Anda di halaman 1dari 19

Sustainability Reporting

Catatan Akhir Tahun 2016: Perkembangan


Pelaporan Berkelanjutan di Indonesia
January 6, 2017 farizhabib10 Comments

Pelaporan Berkelanjutan di Indonesia merupakan pelaporan yang masih bersifat sukarela.


Berbeda dengan pelaporan seperti laporan tahunan maupun laporan keuangan yang memang
menjadi kewajiban bagi perusahaan terutama pada perusahaan yang berstatus publik (listing pada
bursa). Sebagaimana yang telah dibahas pada tulisan sebelumnya, perkembangan pelaporan
berkelanjutan menunjukkan tren yang positif. Dimana jumlah emiten masih lebih kecil
dibandingkan dengan perusahaan non publik, dengan perbandingan 39% terhadap 61%.

Gambar 1. Persentase perbandingan perusahaan Publik dan No Publik

Acara tahunan penghargaan untuk pelaporan berkelanjutan di Indonesia, ISRA 2016, telah
berakhir dengan pengumunan para pemenang untuk kategori penghargaan. Rincian informasi
terkait bisa dilihat pada link terkait1. Laporan ini sudah menjadi perhatian perusahaan di
Indonesia sebagai suatu laporan yang mampu memberikan pengungkapan untuk elemen dan
informasi yang belum tercakup baik pada Annual Report maupun Financial Statement.
Dibandingkan antara jumlah perusahaan yang mengeluarkan SR, Emiten pada BEI masih sedikit
yang melakukan publikasi SR. Dari hasil pantauan penulis, baru sebanyak 52 Emiten yang
melakukan publikasi SR.
Gambar 2. Tren jumlah laporan untuk periode pelaporan tahun 2005 2015

Tren positif dimana tahun demi tahun terlihat kenaikan jumlah laporan. Namun berdasarkan hasil
pantauan penulis, terjadi penurunan jumlah laporan untuk periode pelaporan 2015. Ada
kemungkinan organisasi-organisasi tersebut belum melakukan publikasi pada situs mereka
sehingga laporan mereka belum dapat diakses oleh publik.

Pada tahun 2016, beberapa perusahaan melakukan publikasi sustainability reporting yang
pertama untuk periode pelaporan tahun 2015. Berikut adalah daftar perusahaan yang
mempublikasikan laporan berkelanjutan yang pertaama pada tahun 2016:

1. Bank Bukopin
2. Bank Central Asia
3. Bank Kalsel
4. Pertamina Lubricants

Selain perusahaan, organisasi nonprofit juga melakukan publikasi laporan ini. Dari hasil
pengumpulan data terdapat organisasi nonprofit seperti yayasan, koperasi dan lembaga
pemerintahan. Berikut adalah daftar organisasi tersebut:

1. Koperasi Ancol Sayang Lingkungan (KASL)


2. Yayasan Danamon Peduli
3. SKK Migas
4. LPMAK
5. BPJS Ketenagkerjaan
Perkembangan standar pelaporan di Indonesia

GRI Sustainability Reporting Guidelines menjadi acuan utama dalam melakukan pembuatan
laporan berkelanjutan. Standar GRI pun dari masa ke masa mengalami perkembangan. Dimulai
dari generasi pertama standar pelaporan pada tahun 2000 hingga sekarang standar tersebut sudah
berkembang versi demi versi.

Gambar 3. Lini masa standar GRI G1 GRI Standards

Jika pada tulisan sebelumnya berfokus pada trend dan jumlah perusahaan yang melakukan
publikasi SR. Maka pada tulisan ini dibahas mengenai standar pelaporan yang digunakan oleh
perusahaan tersebut dalam menyiapkan dan membuat laporan tersebut. Dimulai dari GRI
Guidelines (GRI-G1) hingga yang terbaru pengganti GRI-G4, yaitu GRI Standards2. Di
Indonesia, penggunaan standar dari GRI digunakan oleh hampir semua organisasi yang
melakukan publikasi SR.

Gambar 4: Tabel perbandingan pemakaian standar pelaporan

Sampai dengan tahun 2016, GRI G4 sudah menjadi standar utama yang digunakan oleh banyak
organisasi di Indonesia. Berdasarkan data dari GRI, sebanyak 66 organisasi menggunakan G4
sebagai acuan mereka. Dengan organisasi sebanyak jumlah tersebut terdapat 96 laporan yang
dihasilkan. Kurun waktu periode pelaporan tersebut adalah dari tahun 2013 hingga 2015.
Selain mengacu pada GRI, beberapa perusahaan di Indonesia sudah mulai mengadopsi pelaporan
terintegrasi. Pelaporan terintegrasi (Integrated Reporting) ini secara sederhana menggabungkan
laporan tahun dengan laporan berkelanjutan. Sehingga beberapa perusahaan tersebut hanya
mempublikasikan satu laporan saja, tidak terpisah antara laporan tahunan dan laporan
berkelanjutan. Integrated Report mengacu pada Integrated Reporting Framework (IRF).

Catatan & Sumber:


1
http://sra.ncsr-id.org/winner-sra-2016/
2
https://www.globalreporting.org/information/news-and-press-center/Pages/GRI-Standards-take-
off-at-launch.aspx

Catatan Akhir Tahun 2016: Perkembangan Pelaporan Berkelanjutan di Indonesia

Daftar Perusahaan yang Membuat


Laporan Keberlanjutan
October 2, 2016 farizhabibDaftar Perusahaan92 Comments

Melanjutkan dari tulisan yang sebelumnya, dalam tulisan ini ditampilkan daftar perusahaan yang
membuat Sustainability Report (SR). Sumber utama daftar ini diambil dari situs kementerian
BUMN. Kemudian dilakukan pengecekan perusahaan mana saja yang melakukan publikasi SR
di situs perusahaan. Gambar berikut merupakan daftar perusahaan yang membuat dan
mempublikasikan laporan keberlanjutannya.
Gambar 1. Daftar Perusahaan yang membuat Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)

Seperti yang disampaikan pada tulisan sebelumnya, dapat dilihat tren dari tahun ke tahun
bagaimana publikasi laporan ini pada lingkungan BUMN. Dimulai dari tahun 2006, dimana PT
Aneka Tambang Tbk dan PT Telkom Tbk menjadi dua perusahaan pertama dilingkungan BUMN
yang melakukan publikasi laporan ini. Kemudian ditahun 2007 tiga perusahaan juga
mengeluarkan laporan keberlanjutan periode tersebut, yaitu PT Jasa Marga Tbk, PT Bukit Asam
Tbk dan PT Timah Tbk. Sehingga pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang mengeluarkan SR
sebanyak lima perusahaan.
Gambar 2. Daftar rincian per tahun publikasi SR tahun 2006 2015

Pelan namun pasti, tren dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan. Pada tahun 2013 jumlah
total BUMN yang melakukan publikasi sebanyak 25 perusahaan. Gambar 2 menunjukan
informasi rinci masing-masing perusahaan dari tahun 2006 hingga 2015.

Daftar Perusahaan yang Membuat Laporan Keberlanjutan

Perkembangan Sustainability Reporting di


Indonesia: Laporan Berkelanjutan Pada
Perusahaan BUMN
September 11, 2016 farizhabib9 Comments
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan sebuah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan. Definisi tersebut diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2003. Didirikan sebuah BUMN agar mampu untuk memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya untuk kesejahteraan pemangku kepentingan khususnya rakyat
Indonesia. Tanggung jawab sosial, ekonomi serta lingkungan menjadi perhatian khusus
pemerintah untuk perusahaan BUMN ini. Hal ini telah diformalkan baik dalam bentuk Peraturan
Pemerintah/Menteri, maupun Undang-undang.

Terkait dengan adanya konsep keberlanjutan (sustainability) sebuah entitas, perusahaan tidak
hanya mementingkan pendapatan dan laba. Fokus yang ada sekarang adalah keberlangsungan
hidup perusahaan kedepan serta dampak perusahaan dalam aspek-aspek terkait sustainability.
Adapun aspek-aspek tersebut adalah Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Pelaporan mengenai
rincian atas aspek-aspek tersebut diakomodasi dalam suatu bentuk yang diberi nama Laporan
Berkelanjutan (Sustainability Report) dan memiliki standar pembuatan laporan mengacu pada
GRI sustainability reporting guidelines versi 4 (GRI-G4).

Pelaporan oleh BUMN mengenai sustainability bersinggungan dengan pelaporan Program


Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Berdasarkan definisinya PKBL dibagi atas dua
program1.

Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar
menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaat dana dari bagian laba BUMN.
Program Bina Lingkungan, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh
BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

Atas pelaksanaan PKBL tersebut diwajibkan adanya pelaporan rutin baik dalam kurun waktu
tertentu (kuartal) maupun tahunan. Laporan ini disampaikan secara terpisah dari laporan Berkala
dan Laporan Tahunan2. Pelaporan ini juga digunakan untuk melakukan penilaian atas suatu
BUMN.

Pelaksanaan PKBL ini merupakan bentuk implementasi dari kategori Sosial pada sub-kategori
Masyarakat (G4-SO1)3. Aspek pelaporan dimana peranan BUMN dan dampak kepada komunitas
lokal baik secara positif maupun negatif. Sehingga secara tidak langsung pelaporan PKBL sudah
bisa mengakomodasi kategori SR dari G4 guidelines.

Trend Publikasi Sustainability Report (SR) BUMN

Dalam tulisan ini disajikan informasi dari pengumpulan data BUMN yang melakukan publikasi
SR. Dalam proses pengumpulan informasi ini, acuan daftar BUMN didapat dari situs
kementerian BUMN. Kemudian penyajian dari pengumpulan data tersebut dilakukan
berdasarkan kelompok yang didefinsikan dalam daftar tersebut4. Pada gambar berikut (Gambar
1.) ditampilkan informasi secara sektoral untuk memperlihatkan perbandingan antara jumlah
masing-masing sektor dan besaran BUMN yang melakukan publikasi dalam sektor terkait.
Gambar 1. Daftar BUMN (Sektoral) yang mempublikasikan SR.

Dalam tulisan ini, terdapat total 119 BUMN yang terdaftar. Ada kemungkinan dari daftar tersebut
masih ada BUMN yang belum masuk. Berdasarkan data yang didapatkan baru sekitar 28 BUMN
yang melakukan publikasi SR. Secara persentase jumlah yang melakukan pembuatan SR masih
dibawah 30%.

Terdapat tren positif bila melihat kenaikan dari tahun ke tahun untuk jumlah laporan yang
dipublikasikan. Kenaikan yang signifikan terlihat pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Adapun periode dalam laporan ini dilihat antara tahun
2006 hingga 2014.
Gambar 2. Tren perkembangan SR periode 2006 2014

Trend Pelaporan pada BUMN Go Public

Pelaporan pada perusahaan Go Public biasanya cukup menjadi perhatian bagi banyak pihak yang
berkepentingan (stakeholders), tidak hanya pelaporan yang wajib seperti Laporan Keuangan,
namun pelaporan sukarela juga mulai mendapat perhatian. Berdasarkan hasil survey penulis,
BUMN yang berstatus Perusahaan Terbuka cukup banyak yang mempublikasikan Sustainability
Report. Dari total 20 BUMN sebanyak 14 perusahaan yang membuat pelaporan tersebut. Dengan
persentase sebesar 70% tren pelaporan berkelanjutan pada BUMN berstatus terbuka menunjukan
animo yang tinggi. Berbeda dengan BUMN yang belum Go Public, persentase tersebut masih
ketinggalan jauh. Sebanyak 15% atau 15 BUMN dari total 99 BUMN yang baru membuat
pelaporan terkait.

Gambar 3. Perbandingan BUMN Publik dan Non-Publik

Jika melihat pada kasus BUMN yang masih berstatus tertutup, Pelaporan Berkelanjutan masih
dalam bentuk pelaporan parsial atau hanya pengungkapan kegiatan program kemitraan dan bina
lingkungan (PKBL) dimana pelaporan ini merupakan kewajiban yang diatur dalam peraturan
menteri. Sepertinya pengungkapan informasi yang bersifat sukarela dalam bentuk laporan
berkelanjutan ini masih belum menjadi focus utama mereka.

Penutup

Pelaporan PKBL berfokus pada masyarakat itupun masih dalam ruang lingkup dampak yang
terbatas. Sedangkan untuk SR mencakup lebih besar dan lebih banyak untuk masing-masing
elemen pelaporan. Pelaporan PKBL walaupun bersifat wajib dikarenakan adanya peraturan dari
Pemerintah yang dibuat oleh Menteri, namun hanya bersifat standar nasional. GRI G4
merupakan standar pelaporan keberlanjutan yang saat ini diikuti oleh banyak negara dan berlaku
untuk semua jenis organisasi.

Kurun waktu pelaporan SR disesuaikan dan dikembalikan dengan kesiapan dan kebutuhan dari
entitas terkait. Sehingga ada keleluasaan dalam penyiapan laporan SR.

Kemungkinan penggabungan laporan PKBL dan laporan SR:

1. Laporan SR akan meng-cover banyak aspek sehingga BUMN perlu mempersiapkan data
dan informasi yang lebih banyak dibandingkan laporan PKBL yang ada
2. Untuk memudahkan pelaporan SR, periode pelaporan gabungan hanya untuk tahunan.
Sedangkan pelaporan kuartalan hanya PKBL.

Catatan & Sumber:


1
Definisi diambil dari peraturan menteri negara BUMN PER-05/MBU/2007.
2
Mekanisme Pelaporan diatur dalam BAB VII, dimana kewajiban pelaporan disebutkan pada
pasal 21 ayat (1), periode pelaporan pada ayat (2) dan pemisahan laporan pada ayat (3).
3
G4 Sustainability Reporting Guidelines
4
Pengelompokan sektor BUMN diambil dari situs kementerian BUMN dimana terdapat total 13
Sektor untuk 119 BUMN yang terdaftar, http://bumn.go.id/halaman/situs

Perkembangan Sustainability Reporting di Indonesia: Laporan Berkelanjutan Pada


Perusahaan BUMN

Perkembangan Sustainability Reporting di


Indonesia: Bank dan Laporan Keberlanjutan
March 31, 2016 farizhabib12 Comments

Institusi perbankan merupakan entitas bisnis yang menyediakan berbagai kebutuhan keuangan
dalam bentuk jasa perbankan. Sebagai sebuah entitas bisnis, dampak terhadap berbagai aspek
atas keberlanjutan organisasi menjadi sebuah perhatian yang penting. Dampak sosial dan
ekonomi sangat erat, namun bukan berarti dampak akan lingkungan bukan menjadi perhatian
utama, jika melihat operasional jasa perbankan tidak langsung merusak lingkungan.
Perbankan merupakan industri yang didasarkan dengan prinsip kehati-hatian serta highly-
regulated. Lembaga penunjang serta peraturan yang dikeluarkan digunakan untuk mengawasi
serta menjaga industri perbankan dapat dimaksimalkan untuk kemaslahatan bersama. Berbagai
pelaporan yang wajib dibuat sebagai salah satu alat kendali dalam industri ini.

Dengan berkembangnya mekanisme pelaporan, tidak hanya laporan untuk aspek kuantitatif
namun aspek kualitatif menjadi sorotan. Salah satu mekanisme pelaporan non kuantitatif yang
semakin berkembang adalah Pelaporan Berkelanjutan (Sustainability Reporting). Namun
Sustainability Report ini masih bersifat sukarela (voluntary), sehingga belum semua entitas
bisnis melakukan pelaporan ini.

Perkembangan Sustainability Report Pada Perbankan: Sebuah Survey

Penulis mencoba menyajikan kondisi pelaporan Keberlanjutan pada entitas bank dengan
melakukan survey sederhana. Survey ini dilakukan dengan tahapan berikut:

1. Entitas bank membuat dan mempublikasikan laporan keberlanjutan di website entitas


bank terkait
2. Laporan Keberlanjutan diunduh dari laman entitas bank terkait
3. Jumlah populasi survey diambil dari daftar bank yang ada di Indonesia berdasarkan daftar
yang ada di situs Bank Indonesia

Tabel 1. Populasi entitas bank sesuai dengan pengelompokan

Berdasarkan hasil survey tersebut penulis mencoba menyajikan kondisi perkembangan pelaporan
keberlanjutan di industri perbankan. Periode survey dilakukan sampai dengan bulan Februari
2015 untuk periode pelaporan sampai dengan Periode Pelaporan tahun 2014. Jumlah entitas bank
yang membuat dan mempubilkasikan Sustainability Report bisa dikatakan cukup kecil sebanyak
14 entitas dari total 110 populasi yang di-survey. Baru sebanyak 13% bank yang melakukan
pembuatan Sustainability Report.
Diagram 1. Perbandingan antara Entitas yang melakukan publikasi SR

Dilihat dari hasil yang dikumpulkan pada masing-masing kelompok , masih ada ketimpangan
antara yang membuat dan yang tidak membuat. Terlihat pada Tabel 2, terdapat dua kelompok
yang sama sekali belum melakukan penyajian SR, yaitu Kelompok Bank Umum Swasta
Nasional Non Devisa dan Kelompok Bank Campuran. Sedangkan untuk kelompok Bank
Persero, Pelaporan Keberlanjutan sudah dilakukan oleh semua entitas dalam kelompok tersebut.
Pada Kelompok Bank Umum Swasta Nasional Devisa baru sebanyak enam entitas dari jumlah
total 35 entitas bank dalam kelompok tersebut yang membuat dan mempublikasikan. Dan pada
Kelompok terakhir, yaitu Bank Pembangunan Daerah sebanyak empat entitas sudah membuat
dan menyajikan Laporan Keberlanjutan.

Tabel 2. Rincian untuk masing-masing kelompok yang melakukan publikasi SR

Pertumbuhan pelaporan keberlanjutan pada industri perbankan dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Dengan pertumbuhan positif dari tahun ke tahun, pelaporan keberlanjutan dapat
dikatakan memiliki peluang besar untuk lebih berkembang sebagai pelaporan sukarela yang rutin
dibuat oleh sebuah entitas.
Grafik 1. Tren jumlah publikasi SR dari tahun 2009 2014

Penutup

Pelaporan Keberlanjutan yang masih bersifat sukarela, membuat entitas dalam industri
perbankan tidak memiliki prioritas untuk menyajikannya. Industri perbankan tidak memiliki
dampak secara langsung terhadap Lingkungan, seperti industry lain yang memiliki exposure
yang besar dalam operasionalnya terhadap lingkungan. Sedangkan aspek sosial dan ekonomi
memiliki dampak langsung dan paparan tinggi dalam operasionalnya.

Perkembangan Sustainability Reporting di Indonesia: Bank dan Laporan Keberlanjutan

Perkembangan Sustainability Reporting


di Indonesia
February 22, 2016 farizhabib30 Comments

Indonesian Sustainability Reporting Award (ISRA) tahun 2015 telah selesai. Acara ini
diselenggarakan untuk memberikan penghargaan atas keterbukaan dan akuntabilitas kepada
perusahaan-perusahaan yang telah menerbitkan laporan keberlanjutan (sustainability reporting).
Adapun peserta penghargaan tahun 2015 ini sebanyak 37 Perusahaan 1. Dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya jumlah peserta tahun 2015 menunjukan peningkatan positif. Hal ini bisa
dijadikan acuan bahwa tren pelaporan keberlanjutan (sustainability reporting) di Indonesia
menunjukkan peningkatan yang lumayan baik. Organisasi yang membuat dan mempublikasikan
Laporan Berkelanjutan (Sustainability Report) semakin banyak tidak hanya pada perusahaan
yang listing di bursa, namun juga BUMN, perusahaan non-listing baik kecil dan menengah
hingga organisasi nirlaba turut serta membuat dan melaporkannya .
Grafik 1. Tren Peserta ISRA tahun 2008 2015 (sumber: NCSR2)

Namun apabila hanya melihat dari jumlah perusahaan yang menjadi peserta ISRA, sepertinya
belum sepenuhnya dapat memperlihatkan perkembangan perusahaan yang telah membuat dan
mempublikasikan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report). Berdasarkan data yang didapat
dari Global Reporting Initiatives (GRI), per Februari 2016 terdapat sebanyak 85 perusahaan yang
telah membuat dan mempublikasikan laporan mereka. Untuk tahun 2015 total laporan yang telah
dipublikasikan sebanyak 63 laporan, dimana kenaikan dari tahun sebelumnya (2014 ke 2015)
lebih tinggi dibandingkan kenaikan tahun 2013 ke 2014.

Grafik 2. Pertumbuhan jumlah organisasi yang membuat dan melaporkan Sustainability Report
(Sumber: GRI)

Pelaporan keberlanjutan ini menunjukan tren positif, dimana tiap tahun jumlah perusahaan yang
membuatnya semakin bertambah. Dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara, Indonesia
sangat baik setelah Thailand. Dibandingkan dengan negara asia tenggara lainnya Thailand dan
Indonesia menjadi negara yang membuat pelaporan berkelanjutan terbanyak. Berikut adalah
tabel perbandingan jumlah perusahaan di Asia Tenggara yang melakukan pembuatan SR dan
disclosure ke Global Reporting Initiative. Data yang ditampilkan merupakan data per Februari
2016.

Tabel 1. Perbandingan organisasi untuk Asia Tenggara (Sumber: GRI)

Sekilas Tentang Pelaporan Berkelanjutan pada Perusahaan Go Public

Perusahaan yang listing di bursa mempunyai kewajiban dalam membuat pelaporan dan
pengungkapan yang terbuka pada publik (investor atau calon investor). Kewajiban pelaporan
seperti laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan (financial statement) yang
dipublikasikan baik melalui Bursa Efek Indonesia maupun pada website perusahaan masing-
masing. Dalam laporan tahunan ini pun seringkali mencakup pelaporan pertanggungjawaban
sosial perusahaan (corporate social responsibility CSR).

Pada tahun 2011, dari 438 perusahaan yang saat ini tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), baru
ada sekitar 25 perusahaan yang membuat sustainability report (laporan keberlanjutan). Hal
tersebut diungkapkan oleh Ali Darwin, Chairman National Center for Sustainability Report
(NSCR)3. Berdasarkan pantauan penulis, sampai dengan tahun 2015, total perusahaan publik
Indonesia yang melakukan pelaporan berkelanjutan adalah sebanyak 41 emiten 4. Perkembangan
yang cukup lumayan jika dibandingkan sejak tahun 2011.

Keengganan perusahaan publik dalam membuat laporan ini bisa disebabkan beberapa hal, seperti
tambahan biaya dan usaha dalam pembuatan laporan. Selain itu dengan belum adanya kewajiban
dari regulator pasar modal terkait pelaporan ini juga membuat para emiten merasa belum butuh
untuk menyiapkan laporan terkait.

Penutup
Dengan sudah lebih dari satu dasawarsa pelaporan berkelanjutan ini di Indonesia, animo para
organisasi untuk bisa menyajikan laporan tersebut dapat dikatakan cukup baik. Walaupun
pelaporan ini masih bersifat sukarela dan pilihan, tidak seperti laporan keuangan maupun laporan
tahunan, organisasi di Indonesia mulai melihat keuntungan yang didapat dengan membuat
laporan berkelanjutan ini. Semoga saja pelaporan keberlanjutan berkembang lebih baik serta
peranan organisasi terhadap lingkungan, masayarakat dan ekonomi tidak hanya sekedar laporan
diatas kertas, namun juga dapat diaktualisasikan secara maksimal.

Catatan & Sumber:


1
NCSR Press Release, http://sra.ncsr-id.org/sustainability-reporting-award-sra-2015-press-
release/.
2
Data diolah kembali dari daftar peserta ISRA per tahun (2008 2015). Adapun daftar peserta
tersebut didapatkan dari: http://sra.ncsr-id.org/sra-participant/.
3
Kontan, 21 Desember 2011, Dari 438 emiten, hanya 25 perusahaan yang membuat laporan
berkelanjutan.
4
Penulis mencoba mengumpulkan data perusahaan baik yang sudah listing maupun yang belum.
Dari hasil pengumpulan tersebut didapatkan sebanyak 104 entitas yang membuat laporan
berkelanjutan. Untuk perusahaan terbuka sebanyak 41 emiten dan sisanya sebanyak 63 entitas
merupakan organisasi non publik (tertutup).
Bikin Laporan Keberlanjutan, Ini Manfaatnya Buat
Perusahaan
Perusahaan, terutama yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia, diwajibkan membuat laporan
keberlanjutan (sustainability report), bersamaan dengan laporan keuangan. Setiap tahun, kedua
laporan ini harus disajikan di hadapan para pemegang saham. Kalau laporan keuangan meliputi
kinerja perusahaan secara umum, laporan keberlanjutan ini lebih banyak mengulas kebijakan
perusahaan dalam menjaga kondisi lingkungan alam di sekitarnya. Nantinya, laporan bisa dibuat
terpisah atau dijadikan satu dalam bab Corporate Social Responsibility (CSR).

Executive Director National Center for Sustainability Reporting (NCSR), Ali Darwin
mengatakan, laporan keberlanjutan telah berkembang di Indonesia sejak 2004 silam. Namun,
baru diwajibkan pada perusahaan yang sudah go public sejak 2012 lalu. Saat ini, sekitar 62
perusahaan, lima diantaranya nonperusahaan seperti yayasan dan SKK Migas, telah menerbitkan
laporan serupa. Meski begitu, jumlah itu masih lebih banyak dibanding negara-negara di
kawasan Asia Tenggara lainnya.

Indonesia menjadi sorotan karena merupakan paru-paru dunia. Memang, sudah ada aturan yang
mewajibkan. Tapi, belum ada sanksinya jika tidak membuat. Sebenarnya membuat laporan
seperti itu adalah kewajiban perusahaan. Jika ramah terhadap lingkungan dan masyarakat
sekitarnya, perusahaan juga yang akan diuntungkan, katanya dalam Workshop bertema
Memanfaatkan Laporan Keberlanjutan Sebagai Sumber Akuntabilitas dan Perubahan yang
Positif di Jakarta, Selasa (16/6).

Menurut dia, laporan keuangan keberlanjutan harus disusun dengan pedoman yang dirilis Global
Reporting Initiative (GRI) yang berpusat di Belanda. Dengan begitu, skema pelaporan telah
mengikuti standar dunia. Meski begitu, masih banyak perusahaan di Indonesia yang belum
menerapkan pedoman tersebut. Inilah yang masih menjadi PR besar GRI dan mitra pelatihan
bersertifikatnya, NCSR.

Dalam waktu dekat, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) akan mengeluarkan aturan yang
mewajibkan bank meminta laporan keberlanjutan dari perusahaan sebelum menyetujui
permintaan kredit dari calon debitornya. Kalau tidak begitu, jika debitornya bermasalah atau
tidak ramah lingkungan, bank yang membiayainya juga ikut terseret, ujarnya.

Manfaat lainnya, lanjut Ali, investor luar negeri akan lebih memilih perusahaan yang memiliki
laporan keberlanjutan berstandar dunia saat memutuskan membeli atau menanamkan modalnya
di satu perusahaan. Ini artinya, laju investasi asing salah satunya juga dipengaruhi seberapa
bagus perusahaan membuat laporan tersebut. Dalam memilih supply chain, perusahaan top
dunia, seperti Nike, Reebok, Adidas, dan lainnya, juga lebih memilih perusahaan di Indonesia
yang telah memiliki laporan keberlanjutan berstandar global.

Manager Regional Network & Sustainable Development GRI Christine Koblun menambahkan,
perusahaan yang menerbitkan laporan keberlanjutan biasanya memiliki bisnis yang bertahan
lama. Citra perusahaan di mata pelanggan serta masyarakat di sekitarnya akan lebih bagus
dengan dirilisnya laporan tersebut karena menandakan perusahaan sudah mau transparan kepada
publik. Dengan menjaga lingkungan alam sekitarnya, perusahaan juga tak dibebankan pajak
tambahan karena tidak ada alam yang rusak. Produk yang dihasilkan juga lebih tahan lama.

Sudah ada banyak kasus di dunia, perusahaan yang tidak ramah lingkungan bisnisnya tak akan
langgeng. Citra perusahaan di mata pelanggan dan masyarakat di sekitarnya akan terpuruk jika
terjadi kasus yang terkait kerusakan lingkungan, katanya.

Tags:

https://swa.co.id/swa/trends/management/bikin-laporan-keberlanjutan-ini-manfaatnya-buat-perusahaan

Ali Darwin Global Reporting Initiative (GRI) laporan keberlanjutan National Center for
Sustainability Reporting (NCSR) swa online 2015
.
Kunci sukses perusahaan bukan melulu soal berapa keuntungan yang diraih. Masih ada aspek
lain yang kini juga dinilai penting, yaitu aktivitas yang berkelanjutan. Pasalnya, aktivitas yang
berkelanjutan mampu menjadi penyeimbang apakah sebuah perusahaan benar-benar
memperhatikan lingkungan dan sosial atau tidak.

Untuk itu, wajar jika perusahaan diwajibkan untuk membuat sebuah laporan terkait apa perannya
di lingkungan dan sosial. Dengan laporan ini, pemerintah menuntut transparasi perusahaan
dengan menyediakan konten laporan yang singkat namun relevan.

Kini, laporan sudah bukan soal kuantitas, tapi lebih kepada kualitas. Dengan laporan
berkelanjutan yang dibuat melalui metode GRI (Global Reporting Initiative) G4, perusahaan
akan lebih fokus dalam mengangkat isu terkait program bekerlanjutannya sehingga pembahasan
laporan akan lebih terarah dan fokus, jelas Juniati Gunawan, Direktur Trisakti Sustainabilty
Center saat acara seminar Indonesia Global Compact Network, Trisakti Sustainabilty Center and
MarkPlus di ruang Philip Kotler, Jakarta, Selasa (10/11/2015).

Di Indonesia sendiri, laporan berkelanjutan lebih sering dibuat berkat tuntutan kebijakan
pemerintah. Namun, tuntutan tersebut bukan berarti menyulitkan perusahaan. Justru dengan
laporan berkelanjutan, perusahaan secara tidak langsung mampu mengomunikasikan citra
baiknya kepada publik temasuk itu bukti akuntabilitas perusahaan.

Sudah ada sekitar 5.800 perusahaan di dunia yang sudah membuat laporan bekelanjutan dengan
metode GRI G4. Sementara di Indonesia, ada sekitar 60 perusahaan yang sudah membuat
laporan berkelanjutan, imbuhnya.

Jika menengok masa depan laporan berkelanjutan, Juniati mengatakan ada kemungkinan besar
bahwa pada tahun 2025 , laporan bekerlanjutan akan berupa digital dan real time. Tren
informasi dan dampak teknologi serta inovasi menjadi salah satu dari banyak faktor yang akan
mendorong hal tersebut, tuturnya.

Untuk itu, sudah sepatutnya mulai dari sekarang perusahaan di Indonesia memperbaiki data serta
menyiapkan diri untuk mampu mengelola isu yang sekiranya akan muncul di tahun-tahun
mendatang.

http://marketeers.com/aktivitas-csr-perlu-laporan-berkelanjutan/

Anda mungkin juga menyukai