Anda di halaman 1dari 103

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP

KINERJA PEREMPUAN WIRAUSAHA UMKM


AGROINDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA PADANG

SITI HERDIANTI ELZA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Perilaku


Kewirausahaan Terhadap Kinerja Perempuan Wirausaha UMKM Agroindustri
Perikanan Tangkap di Kota Padang adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016

Siti Herdianti Elza


NIM H351140291
RINGKASAN

SITI HERDIANTI ELZA. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja


Perempuan Wirausaha UMKM Agroindustri Perikanan Tangkap di Kota Padang.
Dibimbing oleh RACHMAD PAMBUDY dan BURHANUDDIN.

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu sentra perikanan di pesisir


barat pantai Sumatera yang terdiri dari beberapa wilayah. Salah satu wilayah
pengembangan perikanan di Provinsi Sumatera Barat adalah Kota Padang.
Keberadaan ikan laut hasil tangkapan para nelayan telah memberi peluang adanya
usaha pengolahan hasil perikanan di wilayah pesisir hingga wilayah lain yang jauh
dari daerah pesisir. Dalam rangka mencapai keberhasilan usaha salah satunya
adalah dengan memperhatikan faktor sumber daya manusia yang terkait dengan
kewirausahaan. Sebagian besar keberhasilan usaha, khususnya usaha kecil, sangat
ditentukan oleh pelaku usahanya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja perempuan wirausaha UMKM
agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Maret-Mei 2016 dengan jumlah responden 168 perempuan wirausaha.
Analisis yang digunakan yaitu analisis kuantitatif menggunakan Structural
Equation Modelling (SEM). Pengolahan data kuantitatif menggunakan Lisrel 8.30.
Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik perempuan wirausaha
UMKM agroindustri perikanan tangkap antara lain (1) perempuan wirausaha
responden pada umumnya berada pada umur produktif yaitu berkisar antara 40-55
tahun, (2) tingkat pendidikan sebagian besar adalah lulusan SMA, (3) pendapatan
yang diperoleh sebagian besar + Rp 5 juta per bulan, (4) perempuan wirausaha
respoden pada umumnya telah menikah dan memiliki anak, (5) perempuan
irausaha memiliki pengalaman yang lama dalam menjalankan usaha rata-rata 11-
20 tahun, (6) seluruhnya memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan
pelaku usaha agroindustri perikanan, (7) kegiatan pengolahan sebagian besar
bersifat tradisional didominasi oleh kegiatan pengeringan atau penggaraman
sebanyak 57 persen responden.
Pada penelitian ini menggunakan model pengaruh perilaku kewirausahaan
terhadap kinerja usaha. Terdapat empat variabel laten yaitu faktor individu, faktor
lingkungan, perilaku kewirausahaan dan kinerja usaha. Hasil penelitian
menunjukkan faktor individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
kewirausahaan dengan koefisien pengaruh (=0.21). Faktor individu yang paling
dominan mempengaruhi faktor perilaku kewirausahaan adalah pengalaman
dengan muatan faktor ( ) sebesar 1.00. Hal ini menunjukkan faktor individu
berperan penting terhadap peningkatan perilaku kewirausahaan. Dukungan
tersebut berupa pendidikan, motivasi berprestasi, modal, serta persepsi terhadap
usaha. Faktor lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
kewirausahaan dengan koefisien pengaruh ( =0.38). Faktor lingkungan yang
paling dominan mempengaruhi perilaku kewirausahaan adalah ketersediaan bahan
input dengan muatan faktor () sebesar 0.64. Hal tersebut menunjukkan faktor
lingkungan berperan penting dalam membentuk faktor individu, perilaku
kewirausahaan, dan mempengaruhi kinerja usaha. Dukungan tersebut berupa
dukungan penyuluhan dan pelatihan, bantuan modal, serta kekompakkan antar
perempuan wirausaha. Faktor perilaku kewirausahaan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja usaha dengan koefisien pengaruh perilaku
kewirausahaan ( =0.49). Faktor perilaku kewirausahaan yang paling dominan
mempengaruhi faktor kinerja usaha adalah ketanggapan terhadap peluang dengan
muatan faktor () sebesar 0.93. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku
kewirausahaan berperan penting dalam peningkatan kinerja usaha, sehingga
dengan ketekunan, inovatif, keberanian mengambil risiko dan kemandirian dapat
meningkatkan kinerja usaha perempuan wirausaha agroindustri perikanan.

Kata kunci: kewirausahaan, perempuan wirausaha, Structural Equation Modelling


(SEM)
SUMMARY

SITI HERDIANTI ELZA. Entrepreneurial Behavior Influence on Performance of


Women Entrepreneurial SME Agroindustry Fisheries in Padang City. Supervised
by RACHMAD PAMBUDY and BURHANUDDIN.

West Sumatra province is a center of fishing on the west coast of Sumatra


coast which consists of several areas. One of the areas of fisheries development in
West Sumatra province is Padang. The existence of marine fish catch of the
fishermen have given their chances of fishery product processing enterprises in
coastal areas to other areas away from coastal areas. In order to achieve the
business success of one of them is to consider the human factor associated with
entrepreneurship. Most of the success of the business, particularly small business,
is determined by business actors. This study aimed to analyze the effect of
entrepreneurial behavior on the performance of women entrepreneurs
agroindustrial MSMEs of fisheries in Padang. This study was conducted in
March-May 2016, with the number of respondents 168 women entrepreneurs. The
analysis used is quantitative analysis using Structural Equation Modelling (SEM).
Quantitative data processing using lisrel 8.30.
The results of this study indicate the characteristics of women
entrepreneurs of MSMEs agroindustrial capture fisheries, among others, (1)
female entrepreneurs respondents in general are in the productive age ranged
between 40-55 years, (2) the level of education most are high school graduates,
(3) the revenue earned most of + Rp 5 million per month, (4) female entrepreneurs
in general respondents are married and have children, (5) irausaha women have
long experience in running a business an average of 11-20 years, (6) all have a
dual role as housewives and agro-industry fishery businesses, (7) the processing
activities are largely dominated by the traditional drying or salting activities as
much as 57 percent of respondents.
In this study, using a model of entrepreneurial behavior influence on the
performance of the business. There are four latent variables namely individual
factors, environmental factors, entrepreneurial behavior and business performance.
The results showed a positive effect of individual factors and significant
entrepreneurial behavior with the influence coefficient ( = 0.21). Individual
factors most dominant factor influencing entrepreneurial behavior is the
experience with the load factor () 1.00. It shows the important role of individual
factors to the increase entrepreneurial behavior. Support in the form of education,
achievement motivation, the capital, and perceptions of the business.
Environmental factors and significant positive effect on entrepreneurial behavior
with the influence coefficient ( = 0.38). The most dominant environmental
factors that influence entrepreneurial behavior is the availability of inputs with
load factor () 0.64. It shows environmental factors play an important role in
shaping the individual factors, entrepreneurial behavior, and affect business
performance. Support in the form of extension support and training, the capital, as
well as the compactness among women entrepreneurs. Factors entrepreneurial
behavior positive and significant effect on the performance of the business with
entrepreneurial behavior influence coefficient ( = 0.49). Factors entrepreneurial
behavior most dominant factor influencing business performance is the
responsiveness to opportunities with a load factor () 0.93. This shows that
entrepreneurial behavior plays an important role in improving business
performance, so with perseverance, innovative, risk taking and self reliance can
improve business performance of women entrepreneurs agroindustrial fisheries.

Keywords: entrepreneurship, entrepreneurial women, Structural Equation


Modelling (SEM)
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
KINERJA PEREMPUAN WIRAUSAHA UMKM
AGROINDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA PADANG

SITI HERDIANTI ELZA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Mei 2016 ini
ialah kewirausahaan, dengan judul Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap
Kinerja Perempuan Wirausaha UMKM Agroindustri Perikanan Tangkap di Kota
Padang. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan
dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, khususnya kepada:
1. Dr Ir Rachmad Pambudy, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Ir
Burhanuddin, MM, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
2. Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MS, selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan
masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
3. Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir
Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji perwakilan program studi pada
ujian tesis.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS, selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr
Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh
staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan dukungan yang diberikan
selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.
5. Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang selaku instansi yang memberikan
data penunjang pada penelitian, serta perempuan wirausaha UMKM
agroindustri perikanan tangkap selaku responden pada penelitian
6. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada Papa tercinta Zabendri, SH, Mama tercinta Elfa Zulmaini,
SE MPd, Kakak Suci Putri Elza, ST MT, Kakak Mega Mutia Elza, SH MKn,
dan Abang Jeply Murdiaman Gucci, ST MT.
7. Sahabat-sahabat S1 tercinta Dinda, SP, Ditya, SP, Eci, SP, Sahabat-sahabat S2
tercinta Fadhlan, MSi, Lola, MSi, Tri, MSi, Emmia, MSi, Achmad, MSi,
Firman, cMSi, Sartika cMSi dan teman-teman seperjuangan Magister Sains
Agribisnis angkatan 5 atas kerjasama, masukan, bantuan, ilmu, semangat dan
kebersamaan yang indah selama mengikuti pendidikan.
8. Serta keluarga besar yang telah memberikan semangat dan doa.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2016

Siti Herdianti Elza


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 8
Ruang Lingkup Penelitian 8
2 TINJAUAN PUSTAKA 9
Karakteristik Perempuan Wirausaha 9
Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya 11
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha 14
3 KERANGKA PEMIKIRAN 16
Kerangka Pemikiran Teoritis 16
Kerangka Pemikiran Operasional 22
4 METODE PENELITIAN 24
Lokasi dan Waktu Penelitian 24
Jenis Data 24
Variabel dan Pengukuran 25
Analisis Data 27
5 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 32
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 32
Kondisi Kependudukan di Wilayah Pesisir 32
Pengembangan Agroindustri Perikanan 33
6 HASIL DAN PEMBAHASAN 34
Karakteristik Perempuan Wirausaha 34
|Faktor Individu 40
Faktor Lingkungan 44
Perilaku Kewirausahaan 48
Kinerja Usaha 51
Analisis Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Perempuan Wirausaha
terhadap Kinerja Usaha dengan Pendekatan Structural Equation
Modelling (SEM) 53
Kecocokan Model Struktural 57
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Kewirausahaan
Perempuan Wirausaha dan Kinerja Usaha 59
7 SIMPULAN DAN SARAN 63
Simpulan 63
Saran 64
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN 71
RIWAYAT HIDUP 85

DAFTAR TABEL

1 Distribusi persentase PDRB Kota Padang ADHB menurut lapangan usaha


Tahun 2013 2
2 Produksi perikanan tangkap Kota Padang Tahun 2010 2014 2
3 Volume produk olahan hasil perikanan menurut jenis kegiatan pengolahan
Tahun 2014 3
4 Jumlah perempuan wirausaha UMKM agroindustri perikanan
tangkap berdasarkan jenis kegiatan pengolahan di Kota Padang
Tahun 2014 4
5 Variabel indikator faktor individu (Y1) 25
6 Variabel indikator faktor lingkungan (X1) 26
7 Variabel indikator perilaku kewirausahaan (Y2) 26
8 Variabel indikator kinerja usaha (Y3) 27
9 Persentase penilaian perempuan wirausaha terhadap faktor
individu 41
10 Persentase penilaian perempuan wirausaha terhadap faktor
lingkungan 44
11 Persentase penilaian perempuan wirausaha terhadap perilaku
kewirausahaan 48
12 Persentase penilaian perempuan wirausaha terhadap kinerja usaha 51
13 Hasil uji kecocokkan model (Goodness of Fit) 53
14 Muatan faktor dan t-hitung variabel manifest 56
15 Pengujian reliabilitas model pengukuran 60
16 Evaluasi terhadap koefisien model struktural dan kaitannya dengan
hipotesis penelitian 60
17 Komposisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
kewirausahaan perempuan wirausaha dan kinerja usaha 62

DAFTAR GAMBAR
1 Model umum dari perilaku kewirausahaan dan kinerja bisnis 22
2 Kerangka pemikiran operasional penelitian pengaruh perilaku
kewirausahaan terhadap kinerja perempuan wirausaha UMKM
agroindustri perikanan tangkap 23
3 Structural Equation Model (SEM) pengaruh perilaku kewirausahaan
terhadap kinerja perempuan wirausaha UMKM agroindustri perikanan
tangkap di Kota Padang 31
4 Sebaran responden menurut umur 35
5 Sebaran tingkat pendidikan formal respondan 37
6 Sebaran pendapatan responden 37
7 Status pernikahan responden 38
8 Sebaran responden menurut lama pengalaman usaha 38
9 Peran perempuan wirausaha 40
10 Jenis kegiatan pengolahan 40
11 Standarlized loading factor model struktural pengaruh perilaku
kewirausahaan perempuan wirausaha terhadap kinerja usaha 58
12 Nilai t-hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan perempuan
wirausaha terhadap kinerja usaha 59
13 Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku
kewirausahaan perempuan wirausaha terhadap kinerja usaha 83
14 Nilai t-hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan perempuan
wirausaha terhadap kinerja usaha 83

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Kota Padang 71
2 Rumus untuk menghitung construct reliability dan variance extracted 72
3 Hasil pengolahan data dengan Lisrel 8.30 73
4 Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku
kewirausahaan perempuan wirausaha terhadap kinerja usaha
sebelum di respesifikasi 84
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki sumberdaya alam hayati yang kaya dan


beragam terdiri atas 17 502 buah pulau, dan garis pantai sepanjang 81 000 km
dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5.8 juta Km2. Fakta tersebut
menunjukan bahwa prospek pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia
dinilai sangat cerah dan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang strategis. Sub
sektor perikanan berada di urutan kedua dalam kontribusi PDB Indonesia dalam
lingkup sektor pertanian. Sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan
Indonesia dinilai memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity) paling tinggi.
Sumberdaya tersebut paling tidak mencakup 37% dari spesies ikan di dunia
(Kementrian Lingkungan Hidup 2015). Di wilayah perairan Indonesia terdapat
beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara lain: tuna, cakalang, udang,
tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan karang (kerapu, baronang, udang
barong/lobster), ikan hias dan kekerangan termasuk rumput laut (Barani 2004).1
Pemanfaatan sumberdaya optimal merupakan sumber dana yang dapat
meningkatkan dan menunjang pembangunan negara Indonesia. Salah satu wilayah
pengembangan perikanan di Indonesia bagian barat berada di Provinsi Sumatera
Barat, tepatnya Kota Padang sebagai sentral perikanan di wilayah tersebut. Hal ini
didukung oleh sarana dan prasarana perikanan yang tersedia yakni 2 (dua)
pelabuhan perikanan yaitu pelabuhan perikanan samudera (PPS) dan pangkalan
pendaratan ikan (PPI). PPS Bungus merupakan salah satu pelabuhan perikanan
terbesar yang berada di wilayah sumatera bagian barat dengan pelayanan terhadap
kapal-kapal 30 GT keatas.
Sektor perikanan adalah salah satu bagian dari potensi agribisnis yang
turut mengembangkan laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang. Menurut Dinas
Perikanan dan Kelautan Kota Padang (2015), sumber daya perikanan darat dan
laut merupakan modal dasar pembangunan kelautan dan perikanan di Kota
Padang. Perikanan laut di Kota Padang memiliki potensi yang sangat besar untuk
dikembangkan dengan potensi sumberdaya ikan laut sebesar 20 000 ton/tahun
(Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang 2015). Sektor kelautan dan perikanan
sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat perikanan, termasuk pengolah hasil ikan dan
keluarganya.
Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Padang,
sumber pendapatan berasal dari 9 lapangan usaha, dimana sektor pertanian
menyumbang sebesar 5.7 persen, dengan lapangan usaha perikanan memberikan
kontribusi paling tinggi sebesar 60 persen dibandingkan lapangan usaha di bidang
pertanian lainnya (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
wilayah Kota Padang untuk lapangan usaha pertanian didominasi oleh lapangan

1
Barani, Husni Mangga. 2004. Pemikiran Percepatan Pembangunan Perikanan Tangkap Melalui
Gerakan Nasional. [Internet]. [diakses pada 18 Januari 2016].
http://tumoutou.net/702_07134/husni_mb.pdf
2

usaha perikanan disebabkan letak Kota Padang yang strategis berada di pesisir
pantai barat Sumatera.
Tabel 1 Distribusi persentase PDRB Kota Padang ADHB menurut lapangan usaha
Tahun 2013

Sektor Presentase
1. Pertanian 5.70
a. Tanaman Pangan 1.40
b. Perkebunan 0.05
c. Peternakan dan hasil-hasil 0.81
d. Kehutanan 0.02
e. Perikanan 3.42
2. Pertambangan dan Penggalian 1.66
3. Industri Pengolahan 13.81
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.80
5. Bangunan 5.25
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 21.60
7. Pengangkutan dan Komunikasi 24.83
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 8.47
9. Jasa-jasa 16.88
Jumlah 100
Sumber: Badan Pusat Stastistik Kota Padang (2014)

Luas wilayah laut Kota Padang adalah 905.04 km2 dengan panjang pantai
64 km (diluar pulau-pulau kecil) dan 99.63 km (termasuk pulau-pulau kecil),
dengan jumlah 19 pulau. Dengan potensi tersebut sangat dimungkinkan untuk
mengembangkan usaha penangkapan dan budidaya perikanan laut maupun produk
turunannya yang memiliki nilai tambah dan merupakan diversifikasi dari hasil
perikanan, melalui usaha pengolahan hasil perikanan. Adapun jumlah produksi
perikanan tangkap dilihat dari data 5 tahun terakhir menunjukkan terdapat
peningkatan pertumbuhan jumlah produksi hasil perikanan, disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Produksi perikanan tangkap Kota Padang Tahun 2010 2014

Tahun Jumlah Produksi Ikan Kota Padang (ton) Pertumbuhan (%)


2010 18 098.1 -
2011 18 647.5 2.95
2012 18 585.6 -0.33
2013 20 068.1 7.39
2014 20 772.8 3.39
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang (2014)

Keberadaan ikan laut hasil tangkapan para nelayan telah memberi peluang
adanya usaha pengolahan hasil perikanan di wilayah pesisir hingga wilayah lain
yang jauh dari daerah pesisir. Usaha pengolahan hasil perikanan saat ini telah
dilakukan oleh sebagian masyarakat atau rumah tangga perikanan di Kota Padang,
dalam bentuk penggaraman atau pengeringan, penanganan segar dan lainnya
(Tabel 3). Pengolahan ikan sangat penting dilakukan karena ikan merupakan
3

komoditas yang tidak tahan lama atau mudah mengalami pembusukan. Untuk itu
keberadaan industri perikanan yang dapat mengolah ikan menjadi suatu produk
setengah jadi atau produk jadi yang siap dikonsumi oleh konsumen menjadi kian
penting. Industrialisasi perikanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sektor Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan penelitian Kurniawan (2013) hasil
tangkapan ikan digunakan sekitar 70% sebagai bahan baku ikan olahan, kemudian
sisanya yang 30% sebagai produksi ikan basah atau segar yang dijual dalam
bentuk segar. Kemudian dari hasil pengolahan, produksi yang dihasilkan hanya
sekitar 50% dari bahan baku (rendemen 50%).

Tabel 3 Volume produk olahan hasil perikanan menurut jenis kegiatan pengolahan
Tahun 2014

No Jenis Kegiatan Pengolahan Volume (kg) Persentase (%)


1 Penggaraman/pengeringan 968 850 94.87
2 Pengasapan/pemanggangan 24 950 2.44
3 Penganganan segar 10 000 0.98
4 Lainnya 17 470 1.71
Total 1 021 270 100
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang (2014)

Usaha pengolahan ikan di Kota Padang umumnya masih berada dalam


skala usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Namun UMKM selalu
digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting dalam
pembangunan ekonomi suatu wilayah. Pada umumnya, usaha mikro dan kecil di
Indonesia memiliki keterbatasan sumber daya manusia termasuk aspek
kewirausahaan (Bappenas 2004). Oleh sebab itu, untuk mencapai keberhasilan
salah satunya adalah dengan memperhatikan faktor sumber daya manusia yang
terkait dengan kewirausahaan. Sebagian besar keberhasilan usaha, khususnya
usaha mikro kecil menengah, sangat ditentukan oleh wirausahanya.
Usaha pengolahan ikan merupakan salah satu usaha yang berkembang
dalam skala UMKM. Usaha pengolahan ikan telah menjadi mata pencaharian bagi
sebagian masyarakat pesisir Kota Padang terutama kaum perempuan (ibu rumah
tangga). Hasil olahan produk perikananpun telah diditribusikan untuk memenuhi
kebutuhan baik di Kota Padang maupun di luar Kota Padang seperti yang terjadi
pada Kelompok Pengolah Hasil dan Pemasaran Disentral Pasia Nan Tigo.
Pendistribusian produk ini menunjukkan adanya kebutuhan pasar yang mampu
direspon oleh pelaku usaha pengolah hasil perikanan. Melihat pentingnya peranan
industri pengolahan ikan maka diperlukan pelaku usaha yang memiliki perilaku
kewirausahaan untuk meningkatkan kinerja usaha industri yang diharapakan dapat
membantu pengembangan keberhasilan usaha.
Pada usaha mikro, kecil dan menengah agorindustri perikanan tangkap
terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh para pelaku usaha seperti
permintaan ikan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dimana pelaku
usaha belum bisa memenuhi semua permintaan yang ada. Berdasarkan hasil survei
awal di lapangan, masalah yang dihadapi oleh pelaku usaha mikro, kecil dan
menengah agroindustri perikanan tangkap yakni harga bahan baku ikan yang tidak
stabil disebabkan kondisi nelayan yang tidak setiap saat menangkap ikan di laut,
4

kelemahan persyaratan untuk mengakses permodalan seperti pinjaman ke bank,


penggunaan teknologi pengolahan produk perikanan yang masih sederhana, serta
masih lemahnya pendidikan dan kurangnya pelatihan yang diterima oleh para
pelaku usaha. Meskipun dalam menjalankan usaha ditemukan beberapa kendala
tetapi para pelaku usaha tetap bertahan dan menjalankan usahanya hingga
bertahun-tahun.

Tabel 4 Jumlah perempuan wirausaha UMKM agroindustri perikanan tangkap


berdasarkan jenis kegiatan pengolahan di Kota Padang tahun 2014

No. Jenis Kegiatan Pengolahan Jumlah Perempuan Wirausaha


1 Penggaraman atau pengeringan 95
2 Pengolahan lainnya 73
Jumlah 168
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang Tahun 2014

Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang (2014)
terdapat 168 perempuan wirausaha pada usaha mikro, kecil dan menengah
agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang (Tabel 4). Berdasarkan survei
awal penelitian masih terdapat beberapa usaha yang berada di Kecamatan Koto
Tangah tidak menjalankan kegiatan usahanya disebabkan oleh ketersedian bahan
baku dan modal. Padahal peluang bisnis usaha pengolahan ikan begitu besar. Hal
ini mengindikasikan bahwa adanya perbedaan perilaku dalam menjalankan usaha,
sehingga menyebabkan tidak berproduksi. Perlu ditelaah faktor yang mendorong
dan menghambat pelaku usaha dalam menjalankan usahanya baik faktor yang
berasal dari individu perempuan wirausaha ataupun lingkungan yang akan
mempengaruhi perilakunya dalam menghasilkan kinerja usaha, sehingga tetap
bisa bertahan dalam persaingan usaha ini agar tetap mengembangkan usahanya.
Pengembangan usaha hasil produk pengolahan perikanan ke depan,
ditentukan oleh faktor sumberdaya manusia (SDM) unggul atau berdaya saing.
Sebagaimana disampaikan Pambudy dan Dabukke (2010) bahwa dalam era
persaingan sekarang ini, yang bersaing sebenarnya bukan komoditas pertaniannya,
tetapi adalah orang-orang yang berada dibalik produk itu. Selanjutnya sumberdaya
manusia atau kelompok orang yang paling penting dalam kancah persaingan
perdagangan produk pertanian adalah petaninya, pedagangnya, serta
pengusahanya.
Perilaku kewirausahaan dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam
mengamati individu wirausahawan yang memiliki perilaku kewirausahaan yang
kuat ataupun lemah. Perilaku kewirausahaan adalah tindakan yang terdiri dari
kegiatan mengumpulkan informasi, mengolahnya, identifikasi peluang,
pengambilan resiko, mengelola perusahaan baru dan masuk pasar, mencari
dukungan finansial, keahlian teknologi dan input lainnya (Fogel et al. 2005).
Krisnamurthi (2001) berpendapat bahwa pengembangan perilaku kewirausahaan
akan menumbuhkan sikap positif dalam berwirausaha dalam bentuk kemampuan
sikap untuk mengendalikan keadaan dan memfokuskan perhatian pada kegiatan-
kegiatan atau hasil yang ingin dicapai. Hal ini disebabkan pelaku usaha yang
berperilaku kewirausahaan akan lebih aktif dalam memanfaatkan peluang, inovatif,
dan berani mengambil risiko. Berdasarkan pemaparan di atas maka perlu
5

dilakukan penelitian secara lebih mendalam untuk mengetahui perilaku


kewirausahaan perempuan wirausaha dengan melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku tersebut serta pengaruh perilaku terhadap kinerja usaha,
yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap pengembangan kinerja usaha
pengolahan agroindustri perikanan tangkap.

Rumusan Masalah

Kota Padang merupakan salah satu daerah sentra hasil perikanan tangkap
di Provinsi Sumatera Barat. Beberapa kaum perempuan yang tinggal di pesisir
pantai memilih untuk melakukan kegiatan produktif untuk dapat membantu
ekonomi keluarga. Upaya yang dilakukan dengan memberikan nilai tambah
terhadap hasil tangkapan ikan dari nelayan. Hal yang melatarbelakangi yakni
tuntutan pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan permasalahan masih rendahnya
lapangan pekerjaan. Dengan menciptakan peluang tersebut para kaum perempuan
yang tinggal di pesisir mencoba untuk membantu ekonomi keluarga dengan
melakukan kegiatan pengolahan hasil perikanan tangkap. Dalam menjalankan
kegiatan usaha tersebut perempuan wirausaha dihadapkan pada berbagai
tantangan, disamping kelemahan-kelemahan yang menghambat peran serta dan
partisipasinya dalam membangun ekonomi keluarga.
Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha mikro, kecil dan menengah
agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang berdasarkan hasil survei awal di
lapangan antara lain ketersediaan bahan baku bersifat musiman, nelayan setempat
mengenal 3 musim yakni musim puncak, musim sedang, dan musim penceklik,
yang menyebabkan harga bahan baku berfluktuatif, pada saat musim
pengangkapan penceklik menyebabkan harga naik dan sebaliknya pada saat
musim penangkapan puncak harga rendah, kondisi fluktuasi harga terparah terjadi
antara musim penangkapan puncak dan musim penangkapan penceklik,
pengunaan teknologi yang sebahagian besar masih sederhana, dan sulitnya
perempuan wirausaha untuk mengakses pinjaman modal ke bank disebabkan
syarat agunan.
Kondisi alam berupa musim tidak menentu mengakibatkan nelayan tidak
setiap hari menangkap ikan ke laut sehingga ketersediaan bahan baku tidak
terjamin selalu ada, hal tersebut mengakibatkan harga produk perikanan tangkap
baik mentah ataupun olahan berfluktuasi. Dalam membeli bahan baku ikan para
perempuan wirausaha membutuhkan dana, sedangkan sumber modal yang
dimiliki pelaku usaha perikanan tangkap diperoleh dari perputaran hasil usaha
sebelumnya, apabila usaha sebelumnya diperoleh keuntungan, modal yang
dimiliki tersebut cukup untuk membeli bahan baku, tetapi ketika usaha
sebelumnya rugi maka daya beli terhadap bahan baku juga kecil, hal ini
mengakibatkan pengolahan atau produksi menjadi terganggu atau bahkan sampai
terhenti.
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di salah satu usaha
pengolahan ikan yang ada di sentral Pasia Nan Tigo, pada pengolahan ikan kering
atau penggaraman tidak semua hasil olahan tersebut dapat dinikmati hasilnya,
karena dalam proses pengolahan ikan terdapat beberapa kendala yang dihadapi
oleh perempuan wirausaha, diantaranya kendala yang dihadapi pada saat proses
6

penjemuran ikan, kondisi cuaca sangat menentukan hasil produksi. Ketika cuaca
cerah proses pengeringan ikan dibantu oleh cahaya matahari yang baik
menyebabkan ikan kering dengan sempurna, namun ketika cuaca mendung atau
turun hujan, proses pengeringan ikan menjadi tidak sempurna yang
mengakibatkan ikan berubah warna menjadi kemerahan sehingga harga turun
hingga setengah harga normal, bahkan kondisi terburuk jika hujan terus berlanjut
ikan menjadi busuk dan harus dibuang lalu dikubur. Dalam sehari perempuan
wirausaha yang mengolah ikan untuk dikeringkan dapat mengerjakan 5 keranjang
ikan, 1 keranjang beratnya 10 kg. Harga bahan baku 1 keranjang ikan teri seharga
Rp 15 0000. Hasil dari pengeringan ikan tersebut diperoleh keuntungan bagi
perempuan wirausaha sekitar Rp 200 000. Jika hasil pengeringan ikan tidak baik,
maka harga ikan turun hingga Rp 70 000 per kg. Pada Unit Pengolahan Ikan Pasia
Nan Tigo, perempuan wirausaha membentuk koperasi yang telah dijalankan
selama 7 bulan, dengan iuran sebesar Rp 20 000 per bulan, namun dalam
pelaksanaannya koperasi tidak berjalan efektif disebabkan tidak semua anggota
membayar iuran koperasi. Permasalahan ini dialami oleh semua perempuan
wirausaha yang melakukan usaha pengolahan ikan kering atau penggaraman
diakibatkan masih kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh perempuan
wirausaha perikanan tangkap antara lain belum adanya cold storage ikan.
Masalah-masalah yang terjadi pada usaha mikro, kecil dan menengah
agroindustri perikanan tangkap adalah tugas pemilik usaha untuk mengatasinya.
Dimana pemilik usaha merupakan pelaku utama dalam pengusahaan dan
pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah agroindustri perikanan tangkap.
Penyediaan sumber daya manusia yang kompeten penting di dalam usaha
pengolahan usaha mikro, kecil dan menengah agroindustri perikanan. Kebanyakan
pelaku usaha belum mengusahakan pengolahan ikan secara modern karena
sebagian belum mempertimbangkan pasar, modal dan teknologi. Umumnya
pelaku usaha belum memiliki kemampuan pengelolaan usaha yang memadai.
Sementara usaha kecil sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan kepribadian
pemilik usaha agar tercapai tujuan usaha secara efektif. Oleh karena itu prestasi
total ditentukan oleh sikap dan tindakan seorang wirausaha (Meredith 1996).
Kinerja usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha mikro, kecil dan
menengah agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang ada yang mengalami
kemajuan dan ada pula yang berjalan di tempat. Usaha yang berjalan di tempat ini
disebabkan oleh beberapa faktor baik dari faktor individu pelaku usaha ataupun
faktor lingkungan yang mempengaruhi usaha. Oleh sebab itu, perlu diketahui
faktor apa yang dapat meningkatkan atau menurunkan kinerja usaha yang
dijalankan oleh perempuan wirausaha. Salah satu faktor mengapa kinerja usaha
perempuan wirausaha dapat berbeda-beda disebabkan oleh beberapa faktor
perilaku kewirausahaan seperti motivasi dan kemampuan mengambil risiko.
Walaupun perempuan wirausaha memiliki beragam motivasi dalam menggeluti
usahanya, kenyataanya di lapangan menunjukkan mayoritas ternyata ada usaha
yang dikelola dengan kurang baik oleh perempuan wirausaha. Hal ini
mengandung arti bahwa motivasi dalam berwirausaha belum tentu menjadikan
kinerja usaha perempuan wirausaha menjadi baik ataupun sebaliknya. Faktor lain
yang menyebabkan suatu usaha kurang berkembang adalah para pengusaha
kurang mau mengambil risiko, baik dalam membuat produk baru ataupun
memperluas pasar. Perempuan wirausaha lebih senang usahanya berjalan biasa-
7

biasa saja dan kurang melakukan inovasi untuk membuat produk baru dan
memperluas pasar karena takut rugi. Pada kondisi lain, bukan hanya faktor
kepemilikan perilaku kewirausahaan saja yang menjadi penentu kinerja usaha
perempuan wirausaha berjalan dengan baik atau tidak. Karakteristik yang melekat
di individu masing-masing wirausaha juga memegang peranan penting terhadap
kemajuan usaha yang dijalankan perempuan wirausaha. Salah satu karakteristik
personal yang melekat di individu masing-masing wirausaha adalah umur, peran
perempuan dalam keluarga, status pernikahan, latar belakang keluarga, dan lain
sebagainya.
Perilaku kewirausahaan harus dikembangkan sebagai modal dasar agar
pelaku usaha mampu berdiri dan berhasil dalam usahanya. Usaha mikro, kecil dan
menengah agroindustri perikanan juga memiliki risiko baik dari sisi produksi,
harga, biaya, dan pendapatan. Pengembangan sumberdaya menjadi salah satu
kunci dalam menjawab permasalahan ini karena pada era global saat ini
dibutuhkan pelaku usaha yang kreatif dan inovatif agar mampu bertahan dan
bersaing. Faktor kewirausahaan menentukan berhasil tidaknya pelaku usaha dalam
menyesuaikan dengan perubahan lingkungan bisnis. Wirausaha
mempertimbangkan aspek pasar, mampu melihat dan mengelola peluang, serta
memiliki kemampuan manajemen. Wirausaha berfikir dan bertindak untuk terus
mengembangkan hal-hal baik dari yang diusahakan saat ini sehingga diperoleh
hasil yang lebih menguntungkan. Selain itu pentingnya sumberdaya manusia
dalam pencapaian keunggulan kompetitif juga diungkapkan oleh Krisnamurthi
(2001), yaitu faktor manusia menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan
pencapaian keunggulan kompetitif, karena pada manusia akan diperoleh
kreatifitas dan inovasi, pada manusia juga melekat kemampuan dan keberanian
serta sikap memanfaatkan peluang dan mengatasi kesulitan. Penguasaan dan
pemanfaatan teknologi juga akan terletak pada manusia, disamping kemampuan
untuk mendapatkan modal, informasi dan jaringan usaha.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa masih rendahnya
kinerja UMKM agroindustri perikanan dipengaruhi oleh faktor sumber daya
manusia ditinjau dari perilaku kewirausahaanya, maka masalah yang akan diteliti
adalah:
1. Bagaimana karakteristik perempuan wirausaha pada UMKM agroindustri
perikanan tangkap di Kota Padang?
2. Bagaimana pengaruh faktor individu dan faktor lingkungan terhadap perilaku
kewirausahaan perempuan wirausaha pada UMKM agroindustri perikanan
tangkap di Kota Padang?
3. Bagaimana pengaruh perilaku kewirausahaan dapat mempengaruhi kinerja
perempuan wirausaha pada UMKM agroindutri perikanan tangkap di Kota
Padang?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan


untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristik perempuan wirausaha pada UMKM
agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang
8

2. Menganalisis faktor individu dan faktor lingkungan yang mempengaruhi


perilaku kewirausahaan perempuan wirausaha pada UMKM agroindustri
perikanan tangkap di Kota Padang
3. Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja perempuan
wirausaha pada UMKM agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang

Manfaat Penelitian

Hasil analisis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan


masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun
tidak langsung, seperti:
1. Bagi pembuat kebijakan, terutama Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan UMKM agroindustri
perikanan tangkap di Kota Padang yang berdaya saing khususnya di Sumatera
Barat. Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui apakah dengan
menganalisa perilaku kewirausahaan perempuan wirausaha pada UMKM
agroindustri perikanan tangkap dapat dijadikan alternatif pendekatan lain
dalam peningkatan kinerja UMKM agroindutri perikanan tangkap. Selain itu,
hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi
pembuat kebijakan dalam meningkatkan kinerja usaha dan mengembangkan
kewirausahaan UMKM agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang.
2. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan materi-materi
serta mengembangkan ilmu yang telah didapat selama di bangku perkuliahan,
terutama dalam menambah wawasan baru mengenai kewirausahaan.
3. Bagi pembaca, untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, serta
sebagai bahan rujukan untuk melakukan penelitian-penelitian kewirausahaan
selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada karakteristik perempuan


wirausaha, faktor individu dan faktor lingkungan, perilaku kewirausahan dan
kinerja usaha pada UMKM agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang, serta
pengaruh antara faktor individu dan lingkungan terhadap perilaku kewirausahaan,
dan pengaruh perilaku kewirausahaan dengan kinerja usaha pada UMKM
agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang. Penelitian ini dilakukan pada
UMKM agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat
sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah lain.
Selain itu, agroindustri perikanan yang dikaji adalah berbagai jenis produk
perikanan tangkap konsumsi olahan dikarenakan berbagai keterbatasan informasi
jika hanya memilih salah satu jenis olahan ikan.
9

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Perempuan Wirausaha

Aktivitas perempuan wirausaha muncul dari sektor yang sering diabaikan,


walaupun mereka berupa individu atau kelompok kecil tetapi mereka berani
memulainya dengan mengambil risiko dibidang itu. Perempuan memiliki
kebiasaan sosial, ide dan jiwa kepemimpinan, seperti di Amerika Serikat dalam
penelitian Baker et al. (1997). Baker mengungkapkan kewirausahaan yang dulu
tidak tampak dari bisnis yang dijalankan perempuan, saat ini menjadi perhatian
dan mereka mengembangkan dan memimpin bisnis secara natural. Kemajuan
teknologi juga mempermudah perempuan dalam masuk ke dunia usaha.
Kemunculan ide yang tersembunyi dan motivasi perempuan dalam
menemukan suatu inovasi dan memulai sebuah usaha juga telah diteliti oleh
Dahalana et al. (2013). Dahalana menyimpulkan bahwa perempuan wirausaha
mempunyai ide bisnis yang berbeda dari pria. Ide ini mereka tuangkan dalam
aktivitas bisnis yang mempunyai sifat lebih fleksibel dari segi waktu, realistik,
kreatif dan inovatif. Hal ini menunjukkan meskipun perempuan wirausaha itu
bergerak dalam skala kecil namun ada motivasi khusus yang melandasi aktivitas
usaha mereka. Perempuan berwirausaha tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan finansial tetapi termotivasi untuk prestise dan keinginan untuk
menambah pendapatan keluarga.
Beberapa penelitian, forum sosial dan akademik juga menyebutkan ada
perbedaan karakteristik perempuan wirausaha dengan laki-laki wirausaha dalam
menjalankan usaha. Perbedaan gender, status dan tekanan sosial ini berpengaruh
besar pada ide bisnis yang terbentuk dan pada aktivitas mereka dalam
menjalankan usahanya. Kesimpulan dari beberapa penelitian, forum sosial dan
akademik menyebutkan enam hal yang spesial dari karakteristik perempuan
wirausaha yaitu: fitur personal dan motivasi, gaya kepemimpinan, pilihan strategis
bisnis, hambatan pembiayaan, pencapaian tujuan serta kinerja hasil yang ingin
dicapai (Kevane 2001; OECD 2004; Watson dan Newby 2007; Dahalana et al.
2013; Verni 2013). Watson dan Newby (2007) juga melihat hubungan antara
perbedaan gender dalam pencapaian tujuan usaha kecil dan mikro dengan
menggunakan panel data. Mereka menemukan perempuan wirausaha tidak
bertujuan semata-mata untuk mendapatkan uang dan mencapai kekuasaan tetapi
adanya motivasi kebutuhan untuk berprestasi dan preferensi untuk inovasi.
Holquist dan Sundin (1990) dan Rachmaniaa et al. (2012) menambahkan faktor
pendidikan dan keluarga juga sangat mempengaruhi seorang perempuan untuk
terlibat dalam sebuah usaha. Banyak wirausaha sukses berasal dari latar belakang
bisnis keluarga. Kedua hasil penelitian ini juga menyimpulkan perempuan yang
telah menikah tidak hanya berorietasi pada karir tetapi mereka menjalankan
sebuah keluarga dan sebuah perusahaan pada saat yang bersamaan. Mereka masuk
ke bisnis dengan perasaan yang kuat baik dari push dan pull keluarga. Mereka
sangat profesional dalam menjalankan perusahaan dari ilmu dan pengalaman yang
mereka punya.
Suandi dan Sativa (2001) melakukan penelitian tentang kedudukan dan
peran perempuan di Kabupaten Kerinci pada sub sektor agroindustri, untuk
10

melihat kontribusi pendapatan, alokasi waktu perempuan dan faktor-faktor yang


mempengaruhi pekerja perempuan yang bekerja pada subsektor agroindustri
pedesaan. Hasil penelitiannya menunjukkan peran perempuan cukup berarti 44
persen pekerja adalah perempuan, sumbangan pendapatan perempuan 38.75
persen dari pendapatan rumah tangga, alokasi waktu kerja rata-rata mencapai
25.58 jam per minggu dan faktor yang mempengaruhi perempuan untuk bekerja
adalah penghasilan rumah tangga, usia perempuan, umur anak terakhir, faktor
manajemen usaha dan modal. Keterkaitan umur dengan keberhasilan usaha juga di
lihat oleh Riyanti (2003), usia terkait dengan keinginan menjadi wirausaha dan
pengalaman berwirausaha.
Berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perempuan
dalam pengambilan keputusan untuk berwirausaha, penelitan yang dilakukan oleh
Pristiana et al. (2009) menemukan sejumlah situasi yang berhubungan dengan
keputusan perempuan untuk berwirausaha. Hal yang menyebabkan perempuan
memutuskan untuk berwirausaha antara lain karena faktor internal (minat,
pemberdayaan diri, motivasi) dan faktor eksternal (peran suami dan sumber
modal). Pengambilan keputusan perempuan untuk berwirausaha semata-mata
hanya didasarkan pada minat dan motivasi saja, hal tersebut belum menunjukkan
esensi yang sebenarnya bahwa mereka memang mau dan mampu untuk
memberdayakan diri dengan berwirausaha Selain itu, modal untuk berwirausaha
tidak begitu dipermasalahkan oleh perempuan, namun peran suami tetap
dipertimbangkan saat perempuan (istri) akan memutuskan untuk berwirausaha.
Dalam penelitian Orhan dan Scott (2011) betujuan untuk mengembangkan model
yang berkaitan dengan faktor yang memotivasi perempuan untuk memulai bisnis.
Ada sejumlah situasi yang berhubungan dengan keputusan perempuan untuk
berwirausaha, hal yang menyebabkan perempuan memutuskan untuk
berwirausaha antara lain karena keturunan, tidak ada pilihan lain, kebetulan, bakat,
terpaksa, sengaja dibentuk, dan wirausaha murni. Hasil penelitian menunjukkan,
sebagian besar perempuan berwirausaha karena alasan kebutuhan dan karena hal-
hal yang secara umum disebut faktor push, pull dan faktor lingkungan.
Kesimpulan yang diperoleh bahwa secara khusus penelitian ini menunjukkan
interaksi antara dominasi pria dan faktor yang mendorong perempuan
berwirausaha karena beberapa keadaan.
Keberadaan wirausahawan perempuan dalam usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) adalah realitas kehidupan ekonomi sebagian besar
masyarakat Indonesia. Penelitian Nurhayati (2011) hasil penelitian pada
perempuan wirausaha pada UKM agroindustri perikanan di Kabupaten Sukabumi,
menunjukkan bahwa faktor pendorong kegiatan usaha dikategorikan sebagai
motivasi berwirausaha dikelompokkan menjadi empat, yaitu meringankan beban
keluarga, menciptakan lapangan kerja dan merubah nasib serta ingin mandiri.
Faktor pendorong lain yaitu keinginan untuk merubah nasib, keinginan untuk
menciptakan lapangan kerja juga menjadi motivasi/faktor pendorong dalam
berwirausaha. Keterlibatan perempuan dalam pembangunan dapat dilihat dengan
semakin banyaknya yang bekerja di beberapa sektor.
Penelitian mengenai keterlibatan perempuan dalam usaha ternak ayam buras,
menunjukkan bahwa karakteristik peternak berhubungan signifikan dengan
keterlibatannya dalam usaha ternak ayam buras Yuliani (2002). Motivasi
perempuan dideskripsikan menjadi dua indikator diantaranya motivasi intrinsik
11

dan motivasi ekstrinsik. Dimana motivasi intrinsik meliputi kebutuhan akan


prestasi dan kebutuhan akan kekuasaan, sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi
sistem kekerabatan, pengambilan keputusan, stabilitas harga, dukungan keluarga
dan pergeseran norma. Hasil yang diperoleh bahwa semua variabel yang di uji
berhubungan positif dengan motivasi yang dimiliki oleh perempuan peternak
untuk mampu mendorong dan terlibat secara aktif dalam kegiatan berusaha ternak
(Nursulasiah 2004). Selain itu, penelitian mengenai pengaruh motivasi dan
kompetisi terhadap kesuksesan pengusaha perempuan, menunjukkan bahwa
motivasi dan kompetensi berpengaruh signifikan secara simultan terhadap
kesuksesan pengusaha perempuan dan motivasi memiliki pengaruh dominan
terhadap kesuksesan pengusaha perempuan (Prabandari et al. 2013).
Hambatan lainnya dalam berwirausaha yang dihadapi oleh para perempuan,
khususnya oleh para perempuan di Indonesia menurut Ardhanari dalam Jati
(2009), yaitu kepemilikan karakteristik personal yang diakibatkan oleh beban
kerja akibat peran ganda seorang perempuan, serta adanya karakteristik struktural
berupa hambatan terhadap akses permodalan dan rendahnya akses perempuan
terhadap informasi pemasaran. Hambatan perkembangan perempuan wirausaha
tersebut merupakan akibat adanya stereotip gender antara perempuan dan pria
dalam lingkungan patriarkhi, yakni lingkungan yang mengusung budaya dimana
pria memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada perempuan. Tambunan
(2009) menyebutkan salah satu kendala yang dihadapi oleh seorang perempuan
dalam berwirausaha adalah dalam hal mengakses kredit formal. Perempuan
memiliki peluang yang lebih sedikit dibandingkan pria untuk mendapatkan akses
kredit formal. Adanya berbagai alasan seperti kurangnya jaminan, dan persepsi
negatif dari pihak penjamin resmi. Perempuan yang kurang dalam hal pendidikan
akan cenderung lebih sulit dalam mendapatkan pembiayaan dari pihak bank. Hal
tersebut disebabkan karena kurang informasi dalam hal tata cara peminjaman.
Kendala yang dihadapi perempuan wirausaha dalam aktivitas dunia usaha
saat ini adalah kesulitan dalam mengakses modal dari perbankan. Hal ini menjadi
penghambat pada perempuan yang ingin menjadi wirausaha atau untuk
memperluas bisnisnya. Selain itu hasil penelitian Amine dan Staub (2009)
membahas tentang legitimasi sosial perempuan sebagai wirausaha di Afrika juga
menemukan perempuan wirausaha mengalami kondisi yang tidak menguntungkan
dalam sistem peraturan perbankan dan normatif. Hal yang serupa juga ditemukan
di Kanada, penelitian Carrington (2006) menunjukkan bahwa perempuan kurang
berpengalaman dalam networking dan jaringan usaha mereka tidak seluas pria.
Penelitian ini juga menemukan perempuan memiliki peringkat kredit yang buruk,
bahkan bias gender ini melekat pada kebijakan perbankan dan lembaga keuangan.
Negara Kanada sendiri memiliki kebijakan pinjaman kaku pada perempuan
wirausaha. Kesulitan dalam memperluas jaringan dan kesulitan dalam
mendapatkan pinjaman dana ini yang mengindikasikan perempuan sulit
mengembangkan usahanya.

Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Delmar (1995) mendifinisikan perilaku kewirausahaan sebagai tindakan


yang dilakukan wirausaha dalam mewujudkan tujuan usahanya. Tindakan tersebut
12

mengarah pada konsep-konsep kewirausahaan yaitu tindakan yang menunjukkan


kreativitas, inovasi dan berani berisiko. Sependapat dengan hal tersebut, menurut
Dirlanudin (2010), perilaku wirausaha dalam konteks pengembangan usaha kecil
adalah perilaku yang dimiliki pengusaha kecil dalam menjalankan aktivitas
usahanya yang terdiri dari kecermatan terhadap peluang usaha, keberanian dalam
mengambil risiko, inovatif dalam menghasilkan produk dan daya saing usahanya.
Ditambahkan pula bahwa, pengusaha yang memiliki pola perilaku wirausaha
adalah mereka yang secara gigih berupaya melakukan kombinasi dari sumberdaya
ekonomi yang tersedia, mereka mampu menciptakan produk dan teknik usaha
baru (inovatif), mampu mencari peluang baru, bekerja dengan metode kerja yang
lebih efektif dan efisien, cepat mengambil keputusan dan berani mengambil risiko.
Dalam penelitiannya Dirlanudin mengukur perilaku wirausaha dari tiga aspek
yaitu: (1) kognitif, terkait dengan kemampuan manajerial dan pemasaran; (2)
afektif, terkait dengan komitmen, disiplin, kejujuran, semangat dan kesadaran
mengutamakan kualitas; dan (3) motorik, terkait dengan kemampuan teknis,
kreatif, inovatif, efisien dan keberanian mengambil risiko.
Menurut pendapat Zimmerer dan Scarborough (2008) kewirausahaan
adalah hasil dari suatu proses sistematis, yang menerapkan kreativitas dan inovasi
untuk memenuhi kebutuhan dan peluang pasar, dengan menggunakan strategi
serta fokus terhadap ide-ide baru dan wawasan baru untuk menciptakan produk
atau layanan yang memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Senada dengan
hal tersebut Kasmir (2006) menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan suatu
kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha yang merupakan hasil dari
adanya kreativitas dan inovasi yang terus menerus untuk menemukan sesuatu
yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa perilaku kreatif dan inovatif merupakan karakteristik utama dari perilaku
kewirausahaan. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide
baru dan cara baru dalam menghadapi masalah dan peluang, sedangkan inovasi
adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berbeda, atau menerapkan
solusi kreatif dalam menghadapi permasalahan dan peluang untuk tujuan
menciptakan kekayaan bagi individu dan nilai tambah bagi masyarakat (Kao et al.
2001).
Kreativitas dan inovasi merupakan hal yang penting dalam mencapai
kesuksesan suatu usaha, karena dengan kreativitas dan inovasi suatu usaha dapat
mencapai keunggulan kompetitif. Selain itu, inovasi merupakan unsur yang
penting untuk meningkatkan kemampuan bertahan, menghadapi persaingan bisnis
dan pertumbuhan perusahaan. Penelitian Pambudy (1999), menggunakan
parameter dari perilaku wirausaha terdiri dari tiga aspek, yaitu pengetahuan, sikap
mental dan keterampilan. Parameter tersebut digunakan pula dalam penelitian
Sapar (2006), yang menggunakan parameter peubah perilaku kewirausahaan
meliputi; (1) pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang bahan baku, strategi
berdagang, konsumen, dan manajemen keuangan, (2) sikap, yaitu sikap dalam
berusaha, pandangan dalam menjalankan usaha, dan semangat berusaha, serta (3)
keterampilan, yaitu keterampilan dalam memilih bahan baku, perencanaan usaha
dan penggunaan modal. Dirlanudin (2010) dan Sapar (2006) membagi faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kewirausahaan ke dalam faktor internal
dan faktor eksternal. Dalam penelitian Sapar (2006) disebutkan bahwa faktor
internal adalah ciri-ciri pribadi, status sosial dan ekonomi seseorang. Faktor
13

internal yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan adalah umur, pendidikan,


pengalaman berusaha, motivasi, persepsi terhadap usaha dan besar usaha.
Sedangkan faktor eksternal, diantaranya adalah modal, keluarga, lingkungan
tempat bekerja, peluang pembinaan usaha dan ketersediaan bahan. Dari hasil
penelitian tersebut diketahui bahwa faktor internal dan ekternal secara nyata
mempengaruhi perilaku wirausaha pedagang kaki lima di Kabupaten Bogor.
Berbeda dengan penelitian Dirlanudin (2010), yang menggunakan
indikator tingkat ketekunan, kepemilikan sumber usaha, kekosmopolitan,
penggunaan modal usaha dan kontribusi bagi keluarga ke dalam faktor internal,
sedangkan indikator faktor eksternal diantaranya adalah pandangan masyarakat
tentang wirausaha, kekompakan antar pengusaha kecil, berfungsinya forum usaha
kecil dan nilai kebiasaan masyarakat. Dari hasil penelitiannya terhadap perilaku
wirausaha pengusaha kecil industri agro menunjukan bahwa faktor internal masih
kurang memadai terhadap perkembangan perilaku wirausaha, sedangkan faktor
eksternal relatif kondusif terhadap perkembangan perilaku wirausaha. Senada
dengan penelitian Harijati (2007) mengenai pengaruh faktor individu dan faktor
lingkungan terhadap kompetensi agribisnis petani sayuran lahan sempit, faktor
individu diukur berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pengalaman, kebutuhan,
motivasi dan sifat kewirausahaan. Sedangkan faktor lingkungan diukur dari
pembelajaran agribisnis, akses sarana agribisnis, akses sumber modal, akses
sumber informasi dan akses kelompok tani.
Hasil analisis jalur Path pada penelitian Pambudy (1999), menunjukan
bahwa umur dan penghasilan mempunyai hubungan struktural positif dengan
perilaku wirausaha peternak ayam buras skala kecil, sedangkan lamanya beternak
mempunyai hubungan struktural yang negatif. Selain itu, variabel pengetahuan,
sikap mental dan keterampilan beternak peternak ayam buras skala kecil,
menengah dan besar mempunyai hubungan struktural positif terhadap perilaku
wirausaha peternak. Perilaku berwirausaha peternak ayam buras dan broiler
dipengaruhi oleh faktor informasi usaha dan kelembagaan. Disamping itu hasil
penelitian ini mengungkapkan bahwa, meskipun secara langsung tidak ada kaitan
antara pendidikan dan semangat wirausaha, tetapi dalam menjalankan usahanya,
wirausaha perlu memiliki beberapa pengetahuan dasar yang memadai agar
usahanya berhasil, karena manajemen yang buruk, kurangnya pengalaman dan
pengawasan keuangan yang buruk merupakan hal-hal yang menjadi kegagalan
wirausaha dalam mencapai keberhasilan usaha.
Penelitian yang dilakukan Kellermanns et al. (2008) pada perusahaan
keluarga (Family Business) menunjukan bahwa, perilaku kewirausahaan dari
sebuah perusahaan keluarga dipengaruhi oleh karakteristik dari pemimpin
perusahaannya, yaitu usia dan lamanya masa kepemilikan, serta faktor banyaknya
jumlah generasi keluarga yang terlibat dalam perusahaan. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa faktor usia tidak mempunyai hubungan yang siginifikan
terhadap perilaku kewirausahaan, sedangkan lamanya kepemilikan perusahaan
dan banyaknya generasi yang terlibat menunjukkan prediktor penting dari
pertumbuhan lapangan kerja. Penelitian mengenai pengaruh faktor kelembagaan
terhadap perilaku kewirausahaan yang dilakukan oleh Welter dan Smallbone
(2011), menunjukan bahwa faktor kelembagaan yang terdiri dari kondisi ekonomi,
politik dan hukum serta sosial budaya dimana pengusaha tersebut menjalankan
usahanya, dapat menjadi pendukung ataupun sebagai pembatas dalam
14

menjalankan usaha. Kelembagaan formal yang umum terdapat di setiap negara


diantaranya adalah aturan yang mengatur masuk dan keluar industri, hak
kepemilikan atau hak cipta, serta pengembangan usaha melalui undang-undang
kontrak dan hukum kepailitan. Kelembagaan yang merupakan peraturan yang
berlaku di masyarakat, yang jika berjalan dengan stabil dan efisien dapat
memfasilitasi pengembangan kewirausahaan menjadi lebih produktif karena dapat
mengurangi ketidakpastian dan risiko usaha, dapat mengurangi biaya transaksi
dan memungkinkan hubungan transaksi ekonomi berlandaskan kontrak hukum.
Penelitian Riyanti (2003), membuktikan bahwa perilaku inovatif yang
merupakan bagian dari perilaku wirausaha, merupakan syarat mutlak bagi
keberhasilan usaha. Dalam penelitiannya didapatkan bahwa faktor demografi yang
berpengaruh terhadap perilaku inovatif diantaranya adalah; (1) Usia, usia
berkaitan dengan keberhasilan dan prestasi kerja seseorang bila dihubungkan
dengan lamanya seseorang menjadi wirausaha, dengan bertambahnya usia seorang
wirausaha maka akan semakin banyak pengalaman di bidang usahanya. Perbedaan
usia menyiratkan perbedaan kemantapan karir; (2) Pengalaman atau keterlibatan
dalam pengelolaan usaha sejenis. Wirausaha yang berpengalaman mengelola
usaha sebelumnya, mampu melihat lebih banyak jalan untuk membuka bisnis baru
dibanding dengan orang dengan jalur karir yang berbeda. Pengalaman dapat
memberikan pengaruh terhadap keberhasilan usaha; (3) Pendidikan yang lebih
baik akan memberikan pengetahuan yang lebih baik dalam mengelola usaha.
Berdasarkan hasil penelitian Nurhayati (2011) dengan judul Karakteristik
dan Kinerja Wirausaha Perempuan pada UKM Agroindustri perikanan di
Kabupaten Sukabumi didapat kesimpulan bahwa faktor pendorong kegiatan usaha
yaitu adanya keinginan untuk meringankan beban keluarga, menciptakan lapangan
pekerjaan dan merubah nasib, ingin mandiri. Sedangkan faktor penghambat
kegiatan usaha meliputi permodalan, teknologi produksi, ketersediaan bahan baku,
kesulitan memperluas pemasaran dan cuaca (musim).

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha

Kewirausahaan memiliki peranan yang penting dalam perekonomian,


termasuk pembangunan pertanian di dalamnya. Kewirausahaan dibidang pertanian
sangat berdampak pada kinerja petani dalam menjalankan usahanya. Sebagaimana
penelitian yang telah dilakukan oleh Sadjudi (2009); Sumantri (2013); Ariesa
(2013); dan Puspitasari (2013) menyatakan bahwa perilaku kewirausahaan pada
petani mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha secara signifikan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan antara lain sifat individu,
lingkungan ekonomi, dan lingkungan fisik, sedangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja usahatani, antara lain kepribadian individu, lingkungan
ekonomi, lingkungan politik, lingkungan fisik, dan perilaku kewirausahaan. Pada
penelitian Ariesa (2013) mengenai pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap
kinerja usahatani tembakau Virginia di Jawa Timur yang dianalisis melalui regresi
linear berganda, menunjukkan hasil bahwa sifat individu dan faktor lingkungan
mempengaruhi perilaku kewirausahaan dengan pengaruh terbesar berasal dari
sifat individu. Perilaku kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja
usaha, namun bukan menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kinerja
15

pertanian. Lingkungan ekonomi menjadi variabel yang paling berpengaruh


terhadap kinerja pertanian karena umumnya petani tembakau sangat responsive
terhadap perubaan harga. Perilaku kewirausahaan saja tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karena komoditas tembakau menghadapi industri
rokok dengan struktur pasar oligopsoni yang membuat petani tidak memiliki
posisi tawar sehingga membutuhkan lingkungan yang mendukung dalam
mengusahakan tembakau. Penelitian Verhees et al. (2008) menguji secara empiris
apakah entrepreneurial proclivity (EP) memberikan kontribusi terhadap kinerja
peternakan. Peneliti membuat hipotesis mengenai hubungan EP dengan kinerja
dengan unit analisis petani Belanda dan Slovenia, dimana hasilnya menunjukkan
bahwa EP berpengaruh positif pada kinerja dan kinerja diharapkan petani Belanda
dan Slovenia dan pengaruh yang mendasari dimensi EP terdiri dari inovasi,
proaktif serta pengambilan risiko.
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan yang mampu
mendorong seseorang menjadi wirausaha yang sukses. Faktor-faktor tersebut
dikelompokkan menjadi faktor individu dan lingkungan. Faktor individu menurut
Sapar (2006) dapat berupa usia, pendidikan, pengalaman, serta motivasi.
Sementara faktor lingkungan berupa kepemilikan modal, keluarga, serta
lingkungan. Sementara menurut Inggrawati (2010) faktor individual juga dapat
mempengaruhi intensi untuk mengembangkan usaha, dalam konteks usaha mikro,
karakteristik psikologis yang cenderung mendominasi seseorang untuk
berperilaku entrepreneurial (mengembangkan usaha) adalah motivasi awal
mendirikan usaha dan self-efficacy. Bila usaha didirikan karena dorongan dari
dalam diri si pengusaha maka terdapat keinginan yang relatif lebih tinggi untuk
mengembangkan usaha. Demikian pula, semakin tinggi derajat self-efficacy si
pengusaha, semakin tinggi pula intensi untuk mengembangkan usaha menjadi
tidak relevan tanpa adanya dorongan motivasi awal yang kuat terkait dengan
tindakan mendirikan usaha. Berbeda dengan pendapat Puspitasari (2013) yang
mengkaji mengenai faktor individu dan eksternal yang mempengaruhi perilaku
kewirausahaan pada usaha anggrek menggunakan Structural Equation Modelling
(SEM), menyatakan bahwa faktor individu yang signifikan mempengaruhi
perilaku kewirausahaan adalah keinginan berwirausaha, motif berprestasi, serta
persentase terhadap usaha. Sementara faktor eksternalnya adalah dukungan
pemerintah berupa penyuluhan dan pelatihan, regulasi usaha, serta ketersediaan
informasi pasar ternyata berpengaruh negatif terhadap perilaku kewirausahaan.
Variable laten perilaku kewirausahaan berpengaruh positif dan langsung secara
signifikan terhadap kinerja usaha. Dengan demikian perilaku kewirausahaan
berperan penting dalam peningkatan kinerja usaha, sehingga dengan ketekunan,
ketanggapan terhadap peluang, inovatif, keberanian mengambil risiko dan
kemandirian pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja usaha. Dengan
menggunakan alat analisis yang sama yaitu SEM, Burhanuddin (2014)
mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternak
yaitu intensitas inovasi peternak, intensitas penelitian peternak, keberanian
mengambil risiko dalam berinvestasi, efisiensi produksi peternakan, pengendalian
biaya-biaya peternakan, pengetahuan produksi tenaga kerja dan sikap tenaga kerja.
Sedangkan faktor-faktor lingkungannya dalah kebijakan pemerintah dalam
penciptaan lapangan pekerjaaan dan bantuan teknis peternakan.
16

Dari hasil penelitian Dirlanudin (2010) menujukan bahwa perilaku


wirausaha berpengaruh langsung dan bernilai positif terhadap keberhasilan usaha
kecil industri agro. Indikator keberhasilan pengusaha kecil yang digunakan adalah
peningkatan jumlah pelanggan, kecenderungan loyalitas pelanggan, perluasan
pangsa pasar, kemampuan bersaing, dan peningkatan pendapatan, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga pengusaha kecil industri
agro. Demikian juga hasil penelitian Kellermanns et al. (2008) menyebutkan
bahwa perilaku kewirausahaan dipandang sebagai elemen penting dalam
kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan keluarga karena membantu
menciptakan lapangan kerja dan kekayaan bagi anggota keluarga. Tanpa perilaku
kewirausahaan, perusahaan keluarga kemungkinan akan menjadi stagnan.
Sehingga membatasi potensi untuk mencapai kesuksesan perusahaan dan
pertumbuhan di masa depan.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa perilaku kewirausahaan
dari seorang pemimpin perusahaan merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan
lapangan kerja di perusahaan keluarga. Runyan et al. (2008), melakukan
penelitian tentang pengaruh entrepreneurial orientation (EO) dan small business
orientation (SBO) terhadap usaha kecil. Fokus tujuan SBO berbeda dari EO, yaitu
pengusaha yang berorientasi kewirausahaan akan cenderung melakukan inovasi,
yaitu dengan memperkenalkan barang baru dan metode baru yang lebih efektif
dan efisien, membuka pasar baru dan mencari peluang sumber pasokan baru,
bersikap proaktif, serta berani mengambil risiko. Sedangkan pengusaha yang
berorientasi pada usaha kecil (SBO), memiliki preferensi yang kurang untuk
melakukan inovasi, tidak aktif dalam pemasaran dan hanya berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan keluarga sehari-hari. Kinerja yang dihasilkan perusahaan
dengan EO tentunya akan lebih baik dalam meningkatkan pendapatan perusahaan.
Pada penelitian Riyanti (2003), perilaku inovatif pada pengusaha berpengaruh
positif dan siginifikan terhadap keberhasilan usaha. Dan indikator keberhasilan
usaha kecil dapat dilihat dari peningkatan dalam akumulasi modal, jumlah
produksi, jumlah pelanggan, perluasan usaha dan perbaikan sarana fisik.
Sedangkan hasil penelitian Asmarani (2006) menunjukan bahwa adanya motivasi
dan kemandirian yang merupakan bagian dari tipe kepribadian wirausaha personal
achiever, memegang peranan penting dalam menciptakan kinerja usaha yang baik,
yang pada akhirnya dapat menciptakan hasil dengan keunggulan bersaing.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kewirausahaan
Secara terminology, kata kewirausahaan (entrepreneurship) berasal dari
bahasa Perancis, entreprendre dan dalam bahasa Jerman adalah unternehmen
yang artinya dalam bahasa Inggris adalah sama yaitu to undertake yang memiliki
makna positif yang luas yakni memulai sesuatu dengan tanggung jawab sendiri
untuk menyelesaikannya yang merupakan kebalikan dari kata to give up
17

(menyerah) (Drucker 1996). Kasmir (2006), Zimmerer dan Scarborough (2002)


menyatakan bahwa kewirausahaan adalah orang yang menciptakan usaha baru di
tengah resiko dan ketidakpastian untuk mendapatkan keuntungan dan
pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan mengelola sumber daya
yang ada. Kewirausahaan secara umum dapat diartikan sebagai sebuah proses
penciptaan sesuatu yang baru bernilai ekonomis dengan menggunakan kreativitas
dan inovasi, dan menemukan peluang untuk mengembangkan usaha. Individu
yang mampu menciptakan suatu produk yang bernilai disebut wirausaha.
Di dalam kamus bahasa Inggris, the Oxford Dictionary, kata entrepreneur
(wirausahawan) didefinisikan sebagai seseorang yang mengorganisasikan,
mengelola dan memprediksi dan mau menerima risiko dari kegiatan bisnis yang
dijalani. Wirausaha tidak hanya menghasilkan barang yang baru tetapi juga dapat
berupa sistem, metode, strategi, dan aspek-aspek lain dalam usaha sehingga dapat
mewujudkan efisiensi dan efektivitas kerja. Berani mengambil risiko berarti
memiliki mental mandiri dan berani memulai usaha tanpa takut walaupun dalam
kondisi tidak pasti. Wirausaha selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta
menciptakan peluang yang dapat memberikan keuntungan. Wirausaha tidak takut
pada risiko dan bahkan semakin besar risiko kerugian yang akan dihadapi maka
semakin besar pula peluang keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi
selama wirausahawan tersebut melakukan usaha dengan penuh perhitungan dan
keberanian (Widodo 2005). Oleh karena itu, wirausahawan adalah orang yang
memahami peluang bisnis yang ditindaklanjuti dengan pembentukan organisasi
bisnis untuk mewujudkan peluang tersebut menjadi kenyataan.
Entrepreneur dapat berasal dari berbagai macam latar belakang
pendidikan, kondisi keluarga, dan pengalaman kerja. Wirausaha potensial dapat
berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Walaupun sudah banyak aspek dari
latar belakang pengusaha yang telah di eksplorasi, hanya sedikit yang
membedakan pengusaha dari masyarakat umum atau manajer. Latar belakang
wirausahawan yang diekplorasi meliputi lingkungan keluarga masa anak-anak,
pendidikan, nilai pribadi, dan pengalaman kerja. Wirausahawan dapat ditemukan
pada semua jenis pekerjaan antara lain pendidikan, kesehatan, penelitian, hukum,
arsitektur, keteknikan, pekerja sosial, dan distribusi (Hisrich dan Peters 2008).
Kewirausahaan dari beberapa pendapat dapat disimpulkan sebagai suatu perilaku
yang meliputi pengambilan keputusan, pengaturan dan pengorganisasian
mekanisme sosial ekonomi dalam merubah sumber daya atau situasi menjadi
suatu hal yang berguna dan berani mengambil risiko. Hal tersebut merupakan
sesuatu yang baru atau unik ataupun yang sudah ada namun ada nilai yang
dimasukkan oleh wirausahawan dengan cara menerima dan mengalokasikan
kemampuan dan sumberdaya yang diperlukan. Beberapa definisi kewirausahaan
memiliki sedikit perbedaan tetapi mengandung gagasan yang sama, yaitu
kebaruan, pengorganisasian, penciptaan, pendapatan dan pengambilan risiko. Pada
prakteknya, wirausahawan dapat digolongkan menjadi entrepreneur
(wirausahawan sebagai pemilik bisnis), intrapreneur (wirausaha di dalam
perusahaan), ecopreneur, ultrapreneur, collective entrepreneur, academic
entrepreneur, dan beberapa jenis wirausahawan yang lain (Hubeis 2009).
Wirausahawan berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Peran
mereka dalam perekonomian lebih dari peningkatan output per kapita dan
pendapatan, mereka memulai perubahan dalam stuktur bisnis dan masyarakat.
18

Perubahan ini diikuti oleh pertumbuhan dan peningkatan output yang


memungkinkan dimiliki oleh banyak orang. Salah satu teori pertumbuhan
ekonomi menggambarkan inovasi sebagai kunci, tidak hanya dalam
mengembangkan produk baru atau jasa untuk pasar tetapi juga merangsang minat
investasi di usaha baru. Investasi baru ini bekerja pada kedua sisi permintaan dan
pasokan dari persamaan pertumbuhan. Pada sisi penawaran modal baru dibuat
untuk memperluas kapasitas pertumbuhan dan di sisi permintaan pengeluaran
menghasilkan kapasitas dan output baru (Hisrich dan Peters 2008). Perkembangan
kewirausahaan akan mengoptimalkan pengagguran sumberdaya yang belum
dieksploitasi, menghasilkan wirausaha, dan ekonomi mandiri. Wirausaha dapat
melihat peluang dan merubahnya menjadi suatu yang bernilai baik berupa produk
baru, proses produksi yang baru, pasar baru, sumber daya yang baru atau sistem
manajemen yang baru.
Perilaku Kewirausahaan
Perilaku kewirausahaan merupakan perilaku manusia dalam
mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang melalui pembentukan dan
pengembangan usaha (Bird dan Schjoedt 2009), maupun mengekplorasi dan
menciptakan peluang di dalam kegiatan usaha yang sedang dijalankan (Gartner,
Carter dan Reynold 2010) melalui tindakan yang mengarah pada konsep-konsep
kewirausahaan. Sifat (personality trait) seseorang dapat menentukan dan menjadi
prediktor bagi perilaku kewirausahaan (Rauch dan Freese 2007). Seseorang yang
mempunyai perilaku kewirausahaan memiliki peluang untuk mengembangkan dan
menambah pemahaman, pengetahuan serta kemampuan untuk meningkatkan
potensi sumberdaya manusia terutama dalam mencapai kapasitas sebagai seorang
wirausaha (Ucbasaran et al. 2005). Selain itu, perilaku kewiraushaan juga dapat
mendukung perubahan sosial dan memfasilitasi inovasi dalam organisasi usaha
(Kuratko 2009).
Pendekatan perilaku memandang penciptaan suatu usaha sebagai hasil
dari berbagai pengaruh. Gartner (1988) mengemukakan bahwa fokus pada apa
yang dilakukan oleh wirausahawan lebih penting daripada siapa wirausahawan.
Pada pendekatan perilaku, wirausaha dilihat sebagai satu set aktivitas dalam
menciptakan organisasi usaha sedangkan pendekatan sifat melihat wirausaha
sebagai satu set sifat dan karakter. Proses kewirausahaan melibatkan banyak
fungsi, aktivitas, tindakan yang berhubungan dengan mengamati peluang dan
menciptakan usaha untuk mewujudkan tujuan. Sifat yang dapat memprediksi
perilaku kewirausahaan adalah sifat yang sesuai dengan karakteristik pekerjaan.
Winardi (2008) menyatakan bahwa karakteristik wirausaha yang berhasil dapat
tercermin dari perilakunya dalam berusaha. Perilaku tersebut diantaranya bekerja
keras, berorientasi kedepan, kompeten secara teknikal, kesedian untuk
mendelegasi, dan orang yang dapat menggerakkan diri. Melalui keterlibatan
perilaku kewirausahaan dapat menyebabkan berkembangnya motivasi dan cara-
cara berfikir yang diinginkan dalam menjalankan usaha.
Gartner (1988) memandang bahwa apa yang dilakukan oleh
wirausahawan tersebut lebih penting dibandingkan dengan sifat apa yang mereka
miliki. Kegiatan wirausaha berkontribusi dalam mendorong perekonomian karena
tindakan yang dilakukan oleh wirausaha, bukan karena sifatnya. Beberapa literatur
kewirausahaan mendefinisikan parameter mendasar pada perilaku kewirausahaan
yaitu wirausaha harus dapat mendeteksi dan mengekploitasi peluang, dapat
19

membuat keputusan cepat dibawah ketidakpastian dan kendala sumber daya,


dapat bekerja lebih keras dibandingkan pegawai, serta harus memiliki
keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan termasuk kepemimpinan, manajemen,
pemasaran, dan inovasi (Rauch dan Frese 2007). Kecenderungan sifat yang
berbeda dapat menghambat atau memfasilitasi tindakan dan perilaku pemilik
usaha. Aspek individu merupakan faktor penting dalam membentuk perilaku
kewirausahaan (Bird 1988; Gartner 1985; Greenberger dan Sexton 1988, diacu
dalam Mazzarol et al. 1999). Sifat yang dapat menjadi prediktor bagi perilaku
kewirausahaan, antara lain need for achievement, inovatif, proaktif, self efficacy,
stress tolerance, need for autonomy, individu locus of control, dan kecenderungan
mengambil risiko (Rauch dan Frese 2007). Berdasarkan beberapa penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa faktor-faktor demografis seperti gender, umur,
pendidikan, jenis kelamin, pengalaman bekerja dan latar belakang orang tua akan
mempengaruhi keinginan seseorang untuk menjadi wirausaha (Mazzarol et al.
1999; Shane et al. 2003; dan Ucbasaran et al. 2005).
Bird (1996) menyebutkan ada empat elemen yang membentuk perilaku
wirausaha yaitu: (1) faktor individu meliputi kondisi orang-orang yang ada dalam
organisasi; (2) faktor organisasi menyangkut kondisi individu, keberadaan serta
daya tahan lembaga tersebut; (3) faktor lingkungan meliputi faktor yang berada
diluar organisasi dan dapat mempengaruhi keberadaan organisasi; dan (4) faktor
proses, sebagai aktivitas kerja yang terjadi dalam organisasi termasuk terjadinya
interaksi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Bird (1996) merinci
faktor individu tersebut ke dalam tiga komponen, yaitu (1) karakteristik biologis
(umur, jenis kelamin, pendidikan); (2) latar belakang wirausaha (pengalaman
usaha, alasan berusaha, pekerjaan keluarga); dan (3) motivasi, ketekunan,
kegigihan, dan kemauan keras untuk berhasil. Alma (2010) juga menyebutkan
lima unsur karakteristik individu yang melatarbelakangi perilaku seseorang
menjadi wirausaha, yaitu: (1) lingkungan keluarga (silsilah dalam keluarga dan
riwayat pekerjaan); (2) pendidikan; (3) nilai-nilai personal; (4) usia; (5) individu
(faktor demografi) wirausaha terkait dengan keberhasilan usaha skala kecil, yaitu
(1) usia; (2) keterlibatan dalam pengelolaan usaha sejenis (pengalaman usaha); (3)
pendidikan; dan (4) perilaku inovatif.
Selain faktor individu, perilaku kewirausahaan juga dipengaruhi oleh
lingkungan. Kewirausahaan terjadi karena proses interaktif antara individu dengan
lingkungannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi keputusannya dalam
melakukan usaha. Perilaku merupakan fungsi dari individu dan situasinya, dan
sifat hanya dapat mempengaruhi perilaku jika situasi memungkinkan mereka
mengekspresikan tindakannya (Lewin 1951; Mischel 1968; diacu dalam Rauch
dan Frese 2007). Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan
terdiri dari lingkungan fisik (Priyanto 2009), lingkungan ekonomi, lingkungan
sosial dan lingkungan politik (Mazzarol et al. 1999; Kumar et al, 2003). Beberapa
faktor lingkungan yang memepengaruhi kewirausahaan berdasarkan (Mazzarol
1999; Kumar 2003; Fereidouni et al. 2010), antara lain: (1) lingkungan ekonomi,
berpengaruh secara langsung dan tidak langsung pada kewirausahaan dan
pertumbuhan usaha. Beberapa variabel ekonomi yang berpengaruh pada
kewirausahaan antara lain harga input output, akses modal, dan struktur pasar; (2)
lingkungan sosial, merupakan salah satu faktor yang mendorong kewirausahaan.
Lingkungan sosial terdiri dari latar belakang keluarga, pendidikan, sikap
20

masyarakat dan nilai budaya; (3) lingkungan politik. Pengusaha sukses


berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang berkaitan dengan
berbagai aspek ekonomi seperti harga, ketersediaan dari pendapatan modal, tenaga
kerja dan input lainnya, struktur permintaan, perpajakan, dan distribusi
mempengaruhi pertumbuhan kewiraushaaan; (4) lingkungan fisik dapat berupa
ketersediaan sumber daya yang akan mendorong tumbuhnya kewirausahaan.

Kinerja Usaha
Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan baik secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan selama periode tertentu dalam melaksanakan pekerjaan
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan seperti standar hasil kerja, target
atau kriteria yang telah ditentukan (Rivai dan Basri 2005); Dessler 2000;
Mangkunagara 2002). Menurut pendekatan perilaku dan manajemen, kinerja
adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan
oleh seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans 2005). Sedangkan Mathis dan
Jackson (2006) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan pegawai.
Kinerja usaha juga dapat diukur dengan menelaah produktivitasnya yang
terlihat via jumlah produk yang dihasilkan, dan agar dapat mencapai keunggulan
bersaing, produk yang dihasilkan haruslah diupayakan secara efisien dan efektif
dengan standarisasi mutu yang memadai, kualitas menjadi sangat penting bagi
pelanggan, selain harga. Tujuan mengukur kinerja perusahaan adalah untuk
mengetahui apa yang sudah berhasil dicapai perusahaan pada suatu periode waktu
tertentu, pengukuran kinerja perusahaan tidak hanya untuk mengetahui
pencapaian dalam bidang keuangan saja, tetapi juga mengenai bagaimana
perusahaan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggannya, produktivitas
perusahaan dan untuk mengetahui posisi daya saing yang dimilikinya, serta
efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumberdaya yang dimilikinya.
Kinerja perusahaan menurut Ferdinand (2000) merupakan konstruk yang
umum digunakan untuk mengukur dampak dari strategi perusahaan. Masalah
pengukuran kinerja menjadi permasalahan dan perdebatan klasik. Hal ini bisa
dipahami karena sebagai sebuah konstruk, kinerja bersifat multidimensi dimana di
dalamnya termuat beragam tujuan dan tipe organisasi (Bhargava, Dubelaar &
Ramaswami 1994). Ferdinand (2000) menyatakan bahwa kinerja usaha yang baik
dinyatakan dalam tiga besaran utama nilai: penjualan, pertumbuhan penjualan dan
porsi pasar yang pada akhirnya bermuara pada keuntungan usaha. Nilai penjualan
menunjukkan berapa rupiah/berapa unit produk yang terjual, sedangkan
pertumbuhan penjualan menunjukkan berapa besar kenaikan penjualan produk
yang sama dibandingkan satuan waktu tertentu. Porsi pasar menunjukkan
seberapa besar kontribusi produk yang ditangani menguasai pasar produk sejenis
dibanding para pesaingnya.
Kinerja adalah hasil kerja individu maupun perusahaan dalam rangka
mencapai tujuan, yaitu dalam bentuk profitabilitas/ kemampulabaan dan
kesejahteraan, sebagaimana menurut Baye (2008), performance refers to
theprofits and social welfare that result in a given industry. Demikian pula
menurut KPPU (2009) kinerja suatu usaha atau industri dapat berupa
pertumbuhan industri, efisiensi, inovasi, profitabilitas, tingkat kepuasan konsumen
21

dan sebagainya yang merupakan bagian dari kesejahteraan masyarakat. Paradigma


struktur-perilaku-kinerja (structure conduct performance paradigm),
memperlihatkan bagaimana ketiga aspek dari industri tersebut saling terkait.
Struktur pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam mengalokasikan
sumber daya yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap baik buruknya
kinerja (Baye, 2008). Perusahaan yang berada di pasar yang tingkat persaingannya
tinggi tentunya mempunyai perilaku yang relatif berbeda dengan perusahaan
dengan kondisi persaingan pasar yang rendah. Perilaku tersebut akan berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan. Kinerja usaha dapat diukur berdasarkan beberapa
indikator, yaitu profit (current profitability and profitability over the longer term),
dan pangsa pasar (market share or growth market share). Kinerja suatu usaha
tergantung pada kompetensi dari manajernya, yaitu keterampilan, pengalaman,
motivasi, serta adanya dedikasi dan sensitifitas dalam mengelola usaha (Sloman
dan Sutcliffe 2004).
Menurut Praag (2005) keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya
keberlangsungan dan pertumbuhan usaha, penambahan tenaga kerja, peningkatan
keuntungan dan pendapatan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Indikator kinerja
sebagai tujuan utama dari sebuah organisasi bisnis. Diantaranya adalah
keuntungan (profit), Return of investment (ROI) atau pengembalian investasi,
tercapainya efisiensi dan penggunaan sumber daya keuangan untuk mendukung
pengembangan usaha dan mengelola usaha dengan efektif dan efisien dilihat dari
sisi keuangan. Menurut Day (Dirlanudin 2010) performance outcomes atau
kinerja usaha meliputi (1) satisfaction (kepuasan) terkait dengan semakin banyak
pihak merasa terpuaskan oleh keberadaan perusahaan, (2) loyality (loyalitas)
menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh
perusahaan, (3) market share (pangsa pasar) kemampuan memperluas pangsa
pasar, dan (4) profitability (peningkatan pendapatan), ditandai dengan adanya
peningkatan profit yang signifikan. Berdasarkan konsep tersebut di atas, maka
pada penelitian ini indikator kinerja yang akan diukur adalah; (1) peningkatan
pendapatan, dan (2) perluasan wilayah pemasaran.
Perilaku kewirausahaan berpengaruh positif pada kinerja, hipotesis ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kuratko (1999) bahwa kewirausahaan
berimplikasi positif pada pertumbuhan usaha dan kinerja. Kinerja merupakan
seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta
pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta (Rivai dan Basri 2005). Oleh karena itu,
kinerja dilihat dari produktivitas, kualitas, dan keuntungan. Riyanti (2003)
menyatakan bahwa kinerja usaha atau keberhasilan usaha juga sangat dipengaruhi
oleh sifat-sifat kepribadian yang dimiliki. Faktor kepribadian ini mempengaruhi
hingga 49 persen yaitu seperti sifat keinginan melakukan pekerjaan dengan baik,
motivasi diri yang kuat, percaya diri, berfikir positif, memiliki komitmen dan
sabar. Bentuk lain yang juga dapat meningkatkan kinerja kewirausaahan adalah
faktor internal yang ada pada diri wirausaha itu sendiri berupa tingkat pendidikan,
usia dan pegalaman (Ucbasaran et al. 2005). Dengan pendidikan wirausaha dapat
memberikan outlet yang sangat produktif bagi ketermapilan dan kinerja mereka.
Faktor usia menggambarkan kestabilan wirausaha dalam menghadapi goncangan
karena mereka cenderung lebih banyak mendapatkan pelatihan serta pengalaman
membawa mereka langsung berhadapan dengan masalah dalam usaha yang
sedang mereka jalani.
22

Sanchez dan Marin (2005) mengukur kinerja usaha dengan melihat dari
aspek profitabilitas, produktivitas, dan pasar. Lee dan Tsang (2001) mengukur
kinerja usaha dari tiga indikator yaitu pertumbuhan penjualan (sales growth),
pertumbuhan profit (profit growth), dan pertumbuhan modal (capital growth).
Keberhasilan usaha dapat dilihat dari peningkatan atau perkembangan kinerja
usaha setiap periode waktu tertentu. Suatu usaha dapat dinyatakan berhasil jika
mengalami sedikitnya 6-10 persen pertumbuhan per tahun (Ghost et al. dalam
Meng dan Liang 1996). Menurut Jauch dan Glueck (1998), kinerja perusahaan
dapat dilihat dari tingkat penjualan, tingkat keuntungan, pengembalian modal, dan
pangsa pasar yang diraihnya. Sementara itu, menurut Praag (2005) keberhasilan
kinerja usaha dapat dilihat dari adanya keberlangsungan dan pertumbuhan usaha,
penambahan tenaga kerja, dan peningkatan keuntungan dan pendapatan.
Keberhasilan usaha (performance outcomes) menurut Day (1990) meliputi: (1)
satisfaction (kepuasan) terkait dengan semakin banyak pihak merasa terpuasakan
oleh keberadaan perusahaan, (2) loyality (loyalitas) menyangkut kesetiaan
pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan, (3) market share
(pangsa pasar) berhubungan dengan kemampuan memperluas pangsa pasar, dan
(4) profitability (pendapatan), ditandai dengan adanya peningkatan profit yang
signifikan.

Individual
Perilaku
Kewirausahaan Kinerja Bisnis
Lingkungan

Gambar 1 Model umum dari perilaku kewirausahaan dan kinerja bisnis


Sumber: Delmar (1996)

Delmar (1996) mengambarkan model umum perilaku kewirausahaan dan


kinerja usaha yang dapat dilihat pada Gambar 1. Model ini terdiri dari empat
komponen utama, yaitu individu, lingkungan, perilaku kewirausahaan dan kinerja
bisnis. Kewirausahaan dibentuk oleh individu dan lingkungan. Individu mencakup
kemampuan dan motivasi, sedangkan komponen lingkungan meliputi lingukungan
dan lingkungan individu dan lingkungan eksternal. Individu juga dipengaruhi oleh
lingkungan dan lingkungan juga memiliki pengaruh langsung pada kinerja.
Kinerja perusahaan bergantung pada lingkungan karena bisnis akan berjalan, jika
terdapat permintaan akan barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan.
Berdasarkan model pada Gambar 1. Kinerja terbentuk dari kewirausahaan dan
lingkungan usaha, yaitu berupa tindakan-tindakan yang dilakukan wirausaha
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Kerangka Pemikiran Operasional

Perkembangan lingkungan bisnis telah menuntut perempuan wirausaha


memiliki karakteristik kewirausahaan sehingga diperoleh nilai tambah yang lebih
23

besar dari produk ikan mentah yang dihasilkan. Seorang perempuan wirausaha
menggerakkan dan menghasilkan sesuatu yang mempunyai nilai jual. Untuk
menjadi perempuan wirausaha, pengembangan sumberdaya manusia menjadi
salah satu kunci dalam menjawab permasalahan ini karena menempati pasar yang
bersaing dibutuhkan wirausaha yang kreatif dan inovatif agara mampu bertahan
dan menghasilkan produk sesuai standar yang diinginkan konsumen. Kerangka
pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Variabel-
variabel tersebut diidentifikasi berdasarkan hasil kaijian literatur dan penelitian
terdahulu kemudian dikembangkan menjadi suatu daftar pertanyaan terstruktur
pada kuisioner yang akan dinilai oleh responden yang telah ditentukan.

UMKM Agroindustri Perikanan Tangkap di Kota Padang

Faktor individu: Perilaku


1. Pendidikan kewirausahaan Kinerja usaha
2. Pengalaman perempuan perempuan:
3. Motivasi berprestasi UMKM 1. Tingkat
4. Modal agroindustri pendapatan
5. Kepemilikan sarana dan perikanan 2. Perluasan
prasarana tangkap: wilayah
6. Persepsi terhadap usaha 1. Tekun pemasaran
berusaha 3. Keunggulan
2. Tanggap bersaing
Faktor lingkungan: terhadap 4. Volume
1. Ketersediaan bahan input peluang penjualan
2. Dukungan penyuluhan 3. Inovatif 5. Keuntungan
dan pelatihan 4. Berani
3. Bantuan modal mengambil
4. Dukungan promosi dan risiko
pemasaran 5. Bersikap
5. Dukungan pemerintah mandiri
6. Kekompakan antar
perempuan wirausaha

Aplikasi Model
ssss
Saran untuk pengembangan UMKM agroindustri perikanan tangkap

= Analisis SEM (Structural Equation Model)

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian pengaruh perilaku


kewirausahaan terhadap kinerja perempuan wirausaha UMKM
agroindustri perikanan tangkap
24

4 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Padang pada bulan Maret sampai Mei
2016. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan
pertimbangan bahwa Kota Padang merupakan salah satu sentra kegiatan usaha
perikanan laut di Sumatera Barat, yang sebagian masyarakatnya di pesisir pantai
termasuk kaum perempuan, melakukan usaha pengolahan hasil perikanan laut
sebagai mata pencaharian utama. Di Kota Padang terdapat 2 (dua) pelabuhan
perikanan yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI). PPS Bungus Kota Padang merupakan salah satu pelabuhan perikanan
terbesar yang berada di wilayah sumatera bagian barat sedangkan pengkalan
pendaratan ikan (PPI) lokal tersebar di sentra-sentra pemukiman nelayan
sepanjang pantai Padang (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang 2015). Hal
ini menciptakan peluang usaha UMKM agroindustri perikanan tangkap di Kota
Padang yang dikelola oleh perempuan wirausaha yang tersebar di beberapa
kecamatan yaitu di Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kecamatan Koto Tangah,
Kecamatan Padang Selatan, dan Kecamatan Padang Barat.

Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan


menjadi data primer (primary data source) dan data sekunder (secondary data
sources). Jenis data primer mencakup seluruh metode pengumpulan data dari
sumber asal (original source) dan dikumpulkan secara khusus untuk tujuan
penelitian yang dilakukan. Jenis data sekunder adalah data yang sudah
dipublikasikan dan dikumpulkan untuk tujuan yang lain daripada tujuan yang
sedang dilakukan. Sumber data sekunder dapat dibedakan dalam dua kelompok.
Data sekunder dari sumber internal adalah data yang dikumpulan dari instansi atau
organisasi yang melakukan penelitian. Sebaliknya data sekunder dari sumber
eksternal adalah data yang dikumpulkan berasal dari luar instansi atau organisasi
yang melakukan penelitian.

Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode (teknik) pengumpulan data erat kaitannya dengan metode


penelitian yang digunakan. Metode dalam penelitian ini adalah metode sensus
yaitu pengumpulan data dilakukan terhadap seluruh elemen populasi (pencacahan
lengkap) yang cirinya hendak diketahui. Sehingga data yang diperoleh dapat
menunjukkan ciri keseluruhan populasi yang sebenarnya. Penelitian ini ingin
membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Menurut Arikunto
(1998), sensus dilakukan jika penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan
karakteristik setiap elemen dari suatu populasi. Sampel pada penelitian ini adalah
perempuan wirausaha UMKM agroindustri perikanan tangkap. Jumlah responden
yang diambil pada penelitian ini sebanyak 168 perempuan wirausaha. Ukuran
25

dalam jumlah yang besar dilakukan agar hasil analisis yang diperoleh dapat
mendekati dan menggambarkan pengaruh perilaku kewirausahaan pada UMKM
agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang.
Data primer diperoleh dengan melakukan penyebaran kuisioner dengan
wawancara langsung terhadap responden target di lokasi penelitian. Responden
target adalah perempuan wirausaha UMKM agroindustri perikanan tangkap yang
ada di Kota Padang. Data primer terdiri dari gambaran umum daerah penelitian,
biodata responden, faktor individu responden, faktor lingkungan responden,
perilaku kewirausahaan responden, dan kinerja usaha responden.
Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya dari buku-buku
literatur, jurnal, disertasi, tesis, internet, data Dinas Kelautan dan Perikanan Kota
Padang, data Badan Pusat Statistik Kota Padang dan literatur lainnya yang dapat
dijadikan bahan rujukan yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan ini.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terbagi menjadi empat variabel
laten, meliputi satu variabel laten eksogen dan tiga variabel endogen. Variabel
laten eksogen yaitu faktor lingkungan. Sedangkan variabel laten endogen yaitu
faktor individu, perilaku kewirausahaan dan kinerja usaha UMKM agorindustri
perikanan tangkap di Kota Padang.

Variabel dan Pengukuran

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel


laten dan variabel manifest sebagai indikator dari variabel laten. Pengukuran atas
variabel dilakukan berdasarkan teori yang telah terbukti secara empiris dan
penelitian terdahulu, sehingga dapat diimplementasi di lapangan serta mampu
diukur dengan baik.

Faktor Individu
Faktor individu adalah faktor penyebab perilaku yang berasal dari atribut
yang melekat pada sifat dan kualitas pribadi dan personal. Indikator dari faktor
individu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Variabel indikator faktor individu (Y1)

Variabel Indiktor Keterangan


Pendidikan (Y1,1) Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal
dan pengetahuan yang diperoleh dari
pendidikan formal
Pengalaman (Y1,2) Lamanya menjalankan usaha
Motivasi berprestasi (Y1,3) Dorongan atau keinginan untuk mencapai
kesuksesan dalam berusaha
Modal (Y1,4) Tingkat kepemilikan modal yang dimiliki
pelaku usaha untuk menjalankan usahanya
Kepemilikan sarana dan Tingkat kepemilikan sarana dan prasarana
prasarana (Y1,5) yang dimiliki pelaku usaha untuk
menjalankan usaha
26

Variabel Indiktor Keterangan


Persepsi terhadap usaha (Y1,6) Pandangan wirausaha terhadap usaha
agroindustri perikanan tangkap
Sumber: Riyanti (2003), Sapar (2006), Dirlanuddin (2010), Puspitasari (2013), Sumantri (2013),
Rahmi (2015), Sari (2015), Wahyuningsih (2015)

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan adalah faktor penyebab perilaku yang berasal dari
lingkungan atau situasi. Indikator dari faktor lingkungan dapat dilihat pada Tabel
6. Pada faktor lingkungan, pengukuran variabel menggunakan skala likert, yang
menghasilkan nilai skala ordinal.

Tabel 6 Variabel indikator faktor lingkungan (X1)

Variabel Indikator Keterangan


Ketersedian bahan input (X1,1) Tingkat kemudahan dalam mendapatkan
bahan input yaitu bahan baku dan bahan
penolong
Dukungan penyuluhan dan Penyuluhan dan pelatihan mengenai usaha
pelatihan (X1,2) pengolahan ikan yang sudah pernah diikuti
selama menjalankan usaha
Bantuan modal (X1,3) Bantuan dari pemerintah dalam bentuk modal
atau sarana produksi
Dukungan promosi dan Dukungan pemerintah dalam kegiatan
pemasaran (X1,4) promosi dan pemasaran produk
Dukungan pemerintah (X1,5) Kebijakan atau regulasi yang mendukung
pengembangan usaha
Kekompakan antar perempuan Sikap saling membantu diantara perempuan
wirausaha (X1,6) wirausaha
Sumber: Riyanti (2003), Sapar (2006), Dirlanuddin (2010), Puspitasari (2013), Sumantri (2013),
Rahmi (2015), Sari (2015), Wahyuningsih (2015)

Perilaku Kewirausahaan
Perilaku kewirausahaan (Y2) pada penelitian ini adalah tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh seorang wirausaha (perempuan wirausaha) dalam menjalanan
usahanya, yang didasari pada karakteristik kewirausahaan. Pengukuran variabel
perilaku kewirausahaan adalah dengan menggunakan skala likert yang
menghasilkan nilai skala ordinal. Indikator perilaku kewirasuahaan dapat dilihat
pada Tabel 7.

Tabel 7 Variabel indikator perilaku kewirausahaan (Y2)

Variabel Indikator Keterangan


Tekun berusaha (Y2,1) Tingkat kegigihan menekuni usaha, serta
kesabaran menjalankan usaha dan
menghadapi kesulitan dalam berusaha
27

Variabel Indikator Keterangan


Ketanggapan terhadap peluang Kemampuan untuk mengenali peluang atau
(Y2,2) berorientasi pada peluang
Inovatif (Y2,3) Kemampuan wirausaha untuk menciptakan
gagasan, produk, atau proses yang baru
Berani mengambil risiko (Y2,4) Keberanian menghadapi risiko dalam
menjalankan usaha, dengan memperhitungkan
secara cermat dan menyiapkan antisipasi
penyelesaian
Mandiri (Y2,5) Bekerja sendiri tidak tergantung pada orang
lain atau pada instansi pemerintah dan dapat
mengambil keputusan strategis dalam
menjalankan usahanya
Sumber: Riyanti (2003), Dirlanuddin (2010), Puspitasari (2013), Sumantri (2013), Rahmi (2015),
Sari (2015), Wahyuningsih (2015)

Kinerja Usaha
Kinerja usaha adalah hasil yang diperoleh dalam menjalankan suatu usaha
untuk mencapai tujuan. Variabel-variabel indikator dari kinerja usaha dapat dilihat
pada Tabel 8. Pada variabel kinerja usaha, pengukuran variabel dilakukan
berdasarkan prsentase wirausaha dengan menggunakan skala likert, yang
menghasilkan nilai skala ordinal.

Tabel 8 Variabel indikator kinerja usaha (Y3)

Variabel Indikator Keterangan


Perluasan pemasaran (Y3,1) Mampu memperoleh pangsa pasar baru atau
wilayah pemasaran semakin luas
Peningkatan pendapatan (Y3,2) Pendapatan meningkat dari yang sebelumnya
Keunggulan bersaing (Y3,3) Produk yang dihasilkan memiliki kelebihan
atau keunggulan dibandingkan produk
wirausaha lain, tidak mudah ditiru, dan tidak
mudah digantikan
Volume penjualan (Y3,4) Jumlah produk yang terjual mengalami
peningkatan
Keuntungan (Y3,5) Keuntungan meningkat dari yang
sebelumnya
Sumber: Riyanti (2003), Sapar (2006), Dirlanuddin (2010), Puspitasari (2013), Sumantri (2013),
Rahmi (2015), Sari (2015), Wahyuningsih (2015)

Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan diolah lebih lanjut untuk memperoleh hasil
yang dijadikan jawaban dari permasalahan penelitian. Data diolah secara kualitatif
maupun kuantitatif.
28

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif untuk menjelaskan gambaran umum kondisi UMKM
agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang. Nazir (2011) menyatakan bahwa
analisis deskriptif merupakan suatu metode yang digunakan dalam meneliti
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual,
dan akurat mengenai berbagai fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Cara pengumpulan data untuk analisis ini dilakukan melalui teknik
wawancara dengan bantuan kuisioner.

Analisis Structural Equation Modelling (SEM)


Analisis Structural Equation Modelling (SEM) bertujuan untuk
menemukan hubungan-hubungan antar variabel-variabel penelitian. Alasan
peneliti menggunakan SEM dalam menganalisis data yaitu dikarenakan SEM
dapat menggambarkan semua hubungan diantara konstruk yang membangun
model. Data yang diperoleh melalui penelitian terlebih dahulu melewati proses
scoring dan codding (Wijanto 2008). Codding adalah proses pemberian kode atau
simbol pada setiap kategori jawaban responden untuk menyederhanakan jawaban
responden dalam bentuk simbol atau kode tertentu agar lebih mudah dalam
menganalisisnya. Scorring meliputi proses penyederhanaan jawaban responden
yang dibuat konsisten dalam bentuk ordinal pada masing-masing jawaban
pertanyaan. Selanjutnya, untuk menjabarkan karakterisik personal kewirausahaan,
faktor lingkungan individu, dan lingkungan usaha yang dimiliki pelaku UMKM
agroindustri perikanan tangkap digunakan analisis deskriptif. Data yang dianalisis
secara deskriptif disajikan dalam bentuk uraian secara naratif.
Penelitian ini menggunakan analisis data menggunakan SEM (Structural
Equation Model) dengan bantuan software Lisrel 8.30. Melalui SEM peneliti
dapat menggambarkan semua hubungan di antara konstruk yang membangun
model (variabel dependen dan independen) di dalam suatu analisis. SEM
merupakan analisis yang mampu menjelaskan pengaruh langsung dan tidak
langsung peubah-peubah laten, baik exogeneous maupun endogeneous. Peubah
exogeneous adalah peubah yang variabilitasnya diasumsikan dipengaruhi oleh
pengaruh di luar model kausal, sedangkan peubah endogeneous adalah peubah
yang variabilitasnya diasumsikan dipengaruhi oleh peubah exogeneous dan
peubah-peubah dalam sistem (Wijanto 2008). Penggunaan model SEM dapat
memberikan informasi tentang hubungan kausal simultan antar variabel serta
informasi mengenai muatan faktor dan kesalahan pengukuran. SEM juga mampu
menunjukkan konsep-konsep yang tidak teramati (unobserved concepts) serta
hubungan yang ada di dalamnya. Komponen dalam model SEM terdiri dari:
1. Dua jenis variabel yaitu varibel laten (latent atau unobserved variable) dan
variabel teramati (observed atau measured atau manifest variable)
2. Dua jenis model yaitu model struktural (structural model) dan model
pengukuran (measurement model)
3. Dua jenis kesalahan yaitu kesalahan struktural (structural error) dan
kesalahan pengukuran (measurement error)
Variabel laten (latent atau unobserved variable) adalah variabel yang tidak
dapat langsung diamati, variabel ini dapat diamati dengan adanya bantuan variabel
29

indikator (manifest). Dalam SEM variabel laten dilambangkan dalam bentuk bulat
atau elips ( ), sementara variabel teramati ((observed atau measured atau
manifest variable) digambarkan dengan simbol kotak ( ). Bagian dari SEM
terdiri analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis), analisis jalur
(path analysis) dan regresi (regression). Analisis faktor konfirmatori (CFA)
digunakan untuk mengidentifikasi konstruk atau ide dasar dari sejumlah variabel
independen, kemudian dikombinasikan dengan analisis regresi yang akan
mengungkap seberapa kuat konstruk tersebut mempengaruhi satu atau lebih
variabel dependen. Struktur faktor ditentukan berdasarkan teori yang telah ada dan
data empiris digunakan untuk mengkonfirmasi bahwa struktur tersebut telah
terbukti secara empiris. SEM memiliki tujuan atau mengkonfirmasi model yang
telah ada, bukan untuk menghasilkan model.
Beberapa tahapan dalam penggunaan SEM menurut Bollen dan Long 1993
(Wijanto 2008), yaitu:
1. Spesifikasi model (model specification)
Tahap ini merupakan pembentukan model awal persamaan struktural sebelum
dilakukan estimasi. Model awal ini berdasarkan pada teori yang telah ada
maupun berdasarkan dari penelitian sebelumnya.
2. Identifikasi model (model identifikcation)
Tahap ini merupakan tahapan mengkaji adanya kemungkinan diperolehnya
nilai yang unik pada setiap parameter dan kemungkinan persamaan simultan
tidak ada solusinya dengan menggunakan teknik iteratif. Variabel dengan nilai
t (t-value) kurang dari 1.96 dan error varian negatif serta loading kurang dari
0.50 dikeluarkan dari model.
3. Estimasi model (model estimation)
Tahap ini merupakan tahapan estimasi terhadap model untuk menghasilkan
nilai-nilai parameter dengan menggunakan salah satu metode estimasi.
4. Penilaian model atau uji kecocokkan model (model testing fit)
Tahap ini merupakan tahapan pengujian kecocokan antara model dengan data,
beberapa kriteria ukuran kecocokkan (goodness of fit) dapat dilaksanakan pada
tahap ini.
5. Modifikasi model atau respesifikasi model (model respecification)
Tahap ini berkaitan dengan represifikasi model berdasarkan atas hasil uji
kecocokan pada tahap sebelumnya.
6. Interpretasi dan komunikasi
Himpunan model tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga klaim tentang
kontruksi dapat dibuat, didasarkan pada model terbaik.

Model struktural menggambarkan hubungan-hubungan yang ada diantara


variabel-variabel laten. Hubungan tersebut serupa dengan sebuah persamaan
regresi linear diantara variabel-variabel laten tersebut. Beberapa persamaan
regresi linear tersebut membentuk sebuah persamaan simultan variabel-variabel
laten. Parameter yang menunjukkan regresi variabel laten endogen pada variabel
laten eksogen diberi label (gamma). Sedangkan untuk regresi variabel laten
endogen pada variabel endogen yang lain diberi label (beta). Dalam SEM
variabel-variabel laten eksogen dapat ber-covary secara bebas dan matrik
kofarian variabel ini diberi tanda (phi). Model pengukuran menghubungkan
variabel laten dengan variabel-variabel teramati atau indikator yang berbentuk
30

analisis faktor. Muatan faktor atau factor loading yang menghubungkan


variabel-variabel laten dengan variabel teramati diberi label (lambda). Untuk
mengukur variabel teramati (manifest) pada kuisioner digunakan skala likert.
Skala likert dikenal sebagai summated ratings method. Ciri khas dari skala likert
adalah bahwa makin tinggi skor yang diperoleh, merupakan indikasi bahwa
penilaian terhadap suatu objek semakin positif, demikian sebaliknya. Secara
matematis, formulasi model persamaan struktural dirumuskan sebagai berikut:

1. Model persamaan struktural


1 = 1 1 + 1 ........................................................................................ (1)
2 = 2 1 + 2 1 + 2 ........................................................................... (2)
3 = 3 2 + 3 1 + 3 ........................................................................... (3)
2. Model pengukuran variabel laten eksogen
X1.1 = 1.1 + 1.1 ................................................................................. (4)
X1.2 = 1.2 + 1.2 ................................................................................. (5)
X1.3 = 1.3 + 1.3 ................................................................................. (6)
X1.4 = 1.4 + 1.4 ................................................................................. (7)
X1.5 = 1.5 + 1.5.................................................................................. (8)
X1.6 = 1.6 + 1.6.................................................................................. (9)
3. Model pengukuran variabel laten endogen
Y1.1 = 1.1 + 1.1 .................................................................................. (10)
Y1.2 = 1.2 + 1.2 .................................................................................. (11)
Y1.3 = 1.3 + 1.3 .................................................................................. (12)
Y1.4 = 1.4 + 1.4 .................................................................................. (13)
Y1.5 = 1.5 + 1.5 .................................................................................. (14)
Y1.6 = 1.6 + 1.6 .................................................................................. (15)
Y2.1 = 2.1 + 2.1 .................................................................................. (16)
Y2.2 = 2.2 + 2.2 .................................................................................. (17)
Y2.3 = 2.3 + 2.3 .................................................................................. (18)
Y2.4 = 2.4 + 2.4 .................................................................................. (19)
Y2.5 = 2.5 + 2.5 .................................................................................. (20)
Y3.1 = 3.1 + 3.1 .................................................................................. (21)
Y3.2 = 3.2 + 3.2 .................................................................................. (22)
Y3.3 = 3.3 + 3.3 .................................................................................. (23)
Y3.4 = 3.4 + 3.4 .................................................................................. (24)
Y3.5 = 3.5 + 3.5 .................................................................................. (25)

Dimana:
1 = variabel laten endogen faktor individu
2 = variabel laten endogen perilaku kewirausahaan
3 = variabel laten endogen kinerja usaha
1 = variabel laten eksogen faktor lingkungan
= koefisien hubungan laten endogen
= koefisien hubungan laten eksogen
= komponen eror
X1,2..n = variabel indikator pada laten eksogen
Y1,2..n = variabel indikator pada laten endogen
x1.1,2..n = muatan faktor variabel indikator pada laten eksogen
31

y1.1,2..n = muatan faktor varaibel indikator pada laten endogen


, = error pada model hubungan variabel indikator

Implementasi Model SEM


Model SEM pada penelitian ini terdiri dari tiga variabel endogen yaitu
faktor individu, perilaku kewirausahaan, dan kinerja usaha, serta satu variabel
eksogen yaitu faktor lingkungan. Hipotesis yang dikembangkan berdasarkan
model tersebut adalah:
H1: Faktor lingkungan secara langsung berpengaruh positif dan signifikan
terhadap faktor individu
H2: Faktor lingkungan secara langsung berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku kewirausahaan
H3: Faktor individu secara langsung berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perilaku kewirausahaan
H4: Faktor perilaku kewirausahaan secara langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja usaha
H5: Faktor lingkungan secara langsung berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja usaha
Model awal persamaan struktural yang menunjukkan pengaruh perilaku
perempuan wirausaha dalam meningkatkan kinerja usaha dapat dilihat pada
Gambar 3. Dimana F1 adalah faktor individu, FL adalah faktor lingkungan, PK
adalah perilaku kewirausahaan dan KU adalah kinerja usaha.

Gambar 3 Structural Equation Model (SEM) pengaruh perilaku kewirausahaan


terhadap kinerja perempuan wirausaha UMKM agroindustri
perikanan tangkap di Kota Padang
32

5 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

UMKM agroindustri perikanan tangkap merupakan UMKM yang tersebar


di Kota Padang. Kota Padang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Barat,
mempunyai luas wilayah administratif sekitar 1 414.96 km2 terletak dipesisir
pantai Barat Pulau Sumatera pada posisi astronomis antara 00o0505 BT
100o3409 BT dan 00o4400 LS 01o0835 LS. Berdasarkan PP Nomor 25
Tahun 1980 dan Perda Nomor 10 Tahun 2005 wilayah adminitrasi Kota Padang
terdiri dari 11 Kecamatan dengan 104 Kelurahan. Luas wilayah terdiri dari 694.96
km2 daratan dan 720.00 km2 perairan/laut yang merupakan hasil perluasan Kota
Padang Tahun 1980, yaitu penambahan luas wilayah dengan 3 kecamatan dan 15
kelurahan. Batas-batas wilayah Kota Padang adalah sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Padang Pariaman, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Solok, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, sebelah barat
berbatasan dengan Samudera Hindia.
Sebagai ibukota Propinsi Sumatera Barat, Kota Padang merupakan bagian
penting bagi perekonomian Sumatera Barat. Kota Padang dikategorikan sebagai
Kota Pesisir yang terletak dipantai Barat pulau Sumatera yang berhubungan
langsung dengan Samudera Hindia. Kota Padang mempunyai garis pantai
sepanjang 84 Km, dengan 19 buah pulau-pulai kecil serta luas lautan yang
menjadi kewenangannya adalah 613.2 Km2. Dari 11 (sebelah) kecamatan itu yang
termasuk kepada kecamatan pesisir ada 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan
Bungus Teluk Kabung, Kecamatan Lubuk Begalung, Kecamatan Padang Selatan,
Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Utara, dan Kecamatan Koto Tangah.
Dari keenam kecamatan tersebut yang termasuk wilayah pesisir terdiri dari 23
(dua puluh tiga) kelurahan. Di wilayah tersebut terdapat jumlah nelayan sekitar 6
355 orang.
Pemanfaatan pesisir sebagai basis perikanan didominasi oleh kegiatan
penangkapan ikan, perdagangan ikan, budidaya ikan serta kegiatan pengolahan
ikan. Jenis ikan yang diolah berupa ikan teri, ikan tuna, ikan tongkol, peperek,
udang, ikan tenggiri, dan kepiting. Adapun jenis ikan yang banyak diolah adalah
ikan tongkol, teri, dan ikan tuna.

Kondisi Kependudukan di Wilayah Pesisir

Pada tahun 2012 total penduduk wilayah pesisir/pantai Kota Padang


adalah sebanyak 479 195 jiwa atau sekitar 55.62 % dari total jumlah penduduk
Kota Padang. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di kecamatan Koto Tangah
yang merupakan wilayah pesisir yaitu 174 567 jiwa dan jumlah penduduk yang
paling sedikit terdapat di Kecamatan Bungus Teluk Kabung yaitu 23 858 jiwa.
Pada tahun 2013 jumlah penduduk yang mendiami wilayah pesisir
mencapai 486 254 jiwa yang tersebar di 6 (enam) kecamatan pesisir. Sedangkan
jumlah nelayan yang tersebar pada kecamatan tersebut berjumlah 6 971 jiwa yaitu
1.43% dari total jumlah penduduk yang ada di wilayah pesisir.
33

Nelayan terdiri dari nelayan penuh yaitu nelayan yang memiliki pekerjaan
totalnya sebagai nelayan sepanjang waktu dan nelayan sambilan yang hanya
bekerja separuh waktu sebagai nelayan. Jumlah nelayan yang terbanyak terdapat
di Kecamatan Koto Tangah dengan jumlah 1 935 orang dan disusul oleh
Kecamatan Bungus Teluk Kabung sebanyak 1 709 orang.
Dari hasil survey ditemukan bahwa rata-rata pendidikan nelayan Kota
Padang terbanyak adalah tamatan SD (49.05%), SLTP (28.86%, SLTA (20.82%)
dan S1 (0.28%). Hal ini disebabkan karena pada usia sekolah tamat SD
masyarakat pesisir telah membebankan atau mengajak anaknya untuk melaut
sehingga pendidikan tidak terlalu dihiraukan. Dari segi umur rata-rata nelayan
Kota Padang berada pada usia produktif 36-56 tahun (63.29%).
Umumnya di wilayah pesisir, tingkat keterampilan dan kemampuan
masyarakat dalam mengelola sumberdaya pesisir masih sangat rendah, namun di
Kota Padang lebih maju dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera Barat. Hal
ini dapat dilihat dari cara masyarakat tersebut dalam penguasaan teknologi dan
alat tangkap yang digunakan. Nelayan Kota Padang lebih banyak menggunakan
jenis alat tangkap seperti tonda, payang, trammel net bagan dan berbagai jenis alat
tangkap lainnya yang telah menggunakan mesin penggerak yang cukup besar
sehingga daerah penangkapannya lebih jauh dari pantai.

Pengembangan Agroindustri Perikanan

Kelautan dan perikanan memegang peranan sangat penting dalam


peradaban manusia dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Kelautan dan
perikanan merupakan salah satu sumberdaya yang dapat pulih dan sektor ekonomi
produkstif yang dapat dijadikan basis untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sektor kelautan dan perikanan mencakup kegiatan penangkapan ikan, budidaya
ikan dan biota lainnya, serta pengolahan hasil perikanan.
Dalam upaya mempercepat laju pembangunan ekonomi suatu daerah maka
perlu adanya sektor penggerak dalam suatu wilayah, yang mampu mendorong
kegiatan-kegiatan sektor perekonomian lainnya. Salah satu sektor yang perlu
dikembangkan adalah sektor ekonomi, khusunya pada komoditas kelautan dan
perikanan yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif
sesuai dengan potensi dan keunggulan suatu daerah.
Kota Padang sejak tahun 2006 telah menetapkan sektor kelautan dan
perikanan menjadi sektor andalan. Terutama pasca gempa bumi tahun 2009.
Pemerintah Kota Padang menetapkan rencana transisi dan rehabilitasi termasuk
sektor kelautan dan perikanan. Kegiatan pengamangan kelautan dan perikanan
menjadi prioritas dan andalan Kota Padang dalam memperbaiki taraf hidup
masyarakat terutama masyarakat pesisir, ini dapat disebabkan karena letak kota
padang yang strategis, yaitu berbatasan langsung dengan laut (perairan laut barat
sumatera) dan 10 buah pulau. Letak yang strategis ini memberikan sumbangan
yang positif untuk mengembangkan kota berbasis kelautan dan perikanan. Untuk
itu diperlukan berbagai terobosan dengan merevitalisasi sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi baru.
Dengan demikian sumber-sumber pertumbuhan ekonomi sepatutnya
dikembangkan adalah yang berbasis keunggulan komparatif dari sektor kelautan
34

dan perikanan. Apabila peluang dan prospek yang terbuka dapat dikembangkan
sebaik-baiknya maka sektor kelautan dan perikanan dapat dijadikan andalan
pertumbuhan ekonomi bagi Kota Padang pada masa yang akan datang.
Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan ditujukan
untuk mewujudkan pembangunan industrialisasi sektor kelautan dan perikanan.
Di Kota Padang industrialisasi perikanan berbasis oceanic berpusat di Pelabuhan
Perikanan Samudera Bungus, sedangkan untuk industrialisasi perikanan pelangis
kecil dipusatkan di Sentra Pendaratan Ikan Pasia Nan Tigo Kota Padang. Untuk
meningkatkan kinerja industrialisasi perikanan ini pada tahun 2013 Dinas
Perikanan dan Kelautan Kota Padang membentuk bidang khusus baru menangani
kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.
Pembangunan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan berlokasi di Pasia Nan
Tigo dimulai sejak tahun 2012 pada lahan 1.66 Ha yang telah dibebaskan oleh
pemerintah Kota Padang. Saat ini fasilitas yang telah dibangun adalah tempat
pengolahan dan penjemuran ikan serta rumah kemas untuk packaging. Dalam
operasionalnya pengolahan dilakukan oleh kelompok pengolah yang ada di
kawasan sentra, dan saat ini telah ada 6 (enam) keompok yang melakukan
pengolahan ikan di sentra. Untuk meningkatkan operasional sentra pengolahan ini
maka status sentra dibina oleh UPT yang dibentuk pada awal tahun 2013.
Agroindustri perikanan perikanan laut merupakan salah satu potensi yang
dimiliki oleh Kota Padang khususnya di Kecamatan Bungus Teluk Kabung dan
Kecamatan Koto Tangah. Agroindustri perikanan laut tersebut marak ditemui
pada musim ikan dan mayoritas adalah agroindustri rumah tangga (home industry),
yang sebagian besar menggunakan peralatan dengan teknologi sederhana.
Keberadaan agroindustri tersebut masih terbatas dan peluang usaha tidak dapat
dimanfaatkan secara optimal. Agroindustri rumah tangga (home industry), yang
sebagian besar menggunakan peralatan dengan teknologi yang sederhana, skala
kecil, dan bersifat musiman (waktu produksi tergantung musim dan cuaca).

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Perempuan Wirausaha

Penelitian ini menggunakan responden perempuan wirausaha UMKM


agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang. Adapun perempuan wirausaha
yang menjadi responden penelitian ini sebanyak 168 orang dan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik umum perempuan wirausaha dapat
menjadi suatu pengetahuan mengenai latar belakang sosial dan ekonomi dari
setiap responden. Karakteristik perempuan wirausaha UMKM agroindustri
perikanan tangkap di Kota Padang yang diperoleh dari pengumpulan data di
lapangan terdiri dari umur, pendidikan formal, pendapatan, status pernikahan,
lama menjalankan usaha, peran perempuan wirausaha, dan jenis kegiatan
pengolahan.
35

Umur
Menurut Hurlock (Riyanti 2003), perkembangan karir berjalan seiring
dengan proses perkembangan manusia, yang mengelompokkan perkembangan
karir manusia menjadi tiga kelompok usia, yaitu (1) usia dewasa awal antara 18
sampai 40 tahun, ciri khasnya terkait dengan tugas pengembangan dalam
membentuk keluarga dan pekerjaan, memiliki tugas pokok, memilih bidang
pekerjaan yang cocok dengan bakat, minat dan faktor psikologis yang dimiliki
sehingga kesehatan mental dan fisiknya tetap terjaga; (2) usia dewasa madya
antara 40 sampai 60 tahun, ciri khasnya keberhasilan dalam pekerjaan.
Keberhasilan itu biasanya dicapai pada usia 40 sampai 50 tahun, pada usaha ini
kebanyakan mencapai prestasi puncak, memiliki pekerjaan yang lebih baik
dibanding dengan pekerjaan yang dimiliki ketika masih muda; (3) usia dewasa
akhir diatas 60 tahun, pada masa ini mulai mengurangi kegiatan kariernya, karena
menurunnya kesehatan dan fisik, lebih banyak melakukan kegiatan sosial dan
menikmati hasil jerih payah selama bekerja.
Umur pelaku usaha UMKM agroindustri perikanan tangkap di Kota
Padang yang menjadi responden sebagian besar berada pada kisaran umur yang
masih produktif yaitu berumur diatas 40 tahun sebanyak 68 persen (Gambar 4).
Umur pada tingkatan tersebut adalah umur produktif dalam mencapai
keberhasilan, sebagaimana yang dijelaskan oleh (Riyanti 2003), bahwa
keberhasilan usaha dapat dicapai pada umur empat puluhan dan lima puluhan,
dapat disimpulkan bahwa seharusnya responden sudah mencapai puncak prestasi
dan kesuksesan dalam menjalankan UMKM agroindustri perikanan tangkap.
Dengan demikian perempuan wirausaha dalam kategori umur produktif memiliki
tingkat produktivitas lebih tinggi.

> 56 thn
3%

41 - 55 thn
68% 26 - 40 thn
29%

26 - 40 thn 41 - 55 thn > 56 thn

Gambar 4 Sebaran responden menurut umur


Responden pada kisaran umur 26 40 tahun sebanyak 29 persen (Gambar
4). Pada masa dewasa awal ini dapat dikatakan sebagian besar pelaku usaha sudah
dapat memilih bidang ini sebagai pekerjaan yang cocok dengan bakat, minat dan
faktor psikologisnya. Jika dilihat berdasarkan banyaknya pelaku usaha yang
menginjak usia dewasa madya (68 persen), maka seharusnya pelaku usaha
tersebut sudah mencapai prestasi puncak, atau sudah mencapai keberhasilan
dalam menjalankan usaha. Pelaku usia dalam kisaran usia produktif tersebut
masih potensial untuk mengembangkan diri dan mengembangkan usahanya.
Disamping itu komposisi umur pelaku usaha tersebut menunjukkan bahwa usaha
36

yang dijalankan sekarang ini merupakan sumber mata pencaharian utama yang
menarik bagi tenaga kerja umur produktif. Umur juga akan mempengaruhi
seseorang dalam merespon sesuatu yang baru dalam walaupun belum banyak
mempunyai pengalaman. Pelaku usaha dengan umur produktif biasanya
mempunyai semangat untuk ingin tahu berbagai hal yang belum diketahui dan
cenderung tinggi adopsi inovasinya, karena kekuatan fisik dan kematangan
psikologisnya saling mendukung. Selain itu, umur juga mempengaruhi kinerja
responden dalam mengelola usahanya, terkait dengan adanya inovasi, seseorang
pada umur non produktif akan cenderung sulit menerima inovasi, sebaliknya
seseorang pada umur produktif akan lebih mudah dan cepat menerima inovasi.
Umur perempuan wirausaha yang paling muda yaitu 26 tahun, hal ini
memperlihatkan bahwa masih minimnya minat tenaga muda berumur dibawah 25
tahun yang bekerja di sektor agroindustri perikanan tangkap. Oleh karena itu
diperlukan pembinaan yang dapat meningkatkan motivasi agar perempuan
wirausaha muda tertarik berkecimpung di sektor pertanian, terutama pada usaha
pengolahan hasil perikanan tangkap. Dari tingkatan umur responden yang
menjalankan usaha pengolahan hasil perikanan tangkap, maka dapat disimpulakan
bahwa semakin bertambahnya umur perempuan wirausaha, maka makin banyak
pula yang menjadi perempuan wirausaha pengolah hasil perikanan tangkap.
Secara umum, umur memegang peranan penting dalam perilaku kewirausahaan
dalam meningkatkan kinerja usaha (Setyorini 2008) dan berkaitan dengan prestasi
kerja seseorang. Selain itu, menurut Riyanti (2003) bukan hanya umur kronologis
saja yang berpengaruh terhadap keberhasilan usaha tetapi juga terkait dengan
umur mengelola usaha dan bertambahnya pengetahuan, sehingga dengan
bertambahnya umur seseorang wirausaha maka keberhasilan mengelola usaha
juga sangat besar.

Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan formal responden sebagian besar adalah lulus SMA
yaitu sebesar 73.81 persen. Secara berturut-turut tingkat pendidikan perempuan
wirausaha lainnya adalah lulus SD (5.36%), lulus SMP (12.50%), lulus D1
(2.38%), dan lulus sarjana (5.95%) (Gambar 5). Tingkat pendidikan diharapkan
dapat berpengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi, yang dapat memperbaiki
pengelolaan usaha agroindustri perikanan tangkap baik dari proses produksi
hingga pengemasan dan teknik pemasaran. Pendidikan formal yang lebih tinggi
akan sangat berperan dalam kemampuan menganalisis berbagai situasi, wawasam
berpikir dan pemanfaatan teknologi terkini. Namun pada kenyataannya seseorang
yang berpendidikan yang lebih rendah dengan pengalaman yang lebih banyak
juga mampu mencapai kesuksesan dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih
tinggi, sebagaimana menurut Priatna (2011) wirausaha dengan pendidikan lebih
rendah dengan berbekal pengalamannya mungkin sekali memiliki kemampuan
yang dicapai oleh wirausaha kecil dengan pendidikan lebih tinggi, tetapi waktu
yang dibutuhkan biasanya cenderung lebih lama. Menurut Welter dan Smallbone
(2011), seorang wirausaha dengan modal pendidikan dan pengetahuan yang
memadai dapat membantu untuk lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya.
Dengan pendidikan, wirausaha dapat mengeksploitasi peluang, juga mungkin
akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan struktur kelembagaan yang berubah-
ubah, mereka dapat lebih mudah melakukan kontak bisnis dan membangun
37

jaringan sosial untuk mengatasi hambatan dalam kelembagaan. Demikian juga


dengan pendapat Hadiati (2007), pendidikan dapat lebih memperluas interaksi.
Keberadaan pelaku usaha dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
mampu menjadi pembimbing bagi pelaku usaha lain yang tingkat pendidikan dan
pengetahuannya lebih rendah. Tingakt pendidikan dapat menentukan kualitas
kinerja seseorang, khususnya dalam mencerna informasi. Rendahnya tingkat
pendidikan pelaku usaha dikhawatirkan akan makin menurunkan kualitas di sektor
agribisnis, karena kurang mampu merespon tuntutan kebutuhan pasar.

lulus S1
59.50% lulus SD
53.60%
lulus D1
2.38%
lulus SMP
12.50%

lulus SMA
73.81%

lulus SD lulus SMP lulus SMA lulus D1 lulus S1

Gambar 5 Sebaran tingkat pendidikan formal respondan

Pendapatan
Usaha agroindustri perikanan tangkap oleh perempuan wirausaha pada
umumnya adalah sebagai pekerjaan utama. Pendapatan yang diperoleh perempuan
wirausaha dari usaha ini paling banyak 5 juta per bulan yang mencapai 75 persen,
diikuti dengan perempuan wirausaha yang berpendapatan Rp 3 juta Rp 4 juta
per bulan yang mencapai 25 persen (Gambar 6). Besarnya pendapatan yang
diterima oleh perempuan wirausaha tergantung jumlah ikan yang diolah, semakin
banyak jumlah ikan yang diolah maka semakin besar pula pendapatan yang
diperoleh oleh perempuan wirausaha. Sehingga hasil yang diperoleh dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan perempuan wirausaha
masih menyisihkan pendapatannya untuk dijadikan modal pada usaha berikutnya.
Perbedaan pendapatan dari hasil produksi ini selain karena faktor besarnya skala
usaha, namun juga karena perbedaan kemampuan sumber daya perempuan
wirausaha masing-masing dalam melakukan kegiatan usaha agroindustri
perikanan tangkap.

3000000 - 4000000
25%

5000000
75%

Gambar 6 Sebaran pendapatan responden


38

Status Pernikahan
Status pernikahan secara langsung juga mempengaruhi proses
pengambilan keputusan dalam melakukan usaha untuk menambah pendapatan dan
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan status pernikahan, bahwa sebanyak
100 persen responden sudah menikah (Gambar 7). Ketika sudah menikah maka
seseorang harus menanggung kebutuhan anggota keluarganya. Hal ini berbeda
dengan kelompok yang belum menikah, seseorang yang belum menikah memiliki
kebutuhan yang berbeda dengan seseorang yang sudah menikah. Sehingga
perubahan situasi tersebut mengakibatkan perubahan kebutuhan-kebutuhan yang
sebelumnya belum pernah terpikirkan oleh seseorang yang belum menikah.

Menikah
100%

Gambar 7 Status pernikahan responden


Lama Menjalankan Usaha
Pelaku usaha agroindustri perikanan tangkap rata-rata terbanyak
berpengalaman 11-20 tahun sebesar 56.55 persen. Disusul oleh perempuan
wirausaha yang memiliki pengalaman dibawah 5 tahun sebesar 30.95 persen,
perempuan wirausaha yang memiliki pengalaman 6-10 tahun sebesar 2.38 persen,
perempuan wirausaha yang memiliki pengalaman 21-30 tahun sebesar 7.14 persen
dan yang paling lama berpengalaman dalam menjalankan usaha pengolahan ikan
lebih dari 30 tahun sebanyak 2.98% (Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa
perempuan wirausaha sudah cukup berpengalaman dalam menjalankan usaha,
baik dari segi produksi hingga pemasaran. Berdasarkan pengalaman tersebut hal
yang melatarbelakangi perempuan wirausaha untuk terjun dalam usaha
agroindustri perikanan tangkap sebagian besar adalah meneruskan usaha keluarga,
karena sebagain besar perempuan wirausaha tinggal di pesisir pantai.

6-10 tahun 21-30 tahun


2% 7%

< 30 tahun > 30 tahun


31% 3%

11-20 tahun
57%

11 - 20 tahun > 5 tahun 6-11 tahun 21-30 tahun >30 tahun

Gambar 8 Sebaran responden menurut lama pengalaman usaha


Berdasarkan analisis deskriptif di atas dan keadaan lapang, dapat disimpulkan
bahwa secara umum perempuan wirausaha dalam menjalankan usahanya masih
39

bersifat subsitem, atau berorientasi untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.


Jika dilihat dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah, maka usaha agroindustri perikanan tangkap di wilayah
penelitian secara umum dapat dikelompokkan menjadi usaha mikro, yaitu usaha
yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 000 000 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp 300 000 000. Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa usaha
agroindustri perikanan tangkap di Kota Padang tergolong Small Scale Traditional
Family Enterprise (SSTFE) atau disebut UMKM traditional, yang berorintasi
untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dan tidak ada pemisahan keuangan /
kekayaan antara perusahaan dan keluarga. Sebagaimana menurut Wirasasmita
(2011) Small Scale Traditional Family Enterprise (SSTFE) tidak memiliki
orientasi pertumbuhan dan keinovativan.
Struktur organisasi UMKM traditional adalah Owner Manager untuk
selama-lamanya dan tidak ada pemisahan keuangan/kekayaan antara perusahaan
dan keluarga, sehingga sering juga disebut perusahaan kecil trasional keluarga,
yang berorientasi pemenuhan kebutuhan kelaurga yang langsung dipenuhi dari
perusahaan tersebut. Hasil pengamatan di wilayah penelitian menunjukkan bahwa,
meskipun dengan berbagai keterbatasan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi,
pelaku-pelaku usaha tersebut tetap berusaha menekuni usaha agroindustri
perikanan tangkap, dengan demikian dibutuhkan perhatian pemerintah dalam
pengembangan usahanya.
Pengembangan usaha agroindustri perikanan tangkap dapat dilakukan
melalui pendekatan agribisnis. Agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem
integrative yang terdiri dari beberapa subsistem yaitu; (1) subsitem pengadaan
sarana produksi pertanian; (2) subsistem produksi /usahatani; (3) subsistem
pengolahan dan industri hasil pertanian, (4) subsistem pemasaran hasil; (5)
subsistem kelembagaan dan penunjang kegiatan pertanian (Krisnamurthi 2001).
Dengan demikian dalam pengambangan usaha agroindustri perikanan tangkap
tidak hanya dilakukan terhadap aspek-aspek yang berada dalam subsistem
pengolahan dan industri hasil pertanian, akan tetapi sangat ditentukan oleh
keterkaitannya dengan subsistem lain. Keterkaitan tersebut mulai dari pengadaan
sarana produksi (off farm) atau subsistem hulu, kegiatan usaha tani (on farm),
hingga kegiatan industri, distribusi dan pemasaran atau subsistem hilir, didukung
oleh subsistem kelembagaan sebagai penunjangnya.

Peran Perempuan Wirausaha


Agroindustri perikanan tangkap sebagian besar dikelola oleh perempuan.
Hal ini karena usaha yang dijalankan merupakan hampir keseluruhan pekerjaan
yang dilakukan oleh ibu rumah tangga. Perempuan berperan aktif dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, serta menghasilkan pendapatan dari
penjualan ikan hasil tangkapan suami sebagai tambahan pendapatan. Perempuan
wirausaha menjadikan usaha ini sebagai tambahan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Dibalik pekerjaan utamanya adalah sebagai seorang ibu
rumah tangga yang mengurus suami dan anak-anak.
40

100% memiliki
peran ganda

Ibu rumah tangga dan wirausaha

Gambar 9 Peran perempuan wirausaha


Sehingga perempuan wirausaha seluruhnya memiliki peran ganda, yaitu
sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pelaku usaha agroindustri perikanan. Dari
seluruh responden, semuanya telah menikah dan memiliki anak, 100 persen
responden memiliki peran ganda. Faktor pendorong perempuan wirausaha
menjalankan usaha ini antara lain untuk meringankan beban keluarga,
menciptakan lapangan pekerjaan, merubah nasib, dan mandiri.

Jenis Kegiatan Pengolahan


Jenis ikan yang digunakan sebagian besar tuna, cakalang, bada teri dan
sala. Sumber bahan baku utama diperoleh dari tempat pelelngan ikan (TPI)
terdekat dari lokasi tempat usaha, sedangkan bahan tambahan dibeli di pasar atau
warung. Sebagian bentuk usaha yang dijalankan perempuan wirausaha perorangan.
Penentuan harga produk di pasar disesuaikan dengan kondisi cuaca / musim,
ketika musim hujan harga bahan baku naik, sehingga harga produk olahan ikut
naik, namun ketika cuaca baik harga bahan baku ataupun produk olahan stabil
sesuai dengan harga pasar. Sistem penjualan produk untuk produk olahan ikan
kering, pembeli langsung datang ke lokasi usaha untuk membeli ikan kering,
pembeli bisa berasal dari daerah luar Kota Padang. Untuk usaha pengolahan
lainnya, penjualan dilakukan di tempat usaha, diletak di warung atau pasar. Untuk
kegiatan usaha pengeringan ikan, sebagian besar belum memiliki merek produk,
sedangkan usaha pengolahan lainnya telah memiliki merek dan kemasan khusus
untuk produk mereka.

43.46%
Pengolahan lainnya
56.54%
Pengaraman /
pengeringan

pengeringan pengolahan lainnya

Gambar 10 Jenis kegiatan pengolahan

|Faktor Individu

Faktor Individu perempuan wirausaha yang mengusahakan pengolahan


hasil perikanan tangkap (individu causality) merupakan atribut yang melekat pada
41

sifat dan kualitas pribadi atau personal yang diperlihatkan dalam menjalankan
usahanya. Indikator faktor individu atau variabel manifest pada penelitian ini
diukur dari pendidikan, pengalaman, motivasi berprestasi, modal, kepemilikan
sarana dan prasarana, persepsi terhadap usaha.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 9, dapat dinyatakan bahwa pada
umumnya persentase perempuan wirausaha terhadap indikator faktor individu
menunjukkan kecenderungan yang cukup tinggi dan telah memadai bagi
pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan tangkap.
Tabel 9 Persentase penilaian perempuan wirausaha terhadap faktor individu

Persentase Perempuan Wirausaha (%)


Sangat
Faktor Individu Tidak Sangat
Tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
Setuju
Pendidikan 0 0.50 24.90 56.85 17.76
Pengalaman 0 1.19 24.17 52.26 22.38
Motivasi berprestasi 0 1.19 25.82 58.56 14.43
Modal 0 0 16.07 51.49 32.44
Kepemilikan sarana dan prasarana 2.98 4.17 23.81 53.27 15.77
Persepsi terhadap usaha 0 2.98 21.13 52.68 23.21

Pendidikan
Berdasarkan banyaknya responden yang memilih jawaban setuju 56.85
persen dan netral 24.90 persen, dapat dikatakan bahwa perempuan wirausaha
memiliki tingkat pendidikan formal yang sedang. Pendidikan perempuan
wirausaha pengolah hasil perikanan tangkap banyak terdapat di tingkat SMA yaitu
sebesar 73.81 persen. Secara berturut-turut tingkat pendidikan perempuan
wirausaha lainnya adalah lulus SD (5.36%), lulus SMP (12.50%), lulus D1
(2.38%), dan lulus sarjana (5.95%). Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
pendidikan yang melatarbelakangi perempuan wirausaha di Kota Padang sangat
beragam, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hal ini menunjukkan pengelolaan
usaha pengolahan ikan relatif lebih mudah serta memberikan prospek yang baik
bagi perempuan wirausaha yang terlihat dari sebagian perempuan wirausaha yaitu
sebanyak 58.93 persen aktif mencari informasi dan mengikuti pelatihan
pengolahan ikan, 52.98 persen membaca buku usaha sukses, 42.26 persen sudah
mampu mencari solusi untuk masalah yang dihadapi, 70.83 persen perempuan
wirausaha sudah mampu membaca dan menulis, dan 69.05 persen perempuan
wirausaha sudah melakukan pencatatan keuangan untuk usaha yang dijalankan.
Pendidikan yang dimiliki perempuan wirausaha mempengaruhi kemampuannya
dalam mengimplementasikan ide-ide baru dalam usahanya. Pernyataan tersebut
senada dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa pendidikan sangatlah
penting dalam keberhasilan suatu usaha.
Faktor pendidikan mempuyai peranan penting dalam berwirausaha karena
sikap dan keterampilan yang lebih tinggi umumnya dimiliki oleh orang yang
berpendidikan tinggi (Pambudy 2010). Pendapat yang berbeda dinyatakan oleh
Riyanti (2013), yang menyatakan bahwa pendidikan tidak menentukan dalam
keberhasilan suatu usaha karena tidak adanya keterkaitan ilmu pada pendidikan
formal dengan ilmu yang diperlukan dalam mengelola usaha. Namun demikian
42

tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh perempuan wirausaha menjadi


peluang dalam aktivitas pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan tangkap.

Pengalaman
Keputusan seseorang untuk menjalani profesi sebagai wirausaha
dipengaruhi oleh pengalaman yang dimilikinya. Berdasarkan jawaban responden
yang memilih setuju 52.26 persen dan sangat setuju 22.38 persen. Hal ini
menggambarkan bahwa dalam menjalankan usaha pengolahan hasil perikanan
tangkap, perempuan wirausaha sudah memiliki cukup pengalaman sehingga
peluang perempuan wirausaha untuk berhasil dalam mengembangkan usahanya
cukup besar. Lamanya usaha yang dijalankan perempuan wirausaha masuk dalam
kategori yang tinggi atau lama sehingga proses pengendalian atas aktivitas
produksi dapat dilakukan oleh perempuan wirausaha itu sendiri. Rata-rata
pengalaman terbanyak yang dimiliki oleh perempuan wirausaha adalah 11-20
tahun yaitu sebesar 56.55 persen. Disusul oleh perempuan wirausaha yang
memiliki pengalaman dibawah 5 tahun sebesar 30.95 persen, perempuan
wirausaha yang memiliki pengalaman 6-10 tahun sebesar 2.38 persen, perempuan
wirauasha yang memiliki pengalaman 21-30 tahun sebesar 7.14 persen dan yang
paling lama berpengalaman dalam menjalankan usaha pengolahan ikan lebih dari
30 tahun sebanyak 2.98%. Pemahaman perempuan wirausaha mengenai
manajemen dalam pelaksanaan usaha pengolahan ikan didapatkan dari
pengalaman bekerja di lingkungan nelayan yang sebagian besar masyarakat
pesisir, dimana usaha ini dikelola oleh perempuan wirausaha itu sendiri dibantu
oleh anggota keluarganya. Sebagian besar perempuan wirausaha yaitu sebanyak
68.45% menganggap bahwa pengalaman usaha sangat penting dan mempengaruhi
kemajuan usaha. Melalui pengalaman perempuan wirausaha memiliki peluang
dalam pengembangan usahanya. Karena dianggap telah memiliki pengalaman
dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan. Jika dihubungkan dengan
tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka tidak mengurangi
minat responden untuk mengusahakan usaha pengoalahan hasil perikanan tangkap.
Hal ini sangat menarik sekali karena tingkat pendidikan tidak mempengaruhi
responden dalam memilih pekerjaan.

Motivasi Berprestasi
Berdasarkan banyaknya responden yang memilih jawaban setuju
sebanyak 58.56 persen dan 25.82 persen netral, dapat dikatakan bahwa perempuan
wirausaha memiliki motivasi yang tinggi untuk menjadi perempuan wirausaha
yan sukses. Adanya motivasi dapat mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
Menurut Suryana dan Kartib (2011), motivasi merupakan proses psikologis yang
mendasar dan merupakan salah satu unsur yang dapat menjelaskan perilaku
seseorang yang menjadi penentu dalam pencapaian tujuan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, wirausaha harus memiliki karakter yang pekerja keras, tidak pantang
menyerah, memiliki semangat dan memiliki komitmen yang tinggi. Keadaan
dilapangan menunjukkan bahwa orientasi sebagian besar wirausaha dalam
menjalankan usahanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu,
wirausaha harus mempunyai motivasi untuk mencapai suatu target dalam
berusaha agar menjadi wirausaha yang sukses. Sebagian besar responden yaitu
58.93 persen selalu menggali berbagai informasi mengenai usaha pengolahan ikan
43

melalui sesama perempuan wirausaha dan penyuluh karena 52.98 persen dari
perempuan wirausaha ingin menjadi perempuan wirausaha yang sukses dengan
alasan memiliki waktu yang lebih fleksibel dan bebas dalam menjalankan usaha.
Hal ini merupakan salah satu upaya perempuan wirausaha untuk mencapai
kesuksesan dalam berusaha dengan didukung oleh keberaniannya dalam
menghadapi risiko dan belajar dari pengalaman sebelumnya untuk meningkatkan
kreativitas perempuan wirausaha. Sebagian besar perempuan wirausaha bekerja
sebagai wirausaha karena ingin bekerja untuk diri sendiri tanpa adanya tekanan
dari pihak manapun dan waktu dalam bekerja lebih leluasa. Motivasi yang tinggi
dari perempuan wirausaha disebabkan karena tekanan ekonomi yang cukup berat
yang tidak dapat diselesaikan dengan hanya mengharapkan pendapatan suami dari
menangkap ikan dilaut.

Modal
Modal merupakan modal perempuan wirausaha untuk menjalankan usaha
pengolahan ikan. Modal awal berasal dari tabungan pribadi. Berdasarkan
banyaknya responden yang memilih jawaban setuju 51.49 persen dan sangat
setuju 32.44 persen dapat dikatakan bahwa modal sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan usaha. Modal sangat menunjang usaha yang dijalankan dan
responden mengangap bahwa kepemilikan modal sangat berhubungan dengan
sikap mandiri dalam menjalankan usaha. Keuntungan yang diperoleh dari usaha
akan dijadikan modal untuk usaha selanjutnya. Namun, disisi lain perempuan
wirausaha masih kesulitan untuk mengakses kredit untuk mengembangkan
usahanya. Perempuan wirausaha mengalami banyak kendala dalam memperoleh
kredit, sehingga hal tersebut yang menyebabkan perempuan wirausaha malas
untuk melakukan pinjaman. Padahal dengan modal yang diberikan, perempuan
wirausaha dapat meningkatkan skala usahanya.

Kepemilikan Sarana dan Prasarana


Kepemilikan sarana dan prasarana merupakan kelengkapan alat yang
digunakan perempuan wirausaha untuk dapat menjalankan usahanya. Berdasarkan
banyaknya responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 53.27 persen dan
sangat setuju 15.77 dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana sudah memadai.
Kepemilikan sarana dan prasarana sangat menunjang usaha yang dijalankan dan
responden menganggap bahwa kepemilikan sarana dan prasarana sangat
menunjang dalam keberhasilan usaha. Semakin lengkap sarana dan prasarana
yang dimiliki dapat meningkatkan kapasitas produksi dan mempermudah
perempuan wirausaha dalam proses operasional usaha. Pemerintah juga telah
memberikan perhatian bagi pelaku ushaa dalam hal pengadaan sarana dan
prasarana pengolahan hasil perikanan agar pengolah hasil perikanan mempunyai
alat-alat yang dibutuhkan dalam aktifitasnya mengolah hasil perikanan. Melalui
pengadaan ini diharapkan dapat meningkatkan produksi dan pelaku usaha dapat
memproduksi secara kontinyu yang akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup
pengolah hasil perikanan.

Persepsi Terhadap Usaha


Persepsi perempuan wirausaha terhadap keberhasilan usaha pengolahan
hasil perikanan tangkap menunjukkan keyakinan yang tinggi, hal ini ditunjukkan
44

dari banyaknya responden yang memilih jawaban setuju 52.68 persen.


Berdasarkan data di lapangan, 53.57 persen perempuan wirausaha setuju dan
mengangap usaha ini menguntungkan dan memiliki prospek yang cerah kerena
sebagian besar dari perempuan wirausaha selalu menyisihkan sebagian dari hasil
usahanya untuk tambahan modal pada usaha berikutnya. Adanya persepsi tersebut
mampu meningkatkan kepercayaan diri perempuan wirausaha untuk terus
menekuni usaha pengolahan hasil perikanan tangkap. Menurut Inggarwati dan
Kaudin (2013), bila usaha didirikan karena dorongan dari dalam diri si pengusaha
maka terdapat keinginan yang relatif lebih tinggi untuk mengembangkan usaha.
Demikian pula, semakin tinggi derajat self-efficacy si pengusaha, semakin tinggi
pula intensi untuk mengembangkan usaha. Pertumbuhan usaha pengolahan hasil
perikanan menunjukkan pertumbuhan yang baik, karena sebesar 53.57 persen
perempuan wirausaha mempunyai keyakinan yang baik terhadap usaha ini
dibuktikan dengan adanya keinginan untuk menghasilkan olahan produk
perikanan tangkap secara bertahap. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan bagi
perempuan wirausaha dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi
keberlangsungan usaha pengolahan hasil perikanan tangkap seperti penyediaan
sarana dan prasarana serta informasi bagi perkembangan usahanya.

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan atau lingkungan (external causality) merupakan faktor


penyebab perilaku yang terdapat dalam lingkungan atau situasi. Indikator faktor
lingkungan diantaranya adalah ketersediaan bahan input, dukungan penyuluhan
dan pelatihan, bantuan modal, dukungan promosi dan pemasaran, dukungan
pemerintah, dan kokompakan antar perempuan wirausaha. Pada Tabel 10 dapat
dilihat persentase perempuan wirausaha terhadap indikator-indikator faktor
lingkungan perempuan wirausaha pengolahan hasil perikanan tangkap secara
umum menunjukkan kecenderungan yang baik.

Tabel 10 Persentase penilaian perempuan wirausaha terhadap faktor lingkungan

Persentase Perempuan Wirausaha (%)


Sangat
Faktor Lingkungan Tidak Sangat
Tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
Setuju
Ketersediaan bahan input 0 1.79 35.00 53.57 9.64
Dukungan penyuluhan dan 0 5.51 39.58 40.18 14.73
pelatihan
Bantuan modal 0 5.06 28.27 48.21 18.45
Dukungan promosi dan 0.99 4.17 33.93 50.20 10.71
pemasaran
Dukungan pemerintah 0 3.87 43.45 43.45 9.23
Kekompakan antar perempuan 0 0 34.82 49.11 16.07
wirausaha
45

Ketersediaan Bahan Input


Ketersediaan bahan input seperti ikan mentah selama ini dianggap mudah
didapatkan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada Tabel 10, dimana sebagian
besar responden memilih jawaban setuju 53.57 persen. Dalam usaha pengolahan
ikan, perempuan wirausaha langsung membeli bahan baku ke Tempat Pelelangan
Ikan (TPI) terdekat dengan tempat usaha. Dalam usaha pengolahan ikan, jenis
ikan yang digunakan responden untuk diolah kembali yaitu tuna, bada teri, dan
sala. Bahan baku yang dibeli di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dibayar langsung di
tempat. Kondisi bahan baku berfluktuasi ketika kondisi cuaca yang buruk,
sehingga mengakibatkan stok bahan baku juga berkurang, karena hanya kapal
berukuran sedang dan besar yang bisa pergi melaut. Hal ini mengakibatkan harga
bahan baku menjadi naik, yang akhirnya berpengaruh kepada harga akhir produk
hasil olahan ikan.

Dukungan Penyuluhan dan Pelatihan


Persentase perempuan wirausaha terhadap dukungan pemerintah dalam
kegiatan penyuluhan dan pelatihan bagi perempuan wirausaha pengolah hasil
perikanan tangkap dikatakan memadai. Data Tabel 10 menunjukkan 39.58 persen
perempuan wirausaha menjawab netral, dan 40.18 persen menjawab setuju.
Dukungan pemerintah berupa penyuluhan dan pelatihan sebagian besar sudah
pernah dirasakan oleh seluruh perempuan wirausaha, yaitu berupa pelatihan
pembuatan bakso ikan, pelatihan membuat aneka olahan ikan, penyuluhan
mengenai mutu dan hiegenis produk.
Pelatihan yang telah diberikan pemerintah Kota Padang untuk
meningkatkan pengetahuan perempuan wirausaha adalah GEPEMP Angkatan I
(23 Mei 2013) dan II (28 Nov 2013) (Gerakan Pensejahteraan Masyarakat Pesisir),
dimana pemerintah memfasilitasi akses permodalan bagi pelaku usaha kelautan
dan perikanan Kota Padang. Bentuk lain pelatihan yang pernah diberikan adalah
demonstrasi masak aneka olahan ikan kepada kelompok pengolah ikan,
pengenalan manfaat makan ikan dan teknologi beberapa olahan dari ikan
diberikan kepada 90 orang dengan sistem ceramah/penyuluh. Diharapkan
demonstrasi aneka olahan ikan ini dapat secara langsung di lihat cara pengolahan
ikan sehingga keterampilan dan pendapatan dapat meningkat dan pengetahuan
verifikasi olahan ikan bertambah.

Bantuan Modal
Persentase perempuan wirausaha terhadap keberadaan bantuan modal
dari pemerintah menunjukkan hasil yang memadai. Hal ini ditunjukkan dari
banyaknya responden yang memilih jawaban setuju 48.21 persen. Selama ini
perhatian pemerintah berupa bantuan modal sudah didapatkan oleh pelaku usaha
pengolahan ikan. Modal diberikan melalui proses pengajuan melalui masing-
masing kelompok. Kelompok yang memenuhi kriteria diberikan bantuan modal
dalam bentuk barang yang diperlukan untuk pengembangan usaha. Namun disisi
lain pelaku usaha masih kesulitan dalam mengakses kredit untuk mengembangkan
usahanya, selama ini sebagian besar pelaku usaha bergantung pada pinjaman
kepada kerabat terdekat. Pelaku usaha mengalami banyak kendala dalam
memperoleh kredit diantaranya tidak mempunyai pengetahuan mengenai tatacara
memperoleh kredit (pembayaran dan bunga). Pelaku usaha juga perlu memahami
46

perbedaan antara kredit untuk investasi jangka panjang seperti peralatan dan
mesin dan untuk modal operasi input produksi serta biaya lainnya. Selain itu
keahlian dalam negosisasi kontrak sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa
kredit yang didapatkan memberikan keuntungan pada usaha.
Pemerintah telah memberikan bantuan modal bagi para pelaku usaha
pengolahan hasil perikanan tangkap berupa kegiatan BLM PUMP P2HP Dinas
Kelautan dan Perikanan Kota Padang, program dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI, untuk tahun 2013 Kota Padang mendapat 5 (lima) paket yang
diberikan untuk POKLAHSAR, yang terdiri dari 3 (tiga) untuk pemasar, dan 2
(dua) untuk pengolah. Masing-masing paket diberikan untuk 1 (satu)
POKLAHSAR senilai 50 juta rupiah. Tujuan dari BLM PUMP P2HP adalah
untuk dapat meningkatkan kemampuan usaha dan mengembangkan wirausaha
POKLAHSAR, dengan adanya bantuan diharapkan kesejahteraan dalam anggota
poklahsar tersebut dapat tercapai.
Peranan lembaga keuangan (misalnya bank) tidak membantu usaha
perempuan wirausaha karena masih berlakunya agunan dan suku bunga pinjaman
yang tinggi, kegiatan pemasaran yang terkendala modal, tidak menggunakan
pinjaman kepada bank karena terkendala pada agunan dan suku bunga pinjaman
yang tinggi, sehingga perempuan wirausaha cenderung hanya mengandalkan
kemampuan pada dirinya sendiri.

Dukungan Promosi dan Pemasaran


Dukungan promosi dan pemasaran dirasakan telah memadai bagi
sebagian perempuan wirausaha, hal ini ditunjukkan banyaknya responden yang
memilih jawaban setuju 50.20 persen. Dukungan tersebut dirasa telah cukup
memadai dengan adanya program promosi dan pemasaran yang dilakukan
pemerintah, seperti mengikutsertakan pelaku usaha dalam bazar baik di dalam
maupun di luar kota, seperti yang telah dilakukan pada pameran batam expo di
kota batam, pameran apeksi di kota palngkaraya, pameran teknologi tempat guna
di padang, Indonesia fisheries di kota Surabaya, hari pangan sedunia di padang,
padang fair di padang, sumbar expo di Jakarta, yang diperuntukan untuk produk
pengolahan hasil perikanan olahan yang berkemasan. Untuk hasil produk
pengeringan atau penggaraman, perempuan wirausaha menjual langsung ke
pedagang yang datang membeli ke lokasi usaha. Sehingga belum ada pengemasan
yang lebih baik. Oleh karena itu perlu adanya dukungan pemerintah agar
perempuan wirausaha lebih bersemangat meningkatkan mutu dan kualitas
produknya. Kontribusi pemerintah sebagai fasilitator dalam memperluas jaringan
usaha (networking) sangat diharapakan oleh perempuan wirausaha, seperti
pengadaan pameran dan promosi produk yang dihasilkan perempuan wirausaha
melalui kegiatan kedinasan maupun acara lainnya, memfasilitasi perempuan
wirausaha untuk bisa bermitra serta menyediakan informasi pasar secara intensif.
Selain bantuan dari pemerintah, sebagai perempuan wirausaha mereka juga
dituntut untuk dapat mengakses informasi mengenai usahanya sendiri, karena
untuk memajukan suatu usaha diperlukan berbagai informasi. Informasi itu bisa
didapat perempuan wirausaha melalui radio, poster, pamflet, dan pembelajaran
kelompok. Hal tersebut memberikan peluang kepada perempuan wirausaha,
dimana sebagian perempuan wirausaha yaitu 59 persen menyatakan penyediaan
informasi memberi peluang pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan
47

tangkap. Untuk daerah pemasaran produk, telah tersebar di Kota Padang dan
Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi.

Dukungan pemerintah
Dukungan pemerintah dirasakan sangat memadai bagi perempuan
wirausaha pengolahan hasil perikanan tangkap, hal ini ditunjukkan dari
banyaknya responden yang memilih jawaban setuju sebesar 43.45 persen dan
netral sebesar 43.45 persen. Perlindungan pemerintah terhadap perempuan
wirausaha yang menjalankan usaha agroindustri pengolahan hasil perikanan
tangkap sudah optimal, seperti regulasi yang terkait dengan harga, pemasaran dan
informasi pasar yang mudah didapatkan perempuan wirausaha, sehingga
perempuan wirausaha dapat bersaing dengan perempuan wirausaha lainnya.
Dalam peningkatkan mutu dan kualitas agroindustri perikanan tangkap
pengetahuan perempuan wirausaha masih perlu ditingkatkan baik dalam segi
pengolahan produk, peningkatan kualitas dan mutu produk, serta pengolahan
peningkatan jenis hasil olahan yang beragam. Adapun bentuk program program
pemerintah yang dilakukan antara lain (1) pembinaan dan pengawasan mutu ikan
segar dan ikan olahan, dan (2) pengadaan tempat penyimpanan ikan bersuhu
dingin (cold storage) untuk sentra pengolahan ikan. Oleh karena itu pemerintah
diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga dapat
menggerakkan perekonomian keluarga nelayan khususnya melalui perempuan
wirausaha tersebut.
Selain itu pemerintah juga telah memberikan bantuan dalam hal sarana
dan prasarana bagi para pelaku usaha, antara lain Para-para (tempat penjemuran
ikan), kompor minyak tanah, baskom plastik, timbangan gantung, keranjang rebus,
terpal plastik, limeh, fish box, keranjang rotan, etalesa, freezer, ampia, dandang,
kompor gas, oven, impulse sealer, pengiling daging, timbangan neraca, wajan.
Bentuk lain dari dukungan pemerintah adalah fasilitas sarana aneka
olahan ikan, fasilitas ini ditujukan terutama kepada perempuan nelayan dalam
upaya meningkatkan pendapatan keluarga nelayan (off fishing). Dalam
memfasilitasi sarana sudah dibekali dengan keterampilan untuk mengolah aneka
masakan dari ikan. Selain itu dalam rangka meningkatkan keterampilan kaum ibu
untuk mengolah aneka masakan ikan ini telah diperkenalkan pada jajaran PKK
Kota Padang. Saat ini selain tingkat Kota Padang di tingkat kecamatan telah
dibentuk Forum Gemar Makan Ikan (FORIKAN).

Kekompakkan Antar Perempuan Wirausaha


Kekompakan antara perempuan wirausaha menunjukkan hasil yang
sangat baik, hal ini ditunjukkan dari banyaknya responden yang memilih jawaban
setuju 49.11 persen. Sebagian perempuan wirausaha bekerjasama menghadapi
permasalahan dan tantangan dalam berusaha untuk kemajuan usaha bersama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap perempuan wirausaha saling berbagi
informasi mengenai teknologi pengolahan produk sampingan. Meskipun ada
beberapa yang menunjukkan respon tidak baik, karena mereka lebih cenderung
memiliki jiwa bersaing sehingga mengangap pelaku usaha lain adalah pesaingnya,
terlebih mereka menjalankan usah dengan jenis yang sama sehingga mereka lebih
mementingkan keberlangsungan usahanya masing-masing.
48

Perilaku Kewirausahaan

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa persentase


perempuan wirausaha terhadap perilaku kewirausahaan secara keseluruhan
menunjukkan kecenderungan yang tinggi. Persentase perempuan wirausaha pada
perilaku kewirausahaan indikatornya yaitu tekun berusaha, ketanggapan terhadap
peluang, inovatif, berani mengambil risiko dan mandiri.

Tabel 11 Persentase penilaian perempuan wirausaha terhadap perilaku


kewirausahaan

Persentase Perempuan Wirausaha (%)


Sangat
Perilaku Kewirausahaan Tidak Sangat
Tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
Setuju
Tekun berusaha 0.60 3.66 15.48 53.06 27.21
Ketanggapan terhadap peluang 0 1.79 25.40 48.81 24.01
Inovatif 0.30 3.97 34.13 48.41 13.19
Berani mengambil risiko 1.79 7.74 29.07 45.34 16.07
Mandiri 0.36 3.33 29.29 56.31 10.71

Tekun Berusaha
Kejujuran dan ketekunan merupakan kunci untuk menjadi seorang
wirausaha. Secara umum usaha di bidang pertanian sangat membutuhkan
ketekunan, begitu juga dalam menjalankan usaha pengolahan hasil perikanan. Ini
merupakan usaha yang membutuhkan ketekunan dalam mengelola ikan hasil
tangkapan dan produk sampingannya serta ketekunan dalam mencari ide-ide baru
yang lebih kreatif dalam merintis usaha agar berkembang. Hasil penelitian
menunjukkan persentase perempuan wirausaha terhadap perilaku tekun berusaha
sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan mayoritas perempuan wirausaha memilih
jawaban setuju 53.06 persen dan sangat setuju 27.21 persen. Perilaku tekun ini
ditunjukkan dengan kegigihan menekuni usaha pengolahan hasil perikanan, serta
kesabaran dalam menjalankan dan menghadapi kesulitan dalam berusaha. Melalui
ketekunan perempuan wirausaha juga dapat menciptakan sesuatu yang baru dalam
usahanya, seperti memberikan inovasi pada packaging produk hasil olahan.
Perempuan wirausaha menyadari bahwa jujur dan sabar merupakan hal yang
sangat penting dalam menjalankan usaha ini. Jujur dalam mengelola aset,
bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan, tekun dalam membuat produk
karena perempuan wirausaha membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan
hasilnya. Seperti pengolahan ikan hasil penggaraman atau pengeringan
membutuhkan waktu 3 hari sehingga bisa dijual, melalui proses yang lama mulai
dari pencucian, perebusan, penjemuran yang membutuhkan cuaca yang baik,
sehingga ikan kering dengan sempurna dan bisa dipasarkan.

Ketanggapan Terhadap Peluang


Presentase perempuan wirausaha terhadap perilaku tanggap terhadap
peluang menunjukkan hasil yang sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan
sebagian besar perempuan wirauaha memilih jawaban setuju 54.76 persen yaitu
49

selalu mencari peluang untuk pengembangan usaha pengolahan perikanan tangkap,


33.33 persen setuju melakukan kegiatan promosi agar produk diketahui konsumen
dan 58.33 persen setuju bahwa peningkatan daya beli masyarakat merupakan
suatu peluang. Kenyataan di lapangan menunjukkan perempuan wirausaha cukup
tanggap terhadap peluang, namun hanya sebagian kecil yang mampu
memanfaatkan peluang tersebut untuk mengembangkan usaha. Dalam
menjalankan usaha agroindustri hasil perikanan tangkap, perempuan wirausaha
mempunyai banyak peluang, seperti besarnya potensi beraneka ragam jenis
produk yang bisa diolah dari ikan.
Saat ini pemerintah juga menyediakan bantuan modal kepada UMKM
yang mampu memenuhi persyaratan yang ditentukkan. Perempuan wirausaha
harus memanfaatkan peluang-peluang yang diberikan oleh pemerintah demi
kemajuan usaha yang dijalankannya. Kemampuan untuk mengakses bantuan
pemerintah dengan memanfaatkan bantuan permodalan untuk mengembangkan
usaha merupakan salah satu perilaku kewirausahaan. Jika semua perempuan
wirausaha tanggap terhadap peluang ini, maka akan memberikan kontribusi yang
lebih terhadap pengembangan umkm agroindustri perikanan tangkap, hal ini juga
harus ditindaklanjuti dengan tindakan kreatif dan inovatif, serta keberanian dalam
mengambil risiko usaha.

Inovatif
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan presentase perempuan
wirausaha terhadap perilaku inovatif adalah tinggi. Hal tersebut ditunjukkan
dengan sebagian besar perempuan wirausaha memilih jawaban setuju 48.41
persen. Sebagian besar perempuan wirausaha telah berusaha menciptakan nilai
tambah terhadap produk yang dihasilkan. Namun untuk kegiatan pengolahan ikan
secara traditional masih dilakukan oleh perempuan wirausaha yang mengusahakan
ikan hasil pengeringan atau penggaraman. Perempuan wirausaha merasa puas
terhadap hasil kinerja selama ini sehingga cenderung tidak melakukan inovasi
karena tidak mempunyai cukup keberanian mengambil risiko dalam menerapkan
inovasi yang prospeknya belum tampak. Sebagian besar perempuan wirausaha
sebesar 54 persen aktif mencari informasi perkembangan tegnologi pengolahan
ikan. Bagi seorang wirausaha inovasi merupakan salah satu faktor penting dalam
membuat rencana kedepan, menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan
persoalan dan menangkap peluang serta kemauan dalam mengambil risiko untuk
menghasilkan produk yang bersaing. Menurut Krisnamurti (2011), seorang
wirausaha adalah orang yang mau belajar dan menerapkan inovasi secara
sistematis agar dapat mengantisipasi segala risiko yang mungkin timbul jauh
sebelum terjadi, sehingga risiko tersebut berada dalam pengendaliannya. Perilaku
inovatif tidak harus selalu menghasilkan sesuatu yang baru untuk menciptakan
nilai tambah, tetapi dengan menerapkan tegnologi sesuai dengan teknis usaha
telah mencerminkan perilaku inovatif pada perempuan wirausaha. Dengan
demikian untuk menerapkan inovasi dalam penggunaan teknologi tersebut,
perempuan wirausaha harus diberdayakan melalui penyuluhan dan pendampingan
yang intensif dari pemerintah atau dinas yang terkait.
50

Berani Mengambil Risiko


Sebagian besar kegiatan yang dilakukan oleh manusia mengandung
risiko dan ketidakpastian termasuk usaha dibidang pertanian. Risiko yang
dihadapi perempuan wirausaha pengolah produk hasil perikanan sangat tinggi
karena bahan baku ataupun proses pengolahan sangat tergantung pada keadaan
alam, yaitu kondisi cuaca atau bencana alam yang tidak bisa diprediksi. Dari hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar perempuan wiruasaha memilih jawaban
setuju sebesar 45.34 persen, hal ini mengindikasikan bahwa persentase perempuan
wirausaha terhadap perilaku berani mengambil risiko menunjukkan hasil yang
tinggi. Dalam menjalankan usaha pengolahan hasil perikanan tangkap, perempuan
wirausaha telah mampu memperhitungkan risiko yang mungkin timbul karena
pengalaman usaha yang bertahun-tahun. Oleh karena itu, pengalaman yang
dimiliki perempuan wirausaha dalam menjalankan usaha pengolahan hasil
perikanan tangkap dapat dijadikan pengetahuan dalam pengendalian risiko usaha
tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar perempuan 45.51
persen wirausaha bersedia mengambil risiko tidak takut gagal dalam
memproduksi produk. Hal ini dikarenakan perempuan wirausaha menganggap
risiko yang dialami selama ini masih dianggap dalam batas kewajaran yang
mampu diatasi, dimana permasalahan utamanya adalah faktor cuaca yang ekstrem,
ikan busuk, kadarluarsa dengan frekuensi yang jarang terjadi.

Mandiri
Persentase perempuan wirausaha terhadap perilaku bersikap mandiri
menunjukkan hasil yang tinggi. Hal tersebut berdasarkan data di lapangan bahwa
sebagian besar perempuan wirausaha menjawab setuju 56.31 persen. Perilaku
kemandirian ini terlihat dari keteguhan perempuan wirauasaha yang terus
menjalankan usaha pengolahan ikan dalam keterbatasan modal dan sarana
prasarana. Dengan keterbatasan tersebut perempuan wirausaha berusaha
menjalankan usahanya secara kontiniyu. Perempuan wirausaha tidak serta merta
mengharapkan mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk menjalankan usaha
ini. Sikap untuk tidak menguntungkan keputusan apa yang harus dilakukan
kepada orang lain dan mengerjakan sesuatu dengan kemampuan sendiri-sendiri
sekaligus berani mengambil risiko dalam bisnis merupakan bentuk kemandirian
dari seorang wirausahawan. Seorang dikatakan mandiri apabila orang tersebut
dapat melakukan keinginan dengan baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain
dalam mengambil keputusan atau bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan
hidupnya, tanpa adanya ketergantungan dengan pihak lain. Kemandirian
merupakan sifat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan. Pada
prinsipnya seorang wirausahawan harus memiliki sikap mandiri dalam memenuhi
kegiatan usahanya. Maka dapat disimpukan bahwa perempuan wirausaha telah
menunjukkan perilaku kewirausahaan yang cukup tinggi, kemampuannya dalam
berinovasi serta menangung risiko, dan telah sepenuhnya berorientasi bisnis. Agar
menjadi wirausaha yang berhasil perempuan wirausaha harus mempunyai tekad
yang kuat dan mampu membaca peluang. Melalui sikap mandiri, diharapkan
perempuan wirausaha dapat menghasilkan ide-ide yang realistis, percaya pada diri
sendiri, selalu percaya pada ide dan kemampuannya dan tidak bisa dipengaruhi
oelh pendapat orang lain.
51

Kinerja Usaha

Indikator-indikator kinerja usaha pengolahan ikan yaitu perluasan


pemasaran, peningkatan pendapatan, keunggulan bersaing, peningkatan volume
penjualan dan peningkatan keuntungan. Persentase perempuan wirausaha terhadap
variabel-variabel indikator kinerja usaha menunjukkan kecenderungan yang netral
atau mengalami peningkatan (Tabel 12).

Tabel 12 Persentase penilaian perempuan wirausaha terhadap kinerja usaha

Persentase Perempuan Wirausaha (%)


Sangat
Kinerja Usaha Tidak Sangat
Tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
Setuju
Perluasan pemasaran 3.77 9.72 40.67 40.48 5.36
Peningkatan pendapatan 0 5.65 43.60 41.07 9.67
Keunggulan bersaing 0 10.27 38.69 41.37 9.67
Volume penjualan 2.58 13.29 38.69 31.94 13.49
Keuntungan 0 7.74 51.98 31.75 8.53

Perluasan Pemasaran
Berdasarkan data Tabel 12 mayoritas responden memilih jawaban netral
40.67 persen dan setuju 40.48 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa
persentase perempuan wirausaha terhadap meningkatnya wilayah pemasaran
menunjukkan kecenderungan yang baik. Hal tersebut terjadi karena perempuan
wirausaha telah mampu memenuhi permintaan konsumen, ini disebabkan
meningkatnya jumlah produksi, sehingga perluasan pemasaran produk cepat.
Peningkatan permintaan dari luar daerah sangat tinggi bahkan jumlah produk
tidak mencukupi dari permintaan yang ada. Untuk memenuhi permintaan tersebut,
perempuan wirausaha bisa bekerjasama dengan wirausaha lainnya. Agar kinerja
perempuan wirausaha meningkat, maka sangat dibutuhkan pedampingan dan
penyuluhan dari pemerintah untuk memenuhi permintaan konsumen dengan
membentuk kerjasama antar perempuan wirausaha lainnya dan menjalin
kemitraan serta pelatihan mengenai penggunaan teknologi untuk menghasilkan
produk yang bernilai tinggi.

Peningkatan Pendapatan
Persentase perempuan wirausaha terhadap peningkatan pendapatan dari
usaha agroindustri perikanan tangkap menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal
ini ditunjukkan dari mayoritas perempuan wirausaha memilih jawaban setuju
41.07 persen dan netral 43.60 persen. Peningkatan pendapatan dirasakan
memuaskan karena permintaan yang tinggi sehingga harga dapat bersaing dan
menutupi biaya produksi. Berdasarkan keterangan perempuan wirausaha
responden, meskipun pendapatan mereka belum meningkat 100 persen, usaha ini
tetap dijalankan karena perempuan wirausaha sudah mampu membiayai tambahan
kebutuhan hidup sehari-hari, meskipun demikian perempuan wirausaha ada yang
masih belum mampu mengurangi beban hutang yang dimilikinya sehingga
perempuan wirausaha mengalami kesulitan dalam mengalokasikan keuntungan
52

untuk dijadikan modal usaha selanjutnya. Hal ini bisa disebabkan oleh gagal
produksi akibat cuaca / musim yang buruk.

Keunggulan Bersaing
Keunggulan bersaing dapat diartikan sebagai kemampuan dalam
menciptakan nilai unggul suatu produk guna menghadapi persaingan. Persentase
perempuan wirausaha terhadap keunggulan produknya menunjukkan hasil yang
baik artinya produk mereka mampu bersaing dengan produk sejenis lainnya. Hal
ini ditunjukkan berdasarkan hasil pada Tabel 12 perempuan wirausaha responden
memilih setuju sebesar 41.37 persen. Jika perempuan wirausaha mampu
berinovasi dengan memberikan nilai tambah pada produk yang lebih berbeda dan
memiliki keunggulan dibanding produk wirausaha lainnya, maka perempuan
wirausaha mendapatkan daya tawar yang lebih tinggi. Saat ini, jika dilihat dari
aspek permintaan pasar, ada kecenderungan konsumen lebih suka memilih
produk-produk dengan pengolahan dan packaging yang baik karena pertimbangan
kesehatan. Hal ini yang dirasa perlu dilakukan oleh perempuan wirausaha dalam
memngolah produk hingga ketangan konsumen, penting untuk memperhatikan
kebersihan dan hiegenis produk.
Inovasi dan kreasi tetap harus dimiliki oleh seorang perempuan
wirausaha dalam menciptakan keunggulan baik dalam bentuk produk, penyajian
maupun pemasaran. Inovasi merupakan karakteristik utama dari kewirausahaan
dan kunci dari keunggulan bersaing untuk meningkatkan pertumbuhan suatu
usaha. Inovasi dapat timbul karena adanya persaingan dari luar dan persaingan
dengan dirinya sendiri, yaitu keinginan untuk menghasilkan produk yang lebih
baik dari produk-produk yang dihasilkan sebelumnya. Oleh karena itu agar
dihasilkan produk yang memiliki keunggulan bersaing, diperlukan pembinaan dan
pelatihan dari pemerintah yang mampu meningkatkan kreativitas dan inovasi
perempuan wirausaha. Salah satu upaya yang dapat ditempuh melalui gerakan ayo
gemar makan ikan, gerakan pemasyarakatan produk hasil pengolahan ikan dalam
bentuk lomba, pameran dan promosi. Upaya tersebut diharapakan akan mampu
lebih memperkenalkan keberadaan produk yang dihasilakan oleh perempuan
wirausaha kepada masyarakat dengan segala keunggulan dan pemanfaatanya.

Volume Penjualan
Proporsi perempuan wirausaha UMKM yang menyatakan netral cukup
besar yakni 38.69 persen, hal ini dikarenakan volume penjualan kadang
meningkat kadang menurun. Peningkatan ini diindikasikan karena peningkatan
volume jumlah produksi, dan penurunan disebabkan karna harga bahan baku
produk yang tinggi atau sukar didapat, membuat perempuan wirausaha
mengurangi produksi. Sehingga meningkatnya harga bahan baku membuat harga
produk juga ditingkatkan oleh perempuan wirausaha. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden, rata-rata untuk pengolahan ikan kering volume
penjualan 60 kg per bulan dengan harga produk per kg 80 000 rupiah.

Peningkatan Keuntungan
Variabel peningkatan keuntungan diperoleh hasil yang netral dengan
presentase 51.98 persen, hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh tidak
menentu kadang meningkat kadang menurun. Peningkatan keuntungan ini
53

diindikasikan tidak hanya dari meningkatnya jumlah produksi, serta keuntungan


yang diperoleh tetapi juga dari tercukupinya kebutuhan hidup sehari hari.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, rata-rata keuntungan yang
diperoleh perempuan wirausaha per produksi berkisar antara Rp 100 000 hingga
Rp 500 000 lebih. Dengan meningkatnya harga input pelaku usaha terpaksa ikut
meningkatkan harga jual produk. Sulitnya bahan baku saat musim hujan atau
banjir membuat keuntungan yang diperoleh tidak stabil.

Analisis Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Perempuan Wirausaha terhadap


Kinerja Usaha dengan Pendekatan Structural Equation Modelling (SEM)

Konsep-konsep teoritis yang tidak dapat diukur atau diamati secara


langsung dalam teori dan model dalam ilmu sosial dan perilaku (social and
behavioural sciences) dapat ditemukan indikator dan gejalanya melalui Structural
Equation Modelling (Wijanto 2008). Adapun tujuan penyusunan model SEM
lebih banyak bersifat teoritis sesuai dengan bidang terapan serta diarahkan
nantinya untuk evaluasi kesesuaiannya dengan data yang diperoleh. Melalui
analisis SEM, dapat menjelasakan keterkaitan variabel secara kompleks dan efek
langsung maupun tidak langsung yang dapat didekati melalui variabel-variabel
indikatornya.

Analisis Kecocokan Keseluruhan Model


Tahap pertama dari uji kecocokan ini ditujukan untuk mengevaluasi secara
umum derajat kecocokan atau Goodness of Fit (GOF). Beberapa ukuran derajat
kecocokan yang dapat digunakan secara saling mendukung untuk memperlihatkan
bahwa model secara keseluruhan sudah baik, yaitu dengan mencocokkan kriteria
ukuran kecocokan absolut (absolute measure), ukuran kecocokkan incremental
(incremental fit measures), dan ukuran kecocokan parsimoni (parsimonious fit
measures) yang sudah ditetapkan. Kebaikan model secara keseluruhan dievaluasi
menggunakan beberapa ukuran, seperti: Root Mean Square Error of
Approximation (RMSEA), Goodness of Fit (GFI), Incremental Fit Index (IFI),
Normed Fit Index (NFI), Comparative Fit Index (CFI), RMR, AGFI, NNFI (Non
Normed Fit Index), NNFI (Non Normed Fit Index). Berdasarkan Tabel 13 hasil uji
kecocokkan model atau Goodness of Fit (GOF), dapat dilihat sebagian besar
indikator menunjukkan bahwa model SEM pada tahap pertama belum fit atau
tidak baik dengan data sampel dan memiliki ketidakcocokkan dengan model
penelitian. Maka untuk mendapatkan kecocokkan dengan model dilakukan
respesifikasi model.

Tabel 13 Hasil uji kecocokkan model (Goodness of Fit) sebelum respesifikasi

Goodness of Fit Cutt off Value Hasil Keterangan


RMR < 0.05 atau < 0.1 0.09 goodness of fit
RMSEA 0.08 0.10 poor fit
AGFI > 0.90 0.88 poor fit
NNFI (Non Normed Fit Index) > 0.90 0.89 poor fit
RFI (Relative Fit Index) > 0.90 0.84 poor fit
54

Goodness of Fit Cutt off Value Hasil Keterangan


GFI (Goodness of Fit) > 0.90 0.94 goodness of fit
IFI (Incremental Fit Index) > 0.90 0.94 goodness of fit
NFI (Normed Fit Index) > 0.90 0.91 goodness of fit
CFI (Comparative Fit Index) > 0.90 0.94 goodness of fit

Adapun hasil goodness of fit statistics hasil estimasi model setelah


direspesifikasi seperti pada Tabel 14. Hasil tersebut menggambarkan bahwa
hasilnya sudah fit atau baik dengan data sampel dan memiliki kecocokkan yang
baik dengan model penelitian.

Tabel 14 Hasil uji kecocokkan model (Goodness of Fit Test) setelah respesifikasi

Goodness of Fit Cutt off Value Hasil Keterangan


RMR < 0.05 atau < 0.1 0.06 goodness of fit
RMSEA 0.08 0.05 goodness of fit
AGFI > 0.90 0.94 goodness of fit
NNFI (Non Normed Fit Index) > 0.90 0.97 goodness of fit
RFI (Relative Fit Index) > 0.90 0.92 goodness of fit
GFI (Goodness of Fit) > 0.90 0.98 goodness of fit
IFI (Incremental Fit Index) > 0.90 0.99 goodness of fit
NFI (Normed Fit Index) > 0.90 0.97 goodness of fit
CFI (Comparative Fit Index) > 0.90 0.99 goodness of fit

Salah satu kelemahan dari model SEM adalah sensitif dengan jumlah
sampel dimana jumlah sampel yang besar cenderung menghasilkan nilai
chisquare yang tinggi yang mengakibatkan model tidak goodness of fit. Oleh
karena itu SEM memberikan alternatif penggunaan indikator goodness of fit yang
lain. Kriteria RMSEA menghasilkan nilai 0.06 0.08 yang artinya model yang
dihasilkan sudah goodness of fit. Penggunaan kriteria goodness of fit yang lain
yaitu GFI, AGFI, NNFI, RFI, IFI, NFI dan CFI menghasilkan nilai > 0.90 yang
artinya model yang dihasilkan sudah goodness of fit. Karena hasil kesimpulan
beberapa indikator menghasilkan kesimpulan model goodness of fit maka
pengujian hipotesis teori dapat dilakukan.

Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mendapatkan bukti bahwa variabel teramati
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebagai pengukuran. Melalui uji validitas
dapat diketahui hubungan dan kemampuan indikator-indikator suatu konstruk
(variabel laten) bisa menjadi indikator pengukuran secara akurat (Wijanto 2008).
Indikator dengan loading factor yang tinggi memiliki kontribusi yang lebih tinggi
untuk menjelaskan latennya. Sebaliknya pada indikator dengan loading factor
rendah memiliki kontribusi yang lemah untuk menjelaskan konstruk latennya.
Menurut Ringdon dan Ferguson suatu indokator dikatakan mempunyai validitas
terhadap konstruk atau variabel latennya jika nilai t muatan faktornya (loading
factors) lebih besar dari nilai kritis atau > 1.96 atau untuk praktisnya > untuk
55

praktisnya 2 dan muatan faktor standarnya (standardized loading factors) > 0.70
(Haryono dan Wardoyo 2012). Pada penelitian ini model mengalami respesifikasi,
namun pada uji validitas setelah direspesifikasi tidak perlu dilakukan lagi karena
telah mengalami penghilangan variabel indikator yang tidak valid pada saat
pelaksanaan respesifikasi, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa semua
variabel telah valid.

Tabel 15 Muatan faktor dan t-hitung variabel manifest

Outer
Variabel Notasi Indikator T-Hitung Ket
Loading
X11 Pendidikan 0.69 9.86* Valid
X12 Pengalaman 1.00 8.23* Valid
X13 Motivasi 0.63 6.35* Valid
Faktor individu
berprestasi
(FI)
X14 Modal 0.66 6.33* Valid
X15 Persepsi terhadap 0.84 6.74* Valid
usaha
Y11 Ketersediaan 0.85 7.82* Valid
bahan input
Y12 Dukungan 0.68 8.61* Valid
Faktor penyuluhan dan
lingkungan pelatihan
(FL) Y13 Bantuan modal 0.66 9.61* Valid
Y14 Kekompakkan 0.55 9.07* Valid
antar perempuan
wirausaha
Y21 Tekun berusaha 0.84 10.14* Valid
Y22 Ketanggapan 0.93 7.98* Valid
Perilaku terhadap peluang
kewirausahaan Y23 Inovatif 0.61 7.17* Valid
(PK) Y24 Berani 0.67 7.70* Valid
mengambil risiko
Y25 Mandiri 0.66 6.25* Valid
Y31 Perluasan 0.91 7.59* Valid
pemasaran
Y32 Peningkatan 0.59 5.50* Valid
Kinerja usaha pendapatan
(KU) Y33 Keunggulan 0.82 7.84* Valid
bersaing
Y34 Volume 0.68 5.70* Valid
penjualan
*signifikan pada taraf nyata 5%

Dari hasil pengujian (Tabel 15), variabel indikator pada faktor individu yang
memiliki nilai kontribusi yang tinggi dengan nilai muatan faktor 1.00 adalah
variabel pengalaman berusaha. Hasil yang tidak valid ditunjukkan oleh variabel
kepemilikan sarana dan prasarana, sehingga variabel manifest tersebut tidak dapat
56

disertakan dalam pengujian selanjutnya karena tidak cukup merepresentasikan


faktor individu. Kepemilikan sarana dan prasarana merupakan faktor yang
menunjang dalam kegiatan usaha. Kepemilikan sarana dan prasarana yang
memadai akan memudahkan perempuan wirausaha dalam kegiatan usahanya.
Pada penelitian ini kepemilikan sarana dan prasarana yang menjalankan usaha
pengolahan hasil perikanan belum mampu membawa perubahan yang berarti,
karena masih terbatasnya pengetahuan perempuan wirausaha dan usaha yang
dijalankan masih bersifat subsitem serta sebagian besar perempuan wirausaha
masih mempertahankan cara pengolahan traditional dan belum memiliki
kemampuan dalam memanfaatkan teknologi dalam menghasilkan produk.
Pada model pengukuran variabel laten eksogen faktor lingkungan,
variabel indikator yang memiliki nilai kontribusi yang tinggi dengan nilai muatan
faktor 0.85 adalah ketersediaan bahan input. Hal ini menunjukkan bahwa
ketersediaan bahan input seperti bahan baku ikan sangat berpengaruh dalam
kegiatan berusaha. Meskipun dalam menjalankan usaha, bahan baku bersifat
musiman, namun hal tersebut tidak menyurutkan pelaku usaha dalam menjalankan
usahanya. Keberanian para pelaku wirausaha untuk berani menjalankan risiko
bahan baku yang bersifat musiman. Perlunya dukungan dari pemerintah untuk
menyikapi permasalahan bahan baku yang bersifat musiman ini, karena ketika
bahan baku tidak ada, pelaku usaha tidak bisa menjalankan usahanya. Hal yang
dapat dilakukan pemerintah seperti penyediaan cold storage yang berguna untuk
menyimpan ikan hasil tangkapan laut saat musim panen ikan laut melimpah.
Sehingga ketersediaan bahan baku tersedia di semua kondisi. Karena selama ini
pengolahan ikan dilakukan pada hari ikan dibeli, harus diolah langsung, kalau
tidak ikan menjadi busuk.
Pengukuran pada variabel perilaku kewirausahaan direpresentasikan oleh
ketanggapan terhadap peluang dalam menjalankan usaha yang memiliki nilai
kontribusi tertinggi dimana hasil muatan faktornya adalah 0.93. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan wirausaha selalu mencari peluang
untuk mengembangkan usaha agroindustri perikanan, salah satunya dengan
melakukan kegiatan promosi agar produk diketahui oleh konsumen. Kenyataan di
lapangan menunjukkan perempuan wirausaha cukup tanggap terhadap peluang,
saat ini pemerintah juga menyediakan bantuan modal bagi pelaku usaha
agroindustri perikanan yang mempu menenuhi persyaratan yang ditentukan.
Perempuan wirausaha harus memanfaatkan peluang-peluang yang diberikan oleh
pemerintah untuk usaha yang dimilikinya. Kemampuan untuk mengakses bantuan
pemerintah dengan memanfaatkan bantuan permodalan untuk mengembangkan
usahanya merupakan salah satu perilaku kewirausahaan. Jika semua perempuan
wirausaha tanggap terhadap peluang ini, maka akan memberikan kontribusi yang
lebih terhadap pengembangan usaha agroindustri perikanan, hal ini juga harus
ditindaklanjuti dengan tindakan kreatif dan inovatif, serta keberanian dalam
mengambil risiko usaha.
Sementara pada variabel kinerja usaha, tingkat keeratan hubungan atau
kontribusi tertinggi ditunjukkan oleh variabel perluasan pemasaran, dengan nilai
loading factor 0.91. Perluasan pemasaran dapat diartikan sebagai kinerja usaha
yang paling mempengaruhi pelaku usaha dari akibat perilaku kewirausahaan yang
dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor lingkungan. Pelaku usaha
menganggap bahwa perluasan pemasaran dapat memjadi faktor penentu dalam
57

suksesnya bisnis yang telah dijalankan. Hal tersebut terjadi karena para pelaku
usaha telah mampu memenuhi permintaan pasar saat sekarang ini sehingga
memerlukan perluasan pemasaran untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi.
Untuk meningkatkan pemasaran, produksi harus dilakukan ditingkatkan lagi,
untuk memenuhi permintaan tersebut para pelaku usaha perlu bekerjasama. Maka
sangat dibuthkan dukungan dari pemerintah untuk membuat kemitraan yang
membantu pelaku usaha bekerjasama dengan pihak lain terutama dalam hal
peningkatan produksi ataupun penggunaan teknologi agar menghasilkan produk
yang bernilai tinggi.

Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah konsistensi suatu pengukuran (Haryono dan Wardoyo
2012) yang bertujuan untuk menguji konsistensi dari setiap pernyataan yang ada
dalam kuisioner sebagai pengukuran suatu variabel laten (Wijanto 2008). Uji
reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat memberikan hasil
yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada variabel yang sama.
Pengujian reliabilitas dapat menggunakan composite realibility measure (ukuran
reliabilitas komposit) dan variance extracted measure (ukuran ekstrak varian).
Reliabilitas konstruk pembentuk model pengukuran dianalisis dengan
menggunakan kriteria construct realibility (CR) > 0.70 dan variance extracted
(VE) > 0.50. Cara perhitungannya construct reliability (CR) dan variance
extracted (VE) dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 16 Pengujian reliabilitas model pengukuran

Variabel laten CR Reliabilitas VE Reliabilitas


Faktor individu 0.90 Baik 0.57 Baik
Faktor lingkungan 0.78 Baik 0.48 Baik
Perilaku kewirausahaan 0.89 Baik 0.60 Baik
Kinerja usaha 0.84 Baik 0.58 Baik

Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas yang sudah di respesifikasi pada


Tabel 16, dapat dikatakan bahwa masing-masing variabel laten memiliki nilai CR
dan VE yang mendukung reliabilitas adalah baik. Artinya indikator-indikator yang
digunakan memiliki kekonsistenan tinggi, sehingga jika dilakukan penelitian
ulang pada waktu yang berbeda, responden memberikan jawaban yang reliable
atau konsisten.

Kecocokan Model Struktural

Analisis Model Struktural

Analisis terhadap model struktural pada SEM bertujuan untuk memeriksa


signifikansi koefisien-koefisien yang diestimasi sehingga dapat menjelaskan
kausal antara variabel laten eksogen dan variabel laten endogen. Dalam penelitian
ini, model struktural yang diperoleh menjelaskan pengaruh faktor lingkungan (FL)
terhadap faktor individu (FI), faktor lingkungan (FL) terhadap perilaku
58

kewirausahaan (PK), faktor individu (FI) terhadap perilaku kewirausahaan (PK),


perilaku kewirausahaan (PK) terhadap kinerja usaha (KU), dan faktor lingkungan
(FL) terhadap kinerja usaha (KU).

Tabel 17 Evaluasi terhadap koefisien model struktural dan kaitannya dengan


hipotesis penelitian

|t-hit|
Hipotesis Variabel Koefisien Kesimpulan
> 1.96
H1 FL FI 0.39 11.32 Signifikan
H2 FL PK 0.38 5.52 Signifikan
H3 FI PK 0.21 3.07 Signifikan
H4 PK KU 0.49 4.36 Signifikan
H5 FL KU 0.36 5.01 Signifikan

Dari Tabel 17 dapat dilihat hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa


semua hipotesis memiliki nilai t-hitung > 1.96 artinya kelima hipotesis
menunjukkan tolak H0, maka dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi model
struktural dari model penelitian yaitu: (1) hipotesis 1: Faktor Lingkungan (FL)
mempunyai pengaruh positif terhadap Faktor Individu (FI); (2) hipotesis 2: Faktor
Lingkungan (FL) mempunyai pengaruh positif terhadap Perilaku Kewirausahaan
(PK); (3) hipotesis 3: Faktor Individu (FI) berpengaruh positif terhadap Perilaku
Kewirausahaan (PK); (4) hipotesis 4: Perilaku Kewirausahaan (PK) berpengaruh
positif terhadap Kinerja Usaha (KU); dan (5) hipotesis 5: Faktor Lingkungan (FL)
berpengaruh positif terhadap Kinerja Usaha (KU). Model hubungan kausal antara
faktor-faktor yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
perilaku kewirausahaan perempuan wirausaha dan kinerja usaha dapat dilihat pada
Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 11 Standarlized loading factor model struktural pengaruh perilaku


kewirausahaan perempuan wirausaha terhadap kinerja usaha
59

Dari model tersebut dapat diketahui bahwa pengaruh antara variabel laten
yang satu terhadap variabel laten lainnya adalah positif dan nyata. Namun ada
variabel laten yaitu kepemilikan sarana dan prasarana, dukungan promosi dan
pemasaran, dukungan pemerintah, dan tingkat keuntungan yang mempunyai nilai
standardized loading factor <0.5 yang berarti variabel tersebut tidak valid, maka
dilakukan respesifikasi pada model. Sebagaimana yang dikatan Wijanto (2008)
bahwa jika dilihat dari uji validitas, variabel-variabel teramati yang mempunyai
nilai t-hitung dari standardized loading factor < 1.96 dan standardized loading
factor < 0.50 atau 0.70 dikeluarkan dari model dengan cara merespesifikasi model.
Respesifikasi model dapat dilakukan dengan cara menghilangkan variabel yang
tidak signifikan atau yang mempunyai nilai goodness of fit yang tidak baik. Model
yang belum mengalami respesifikasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Penghilangan
variabel indikator yang memiliki nilai muatan faktor terkecil akan membuat
goodness of fit model menjadi semakin baik. Hasil analisis SEM setelah
mengalami proses respesifikasi dalam hasil estimasi standardized loading factor
dapat dilihat pada Gambar 11.
Berdasarkan Gambar 11 diperoleh model struktural hasil respesifikasi
yang menunjukkan bahwa kriteria uji kecocokkan model berkategori baik artinya
model telah baik dalam menggambarkan data dan kondisi yang sebenarnya
sehingga dapat disesuaikan dengan teori yang melandasinya. Validitas nilai t-
hitung pada Gambar 12 juga menunjukkan bahwa variabel pada model mampu
mengukur apa yang seharusnya diukur atau model mampu menjelaskan
hubungan-hubugan antar variabel.

Gambar 12 Nilai t-hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan perempuan


wirausaha dan kinerja usaha

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Kewirausahaan


Perempuan Wirausaha dan Kinerja Usaha

Analisis pengaruh antar peubah dalam penelitian ini menggunakan


pendekatan Structural Equation Modelling (SEM) dengan program Lisrel 8.30.
60

Hasil pengolahan data menunjukkan komposisi faktor-faktor yang berpengaruh


terhadap perilaku kewirausahaan perempuan wirausaha dan kinerja usaha (Tabel
19).

Tabel 18 Komposisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku


kewirausahaan perempuan wirausaha dan kinerja usaha

R-
DE IE TE
Square
Perilaku Kewirausahaan (PK) 0.25
Faktor Individu (FI) 0.21* - 0.21*
Faktor Lingkungan (FL) 0.38* 0.08* 0.46*
Kinerja Usaha (KU) 0.53
Faktor Individu (FI) - 0.10* 0.10*
Faktor Lingkungan (FL) 0.36* 0.22* 0.58*
Perilaku Kewirausahaan (PK) 0.49* - 0.49*
Keterangan: TE (Total Effect); DE (Direct Effect); dan IE (Indirect Effect)
*Pengaruh nyata pada 0.05

Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Kewirausahaan Perempuan


Wirausaha
Berdasarkan komposisi faktor-faktor yang berpengaruh (Tabel 18) dapat
diketahui bahwa faktor individu bepengaruh langsung terhadap perilaku
kewirausahaan. Faktor individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perilaku kewirausahaan, dengan koefisien pengaruh ( =0.21). Faktor individu
diukur berdasarkan indikator pendidikan, pengalaman, motivasi berprestasi,
modal, dan persepsi terhadap usaha. Hal ini menunjukkan peningkatan indikator
faktor individu tersebut dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan perempuan
wirausaha. Adapun variabel indikator yang paling dominan mengukur faktor
individu perempuan wirausaha adalah pengalaman dengan muatan faktor ( )
sebesar 1.00. Hal ini menggambarkan bahwa dalam menjalankan usaha
pengolahan hasil perikanan tangkap, perempuan sudah memiliki cukup
pengalaman sehingga peluang perempuan wirausaha untuk berhasil dalam
mengembangkan usahanya cukup besar. Lamanya usaha yang dijalankan
perempuan wirausaha masuk dalam kategori yang tinggi atau lama sehingga
proses pengendalian atas aktivitas produksi dapat dilakukan oleh perempuan
wirausaha itu sendiri.
Berdasarkan komposisi faktor-faktor yang berpengaruh (Tabel 18) dapat
diketahui bahwa faktor lingkungan berpengaruh langsung terhadap perilaku
kewirausahaan. Faktor lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perilaku kewirausahaan, dengan koefisien pengaruh ( =0.38). Adapun faktor
lingkungan berpengaruh terhadap perilaku kewirausahaan yang terwujud melalui
faktor individu dalam menjalankan usaha. Faktor lingkungan yang memberikan
kontribusi terbesar adalah ketersediaan bahan input. Hal ini menunjukkan bahwa
ketersediaan bahan input seperti bahan baku ikan sangat berpengaruh dalam
kegiatan berusaha. Meskipun dalam menjalankan usaha, bahan baku bersifat
musiman, namun hal tersebut tidak menyurutkan pelaku usaha dalam menjalankan
usahanya. Keberanian para pelaku wirausaha untuk berani menjalankan risiko
61

bahan baku yang bersifat musiman. Perlunya dukungan dari pemerintah untuk
menyikapi permasalahan bahan baku yang bersifat musiman ini, karena ketika
bahan baku tidak ada, pelaku usaha tidak bisa menjalankan usahanya. Hal yang
dapat dilakukan pemerintah seperti penyediaan cold storage yang berguna untuk
menyimpan ikan hasil tangkapan laut saat musim panen ikan laut melimpah.
Sehingga ketersediaan bahan baku tersedia di semua kondisi. Karena selama ini
pengolahan ikan dilakukan pada hari ikan dibeli, harus diolah langsung, kalau
tidak ikan menjadi busuk.

Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Usaha Perempuan Wirausaha


Berdasarkan Tabel 18 dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh langsung terhadap kinerja usaha adalah faktor lingkungan dan faktor
perilaku kewirausahaan, sedangkan faktor individu berpengaruh tidak langsung.
Variabel laten faktor lingkungan berpengaruh langsung sebesar =0.36 sedangkan
perilaku kewirausahaan berpengaruh langsung dan positif terhadap kinerja usaha
dengan nilai hubungan yang lebih besar dibandingkan faktor lingkungan yaitu
=0.49. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan ketersediaan bahan input,
dukungan penyuluhan dan pelatihan, bantuan modal, dukungan promosi dan
pemasaran, dukungan pemerintah, dan kekompakan antar perempuan wirausaha
pada akhirnya akan berpengaruh pada peningkatan kinerja usaha perempuan
wirausaha. Sebagaimana hasil penelitian Puspitasari (2013) menunjukkan bahwa
perilaku wirausaha berpengaruh langsung dan bernilai positif terhadap kinerja
usaha, yaitu perluasan pasar, keunggulan bersaing, dan peningkatan pendapatan.
Kinerja usaha tergantung pada tindakan (perilaku) yang diambil pengusaha dan
kondisi individu pribadi yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan bisnis.
Perilaku tersebut adalah tindakan yang dilakukan perempuan wirausaha untuk
meraih tujuan di dalam usaha yang meliputi mendeteksi dan mengeksploitasi
peluang, membuat keputusan dibawah ketidakpastian, bekerja keras dan
manajemen usaha (Ariesa 2013). Faktor individu berpengaruh secara tidak
langsung terhadap kinerja usaha. Dengan demikian faktor individu perempuan
wirausaha berpengaruh terhadap kinerja usaha yang terwujud melalui perilaku
kewirausahaan dalam menjalankan usaha.
Kinerja usaha perempuan wirausaha pada usaha agroindustri perikanan
tangkap dijelaskan oleh perluasan pemasaran, peningkatan pendapatan,
keunggulan bersaing, volume penjualan dan keuntungan. Perluasan pemasaran
menyumbangkan loading factor terbesar pada kinerja usaha, yaitu nilai muatan
faktor () sebesar 0.91. Perluasan pemasaran dapat diartikan sebagai kinerja usaha
yang paling mempengaruhi pelaku usaha dari akibat perilaku kewirausahaan yang
dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor lingkungan. Pelaku usaha
menganggap bahwa perluasan pemasaran dapat menjadi faktor penentu dalam
suksesnya bisnis yang telah dijalankan. Hal tersebut terjadi karena para pelaku
usaha telah mampu memenuhi permintaan pasar saat sekarang ini sehingga
memerlukan perluasan pemasaran untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi.
Untuk meningkatkan pemasaran, produksi harus dilakukan ditingkatkan lagi,
untuk memenuhi permintaan tersebut para pelaku usaha perlu bekerjasama. Maka
sangat dibuthkan dukungan dari pemerintah untuk membuat kemitraan yang
membantu pelaku usaha bekerjasama dengan pihak lain terutama dalam hal
62

peningkatan produksi ataupun penggunaan teknologi agar menghasilkan produk


yang bernilai tinggi.
Implikasi Kebijakan
Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh perempuan wirausaha
responden, yaitu berhubungan dengan sulitnya akses perempuan wirausaha
terhadap permodalan, maka dibutuhkan kebijakan pemerintah dalam penguatan
kelembagaan dan penguatan kemitraan dengan lembaga keuangan. Permasalahan
kebutuhan bahan baku produksi olahan yang masih belum terpenuhi dan jumlah
produksi olahan ikan yang belum mampu ditingkatkan, serta pengolahan ikan
secara traditional yang menjadi pilihan yang tidak dapat dihindarkan dan
kemudian produk olahan yang masih dikemas sederhana, hal ini membutuhkan
perhatian dari pemerintah, namun kondisi ini dapat dijadikan sebagai peluang
dikembangkannya pengolahan traditional, karena sumber daya ikan tersedia di
pusat produksi, tinggi di pusat konsumsi, dan industri rumah tangga pengolah
traditional yang banyak.
Faktor individu perempuan wirausaha yang menyangkut (pendidikan,
pengalaman berusaha, motivasi berprestasi, persepsi terhadap usaha, modal) dan
faktor lingkungan yang menyangkut (ketersediaan bahan input, penyuluhan dan
pelatihan, permodalan, dan kekompakan antar perempuan wirausaha) pada
dasarnya sudah dapat dijadikan sebagai modal untuk pengembangan agroindustri
perikanan tangkap. Sehingga perlu adanya dukungan dan perhatian pemerintah
yang dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, yang pada akhirnya mampu
memotivasi perempuan wirausaha untuk terus berusaha dan meningkatkan
kesejahteraannya, diantarannya dengan:
1. Memberikan penyuluhan dan pelatihan serta bantuan teknis dalam
pengembangan usaha.
2. Memberikan dukungan lewat penyediaan akses modal serta memberikan
bantuan sarana dan prasarana yang tepat guna
3. Memberikan bantuan dengan mengembangkan bentuk pemasaran yang
melindungi atau berpihak kepada perempuan wirausaha dan menciptakan
kemitraan yang saling menguntungkan, sehingga dapat menjamin kemudahan
dan kontinuitas ketersediaan bahan baku.
Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa perilaku kewirausahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha. Sebagai pelaku utama
dalam usaha pengolahan ikan tangkap, maka perlu dilakukan pengembangan
kemampuan, kreativitas, dan inovasi perempuan wirausaha. Pada kenyataanya
keberhasilan perempuan wirausaha dalam mencapai kinerja tidak hanya
ditentukan oleh kegiatan dalam pengoalahan ikan saja, tetapi juga dipengaruhi
oleh sikap, pengetahuan dan keterampilan perempuan wirausaha dalam
menjalankan usahanya mulai dari sub sistem on farm sampai subsistem pemasaran
dan penunjang. Dengan kata lain, perempuan wirausaha harus memiliki kualitas
individu yang meliputi sikap, motivasi nilai-nilai serta perilaku yang diperlukan
untuk selalu berkomitmen terhadap pekerjaan yang dilaksanakan. Wirausaha yang
sukses pada umumnya ialah yang memiliki kompetensi (ilmu pengetahuan dan
keterampilan) dalam hal manjerial (managerial skill), melihat persoalan secara
menyeluruh dan komprehensif dan menganalisisnya (conceptual skill),
berkomunikasi, mengerti, mamahami dan menjalin relasi (human skill),
keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan (decision marking
63

skill), keterampilan mengatur dan menggunakan waktu (time management skill)


serta keterampilan teknis kekhususan. Faktor penting lainnya yang harus dimiliki
perempuan wirausaha adalah kemampuan kreatif dan inovatif, hal tersebut yang
akan dijadikan dasar bagi perempuan wirausaha untuk mencari peluang sukses.
Proses kreatif dan inovatif tersebut biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide
dan pemikiran baru untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Kreativitas
dapat diasah dengan mengikuti seminar-seminar kewirausahaan, berdiskusi
dengan perempuan wirausaha yang lebih berpengalaman, dengan mengikuti ajang
promosi dan pameran, dan lain sebagainya.

7 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik perempuan wirausaha UMKM agroindutri perikanan tangkap


di Kota Padang antara lain (1) perempuan wirausaha responden pada umumnya
berada pada umur produktif yaitu berkisar antara 40-55 tahun, (2) tingkat
pendidikan sebagian besar adalah lulusan SMA, (3) pendapatan yang diperoleh
sebagian besar + Rp 5 juta per bulan, (4) perempuan wirausaha respoden pada
umumnya telah menikah dan memiliki anak, (5) perempuan wirausaha memiliki
pengalaman yang lama dalam menjalankan usaha rata-rata 11-20 tahun, (6)
seluruhnya memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan pelaku usaha
agroindustri perikanan, (7) kegiatan pengolahan sebagian besar masih bersifat
traditional didominasi oleh kegiatan pengeringan atau penggaraman, selebihnya
telah melakukan pengolahan secara modern.
Faktor lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap faktor
individu dan perilaku kewirausahaan, hal ini menunjukan bahwa adanya
dukungan penyuluhan dan pelatihan, kemudahan dalam memperoleh bahan input
produksi, dukungan promosi dan pemasaran, bantuan modal dari pemerintah,
kekompakkan antar perempuan wirausaha, dan dukungan pemerintah dalam
regulasi usaha, berperan penting terhadap faktor individu perempuan wirausaha
demi peningkatan usahanya, karena pengaruh faktor lingkungan terhadap faktor
individu cukup besar. Dukungan tersebut dapat berupa bantuan pemerintah dalam
pengadaan sarana dan prasarana, dukungan penyuluhan dan pelatihan untuk
mempercepat penyerapan tegnologi dan inovasi untuk meningkatkan kreativitas
perempuan wirausaha, perluasan promosi dan pemasaran, serta regulasi usaha.
Faktor individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
kewirausahaan, hal ini menunjukkan bahwa pendidikan, pengalaman, motivasi
berprestasi, modal, kepemilikan sarana dan prasarana, berperan penting terhadap
peningkatan perilaku kewirausahaan. Dukungan tersebut berupa pengalaman
berusaha yang lama, tingkat pendidikan yang tinggi dapat meningkatkan
kemandirian perempuan wirausaha untuk tekun menjalankan usaha, dengan
menciptakan inovasi dan tanggap terhadap peluang usaha yang dijalankan.
Faktor lingkungan dan perilaku kewirausahaan perempuan wirausaha
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini menunjukkan
64

bahwa ketekunan, ketanggapan terhadap peluang, inovatif, keberanian mengambil


risiko dan kemandirian serta adanya dukungan penyuluhan dan pelatihan,
kemudahan dalam memperoleh bahan input produksi, dukungan promosi dan
pemasaran, bantuan modal dari pemerintah, kekompakkan antar perempuan
wirausaha, dan dukungan pemerintah dalam regulasi usaha, dapat meningkatkan
kinerja usaha perempuan wirausaha agroindustri perikanan. Kinerja usaha
agroindustri perikanan yang dikelola perempuan wirausaha menunjukkan kegiatan
usaha pengolahan lainnya seperti pembuatan bakso ikan, abon ikan, nugget ikan,
rendang tuna, merupakan jenis usaha yang memberikan keuntungan usaha yang
besar dibandingkan dengan jenis usaha pengeringan/penggaraman.

Saran

1. Keberhasilan usaha agroindustri perikanan tangkap sangat diharapkan oleh


semua pihak. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keberhasilan usaha
agroindustri perikanan dibutuhkan dukungan dari semua pihak, terutama
pemerintah untuk menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif agar
perempuan wirausaha semakin termotivasi untuk menjadi wirausaha yang
sukses, melalui penyuluhan dan pelatihan, pembinaan teknis, keberanian
mengambil risiko untuk peminjaman modal, keberanian dalam inovasi baik
produk, teknologi, maupun pemasaran serta manajemen pengolahan usaha.
Hal ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kreatifitas dan inovasi guna
peningkatan kualitas produk yang diproduksi.
2. Perlu dukungan pemerintah dalam menjamin kontinuitas ketersediaan bahan
baku bagi agroindustri perikanan serta penentuan harga bahan baku ikan
mentah. Dengan adanya kestabilan harga dan bahan baku dapat memotivasi
pelaku usaha untuk dapat bertahan dengan usahanya sehingga dapat juga
meningkatkan produksi.
3. Pada penelitian ini peneliti belum melihat perbedaan perilaku perempuan
wirausaha yang mengelola usaha secara berkelompok dan perempuan
wirausaha yang mengelola usaha secara individu, untuk itu untuk penelitian
selanjutnya untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan perilaku
kewirausahaan dalam pengelolaan usaha secara berkelompok dan secara
individu.

DAFTAR PUSTAKA
Alma B. 2010. Kewirausahaan. Edisi Revisi. Bandung. Alfabeta.
Ariesa FN. 2013. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usahatani
Tembakau Virginia di Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka
Cipta. Jakarta.
65

Asmarani DE. 2006. Analisis Pengaruh Perencanaan Strategi Terhadap Kinerja


Perusahaan Dalam Upaya Menciptakan Keunggulan Bersaing. [Tesis].
Program Pasca Sarjana. Semarang (ID). Universitas Diponegoro.
Baker T, Aldrich H, Liou N. 1997. Invisible entrepreneur: the neglect of women
business owners by media and scholarly journals in the USA. Routledge Taylor
and Francis Group. 9(3):183211.
Bird MJ. 1996. Entrepreneurial Behaviour. McGraw-Hill Irwin. Singapore.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Padang. 2014. Kota Padang Dalam Angka.
Kota Padang: Badan Pusat Statistik Kota Padang.
Burhanuddin. 2014. Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan Peternakan Ayam Broiler
terhadap Pertumbuhan Ekonomi. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Casson M, Yeung B, Basu A, Wadeson N. 2006. The Oxford Handbook of
Entrepreneurship. New York (US): Oxford University Press Inc.
Carrington C. 2006. Special Issue: Sustaining the Mom Entum: Gender,
Entrepreneurship and Public Policy. Routledge Taylor and Francis Group. 19
(2):111-154.
Dahalana N, Jaafarb M, Asma S, Rosdi M. 2013. Local Community Readiness in
Entrepreneurship: Do Gender Differ in Searching Business Opportunity.
Procedia - Social and Behavioral Sciences. 9(91):403-410.
Day GS. 1990. Market Driven Strategy: Processes for Creating Value. New York:
The Free Press A. Division of Mc Millan Inc.
Delmar F. 1996. Entrepreneurial Behavior and Business Performance: A Study of
the Impact of Individual Differences and Environmental Characteristics on
Business Growth and Efficiency. Entrepreneurial Behaviour and Business
Performance. Ekonomika Forknings Institute. Stockholm. p.3-94
Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang. 2014. Laporan Tahunan Dinas
Perikanan dan Kelautan Kota Padang 2014. Kota Padang: Pemerintah Kota
Padang Dinas Kelautan dan Perikanan.
Dirlanudin. 2010. Perilaku Wirausaha dan Keberdayaan Pengusaha Kecil
Industri Agro: Kasus di Kabupaten Serang Provinsi Banten. [Disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Drucker, P.F. 1996. Inovasi dan Kewiraswastaan. Praktek dan Dasar-dasar. Alih
Bahasa: Naib, R. Jakarta (ID): Erlangga.
Fereidouni HG, Masron TA, Nikbin D, Amiri RE. 2010. Consequence of External
Environment on Entrepreneurial Motivation in Iran. Asian Academy of
Mangement Journal. 15(2): 175-196.
Fogel, Kathy, Hawk A, Morck R, Young B. 2005. Institutional Obstacles to
Entrepreneurship. Oxford Handbook of Entrepreneurship. Oxford University
Press.
Gartner WB. 1988. Who is an Entrepreneur? Is Wrong Question. American
Journal of Small Business. 13(1): 11-32
Haryono S, Wardoyo P. 2012. Structural Equation Modelling. Bekasi. PT
Intermendia Personalia Utama.
Harijati S. 2007. Potensi dan Pengembangan Kompetensi Agribisnis Petani
Berlahan Sempit: Kasus Petani Sayuran di Kota dan Pinggiran Jakarta dan
Bandung. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
66

Hisrich, R.D.M.P. Peters, and D.A Sheperd. 2008. Kewirausahaan


(Entrepreneurship). Edisi 7. Salemba Empat. Jakarta.
Holquist C, Sundin E. 1990. What is Special About Highly Educated Women
Entrepreneurs. Taylor and Francis Group. 2(2): 181-194.
Hubeis M. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis. Jakarta
(ID): Ghalia Indonesia.
Inggrawati K, Arnold K. 2010. Peranan Faktor-faktor Individual dalam
Mengembangkan Usaha: Studi Kuantitatif pada Wirausaha Kecil di Salatiga.
Jurnal Manajemen Bisnis. 3(2):185-202.
Jauch LR, Glueck WF. 1988. Business Policy and Strategic Management.
McGraw Hill. New York.
Jati W. 2009. Analisis Motivasi Wirausaha Perempuan (Wirausahawati) di Kota
Malang. Jurnal Humanity, Vol 4, No 2. Malang (ID): Universitas
Muhammadiyah Malang.
Kao, Raymond, Kenneth R, Rowland R. 2002. Entrepreneurism. Imperial College
Press. London.
Kasmir. 2006. Kewirausahaan. Jakarta (ID). PT. Raja Grafindo Persada.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2015. Tingkat Keragaman Hayati Sumber Daya
Laut Indonesia. http://www.menlh.go.id/
Kevane M. 2001. Microenterprise Lending To Female Entrepreneurs: Sacrificing
Economis Growth for Poverty Alleviation. Elsevier. 29(7):1225-1236
Krisnamurthi B. 2001. Agribisnis. Bogor (ID). Yayasan Pengembangan Sinar
Tani.
Kumar SA, SC Poornima and MK Abraham. 2003. Entrepreneurship
Development. New Delhi (IN): New Age International.
Kuratko D. 2009. Introduction to Entrepreneurship. Eight Edition. International
Student Edition. Canada.
Kurniawan Ardie, Budiawan, Darma Rahim. 2013. Arahan Pengembangan Sentra
Pengolahan dan Pemasaran Ikan di Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan.
Universitas Hasanuddin.
[KPPU] Komisi Perlindungan Persaingan Usaha. 2009. Hukum Persaingan Usaha
Antara Teks & Konteks. Buku Ajar. KPPU. Jakarta (ID).
Lee DY dan Tsang EWK. 2001. The Effects of Entrepreneurial Personality,
Background and Network Activities on Venture Growth. Journal of
Menagement Studies. 38(4): 582-602.
Li X. 2009. Entrepreneurial Competencies as an Entrepreneurial Distinctive: an
Examination of the Competency Approach in Defining Entrepreneurs. [Thesis].
Singapore (SG): Singapore Management University.
Lumkmana, A. 1994. Operasional Kultur Bisnis dan Struktur Usaha Agroindustri
pada Pelita VI. Makalah pada Seminar Operasionalisasi Subsektor
Agroindustri pada Pelita VI Mei 1994. Jakarta.
Luthans F. 2005. Organizatioanl Behaviour. New York. McGraw Hill.
Mangkunagara AP. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Mathis RL. & J.H Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
67

Mazzarol T, Volery T, Doss N, Thein V. 1999. Factors Influencing Small


Business Stars-up. International Journal of Entrepreneurial Behaviour &
Research. 5(2): 48-63.
Meredith GG, Nelson RE, Neck PA. 1996. Seri Manajemen no.97:
Kewirausahaan, Teori, dan Praktek. Jakarta (ID). PT Pustaka Binaman
Pressindo.
Nasution, M. 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan Untuk
Agroindustri. IPB Press, Bogor.
Nazir M. 2011. Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Noersasongko E. 2005. Analisis Pengaruh Karakteristik Individu, Kewirausahaan,
Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kemampuan Usaha Serta Keberhasilan
Usaha Pada Usaha Kecil Batik Di Jawa Tengah. [Disertasi]. Malang (ID):
Universitas Merdeka Malang.
Nurhayati, P. 2011. Karakteristik dan Kinerja Wirausaha Wanita pada UKM
Agroindustri Perikanan di Kabupaten Sukabumi. Prosiding Seminar Penelitian
Unggulan Departemen Agribisnis 2011. Institut Pertanian Bogor.
Nursulasiah. 2004. Motivasi Perempuan Dalam Kegiatan Usaha Ternak Sapi
Potong (Kasus Desa Mangaran Kecamatan Anjung Kabupaten Jember).
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Orhan M, Scott D. 2011. Why Women Enter into Entrepreneurship a Explanatory
Model. Woman and Management Review. 16(5): 232-243.
[OECD] Organisation for Economic Cooperation and Development. 2004.
Womens Entrepreneurship: Issues and Policies. Istanbul, Turkey.
Pambudy, R. 1999. Peranan Ilmu Penyuluhan dalam Pengembangan Agribisnis.
Dalam Prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan Sumberdaya Manusia.
Institut Pertanian Bogor.
Pambudy R, Dabukke FN. 2010. Tantangan dan Agenda Masa Depan
Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Indonesia. Dalam Releksi
Agribisnis 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih. Bogor (ID). IPB Press.
Praag CM. 2005. Succesessful Entrepreneurship. United Kingdom: Edward Elgar
Publishing Limited.
Prabandari SP, Rosita NH. 2013. Motivasi dan Kompetisi Pengaruhnya Terhadap
Kesuksesan Pengusaha Perempuan. Prosiding Seminar Nasional dan Call for
Paper Sancall Peran Perbankan Syariah Dalam Penguatan Kapasitas UMKM
Menuju Kemandirian Ekonomi Nasional. ISBN: 978-979-636-147-2.
Pristiana U, Kusumaningtyas A, Mujanah S. 2009. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Perempuan Berwirausaha Di Kota
Surabaya. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis. 9(1): 52-65.
Priyanto SH. 2009. Mengembangkan Pendidikan Kewirausahaan di Masyarakat.
Jurnal Pendidikan Non Formal dan Informal. 1(1): 57-82.
Puspitasari. 2013. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek terhadap
Kinerja Usaha: Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten
Bogor, dan Kecamatan Serpong, Kota Tanggerang Selatan. [Tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Rachmania I, Rakhmaniara M, Setyaningsih S. 2012. Influencing Factors of
Entrepreneurial Development in Indonesia. Procedia Economics and Finance.
4(2012): 234243.
68

Rahmi, K. 2015. Pengaruh Perilaku Kewirausahaaan Petani Terhadap Kinerja


Usaha Pada Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak. [Tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Rauch A, Frese M. 2007. Lets Put The Person Back Into Entrepreneurship
Research: A Meta-Analysis on the Relationship between Business Owners
Personality Traits, Business Creation, and Success. European Journal of Work
and Organizational Physcology. 16(4): 353-385.
Rivai V, Basri AF. 2005. Performance Appraisal: Sistem yang Tepat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta
(ID): PT Raja Grafindo Persada.
Riyanti, BP. 2003. Kewirausahaan dan Sudut Pandang Psikologi Kepribadian.
Jakarta: PT. Grasindo.
Sadjudi. 2009. Pengaruh Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usahatani Tembakau
di Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten. Jurnal Aplikasi Manajemen.
7(2): 401-410.
Sapar. 2006. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kewirausahaan
Pedagang Kaki Lima. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Peranian Bogor.
Sari, S. 2015. Pengaruh Aktivitas Wanita Wirausaha Terhadap Pertumbuhan
Usaha Olahan Kentang Di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. [Tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Setyorini D. 2008. Perilaku Kewirausahaan Pedagang Usaha Kecil di Kotamadia
Semarang (Studi Komparasi Multi Etnis). Psikomedimensia 7(1) Januari-Juni
2008, 1-11.
Shane S, Edwin AL, Christoper JC. 2003. Entrepreneurial Motivation. Human
Resource Management Review. 13. 257-279.
Sloman J, Sutcliffe M. 2004. Economics for Business. Third Edition. Pearson
Education. England.
Suandi, Sativa F. 2001. Pekerja Perempuan Pada Agroindustri Pangan di
Pedesaan Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian UNI. 7(2):72-
74
Sumantri B. 2013. Pengaruh Jiwa Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha
Perempuan Wirausaha Pada Industri Pangan Perumahan Di Bogor. [Tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sumantri B dan Anna F. 2011. Kelayakan Pengembangan Usaha Integrasi Padi
dengan Sapi Potong Pada Kondisi Risiko di Kelompok Tani Dewi Sri. Forum
Agribisnis. 1(2) September 2011.
Suryana Y, Kartib B. 2011. Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik
Wirausahawan Sukses. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Suryana. 2003. Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses.
Jakarta (ID): Salemba Empat.
Ucbasaran D, Paul W and Mike W. 2005. Habital Entrepreneurs. Oxford
Handbook of Entrepreneurship. Oxford University Express.
Verhees FJHM, Klopcic M, Kuipers A.2008. Entrepreneurial Proclivity and the
Performance of Farms: The Cases of Dutch and Slovenian Farmers. Paper
prepared for presentation at the 12th EAAE Congress, (Gent) Belgium, 26-19
August 2008.
69

Verni I. 2013. The Comparison of Entrepreneurial Competency in Woman Micro,


Small, and Medium Scale Entrepreneurs. Procedia Social and Behavioral
Sciences 2014(115):175 187.
Wahyuningsih, D. C. 2015. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja
Usaha Bawang Goreng Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. [Tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Watson J, Newby R. 2007. Gender Differences in the Goals of Owner-Operated
SMEs. Taylor & Francis e-Library.
Widodo. 2005. Jendela Cakrawala Kewirausahaan. Bogor (ID): IPB Press.
Winardi. 2008. Entrepreneur and Entrepreneurship. Jakarta (ID): Kencana.
Wijanto, SH. 2008. Structural Equation Modelling Menggunakan Lisrel 8.8.
Penerbit Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
Wirasasmita. 2011. Ekonomika Kewirausahaan. Buletin Manajemen
Kewirausahaan. Edisi Maret 2011. Hal 3-5. Bandung (ID). Fakultas Ekonomi.
Universitas Padjajaran.
Zimmerer, T. and Norman M. Scarborough. 2008. Kewirausahaan dan
Manajemen Usaha Kecil. Salemba Empat. Jakarta.
70

LAMPIRAN
71

Lampiran 1 Peta Kota Padang


72

Lampiran 2 Rumus untuk menghitung construct reliability dan variance extracted

Construct reliability (CR) = ( . )2


( . )2 + j

Variance extracted (VE) = ( . )2


( . )2 + j
73

Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data dengan Lisrel 8.30

DATE: 12/20/2016
TIME: 14:28

L I S R E L 8.30
BY
Karl G. Jreskog & Dag Srbom

This program is published exclusively by


Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Chicago, IL 60646-1704, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com

The following lines were read from file D:\DIANSE~1\DATA.SPJ:

Observed Variables
PEND PENG MOTV MODL KSP PU KBI DPL BM DPP
DP KAW TB KTP INOV BMR MNDR PPM PP
KB VP K
Correlation Matrix From File D:\DIANSE~1\DATA.COR
Sample Size = 168
Latent Variables INDIVIDU LINGKUNG KEWIRAUSA KINERJA
Relationships
PEND PENG MOTV MODL PU = INDIVIDU
KBI DPL BM KAW = LINGKUNG
TB KTP INOV BMR MNDR = KEWIRAUSA
PPM PP KB VP = KINERJA
INDIVIDU = LINGKUNG
KEWIRAUSA = INDIVIDU LINGKUNG
KINERJA = KEWIRAUSA LINGKUNG
Path Diagram
Options EF ME=UL ADD=OFF IT=500

set error covariance between INOV and DPL to free


set error covariance between BMR and BM to free

set error covariance between MNDR and DPL to free


set error covariance between MNDR and BM to free
set error covariance between MNDR and TB to free
set error covariance between MNDR and KTP to free
set error covariance between MNDR and INOV to free
set error covariance between PPM and MNDR to free
set error covariance between PP and TB to free
set error covariance between PP and KTP to free
set error covariance between PP and BMR to free
set error covariance between PP and PPM to free
set error covariance between KB and TB to free
set error covariance between KB and INOV to free
set error covariance between VP and DPL to free

set error covariance between VP and BM to free


set error covariance between VP and KTP to free
set error covariance between VP and MNDR to free
set error covariance between VP and PP to free
set error covariance between PENG and PPM to free
set error covariance between MODL and KBI to free
set error covariance between MODL and PPM to free
set error covariance between MODL and PP to free
set error covariance between PU and PPM to free

set error covariance between INOV and BM to free


set error covariance between PPM and TB to free
set error covariance between PPM and KTP to free
set error covariance between PPM and INOV to free
set error covariance between VP and TB to free
74
set error covariance between PP and DPL to free
set error covariance between PP and BM to free
set error covariance between KBI and BM to free
set error covariance between INOV and MODL to free
set error covariance between MNDR and MODL to free
set error covariance between PP and PU to free
set error covariance between KB and MODL to free
set error covariance between VP and MODL to free
set error covariance between VP and PU to free
set error covariance between KBI and TB to free
set error covariance between KBI and KTP to free
set error covariance between KBI and BMR to free
set error covariance between DPL and PU to free
set error covariance between DPL and TB to free
set error covariance between DPL and BMR to free
set error covariance between DPL and KBI to free
set error covariance between BM and MODL to free
set error covariance between BM and TB to free

set error covariance between INOV and PU to free


set error covariance between BMR and MOTV to free
set error covariance between MNDR and MOTV to free
set error covariance between PPM and MOTV to free
set error covariance between KB and BMR to free
set error covariance between KB and MNDR to free
set error covariance between DPL and MODL to free
set error covariance between DPL and KB to free
set error covariance between KB and PPM to free

set error variance of PENG equal to free

set error covariance between PENG and PEND to free


set error covariance between PPM and PEND to free
set error covariance between PP and PEND to free

set error covariance between KAW and PENG to free


set error covariance between KAW and BMR to free
set error covariance between KAW and PP to free

set error covariance between KAW and KBI to free


set error covariance between PPM and KBI to free

End of Problem

Sample Size = 168

Correlation Matrix to be Analyzed

PEND PENG MOTV MODL PU TB


-------- -------- -------- -------- -------- --------
PEND 1.00
PENG 0.64 1.00
MOTV 0.41 0.26 1.00
MODL 0.49 0.48 0.47 1.00
PU 0.60 0.58 0.51 0.50 1.00
TB 0.38 0.15 0.25 0.20 0.24 1.00
KTP 0.38 0.22 0.21 0.27 0.26 0.78
INOV 0.13 0.12 0.15 -0.04 0.06 0.42
BMR 0.13 0.10 0.08 0.14 0.15 0.64
MNDR 0.18 0.10 0.31 -0.09 0.34 0.25
PPM -0.16 -0.18 0.10 -0.25 -0.05 0.25
PP -0.16 0.03 0.13 -0.14 0.09 -0.15
KB 0.03 0.05 0.26 0.02 0.13 0.60
VP 0.05 0.06 0.14 -0.04 0.14 0.14
KBI 0.13 0.20 0.32 0.39 0.33 0.37
DPL 0.18 0.22 0.28 0.09 0.23 0.47
BM 0.12 0.17 0.22 -0.06 0.32 0.35
KAW 0.05 0.35 0.18 0.02 0.27 0.07

Correlation Matrix to be Analyzed


75

KTP INOV BMR MNDR PPM PP


-------- -------- -------- -------- -------- --------
KTP 1.00
INOV 0.55 1.00
BMR 0.64 0.45 1.00
MNDR 0.15 0.24 0.34 1.00
PPM 0.21 0.43 0.41 0.49 1.00
PP -0.05 0.34 0.02 0.32 0.62 1.00
KB 0.47 0.64 0.58 0.33 0.66 0.45
VP 0.07 0.29 0.31 0.42 0.63 0.51
KBI 0.53 0.30 0.45 0.23 0.33 0.24
DPL 0.26 0.27 0.50 0.49 0.38 0.14
BM 0.33 0.43 0.44 0.46 0.29 0.06
KAW 0.09 0.17 -0.05 0.27 0.29 0.43

Correlation Matrix to be Analyzed

KB VP KBI DPL BM KAW


-------- -------- -------- -------- -------- --------
KB 1.00
VP 0.57 1.00
KBI 0.48 0.25 1.00
DPL 0.55 0.62 0.26 1.00
BM 0.34 0.16 0.17 0.42 1.00
KAW 0.38 0.37 0.24 0.34 0.34 1.00

Number of Iterations = 18

LISREL Estimates (Unweighted Least Squares)

PEND = 0.69*INDIVIDU, Errorvar.= 0.53 , R = 0.47


(0.070) (0.13)
9.86 3.96

PENG = 0.74*INDIVIDU,, R = 1.00


(0.090)
8.23

MOTV = 0.63*INDIVIDU, Errorvar.= 0.61 , R = 0.39


(0.099) (0.12)
6.35 4.88

MODL = 0.66*INDIVIDU, Errorvar.= 0.57 , R = 0.43


(0.10) (0.13)
6.33 4.48

PU = 0.84*INDIVIDU, Errorvar.= 0.30 , R = 0.70


(0.12) (0.14)
6.74 2.10

TB = 0.84*KEWIRAUS, Errorvar.= 0.30 , R = 0.70


(0.083) (0.15)
10.14 2.04

KTP = 0.93*KEWIRAUS, Errorvar.= 0.14 , R = 0.86


(0.12) (0.15)
7.98 0.97

INOV = 0.61*KEWIRAUS, Errorvar.= 0.63 , R = 0.37


(0.085) (0.13)
7.17 4.97

BMR = 0.67*KEWIRAUS, Errorvar.= 0.55 , R = 0.45


(0.087) (0.13)
7.70 4.11

MNDR = 0.66*KEWIRAUS, Errorvar.= 0.57 , R = 0.43


(0.11) (0.15)
6.25 3.89

PPM = 0.91*KINERJA, Errorvar.= 0.18 , R = 0.82


(0.12) (0.20)
7.59 0.89
76

PP = 0.59*KINERJA, Errorvar.= 0.65 , R = 0.35


(0.11) (0.13)
5.50 4.87

KB = 0.82*KINERJA, Errorvar.= 0.33 , R = 0.67


(0.10) (0.16)
7.84 2.07

VP = 0.68*KINERJA, Errorvar.= 0.53 , R = 0.47


(0.12) (0.14)
5.70 3.91

KBI = 0.85*LINGKUNG, Errorvar.= 0.27 , R = 0.73


(0.11) (0.21)
7.82 1.33

DPL = 0.68*LINGKUNG, Errorvar.= 0.54 , R = 0.46


(0.079) (0.16)
8.61 3.40

BM = 0.66*LINGKUNG, Errorvar.= 0.57 , R = 0.43


(0.069) (0.14)
9.61 4.08

KAW = 0.54*LINGKUNG, Errorvar.= 0.70 , R = 0.30


(0.060) (0.12)
9.07 5.70

Error Covariance for PENG and PEND = 0.13


(0.098)
1.30
Error Covariance for INOV and MODL = -0.18
(0.080)
-2.29
Error Covariance for INOV and PU = -0.12
(0.081)
-1.45
Error Covariance for BMR and MOTV = -0.06
(0.081)
-0.79
Error Covariance for MNDR and MOTV = 0.17
(0.081)
2.06
Error Covariance for MNDR and MODL = -0.24
(0.081)
-2.94
Error Covariance for MNDR and TB = -0.30
(0.11)
-2.65
Error Covariance for MNDR and KTP = -0.46
(0.11)
-4.09
Error Covariance for MNDR and INOV = -0.16
(0.096)
-1.66
Error Covariance for PPM and PEND = -0.36
(0.082)
-4.35
Error Covariance for PPM and PENG = -0.39
(0.082)
-4.76
Error Covariance for PPM and MOTV = -0.08
(0.081)
-0.94
Error Covariance for PPM and MODL = -0.43
(0.082)
-5.31
Error Covariance for PPM and PU = -0.29
(0.083)
-3.45
Error Covariance for PPM and TB = -0.25
(0.11)
77
-2.27
Error Covariance for PPM and KTP = -0.34
(0.11)
-3.15
Error Covariance for PPM and INOV = 0.067
(0.095)
0.70
Error Covariance for PPM and MNDR = 0.10
(0.10)
1.01
Error Covariance for PP and PEND = -0.29
(0.081)
-3.59
Error Covariance for PP and MODL = -0.26
(0.080)
-3.22
Error Covariance for PP and PU = -0.06
(0.081)
-0.75
Error Covariance for PP and TB = -0.47
(0.096)
-4.93
Error Covariance for PP and KTP = -0.40
(0.093)
-4.36
Error Covariance for PP and BMR = -0.23
(0.091)
-2.58
Error Covariance for PP and PPM = 0.088
(0.11)
0.78
Error Covariance for KB and MODL = -0.15
(0.081)
-1.84
Error Covariance for KB and TB = 0.15
(0.10)
1.52
Error Covariance for KB and INOV = 0.31
(0.091)
3.47
Error Covariance for KB and BMR = 0.22
(0.092)
2.39
Error Covariance for KB and MNDR = -0.02
(0.095)
-0.17
Error Covariance for KB and PPM = -0.08
(0.14)
-0.59
Error Covariance for VP and MODL = -0.18
(0.080)
-2.22
Error Covariance for VP and PU = -0.04
(0.082)
-0.50
Error Covariance for VP and TB = -0.23
(0.097)
-2.39
Error Covariance for VP and KTP = -0.35
(0.093)
-3.71
Error Covariance for VP and MNDR = 0.12
(0.090)
1.37
Error Covariance for VP and PP = 0.11
(0.100)
1.08
Error Covariance for KBI and MODL = 0.17
(0.083)
2.09
Error Covariance for KBI and TB = 0.040
(0.093)
0.43
Error Covariance for KBI and KTP = 0.16
78
(0.091)
1.80
Error Covariance for KBI and BMR = 0.18
(0.089)
2.07
Error Covariance for KBI and PPM = -0.12
(0.098)
-1.21
Error Covariance for DPL and MODL = -0.09
(0.083)
-1.05
Error Covariance for DPL and PU = 0.0077
(0.085)
0.090
Error Covariance for DPL and TB = 0.20
(0.091)
2.24
Error Covariance for DPL and INOV = 0.083
(0.085)
0.97
Error Covariance for DPL and BMR = 0.29
(0.088)
3.34
Error Covariance for DPL and MNDR = 0.29
(0.086)
3.36
Error Covariance for DPL and PP = -0.09
(0.089)
-1.03
Error Covariance for DPL and KB = 0.23
(0.095)
2.37
Error Covariance for DPL and VP = 0.35
(0.093)
3.83
Error Covariance for DPL and KBI = -0.32
(0.12)
-2.62
Error Covariance for BM and MODL = -0.23
(0.081)
-2.80
Error Covariance for BM and TB = 0.094
(0.089)
1.05
Error Covariance for BM and INOV = 0.24
(0.084)
2.92
Error Covariance for BM and BMR = 0.24
(0.086)
2.79
Error Covariance for BM and MNDR = 0.26
(0.084)
3.10
Error Covariance for BM and PP = -0.16
(0.086)
-1.87
Error Covariance for BM and VP = -0.11
(0.089)
-1.19
Error Covariance for BM and KBI = -0.39
(0.12)
-3.20
Error Covariance for KAW and PENG = 0.20
(0.080)
2.45
Error Covariance for KAW and BMR = -0.22
(0.082)
-2.62
Error Covariance for KAW and PP = 0.24
(0.083)
2.93
Error Covariance for KAW and KBI = -0.22
(0.11)
-1.98
79

INDIVIDU = 0.39*LINGKUNG, Errorvar.= 0.85, R = 0.15


(0.034)
11.32

KEWIRAUS = 0.21*INDIVIDU + 0.38*LINGKUNG, Errorvar.= 0.75, R = 0.25


(0.067) (0.069)
3.07 5.52

KINERJA = 0.49*KEWIRAUS + 0.36*LINGKUNG, Errorvar.= 0.47, R = 0.53


(0.11) (0.071)
4.36 5.01

Correlation Matrix of Independent Variables

LINGKUNG
--------
1.00

Covariance Matrix of Latent Variables

INDIVIDU KEWIRAUS KINERJA LINGKUNG


-------- -------- -------- --------
INDIVIDU 1.00
KEWIRAUS 0.35 1.00
KINERJA 0.31 0.65 1.00
LINGKUNG 0.39 0.46 0.58 1.00

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 67
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 101.41 (P = 0.0042)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 34.41
90 Percent Confidence Interval for NCP = (11.21 ; 65.57)

Minimum Fit Function Value = 0.61


Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.21
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.067 ; 0.39)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.055
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.032 ; 0.077)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.32

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.85


90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.71 ; 2.04)
ECVI for Saturated Model = 2.05
ECVI for Independence Model = 17.59

Chi-Square for Independence Model with 153 Degrees of Freedom = 2901.12


Independence AIC = 2937.12
Model AIC = 309.41
Saturated AIC = 342.00
Independence CAIC = 3011.35
Model CAIC = 738.30
Saturated CAIC = 1047.20

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.064


Standardized RMR = 0.085
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.98
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.94
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.38

Normed Fit Index (NFI) = 0.97


Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.97
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.42
Comparative Fit Index (CFI) = 0.99
Incremental Fit Index (IFI) = 0.99
Relative Fit Index (RFI) = 0.92

Critical N (CN) = 160.45

Total and Indirect Effects


80

Total Effects of KSI on ETA

LINGKUNG
--------
INDIVIDU 0.39
(0.03)
11.32

KEWIRAUS 0.46
(0.06)
7.93

KINERJA 0.58
(0.06)
9.65

Indirect Effects of KSI on ETA

LINGKUNG
--------
INDIVIDU - -

KEWIRAUS 0.08
(0.02)
3.47

KINERJA 0.22
(0.05)
4.28

Total Effects of ETA on ETA

INDIVIDU KEWIRAUS KINERJA


-------- -------- --------
INDIVIDU - - - - - -

KEWIRAUS 0.21 - - - -
(0.07)
3.07

KINERJA 0.10 0.49 - -


(0.04) (0.11)
2.44 4.36

Largest Eigenvalue of B*B' (Stability Index) is 0.239

Indirect Effects of ETA on ETA

INDIVIDU KEWIRAUS KINERJA


-------- -------- --------
INDIVIDU - - - - - -

KEWIRAUS - - - - - -

KINERJA 0.10 - - - -
(0.04)
2.44

Total Effects of ETA on Y

INDIVIDU KEWIRAUS KINERJA


-------- -------- --------
PEND 0.69 - - - -
(0.07)
9.86

PENG 0.74 - - - -
(0.09)
8.23
81

MOTV 0.63 - - - -
(0.10)
6.35

MODL 0.66 - - - -
(0.10)
6.33

PU 0.84 - - - -
(0.12)
6.74

TB 0.17 0.84 - -
(0.06) (0.08)
2.71 10.14

KTP 0.19 0.93 - -


(0.06) (0.12)
2.97 7.98

INOV 0.13 0.61 - -


(0.04) (0.08)
2.96 7.17

BMR 0.14 0.67 - -


(0.05) (0.09)
3.06 7.70

MNDR 0.14 0.66 - -


(0.05) (0.11)
2.80 6.25

PPM 0.09 0.44 0.91


(0.04) (0.13) (0.12)
2.20 3.44 7.59

PP 0.06 0.29 0.59


(0.02) (0.07) (0.11)
2.51 4.33 5.50

KB 0.08 0.40 0.82


(0.03) (0.08) (0.10)
2.57 4.92 7.84

VP 0.07 0.33 0.68


(0.03) (0.07) (0.12)
2.60 4.94 5.70

Indirect Effects of ETA on Y

INDIVIDU KEWIRAUS KINERJA


-------- -------- --------
PEND - - - - - -

PENG - - - - - -

MOTV - - - - - -

MODL - - - - - -

PU - - - - - -

TB 0.17 - - - -
(0.06)
2.71

KTP 0.19 - - - -
(0.06)
2.97

INOV 0.13 - - - -
(0.04)
82
2.96

BMR 0.14 - - - -
(0.05)
3.06

MNDR 0.14 - - - -
(0.05)
2.80

PPM 0.09 0.44 - -


(0.04) (0.13)
2.20 3.44

PP 0.06 0.29 - -
(0.02) (0.07)
2.51 4.33

KB 0.08 0.40 - -
(0.03) (0.08)
2.57 4.92

VP 0.07 0.33 - -
(0.03) (0.07)
2.60 4.94

Total Effects of KSI on Y

LINGKUNG
--------
PEND 0.27
(0.04)
6.93

PENG 0.29
(0.03)
8.33

MOTV 0.24
(0.04)
6.61

MODL 0.25
(0.04)
6.48

PU 0.33
(0.05)
6.98

TB 0.38
(0.06)
6.01

KTP 0.43
(0.05)
8.50

INOV 0.28
(0.04)
6.74

BMR 0.31
(0.05)
6.69

MNDR 0.30
(0.05)
6.07

PPM 0.53
(0.10)
5.44
83

PP 0.34
(0.06)
5.88

KB 0.47
(0.05)
9.00

VP 0.40
(0.06)
6.71

The Problem used 129208 Bytes (= 0.2% of Available Workspace)

Time used: 1.523 Seconds


84

Lampiran 4 Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku


kewirausahaan perempuan wirausaha terhadap kinerja usaha
sebelum di respesifikasi

Gambar 13 Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku


kewirausahaan perempuan wirausaha terhadap kinerja usaha

Gambar 14 Nilai t-hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan perempuan


wirausaha terhadap kinerja usaha
85

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Padang pada tanggal 28 Desember 1992 sebagai anak ketiga
dari pasangan Bapak H. Zabendri SH dan Ibu Hj. Elfa Zulmaini SE M.Pd. Penulis
menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Don Bosco Padang. Pada bulan
Agustus tahun 2010 penulis diterima di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Andalas melalui jalur SNMPTN. Penulis lulus dari Jurusan Agribisnis
Universitas Andalas, sebagai Sarjana Pertanian pada bulan Mei tahun 2014.
Selama kuliah di Universitas Andalas penulis pernah menjadi asisten dosen pada
mata kuliah Analisis Kelayakan Proyek, mata kuliah Information Communication
Technology and Multimedia Agribisnis, mata kuliah Sistem Informasi
Manajemen, dan mata kuliah Kewirausahaan Sosial dan Teknologi. Penulis juga
aktif mengikuti kegiatan di organisasi kemahasiswaan antara lain pada
Agricultural Information Technology Club (AgITC) Fakultas Pertanian
Universitas Andalas dan menjabat sebagai sekretaris umum pada tahun 2012 dan
koordinator Dewan Penasehat Pengurus pada tahun 2013, staf divisi infokom
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian Univeristas Andalas, staf
divisi humas dan staf divisi penalaran Himpunan Mahasiswa Agribisnis dan
anggota Koperasi Mahasiswa Universitas Andalas. Penulis mendapatkan
penghargaan sebagai aktivis kampus tingkat Fakultas Pertanian pada periode
wisuda II Universitas Andalas bulan Mei tahun 2014.
Pada bulan September tahun 2014 penulis melanjutkan studi di Sekolah
Pasca Sarjana IPB. Selama kuliah di pascasarjana IPB penulis pernah mengikuti
organisasi Forum Wacana sebagai anggota di bidang humas, dan Ikatan
Mahasiswa Pascasarjana Minang (IMPACS). Karya ilmiah penulis yang berjudul
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Perempuan Wirausaha
UMKM Agroindustri Perikanan Tangkap di Kota Padang diterbitkan pada
International Journal of Science and Research (IJSR) Volume 5 Issue 10, October
2016. Karya ilmiah tersebut merupakan hasil karya penulis dalam tugas akhir di
Magister Sains Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai