Anda di halaman 1dari 8

Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih di mana partikelpartikel zat yang

brukuran koloid tersebar merata dalam zat lain. Ukuran koloid berkisar
antara 1-100 nm. Contoh : mayones dan cat, mayones adalah campuran homogen di air dan
minyak dan cat adalah campuran homogen zat padat dan zat cair (Rahma,Eti.2015)
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang
bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 1000
nm), sehingga mengalami Efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak
terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak
terjadi pengendapan. Misalnya, sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak
dimiliki oleh campuran biasa (suspensi) (wikipedia.2015).
Koloid mudah dijumpai di mana-mana : susu, agar agar , tinta , sampo ,serta
awan merupakan contoh - contoh koloid yang dapat dijumpai sehari hari. Sitoplasma
dalam sel juga

merupakn

sistem

koloid. Kimia

koloid menjadi

kajian

tersendiri

dalam kimia industri karena kepentingannya. Sistem koloid terdiri dari dua fase, yaitu fase
terdispersi dan fase medium pendispersi. Fase terdispersi merupakan volume yang sedikit
dalam sistem koloid. Sedangkan medium pendispersi merupakan volume yang banyak dalam
sistem koloid(Wikipedia.2015).
Pada dasarnya campuran koloid itu bersifat homogen, dan unsur-unsur pembentuk
campuran itu sudah menyatu dan sulit dibedakan. Hanya saja campuran itu tidak dibentuk
oleh sebaran-sebaran molekuler, melainkan berupa gabungan dari beberapa molekul. Namun
karena bentuknya sangat kecil, gabungan-gabungan molekul itu sulit dikenali lagi. Sistem
koloid terdiri atas dua fase atau bentuk, yakni fase terdispersi (fase dalam) dan fase
pendispersi (fase luar, medium). Zat yang fasenya tetap, disebut zat pendispensi. Sementara
itu, zat yang fasenya berubah merupakan zat terdispensi (Rahma,Eti.2015).
Berdasarkan fase zat terdispersi, sistem koloid terbagi atas tiga bagian, yaitu koloid sol,
emulsi, dan buih.
1. Sol ialah koloid dengan zat terdispersinya fase padat.
2. Emulsi ialah koloid dengan zat terdispersinya fase cair.
3. Buih ialah koloid dengan zat terdispersinya fase gas (Suharsini,2005).
Berdasarkan afinitas atau gaya tarik-menarik atau daya adsorpsi antara fase terdispersi
terhadap medium pendispersinya, koloid dibedakan menjadi 2 yaitu koloid liofil dan koloid
liofob. Koloid liofil merupakan koloid yang fase terdispersinya mempunyai afinitas besar
atau mudah menarik medium pendispersinya. Contoh sabun, detergen, dan kanji. Sedangkan
koloid liofob merupakan koloid yang fase terdispersinya mempunyai afinitas kecil atau
menolak medium pendispersinya. Contoh dispersi emas, belerang dalam air, dan Fe(OH)3.
Jika medium pendispersinya air, maka istilah yang digunakan adalah koloid hidrofil dan

koloid hidrofob. Perbedaan sifat-sifat koloid liofil (sol liofil) dan koloid liofob (sol liofob)
dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel Perbedaan sifat-sifat sol liofil dan sol liofob.
Koloid Liofil
Daya absorbsi trhadap mediumnya kuat

Koloid Liofob
Daya absorbsi terhadap mediumnya

lemah
Efek Tyndall kurang jelas terlihat
Efek Tyndalljelas terlihat
Viskoitas (kekentalan) lebih besar dari Viskoitas (kekentalan) lebih kecil dari
mediumnya
mediumnya
Tidak mudah menggumpal
Mudah menggumpal
Bersifat reversibel
Bersifat irreversibel
Stabil
Kurang stabil
Terdiri atas zat organik
Terdiri atas zat anorganik
Kestabilan koloid dapat juga disebabkan adanya adsorpsi molekul atau koloid yang lain
(koloid protektif/pelindung). Misalnya gelatin sebagai penstabil es krim. Secara fisika
koagulasi dapat terjadi karena pemanasan atau pendinginan. Misalnya telur atau santan
kelapa muda dapat menggumpal jika dipanaskan . Es lilin bisa menjadi keras karena
didinginkan (Keenan, dkk, 1992).
Sol liofil ialah sol yang zat terdispersinya akan menarik dan mengabsorpsi molekul
mediumnya.

Kestabilan sol liofil terutama disebabkan oleh karena partikel zat padat

tersolvasi. Sol liofil terbentuk antara lain bila gelatin atau protein dimasukkan ke dalam air
(Bird, 1987).
Sol liofil lebih kental daripada mediumnya dan tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit
elektrolit. Oleh karena itu, koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan dengan koloid liofob.
Untuk menggumpalkan koloid liofil diperlukan elektrolit dalam jumlah banyak, sebab
selubung molekul-molekul cairan yang berfungsi sebagai pelindung harus dipecahkan
terlebih dahulu. Untuk memisahkan mediumnya, pada koloid liofil, dapat kita lakukan
dengan cara pengendapan atau penguraian. Akan tetapi, jika zat mediumnya ditambah lagi,
maka akan terbentuk koloid liofil lagi. Dengan kata lain, koloid liofil bersifat reversibel.
Koloid liofob mempunyai sifat yang berlawanan dengan koloid liofil (Halliday, 1978).
Titik Isoelektrik adalah derajat keasaman atau pH ketika suatu makromolekul
bermuatan nol akibat bertambahnya proton atau kehilangan muatan oleh reaksi asam-basa.
Pada koloid, jika pH sama dengan titik isoelektrik, maka sebagian atau semua muatan pada
partikelnya akan hilang selama proses ionisasi terjadi. Jika pH berada pada kondisi di bawah
titik isoelektrik, maka muatan partikel koloid akan bermuatan positif. Sebaliknya jika pH
berada di atas titik isoelektrik maka muatan koloid akan berubah menjadi netral atau bahkan

menjadi negatif (Wikipedia.2014). Titik isoelektrik dicapai ketika pH pada muatan negatif
dan muatan positifnya setimbang yaitu pada viskositas minimum. Penentuan titik isoelektrik
dilakukan melalui pengamatan viskositas. Titik isoelektrik diperoleh dari grafik hubungan
antara pH dengan viskositas.
Dalam percobaan sol liofil menggunakan metode viskometer Ostwald. Dimana Viskositas
adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan merupakan
sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada
yang dapat mengalir cepat, sedangkan lainnya mengalir secara lambat. Jadi, viskositas tidak
lain menentukan kecepatan mengalirnya suatu cairan (Yazid, 2005).
Makromolekul akan memperoleh muatan jika didespersikan dalam air. Ciri-ciri
penting dari protein dan makromolekul alam lainnya adalah muatan keseluruhannya
bergantung pada pH medium, misalnya dalam lingkungan asam, proton menempel pada
gugus fasa dan muatan neto makro molekul itu positif. Pada titik isoelektrik, pH nya
sedemikian sehingga pada makromolekul tidak ada muatan netto (Atkins, 1996).

PEMBAHASAN
Sistem koloid adalah sistem berfasa dua, fasa yang satu terdispersi di dalam fasa yang lain.
Bila sebagai fasa terdispersi berupa zat padat dan medium pendispersinya berupa cairan maka
sistem koloid ini disebut sol. . Dalam sistem ini, partikel-partikel fasa terdispersi tidak
menggumpal atau mengendap. Hal ini disebabkan karena sol mempunyai kestabilan tertentu.
Berdasarkan kestabilan itu dapat dibedakan dua jenis sol liofil dan liofob. Kestabilan sol
liofob disebabkan adanya lapisan rangkap listrik pada antar muka partikel dan medium
pendispersinya. Sol liofil terbentuk antara lain bila gelatin atau protein dimasukkan ke dalam
air (Michael, 2007).

Perlakuan pertama dari percobaan ini adalah membuat 6 larutan dengan pH yang
berbeda beda menggunakan larutan Na2HPO4 0.2 M dan asam sitrat 0.1 M pada ke enam
tabung dengan masing-masing pH.
Tujuan dari pembuatan larutan dengan berbagai macam pH untuk mengetahui apakah
ada perbedaan viskositas dari masing-masing larutan jika pH-nya berlainan dan untuk
menentukan titik isoelektrik dari larutan glisin. Dimana titik isoelektrik adalah derajat
keasaman

atau pH ketika

suatu

makro

molekul

bermuatan

nol

akibat

bertambahnya proton atau kehilangan muatan oleh reaksi asam basa (Chang, Raymond.
2004).
Selanjutnya yaitu menambahkan 0.5 g glatin ke dalam masing masing gelas yang sudah
berisi campuran kedua larutan dengan pH tertentu. Glisin bertindak sebagai fase terdispersi
atau zat yang terlarut. Selanjutnya dilakukan pemanasan terhadap semua gelas di dalam
penangas air. Tujuan dari pemanasan yaitu untuk melarutkan glisin, dikarenakan glisin hanya
dapat larut dalam aquades panas. Agar proses pelarutan cepat maka dilakukan pengadukan
secara berkala terhadap glisin (Chang, Raymond. 2004).
Setelah glisin larut sepenuhnya larutan kemudian di dinginkan di suhu ruang, kemudian
dilakukan pengukuran terhadap pH, pengukuran pH ini menggunakan pH meter dimana
penggunaaan dalam pengukuran pH ini harus dilakukan kalibrasi terhadap pH meter agar
hasil pH yang didapatkan tidak berubah-berubah.
a. Penentuan densitas masing masing larutan
Perlakuan selanjutnya yaitu menentukan densitas masing masing larutan, penentuan
densitas ini di gunakan untuk melakukan perhitungan viskositas terhadap masing masing
larutan. Pada penentuan densitas ini kita memakai alat yang bernama piknometer. Piknometer
adalah alat untuk mengukur bobot jenis suatu zat cair dan padat dengan kapasitas volumenya
antara 10 ml 25 ml, pada bagian tutupnya mempunyai lubang berbentuk saluran kecil yang
difungsikan untuk membuang sisa zat yang terlalu banyak, dan juga untuk mengetahui penuh
tidaknya isi zat uji di dalam piknometer. Prinsip dasar dari piknometer didasarkan atas
penentuan massa cairan dan penentuan ruangan yang ditempati cairan ini. Untuk menghitung
densitas larutan,10 mL larutan di masing masing labu ukur di masukan ke dalam piknometer
yang sudah di timbang sebelumnya. Setelah di tambahkan larutan, piknometer kemudian di
timbang. Adapun densitas yang di dapatkan dari masing masing larutan yaitu secara berurut
berturut-turut pH 2,2 massa jenisnya 1,016 gram/mL, pH 3,0 massa jenisnya 1,004 gram/mL,

pH 4,0 massa jenisnya 1,006 gram/mL, pH 5,0 massa jenisnya 1,004 gram/mL, pH 6,0 massa
jenisnya 1,004 gram/mL dan pH 7,0 massa jenisnya 1,021 gram/mL (staf pengajar, 2016).
b. Penentuan viskositas larutan
Setelah didapatkan nilai densitas dari masing masing larutan maka selanjutnya menentukan
nilai viskositas dari masing masing larutan menggunakan viscometer ostwald. Viscometer
Ostwald adalah alat untuk mengukur kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas
(gelas kapiler), bila cairan itu mengalir cepat maka viskositas cairan itu rendah. dan bila
cairan itu mengalir lambat maka dikatakan viskositasnya tinggi. Prinsip viskometer ostwald
adalah mengukur waktu yang diperlukan oleh sejumlah tertentu cairan untuk mengalir mulai
dari garis m (batas atas) sampai ke garis n (batas bawah) melalui pipa kapiler dengan gaya
yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Dengan membandingkan kecepatan fluida
dengan kecepatan fluida yang lain yang telah diketahui viskositasnya. Cara kerja dari
viscometer Ostwald adalah pertama kalibrasi viscometer ostwald, Untuk mengkalibrasi
viskometer Ostwald adalah dengan air yang sudah diketahui tingkat viskositasnya selanjutnya
memberikan 2 batas pada viscometer Ostwald.
Fungsi menghitung waktu alir yaitu agar dapat mengitung viskositas masing-masing
larutan. Dari data tersebut maka diperoleh nilai viskositas dari masing-masing pH berturutturut adalah 1,101 Cp; 1,192 Cp; 1,295 Cp; 27,840 Cp; 1,598 Cp; 1,503 Cp. Semakin besar
nilai pH maka viskositas suatu larutan rendah. Pengaruh penambahan asam sitrat pada
viskositas adalah berbanding lurus. Artinya semakin banyak penambahan asam sitrat maka
semakin besar viskositas suatu larutan begitu pula sebaliknya (Kusnawati, Tine Maria, dkk.
2005).
Dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa hubungan pH dan viskositas yaitu
semakin tinggi pH suatu larutan, maka semakin rendah viakositasnya, begitu pun sebaliknya
semakin rendah pH suatu larutan, maka viskositanya semakin tinggi Selain itu waktu tempuh
dan viskositas suatu larutan berbanding lurus, dimana semakin lama waktu tempuh suatu
larutan untuk mengalir maka semakin besar viskositas suatu larutan. Begitupun selanjutnya
semakin cepat waktu tempuh suatu larutan untuk mengalir maka semakin kecil viskositas
larutan (Kusnawati, Tine Maria, dkk. 2005).
Dari bermacam-macam pH larutan yang digunakan, maka dapat ditentukan pula nilai
titik isoelektriknya, Titik Isoelektrik adalah derajat keasaman atau pH ketika suatu
makromolekul bermuatan nol akibat bertambahnya proton atau kehilangan muatan oleh
reaksi asam-basa. Titik isoelektrik yang didapatkan pada percobaan ini yaitu pada pH 2
(Wikipedia, 2014).

Waktu yang diperoleh masing masing larutan untuk mengalir dari batas atas sampai
batas bawah antara lain secara berturut turut yaitu, pada pH 2,2 waktu tempuhnya 7,88 s,
pada pH 3,0 waktu tempuhnya 7,57 s, pada pH 4,0 waktu tempuhnya 7,13 s, pada pH 5,0
waktu tempuhnya 6,83s, pada pH 6,0 waktu tempuhnya 6,57 s dan pada pH 7,0 waktu
tempuhnya 6,30 s (staf pengajar, 2016).

Pada percobaan sol liofil ini hubungan antara pH dengan viskositas adalah berbanding
terbalik begitu juga dengan hubungan antara pH dan massa jenis adalah berbanding terbalik.
Hubungan berbanding terbalik antara pH dan viskositas ini karena dalam percobaan yang
kami lakukan jika nilai pH semakin besar maka nilai viskositas yang didapatkan semakin
kecil. Adapun nilai viskositas yang diperoleh adalah:
PH (x)
2,3
2,6
2,8
3,0
3,2
3,8

(y)
1,4079
1,176
1,1047
1,1230
1,0624
1,003

Dari tabel dapat dilihat pada pH 2,3 terjadi peningkatan pH, namun pada pH 2,8 terjadi
penurunan nilai viskositas. Secara teori pada pH dimana terjadi penurunan viskositas yaitu
memiliki viskositas minimum, hal ini terjadi titik isoelektrik dimana muatan negatif (-) sama
dengan muatan positif (+), sehingga molekul-molekul protein dalam keadaan yang maksimal
mengikat H+ dan OH- pada asam sitrat maupun Na2HPO4. Sedangkan setelah melalui titik
isoelektrik viskositasnya naik kembali akibat molekul protein yang berperan mengikat OH mengalami kelebihan muatan OH- sehingga dapat disebut mengalami overload. Oleh karena
itulah viskositasnya meningkat kembali (Atkins, 1999).
Pada grafik, penentuan titik isoelektriknya dengan menghubungkan antara viskositas
dengan pH. Penentuan titik isoelektrik ini yaitu dengan melihat titik pH yang paling rendah,
di percobaan ini didapatkanlah nilai viskositas terendah yaitu berada pada pH 2,8. Pada grafik
yang dihasilkan dapat dilihat pengaruh pH terhadap viskositas cairan tersebut.

Berdasarkan grafik diperoleh persamaan y = -0.0204x + 1.1018 dan titik


isoelektrik yang dihasilkan adalah berada pada titik bawah viskositas 1
dan pada pH di atas 4.

1.Sifat khusus dispersi koloid adalah berubah wujud dalam bentuk ciran, dipengaruhi suhu
dan memiliki fasa terdispersi dan fasa pendispersi. Sedangkan larutan merupakan campuran
yang homogen antara zat terlarut dan zat pelarut.
2.Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetabilan sol liofob karena adanya lapisan rangkap
listrik pada antar muka partikel dan medium pendipersinya. Sedangkan kesetabilan sol liofil
adalah karena partikel zat padat tersolvasi atau mempunyai selubung molekul zat terlarut
pada permukaannya.
3.Zwitter ion merupakan molekul yang memiliki dua muatan (positif dan negatif) sekaligus
pada protein gugus hidroksilnya cendrung membentuk ion negatif, sedangkan pada gugus
aminanya akan membentuk ion positif.
4.Viskosital liofob lebih besar dibandingkan viskositas liofil, karena liofob yang memiliki
sifat membenci larutan membuat kekentalanya meningkat dan hal tersebut berbanding lurus
terhadap viskositas.

Anda mungkin juga menyukai