambahkan jika tidak terbentuk endapan hingga jenuh.

Untuk percobaan koloid kedua, dua gelas disiapkan dan pada gelas pertama
diisi dengan koloid liofil sedangkan gelas kedua diisi dengan koloid liofob. Ke
dalam koloid liofil dan liofob dimasukan larutan NaCl 10% hingga terbentuk
endapan. Apabila pada koloid liofil tidak mengalami pengendapan maka
ditambahkan garam MgSO4 sampai jenuh. Hasil diamati dan dicatat.

B. Percobaan Buffer
Dalam percobaan pembuatan buffer standar asetat (Walpole), larutan asam
asetat 0,1 N disiapkan dengan urutan 9.25 ml, 8.20 ml, 6.30 ml, 4.00 ml, 2.10 ml
kemudian dimasukan ke lima gelas ukur yang berbeda. Larutan Na-asetat 0,1 N
disiapkan dengan urutan 0.75 ml, 1.80 ml, 3.70 ml, 6.00 ml, 7.90 ml, kemudian
dimasukan ke gelas berisikan asam asetat. Kedua larutan dihomogenkan dan
dihitung nilai pH dan kapasitas dari masing-masing buffer.
Pada percobaan buffer standar fosfat (Sorensen), larutan Na2HPO4 0.2 M
disiapkan dengan urutan 0.50 ml, 1.20 ml, 2.65 ml, 5.00 ml, dan 7.15 ml
kemudian dimasukan ke dalam lima gelar ukur berbeda. Larutan NaH2PO4 0.2 M
disiapkan dengan urutan 9.50 ml, 8.80 ml, 7.35 ml, 5.00 ml, dan 2.85 ml
kemudian dimasukan ke dalam gelas ukur berisikan larutan Na2HPO4 0.2 M yang
telah disiapkan. Kedua larutan dihomogenkan dan dihitung nilai pH dan kapasitas
dari masing-masing buffer.

C. Percobaan Tekanan Osmotik

Tiga tabung reaksi disiapkan dan ke dalam masing-masing tabung reaksi


dimasukkan 5 mL larutan NaCl 0.3%, NaCl 0.9%, dan NaCl 5%. Darah segar
diteteskan ke dalam masing masing tabung reaksi dan disuspensikan. Sampel
diamati di bawah mikroskop. Untuk percobaan tekanan osmotik pada kentang,
kentang dipotong menjadi dua bagian dan dibuat sumur pada salah satu potongan
kentang. Air gula dan sebuah mangkuk berisi air disiapkan. Untuk membuat air
gula, dimasukan 4 sendok gula ke dalam satu gelas dan kemudian dilarutkan
dengan air hingga larut sempurna. Kentang yang sudah dibentuk sumur diletakkan
ke dalam wadah berisi air dengan posisi sumur menghadap ke atas. Larutan gula
dituangkan ke dalam sumur kentang hingga tingginya setengah sumur, lalu jarum
pentul ditusukkan pada batas air gula di dalam sumur kentang. Kentang
didiamkan dan diamati perubahannya.

Pada percobaan selanjutnya, ke dalam tiga tabung reaksi diisikan


masing-masing larutan NaCl 0,3%, NaCl 0,9%, dan NaCl 5%. Kemudian darah
segar, yang berasal dari ujung jari yang ditusuk, disuspensikan dengan
larutan-larutan NaCl yang telah disiapkan. Ketiga suspensi diperhatikan dan
diamati dibawah mikroskop. Dalam pengamatan dengan mikroskop, bentuk dari
sel eritrosit diperhatikan. Konsentrasi molar dari Pos dari ketiga suspensi dihitung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1. Efek tyndall koloid

Sampel Hasil Keterangan (Cahaya Jenis (Larutan,


Pengamatan dihamburkan/diteruskan) suspensi,
koloid)

Air - tidak diteruskan senyawa

Air + gula + diteruskan larutan

Air + tepung pati - diteruskan suspensi

Air + susu + dihamburkan koloid


Keterangan : + (Efek tyndall), - (tidak ada efek tyndall)
Gambar percobaan:
Gambar 1. Air Gambar 2. Air + gula

Gambar 3. Air + tepung pati Gambar 4. Air + susu

Tabel 2. Pengendapan koloid oleh larutan garam

Sampel Sifat koloid Jenis koloid


berdasarkan hasil
Pengendapan oleh garam pengamatan
(Liofil/Liofob)
NaCl MgSO₄

Gelatin 2% - + Liofil

Pati 2% + + Liofil

Ferihidroksida + ++ Liofob

Biru berlin + ++ Liofob


Keterangan: - (tidak mengendap), + (sedikit), ++ (sedang), +++ (banyak)
Tabel 3. Larutan buffer standar
Buffer Standar Asetat (Walpole)

mL 0.1 N asam mL 0.1 N Nilai pH teoritis Kapasitas Buffer


asetat Na-asetat

9.25 0.75 3.66 0.77

8.20 1.80 4.09 0.86

6.30 3.70 4.52 0.95

4.00 6.00 4.93 1.03

2.10 7.90 5.33 1.12

Buffer Standar Fosfat (Sorensen)

mL 1/5 M mL 1/5 M Nilai pH teoritis Kapasitas Buffer


NaH2PO4 Na2HPO4

9.50 0.50 5.93 0.82

8.80 1.20 6.34 0.88

7.35 2.65 6.76 0.94

5.00 5.00 7.21 1.00

2.85 7.15 7.61 1.06

Contoh perhitungan:

Walpole
9.25 mL 0.1 N asam asetat dan 0.75 mL 0.1 N Na-asetat
pH teoritis:
𝐾𝑎 × 𝑉 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ
[H⁺] = 𝑉 𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑗𝑢𝑔𝑎𝑠𝑖
1.75 × 10⁻⁵ × 9.25 𝑚𝐿
[H⁺] = 0.75 𝑚𝐿
= 21.58 × 10⁻⁵
pH = -log [H⁺] = - log [21.58 × 10⁻⁵] = 5 - log 21.58 = 3.66

Kapasitas buffer:
pKa = -log [Ka] = - log [1.75 × 10⁻⁵] = 5 - log 1.75 = 4.75
𝑝𝐻 3.66
Kapasitas buffer = 𝑝𝐾𝑎
= 4.75 = 0.77

Sorensen
9.50 mL 0.2 M NaH 2PO4 dan 0.50 mL 0.2 M Na 2HPO4
pH teoritis:
𝐾𝑎 × 𝑉 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ
[H⁺] = 𝑉 𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑗𝑢𝑔𝑎𝑠𝑖
−8
6.2×10 ×9.50 𝑚𝑙
[H⁺] = 0.50 𝑚𝑙
= 11.78 × 10-8
pH = -log [H⁺] = - log [11.78 × 10-8] = 8 - log 11.78 = 5.93

Kapasitas buffer:
pKa = -log [Ka] = - log [6.2 × 10-8] = 8 - log 6.2 = 7.21
𝑝𝐻 5.93
Kapasitas buffer = 𝑝𝐾𝑎
= 7.21 = 0.82

Tabel 4. Tekanan osmotik cairan sel darah merah

Sampel Pengendapan Kondisi Sel Tekanan osmotik


(+/-) Darah Merah larutan NaCl
(Lisis/Kerut/Nor terhitung (atm)
mal)

Darah + NaCl 0.3% + Lisis 2.542

Darah + NaCl 0.9% ++ Normal 3.815

Darah + NaCl 5% +++ Kerut 22.637


Keterangan: + = Sedikit, ++ = Sedang, +++ = Banyak

Gambar sel darah merah:

Gambar 5. Bentuk sel darah merah yang mengalami lisis (kiri), normal (tengah), dan
krenasi (kanan)
(Sumber: Colville dan Bassert 2016)
Gambar 6. Darah yang mengalami hemolisis 1% (kiri) hingga hemolisis 100% (kanan)
(Sumber : Goodhead & MacMillan, 2017)

Pembahasan

Koloid

Efek Tyndall adalah suatu fenomena dimana cahaya dihamburkan oleh


partikel dari suatu materi di jalurnya, hal ini memungkinkan seberkas cahaya
menjadi terlihat (King 2016). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, efek
Tyndall dapat ditemukan pada sampel air susu, air gula, dan air tepung. Hal ini
dapat terjadi karena partikel-partikel pada sampel-sampel tersebut berukuran
cukup besar untuk meneruskan cahaya. Pada sampel air tidak terjadi efek Tyndall
karena partikel atau molekul air yang terlalu kecil sehingga tidak dapat
meneruskan cahaya laser.

Dari percobaan yang telah dilakukan dan juga penelusuran literatur, sampel
yang termasuk koloid dapat diidentifikasi. Dari sampel yang ada, yang termasuk
koloid adalah air susu. Air merupakan senyawa, air gula merupakan larutan sejati,
dan air tepung merupakan suspensi. Sampel dapat dibedakan berdasarkan sifat
fisiknya dan juga kemampuan menunjukan efek Tyndall. Air tidak dapat
menunjukan efek Tyndall selain itu tidak terdapat perbedaan fase pada air karena
air merupakan senyawa yang hanya memiliki satu fase. Air gula merupakan
larutan yang berarti campuran antara air dan gula merupakan campuran yang
homogen sehingga partikel gula menyebar secara merata dan halus di seluruh
bagian dari air (Chang dan Overby 2011). Pada percobaan mandiri, sampel air
gula menunjukan efek Tyndall padahal bukan termasuk koloid, beberapa
kesalahan atau faktor yang dapat mengakibatkan hal tersebut adalah karena
kurangnya pengadukan sehingga partikel gula belum tercampur sempurna. Air
tepung merupakan suspensi yang berarti campuran antara air dan tepung
merupakan campuran yang heterogen. Air tepung dapat menunjukan efek Tyndall,
walaupun kurang jelas, karena partikel tepung yang besar sehingga mampu
menghamburkan cahaya yang lewat. Air tepung bukan termasuk koloid karena
tepung dapat dipisahkan dari air melalui proses filtrasi dan juga terdapat endapan
pada sampel.

Dalam praktikum dilakukan penambahan NaCl dan MgSO4 pada sampel


adalah untuk melihat sifat koagulasi dan juga kestabilan dari koloid liofil dan
liofob. Koagulasi merupakan destabilisasi koloid sehingga terbentuk endapan
akibat ditambahkan koagulan. Koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah kadar ion terlarut. Ion anion lebih berpengaruh daripada ion kation
sehingga penambahan ion Na+ dan Mg2+ tidak terlalu berpengaruh (Rahimah et al.
2016). Namun walaupun begitu tetap terjadi pengendapan pada koloid. Koloid
liofil tidak mengendap pada pemberian NaCl sedangkan mengendap pada
pemberian MgSO4, hal ini terjadi karena ion magnesium (2+) memiliki muatan
yang lebih besar dibandingkan ion natrium (1+).

Dari data sekunder yang diberikan, terdapat perbedaan kestabilan antara


koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofil adalah koloid dengan fase pendispersi
cair, yang memiliki ikatan kuat antara fase terdispersi dan fase pendispersinya
(air). Ikatan kuat antara kedua fase tersebut yang menyebabkan koloid liofil
menjadi lebih stabil dan lebih sulit menggumpal dibandingkan koloid liofob.
Koloid liofob adalah koloid yang tidak memiliki ikatan antara fase terdispersi dan
pendispersinya, sehingga koloid liofob tidak stabil. Apabila didiamkan cukup
lama, fase terdispersi akan agregasi menjadi partikel yang lebih besar (Ebbing dan
Gammon 2017). Koloid liofob juga lebih mudah menggumpal karena ikatan
antara koagulan dan fase terdispersi lebih kuat dibandingkan fase terdispersi dan
pendispersinya.

Contoh koloid lainnya adalah putih telur, putih telur ini dapat
dimanfaatkan untuk penghilang kotoran pada proses pembuatan sirup. Terkadang
gulam masih mengandung pengotor sehingga jika dilarutkan tidak jernih, pada
industri pembuatan sirup, untuk menghilangkan pengotor ini biasanya digunakan
putih telur. Setelah gula larut, sambil diaduk ditambahkan putih telur sehingga
putih telur tersebut menggumpal dan mengadsorpsi pengotor. Selain putih telur,
dapat juga digunakan zat lain, seperti tanah diatomae atau arang aktif. Contoh
lainnya adalah Al(OH)₃ yang dapat dimanfaatkan sebagai penjernih air. Pada air
sungai, tanah yang terdispersi dapat diendapkan dengan penambahan tawas
(Kal(SO₄)₂) atau larutan Poly Aluminium Chloride (PAC). Kedua zat ini dapat
membentuk koloid Al(OH)₃ kemudian, partikel koloid Al(OH)₃ mengadsorpsi
pengotor di dalam air, menggumpalkan, dan mengendapkannya sehingga air
menjadi jernih.
Larutan Buffer

Larutan buffer merupakan campuran dari asam lemah dan basa


konjugasinya maupun sebaliknya. Sebagai contoh dalam percobaan ini adalah
larutan CH3COOH (asam lemah) dan larutan CH3COONa (basa konjugasi). Serta
Na2HPO4 (basa lemah) dan NaH2PO4 (asam konjugasi). Pada percobaan dilakukan
dua metode pembuatan buffer. Buffer yang dibuat adalah buffer asam dengan
metode Walpole dan metode Sorensen. Perbedaan diantara keduanya adalah pada
percobaan Walpole buffer yang dibuat adalah buffer asetat dengan pH asam
sedangkan pada metode Sorensen yang dibuat adalah buffer fosfat yang memiliki
pH relatif netral.

Dari data pada tabel 3 terlihat buffer asetat efektif pada pH sekitar 5.0,
artinya setelah mencapai pH 5.0, penambahan volume Na-asetat hanya sedikit
terjadi perubahan pH. Dengan begitu buffer asetat merupakan buffer yang cocok
untuk mempertahankan keasaman di bawah pH 7. Sedangkan pada buffer fosfat
efektif pada pH sekitar 7.0, yang artinya dengan penambahan volume NaH2PO4
hanya sedikit terjadi perubahan pH. Sehingga buffer fosfat lebih cocok untuk
mempertahankan pH larutan diatas 7.

Kapasitas buffer adalah suatu ukuran kemampuan larutan penyangga dalam


mempertahankan pH-nya dan tergantung dari konsentrasi komponen-komponen
yang ada di larutan tersebut baik secara absolut maupun relatif (Riyanto 2009).
Semakin besar kapasitas buffer maka semakin baik suatu larutan buffer
mempertahankan pH-nya (Chang dan Overby, 2011).

Dari tabel 3 dapat dikatakan bahwa larutan buffer yang memiliki kapasitas
buffer terbesar adalah larutan buffer asetat dengan perbandingan volume asam dan
basa 2.10 ml dan 7.90 ml. Tingginya kapasitas buffer ini dapat didefinisikan
dengan kemampuan larutan buffer untuk mempertahankan pH-nya. Dengan begitu
apabila ditambahkan asam kuat maupun basa kuat, pH buffer tidak mengalami
banyak perubahan.

Buffer banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu larutan


buffer yang sangat penting adalah buffer dalam darah. Tubuh manusia memiliki
pH 7.4 dan harus dijaga agar tidak turun ataupun naik terlalu jauh. Untuk
mengendalikan pH dalam darah dibutuhkan buffer asam dan juga buffer basa agar
dapat menjaga kestabilan pH darah. Selain itu dalam pembuatan bir juga
dibutuhkan sistem buffer. Pada saat penghancuran gandum, pH harus dijaga di
kisaran 5.0 hingga 5.2 dengan begitu enzim protease dan peptidase dapat
menghidrolisis protein dari gandum (Petrucci et al. 2011).
Tekanan Osmotik

Osmosis adalah gerakan air melewati membran semipermeabel dari area


dengan konsentrasi zat terlarut rendah ke area dengan konsentrasi zat terlarut lebih
tinggi (Horne dan Swearingen 2001). Tekanan osmotic adalah tekanan yang
ditimbulkan oleh proses osmosis akibat perbedaan konsentrasi antara dua larutan
yang dipisahkan oleh membrane semipermeable (Sunarya dan Setiabudi 2009).
Berdasarkan tabel 3, suspensi yang membentuk endapan sel darah merah
dengan jelas adalah suspensi dengan NaCl 0.9%. Hal ini disebabkan karena sel
darah merah berada pada keadaan normal, tidak mengalami lisis maupun krenasi.
Terdapat titik titik sel darah merah yang lebih jelas pada larutan suspensi NaCl
0,9%.
Berdasarkan perhitungan dengan konsentrasi, larutan NaCl 0,3% memiliki
tekanan osmotic paling rendah, 0,111 M dan NaCl 5% memiliki tekanan osmotic
paling tinggi, yaitu 1,846 M. Dari perhitungan ini, dapat diketahui tetesan darah
dengan NaCl 0,3% bersifat hipotonik. Hal ini terjadi karena NaCl 0,3% memiliki
tekanan osmosis yang lebih rendah daripada tetesan darah. Apabila hipotonik
yang terjadi, maka tetesan darah merah akan mengalami lisis. Pada larutan NaCl
0,9%, larutan bersifat isotonis karena tekanan osmosis NaCl 0,9% dan sel darah
merah sama. Sedangkan, pada larutan 5% bersifat hipertonik karena tekanan
osmosis NaCl lebih tinggi dibanding sel darah merah dan menyebabkan sel darah
mengalami pengerutan atau krenasi (Horne dan Swearingen 2001).
Darah mengalami hipertonik jika konsenterasi zat terlarut tinggi dan sedikit
molekul pelarut yang bebas, sedangkan hipotonik terjadi apabila konsenterasi zat
terlarut rendah dan banyak molekul pelarut yang bebas (Rohani 2015).
Bila tekanan osmosis darah menjadi hipotonik atau hipertonik akan terjadi
gangguan fisiologis dan klinis , seperti penyakit ginjal, diabetes dan penyakit
jantung. Tekanan osmosis sel darah merah jika dihubungkan dengan bidang
veteriner yaitu untuk mengetahui penyebab terjadinya hemolisis (penghancuran
dinding sel darah merah yang membuat warna plasma darah tidak berwarna
merah) dan therapy infuse pada hewan sakit (Apriandi et al 2015)

SIMPULAN

Suatu koloid dapat menunjukan efek Tyndall dan koagulasi. Selain itu
koloid dapat dibedakan menjadi koloid liofob dan koloid liofil. Dalam pembuatan
buffer dapat dilakukan dua metode yaitu metode Walpole (buffer asetat) dan
metode Sorensen (buffer fosfat). Pada buffer asetat, semakin sedikit volume asam
asetat dan semakin banyak volume Na asetat yang ditambahkan, pH dan kapasitas
buffernya semakin tinggi. Pada buffer fosfat, semakin sedikit volume Na2HPO4
dan semakin banyak NaH2PO4, pH dan kapasitas buffer semakin tinggi. Tekanan
osmotik berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Jika konsentrasi larutan
tinggi maka tekanan osmotik juga tinggi, sebaliknya jika konsentrasi larutan
rendah maka tekanan osmotiknya juga rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Apriandi A, Siswanto, Sulabda IN. 2015. Tekanan osmosis membrane eritrosit


sapi bali jantan. Indonesia Medicus Veterinus. 4(1): 9-15.

Burhanudin R, Subarkah CZ, Sari. 2018. Penerapan model pembelajaran content


context connection researching reasoning reflecting (3C3R) untuk
mengembangkan keterampilan generik sains siswa pada konsep koloid.
Jurnal Tadris Kimiya. 3(1): 11-2.

Chang R, Overby J. 2011. General Chemistry: The Essential Concepts 6th


Edition. New York (NY): The McGraw-Hill Companies.

Ebbing DD, Gammon SD. 2017. General Chemistry 11th Edition. Boston (MA):
Cengage Learning

Goodhead LK & MacMillan FM. 2017. Measuring osmosis and hemolysis of red
blood cells. Advances in Physiology Education 41, 298-305. doi:
10.1152/advan.00083.2016

King M. 2016. Management of tyndall effect. J Clin Aesthet Dermatol. 9(11):


E6-E8

Purba LSL. 2017. Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two
stay-two stray (TS-TS) terhadap hasil belajar dan aktivitas belajar siswa
pada pokok bahasan koloid. Jurnal EduMatSains. 1(2): 137-152.

Purba M. 2003. Kimia 2000. Jakarta(ID): Erlangga.

Petrucci RH, Herring FG, Madura JD, Bissonnette C. 2011. General Chemistry:
Principles and Modern Applications 10th Edition. Toronto (CA): Pearson
Canada

Rahimah Z, Heldawati H, Syauqiah I. 2016. Pengolahan limbah deterjen dengan


metode koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan kapur dan PAC.
Konversi. 5(2): 13-19.

Riyanto N. 2009. Kimia. Yogyakarta (ID): Pustaka Widya Utama.

Rohani. 2016. Hubungan lama pemasangan infus dengan terjadinya phlebitis di


RS Husada Jakarta tahun 2015. Jurnal Ilmiah Widya. 3(4):1-8
Horne MM, Swearingen LP. 2001. Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam
Basa (Edisi Kedua). Jakarta (ID): ECG.

Sunarya Y, Setiabudi A. 2009. Buku Mudah dan Aktif Belajar Kimia 3 (IPA) Kelas
12 SMA. Jakarta (ID) : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

LAMPIRAN

Percobaan tekanan osmotik pada kentang

Sebelum Sesudah

Anda mungkin juga menyukai