Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Mengingat adanya berbagai macam
perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, maka adalah rasional untuk
menduga akan timbulnya perbedaan perbedaan pendapat, keyakinan-keyakinan serta ide-ide.
Setiap organisasi dimana manusia berinteraksi mempunyai kemungkinan terjadi konflik.
Institusi kesehatan mempunyai banyak kelompok-kelompok yang berinteraksi, staf dengan
staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter dan
sebagainya. Interaksi-interaksi ini sering menimbulkan konflik.
Konflik berhubungan dengan perasaan-perasaan termasuk perasaan diabaikan, dipandang
sebagai mana adanya, diperlakukan seperti budak, tidak dihargai. Hal ini berhubungan
dengan kurangnya harga diri dan tidak di anggap berharga. Perasaan-perasaan individu
menimbulkan suatu titik kemarahan. Hal ini mengakibatkan perilaku bermaksud jahat seperti
berfikir, berdebat, atau berkelahi.
Individu dapat membiarkan perasaan dan perilakunya dalam bekerja. Penurunan
produktifitas, kadang-kadang dengan maksud tertentu, dan sengaja dibuat kesalahan-
kesalahan.
Di samping itu perlu diingat bahwa orang-orang bekerja sama erat satu sama lain dan
khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran umum, maka cukup beralasan
untuk mengasumsi bahwa dengan berlangsungnya waktu yang cukup lama, pasti akan timbul
perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka. mengingat bahwa konflik tidak dapat
dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan adalah pendekatan mencoba
memanfaatkan konflik demikian rupa, hingga ia tetap serta efektif untuk sasaran-sasaran yang
di inginkan. Pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat di manfaatkan
sebagai alat untuk mempromosikan dan mencapai perubahan-perubahan yang di kehendaki.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa Definisi Konflik?
1.2.2 Bagaimana Sejarah Terjadinya manajemen konflik?
1.2.3 Apa Kategori Konflik?
1.2.4 Apa Penyebab dari Konflik?
1.2.5 Bagaimana Proses Terjadinya Konflik?
1.2.6 Bagaimana Penyelesaian Konflik?
1.2.7 Bagaimana Hasil dari Manajemen Konflik?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk Mengetahui Definisi Konflik
1.3.2 Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Trjadinya Manajemen Konflik
1.3.3 Untuk Mengetahui Kategori Konfllik
1.3.4 Untuk Mengetahui Penyebab dari Konflik
1.3.5 Untuk Mengetahui Proses Terjadinya Konflik
1.3.6 Untuk Mengetahui Bagaimana Penyelesaian Konflik
1.3.7 Untuk Mengetahui Hasil dari Manajemen Konflik

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Penulis
Sebagai pedoman dan panduan mahasiswa dalam memahami arti penting dari Manajemen
konflik.
1.4.2 Bagi Dosen
Penulisan makalah ini dapat menjadi tolak ukur pemahaman mahasiswa terhadap Manajemen
konflik.
1.4.3 Bagi Pembaca
Meningkatkan kesadaran pembaca terhadap pentingnya Manajemen konflik.
1.5 Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang penulis lakukan adalah :
1.5.1 Tinjauan Pustaka
Mempelajari dari buku dan internet.
1.5.2 Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data yang terkait dengan manajemen konflik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konflik


Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan
pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis & Huston 1998).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian,
konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua orang atau organisasi dimana seseorang
tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik di
manifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau
kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan diri seseorang.
Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi untuk
terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi. Teori ini
menekankan bahwa konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan kehancuran
organisasi, tergantung bagaimana manajer mengolahnya. Karena konflik adalah suatu yang
tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengolahnya dengan
baik.

2.2 Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik


Sejarah terjadinya suatu konflik di suatu organisasi dimulai seratus tahun yang lalu,
dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti terjadi di
organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen
disuatu organisasi dan harus dihindarkan.
Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik selalu akan
merusaknya. Sewaktu konflik mulai terjadi pada suatu organisasi, meskipun dihindari dan
ditolak, maka harus diselesaikan secepatnya. Konflik sebenarnya dapat dihindari, kalo staf
diarahkan terhadap suatu tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan ketidakpuasan
staf harus diekspresikan secara langung supaya masalah tidak menumpuk dan bertambah
banyak.
Pada pertengahan abad ke-19, sewaktu ketidak puasan staf dan umpan balik dari atasan
tidak ada, maka konflik diterima secara pasif dan sebagai suatu kejadian yang normal dalam
organisasi. Oleh karena itu sebagai manajer harus belajar tentang bagaimana menyelesaikan
konflik tersebut dari pada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi
sebagai suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa
konflik dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan.

2.3 Kategori Konflik


Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal
untuk mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering di
manifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa
konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap
pekerjaan dan loyalitas kepada pasien.
2. Interpersonal
Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan keyakinan
berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang
lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konfik dengan
teman sesama manajer, atasan dan bawahannya.

3. Intergroup ( Antar Kelompok )


Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen atau organisasi.
Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas ( kualitas
jasa layanan ), keterbatasan prasarana.
Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik intrapersonal,
interpersonal dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi konflik dipandang sebagai konflik
secara vertikal dan horizontal (Marquis & Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi atasan dan
bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf dengan kedudukan atau posisi yang sama.
Misalnya konflik horizontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik.

2.4 Penyebab Konflik


2.4.1 perilaku menetang
Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik. Yang menghasilkan perasaan bersalah
pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan. Manajer perawat harus menentukan perilaku
bahwa seseorang yang memperlihatkan perilaku menentang dapat menimbulkan konflik.
Menentang adalah ancaman pada suatu dialog yang rasional.
Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat melalui perilaku
kenakalan dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku verbal dan non verbal.
Murfhy menggambarkan tiga versi penentang. Pertama adalah Competitive Bomber
yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam yang
dapat diterjemahkan sebagai urus aja sendiri. Mereka dengan wajah cemberut pergi
meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini dapat
merusak secara agresif berupa serangan yang sengaja. Mereka berkomentar tentang kondisi
kerja yang tidak adil dan kacau, manipulasi dan jadwal kerja yang jelek. Perilaku-perilaku ini
dilakukan untuk memancing respons manajerial. Apabila mereka mendapatkan suatu respon
, mereka merajuk dan memaksa untuk mendapatkan dukungan teman-teman sejawat bahkan
manajemen lebih tinggi.
Penentang kedua adalah Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu.
Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan dan hinaan,
mereka mengeluh dan mengkritik untuk mendapat dukungan yang lain.
Yang ketiga adalah Avolder. penentang ini menghindarkan kesepakatan dan partisipasi.
Mereka tidak merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi berubah maka mereka
menghindar untuk berpartisipasi.
2.4.2 Stres
Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam hubungan
profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial menimbulkan konflik. Stresor termasuk
mendapatkan tanggung jawab sedikit, kurangnya partisipasi dalam membuat keputusan,
kurangnya dukungan manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar penampilan dan
penyesuaian dengan perubahan tekhnologi yang cepat. Biaya stres pada tahun 1973
diperkirakan 1 sampai 3 % dari GNP (gross national product). Dan bisa saja angka tersebut
meningkat setelah tahun 1973.
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena mencoba
mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan. Perawat klinis merasa penat
karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan kualitas tinggi.
Konfrontasi, ketidak setujuan. Dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik. Stres
dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilakukan manusia, termasuk
harapan-harapan yang tidak terpenuhi.
Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik, komplikasi dan
pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh depresi atau kecemasan. Dan staf
yang stres tidak dapat menghadapi pasien yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak
efisien, ketidak puasan kerja dan tidak mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf
terpancing dalam konflik. Mereka juga dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik seperti
pasien-pasien mereka. Keluarga pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani dengan
baik, meningkatnya stres pada pasien dan staf menurunkan keefektifan penggunaan waktu
masalah-masalah ini meningkatnya biaya perawatan pasien, meningkatnya rasa sakit dan
menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan. Dimasa yang akan datang pasien dapat pergi
kemana saja untuk mendapatkan perawatan, apakah inisiatif sendiri maupun atas
rekomendasi dokter, keluarga, teman atau kenalan.
2.4.3 Ruang
Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus berinteraksi
secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung dan dokter-dokter. Terutama pada
ruang/unit perawatan intensif yang penuh sesak. Menimbulkan kepenatan dan pergantian.
2.4.4 Kewenangan Dokter
Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat masakini ingin
menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab profesional, dan tanggung gugat untuk
perawatan pasien. Mereka banyak menggunakan waktu berada didekat pasien dari pada
dokter, dan sering kali mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan terapi. Para
dokter terkadang melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka tidak
menginginkan umpan balik. Perawat menjadi marah bila harga diri mereka menurun.
Komunikasi gagal, terutama komunikasi dua arah.
2.4.5 Keyakinan, Nilai dan Sasaran
Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini terbukti
apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer
perawat, doter, pasien pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang lainnya. Nilai-
nilai perawat dapat masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan dengan persoalan
secara etika yang termasuk perintah-perintah untuk tidak melakukan resusitasi, pernyataan-
pernyataan yang tidak manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan masalah-masalah lainnya.
Sasaran pribadi sering kali konflik dengan sasaran organisasi, terutama yang berhubungan
dengan pengaturan staf, pengaturan jadwal, dan suasana kerja.
Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem. Hal ini dapat
merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri dan stres emosional. Mereka
harus mengetahui bahwa keyakinan mereka, nilai-nilai dan sasaran pribadinya di hargai.
Seperti orang lain, perawat bertindak untuk melindungi citra diri atau umum dirinya bila
ditekan atau di serang. Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain terhadap mereka,
sebagai mana mereka ingin disetujui. Mereka akan mempertahankan hak-hak dan
pertimbangan profesionalnya. Egonya mudah terluka dan menjadi masalah besar dalam
konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila salah satu atau kedua bagian konflik tidak di
informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak dikenal atau dihargai mereka merasa tidak
berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol situasi.

2.5 Proses Konfllik


Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
2.5.1 Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya,
kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada
ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang
tidak tampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.

2.5.2 Konflik yang dirasakan ( felt konflik)


Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan,
tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik affectives. Hal ini
penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai
suatu maslah/ancaman terhadap keberadaannya.
2.5.3 Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang dilaksanakan
mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang tidak
sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik
dalam perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu organisasi,
memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.5.4 Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua
orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win-win solution .
2.5.5 Konflik Aftermatch
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik
ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi penyebab dari
konflik yang sama.

Gambar . Diagram proses konflik (Marquis & Huston, 1998: 314)

2.6 Penyelesaian Konflik


2.6.1 Langkah-langkah
Vestal (1994)
menjabarkan langkah-
langkah menyelesaikan
suatu konflik meliputi :
1. Pengkajian
a. Analisa situasi
identifikasi jenis konflik
untuk menentukan waktu
yang diperlukan. Setelah
fakta dan memvalidasi
semua perkiraan melalui
pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlihat dan peran masing-masing.
Tentukan jika situasinya bisa berubah.

b. Analissa dan mematikan isu yang berkembang


jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang
memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua
masalah dalam satu waktu.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon yang
berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik
Diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
f. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling
sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
2.6.2 Strategi Penyelesaian Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :
1. Kompromi atau Negosiasi
Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat
tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering diartikan sebagai lose-lose
situation kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat.
Didalam manajemen keperawatan strategi ini sering digunakan oleh midle dan top manajer
keperawatan.
2. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose penyelesaian konflik. Penyelesaian ini
menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa
dan keinginan untuk perbaikan da masa mendatang.
3. Akomodasi
Istilah yang lain sering digunakan adalah cooprative. Konflik ini berlawanan dengan
kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan-permasalahan
dan memberi kesempatan orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi sebenarnya
tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu
kekuasaan dengan berbagai konsekwensinya.
4. Smoothing
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi
ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan
dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang
ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi dan
tidak dapat dipergunakan.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang
dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalahnya. Strategi ini
dipilih bila ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua pihak,biaya penyelesaian lebih
besar dari pada menghindar, atau maslah perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya atau
jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi win-win solution pada koloaborasi kedua unsur terlibat
menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena
keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing
meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian
dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak memiliki kemampuandalam menyelesaikan
masalah dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok / seorangan (Bowditch & Buono,
1994).

2.7 Hasil Manajemen Konflik


Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat dalam meningkatkan
suasana kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasus konflik yang dapat di selesaikan.
Pengetahuan dan keterampilan manajer konflik yang terjadi adalah peran yang aktif dari
manajer perawat.
Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan didalam merupakan perangsang. Yang
membuat nanajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli terhadap karyawannya. Dalam
surveinya, ia menemukan bahwa dalam penurunan memotivasi kinerja yang baik,
memperbaiki keluaran, dan menghilangkan pekerjaann yang tidak produktif yang dapat
menimbulkan masalah moral dan konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran kembali
dirumah sakit, manajer perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja, penurunan hasil
kerja.
Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang positif dan membangun bila
dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu fungsi, dan menghancurkan,
menghabiskan energi serta mengurangi keefektifan organisasi dan pribadi.
Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreatifitas, menyebabkan perilaku
bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya keinginan untuk bekerja
kearah pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan jalan buntu dan kemacetan. Kelola konflik
jangan sampai meluas.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpukan bahwa hubungan kerja perawat dan personel yang lain, pasien dan
keluarga dapat menimbulkan potensial konflik. Dalam hal ini manajer perawat harus
menguasai bagaimana mengelola konflik. Penyebab-penyebab konflik termasuk perilaku
menentang, stres, ruang yang penuh sesak, kewenangan dokter, serta ketidak cocokan nilai
dan sasaran.
Konflik dapat dicegah atau diatasi dengan disiplin, mempertimbangkan tahap kehidupan,
komunikasi termasuk mendengarkan secara aktif, penggunaan lingkaran kualitas, dan
ketetapan tentang latihan asertif bagi manajer perawat.
Tujuan dari manajemen konflik termasuk memperluas tentang masalah, meningkatkan
alternatif pemecahan, dan mencapai kesepakatan dalam keputusan yang dapat dilaksanakan
serta keikhlasan terhadap keputusan yang dibuat. Strategi khusus termasuk menghindar,
akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerja sama. Selain itu manajer perawat dapat
mempelajari dan menggunakan keterampilan khusus untuk mencegah dan mengelola konflik.
Manajemen konflik menjaga meluasnya konflik, membuat kerja lebih produktif, dan
dapat membuat konflik sebagai suatu kekuatan yang positif dan membangun.

Anda mungkin juga menyukai